KATA PENGANTAR
Puji syukur yang setinggi-tingginya kehadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas
limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penyusunan buku ajar Ekologi Tumbuhan ini dapat
diselesaikan. Buku ajar ini merupakan hasil pelaksanaan Hibah Kompetisi Konten Mata Kuliah
E-Learning INHERENT-USU 2006. Buku ajar ini ditujukan bagi mahasiswa biologi FMIPA
USU semester lima (V) yang mengambil mata kuliah Ekologi Tumbuhan dengan beban kredit 3
sks, berisikan materi perkuliahan selama satu semester.
Terima kasih yang tulus kami sampaikan kepada Program INHERENT-USU 2006 yang telah
membiayai seluruh penyusunan buku ajar ini. Tanpa bantuan dana, penyusunan buku ajar ini
tidak dapat berjalan dengan baik. Terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang
telah banyak membantu baik langsung maupun tidak langsung. Program Hibah Kompetisi
Konten Mata Kuliah E-Learning ini sangat terasa manfaatnya karena proses pembelajaran
mahasiswa atau transfer of knowledge dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Semoga program
ini dapat terus dilanjutkan di tahun-tahun mendatang.
Kritik dan saran sangat diharapkan demi penyempurnaan buku ajar ini. Semoga buah karya ini
ada juga manfaatnya.
Wassalam,
Medan, 20 Desember 2006
Tim Penyusun
file:///D|/E-Learning/EKOLOGI%20%20TUMBUHAN/Textbook/KATA%20PENGANTAR.htm5/8/2007 2:50:25 PM
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Halaman
produksi primer dan mengelaurkan konsep-konsep ekologi mengenai dinamika tingkat trofik. Konsep-konsep ini
kemudian oleh Lidenmann (1942) diperkenalkan sebagai konsep dasar dalam ekologi modern, yang kemudian oleh
Hutchinson dan Odum (1950-an) diperluas sehingga menjadi pelopor dalam aliran budget energi. Studi awal
mengenai siklus materi atau nutrisi dilakukan oleh Ovington (1957) di Inggris dan Australia, sedangkan di Rusia
dipelopori oleh Basilevic dan Rodin pada tahun 1967.
II. POPULASI
Populasi merupakan sekelompok organisma dari spesies yang sama yang menempati suatu ruang tertentu, dan mampu
melakukan persilangan diantaranya dengan menghasilkan keturunan yang fertil. Dengan demikian hubungan antara
organisma satu dengan organisma lainnya dalam populasi dapat melalui dua jalan yaitu hubungan genetika dan
hubungan ekologi.
Dalam suatu kawasan yang secara umum mempunyai kondisi yang relatif sama, populasi lokal dari species
yang ada berkecenderungan untuk memperlihatkan toleransi terhadap lingkungan yang relatif sama pula, tetapi akan
berbeda toleransinya dengan species lokal lainnya (dari species yang sama) yang berada pada kondisi iklim yang
berbeda.
Populasi lokal seperti ini biasa dikenal dengan ras ekologi. Contoh yang terkenal dari ras ekologi adalah di
Skandinavia dimana terdapat dua populasi yang secara sistematik dimasukkan dalam satu species yang sama
meskipun kedua populasi ini mempunyai karakteristika yang berbeda. Populasi di daerah pegunungan mempunyai
karakteristika bentuk morfologi yang kerdil dan berbunga cepat, sedangkan populasi di daerah pantai bentuk
morfologinya tinggi tetapi berbunga lambat. Orang semula memperkirakan bila individu dari populasi di pegunungan
dipindahkan atau ditumbuhkan di pantai maka akan tumbuh dengan karakteristika populasi pantai, demikian pula
sebaliknya.
Akan tetapi setelah Goete Turesson mencobanya, yaitu individu dari populasi pegunungan ditumbuhkan di
pantai, dan individu dari populasi pantai ditumbuhkan di pegunungan, ternyata masing-masing tumbuh sesuai dengan
karakteristik asalnya. Hal ini memperlihatkan bahwa masing-masing anggota populasi sudah sedemikian rupa
terseleksi oleh alam lingkunganya dalam waktu yang cukup lama, sehingga karakterisktik susunan genanya bersifat
khusus. Contoh-contoh lain biasanya akan diketemukan pada daerah kontinental yang luas.
Jadi suatu ras ekologi adalah juga populasi lokal yang terbentuk oleh karakteritika individu-individunya.
Apabila perubahan lingkungan pada suatu kawasan yang luas berubah secara teratur, maka adaptasi
genetikanya akan terjadi secara teratur pula, dan dengan demikian sebagai hasilnya akan terjadi perbedaaan yang
nyata seperti pada ras yang terbentuk adalah suatu seri tumbuhan, yang berurutan, yang memperlihatkan keteraturan
secara terus-menerus atau kontinu dalam sifat genetikanya sebagai penentu dalam toleransi terhadap lingkunganya.
Populasi-populasi dari sekelompok organisma-organisma dengan karakteristika yang berbeda secara teratur atau
berurutan ini disebut ekoklin.
Jadi berdasarkan dua hal di atas, maka suatu species dapat merupakan ras ekologi atau berupa kompleks dari
ekoklin.
Dua pendekatan dalam kajian populasi ini, yaitu melalui ekologi populasi yang mendalami pertumbuhan suatu
populasi dan interaksi diantara populasi-populasi yang berhubungan erat di dalam pengaruh faktor lingkungan yang
terkontrol ataupun tidak terkontrol. Pendekatan lainnya yaitu mempelajari satu atau lebih populasi lokal dari suatu
species dalam usaha untuk mempelajari genetika species sebagai penentu toleransinya terhadap kondisi
lingkungannya, kajian ini disebut ekologi gena atau ekologi fisiologi perbandingan.
Pembahasan selanjutnya akan ditekankan pada ekologi populasi.
Besarnya suatu populasi di suatu kawasan tertentu biasanya dinyatakan dalam suatu peristilahan kerapatan atau
kepadatan populasi. Kerapatan populasi dapat dinyatakan dalam: jumlah individu persatuan luas, atau dapat pula
dinyatakan dalam biomasa persatuan luas (bila populasi tersebut dibentuk oleh individu-individu dengan ukuran
berbeda, ada kecambah, ada anakan dan tumbuhan dewasa serta tumbuhan tua).
Dalam perjalanan waktu suatu populasi besarannya akan mengalami perubahan. Dalam mempelajari
perubahan-perubahan ini pengertian kecepatan memegang peranan penting, dan perubahan populasi ini sangat
ditentukan oleh berbagai faktor (kelahiram atau regenerasi: kematian, perpindahan masuk, dan perpindahan keluar).
Dalam ekologi tumbuhan dinamika populasi ini merupakan kajian yang menarik dikaitkan dengan kajian suksesi, lihat
pembahasan suksesi.
Besarnya populasi tumbuhan di alam sangat ditentukan oleh kapasitas tampungnya, yaitu jumlah terbanyak individu
yang dapat ditampung dalam suatu ekosistem dimana organisma itu masih dapat hidup. Dalam keadaan ini persaingan
intra species adalah dalam keadaan maksimal yang dapat ditanggung oleh organisma tersebut.
Meskipun dalam pembahasan di atas populasi seolah-olah tetap pada kapasitas tampungnya, tetapi pada
kenyataanya berkecenderungan untuk berfluktuasi di atas dan di bawah kapasitas tampungnya. Berbagai faktor
sebagai pendorong untuk terjadinya fluktuasi ini, yaitu: perubahan musim yang menyebabkan perubahan-perubahan
faktor fisika dan mungkin juga kimia lingkungannya. Contoh yang menarik adalah kenaikan jumlah plankton yang
sangat menyolok pada musim tertentu, disebut ”plankton bloom”.
Fluktuasi tahunan yang disebabkan:
a. Faktor dalam, misalnya karakteristika atu toleransi yang berebda antara tumbuhan dewasa dengan kecambah
dan anakan pohonnya.
b. Faktor luar, misalnya intraksi dengan populasi lain, baik tumbuhan maupun hewan.
Dalam ekologi populasi ini dikembangkan suatu cara untuk memahami pola distribusi dari individu dalam
populasinya, diantaranya yaitu dengan memanfaatkan penyebaran Poisson dengan asumsi pertama individu-individu
menyebar secara acak. Perlu diingat cara ini akan memberikan hasil yang baik apabila jumlah individu setiap satu
meter perseginya adalah rendah.
Berdasarkan asumsi penyebaran individu-individu adalah acak maka dapat didefenisikan bahwa varians (V) adalah
sama dengan harga rata-rata (X), jadi apabila varians lebih besar dari harga rata-rata maka penyebaran individu adalah
berkelompok, dan sebaliknya apabila varians lebih kecil dari harga rata-rata maka penyebarannya merata.
pertumbuhan.
Tumbuhan biannual hidup selama 2 tahun, juga merupakan herbaceus. Tahun pertama adalah masa
pertumbuhan vegetatif dan reproduksi terjadi pada tahun kedua kemudian diikuti kematian tumbuhan. Di bawah
kondisi pertumbuhan yang miskin masa vegetatif dapat lebih panjang dari satu tahun. Tumbuhan perennial herbaceus
dapat hidup selama 20 – 30 tahun meskipun ada jenis pengecualian yang dapat hidup 400 – 800 tahun. Tumbuhan ini
mati dan kembali ke sistem perakaran pada akhir masa pertumbuhan. Sistem perakaran menjadi berkayu tetapi bagian
diatas tanah adalah herbaceus. Mereka memilki juvenil (anakan), masa vegetatif 2 – 8 tahun kemudian berkembang
dan bereproduksi secara periodik 2 – 3 tahun sekali atau hanya sekali pada akhir masa hidupnya. Karena mereka
kehilangan lingkaran tahunnya maka sedikit dari tumbuhan ini yang kelihatan telah tua dan untuk menentukan usianya
dapat dengan cara menghitung daun-daun yang luka atau berparut-parut atau dengan menduga-duga laju penyebaran
gerombolnya.
Tumbuhan shrub sufrutescent (sub-shrub) adalah jenis perantara dari perennial herbaceus dan shrub sejati.
Mereka berkembang perennial, jaringan kayu hanya pada daerah dekat pangkal batang dan sisa batang keatasnya
merupakan herbaceus yang kemudian kembali mati tiap tahun. Mereka umumnya berukuran kecil kira-kira 25 cm dan
hidupnya lebih singkat dibanding shrub sejati. Tumbuhan perennial woody (berkayu : pohon dan shrub) memiliki
hidup paling panjang : shrub 30 – 50 tahun, pohon angiosperm 200 – 300 tahun dan pohon conifer 500 – 1000
tahun. Perennial berkayu menghabiskan 10% pertama dari masa hidupnya sebagai anakan yang seluruhnya
merupakan fase vegetatif, kemudian masuk fase kombinasi vegetatif dan reproduksi dan mencapai puncak fase
reproduksi beberapa tahun sebelum kematiannya.
III. EKOSISTEM
konsumen primer. Tingkat trofik berikutnya terdiri dari konsumen sekunder : karnivora yang memakan herbivora.
Karnivora ini selanjutnya dapat dimakan oleh karnivora lain yang merupakan konsumen tersier, dan beberapa
ekosistem bahkan memiliki karnivora dengan tingkat yang lebih tinggi lagi. Beberapa konsumen, detritivora,
mendapatkan energinya dari detritus, yang merupakan bahan organik yang tidak hidup, seperti feses, daun yang gugur,
dan bangkai organisme mati, dari semua tingkat trofik. Detritivora seringkali membentuk suatu hubungan utama
antara produsen primer dan konsumen dalam suatu ekosistem. Di sungai, misalnya, banyak di antara bahan organik
yang digunakan oleh konsumen, disediakan oleh tumbuhan terestrial yang memasuki ekosistem sebagai dedaunan dan
serpihan-serpihan lain yang jatuh ke dalam air atau tercuci oleh aliran permukaan. Seekor udang karang (crayfish)
mungkin bisa memakan detritus tumbuhan di dasar sebuah sungai atau danau, dan kemudian udang karang tersebut
akan dimakan oleh seekor ikan. Dalam sebuah hutan, burung kemungkinan memakan cacing tanah yang telah
memakan sampah dedaunan di permukaan tanah.
Struktur trofik suatu ekosistem menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia. Jalur di sepanjang perpindahan
makanan dari tingkat trofik satu ke tingkat trofik yang lain, yang dimulai dengan produsen primer, dikenal sebagai
rantai makanan (food chain). (Gambar 1)
Panjang rantai makanan dibatasi oleh jumlah energi yang dipindahkan dari satu tingkat ke tingkat berikutnya.
Sesungguhnya, beberapa ekosistem sangat sederhana, se-hingga ekosistem tersebut dicirikan oleh suatu rantai
makanan tunggal yang tidak bercabang. Beberapa jenis konsumen primer umumnya memakan spesies tumbuhan yang
sama, dan satu spesies konsumen primer bisa memakan beberapa tumbuhan yang berbeda. Percabangan rantai
makanan seperti itu terjadi juga pada tingkat trofik lainnya. Sebagai contoh, katak dewasa, yang merupakan konsumen
sekunder, memakan beberapa spesies serangga yang juga dapat dimakan oleh berbagai jenis burung. Selain itu,
beberapa konsumen memakan beberapa level trofik yang berbeda. Seekor burung hantu, misalnya, bisa memakan
mencit, yang sebagian besar merupakan konsumen primer, akan tetapi dapat juga memakan beberapa invertebrata;
seekor burung hantu juga dapat memakan ular, yang sepenuhnya adalah karnivora.
Omnivora, termasuk manusia, memakan produsen dan juga konsumen dari tingkat yang berbeda-beda. Dengan
demikian, hubungan makan-memakan dalam suatu ekosistem umumnya saling jalin menjalin menjadi jaring-jaring
makanan (food web) yang rumit ( gambar 2). Penting untuk membedakan antara struktur ekosistem (sistem trofik) dan
proses ekosistem, seperti produksi dan konsumsi, yang mempengaruhi alirai energi dan siklus kimia. Dalam
pengertian ekologi, produksi berarti laju pemasukan energi dan materi ke dalam badan organisme. Dengan demikian,
semua organisme adalah produsen (meskipun produsen primer kadang-kadang hanya disebut "produsen" karena
produksi mereka mendukung produksi semua organisme lainnya). Konsumsi didefinisikan secara longgar, akan tetapi
secara umum mengacu pada penggunaan metabolik bahan organik yang diasimilasikan untuk pertumbuhan dan
reproduksi; dalam pengertian ini, semua organisme termasuk autotrof (yang memetabolisme senyawa organik yang
dibuat sendiri oleh organisme tersebut dari bahan--bahan yang mereka asimilasikan dari lingkungan), adalah
konsumen.
Suatu proses ekosistem yang ketiga, dekomposisi (decomposition) atau penguraian, adalah perombakan bahan--
bahan organik menjadi bahan anorganik. Semua organisme melakukan penguraian dalam metabolisme seluler,
organisme itu merombak bahan organik dan melepaskan produk anorganik, seperti karbon dioksida dan amonia ke
lingkungan.
Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies bakteri. Produsen primer utama pada sebagian besar
eksosistem terestrial adalah tumbuhan. Dalam zona limnetik danau dan dalam lautan terbuka, fitoplankton (alga dan
bakteri) adalah autotrof yang paling penting, sementara alga multiseluler dan tumbuhan akuatik kadang-kadang
merupakan produsen primer yang lebih penting di daerah litoral (daerah dangkal dekat pantai) dalam ekosistem air
tawar maupun air laut. Akan tetapi, pada zona afotik di laut dalam, sebagian besar kehidupan bergantung pada
produksi fotosintetik di dalam zona fotik; energi dan nutrien turun ke bawah dari atas dalam bentuk plankton mad dan
detritus lainnya. Satu pengecualian khusus adalah komunitas organisme yang hidup dekat celah air panas di bagian
dasar laut dalam. Bakteri kemoautotrof yang mendapatkan energi dari oksidasi hidrogen sulfida merupakan produsen
utama dalam ekosistem ini, yang didukung oleh energi kimia, bukan energi matahari. Akan tetapi, karena bakteri itu
memerlukan oksigen yang diperoleh dari fotosintesis untuk mengoksidasi hydrogen sulfide, maka ekosistem celah air
panas ini tidak secara total bergantung pada energi kimia saja.
