PENDAHULUAN
Peradaban Barat adalah peradaban yang maju dan modern pada saat
dan lain sebagainya adalah peradaban yang di bangun dengan usaha yang sangat
keras dan dalam tempo yang sangat lama. Peradaban Barat dimulai oleh Rene
(1642).1 Rene Descartes dikenal sebagai bapak filsafat modern dengan tesis-nya
yang terkenal “Cogito ergo sum”, telah mempengaruhi para filosof sesudahnya
dan membuat sebuah arus pemikiran rasional yang berkembang pada masyarakat
Barat.
pemikiran, mental, dan kondisi sosial yang khas, yang berpengaruh besar terhadap
masyarakatnya. Pada masa atau periode zaman ini, mengutip Ali Syari’ati, para
1 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati sejak Thales Sampai Capra, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003), h. 129.
1
pengalaman, analisis, logika, dan pengakalan adalah tidak riil…2
Pemikiran rasional yang menafikan segala sesuatu yang bersifat gaib dan
yang maju dan modern. Peradaban Barat telah menimbulkan 5 (lima) ciri pokok
abad modern4, yaitu: Pertama, kita sedang menyaksikan ledakan informasi yang
tanpa batas. Dengan adanya ledakan informasi ini, tidak ada satu pojok dunia
yang tidak diketahui. Selain itu, informasi yang diterima oleh masyarakat semakin
terbuka secara lebar. Informasi yang ada tersebut bisa berupa informasi yang
menunjukkan kepada kebaikan (dâr al-salâm) dan juga informasi yang buruk
Kedua, semakin longgarnya nilai-nilai moral bagi masyarakat modern sudah dapat
kita rasakan. Yaitu suatu masyarakat yang tidak lagi dapat membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk, segala sesuatu berlalu begitu saja. Ketiga, makin
tumpulnya perikemanusiaan yang diidap oleh bangsa-bangsa modern, bahkan oleh
bangsa-bangsa yang menamakan dirinya bangsa maju, advance nations.
Keempat, adanya kecenderungan manusia modern untuk mengagung-agungkan
atau menyembah ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Dan Kelima,
kecenderungan kehidupan yang semakin materialistis. Materialisme ini sudah
menjangkit ke seluruh aspek kehidupan masyarakat, sehingga segala ukuran
tentang kebahagiaan dan kesejahteraan hanya dipandang melalui materi.
Dari kelima ciri pokok kehidupan tersebut, setidaknya ada 5 (lima) masalah besar
yang dihadapi oleh manusia pada masa modern ini, yaitu:
Pertama, kecenderungan sebagian umat manusia untuk tidak
mengindahkan nilai-nilai moral sehingga menimbulkan kehidupan
yang permisif (serba boleh). Kedua, proses kerusakan lingkungan
hidup yang terus berjalan secara mengkhawatirkan. Ketiga, banyak
negara berkembang yang belum berhasil mengatasi masalah-masalah
kependudukan dan pembangunan mereka. Keempat, setelah
2 Ali Syari’ati, Tugas Cendekiawan Muslim, M. Amien Rais (Terj.), (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1995), h. 106.
3 Maksud dari metafisis adalah: studi tentang segala sesuatu yang bersifat rohani (gaib,
adikodrati, supranatural dan irasional) dan yang tidak dapat diterangkan dengan metode-metode
penjelasan yang ditemukan dalam ilmu-ilmu alam. Lihat: Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta:
Gramedia, 1996), h. 625.
4 M. Amien Rais, Tauhid Sosial: Formula Menggempur Kesenjangan, (Bandung: Mizan, 1998), h.
151-153.
2
berakhirnya perang, harapan untuk mewujudkan suatu tatanan baru
belum tecapai. Dan Kelima, banyak umat manusia yang pada akhir
abad kedua puluh ini telah melupakan agama dan menyembah ilmu
dan teknologi5.
