Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Peradaban Barat adalah peradaban yang maju dan modern pada saat

sekarang. Kemajuan dalam bidang politik, ekonomi, arsitektur, seni, kedokteran

dan lain sebagainya adalah peradaban yang di bangun dengan usaha yang sangat

keras dan dalam tempo yang sangat lama. Peradaban Barat dimulai oleh Rene

Descartes (1596-1650), seorang Filosof asal Prancis. Pemikirannya yang

terpenting tertuang dalam buku Discours de la Methode (1637) dan Meditations

(1642).1 Rene Descartes dikenal sebagai bapak filsafat modern dengan tesis-nya

yang terkenal “Cogito ergo sum”, telah mempengaruhi para filosof sesudahnya

dan membuat sebuah arus pemikiran rasional yang berkembang pada masyarakat

Barat.

Dengan corak pemikiran masyarakat Barat yang rasionalistik, empiristik dan

materialistik, para cendekiawan Barat memiliki karakteristik-karakteristik

pemikiran, mental, dan kondisi sosial yang khas, yang berpengaruh besar terhadap

masyarakatnya. Pada masa atau periode zaman ini, mengutip Ali Syari’ati, para

cendekiawan Barat memiliki karakteristik:

…Ia menentang kecenderungan-kecenderungan metafisis, emosi,


keagamaan, pemikiran-pemikiran filsafat dalam bentuknya yang
kuno, kepercayaan pada kebenaran ideal dan gaib, kegiatan intelek
dalam mencari kebenaran-kebenaran, dan ia menentang teokrasi
dalam setiap bentuk universal maupun lokal. Kelas ini membela
saintisme sebagai lawan terhadap dogmatisme dan sentimentalisme.
Ia berpendirian bahwa segala sesuatu yang tidak dapat diuji melalui

1 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati sejak Thales Sampai Capra, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003), h. 129.

1
pengalaman, analisis, logika, dan pengakalan adalah tidak riil…2

Pemikiran rasional yang menafikan segala sesuatu yang bersifat gaib dan

metafisis3 telah membangun dan membawa masyarakat Barat kepada peradaban

yang maju dan modern. Peradaban Barat telah menimbulkan 5 (lima) ciri pokok

abad modern4, yaitu: Pertama, kita sedang menyaksikan ledakan informasi yang

tanpa batas. Dengan adanya ledakan informasi ini, tidak ada satu pojok dunia

yang tidak diketahui. Selain itu, informasi yang diterima oleh masyarakat semakin

terbuka secara lebar. Informasi yang ada tersebut bisa berupa informasi yang

menunjukkan kepada kebaikan (dâr al-salâm) dan juga informasi yang buruk

yang menuju kepada kebinasaan (dâr al-bawâr).

Kedua, semakin longgarnya nilai-nilai moral bagi masyarakat modern sudah dapat
kita rasakan. Yaitu suatu masyarakat yang tidak lagi dapat membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk, segala sesuatu berlalu begitu saja. Ketiga, makin
tumpulnya perikemanusiaan yang diidap oleh bangsa-bangsa modern, bahkan oleh
bangsa-bangsa yang menamakan dirinya bangsa maju, advance nations.
Keempat, adanya kecenderungan manusia modern untuk mengagung-agungkan
atau menyembah ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Dan Kelima,
kecenderungan kehidupan yang semakin materialistis. Materialisme ini sudah
menjangkit ke seluruh aspek kehidupan masyarakat, sehingga segala ukuran
tentang kebahagiaan dan kesejahteraan hanya dipandang melalui materi.
Dari kelima ciri pokok kehidupan tersebut, setidaknya ada 5 (lima) masalah besar
yang dihadapi oleh manusia pada masa modern ini, yaitu:
Pertama, kecenderungan sebagian umat manusia untuk tidak
mengindahkan nilai-nilai moral sehingga menimbulkan kehidupan
yang permisif (serba boleh). Kedua, proses kerusakan lingkungan
hidup yang terus berjalan secara mengkhawatirkan. Ketiga, banyak
negara berkembang yang belum berhasil mengatasi masalah-masalah
kependudukan dan pembangunan mereka. Keempat, setelah