Konsumen primer, atau herbivora, yang hidup di daratan se-bagian besar adalah serangga, bekicot, parasit tumbuhan,
dan vertebrata tertentu, termasuk mamalia pemakan rumput dan banyak sekali burung dan mamalia yang memakan
biji-bijian dan buah-buahan. Ketika para peneliti mempelajari kebiasaan makan konsumen primer, mereka
menemukan bahwa banyak di antara organisme tersebut adalah oportunis; organisme tersebut menambah makanan
utama mereka yang terdiri dari autotrof dengan beberapa materi heterotrof ketika materi heterotrof tersebut tersedia.
Tupai tanah dan tupai lainnya, misalnya, ter-utama memakan biji-bijian dan buah-buahan, tetapi kadang--kadang juga
dapat memakan telur burung dan anak burung. Banyak konsumen yang terutama memakan organisme hidup juga
memakan bangkai beberapa zat organik yang sudah mati.
Dalam ekosistem akuatik, fitoplankton sebagian besar di-konsumsi oleh zooplankton, yang meliputi protista
heterotrof, berbagai invertebrata kecil (khususnya krustase, dan di lautan tahapan larva dari bamyak spesies yang
hidup dalam bentos sebagai organisme dewasa), dan beberapa ikan. Sama dengan organisme terestrial, banvak
heterotrof akuatik adalah oportunis. Contoh-contoh konsumen sekunder dalam ekosistem teres-trial adalah laba-laba,
katak, burung pemakan serangga, mamalia karnivora, dan parasit hewan. Dalam habitat akuatik, banyak ikan
memakan zooplankton dan selanjutnya ikan tersebut di-makan oleh ikan lain. Pada zona bentik laut, invertebrata pe-
makan alga adalah mangsa bagi invertebrata lainnya, seperti bintang laut.
Bahan organik yang menyusun organisme hidup dalam suatu ekosistem akhirnya akan didaur ulang (disiklus ulang),
diurai (dibusukkan), dan dikembalikan ke lingkungan abiotik dalam bentuk yang dapat digunakan oleh autotrof.
Meskipun semua organisme melakukan penguraian sampai ke derajat tertentu, pengurai utama suatu ekosistem adalah
prokariota dan fungi, yang awalnya mensekresi enzim yang mencerna bahan organik dan kemudian menyerap produk
penguraian tersebut. Penguraian oleh prokariota dan fungi berperan dalam sebagian besar peng-ubahan bahan organik
dari semua tingkat trofik menjadi senyawa anorganik yang dapat dimanfaatkan oleh autotrof, dan dengan demikian
penguraian itu menghubungkan semua tingkat trofik.
Semua organisme memerlukan energi untuk pertumbuhan, pe-meliharaan, reproduksi, dan pada beberapa spesies,
untuk loko-mosi. Sebagian besar produsen primer menggunakan energi cahaya untuk mensintesis molekul organik
yang kaya energi, yang se-lanjutnya dapat dirombak untuk membuat ATP Konsumen men-dapatkan bahan bakar
organiknya dari tangan kedua (atau bahkan tangan ketiga atau tangan keempat) melalui jaring-jaring makanan.
Dengan demikian, keadaan aktivitas fotosintetik me-nentukan batas pengeluaran bagi pengaturan energi keseluruhan
ekosistem.
Setiap hari, Bumi dibombardir oleh sekitar 1022 joule (J) radiasi matahari (1 J = 0,239 kalori). Energi ini adalah setara
dengan energi 100 juta bom atom seukuran bom yang dijatuhkan di Hiroshima. Intensitas energi matahari yang
mencapai Bumi dan atmosfernya bervariasi pada garis lintang. Daerah tropis menerima masukan yang paling tinggi.
Sebagian besar radiasi matahari diserap, terpencar, atau dipantulkan oleh atmosfer dalam suatu pola asimetris yang
ditentukan oleh variasi dalam tutupan awan dan jumlah debu di udara di sepanjang wiiayah yang berbeda-beda.
Jumlah radiasi matahari yang mencapai Bumi akhirnya membatasi basil foto-sintesis ekosistem tersebut, meskipun
produktivitas fotosintetik juga dibatasi oleh air, suhu, dan ketersediaan nutrien.
Banyak radiasi matahari yang mencapai biosfer sampai di lahan gundul dan badan air yang dapat menyerap atau
meman-tulkan energi yang datang itu. Hanya sebagian kecil yang akhir-nya mengenai alga, bakteri fotosintetik, dan
daun tumbuhan, dan hanya sebagian cahaya yang memiliki panjang gelombang yang sesuai untuk fotosintesis. Di
antara cahaya tampak, yang mencapai organisme fotosintetik, hanya sekitar 1 % sampai 2% yang diubah menjadi
energi kimia melalui fotosintesis, dan efisiensi ini bervariasi menurut jenis organisme, tingkat cahaya, dan faktor-
faktor lainnya. Meskipun fraksi dari total radiasi matahari yang sampai ke Bumi yang tertangkap oleh fotosintesis
sangat kecil, produsen primer di Bumi secara keseluruhan menghasilkan sekitar 170 miliar ton bahan organik per
tahun -suatu jumlah yang sangat mengagumkan.
Produktivitas primer kotor dihasilkan oleh fotosintesis; produk-tivitas primer bersih adalah selisih antara hasil
fotosintesis dan konsumsi bahan bakar organik dalam respirasi.
Produktivitas primer bersih adalah ukuran yang penting dalam pengkajian kita, karena produktiwitas primer
menunjukkan simpanan energi kimia yang tersedia bagi konsumen dalam suatu ekosistem. Antara 50% dan 90% dari
produktivitas primer kotor pada sebagian besar produsen primer tersisa sebagai produktivitas primer bersih setelah
kebutuhan energinya terpenuhi. Rasio NPP terhadap GPP umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan struktur
nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon, yang men-dukung sistem batang dan akar van, bzsar dan secara metabolik
aktif.
Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energi per satuan luas per satuan waktu (J/mr/tahun), atau sebagai bio-
massa (berat) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem per satuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Biomassa
umumnya dinyatakan sebagai berat kering bahan organik, karena molekul air tidak mengandung energi yang dapat
digunakan, dan karena kandungan air tumbuhan bervariasi dalam jangka waktu yg singkat. Produktivitas primer suatu
ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof fotosintetik yg terdapat pada suatu waktu
Hutan hujan tropis merupakan salah satu ekosistem terestrial yang paling produktif, dan karena hutan hujan tropis
menutupi sebagian besar Bumi. Ekosistem ini menyumbang dalam proporsi besar bagi keseluruhan produktivitas
planet ini. Muara dan terumbu karang juga memiliki produktivitas yang sangat tinggi, akan tetapi sumbangan total
mereka terhadap produktivitas global relatif kecil karena sistem ini tidak begitu luas di Bumi. Lautan terbuka
menyumbangkan lebih banyak produktivitas primer dibandingkan dengan ekosistem lain, akan tetapi hal ini
disebabkan oleh ukurannya yang sangat besar; produktivitas per satuan luasnya relatif rendah. Gurun dan tundra juga
memiliki produktivitas yang rendah.
Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan pada perubahan
musim dalam lingkungan. Produktivitas dalam ekosistem terestrial umumnya berkorelasi dengan presipitasi
(curah hujan), suhu, dan intensitas cahaya. Misalnya, para petani seringkali mengairi ladangnya, untuk
meningkatkan produktivitas dalam habitat di mana ketersediaan air membatasi aktivitas fotosintetik; panas dan
cahaya, serta air, disediakan bagi tumbuhan yang ditanam di rumah kaca. Umumnya produktivitas semakin mendekati
ekuator (katulistiwa) semakin meningkat karena air, panas, dan cahaya lebih mudah tersedia di daerah tropis.
Nutrien anorganik juga bisa merupakan faktor penting dalam pembatasan produktivitas pada banyak ekosistem
terestrial. Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrien anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan
yang lain hanya dalam jumlah sedikit akan tetapi semuanya penting. Produktivitas primer mengeluarkan nutrien dari
suatu ekesistem, kadang-kadang lebih cepat dibandingkan dengan pe-ngembaliannya. Pada titik tertentu, produktivitas
bisa melambat atau berhenti karena suatu nutrien spesifik tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Tidak
mungkin semua nutrien akan habis secara bersamaan, sehingga produktivitas selanjutnya dibatasi oleh sebuah nutrien
tunggal-yang disebut nutrien pem-batas (limiting nutrien) yang tidak lagi tersedia dalam per-sediaan yang mencukupi.
Menambahkan nutrien lain ke sistem tersebut tidak akan merangsang produktivitas yang diperbarui, karena
sebelumnya nutrien tersebut telah ada dalam jumlah yang mencukupi. Akan tetapi, penambahan nutrien pembatas
akan merangsang sistem itu untuk memulai penumbuhan sampai beberapa nutrien lain atau nutrien yang sama menjadi
terbatas. Pada banyak ekosistem, baik nitrogen atau fosfor merupakan nutrien pembatas utama. Beberapa bukti juga
menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar di perairan dangkal dekat benua dan di sepanjang terumbu
karang, di mana cahaya dan nutrien berlimpah. Di lautan terbuka, in-tensitas cahaya mempengaruhi produktivitas
komunitas fito-plankton. Produktivitas secara umum paling besar dekat per-mukaan dan menurun secara tajam dengan
bertambahnya ke-dalaman, karena cahaya secara cepat diserap oleh air dan plank-ton. Produktivitas primer per satuan
luas laut terbuka relatif rendah karena nutrien anorganik, khususnya nitrogen dan fosfor, tersedia dalam jumlah
terbatas di dekat permukaan; di tempat yang sangat dalam, di mana nutrien berlimpah, cahaya yang masuk tidak
mencukupi untuk mendukung fotosintesis. Komunitas fitoplankton berada pada kondisi paling produktif ketika arus
yang naik ke atas membawa nitrogen dan fosfor ke per-mukaan. Fenomena ini terjadi di laut Antarktik, yang meski-
pun airnya dingin dan intensitas cahayanya rendah, sesungguh-nya lebih produktif dibandingkan dengan sebagian
besar laut tropis.
Ekosistem kemoautotrof di dekat celah air panas dasar laut juga sangat produktif, tetapi komunitas ini tidak luas pe-
nyebarannya, dan sumbangan keseluruhannya terhadap produk-tivitas laut adalah kecil.
Dalam ekosistem air tawar, seperti pada laut terbuka, inten-sitas cahaya dan variasi kedalaman kelihatannya
merupakan penentu penting produktivitas. Ketersediaan nutrien anorganik bisa juga membatasi produktivitas dalam
ekosistem air tawar, seperti halnya di lautan, tetapi perputaran air (turnover) dua kali setahun pada danau akan
mengaduk air, membawa nutrien ke lapisan permukaan yang cukup mendapatkan cahaya.
Ketika energi mengalir melewati suatu ekosistem, banyak energi yang hilang sebelum dapat dikonsumsi oleh
organisme pada tingkat beiikutnya. Jika semua tumbuhan di sebuah padang rumput ditumpuk menjadi suatu tumpukan
yang besar sekali, tumpukan seluruh herbivora akan tampak kecil di sebelah tumpukan tumbuhan tersebut. Akan
tetapi, tumpukan herbivora akan jauh lebih besar dibandingkan dengan suatu tumpukan konsumen sekunder. Jumlah
energi yang tersedia bagi masing-masing tingkat trofik ditentukan oleh produktivitas primer bersih dan efisiensi
pengubahan energi makanan menjadi biomassa di setiap mata rantai pada rantai makanan. Seperti akan kita lihat,
efisiensi ini tidak pernah mencapai 100%.
3.2.3. Produktivitas Sekunder
Laju pengubahan energi kimia pada makanan yang dimakan oleh konsumen ekosistem menjadi biomassa baru mereka
sendiri disebut produktivitas sekunder ekosistem terse-but. Bayangkan perpindahan bahan organik dari produsen ke
herbivora, yang merupakan konsumen primer. Di sebagian besar ekosistem, herbivora hanya mampu memakan
sebagian kecil bahan tumbuhan yang dihasilkan, dan herbivora tidak dapat mencerna seluruh senyawa organik yang
ditelannya.
Gambar 4 adalah suatu diagram yang disederhanakan me-ngenai bagaimana energi yang diperoleh konsumen dalam
bentuk makanan dapat dibagi. Dari 200 J (48 kalori) yang dikonsumsi oleh seekor ulat, hanya sekitar 33 J (seperenam)
yg digunakan untuk pertumbuhan. Sisanya dibuang sebagai feses atau diguna-kan untuk respirasi seluler. Tentunya,
energi yang terkandung dalam feses tidak hilang dari ekosistem; energi itu masih dapat dikonsumsi oleh detritivora.
Akan tetapi, energi yang digunakan untuk respirasi hilang dari ekosistem; dengan demikian, jika radiasi matahari
merupakan sumber utama energi untuk se-bagian besar ekosistem, maka kehilangan panas pada respirasi adalah
tempat pembuangan utama. Hal inilah yang menyebab-kan energi dikatakan mengalir melalui, bukan didaur di dalam
ekosistem. Hanya energi kimia yang disimpan sebagai pertum-buhan (atau produksi keturunan) oleh herbivora yang
tersedia sebagai makanan bagi konsumen sekunder. Dalam satu sisi, contoh-contoh kita sesungguhnya menaksir
terlalu tinggi pengubahan produktivitas primer menjadi produktivitas sekunder karena kita tidak memasukkan semua
tumbuhan yang tidak dikonsumsi oleh herbivora tersebut. Fakta bahwa ekosistem alamiah umumnya kelihatan hijau,
ekosistem tersebut me-ngandung banyak sekali tumbuh-tumhuhan yg menandakan bahwa banyak produktivitas primer
bersih tidak diubah dalam jahgka pendek menjadi produktivitas sekunder.
Karnivora sedikit lebih efisien dalam mengubah makanan ke dalam biomassa, terutama karena daging lebih mudah
dicerna dibandingkan dengan tumbuhan. Akan tetapi dalam banyak kasus, konsumen sekunder menggunakan lebih
banyak energi yang mereka asimilasikan untuk respirasi seluler, yang secara dramatis menurunkan jumlah energi
kimia yang tersedia bagi tingkat trofik berikutnya. Hewan endoterm, secara khusus, meng-habiskan sebagian besar
energi yang diasimilasikannya untuk mempertahankan suhu tubuh yang tinggi dan relatif konstan.
trofik berikut-nya, atau rasio produktivitas bersih pada satu tingkat trofik terhadap produktivitas bersih pada tingkat
trofik di bawahnya. Efisiensi ekologis sangat bervariasi pada organisme, yang umum-nya berkisar mulai dari 5%
sampai 20%. Dengan kata lain 80% sampai 95% energi yang tersedia pada satu tingkat trofik tidak pernah ditransfer
ke tingkat berikutnya. Hilangnva energi secara multiplikatif dari suatu rantai makanan dapat digambarkan sebagai
diagram piramida produktivitas (pyramid of producti-vity), di mana tingkat trofik ditumpuk dalam balok-balok,
dengan produsen primer sebagai dasar piramida itu. Ukuran setiap balok itu sebanding dengan produktivitas masing-
masing tingkat trofik (per satuan waktu). Piramida produktivitas ber-bentuk khusus, yaitu sangat berat di bagian dasar
karena efisiensi ekologis yang rendah. (Gambar 5).
