• FAUZIAH MUTMAINNAH • AFDALIA NARJIANTI • ANDI NURUL KHADIJAH • FADIAH IZZATI SALIM • MARLINA • MOCH. IMAM NUR FADLI Politik Luar Negeri Indonesia
Peran Aktif Indonesia Di Dunia
Internasional Konfrensi Asia-Afrika di Bandung Deklarasi Juanda pengiriman Pasukan Garuda Politik Luar Negeri Indonesia
Sifat politik luar negeri Indonesia yang bebas-
aktif berawal dari konsepsi Wakil Presiden Mohad Hatta dalam pidatonya yang berjudul “mendayung di antara Dua Karang” Kemunculan sifat politik luar negeri Indonesia didasari oleh kondisi Perang Dingin dalam konstelasi politik global. Dalam konstelasi hubungan dunia internasional, posisi dan peraan aktif suatu negara dapat dilihhat dari dua hal. • Pertama, bagaimana iaa ebangun hubungan diplomasi dengan negara-negara lain. • Kedua, posisi suatu negara di dalam sistem global dapat dilihat pada parameter bagaiman negara tersebut dapat empenaruhi negara lain untuk mengikuti strateginya. Rumusan sifat politik luar negeri Indonesia 1. Bebas-Aktif. Sifat ini dilandasi oleh alinea keempat di dalam pembukaan UUD 1945 yang menyaakan bahwa Indonesia turut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 2. Anti-Kolonialisme. Politik lar negeri Indonesia dilandasi oleh keinginan untuk menghapuskan segala bentuk penjajahan di muka bumi 3. Orientasi pada kepentingan nasional. Selain sifatnya yang bebas-aktif, politik luar negeri Indonesia semata-mata ditujukan untuk pencapaian kepentingan nasional. 4. Demokratis. Sifat ini bararti bahwa segala keputusan konvensi yang dilakukan oleh Indonesia dengan negara lainharus mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat melali DPR Pilar Utama Politik Luar Negeri
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Manifesto Politik Republik ndonesia yang dijadikan Garis Besar Haluan Negara berdasarkan Tap. MPRS No.1/MPRS/I/1960 3. Pedoman Pelaksanaan Manifesto Politik Repiblik Indonesia, yang berasal dari amanant Presiden 17 Agustus 1960 dengan nama “Jalannya Revolusi Kita”. 4. Garis-garis Besar Politik Luar Negeri RI yang berasala dari pidato Presiden Soekarno di depan sidang umum PBB 30 September 1960 yang berjudul “To Build the World a New”. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, arah politik luar negeri Indonesia tidak mengarah pada dua kubu, baik blok barat, maupun blok Timur, serta tidak pula ke dalam Kubu non-Blok. Namun mengembangkan konsep bahwa pembagian blok di dalam konstelasi global pada saat itu terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Old Emerging forces (Oldefos) dan New Emerging Forces (Nefos) Garis-garis Dasar Politik Luar Negeri RI berdasarkan pada UUD 1945, dengan sifat bebas dan aktif, yang menekankan pada sifat anti- imperialisme dan anti-kolonialisme. Dalam kebijakan itu ditekankan pula bahwa tujuan dari politik luar negeri RI adalah mengabdi pada perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia penuh, mengabdi pada perjuangan untuk kemerdekaan nasional dari selruh bangsa- bangsa di dunia, serta mengabdi pada perjuangan untuk membela perdamaian dunia. Akan tetapi, terjadinya politik konfrontasi terhadap Malaysia, Singapura dan Inggris pada masa orde lama tidak memrnikan sifat politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif. Indonesia juga condong memihak negara- negara komunis. Keberhasilan diplomasi Indonesia diuji pada penyelesaian konfrontasi dengan Malaysia melalui persetujuan Bangkok. Setelah melalui perundingan pada 29 Mei 1966-1 Juni 1966 maka kedua pihak menyepakati penyelesaian masalah konfrontasi dan menandatangani pakta persetujuan normalisasi hubungan yang diikuti dengan pembukaan hbungan dipomatik antara kedua negara. Pengembalian arah politik luar negeri yang bebas- aktif juga ditandai dengan normalisasi hubungan singapura Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, politik luar negeri Indonesia mengalami penyempurnaan seiring dikeluarkannya Tap. MPRS No. XII/MPRS/1966 yang berisi tentang penegasan kembali landasan kebijakan politik luar negeri Indonesia.