2 Ali Syari’ati, Tugas Cendekiawan Muslim, M. Amien Rais (Terj.), (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1995), h. 106.
3 Maksud dari metafisis adalah: studi tentang segala sesuatu yang bersifat rohani (gaib,
adikodrati, supranatural dan irasional) dan yang tidak dapat diterangkan dengan metode-metode
penjelasan yang ditemukan dalam ilmu-ilmu alam. Lihat: Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta:
Gramedia, 1996), h. 625.
4 M. Amien Rais, Tauhid Sosial: Formula Menggempur Kesenjangan, (Bandung: Mizan, 1998), h.
151-153.

2
berakhirnya perang, harapan untuk mewujudkan suatu tatanan baru
belum tecapai. Dan Kelima, banyak umat manusia yang pada akhir
abad kedua puluh ini telah melupakan agama dan menyembah ilmu
dan teknologi5.

Masalah yang dihadapi oleh manusia pada saat ini sudah masuk ke berbagai

bidang dan aspek kehidupan. Mengutip apa yang ditulis oleh Gadis Arivia:

Suatu krisis global telah melanda dunia kita, yang menyentuh


hampir seluruh aspek kehidupan seperti pada bidang kesehatan,
teknologi, ekonomi, politik, kualitas lingkungan dan hubungan
sosial. Krisis juga melanda dimensi-dimensi intelektual, moral dan
spiritual, suatu krisis yang menurut Fritjof Capra, seorang ahli
Fisika, yang terparah sepanjang sejarah umat manusia.6

Ungkapan dari Fritjof Capra bukanlah hanya ungkapan yang kosong, akan

tetapi ungkapannya itu didasarkan kepada analisis dan kenyataan yang terjadi

pada kehidupan manusia pada saat ini. Dan jika kita melihat kutipan di atas, maka

problematika yang ada pada manusia modern saat ini sudah melanda dimensi

intelektual, spiritual dan moral.

Permasalahan yang ada semakin bertambah ketika para cendekiawan dunia

ketiga sangat terpesona dan menjadikan pemikiran Barat menjadi panutan yang

wajib dilaksanakan oleh masyarakatnya. Pemikiran yang ditiru dan dibawa oleh

cendekiawan tersebut bukannya membawa masyarakatnya keluar dari masalah,

akan tetapi menjadi sebuah masalah bagi perkembangan masyarakat di

lingkungannya. Dan tidak sedikit jumlah para cendekiawan yang mengikuti

pemikiran Barat secara penuh dan menganggap Barat sebagai model yang harus

5 M. Amien Rais, Tauhid Sosial: Formula Menggempur Kesenjangan, h. 165-167.


6 Gadis Arivia, “Mencari Kesadaran Baru untuk Mendapatkan Peradaban Baru”, dalam Budhy
Munawwar Rahman dan Eko Wijayanto (Peny.), Jalan Paradoks: Visi Baru Fritjof Capra tentang
Kearifan dan Kehidupan Modern, (Jakarta: Teraju, 2004), h. 25.