Namun demikian, piramida produktivitas untuk ekosistem ini adalah terbalik, seperti piramida. pada Gambar 5, karena
fito-plankton memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan zooplankton.
Kehilangan energi secara multiplikatif pada rantai makanan sangat membatasi biomassa kesauruhan karnivora tingkat
atas yang dapat didukung oleh setiap ekosistem. Hanya sekitar satu seperseribu energi kimia yang disediakan melalui
iotosintesis yang dapat mengalir melalui semua jaring-jaring makanan hingga mencapai konsumen tersier, seperti
burung elang dan hiu. Hal ini menjelaskan mengapa jaring-jaring makanan umumnya me-liputi hanya tiga sampai
lima tingkat trofik; hal tersebut di-karenakan tidak ada energi yang mencukupi dalam jaring-jaring makan tersebut
untuk mendukung tingkat trofik lainnya.
Karena pemangsa pada tingkat trofik atas cenderung me-rupakan hewan yang cukup besar, biomassa yang terbatas
pada puncak suaru piramida ekologi terkonsentrasi dalam jumlah individu yang relatif sedikit. Peristiwa ini tercermin
dalam piramida jumlah (pyramid of numbers), di mana ukuran masing--masing balok itu sebanding dengan jumlah
individu organisme yang terdapat pada masing-masing tingkat trofik. Populasi pemangsa pada umumnya sangat
sedikit, dan hewan tersebut sangat jarang di dalam habitat tersebut. Sebagai akibat-nya, banyak pemangsa sangat
rentan terhadap kepunahan, dan juga terhadap konsekuensi evolusioner akibat ukuran populasi yang kecil.
Dinamika aliran energi memiliki implikasi penting bagi populasi manusia. Memakan daging merupakan suatu cara
mem-peroleh produktivitas fotosintetik yang relatif tidak efisien. Seorang manusia akan mendapatkan jauh lebih
banyak kalau dengan memakan biji-bijian secara langsung sebagai konsumen primer, dibandingkan dengan mengolah
sejumlah biji-bijian yang sama melalui tingkat trofik lainnya dan memakan sapi pemakan biji-bijian tersebut. Pada
kenyataanya, pertanian di seluruh dunia dapat berhasil memberi makan lebih banyak orang dibandingkan dengan yang
saat ini dilakukan jika semua yang kita konsumsi hanya tumbuh-tumbuhan, sebagai konsumen primer yang lebih
efisien.
Meskipun ekosistem menerima masukan energi matahari yang pada prinsipnya tidak akan habis, unsur kimia
hanya tersedia dalam jumlah terbatas. (Meteorit yang kadang-kadang menubruk Bumi adalah satu-satunya sumber
materi dari luar Bumi.) Dengan demikian kehidupan di Bumi bergantung pada siklus ulang (daur ulang) unsur-unsur
kimia yang penting. Bahkan ketika suatu individu organisme masih hidup, banyak persediaan zat kimianya berputar
secara terus-menerus, ketika nutrien diserap dan hasil buangan dilepaskan. Pada saat suatu orga-nisme mati, atom-
atom yang terdapat dalam molekul kompleks organisme tersebut dikembalikan sebagai senyawa-senyawa yang lebih
sederhana ke atmosfer, air, atau tanah melalui penguraian oleh bakteri dan fungi. Penguraian ini-melengkapi
kumpulan nutrien anorganik yang digunakan oleh tumbuhan dan organisme autotrof lainnya untuk membentuk suatu
bahan organik baru. Karena perputaran nutrien melibatkan komponen biotik dan abiotik suatu ekosistem, perputaran
itu juga disebut siklus biogeokimia (biogeochemical cycle).
Lintasan spesifik suatu bahan kimia melalui suatu siklus bio-geokimia bervariasi menurut unsur yang dimaksud dan
pada struktur trofik suatu ekosistem. Akan tetapi kita dapat mengenali dua kategori umum siklus biogeokimia. Bentuk
gas dari unsur karbon, oksigen, sulfur, dan nitrogen, ditemukan dalam atmosfer, dan siklus unsur-unsur ini pada
dasarnya adalah global. Sebagai contoh, sejumlah atom karbon dan oksigen yang diperoleh tum-buhan dari udara
sebagai CO2, kemungkinan telah dilepaskan ke atmosfer melalui respirasi seekor hewan yang berada tidak jauh dari
tumbuhan tersebut. Unsur lain yang kurang aktif dalam lingkungan, yang meliputi fosfor, kalium, kalsium, dan
unsure--unsur yang ada dalam jumlah kecil, umumnya bersiklus dalam skala yang lebih lokal, paling tidak dalam
jangka waktu yang pendek. Tanah adalah reservoir abiotik utama unsur-unsur ter-sebut, yang diserap oleh akar
tumbuhan dan akhirnya dikem-balikan ke tanah oleh pengurai, umumnya di sekitar lokasi yang sama.
Model umum siklus nutrient yg menunjukkan reservoir atau kompartemen utama unsure-unsur dan proses yg
mentransfer unsure-unsur diantara reservoir- reservoir tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
Sebagian besar nutrien terakumulasi dalam empat reservoir, yang masing-masing ditentukan oleh dua karakteristik:
apakah reservoir itu mengandung bahan organik atau anorganik, dan apakah bahan-bahan (materi) tersedia secara
langsung atau tidak langsung untuk digunakan oleh organisme. Satu kompar-temen bahan organik terdiri dari
organisme hidup itu sendiri dan detritus; nutrien ini tersedia bagi organisme lain ketika konsumen itu saling memakan
satu sama lain dan ketika detri-tivora mengkonsumsi bahan organik tak hidup. Kompartemen organik kedua termasuk
deposit organisme-organisme yang suatu waktu pernah hidup (batu bara, minyak, dan gambut) yang "terfosilkan", di
mana nutrien tidak dapat diasimilasi secara langsung. Bahan-bahan dipindahkan dari kompartemen organik hidup ke
kompartemen organik yang terfosilkan pada masa silam, ketika organisme itu mati dan terkubur oleh sedimentasi
selama jutaan tahun untuk menjadi batu bara dan minyak.
Nutrien juga ditemukan dalam dua kompartemen anorganik, yang satu adalah kompartemen di mana nutrien-nutrien
tersebut tersedia untuk digunakan oleh organisme dan satu lagi adalah kompartemen di mana nutrien-nutrien
tersebut tidak tersedia untuk digunakan oleh organisme lain. Kompartemen anorganik yang tersedia meliputi zat-zat
(unsur dan senyawa) yang larut dalam air atau terdapat di tanah atau udara. Organisme meng-asimilasi bahan-bahan
dari kompartemen itu secara langsung dan mengembalikan nutrien ke dalamnya melalui proses respirasi, ekskresi,
dan dekomposisi (penguraian) yang cukup cepat. Unsur--unsur pada kompartemen anorganik yang tidak tersedia
terikat dalam bebatuan. Meskipun organisme tidak dapat masuk ke dalam kompartemen ini secara langsung, nutrien
secara perlahan-lahan akan menjadi tersedia untuk digunakan melalui pelapukan dan erosi. Dengan cara serupa,
file:///D|/E-Learning/EKOLOGI%20%20TUMBUHAN/Textbook/BAHAN%20AJAR.htm (21 of 105)5/8/2007 2:50:34 PM
I
bahan-bahan organik yang tidak tersedia berpindah ke dalam kompartemen nutrien anorganik yang tersedia melalui
erosi atau ketika bahan bakar fosil dibakar dan unsur-unsurnya menjadi uap.
Menjelaskan siklus biogeokimia dalam teori umum jauh lebih sederhana dibandingkan dengan secara nyata melacak
unsur--unsur melalui siklus ini. Ekosistem-ekosistem tidak saja sangat kompleks, tetapi umumnya juga
mempertukarkan paling tidak sebagian zat-zatnya dengan wilayah lain.. Bahkan dalam kolam sekalipun, yang
memiliki perbatasan yang jelas, terdapat beberapa proses yang menambahkan dan mengeluarkan nutrien pokok
pada ekosistem itu.
Mineral yang terlarut dalam air hujan atau yang mengalir dari lahan di sebelahnya akan menambah mineral ke
dalam kolam tersebut, seperti halnya serbuk sari yang kaya nutrien, daun-yang berguguran, dan bahan-bahan lain
yang terkandung di udara. Selain itu, tentunya, terdapat siklus karbon, oksigen, dan nitrogen antara kolam tersebut
dan atmosfer. Burung bisa memakan ikan atau larva akuatik serangga, yang mendapatkan persediaan nutriennya
dari kolam tersebut, dan sejumlah nutrien tersebut kemudian bisa diekskresikan (dikeluarkan) di darat yang jauh
dari daerah drainase kolam tersebut. Melacak aliran masuk dan aliran keluar padai ekosistem terestrial yang kurang
jelas bahkan lebih sulit lagi batas-batasnya. Namun demikian, para ahli ekologi telah membentuk skema umum
untuk siklus kimia pada beberapa ekosistem, seringkali dengan menambahkan sejumlah kecil perunut (tracer)
radioaktif yang membuat peneliti bisa mengikuti unsur kimia melalui berbagai komponen biotik dan abiotik
ekosistem tersebut.
dengan laju yang relatif cepat, karena tumbuhan mempunyai kebutuhan yang tinggi akan gas ini. Setiap tahun,
tumbuhan mengeluarkan sekitar sepertujuh dari keseluruhan CO2 yang terdapat di atmosfer; jumlah ini kira-kira (akan
tetapi tidak tepat betul) diseimbangkan melalui respirasi. Sejumlah karbon bisa dipindah-kan dari siklus tersebut
dalam waktu yang lebih lama. Hal ini terjadi, misalnya, ketika karbon terakumulasi di dalam kayu dan bahan organik
yang tahan lama lainnya. Perombakan meta-bolik oleh detritivora akhirnya mendaur ulang karbon ke atmosfer sebagai
C2„ meskipun api dapat mengoksidasi bahan organik seperti itu menjadi CO2 jauh lebih cepat. Akan tetapi, beberapa
proses dapat mengeluarkan karbon dari siklus jangka pendeknya selama jutaan cahun; dalam beberapa lingkungan,
detritus terakumulasi jauh lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan d°critivora merombak detritus. Dalam kondisi
tertentu, deposit tersebut akhirnya membentuk batu bara dan minyak bumi yang menjadi terkunci sebagai nutrien
organik yang tidak tersedia.
Jumlah CO2 dalam atmosfer sedikit bervariasi tergantung musim. Konsentrasi CO2 paling rendah terjadi selama
musim panas di Belahan Bumi Utara dan paling tinggi selama musim dingin. Naik turunnya konsentrasi CO2 secara
musiman ini terjadi karena terdapat lebih banyak daratan di Belahan Bumi Utara dibandingkan dengan di Belahan
Bumi Selatan, sehingga juga terdapat lebih banyak vegetasi. Vegetasi tersebut mempunyai aktivitas fotosintesis
maksimum selama musim panas, sehingga mengurangi jumlah CO2 global di atmosfer. Selama musim dingin,
tumbuhan melepaskan lebih banyak CO2 melalui respirasi tetapi menggunakannya untuk fotosintesis, sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan global gas CO2, tersebut (lihat Gambar 10.), yang bertumpang-tindih pada
fluktuasi musiman ini adalah peningkatan terus-menerus konsentrasi keseluruhan CO2 at-mosfer yang disebabkan
oleh pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia. Dari sudut pandang jangka panjang, hal ini dapat dipandang sebagai
kembalinya CO2, ke atmosfer yang sebelumnya telah dikeluarkan melalui fotosintesis beberapa waktu silam. Akan
tetapi selama jutaan tahun ketika bahan ini secara efektif berada di luar sirkulasi, berkembang suatu kesetimbangan
dalam siklus
Hal yang bertumpang tindih pada fluktuasi musiman ini adalah peningkatan terus menerus konsentrasi CO2 atmosfer
yg disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia. Dari sudut pandang jangka panjang, hal ini dapat
dipandang sebagai kembalinya CO2 ke atmosfer yang sebelumnya telah dikeluarkan melalui fotosintesis beberapa
waktu silam. Akan tetapi selama jutaan tahun ketika bahan ini secara efektif berada di luar sirkulasi, berkembang
suatu kesetimbangan dalam siklus karbon global. Sekarang keseimbangan tersebut sedang ter-ganggu, dengan
konsekuensi yang tidak pasti.
Siklus karbon diperumit lagi dalam lingkungan akuatik me-lalui interaksi CO2 dengan air dan batu kapur. Karbon
dioksida yang terlarut bereaksi dengan air membentuk asam karbonat (H2CO3). Asam karbonat selanjutnya bereaksi
dengan batu kapur (CaC03) yang sangat berlimpah pada kebanyakan perairan, termasuk lautan, untuk membentuk ion
bikarbonat dan karbonat:
Ketika CO2 digunakan dalam fotosintesis di lingkungan akuatik dan laut, kesetimbangan urutan reaksi ini bergeser ke
arah kiri, yang mengubah bikarbonat kembali menjadi CO2. Dengan demikian, bikarbonat akan berfungsi sebagai
reservoir CO2. Autotrof akuatik bisa juga menggunakan bikarbonat terlarut secara-langsung sebagai sumber karbon.
Secara keseluruhan, jumlah karbon yang terdapat dalam berbagai bentuk anorganik di lautan, tidak termasuk sedimen,
adalah sekitar 50 kali yang tersedia di atmosfer. Karena reaksi anorganik CO2 ini dalam air, dan juga pengambilannya
oleh fitoplankton laut, lautan bisa berfungsi sebagai suatu "penyangga (buffer)" penting yang dapat menyerap
sejumlah CO2, yang ditambahkan ke atmosfer dengan cara pembakaran bahan bakar fosil.
Jalur lain untuk masuknya nitrogen ke ekosistem adalah melalui fiksasi nitrogen (nitrogen fixation). Hanya prokariota
tertentu yang dapat memfiksasi nitrogen yaitu, mengubah N2 menjadi mineral yang dapat digunakan untuk
mensintesis se-nyawa organik bernitrogeti seperti asam amino. Sesungguhnya, prokariota merupakan mata rantai yang
penting pada beberapa titik dalam siklus nitrogen (Gambar 11).
Nitrogen difiksasi dalam ekosistem terestrial oleh bakteri tanah yang hidup bebas (nonsimbiotik) clan juga oleh
bakteri simbiotik (Rhizobium) dalam nodul akar legum dan tumbuhan tertentu lainnya. Beberapa sianobakteri
memfiksasi nitrogen dalam ekosistem akuatik. Organisme yang memfiksasi nitrogen, tentu-nya sedang memenuhi
kebutuhan metaboliknya sendiri, tetapi kelebihan amonia yang dibebaskan oleh organisme tersebut men-jadi tersedia
bagi organisme lain. Selain dari sumber alami nitrogen yang dapat digunakan ini, fiksasi nitrogen secara industri dapat
digunakan untuk pembuatan pupuk, yang sekarang ini memberikan sumbangan utama dalam pool mineral bernitrogen
dalam ekosistem terestrial dan akuatik.
Produk langsung fiksasi nitrogen adalah amonia (NH3). Akan tetapi, paling tidak sebagian besar tanah menjadi sedikit
bersifat asam, dan NH3 yang dibebaskan ke dalam tanah akan me-nangkap sebuah ion hidrogen (H+) untuk
membentuk amonium, NH4+, yang dapat digunakan secara langsung oleh tumbuhan. NH3 adalah gas, sehingga dapat
menguap kembali ke atmosfer dari tanah yang mempunyai pH mendekati 7. NH3 yang hilang dari tanah ini kemudian
dapat membentuk NH4+ di atmosfer. Sebagai akibatnya, konsentrasi NH4+ dalam curah hujan berkorelasi dengan pH
tanah dalam kisaran wilayah yang luas. Pendaurulangan nitrogen secara lokal melalui peng-endapan atmosfer ini bisa
sangat jelas di daerah pertanian, di mana baik pemupukan nitrogen dan kapur (suatu basa yang menurunkan keasaman
tanah) digunakan secara luas.