Masalah yang dihadapi oleh manusia pada saat ini sudah masuk ke berbagai
bidang dan aspek kehidupan. Mengutip apa yang ditulis oleh Gadis Arivia:
Ungkapan dari Fritjof Capra bukanlah hanya ungkapan yang kosong, akan
tetapi ungkapannya itu didasarkan kepada analisis dan kenyataan yang terjadi
pada kehidupan manusia pada saat ini. Dan jika kita melihat kutipan di atas, maka
problematika yang ada pada manusia modern saat ini sudah melanda dimensi
ketiga sangat terpesona dan menjadikan pemikiran Barat menjadi panutan yang
wajib dilaksanakan oleh masyarakatnya. Pemikiran yang ditiru dan dibawa oleh
pemikiran Barat secara penuh dan menganggap Barat sebagai model yang harus
3
ditiru.7
Para cendekiawan yang membebek atau meniru buta kepada Barat, dalam bahasa
Ali Syari’ati disebut dengan West-Mania8, akan memaksakan nilai-nilai,
karakteristik dan pemikiran Barat kepada masyarakatnya. Sebagai contoh, ketika
Taqizada kembali dari Barat, ia mengumumkan: “Bangsa Iran, anda hanya punya
satu pilihan, dan pilihan itu adalah bahwa anda harus jadi orang Barat dari kepala
sampai ujung kaki”.9 Sikap West-Mania tersebut adalah sebuah penyakit yang
disebut oleh Ali Syari’ati sebagai penyakit “mabuk kepayang Barat”
(gharbzadegi/Westoxication).10
Pada sisi yang lain, banyak para cendekiawan Timur yang bersikap reaksioner dan
memperingatkan bahayanya meniru Barat atau Westernisasi dunia Timur. Para
cendekiawan ini berpandangan bahwa Timur haruslah tetap Timur, menjaga
dirinya dan membatasi dirinya dari kebudayaan asing. Dan pada akhirnya, Kedua
sikap ekstrem ini bukannya mengeluarkan masyarakat di dunia ketiga dari
permasalahannya, akan tetapi mendorong kepentingan kolonialisme Barat kepada
Timur.11
Dalam menyikapi persinggungan antara kebudayaan Barat dan Timur, menurut
Ali Syari’ati, kita haruslah menjadi peniru yang baik dan tidak menjadi peniru
yang membabi buta ataupun bersikap reaksionis terhadap Barat. Dan cara meniru
yang baik menurut Ali Syari’ati adalah dengan “Menyelidiki jalan yang telah
ditempuh oleh Barat yang telah mengantarkan Barat sampai pada tahap peradaban
modernnya sekarang, dan kita harus menempuh jalan yang sama secara sadar dan
hati-hati”.12
Dalam pandangan Ali Syari’ati, para cendekiawan atau intelektual yang mampu
menjadi peniru yang baik adalah mereka yang di satu sisi berdiri di atas akar
budayanya sendiri, dan di sisi lain mampu memilih dan mengambil manfaat dari
berbagai pencapaian di bidang ilmu dan peradaban Barat dan Dunia. Para
cendekiawan tersebut menyuarakan slogan:
Marilah kita tetap berdiri tegak di atas fondasi kultural kita sendiri
yang kokoh. Jika kita harus meniru Barat, kita harus bertindak secara
sadar dan bebas, di atas dasar kebutuhan kita dan pilihan yang hati-
hati. Sikap kita terhadap Barat tidak boleh bersifat sentimental.
Memilih tidak boleh dikacaukan dengan meniru seperti monyet dan
membabi buta. Disamping itu, kita harus memimpin Timur ke arah
jalan yang sama yang telah diambil oleh Barat – jalan sama yang telah
membawa Barat ke tahap sekarang dalam soal kekuasaan dan
kepemimpinan dunia.13
4
Ali Syari’ati (1933-1977) adalah seorang intelektual kelahiran Iran. Ali
Syari’ati adalah salah satu pemikir dan cendekiawan Iran yang dalam pandangan
yang berlatar belakang pendidikan Barat dan berideologi sekuler.15 Walaupun Ali
berideologi sekuler, akan tetapi memiliki tujuan dan visi yang sama, yaitu untuk
Dalam Revolusi Islam Iran pada saat itu, Imam Kohomeini yang termasuk ke
dalam kelompok religius lebih terkenal daripada Ali Syari’ati. Walaupun
demikian, ada perbedaan peran yang signifikan diantara Imam Khomeini dan Ali
Syari’ati. Sebagaimana yang diungkapkan oleh John L. Esposito, Imam
Khomeini, dalam Revolusi Islam Iran, lebih berperan sebagai pemimpin revolusi,
sedangkan perumus dan penyedia ideologi revolusinya sendiri adalah Ali
Syari’ati. Bahkan menurut Nikki R. Keddie, “Ali Syari’ati-lah yang telah sangat
mempersiapkan (secara ideologis. MS) orang muda Iran untuk perjuangan
revolusioner itu”.17
Secara keseluruhan, pemikiran Ali Syari’ati memiliki gugus refleksi filsafat sosial
yang dipicu oleh motif-motif praxis, yaitu pembebasan rakyat dari penindasan,
ketidakadilan, dan kezaliman, khususnya rezim Syah Iran. Walaupun motif
filsafat sosial Ali Syari’ati adalah sesuatu yang praxis, akan tetapi hal ini tidak
menyebabkan berkurangnya ketajaman dan keradikalan pemikiran Ali Syari’ati.