3
ditiru.7

Para cendekiawan yang membebek atau meniru buta kepada Barat, dalam bahasa
Ali Syari’ati disebut dengan West-Mania8, akan memaksakan nilai-nilai,
karakteristik dan pemikiran Barat kepada masyarakatnya. Sebagai contoh, ketika
Taqizada kembali dari Barat, ia mengumumkan: “Bangsa Iran, anda hanya punya
satu pilihan, dan pilihan itu adalah bahwa anda harus jadi orang Barat dari kepala
sampai ujung kaki”.9 Sikap West-Mania tersebut adalah sebuah penyakit yang
disebut oleh Ali Syari’ati sebagai penyakit “mabuk kepayang Barat”
(gharbzadegi/Westoxication).10
Pada sisi yang lain, banyak para cendekiawan Timur yang bersikap reaksioner dan
memperingatkan bahayanya meniru Barat atau Westernisasi dunia Timur. Para
cendekiawan ini berpandangan bahwa Timur haruslah tetap Timur, menjaga
dirinya dan membatasi dirinya dari kebudayaan asing. Dan pada akhirnya, Kedua
sikap ekstrem ini bukannya mengeluarkan masyarakat di dunia ketiga dari
permasalahannya, akan tetapi mendorong kepentingan kolonialisme Barat kepada
Timur.11
Dalam menyikapi persinggungan antara kebudayaan Barat dan Timur, menurut
Ali Syari’ati, kita haruslah menjadi peniru yang baik dan tidak menjadi peniru
yang membabi buta ataupun bersikap reaksionis terhadap Barat. Dan cara meniru
yang baik menurut Ali Syari’ati adalah dengan “Menyelidiki jalan yang telah
ditempuh oleh Barat yang telah mengantarkan Barat sampai pada tahap peradaban
modernnya sekarang, dan kita harus menempuh jalan yang sama secara sadar dan
hati-hati”.12
Dalam pandangan Ali Syari’ati, para cendekiawan atau intelektual yang mampu
menjadi peniru yang baik adalah mereka yang di satu sisi berdiri di atas akar
budayanya sendiri, dan di sisi lain mampu memilih dan mengambil manfaat dari
berbagai pencapaian di bidang ilmu dan peradaban Barat dan Dunia. Para
cendekiawan tersebut menyuarakan slogan:
Marilah kita tetap berdiri tegak di atas fondasi kultural kita sendiri
yang kokoh. Jika kita harus meniru Barat, kita harus bertindak secara
sadar dan bebas, di atas dasar kebutuhan kita dan pilihan yang hati-
hati. Sikap kita terhadap Barat tidak boleh bersifat sentimental.
Memilih tidak boleh dikacaukan dengan meniru seperti monyet dan
membabi buta. Disamping itu, kita harus memimpin Timur ke arah
jalan yang sama yang telah diambil oleh Barat – jalan sama yang telah
membawa Barat ke tahap sekarang dalam soal kekuasaan dan
kepemimpinan dunia.13

7 Ali Syari’ati, Tugas Cendekiawan Muslim, h. 87.


8 Ibid, h. 90.
9 Ibid, h. 89.
10 Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: dari Fundamentalisme, Modernisme hingga
Postmodernisme, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 71.
11 Ali Syari’ati, Tugas Cendekiawan Muslim, h. 91.
12 Ibid, h. 87.
13 Ibid, h. 93-94.