Meskipun tumbuhan dapat menggunakan amonium secara langsung, sebagian besar amonium dalam tanah
digunakanoleh bakteri aerob tertentu sebagai sumber energi; aktivitasnya mengoksidasi amonium menjadi nitrit (N02-)
dan kemudian menjadi nitrat (N03-), suatu proses yang disebut nitrifikasi. Nitrat yang dibebaskan dari bakteri ini
kemudian dapat diasimilasi oleh tumbuhan dan diubah menjadi bentuk organik, seperti asam amino dan protein.
Hewan hanya dapat meng-asimilasikan nitrogen organik, dengan cara memakan tumbuhan atau hewan lain. Beberapa
bakteri dapat memperoleh oksigen yang mereka perlukan untuk metabolisme dari nitrat bukan dari O2, dengan kondisi
anaerob. Sebagai akibat dari proses denitrifikasi ini, beberapa nitrat diubah kembali menjadi N2, yang kembali ke
atmosfer. Perombakan dan penguraian nitro-gen organik kembali ke amonium, merupakan suatu proses yang disebut
amorlifikasi, yang sebagian besar dilakukan oleh bakteri dan fungi pengurai. Proses ini akan mendaur ulang sejumlah
besar nitrogen ke dalam tanah.
Secara keseluruhan, sebagian besar siklus bernitrogen dalam sistem alamiah melibatkan senyawa bernitrogen dalam
tanah dan air, bukan N2 atmosfer. Meskipun fiksasi nitrogen penung dalam pembentukan pool nitrogen yang tersedia,
fiksasi nitrogen hanya menyumbangkan sebagian kecil dari nitrogen yang diasimilasikan setiap tahun oleh total
vegetasi. Namun demikian, banyak spesies umum tumbuhan bergantung pada asosiasi mereka dengan bakteri
pemfiksasi nitrogen untuk menyediakan nutrien yang esensial tersebut dalam bentuk yang dapat mereka asimilasikan.
Jumlah N2 yang kembali ke atmosfer melalui denitrifikasi juga relatif kecil. Pokok yang penting adalah bahwa
meskipun pertukaran nitrogen antara tanah dan atmosfer sangat berarti dalam jangka panjang, sebagian besar nitlogen
pada sebagian besar ekosistem didaur ulang secara lokal melalui penguraian dan reasimilasi.
Setelah produsen menggabungkan fosfor ke dalam molekul biologis, fosfor dipindahkan ke konsumen dalam bentuk
organik, dan ditambah-kan kembali ke tanah melalui ekskresi fosfat tersebut oleh hewan dan oleh kerja pengurai
bakteri dan fungi pengurai pada derritus. Humus dan partikel tanah mengikat fosfat, sedemikian rupa sehingga siklus
fosfor cenderung menjadi cukup terlokalisir dalam ekosistem. Akan tetapi, fosfor benar-benar tergelontor ke dalam
badan air, yang secara perlahan-lahan mengalir dari ekosistem terestrial ke laut.
Erosi hebat dapat mempercepat pengurasan fosfat, tetapi pelapukan bebatuan umumnya sejalan dengan hilangnya
fosfat. Fosfat yang mencapai lautan secara perlahan--lahan terkumpul dalam endapan, kemudian tergabung ke dalam
batuan, yang kemudian dapat menjadi bagian dari ekosistem terestrial sebagai akibat proses geologis yang
meningkatkan dasar laut atau menurunkan permukaan laut pada suatu lokasi tertentu.
Dengan demikian, sebagian besar fosfat bersiklus ulang secara lokal di antara tanah, tumbuhan, dan konsumen atas
dasar skala waktu ekologis, sementara suatu siklus sedimentasi secara bersamaan mengeluarkan dan memulihkan
fosfor terestrial selama wakti! geologis. Pola umum yang sama berlaku juga bagi nutrien lain yang tidak memiliki
bentuk yang terdapat di atmosfer.
Dalam suatu ekosistem akuatik yang belum secara serius diubah oleh aktivitas manusia, rendahnya fosfat terlarut
sering kali membatasi produktivitas primer. Akan tetapi, pada banyak kasus, kelebihan (bukan keterbatasan) fosfat
adalah permasalahan juga. Penambahan fosfat dalam bentuk limbah kotoran cair dan aliran permukaan dari ladang
pertanian yang dipupuk merang-sang pertumbuhan alga dalam ekosistem akuatik, yang seringkali memiliki akibat
negatif, seperti eutrofikasi yang terlihat pada Gambar 13.
Laju di mana nutrien bersiklus dalam ekosistem yang berbeda--beda sungguh sangat beragam, yang sebagian besar
disebabkan oleh perbedaan dalam laju penguraian. Dalam hutan hujan tropis, sebagian besar bahan organik
mengalami penguraian dalam tempo beberapa bulan sampai beberapa tahun, sementara pada hutan beriklim sedang,
penguraian berlangsung dalam tempo rata-rata 4 sampai 6 tahun.
Di daerah tundra, penguraian membutuhkan waktu sampai 50 tahun, dan dalam suatu eko-sistem akuatik, di mana
sebagian besar penguraian terjadi di dasar lumpur anaerob, proses itu bahkan bisa terjadi lebih lambat lagi. Suhu dan
ketersediaan air serta O2, mempengaruhi seluruh laju penguraian, dan demikian juga waktu siklus nutrien. Faktor lain
yang dapat mempengaruhi siklus nutrien adalah keadaan kimiawi tanah lokal dan frekuensi peristiwa kebakaran.
Di beberapa bagian hutan hujan tropis, nutrien pokok seperti fosfor ditemukan dalam tanah pada kedalaman jauh di
bawah kedalaman khas suaru hutan temperat. Pertama kali hal ini mungkin terlihat sebagai suatu paradoks, karena
hutan tropis umumnya memiliki produktivitas yang sangat tinggi. Kunci untuk memecahkan teka-teki ini adalah
penguraian yang cepat di daerah tropis yang disebabkan oleh suhu yang hangat dan presipitasi yang berlimpah. Selain
itu, biomassa yang sangat besar dalam hutan tersebut menyebabkan adanya kebutuhan yang tinggi akan nutrien, yang
diserap hampir secepat pembentukan nutrien tersebut melalui penguraian. Sebagai akibat penguraian yang cepat,
relatif sedikit bahan organik yang terakumulasi sebagai lapisan daun pada bagian dasar hutan hujan tropis; sekitar 75%
nutrien dalam ekosistem ditemukan dalam batang pohon yang berkayu, dan sekitar 10% terkandung dalam tanah.
Konsentrasi beberapa nutrien yang relatif rendah dalam tanah hutan hujan tropis disebabkan oleh waktu siklus yang
cepat, bukan akibat kelangkaan unsur-unsur ini secara keseluruhan dalam ekosistem.
Dalam hutan temperate, di mana penguraian jauh lebih lambat, tanah bisa mengandung 50% dari semua bahan organik
dalam ekosistem tersebut. Nutrien yang ditemukan dalam de-tritus hutan temperat dan dalam tanah bisa tetap berada
di sana, selama periode waktu yang cukup lama sebelum diasimilasikan oleh tumbuhan.
Dalam suatu ekosistem akuatik, sedimen dasar sebanding dengan lapisan detritus dalam ekosistem terestrial, namun
berbeda dalam hal laju penguraian yang sangat lambat dan fakta bahwa alga dan tumbuhan akuatik umumnya
mengasimilasikai nutrien secara langsung dari air. Dengan demikian, sedimen seringkali merupakan suatu buangan
nutrien, dan ekosisten akuatik hanya dapat sangat produktif jika di sana terdapat pertukaran antara lapisan dasar air
dengan lapisan permukaan.
Ketika populasi manusia tumbuh hingga mencapai suatu jumlah yang sangat besar, aktivitas dan kemampuan
teknologi kita dalam satu dan lain hal telah mengganggu dinamika sebagian besar ekosistem. Bahkan saat kita masih
belum secara sempurna me-rusak suatu sistem alamiah, tindakan kita telah mengganggu struktur trofik, aliran energi,
dan siklus kimia ekosistem pada sebagian besar wilayah dan daerah di dunia ini. Pengaruh itu kadang-kadang bersifat
lokal atau regional, akan tetapi dampak ekologis manusia dapat menyebar luas atau bahkan secara global. Sebagai
contoh, presipitasi asam bisa dibawa oleh angin dan jatuh ratusan atau bahkan ribuan mil dari cerobong yang menge-
luarkan bahan kimia yang menghasilkannya.
mungkin hanya beberapa hari sebelumnya berada di California; dan beberapa saat kemudian, beberapa nutrien ini.akan
berada dalam Sungai Potomac dalam perjalanannya menuju ke laut, setelah melewati sistem pencernaan seseorang
dan fasilitas pembuangan limbah cair.
Manusia telah mengganggu siklus nutrien sampai suatu derajat tertentu sehingga tidak mungkin lagi memahami setiap
siklus tanpa harus memasukan pengaruh manusia di dalamnya. Selain dari pengangkutan nutrien dari satu lokasi ke
lokasi lain, kita telah menambahkan bahan yang keseluruhan baru, banyak di antaranya bersifat toksik bagi ekosistem.
Berikutnya beberapa contoh dampak yang ditimbulkan manusia terhadap siklus kimia dalam ekosistem.
senyawa nitrogen yang tersedia bagi organisme. fotosintesis.) Sebagian nitrogen yang berlebihan dalam tanah akan
tercuci ke bawah.
Peningkatan Fiksasi nitrogen juga dihubungkan dengan pem-bebasan senyawa nitrogen (N2 dan nitrogen oksida) yang
lebih besar ke udara oleh organisme denitrifikasi (lihat Gambar 11). Nitrogen oksida dapat menyebabkan pemanasan
atmosfer, penipisan ozon atmosfer, dan dalam beberapa ekosistem menyebabkan hujan asam. Banyak nitrogen dalam
pupuk juga berakhir dalam air permukaan di mana nitrogen tersebut dapat merangsang pertumbuhan alga dan bakteri.
larut, yang kemudian akan terakumulasi dalam jaringan organisme, termasuk manusia yang mengkonsumsi ikan dari
perairan yang terkontaminasi ter-sebut.
Organisme memperoleh zat-zat beracun dari lingkungan bersama-sama dengan nutrien dan air. Beberapa racun
tersebut dimetabolisme dan diekskresikan, tetapi yang lain terakumulasi dalam jaringan khusus, terutama lemak.
Contoh golongan senvawa yang disintesis secara industri yang terakumulasi dalam jaringan makhluk hidup adalah
hidrokarbon berklorin, termasuk banyak pestisida, seperti DDT, dan zat kimia industri yang disebut PCB
(polychlorinated biphenol). Penelitian terbaru me-libatkan banyak senyawa tersebut dan senyawa lain yang
menganggu sistem endokrin pada banyak spesies hewan, termasuk manusia. Salah satu alasan mengapa racun
tersebut sangat ber-bahaya adalah karena racun tersebut lebih terkonsentrasi dalam tingkat-tingkat trofik yang
berurutan pada suatu jaring-jaring makanan, suatu proses yang disebut magnifikasi (perbesaran) biologis (biological
magnification). Magnifikasi tersebut terjadi karena biomassa pada setiap tingkat trofik tertentu dihasilkan dari suatu
biomassa yang jauh lebih besar yang ditelan dari tingkat trofik di bawahnya. Dengan demikian, karnivora tingkat atas
cenderung menjadi organisme yang paling parah dipengaruhi oleh senyawa beracun yang telah dibebaskan ke
lingkungan.
Suatu contoh magnifikasi biologis yang paling terkenal me-libatkan DDT, yang digunakan untuk mengendalikan
serangga seperri nyamuk dan hama pertanian. DDT bertahan dalam ling-kungan dan diangkut melalui air ke daerah
yang jauh dari tempat di mana DDT tersebut digunakan, dan secara cepat menjadi suatu permasalahan global. Karena
senyawa tersebut larut dalarn lemak, maka akan terkumpul dalam jaringan lemak hewan, dan konsentrasinya semakin
meningkat pada tingkat trofik yang lebih tinggi (Gambar 14).
Jejak DDT telah ditemukan dalam hampir semua organisme yang diuji; bahkan senyawa itu telah ditemukan dalam air
susu ibu di seluruh dunia. Salah satu tanda pertama bahwa DDT merupakan suatu permasalahan lingkungan yang
serius adalah penurunan populasi burung-burung pelikan, asprey, dan elang, yaitu burung-burung yang merupakan
pemakan pada rantai makanan bagian atas.
Akumulasi DDT (dan DDE, produk hasil perombakan parsial DDT) dalam jaringan tubuh burung-burung tersebut
mengganggu endapan kalsium pada kulit telurnya, suatu kecenderungan yang kelihatannya sekarang sudah dimulai,
kemungkinan karena kontaminan lingkungan. Ketika burung-burung tersebut mencoba mengerami telur-telurnya,
berat tubuh induknya akan memecahkan telur yang dierami, yang mengakibatkan penurunan yang sangat
membahayakan dalam laju reproduksi burung tersebut. DDT telah dilarang di Amerika Serikat pada tahun 1971, dan
telah terjadi suatu pemulihan yang dramatis dalam populasi spesies burung-burung yang terkena kontaminasi tersebut.
Akan tetapi, pestisida itu masih tetap digunakan di beberapa bagian lain dunia.
Banyak aktivitas manusia menghasill:an berbagai ragam produk limbah gas. Kita dulu mengira bahwa luas atmosfer
dapat me-nyerap bahan-bahan limbah tersebut tanpa akibat yang berarti, tetapi kita sekarang mengetahui bahwa
volume atmosfer yang terbatas memiliki arti bahwa gangguan manusia dapat menyebab-kan perubahan mendasar
dalam komposisi atmosfer dan dalam interaksinya dengan bagian lain biosfer. Satu permasalahan yang mendesak,
yang berhubungan langsung dengan salah satu siklus nutrien yang telah kita bahas adalah peningkatan kadar karbon
dioksida di atmosfer.
Sebagai contoh, jagung, tumbuhan C dan tanaman biji-bijian yang paling penting di Amerika Serikat, dapat
4
digantikan oleh gandum dan kacang kedelai yang merupakan tumbuhan C di ladang pertanian, yang akan melebihi
3
produksi jagung dalam lingkungan yang kaya akan CO . Akan tetapi, masih belum mungkin untuk memperkirakan
2
secara tepat pengaruh gradual dan pengaruh kompleks yang dimiliki oleh peningkatan kon-sentrasi CO2 pada
komposisi spesies dalam komunitas non-pertanian.
Satu faktor yang memperumit prediksi mengenai pengaruh jangka panjang peningkatan konsentrasi CO atmosfer
2
adalah kemungkinan pengaruhnya pada neraca panas Bumi. Banyak radiasi matahari yang mencapai planet ini
dipantulkan kembali ke ruang angkasa. Meskipun CO2 dan uap air di atmosfer tembus terhadap cahaya tampak, CO2
dan uap air menangkap dan menyerap banyak radiasi inframerah yang dipantulkan, yang kemudian memantulkannya
kembali ke arah Bumi. Proses ini menahan sebagian panas matahari. Jika bukan karena efek rumah kaca (greenhouse
effect) ini, rata-rata suhu udara pada permukaan Bumi akan menjadi -18°C. Peningkatan berarti dalam kon-sentrasi
CO2 atmosfer selama 150 tahun terakhir mengkhawatir-kan para ahli ekologi dan ahli lingkungan karena pengaruh
potensialnya pada suhu global.