Filsafat Ali Syari’ati mempunyai karakternya tersendiri, yaitu bahwa filsafat Ali
Syari’ati tidak hanya fasih dalam “membicarakan” dunia, akan tetapi secara
5
revolusioner “mengubah” dunia.18
Ali Syari’ati adalah seorang pemikir yang tercerahkan pada masanya. Ali Syari’ati
merupakan pribadi yang kompleks, eklektik (elteqatigar) tapi eloquent (fasih)
sekaligus emosional dan kontroversial.19 Sifat elektis Ali Syari’ati, sebagaimana
yang di sampaikan oleh M. Subhi Ibrahim, adalah salah satu karakter yang paling
mencolok dari filsafat sosial Ali Syari’ati. Hal ini dikarenakan Ali Syari’ati sangat
terdidik dan terlatih dalam dua iklim tradisi berfikir, yakni tradisi pemikiran
religius Syi’ah-Iran, dan tradisi pemikiran Barat, terutama filsafat sosialnya.
Walaupun demikian, eklektisisme yang dibangun oleh Ali Syari’ati adalah
eklektisisme-kritis.20
Dengan kecerdasan pemikiran dan ketajaman kritiknya, Ali Syari’ati banyak
menyumbangkan berbagai pemikiran untuk masyarakat di dunia ketiga,
khususnya di Iran. Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh peradaban Barat,
yang telah disebutkan di atas, adalah masalah yang ditimbulkan oleh kesalahan
cara berfikir intelektual Barat dalam memahami dunia dan memaknai manusia.
Dan Ali Syari’ati di dalam karyanya, banyak mengkritik pemikiran-pemikiran
Barat serta memberikan solusi untuk memecahkan masalah-masalah yang telah
ditimbulkan oleh peradaban Barat.
Dari sekian banyaknya pemikiran yang dikontribusikan oleh Ali Syari’ati,
penelitian ini akan terfokus pada salah satu pemikiran Ali Syari’ati tentang
bagaimana Ali Syari’ati mengkritik kesalahan-kesalahan berfikir cendekiawan
Barat. Kesalahan pandangan hidup dan pandangan terhadap manusia dari para
cendekiawan Barat adalah akar dari semua permasalahan yang ada. Dengan
demikian, cara terbaik untuk membenahi dan memperbaiki permasalahan yang
ada yaitu dengan mengubah pola pikir kita terhadap dunia dan manusia itu sendiri.
Kritik Ali Syari’ati terhadap pemikiran Barat disampaikan secara terstruktur dan
sistematis. Ali Syari’ati mengkategorisasikan sosiologi kebudayaan masyarakat
Barat dengan membaca perkembangan sejarah masyarakat Barat pada satu periode
tertentu yang kemudian diteoritisasikan dalam sebuah konsep sosial kebudayaan.
Dan konsep tersebut Ali Syari’ati namakan dengan Piramid Sosiologi
Kebudayaan.
Pemikirannya tersebut menuntun kita agar dapat memahami sejarah dari suatu
peradaban, serta mengkritisinya demi terbentuknya sebuah peradaban baru yang
lebih baik. Penggunaan kata piramid hanyalah sebuah contoh atau simbol yang
digunakan oleh Ali Syari’ati sebagai sebuah metode penguraian untuk memahami
jalanya peradaban Barat dengan cara yang “baru”.21 Lebih jauh lagi, Ali Syari’ati
menyatakan bahwa:
“Agar kita dapat menemukan titik-titik kuat dan lemah dari peradaban
Barat dalam sejarah, kita akan menggolong-golongkan pertumbuhan
masyarakat Barat dalam beberapa era sejarah dan kelas-kelas sosial.
dan kita akan menggambarkan suatu piramid sebagai suatu ilustrasi
18 Ibid, h. 5.
19 Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: dari Fundamentalisme, Modernisme hingga
Postmodernisme, h. 68.
20 M. Subhi Ibrahim, Dialektika Sosiologis: Suatu Kajian atas Filsafat Sosial Ali Syari’ati, h. 5-6.
21 Ali Syari’ati, Tugas Cendekiawan Muslim, h. 95.
6
bagaimana berbagai kelas sosial dalam masyarakat Barat telah
berubah dan menampakan perwujudan kultural dan intelektual
tertentu. Melalui pendekatan piramidik ini kita akan dapat melihat
bagaimana Barat bergerak dari keadaannya yang sekarang ke suatu
zaman lain”.22
Pada penulisan skripsi ini, penulis akan membatasi penelitian hanya kepada
Kritik Ali Syari’ati terhadap Kebudayaan Barat, dan Metode yang dipakai untuk
7
Bagaimana Metode Piramid Sosiologi Kebudayaan sebagai sebuah Metode dalam
Mengkritik Kebudayaan Barat?