4
Ali Syari’ati (1933-1977) adalah seorang intelektual kelahiran Iran. Ali

Syari’ati adalah salah satu pemikir dan cendekiawan Iran yang dalam pandangan

Azyumardi Azra, yang termasuk ke dalam kategori intelektual awam.14

Sedangkan menurut pandangan lainnya, Ali Syari’ati adalah seorang Intelektual

yang berlatar belakang pendidikan Barat dan berideologi sekuler.15 Walaupun Ali

Syari’ati termasuk kepada golongan intelektual awam atau intelektual yang

berideologi sekuler, akan tetapi memiliki tujuan dan visi yang sama, yaitu untuk

menumbangkan rezim otokratik Syah Raja Pahlevi.16

Dalam Revolusi Islam Iran pada saat itu, Imam Kohomeini yang termasuk ke
dalam kelompok religius lebih terkenal daripada Ali Syari’ati. Walaupun
demikian, ada perbedaan peran yang signifikan diantara Imam Khomeini dan Ali
Syari’ati. Sebagaimana yang diungkapkan oleh John L. Esposito, Imam
Khomeini, dalam Revolusi Islam Iran, lebih berperan sebagai pemimpin revolusi,
sedangkan perumus dan penyedia ideologi revolusinya sendiri adalah Ali
Syari’ati. Bahkan menurut Nikki R. Keddie, “Ali Syari’ati-lah yang telah sangat
mempersiapkan (secara ideologis. MS) orang muda Iran untuk perjuangan
revolusioner itu”.17
Secara keseluruhan, pemikiran Ali Syari’ati memiliki gugus refleksi filsafat sosial
yang dipicu oleh motif-motif praxis, yaitu pembebasan rakyat dari penindasan,
ketidakadilan, dan kezaliman, khususnya rezim Syah Iran. Walaupun motif
filsafat sosial Ali Syari’ati adalah sesuatu yang praxis, akan tetapi hal ini tidak
menyebabkan berkurangnya ketajaman dan keradikalan pemikiran Ali Syari’ati.
Filsafat Ali Syari’ati mempunyai karakternya tersendiri, yaitu bahwa filsafat Ali
Syari’ati tidak hanya fasih dalam “membicarakan” dunia, akan tetapi secara

14 Azyumardi Azra menkategorikan kelompok-kelompok yang berpengerauh dalam perumusan


filsafat pergerakan Revolusi Islam Iran kepada: Kelompok ‘Ulamâ’ dan Kelompok Awam. Lihat:
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: dari Fundamentalisme, Modernisme hingga
Postmodernisme, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 67.
15 M. Subhi Ibrahim, Dialektika Sosiologis: Suatu Kajian atas Filsafat Sosial Ali Syari’ati, (Tesis
STF Driyakara Jakarta, 2004), h. 2.
16 Azyumardi Azra dalam tulisannya mengelompokkan perumus filsafat pergelakan revolusi
Islam Iran kepada dua kelompok: ‘ulamâ’ (religious scholars), yang menonjol di dalam
kelompok ini adalah Ayatullah Murtadha Mutahhari dan Ayatullah Ruhullah Khuamyni. Sedang
yang kedua adalah kelompok Intelektual Awam, yang termasuk dalam kelompok ini adalah Ali
Syari’ati, Mehdi Bazargan dan Bani Sadr. Lihat: Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: dari
Fundamentalisme, Modernisme hingga Postmodernisme, h. 67.
17 M. Subhi Ibrahim, Dialektika Sosiologis: Suatu Kajian atas Filsafat Sosial Ali Syari’ati, h. 3.