Para saintis terus membangun model matematis dalam upaya untuk memprediksi bagaimana peningkatan konsentrasi
CO2 atmosfer akan mempengaruhi suhu global. Sampai saat ini, tidak ada model yang cukup canggih untuk
memasukkan semua faktor-faktor biotik dan abiotik yang dapat mempengaruhi kon-sentrasi gas dan suhu atmosfer
(misalnya, penutupan awan, pen-gambilan CO2 oleh organisme fotosintetik, pengaruh partikel di udara). Akan tetapi,
sejumlah kajian telah memprediksi pe-lipatduaan konsentrasi CO2 pada akhir abad ke-21 dan suhu rata-rata meningkat
sekitar 2°C yang merupakan akibatnya. Peristiwa yang mendukung model ini adalah suatu korelasi antara konsentrasi
CO2 dan suhu pada masa prasejarah. Para ahli klimatologi sesungguhnya dapat mengukur konsentrasi CO2 dalam
gelembung yang terjerat di dalam es glasial pada waktu yang berlainan dalam sejarah Bumi. Suhu masa lalu diketahui
dengan beberapa metode, salah satu di antaranya dijelaskan dalam Kotak Metode.
Suatu peningkatan hanya 1,3°C akan membuat dunia ini lebih hangat dari kapanpun dalam 100.000 tahun belakangan.
Suatu skenario paling buruk menyatakan bahwa pemanasan akan terjadi paling besar di dekat kutub; pencairan es di
kutub mengakibatkan naiknya permukaan laut dengan taksiran sekitar 100 m, yang secara perlahan-lahan akan
merendam daerah pantai 150 km atau lebih ke daratan dari garis pantai saat ini. New York, Miami, Los Angeles, dan
beberapa kota lainnya kemudian akan berada di bawah permukaan air. Suatu kecenderungan pemanasan juga akan
mengubah persebaran geografis presipitasi, yang membuat daerah pertanian utama di Amerika Serikat tengah menjadi
lebih kering. Akan tetapi, berbagai model mate-matis tidak setuju dengan rincian bagaimana musim dalam setiap
wilayah akan dipengaruhi. Dengan mempelajari bagaimana pemanasan dan pendinginan global di masa silam
mempenganihi komunitas tumbuhan, para ahli ekologi sedang menggunakan strategi lain untuk membantu
memprediksi akibat perubahan suhu di masa depan. Catatan dari butiran, serbuk sari mem-berikan bukti bahwa
komunitas tumbuhan berubah secara dra-matis dengan perubahan suhu. Perubahan iklim masa lampau terjadi secara
perlahan-lahan, dan populasi tumbuhan dan hewan dapat bermigrasi ke daerah yang kondisi abiotiknya memung-
kinkan mereka untuk benahan hidup. Suatu kepedulian utama adalah proyeksi perebahan iklim dengan laju tinggi-
menurut beberapa taksiran, lebih tinggi dari setiap perubahan di masa 10.000 tahun silam. Banyak organisme,
khususnya tumbuhan yang tidak dapat menyebar secara cepat dal am jarak yang jauh, barangkali tidak akan bertahan
dalam perubahan secepat itu.
Menurut Odum (1998), ekosistem-ekosistem pertama pada tiga juta tahun yang lalu dihuni heterotrof-
heterotrof anaerobic yang kecil-kecil yang hidup dari bahan organik yang disintesis oleh proses-proses abiotik.
Timbulnya dan peledakan populasi autotrop algae, kemudian merubah atmosfir yang bersifat mereduksi ke dalam
atmosfer yang bersifat oksigenik. Di dalam komunitas ini komponen berubah secara evolusioner melalui seleksi alam
pada atau di bawah jenis, tetapi seleksi alam di atas jenis ini dapat juga menjadi penting terutama (1) koevolusi, yakni
seleksi sebaliknya antara autotrop dan heterotrop yang saling tergantung, dan (2) seleksi kelompok atau komunitas,
yang menimbulkan pemeliharaan sifat-sifat yang baik untuk kelompok sekalipun tidak menguntungkan pembawa
genetik di dalam kelompok.
Menurut Odum (1998), factor-faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya evolusi antara lain karena (1)
kekuatan-kekuatan allogenik (luar) seperti perubahan-perubahan iklim dan geologi, dan (2) proses-proses autogenic
(dalam) diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan komponen-komponen hidup dari ekosistem. Pola yang luas dari evolusi
mahluk-mahluk dan atmosfer oksigenik yang menjadikan biosfir ini mutlak unik di antara planet-planet dari tata surya
kita ini. sekarang umumnya telah diyakini bahwa ketika kehidupan di bumi di mulai lebih dari tiga juta tahun yang
lalu, atmosfer ini berisikan nitrogen, ammonia, hydrogen, karbon monoksida, methane dan uap air, tetapi tidak ada
oksigen bebas. Atmosfir itu jugs mengandung khlor, hydrogen sulfide, dan gas lainnya yang beracun bagi kehidupan
saat ini. komposisi atmosfer pada hari-hari awal tersebut sangat ditentukan oleh gas-gas dari gunung berapi, yang
lebih giat dari sekarang. Karena kurangnya oksigen maka tidak ada lapisan ozon (O2 diubah oleh radiasi gelombang
pendek menjadi O3, yang pada akhirnya menyerap radiasi ultraviolet). Radiasi demikian itu akan membunuh setiap
kehidupan terbuka, tetapi justru radiasi ini yang diduga menciptakan evolusi kimia yang menghantarkan molekul-
molekul organic yang kompleks seperti misalnya asam amino, yang menjadi blok-blok pembentuk kehidupan
primitive (Odum, 1998).
Jumlah oksigen nonbiologi yang sangat sedikit yang dihasilkan oleh diasosiasi ultraviolet uap air dapat
menyediakan ozon cukup untuk membentuk sedikit perlindungan terhadap radiasi ultraviolet. Selama oksigen dan
ozon atmosfir masih tetap langka, kehidupan hanya dapat hidup dan berkembang di bawah perlindungan penutupan
air. Sehingga mahluk hidup pertama adalah anaerob-anaerob perairan yang menyerupai khamir yang memperoleh
energi yang diperlukan untuk pernafasannya oleh proses fermentasi. Karena fermentasi jauh lebih kurang efisien
daripada respirasi oksidatif, maka kehidupan primitive tidak dapat berkembang di atas tahap sel tunggal. Mahluk-
mahluk primitive juga mempunyai suplai makanan yang sangat terbatas karena mereka tergantung kepada bahan-
bahan organic yang tenggelam secara lambat yang disintesis oleh radiasi dalam lapisan-lapisan air atas dimana mereka
adalah mikroba-mikroba yang lapar. Jadi, untuk berjuta-juta tahun lamanya kehidupan harus bertahan dalam keadaan
yang sangat terbatas dan berbahaya. Barkner dan Marshall (1996) menggambarkan keadaan itu sebagai berikut:
“Model dari ekologi primitive ini menghendaki agar kedalaman-kedalaman kolam cukup untuk ultraviolet yang
mematikan itu, tetapi tidak terlalu dalam dengan maksud tidak terlalu banyak memotong sinar yang nampak.
Kehidupan mungkin dapat berasal pada dasar pool atau tempat-tempat yang dangkal, laut-laut yang terlindung yang
diberi makan, barangkali oleh mata air panas yang kaya akan kimia-kimia hara” (Odum, 1998).
Selama Kambrium terjadi peledakan evolusioner dari kehidupan baru, seperti misalnya sponge, karang-karang,
cacing-cacing, selfish, ganggang laut, dan nenek moyang tumbuh-tumbuhan berbiji dan vertebrata. Jadi, kenyataannya
bahwa tumbuhan kecil hijau dari laut mampu menghasilkan oksigen yang berlebihan melebihi keperluan respirasi
semua mahluk memungkinkannya untuk menduduki seluruh bumi dalam waktu yang dapat dikatakan sangat pendek.
Di dalam masa berikutnya pada zaman paleozoik, kehidupan tidak saja memenuhi laut-laut, tetapi juga memasuki
daratan. Pengembangan selimut hijau dari vegetasi memberikan lebih banyak lagi oksigen dan makanan untuk evolusi
berikutnya dari mahluk-mahluk besar seperti dinosaurus, mamalia, dan manusia. Pada waktu yang sama bentuk-
bentuk berkapur dan berkersik ditambahkan kepada fitoplankton berdinding organic dari laut (Odum, 1998).
Menurut Odum, (1998) ketika penggunaan oksigen akhirnya terkejar oleh produksi oksigen pada suatu saat
dalam pertengahan masa Paleozoik, konsentrasinya dalam atmosfer, yang sekarang diyakini, adalah kurang lebih 20
persen. Maka, dari segi pandangan ekologi, evolusi biosfir nampaknya sangat serupa dengan suksesi heterotrofik yang
diikuti oleh resim autotrofik, seperti seseorang dapat mengadakannya dalam mikrokosma laboratorium mulai dengan
medium biakannya yang diperkaya dengan bahan organic. Semenjak masa Devonian, bukti geologi menunjukkan
beberapa bukti naik turun (lihat gambar di atas). Selama akhir paleozoik terdapat penurunan yang mencolok
(barangkali sampai 50 persen dari paras sekarang) dari O2 dan peningkatan CO2 yang diikuti oleh perubahan-
perubahan iklim. Peningkatan CO2 dapat memacu “peremajaan autotrofik” yang sangat luas yang menciptakan bahan
baker fosil pada manusia sekarang. CO2 yang dihasilkan manusia dan pencemaran debu dapat membuat
keseimbangan yang berbahaya . Cerita mengenai atmosfer ini, seperti yang telah kita tahu, akan mendramatisir
ketergantungan mutlak manusia dengan mahluk-mahluk lainnya.
3.6. Koevolusi
Menurut Soemarto (2001), koevolusi merupakan suatu tipe evolusi komunitas (yakni, interaksi-interaksi secara
evolusioner antara mahluk-mahluk dalam pertukaran informasi genetic antar jenis-jenisnya adalah minimal atau tidak
ada) yang meliputi interaksi timbal balik yang bersifat selektif antara dua kelompok utama dari mahluk-mahluk
dengan suatu hubungan ekologi yang terdekat, misalnya tumbuh-tumbuhan dengan herbivore, mahluk-mahluk besar
dan simbion –simbion jasad reniknya, atau parasit-parasit dengan inangnya.
Dengan menggunakan pengkajian mereka mengenai kupu-kupu dan tumbuh-tumbuhan sebagai dasar, Ehrlich
dan Raven (1965) telah membuat garis besar teori koevolusinya. Hipotesis mereka dapat diringkaskan sebagai berikut:
tumbuh-tumbuhan, melalui mutasi-mutasi sekali-kali atau rekombinasi-rekombinasi, menghasilkan senyawa-
senyawa kimia yang tidak langsung berhubungan dengan jalan-jalan metabolik dasar (atau barangkali sebagai limbah
hasil sampingan yang dihasilkan dalam jalan ini) yang tidak bertentangan dengan pertumbuhan dan perkembangan
normal. Beberapa dari senyawa ini, secara kebetulan, membantu mengurangi kecocokan (palatabilitas) tumbuh-
tumbuhan kepada binatang herbivore. Tumbuhan demikian ini, terlindungi dari serangga pemakan tumbuhan
(serangga fitofag) sedikit banyak akan memasuki mintakat baru yang bersifat adaptif. Radiasi secara evolusioner dari
tumbuh-tumbuhan dapat mengikutinya, dan akhirnya apa yang mulai sebagai mutasi atau rekombinasi secara
kebetulan dapat menandai seluruh famili atau kelompok dari famili-famili yang berhubungan. Serangga pemakan
tumbuhan (serangga fitofag), dapat berkembang dalam menanggapi rintangan-rintangan fisiologi, seperti yang
diperlihatkan oleh pengalaman mausi yang baru-baru ini dengan insektisida-insektisida. Tentu, respons terhadap
senyawa –senyawa tumbuhan sekunder dan evolusi dari ketahanan terhadap insektisida –insektisida nampaknya
berhubungan erat sekali (Odum, 1998).
Apabila sesuatu mutant atau rekombinasi muncul dalam suatu populasi serangga yang memungkinkan
individu-individu maka tumbuh-tumbuhan yang sebelumnya dilindungi, seleksi akan menarik garis ke dalam
mintakat adaptif yang baru, membiarkannya ke dalam kenekaragaman dan ketiadaan persaingan dengan herbivore
lainnya. Jadi, keanekaragaman tumbuh-tumbuhan tidak hanya boleh cenderung memperbesar kenekaragaman
binatang-binatang pemakan tumbuh-tumbuhan, tetapi hal sebaliknya juga dapat terjadi. Dalam kata lin, tumbuh-
tumbuhan dan herbivore berkembang bersama-sama dalam arti bahwa evolusinya masing-masing bergantung pada
evolusi lainnya. Ehrlich dan Raven bahkan melangkah lebih jauh lagi serta berpendapat bahwa tanggapan-tanggapan
timbale balik bersifat selektif. Tumbuh-tumbuhan herbivore dapat menerangkan keanekaragaman tumbuhan yang
tinggi dalam daerah tropic dimana iklim-iklim panas adalah sangat baik untuk serangga-serangga. Pimentel (1968)
dalam Odum menggunakan pernyataan “umpan balik genetic” untuk jenis evolusi ini yang membawa homeostatis
populasi dan komunitas di dalam ekosistem (Odum, 1998).
Koevolusi ini menghasilkan suatu asosiasi yang baik sekali antara tumbuh-tumbuhan akasia (Acasia
cornigera) dan semut (Pseudomyrmex ferrugunea) di Meksiko dan Amerika Tengah seperti yang diberikan oleh
Janzen (1966, 1967). Semut-semut itu hidup dalam koloni-koloni di dalam duri-duri tumbuhan akasia yang
membengkak. Apabila semutnya dipindahkan, penggundulan daun yang sangat hebat oleh serangga herbivore (yang
secara normalnya akan dimangsa oleh semut-semut tadi) terjadi dan penaungan berikutnya oleh vegetasi yang
menyainginya berakibat dengan kematian akasia dalam waktu 2 sampai 15 bulan. Jadinya tumbuh-tumbuhan tadi
tergantung kepada serangga untuk perlindungannya itu. Rupa-rupanya mungkin sekali bahwa seleksi timbale balik dan
umpan balik genetic terlibat di dalam semua kasus mutualisme (Soemarto, 2001).
Koevolusi dapat melibatkan lebih dari satu langkah dalam rantai makanan. Brower dan kawan-kawan (1968),
misalnya, telah mengkaji kupu-kupu raja (Danaus plexipus), yang telah diketahui ketidakcocokan umumnya bagi
predator –predator vertebrata. Mereka menemukan serangga ini mampu menyita dan memisahkan glukosida yang
sangat beracun dari tumbuhan yang dimakannya, karenanya memberikan pembelaan diri yang sangat efektif terhadap
burung-burung pemangsa (tidak saja untuk ulat-ulatnya tetapi juga untuk kupu-kupu dewasa). Jadi serangga ini tidak
saja mengembangkan kemampuan untuk makan tumbuh-tumbuhan yang tidak sesuai untuk serangga lainnya, tetapi
dia menggunakan racun tumbuhan itu untuk perlindungan dari predatornya (Odum, 1998).
Akhirnya, koevolusi tidak terbatas pada interaksi fagotrofik. Populasi-populasi tumbuhan yang terdiri dari
beberapa jenis dapat dihubungkan bersama-sama dalam komunitas oleh ketergantungannya dan evolusi bersama
dengan satu jenis serangga atau burung penyerbuk. Adalah mudah saja untuk melihat bagaimana seleksi-seleksi
timbale balik yang bertahap itu dapat menyebabkan kecenderungan-kecenderungan evolusioner terhadap
keanekaragaman, saling ketergantungan, dan homeostatis pada paras komunitas (Odum, 1998).