Bagaimana relevansi Konsep Piramid Sosiologi Kebudayaan Ali Syari’ati dalam
Konteks Masyarakat Muslim Indonesia?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
terjadi di Indonesia.
akan datang.
Penulisan skripsi ini tentunya tidak akan selesai tanpa bantuan dari sumber
8
asli pikiran-pikiran Ali Syari’ati. Selain itu, tulisan-tulisan tentang Ali Syari’ati
Selain melalui pemikiran Ali Syari’ati secara langsung, penulisan skripsi ini
dibantu oleh para komentator ataupun para pelajar yang membahas tentang Ali
Syari’ati. Dan sejauh yang penulis ketahui, penulis belum menemukan satu karya
yang secara khusus membahas pemikiran Ali Syari’ati tentang Kritik Kebudayaan
Penelitian yang akan penulis lakukan pada skripsi ini adalah untuk
Kebudayaan Barat menurut Ali Syari’ati, dalam menjawab problematika yang ada
di dunia ini. Untuk mengetahui hal tersebut, maka metode yang penulis pakai
dalam penelitian ini adalah Studi Pustaka atau Riset Kepustakaan. Dimana seluruh
sumber dan data-data yang penulis butuhkan dalam penelitian ini adalah bahan-
a. Data
sangat penting dalam menyelesaikan penelitian ini. Data yang dibutuhkan adalah
data primer dan data sekunder. Data primer adalah tulisan-tulisan yang memuat
pemikiran Ali Syari’ati yang ditulis langsung oleh Ali Syari’ati. Sedangkan data
sekunder adalah data yang menulis tentang Ali Syari’ati ataupun pemikirannya
9
oleh para murid, pelajar ataupun komentatornya.
Data primer yang akan penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
karya Ali Syari’ati yang berjudul Marxism and Other Western Fallacies yang
diterjemahkan oleh Husin Anis al-Habsyi dengan judul Kritik Islam atas
Marxisme dan Sesat-Pikir Barat Lainnya; Kedua, karya Ali Syari’ati yang
Afif Muhammad dengan judul Humanisme: Antara Islam dan Mazhab Barat; dan
termuat dalam kumpulan ceramah Ali Syari’ati, Man and Islam, yang
diterjemahkan oleh Prof. DR. Amin Rais dengan judul Tugas Cendekiawan
Muslim.
Sedangkan data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
tulisan-tulisan yang memuat tentang Ali Syari’ati ataupun pemikirannya yang
termuat dalam skripsi, buku, atau karya-karya yang relevan dan terkait dengan
permasalahan ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
b. Analisis data
mutlak antara pikiran, sejarah suatu peristiwa, tokoh, dan konsep untuk
pemikiran Ali Syari’ati secara objektif. Dan dalam penulisan skripsi ini hanya
25 Anton Bakker dan Achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, cet. 2 (Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1992), h. 54
10
1.6 Sistematika Penulisan
Secara keseluruhan pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari Lima Bab:
Bab II membahas tentang sejarah kehidupan atau biografi Ali Syari’ati, yang
menjadi objek dari penelitian penulis. Pada bab ini akan membahas tentang
Riwayat Hidup Ali Syari’ati; Kehidupan Intelektual Ali Syari’ati; dan Karya-
Karya Intelektual Ali Syari’ati.
Bab III secara khusus akan membicarakan mengenai konsep dasar untuk
memasuki pembahasan pokok dalam penulisan ini. Yaitu pengertian dasar tentang
Kebudayaan dan Peradaban. Dan Kebudayaan Menurut Ali Syari’ati.
Bab IV dalam bab ini akan dibahas pokok atau inti dari penulisan ini. Yaitu berisi
tentang Problematika Sosial Kebudayaan Dunia ke-3; Konsep Piramid Sosiologi
Kebudayaan, yang terbagi kepada 4 (empat) sub tema, yaitu: Kebudayaan Barat
Abad Pertengahan, terdiri dari Struktur Sosial, Pandangan Antropologis, dan
Kritik Ali Syari’ati; Kebudayaan Barat Abad Modern, terdiri dari Struktur Sosial,
Pandangan Antropologis, Kritik Ali Syari’ati; dan Kebudayaan Barat Abad Post-
Modern, terdiri dari Struktur Sosial, Pandangan Antropologis, dan Kritik Ali
Syari’ati; dan terkahir, Relevansi Konsep Piramid Sosiologi Kebudayaan dalam
Konteks ke-Indonesia-an.
Bab V adalah penutup, terdiri dari Kesimpulan dan Saran-Saran. Secara khusus
bab ini berisi tentang kesimpulan akhir dan saran dari penulis yang merupakan
jawaban terhadap pokok permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini.
11