5
revolusioner “mengubah” dunia.18
Ali Syari’ati adalah seorang pemikir yang tercerahkan pada masanya. Ali Syari’ati
merupakan pribadi yang kompleks, eklektik (elteqatigar) tapi eloquent (fasih)
sekaligus emosional dan kontroversial.19 Sifat elektis Ali Syari’ati, sebagaimana
yang di sampaikan oleh M. Subhi Ibrahim, adalah salah satu karakter yang paling
mencolok dari filsafat sosial Ali Syari’ati. Hal ini dikarenakan Ali Syari’ati sangat
terdidik dan terlatih dalam dua iklim tradisi berfikir, yakni tradisi pemikiran
religius Syi’ah-Iran, dan tradisi pemikiran Barat, terutama filsafat sosialnya.
Walaupun demikian, eklektisisme yang dibangun oleh Ali Syari’ati adalah
eklektisisme-kritis.20
Dengan kecerdasan pemikiran dan ketajaman kritiknya, Ali Syari’ati banyak
menyumbangkan berbagai pemikiran untuk masyarakat di dunia ketiga,
khususnya di Iran. Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh peradaban Barat,
yang telah disebutkan di atas, adalah masalah yang ditimbulkan oleh kesalahan
cara berfikir intelektual Barat dalam memahami dunia dan memaknai manusia.
Dan Ali Syari’ati di dalam karyanya, banyak mengkritik pemikiran-pemikiran
Barat serta memberikan solusi untuk memecahkan masalah-masalah yang telah
ditimbulkan oleh peradaban Barat.
Dari sekian banyaknya pemikiran yang dikontribusikan oleh Ali Syari’ati,
penelitian ini akan terfokus pada salah satu pemikiran Ali Syari’ati tentang
bagaimana Ali Syari’ati mengkritik kesalahan-kesalahan berfikir cendekiawan
Barat. Kesalahan pandangan hidup dan pandangan terhadap manusia dari para
cendekiawan Barat adalah akar dari semua permasalahan yang ada. Dengan
demikian, cara terbaik untuk membenahi dan memperbaiki permasalahan yang
ada yaitu dengan mengubah pola pikir kita terhadap dunia dan manusia itu sendiri.
Kritik Ali Syari’ati terhadap pemikiran Barat disampaikan secara terstruktur dan
sistematis. Ali Syari’ati mengkategorisasikan sosiologi kebudayaan masyarakat
Barat dengan membaca perkembangan sejarah masyarakat Barat pada satu periode
tertentu yang kemudian diteoritisasikan dalam sebuah konsep sosial kebudayaan.
Dan konsep tersebut Ali Syari’ati namakan dengan Piramid Sosiologi
Kebudayaan.
Pemikirannya tersebut menuntun kita agar dapat memahami sejarah dari suatu
peradaban, serta mengkritisinya demi terbentuknya sebuah peradaban baru yang
lebih baik. Penggunaan kata piramid hanyalah sebuah contoh atau simbol yang
digunakan oleh Ali Syari’ati sebagai sebuah metode penguraian untuk memahami
jalanya peradaban Barat dengan cara yang “baru”.21 Lebih jauh lagi, Ali Syari’ati
menyatakan bahwa:
“Agar kita dapat menemukan titik-titik kuat dan lemah dari peradaban
Barat dalam sejarah, kita akan menggolong-golongkan pertumbuhan
masyarakat Barat dalam beberapa era sejarah dan kelas-kelas sosial.
dan kita akan menggambarkan suatu piramid sebagai suatu ilustrasi

18 Ibid, h. 5.
19 Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: dari Fundamentalisme, Modernisme hingga
Postmodernisme, h. 68.
20 M. Subhi Ibrahim, Dialektika Sosiologis: Suatu Kajian atas Filsafat Sosial Ali Syari’ati, h. 5-6.
21 Ali Syari’ati, Tugas Cendekiawan Muslim, h. 95.

6
bagaimana berbagai kelas sosial dalam masyarakat Barat telah
berubah dan menampakan perwujudan kultural dan intelektual
tertentu. Melalui pendekatan piramidik ini kita akan dapat melihat
bagaimana Barat bergerak dari keadaannya yang sekarang ke suatu
zaman lain”.22

Konsep piramid sosiologi kebudayaan Ali Syari’ati bukanlah sebuah tesis,

akan tetapi “hanyalah sebuah metode yang digunakan untuk mencoba

menjelaskan dan menganalisis berbagai persoalan dan perubahan intelektual dan

kultural selama beberapa periode yang berurutan dalam sejarah”.23

Dengan pemikirannya dalam sejarah peradaban dan sosiologi kebudayaannya, Ali


Syari’ati mencoba memberikan pemahaman kepada kita tentang perkembangan
sejarah Barat, karakteristiknya, kondisi sosial dan kebudayaannya. Jikalau kita
mampu mengenal dan memahami konsep tersebut, maka:
“Pendekatan ini juga akan menolong kita memahami masalah-masalah
angkatan muda dalam hubungannya dengan masyarakat dan agama, ia
akan membantu kita menyadari peranan kaum intelektual atau
cendekiawan dalam masyarakat; akhirnya ia akan memberitahu kita
tentang sesuatu yang berkaitan dengan perosalan-persoalan yang
menyangkut hubungan Timur-Barat, yang memang kita hadapi dan
karena itu harus kita jelaskan kedudukan kita dalam hal ini”.24

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pada penulisan skripsi ini, penulis akan membatasi penelitian hanya kepada

Kritik Ali Syari’ati terhadap Kebudayaan Barat, dan Metode yang dipakai untuk

mengkritiknya adalah dengan menggunakan Konsep Piramid Sosiologi

Kebudayaan Ali Syari’ati. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah

diuraikan di atas, maka dalam penulisan skripsi ini mencoba menjawab

pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana Konsep Kebudayaan menurut Ali Syari’ati?