Perkembangan ekosistem, atau apa yang lebih lebih sering dikenal sebagai suksesi ekologi, dapat ditakrifkan
dari 3 parameter berikut ini:
(1) Suatu proses perkembangan komunitas yang teratur yang meliputi perubahan-perubahan dalam struktur
jenis dan proses-proses komunitas dengan waktu;hal itu agak terarah karenanya dapat diramalkan.
(2) Diakibatkan oleh perubahan lingkungan fisik oleh komunitas; yakni suksesi itu dikendalikan komunitas
walaupun lingkungan fisik menentukan polanya,laju dri perubahan dan sering menetapkan batas-batas seperti
misalnya berapa jauh perkembangan itu dapat berlangsung.
(3) Masalah itu memuncak dalam ekosistem yang dimantapkan dalam mana biomas maksimum (kandungan
informasi yang tinggi) dan fungsi secara simbiotik antara makhluk dipelihara persatuan arus energi ynag tersedia.
Seluruh urutan komunitas yang menggantikan satu dengan yang lainnya dalam daerah tertentu disebut sere;
komunitas-komunitas yang relatif tidak kekal yang beranekaragam disebut tahap-tahap seral atau tahap-tahap
pembangunan atau tahap-tahap pionir sedangkan sistem terakhir yang dimantapkan disebut klimaks. Pergantian
jenis-jenis dalam sere terjadi sebab populasi-populasi cenderung mengubah lingkungan fisiknya,membuat
keadaan-keadaan yang baik untuk populasi-populasi lainnya sampai keseimbangan antara biotik dan abiotik
tercapai.
Dalam kata “strategi”dari suksesi sebagai proses jangka pendek pada dasarnya sama dengan ‘strategi”
perkembangan secara evolusioner biosfir jangka panjang, misalnya peningkatan kendali dari; atau homeostasis dengan,
lingkungan fisik dari arti tercapainya perlindungan maksimum dari gangguan-gangguannya.Perkembangan ekosistem
mempunyai banyak persamaan dengan biologi perkembangan organisme-organisme dan juga dalam perkembangan
masyarakat manusia.
Pengkajian suksesi secara deskriptif pada bukit-bukit pasir, padang rumput, hutan-hutan, pantai laut, atau
tempat lainnya, serta pandangan-pandangan fungsional yang lebih baru, telah menuntun keteori dasar yang terkandung
didalam takrif yang dikemukakan diatas H.T Odum dan Pinkerton (1955), bardasarkan pada “ hukum energi
maksimum dalam biologi” Lotka (1925), adalah yang pertama-tama menunjukkan bahwa suksesi menyangkut
penggeseran dalam arus-arus energi sambil energi yang ditingkatkan itu disalurkan untuk pemeliharaan.(1963,1968)
baru-baru ini telah mendokumentasikan dasar-dasar bioenergenetik ini.
Ekosistem menyerupai organisme yakni bersifat terbuka, jauh dari keseimbangan sistem termodinamika dalam
lingkungan input dan output, namun okosistem berbeda dari organisme dari cara perkembangannya dan pengontrolnya.
Pendekatan holistik atau holoekonomi terutama penting untuk mengevaklasi penggunaan.hanya dengan cara demikian
ini barang-barang non pasar pendukung kehidupan dan pelayanan terhadap lingkungan alami dapat dengan wajar
dinilai secara efektif dilestarikan.
Ekosistem tempat kita hidup, apapun defenisinya merupakan bagian dari suatu sistem yang jauh lebih besar
dan tergantung kepada sistem besar tersebut untuk mendaur ulang unsur kehidupan kita. Sistem ini merupakan sistem
ekologi yang berinteraksi terdiri atas seluruh udara,air, mineral dan organisme hidup termasuk manusia yang ada
dilapisan luar bumi (biosfer), yang kehidupannya sudah jauh lebih dari 3 milyar tahun yang lalu merupakan tempat
kita berevolusi sebagai spesies.
Istilah suksesi ekologi di darat dikenalkan pertama kali oleh Frederick E. Clement dalam monografi pioner mengenai
suksesi tumbuhan (1916). Suksesi jelas sama nyata untuk yang ada di habitat perairan maupun yang berlangsung di
darat. Walaupun demikian, proses perkembangan komunitas ekosistem perairan dangkal (kolam, danau-danau kecil,
perairan-perairan pantai) biasanya dipersulit oleh masukan yang kuat dari bahan-bahan dan energi yang dapat
mempercepat,menghentikan atau memundurkan kecenderungan yang normal dari perkembangan komunitas.Rantai
makanan menjadi suatu jaring-jaring yang kompleks dalam tahap-tahap matang dengan arus biologi yang terbesar
mengikuti jalan-jalan detritus dan merupakan suatu proses yang akan terjadi dalam sistem.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam sifat-sifat struktural dan fungsional utama dari perkembangan ekosistem
didaftarkan dalam tabel 3-1. Dua puluh empat sifat sistem-sistem ekologi digolong-golongkan menjadi enam
golongan. Kecenderungannya ditegaskan dengan memperbandingkan keadaan perlambangan dini dan kemudian.
Derajat perubahan mutlak, laju perubahan, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai tahap mantap berbeda tidak
hanya dengan keadaan-keadaan iklim dan fisiologi yang berbeda, tetapi juga dengan ciri-ciri ekosistem di dalam
lingkungan fisik yang sama. Di mana data yang baik tersedia, kurva-kurva laju perbedaan biasanya cembung, dengan
perubahan-perubahan yang terjadi kebanyakannya sangat cepat pada permulaannya, tetapi pola-pola bimodal atau
siklik pun dapat juga terjadi.
Tabel 3-1 Model Tabular Suksesi Ekologi: Kecenderungan-kecenderungan yang Diharapkan dalam Perkembangan-Perkembangan Ekosistem-
ekosistem.
Sifat-sifat Ekosistem Tahap-tahap Perkembangan Tahap-tahap Matang
Kegiatan-kegiatan komunitas
1. Produksi kotor/respirasi komunitas (nisbah P/R) lebih besar atau kurang dari 1 Mendekati 1
2. Produksi kotor/biomas tegakan (Nisbah P/B) tinggi Rendah
3. Yang didukung biomas/satuan arus energi (nisbah B/E) rendah Tinggi
4. Produksi komunitas bersih (hasil) tinggi Rendah
5. Rantai makanan linear, perumputan menonjol Jaringan detritus menonjol
Struktur komunitas
6. Bahan organik total kecil Besar
7. Hara anorganik extrabiotik Intrabiotik
8. Keanekaragaman jenis komponen variasi rendah Tinggi
9. Keanekaragaman jenis komponen kewajaran rendah Tinggi
10.Keanekaragaman biokimia rendah Tinggi
11.Stratifikasi dan heterogenitas ruang (keanekaragaman pola) kurang baik Terorganisasi baik
Sejarah hidup
12. Pengkhususan relung lebar Sempit
13. Ukuran organisme kecil Besar
14. Daur hidup pendek, sederhana Panjang, kompleks
Daur Hara
15. Daur mineral terbuka Tertutup
16. Laju pertukaran hara organisme dan lingkungan cepat Lambat
17. Peranan detritus dalam regenerasi hara tidak penting Penting
Tekanan Seleksi
18. Bentuk pertumbuhan pertumbuhan yang cepat Pengendali umpan balik
19. Produksi jumlah Mutu
Homeostatis keseluruhan
20. Simbiosis dalam belum berkembang Berkembang
21. Konservasi hara buruk Baik
22. Kemantapan (tahan terhadap gangguan luas) buruk Baik
23. Entropy tinggi Rendah
24. Informasi rendah Tinggi
pada permulaan berbeda dengan suksesi autotrofik, dalam mana nisbah tadi adalah sebaliknya dalam tahap-tahap
awal. Dalam kedua kasus tadi, teorinya adalah bahwa P/R mendekati 1 sementara suksesi terus berlangsung.
Dengan kata lain, energi yang diikat cenderung diimbangi oleh biaya energi untuk pemeliharaan(yakni, respirasi
komunitas seluruhnya) dalam ekosistem yang matang atau “climacs”. Karenanya nisbah P/R akan merupakan indeks
fungsional yang sangat baik untuk kematangan nisbi dari sistem. Hubungan-hubungan P/R dari sejumlah ekosistem
yang terkenal diperagakan secara grafik dalam gambar 3-1, juga ditunjukkan arah suksesi autotrofik dan
heterotrofiknya.
Selama P melebihi R, bahan organik dan biomas (B) akan tertimbun dalam sistem (Tabel 3-1, butir 6), dengan akibat
bahwa nisbah P/B akan cenderung berkurang atau sebaliknya B/P, B/R, atau nisbah B/E (dimana E = P+R) akan
meningkat (Tabel 3-1, butir 2 dan 3).
Ingat bahwa kebalikan-kebalikan dari nisbah-nisbah ini telah dibahas dalam Bab. 3 dalam segi-fungsi tata tertib
termodinamika. Secara teori jumlah biomas tegakan yang berdiri yang ditopang oleh arus energi yang tersedia (E)
bertambah secara maksimum dalam tahap-tahap matang atau klimaks (Tabel 3-1, butir 3). Sebagai akibatnya produksi
komunitas bersih, atau hasil dari suatu daur setahun-tahunnya adalah besar dalam alam muda dan kecil atau nol dalam
alam yang matang.
batas-batas yang ditentukan oleh masukan-masukan energi yang tersedia dan keadaan fisik dari kehidupan yang
berlaku (tanah, air, iklim, dsb). Sementara pengkajian-pengkajian komunitas biotik semakin rumit.persekutuan
diantara jenis-jenis yang tidak ada hubungannya terutama patut diperhatikan. Dalam banyak kasus, pengendalian-
pengendalian biotik dari kesempatan atau pengembalaan, kepadatan populasi, dan daur hara memberikan mekanisme
umpan balik negatif utama yang membantu kemantapan didalam sistem dengan mencegah terjadinya ayunan-ayunan
yang bersifat melampaui dan merusak.
Tedapat perkiraan dasar bahwa jenis-jenis itu saling bertukaran satu sama lainnya didalam kelandaian suksesi
sebab populasi cenderung mengubah lingkungan fisiknya serta membuat keadaan-keadaannya itu baik untuk populasi
lainnya sampai keseimbangan anatara biotik dan abiotik tercapai. Sejumlah kasus yang sekarang telah dibuktikan
kebenarannya menunjukkan bahwa beberapa jenis tidak hanya membuat keadaan yang tidak baik untuk dirinya
sendiri. Misalnya gulma-gulma setahun pionir awal dari suksesi padang rumput dan lapangan yang ditinggalkan
seringkali menghasilkan antibiotika-antibiotika yang menumpuk didalam tanah dan menghalangi pertumbuhan semai
dalam tahun-tahun berikutnya. Whittaker (1970) telah meninjau kembali pengkajian-pengkajian ini dan apa yang
dikenal dengan sifat kimia dari pengatur-pengatur ini.
Apabila perkembangan mulai di daerah yang sebelumnya belum pernah diduduki oleh suatu komunitas
(misalnya aliran larva), maka prosesnya dikenal sebagai suksesi primer. Apabila perkembangan komunitas
berlangsung dalam daerah yang diduduki komunitas lain (misalnya hutan yang telah ditebang), maka prosesnya
disebut suksesi sekunder. Suksesi sekunder biasanya lebih cepat sebab beberapa makhluk dan benih-benihnya telah
ada, dan daerah yang sebelumnya telah diduduki itu lebih mau menerima perkembangan komunitas daripada yang
steril. Suksesi primer cenderung mulai dari tahap-tahap produktivitas yang lebih rendah daripada suksesi sekunder.
Komunitas-komunitas pionir pada bukit-bukit pasir terdiri dari rumput-rumput, cemara cina dan cherry dan
pohon cottonwood dan binatang-binatang seperti misalnya kumbang, harimau, laba-laba pengali, serta belalang.
Komunitas pioner diikuti oleh komunitas hutan, masing-masing mempunyai populasi-populasi binatang yang berubah-
ubah. Walaupun hal itu mulai pada semacam yang steril dan kering, akhirnya perkembangan komunitas itu akan
menghasilkan hutan beech-maple, yang basah dan dingin berlainan dengan bukit pasir. Tanah yang dalam dan kaya
akan humus, dengan cacing-cacing tanah dan siput-siput, berlainan dengan pasir tempat perkembangannya itu. Jadi,
tumpukan pasir yang mula-mula relatif tidak dapat dihuni akhirnya sama sekali diubah oleh tindakan suksesi
komunitas.
Perubahan-perubahan dalam burung-burung yang berkembang biak sejalan dengan tumbuh-tumbuhan dominan dalam
sukesi sekunder mengikuti pembengkelaian lahan-lahan pertanian pegunungan di Amerika Serikat bagian Tenggara
(Gambar 9-4). Perubahan-perubahan yang paling besar dalam populasi-populasi burung terjadi apabila bentuk hidup
dari tumbuh-tumbuhan dominan berubah (terna, semak, tusam dan tumbuh-tumbuhan kayu keras). Tidak ada satu
jenis tumbuh-tumbuhan atau burung yang mampu hidup dari ujung sere satu ke sere lain. Walaupun tumbuh-
tumbuhan merupakan organisme penting yang menakibatkan perubahan-perubahan, tidak berarti burung merupakan
agen-agen yang sama sekali pasif di dalam komunitas, krena tumbuh-tumbuhan utamaa dari tahap semak dan kayu
keras tergantung pada burung-burung atau binatang lainnya untuk menyebarkan biji-bijiannya ke daerh-derh baru.
Hasil akhir, atau klimaks adalah hutan pasang hickory sebagai pengganti dari hutan beech mple seperti dalam contoh
sebelumnya., disebabkan oleh perbedaan-perbedaan iklim regional. Keever (1950) menunjukkan bahwa bahan organic
dan detritus yang dihasilkan oleh horseweed yang merupakan dominan tahun pertama sangat menghambat
pertumbuhan jenis ini pada tahun kedua, jadi mempercepat penggantian oleh aster-aster. Ringkasnya, sementara iklim
dan faktor-faktor fisik lainnya mengatur atau mengendalikan komposisi komunitas dan menentukan klimaks,
komunitas sendiri memainkan peranan utama dalam menimbulkan suksesi.
Pada tahun 1917 Shants meneliti suksesi yang terjadi di jalan-jalan yang sudah tidak dipakai atau ditinggal
oleh pioner dalam usahanya melintasi padang rumput Amerika bagian Tengah dan Barat. Sementara jenis-jenis
bervariasi secara geografi tetapi berlaku pola yang sama. Pola ini meliputi empat tahap berurutan: 1) tahap gulma
setahun sampai 5 tahun, 2) tahap rumput berumur pendek (3-10 tahun), 3) tahap rumput tahunan (10 – 20 tahun), 4)
tahap rumput klimaks (dicapai dalam 20 samapai 40 tahun). Jadi mulai dari tanah yang dibajak, 20 sampai 40 tahun
yang diperlukan agar alam dapat membangun padang rumput klimaks., waktunya tergantung pada pengaruh yang
membatasi dari kelembaban, penggembalaan, dsb. Satu tahap tahun-tahun kering atau pengrusakan yang berlebih-
lebihan akan menyebabkan suksesi mundur ke arah tahap gulma setahun, berapa jauh kemunduran ini, tergantung
pada kerasnya pengaruh tadi.