Bagaimana Metode Piramid Sosiologi Kebudayaan menurut Ali Syari’ati?


22 Ibid, h. 96.
23 Ibid, h. 83.
24 Ibid, h. 83.

7
Bagaimana Metode Piramid Sosiologi Kebudayaan sebagai sebuah Metode dalam
Mengkritik Kebudayaan Barat?
Bagaimana relevansi Konsep Piramid Sosiologi Kebudayaan Ali Syari’ati dalam
Konteks Masyarakat Muslim Indonesia?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menjelaskan Kritik

Kebudayaan Barat menurut Ali Syari’ati melalui metode piramid sosiologi

kebudayaan Ali Syari’ati sendiri. Sedangkan kegunaan ataupun manfaat dari

penulisan skripsi ini adalah:

1. Penulis dan masyarakat pada umumnya mampu memahami lebih

dalam tentang Kritik Kebudayaan Barat menurut Ali Syari’ati,

yang diharapkan menjadi sebuah solusi dalam mengatasi

berbagai masalah. Khususnya permasalahan-permasalahan yang

terjadi di Indonesia.

2. Dengan selesainya skripsi ini, masyarakat mampu memahami dan

merubah pikirannya menjadi positif serta progresif dalam

memandang masa depan.

3. Dengan selesainya penulisan skripsi ini, adanya kesadaran dari

umat Islam, khususnya di Indonesia, untuk melakukan revolusi

dan evolusi menuju peradaban yang lebih maju di masa yang

akan datang.

Kegunaan subyektif bagi penulis dari selesainya penulisan skripsi ini


adalah untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Sarjana S1 dan
mendapatkan gelar Sarjana S1 dalam bidang Falsafah Islam pada Program
Studi Falsafah dan Agama Fakultas Falsafah dan Peradaban.
1.4 Tinjauan Pustaka

Penulisan skripsi ini tentunya tidak akan selesai tanpa bantuan dari sumber

8
asli pikiran-pikiran Ali Syari’ati. Selain itu, tulisan-tulisan tentang Ali Syari’ati

maupun pemikirannya yang telah ditulis oleh para komentator-komentatornya

sangat membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

Selain melalui pemikiran Ali Syari’ati secara langsung, penulisan skripsi ini

dibantu oleh para komentator ataupun para pelajar yang membahas tentang Ali

Syari’ati. Dan sejauh yang penulis ketahui, penulis belum menemukan satu karya

yang secara khusus membahas pemikiran Ali Syari’ati tentang Kritik Kebudayaan

Barat yang penulis angkat dalam penelitian skripsi ini.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian yang akan penulis lakukan pada skripsi ini adalah untuk

mengetahui bagaimana pemikiran Ali Syari’ati, khususnya tentang Kritik

Kebudayaan Barat menurut Ali Syari’ati, dalam menjawab problematika yang ada

di dunia ini. Untuk mengetahui hal tersebut, maka metode yang penulis pakai

dalam penelitian ini adalah Studi Pustaka atau Riset Kepustakaan. Dimana seluruh

sumber dan data-data yang penulis butuhkan dalam penelitian ini adalah bahan-

bahan atau karya tertulis yang relevan dengan objek penelitian.

a. Data

Dalam kajian kepustakaan, sumber-sumber data tertulis adalah sesuatu yang

sangat penting dalam menyelesaikan penelitian ini. Data yang dibutuhkan adalah

data primer dan data sekunder. Data primer adalah tulisan-tulisan yang memuat

pemikiran Ali Syari’ati yang ditulis langsung oleh Ali Syari’ati. Sedangkan data

sekunder adalah data yang menulis tentang Ali Syari’ati ataupun pemikirannya

9
oleh para murid, pelajar ataupun komentatornya.