Istilah suksesi ekologi di darat dikenalkan pertama kali oleh Frederick E. Clement dalam monografi pioner
mengenai suksesi tumbuhan (1916). Suksesi jelas sama nyata untuk yang ada di habitat perairan maupun yang
berlangsung di darat. Walaupun demikian, proses perkembangan komunitas ekosistem perairan dangkal (kolam,
danau-danau kecil, perairan-perairan pantai) biasanya dipersulit oleh masukan yang kuat dari bahan-bahan dan energi
yang dapat mempercepat,menghentikan atau memundurkan kecenderungan yang normal dari perkembangan
komunitas. Jadi, kolam-kolam kecil yang terbentuk antara bukit-bukit pasir yang terjadi oleh mundurnya Danau
Michigan segera terisi penuh dengan bahan organic dan sedimen dan menjadi substrat pada suksesi darat yang akan
melanjutkan prosesnya. Sifat kompleks perubahan-perubahan demikian itu dapat dilihat pada kolam-kolam dan danau-
danau buatan. Apabila sebuah waduk dibentuk dengan cara mengenai tanah yang subur, atau daerah yng banyak bahan
organiknya, tahap pertama dalam perkembangan adalah tahap ‘remaja” yang sangat produktifyang ditandai oleh
pembusukan yang cepat, kegiatan jsad renik yang tinggi, hara banyak, O2 yang rendah pda dasar, tetpi pertumbuhan
ikan cepat. Apabila daerh aliran cukup baik dilindungi oleh vegetasi yang matang, atau tanah-tanah daerah aliran
kurang atau tidak subur, maka tahap yang dimantapkan itu dapat bertahan untuk beberapa waktu “semacam klimaks”.
Namun erosi dan berbagai masukan hara yang dipercepat manusia biasanya tahap-tahap “tahana peraliran” yang terus-
menerus sampai lembah sungai itu penuh. Kegagalan dalam mengenal sifat dasar dari suksesi ekologi dan hubungan-
hubungan antara aliran dan bendungan mengakibatkan banyak kegagalan dan kekecewaan dalam usaha manusia
mempertahankan ekosistemekosistem buatan itu.
Menurut Margalef (1967), pencemaran akan mengancam keseimbangan perairan laut sehingga mengalami perubahan-
perubahan yang terjadi dalam kelandaian suksesi sbb:
1. Besar rata-rata sel dan jumlah nisbi dari bentuk–bentuk yang bergerak diantara fitoplankton bertambah.
2. Produktifitas, atau laju perbanyakan menurun.
3. Komposisi kimia fitoplankton, seperti yang ditunjukkan oleh pigmen tumbuh- tumbuhanmbuhan, berubah.
4. Komposisi zooplankton beralih dari pemberi-pemberi makan filter yang pasif ke pemburu-pemburu yang
lebih giat.
5. Dalam tahap yang akhir pemindahan keseluruhan energi suksesi dapat lebih lambat tetapi efisiensinya
diperbaiki.
Contoh terakhir, yakni mengenai suksesi heterotrofik dan autotrofik. Suksesi heterotrofik dan autotrofik dapat
digabung dalam model mikroorganisme laboratorium apabila contoh-contoh dari system yang diturunkan
ditambahkan pada media yang diperkaya dengan bahan organic. Suksesi dalam system ini telah dilakukan, dan arus
energinya telah diukur oleh Gorden dkk (1969), sistemnya mula-mula menjadi keruh selama bakteri heterotrofik
remaja dean kemudian berubah menjadi hijau cerah sementara hara dan senyawa-senyawa pertumbuhan (terutama
vitamin thiamin) yang diperlukan oleh alga dilepaskanoleh kegiatan bakteri.
Setiap faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan dari suatu organisme dalam proses perkembangannya disebut
faktor lingkungan. Tumbuhan dan hewan dalam ekosistem merupakan bagian hidup atau komponen biotik,
komponen ini akan menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan tertentu, dalam hal ini tidak ada organisme hidup
yang mampu untuk berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang ada, dan harus ada kondisi
lingkungan tertentu yang berperan terhadapnya dan menentukan kondisi kehidupannya.
Lingkungan mempunyai tiga dimensi ruang dan berkembang sesuai dengan waktu. Ini berarti bahwa lingkungan
adalah tidak mungkin seragam baik dalam arti ruang maupun waktu. Pada dasarnya factor lingkungan alami ini selalu
memperhatikan perbedaan atau perubahan baik secara vertical maupun lateral, dan bila dikaitkan dengan waktu
mereka juga akan bervariasi baik secara harian, bulanan, tahunan, dan musiman. Dengan demikian waktu dan ruang
lebih tepat dikatakan sebagai dimensi dari lingkungan, jadi bukan merupakan factor atau komponen lingkungan.
Untuk memberikan gambaran yang jelas, bagaimana variasi lingkungan di dalam suatu ekosistem, ambillah contoh di
suatu hutan. Secara vertical akibat asana stratifikasi hutan maka akan kita ketahui bahwa terlihat perbedaan yang nyata
adanya gradiasi dari suhu, cahaya, kelembaban, dan lain-lain. Suhu pada permukaan tanah akan berbeda dengan
dengan suhu udara sekitarnya, demikian juga secara vertical baik ke atas maupun ke dalam permukaan tanah akan
terlihat asana gradiasi suhu ini.
Demikian juga secara lateral, meskipun gambarannya tidak sejelas perubahan vertical tadi, akibat perbedaan
stratifikasi dan mungkin topografi berbagai factor lingkungannya akan berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Berbagai cara dilakukan oleh para pakar ekologi dalam pembagian komponen lingkungan ini, salah satunya adalah
pembagian seperti di bawah ini.
a. Faktor iklim, meliputi parameter iklim utama seperti cahaya, suhu, ketersediaan air, dan angin.
b. Faktor tanah, merupakan karakteristika dari tanah seperti nutrisi tanah, reaksi tanah, kadar air tanah, dan
kondisi fisika tanah.
c. Faktor topografi, meliputi pengaruh dari terrain seperti sudut kemiringan lahan, aspek kemiringan lahan dan
ketinggian tempat dari permukaan laut.
d. Faktor biotik, merupakan gambaran dari semua interaksi dari organisme hidup seperti kompetesi, peneduhan,
dan lain-lain.
Cara lain untuk menggambarkan pembagian komponen lingkungan ini seperti yang diungkapkan oleh Billings (1965),
ia membaginya dalam dua komponen utama yaitu komponen fisik atau abiotik dengan komponen hidup atau biotik,
yang kemudian masing-masing komponen dijabarkan lagi dalam berbagai faktor-faktornya. Untuk memahami
pembagian komponen lingkungan dari Billings ini lihatlah tabel berikut ini.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
FAKTOR FISIK/ ABIOTIK FAKTOR HIDUP/ BIOTIK
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Energi Tumbuhan hijau
Radiasi Tumbuhan tidak hijau
Suhu dan Pengurai
Aliran panas Parasit
Ai r
Atmosfer dan Angin Hewan
Api Manusia
Gravitasi
Geologi dan Tanah
---------------------------------------------------------------------------------------------------
kisaran toleransi yang sempit, awalan i r i untuk kisaran toleransi yang luas.
-----------------------------------------------------------------------------
Toleransi sempit Toleransi luas Faktor lingkungan
----------------------------------------------------------------------------
Stenotermal iritermal suhu
Stenohidrik irihidrik air
Stenohalin irihalin salinitas
Stenofagik irifagik makanan
Stenoedafik iriedafik tanah
Stenoesius iriesius seleksi habitat
------------------------------------------------------------------------
Shelford menyatakan bahwa jenis-jenis dengan kisaran toleransi yang luas untuk berbagai faktor lingkungan akan
menyebar secara luas. Ia juga menambahkan bahwa dalam fasa reproduksi dari daur hidupnya faktor-faktor
lingkungan lebih membatasi: biji, telur, embrio mempunyai kisaran yang sempit jika dibandingkan dengan fasa
dewasanya.
Hasil Shelford telah memberikan dorongan dalam kajian berbagai ekologi toleransi. Berbagai percobaan dilakukan di
laboratorium untuk mendapatkan atau menentukan kisaran toleransi dari individu sesuatu jenis makhluk hidup
terhadap berbagai faktor lingkungan. Hasilnya sangat berguna untuk aspek-aspek terapan, seperti menentukan
toleransi jenis terhadap pencemaran air yang sedikit banyak akan memberikan gambaran dalam hal penyebaran
tersebut. Shelford sendiri memberikan penjelasan dalam hukumnya bahwa reaksi suatu organisme terhadap
faktor lingkungan tertentu mempunyai hubungan yang erat dengan kondisi lingkungan lainnya, misalnya apabila nitrat
dalam tanah terbatas jumlahnya maka resistensi rumput terhadap kekeringan akan menurun.
Dengan demikian ia juga sudah memberikan gambaran bahwa adanya kemungkinan yang tidak menyeluruh
hasil penelitian di laboratorium (kondisi buatan) yang memperlihatkan hubungan antara satu faktor lingkungan dengan
organsime hidup. Shelford juga melihat kenyataan bahwa sering organisme hidup, tetumbuhan dan hewan-hewan,
hidup berada pada kondisi yang tidak optimal. Mereka berada dalam kondisi yang tidak optimal ini akibat kompetisi
dengan yang lainnya, sehingga berada pada keadaan yang lebih efektif dalam kehidupannya. Misalnya berbagai
kehidupan tetumbuhan di padang pasir sesungguhnya akan tumbuh lebih baik di tempat yang lembab, tetapi mereka
memilih padang pasir karena adanya keuntungan ekologi yang lebih. Demikian juga dengan anggrek sebenarnya
kondisi optimalnya berada pada keadaan penyinaran yang langsung, tetapi mereka hidup di bawah naungan karena
faktor kelembaban sangat lebih menguntungkan.
ini untuk mendapatkan gambaran yang lebih umum lagi. Hal ini didasarkan kenyataan gambaran yang lebih umum
lagi. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa kehadiran dan keberhasilan dari organisme hidup itu tergantung pada
kondisi-kondisi yang tidak sederhana. Organisme hidup di alam dikontrol tidak hanya oleh suplai materi yang
minimum diperlukannya tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya yang keadaannya kritis. Faktor apapun yang kurang
atau melebihi batas toleransinya mungkin akan merupakan pembatas dalam penyebaran jenis. Memang sulit untuk
menentukan di alam faktor-faktor pembatas ini, karena masalah yang erat kaitannya dengan pemisahan pengaruh
setiap komponen lingkungan secara terpisah di habitatnya. Nilai lebih dari penggabungan konsep faktor pembatas
adalah dalam memberikan pola atau arahan dalam kajian hubungan-hubungan yang kompleks dari faktor lingkungan
ini.
Para pakar ekologi sekarang menyadari bahwa terlalu banyak perhatian ditujukan pada kajian kisaran toleransi dan
faktor-faktor pembatas itu sendiri. Kajian hendaknya diarahkan untuk mempelajari bagaimana tumbuhan dan hewan
berkembang untuk mempelajari bagaimana tumbuhan dan hewan berkembang untuk menguasai habitat tertentu dan
menghasilkan kisaran toleransi terhadap faktor-faktor lingkungan yang sesuai untuk bisa mempertahankan diri. Kajian-
kajian ekologi toleransi yang didasarkan pada pemikiran Liebig dan Shelford pada umumnya tidak menjawab
pertanyaan ekologi mendasar, bagaimana jenis-jenis teradaptasi terhadap beberapa faktor pembatasnya.
Pandangan ekologi yang lebih berkembang adalah memikirkan perkembangan jenis untuk mencapai suatu kehidupan
dengan memperhatikan kisaran toleransi sebagai hasil sampingan dari persyaratan yang dipilih dalam pola
kehidupannya. Pendekatan ini menekankan pentingnya evolusi yang membawa pengertian yang lebih baik hubungan
antara individu suatu jenis dengan habitatnya.
V. HUBUNGAN ANTARA VEGETASI DAN FAKTOR LINGKUNGAN
5.1. Cahaya
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem.
Struktur dan fungsi dari ekosistem utamanya sangat ditentukan oleh radiasi matahari yang sampai di sistem ekologi
tersebut, tetapi radiasi yang berlebihan dapat pula menjadi faktor pembaas, menghancurkan sistem jaringan tertentu.
Ada tiga aspek penting yang perlu dibahas dari faktor cahaya ini, yang erat kaitannya dengan sistem ekologi,
yaitu:
a. Kualitas cahaya atau komposisi panjang gelombang.
b. Intensitas cahaya atau kandungan energi dari cahaya.
c. Lama penyinaran, seperti panjang hari atau jumlah jam cahaya yang bersinar setiap hari.
Variasi dari ketiga parameter tadi akan menentukan berbagai proses fisiologi dan morfologi dari tumbuhan. Memang
pada dasarnya pengaruh dari penyinaran sering berkaitan erat dengan faktor-faktor lainnya seperti suhu dan suplai air,
tetapi pengaruh yang khusus sering merupakan pengendali yang sangat penting dalam lingkungannya.
permukaan bumi. Yang dapat mencapai permukaan bumi ini adalah gelombang-gelombang dengan ukuran 0,3 sampai
10 mikron. Gelombang yang dapat terlihat oleh mata berkisar antara 0,39 sampai 7,60 mikron, sedangkan gelombang
di bawah 0,39 merupakan gelombang pendek dikenal dengan ultraviolet dan gelombang di atas 7,60 mikron
merupakan radiasi gelombang panjang atau infrared/ merah-panjang. Umumnya kualitas cahaya tidak memperlihatkan
perbedaan yang mencolok antara satu tempat denan tempat lainnya, sehingga tidak selalu merupakan faktor ekologi
yang penting. Meskipun demikian telah dipahami adanya respon kehidupan terhadap berbagai panjang gelombang
cahaya ini.
Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada garis lintang yang tinggi matahari berada
pada sudut yang rendah terhadap permukaan bumi dan juga permukaan atmosfer, dengan demikian sinar menembus
lapisan atmosfer yang terpanjang, ini akan mengakibatkan lebih banyak cahaya yang direfleksikan dan dihamburkan
oleh lapisan awan dan pencemar di atmosfer.
Perbedaan musim juga mempengaruhi intensitascahaya di daerah dengan latituda tinggi ini, intyensitas pada
musim panas jauh berbeda dengan intensitas pada musim dingin.
Variasi intensitas cahaya dalam skala besar akan dimodifiksikan lagi oleh faktor topografi. Sudut dan arah kemiringan
akan sangat berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang sampai di permukaan bumi atau ekosisem, hal ini akan lebih
terasa untuk daerah-daerah di garis lintang tinggi, sehingga dapat mengahsilakna perbedaan struktur ekosistem.
5.2. Suhu
Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan baik secara langsung maupun tidka langsung trehadap
organisme hidup. Berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengna mengontrol laju proses-proses
kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan peran tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya
terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga
laju kehilangan air dari organisme hidup.
Sebenarnya sangat sulit untuk memisahkan secara mandiri pengaruh suhu sebagai faktor lingkungan. Misalnya
energi chaya mungkin diubah menjadi energi panas ketika cahaya diabsopsi oleh suatu substansi. Tambahan lagi suhu
sering berperan bersamaan dengna cahaya dan air untuk mengontrol fungsi-fungsi dari organisme.
Relatif mudah untuk mengukur suhu dalam suatu lingkungan tetapi sulit untuk menentukan suhu yang
e. Kemiringan lereng dan garis lintang, kemiringan lereng sebesar 50 dapat mereduksi suhu, sebanding dengan
450 km perjalanan arah ke kutub.
Variasi suatu berdasarkan waktu/ temporal terjadi baik musiman maupun harian, kesemua variasi ini akan
mempengaruhi penyebaran dan fungsi tumbuhan.
sering terjadi di daerah tundra. Tumbuhan yang hidup di daerah iklim dingin sreing mempunyai adaptasi morfologi
untuk tetap bisa hidup. Tumbuhan menjadi kerdil atau merayap untuk mengurangi luka permukaan atau mempunyai
bentuk bantal atau permadani untuk saling melindungi satu bagian dengan bagaian lainnya.