Data primer yang akan penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

karya Ali Syari’ati yang berjudul Marxism and Other Western Fallacies yang

diterjemahkan oleh Husin Anis al-Habsyi dengan judul Kritik Islam atas

Marxisme dan Sesat-Pikir Barat Lainnya; Kedua, karya Ali Syari’ati yang

berjudul Al-Insan, Al-Islam wa Madaris Al-Gharb, yang diterjemahkan oleh Dr.

Afif Muhammad dengan judul Humanisme: Antara Islam dan Mazhab Barat; dan

ceramah Ali Syari’ati tentang Konsep Piramid Sosiologi Kebudayaan yang

termuat dalam kumpulan ceramah Ali Syari’ati, Man and Islam, yang

diterjemahkan oleh Prof. DR. Amin Rais dengan judul Tugas Cendekiawan

Muslim.

Sedangkan data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
tulisan-tulisan yang memuat tentang Ali Syari’ati ataupun pemikirannya yang
termuat dalam skripsi, buku, atau karya-karya yang relevan dan terkait dengan
permasalahan ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

b. Analisis data

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan

metode Deskriptif-analitis. Yaitu merupakan metode yang menunjukkan kesatuan

mutlak antara pikiran, sejarah suatu peristiwa, tokoh, dan konsep untuk

selanjutnya dianalisis.25 Metode ini digunakan untuk memahami pemikiran-

pemikiran Ali Syari’ati secara objektif. Dan dalam penulisan skripsi ini hanya

terfokus kepada pemikiran-pemikiran Ali Syari’ati yang sesuai dengan bahan

yang menjadi objek kajian penulis.

25 Anton Bakker dan Achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, cet. 2 (Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1992), h. 54

10
1.6 Sistematika Penulisan

Secara keseluruhan pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari Lima Bab:

Bab I berisi Pendahuluan yang terdiri atas: Latar Belakang Masalah;

Pembatasan dan Perumusan Masalah; Tujuan dan Manfaat Penelitian; Tinjauan

Pustaka; Metode Penelitian; dan Sistematika Penulisan.

Bab II membahas tentang sejarah kehidupan atau biografi Ali Syari’ati, yang
menjadi objek dari penelitian penulis. Pada bab ini akan membahas tentang
Riwayat Hidup Ali Syari’ati; Kehidupan Intelektual Ali Syari’ati; dan Karya-
Karya Intelektual Ali Syari’ati.
Bab III secara khusus akan membicarakan mengenai konsep dasar untuk
memasuki pembahasan pokok dalam penulisan ini. Yaitu pengertian dasar tentang
Kebudayaan dan Peradaban. Dan Kebudayaan Menurut Ali Syari’ati.
Bab IV dalam bab ini akan dibahas pokok atau inti dari penulisan ini. Yaitu berisi
tentang Problematika Sosial Kebudayaan Dunia ke-3; Konsep Piramid Sosiologi
Kebudayaan, yang terbagi kepada 4 (empat) sub tema, yaitu: Kebudayaan Barat
Abad Pertengahan, terdiri dari Struktur Sosial, Pandangan Antropologis, dan
Kritik Ali Syari’ati; Kebudayaan Barat Abad Modern, terdiri dari Struktur Sosial,
Pandangan Antropologis, Kritik Ali Syari’ati; dan Kebudayaan Barat Abad Post-
Modern, terdiri dari Struktur Sosial, Pandangan Antropologis, dan Kritik Ali
Syari’ati; dan terkahir, Relevansi Konsep Piramid Sosiologi Kebudayaan dalam
Konteks ke-Indonesia-an.
Bab V adalah penutup, terdiri dari Kesimpulan dan Saran-Saran. Secara khusus
bab ini berisi tentang kesimpulan akhir dan saran dari penulis yang merupakan
jawaban terhadap pokok permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini.

11

Anda mungkin juga menyukai