5.2.7. Thermoperiodisma
Thermoperiodisma merupakan jawaban dari tumbuhan terhadap fluktuasi suhu yang bersifat ritmik. Hal ini dapat
terjadi baik secara musim atau harian. Tumbuhan yang biasanya hidup pada tempat-tempat dengna suhu yang
berfluktuasi berkecenderungan akan mengalami gangguan apabila ditumbuhkan pada tempat dengan suhu yang
konstan. Kebanyakan tumbuhan akan tumbuh baik bila suhu lingkungan berubah-ubah. Misalnya, tomat mempunyai
laju pertumbuhan optimum bila berada pada tempat dengan suhu siang 250 C dan suhu malam sekitar 100 C. Fluktuasi
suhu ini menghasilkan keseimbangan optimum antara respirasi dan fotosintesis. Beberapa jenis tumbuhan
memerlukan suhu malam hari di bawah suhu minimum tertentu untuk terjadinya perbungaan. Dan pada beberapa
tumbuhan fluktuasi teratur diperlukan untuk perkecambahan. Thermoperiodisma membatasi penyebaran tumbuhan
baik berdasarkan garis lintang maupun ketinggian tempat.
menentukan panjangnya musim masa pertumbuhan, terutama untuk tumbuhan yang hidup di tropika faktor kesediaan
air, dalam hal ini jumlah dan lamanya hujan, merupakan faktor penentu untuk masa/ musim pertumbuhan ini. Rata-
rata suhu harian dan atau rata-rata suhu bulanan sering dipakai untuk menentukan musim pertumbuhan ini di suatu
tempat. Berbagai metoda dikembangkan untuk menentukan masa/ musim pertumbuhan di daerah garis lintang tinggi,
salah satunya adalah didasarkan pada suhu minimum pertumbuhan.
5.3. Air
Air merupakan faktor lingkungan yang penting, semua organisme hidup memerlukan kehadiran air ini. Perlu
dipahami bahwa jumlah air di sistem bumi kita ini adalah terbatas dan dapat berubah-ubah akibat proses sirkulasinya.
Pengeringan bumi sulit untuk terjadi akibat adanya siklus melalui hujan, aliran air, transpirasi dan evaporasi yang
berlangsung secara terus menerus.
Bagi tumbuhan air adalah penting karena dapat langsung mempengaruhi kehidupannya. Bahkan air sebagai
bagian dari faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perubahan struktur dan organ tumbuhan.
Untuk lebih rinci perhatikan peranan air bagi tumbuhan di bawah ini :
a. Struktur Tumbuhan. Air merupakan bagian terbesar pembentuk jaringan dari semua makhluk hidup (tak
terkecuali tumbuhan). Antara 40% sampai 60% dari berat segar pohon terdiri dari air, dan bagi tumbuhan herba
jumlahnya mungkin akan mencapai 90%. Cairan yang mengisi sel akan mampu menjaga substansi itu untuk
berada dalam keadaan yang tepat untuk berfungsi metabolisma.
b. Sebagai Penunjang. Tumbuhan memerlukan air untuk penunjang jaringan-jaringan yang tidak berkayu.
Apabila sel-sel jaringan ini mempunyai cukup air maka sel-sel ini akan berada dalam keadaan kukuh. Tekanan
yang diciptakan oleh kehadiran air dalam sel disebut tekanan turgor dan sel akan menjadi mengembang, dan
apabila jumlah air tidak memadai maka tekanan turgor berkurang dan isi sel akan mengerut dan terjadilah
plasmolisis.
c. Alat Angkut. Tumbuhan memanfaatkan air sebagai alat untuk mengangkut materi disekitar tubuhnya. Nutrisi
masuk melalaui akar dan bergerak ke bagian tumbuhan lainnya sebagai substansi yang terlarut dalam air.
Demikian juga karbohidrat yang dibentuk di daun diangkut ke jaringan-jaringan lainnya yang tidak
berfotosintesis dengan cara yang sama.
d. Pendingin. Kehilangan air dari tumbuhan oleh transpirasi akan mendinginkan tubuhnya dan menjaga dari
jaringan polisade berkembang lebih baik tetapi sebaliknya dengan bungakarang, sel dan ruang antar sel mengecil
tetapi jaringan lignin membesasr. Kecepatan fotosintesis, tekanan osmosa dan permeabilitas protoplasma meninggi
dan diikuti dengan penurunan viskositas protoplasma, akibatnya perbandingan tepung dan gula menjadi besar,
sehingga secara total tumbuhan menjadi tahan terhadap kelayuan.
Berbagai usaha untuk mengatasi kekurangan air atau mengurangi kebutuhan air bagi tumbuhan:
Memperbaiki keadaan lingkungan
1) menambah jumlah, air dengan irigasi atau mengadakan penahanan terhadap bungaan ari.
2) mengurangi kecepatan evapotranspirasi, dengan cara:
• pengadaan mulsa, menghambat penguapan dari tanah dengan menutupnya oleh dedaunan, ranting, dan
lain-lain.
• menahan kecepatan angin dengan pohon pelindung
• melakukan penjarangan
• menyiangi daun dan bagian tumbuhan lainnya
• membuang tumbuhan gulma
• memberi cairan lilin pada daun
5.3.9. H a l o f i t a
Tumbuhan yang hidup dalam kadar garam yang tinggi, mempunyai mekanisme untuk menerima garam yang masuk
dalam tubuhnya. Halofita harus mampu mengatasi masalah kekeringan fisiologi. Tingginya konsentrasi garam dalam
tanah mungkin menghambat peneyrapan air secara osmosis. Pada rawa pantai halofita berada dalam kekeringan saat
surut, dan pengaruh kekurngan air dapat diimbangi dengan penyimpanaan aiar dalam tubuhnya sehingga bentuk
halofita ini sering memperlihatkan sifat sukulen. Contoh : Acanthus ilicifolius, dan berbagai tumbuhan di rawa bakau.
5.3.10. X e r o f i t a
Merupakan tumbuan yang teradaptasi untuk daerah kering, sangat sedikit jumlahnya dan lebih terkhususkan jika
dibandingkan dengan kelompok lainnya. Xerofita ini dapat dikelompokkan dalam dua subkelompok besar, yaitu
kelompok yang menghindar terhadap kekeringan (xerofita tidak muirni), dan kelompok yang memikul atau menahan
situasi kering (xerofita asli).
Sukulenta.
Merupakan tumbuhan perenial, menghindar dari kekeringan dengan menyimpan sejumlah air dalam jaringannya dan
mereduksi kehilangan air. Air dapat disimpan mungkin di daun seperti pada Agave, di tangkai/ dahan pada Cactaceae
dan Euphorbiaceae, atau di batang pada Bombacaceae. Pada semua sukulenta bentuk morfologinya ini mempunyai
kemampuan untk mengurangi kehilangan air dari tumbuhan akibat transpirasi stomata dan ruang antar sel sangat
sedikit, daun tereduksi dalam ukuran lapisan kutikula yang tebal.
Freatofita.
Sering dikenal dengan tumbuhan penyedot air, karena laju transpirasinya yang tinggi dan mampu menghindar dari
kekeringan karena kemampuannya mencari dan mendapatkan air. Strateginya tidak untuk menjaga air tetapi akar yang
sangat panjang yang mampu mencapai lapisan freatik yang dalam dari air tanah, menyerapnya dengan tekanan
osmotik yang tinggi dari akarnya.
Tahan Kekeringan
Merupakan xerofita sejati, dan biasanya berupa semak yang memperoleh air dari tanah yang relatif kering. Caranya
dengan mengadakan tekanan defisit yang cukup tinggi dalam sel-sel daun dan akar. Biasanya juga mengurangi
transpirasi dengan membentuk daun yang kecil tetapi kuat.
VI. DESKRIPSI DAN ANALISIS VEGETASI
Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat
tumbuh-tumbuhan. Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau
masyarakat tumbuh-tumbuhan:
1. Mempelajari tegakan hutan, yaitu pohon dan permudaannya.
2. Mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi
dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput/alang-alang dan
vegetasi semak belukar.
Dari segi floristis ekologis pengambilan sampling dengan cara “random sampling” hanya mungkin digunakan apabila
lapangan dan vegetasinya homogen, misalnya padang rumput dan hutan tanaman. Pada umumnya untuk keperluan
penelitian ekologi hutan lebih tepat dipakai “systematic sampling”, bahkan “purposive sampling” pun boleh
digunakan pada keadaan tertentu.
Karena titik berat analisis vegetasi terletak pada komposisi spesies, maka dalam menetapkan besarnya atau banyaknya
petak-petak sampling perlu digunakan suatu kurva (lengkung) spesiesnya. Kurva spesies tersebut diperlukan untuk:
1. Luas atau besar minimum suatu petak yang dapat mewakili tegakan.
2. Jumlah minimal petak-petak sampling kecil yang diperlukan agar hasilnya mewakili tegakan.
contoh ini tidak boleh terlalu kecil hingga tidak menggambarkan tegakan yang dipelajari. Ukuran minimum dari suatu
petak tunggal tergantung pada kerapatan tegakan dan banyaknya jenis-jenis pohon yang terdapat. Makin jarang
tegakannya atau makin banyak jenisnya makin besar ukuran petak tunggal yang digunakan. Ukuran minimum ini
ditetapkan dengan menggunakan kurva spesies-area.
Caranya dengan mendata jenis-jenis pohon yang terdapat dalam suatu petak kecil. Ukuran petak ini lalu diperbesar
dua kali dan jenis-jenis pohon yang terdapat didata pula. Pekerjaan ini dilanjutkan sampai saat dimana penambahan
luas petak tidak menyebabkan penambahan yang berarti pada banyaknya jenis. Biasanya, luas minimum ini ditetapkan
dengan dasar: penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 10% atau 5%. Cara
pembuatan petak untuk membuat Luas Minimum Area seperti pada gambar berikut:
Tabel 6.1. Data jumlah jenis dan ukuran petak untuk menentukan luas minimum area
No. Petak Ukuran Petak Spesies Jumlah Spesies Penambahan
Contoh Contoh (m )2 Spesies (%)
Luas minimum ditetapkan pada bagian kurva yang mulai mendatar yaitu seluas 8 m2 keatas.
Kesukaran dalam penggunaan lengkungan area adalah menentukan bagian kurva yang mulai mendatar. Banyak
penelitian di daerah tropika menghasilkan spesies area yang terus naik, karena banyaknya jenis pohon yang terdapat
dalam tegakan. Untuk kebanyakan hutan-hujan tropika petak tunggal seluas 1,5 ha sudah cukup mewakili tegakan.
Berikut hasil penelitian luas minimum area di berbagai tipe hutan dan tempat.
Dari data tersebut untuk luas minimum hutan hujan tropic lebih kurang 3 ha
kuadrat-kuadrat berukuran lebih kecil. Ukuran kuadrat-kuadrat tersebut disesuaikan dengan bentuk morfologis jenis
dan lapisan distribusi vegetasi secara vertikal (stratifikasi). Dalam hal ini Oosting (1956) menyarankan penggunaan
kuadrat berukuran 10 x 10 m untuk lapisan pohon, 4 x 4 m untuk lapisan vegetasi berkayu tingkat bawah
(undergrowth) sampai tinggi 3 m, dan 1 x 1 m untuk vegetasi bawah/lapisan herba. Tetapi umumnya para peneliti
di bidang ekologi hutan membedakan pohon ke dalam beberapa tingkat pertumbuhan, yaitu:
● semai (permudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m),
● pancang (permudaan dengan > 1,5 m sampai pohon muda berdiameter < 10 cm),
● tiang (pohon muda berdiameter 10 sampai 20 cm), dan
pohon dewasa (diameter > 20 cm).
●
Untuk memudahkan pelaksanaannya ukuran kuadrat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan tersebut, yaitu umumya
20 x 20 m (pohon dewasa), 10 x 10 m (tiang), 5 x 5 m (pancang), dan 1 x 1 m atau 2 x 2 m (semai dan tumbuhan
bawah). Dalam metode kuadrat ini, parameter-parameter vegetasi dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut:
Untuk memudahkan proses analisis data, sebaiknya dibuat tally sheet yang memuat kerapatan, cover, diameter atau
basal area dari setiap jenis dalam setiap kuadrat petak contoh (Tabel 6.2), dan dibuat juga tally sheet yang memuat
data parameter vegetasi yang diukur keseluruhan (Tabel 6.3).
Azimuth : Nama cruiser :
Lokasi : Tgl. Pencatatan :
Ukuran kuadrat :
Bentuk pertumbuhan : vegetasi bawah/ semai/ pancang/ tiang/ pohon
Ukuran kuadrat :
Table 6.2. Data lapangan parameter vegetasi dengan metode sampling kuadrat
No Kuadrat Jenis Diameter Kerapatan1) Cover2)
1.
2.
Dst.
1) Untuk semai data kerapatan setiap jenis langsung dicatat karena biasanya diameter individu semai tidak
diukur
2) Untuk vegetasi tingkat bawah seperti rumput, herba dan semak belukar, data kelindungan (coverage)
5m
10 m
20 m
Agar data vegetasi hasil survey memungkinkan, setiap lokasi pohon beserta tajuknya (termasuk pancang, semai, dan
tiang) begitu pula pohon yang masih berdiri atau yang roboh dalam petak contoh, dipetakan. Hal ini akan sangat
berguna untuk mengetahui pola distribusi setiap jenis vegetasi, proporsi gap, menduga luasan tajuk dari diameter, dll.
letaknya tersebar merata. Peletakan petak contoh sebaiknya secara sistematis. Untuk menentukan banyaknya petak
contoh dapat digunakan kurva spesies area. Sebagai ilustrasi pada Gambar 17. disajikan peletakan petak contoh pada
metode petak ganda.
Acak Sistematis
Cara menghitung besarnya nilai kuantitatif vegetasi sama dengan metode tunggal.
Perhitungan besarnya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metode petak tunggal.
6.2.4. Metode kombinasi antara metode jalur dengan metode garis berpetak
Dalam metode ini risalah pohon dilakukan dengan metode jalur dan permudaan dengan metode garis berpetak.
Gambar 20. Desain kombinasi metode jalur dengan metode garis berpetak
c. Mengukur jarak antar pohon (ind tumbuhan) pertama dan kedua. Selain itu parameter-parameter vegetasi yang
diinginkan dapat diukur pada kedua individu tumbuhan tersebut. Untuk memudahkan analisis di lapangan
sebaiknya dibuat tally sheet seperti pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3. Form isian data lapangan pada random point technique
No. titik Jenis Diameter Tinggi Jarak ind 1 Ket.
contoh Ind 1 Ind 2 Ind 1 Ind 2 &2
1.
2.
....
N
INP = KR + DR +FR
e. Pembuatan rekapitulasi hasil analisis data yang diperoleh dengan teknik sampling ini adalah seperti pada Tabel
6.4.
Tabel 6.4. Rekapitulasi hasil analisis data dalam metode berpasangan acak
No. Jenis Σ individu Rata-rata K KR D DR F FR INP
dominansi
1.
....
....
Keterangan :
= jarak ind pohon ke titik pengukuran di setiap kuadran
n = banyaknya pohon
d = rata-rata unit area/ ind, yaitu rata-rata luasan permukaan n tanah yang diokupasi oleh suatu ind tumbuhan.
b)
c)
d)
e) Dominansi suatu jenis (D) = KA x Dominansi rata-rata per jenis
f)
g)
h)
i) INP = KR + FR + DR
(alat a)
Jarum kawat
18 cm (alat b)
Palang kayu kedua untuk
menghilangkan efek paralaks
1m
Gambar 23. Alat kawat (alat a) dan kayu berlobang (alat b) yang digunakan dalam point intercept method
f.
h.
i.
g.
j.
k. INP = KR + FR + DR
B = N x 2,3 m2/ ha
µ
Keterangan:
N = banyaknya pohon dari jenis yang bersangkutan
µ = banyaknya titik-titik pengamatan jenis yang ditemukan
2,3 = factor bidang untuk alat
Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai
organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk bersel satu hingga mahluk bersel banyak; dan tingkat organisasi
kehidupan individu sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem.
Jika G berubah karena suatu hal (mutasi dan lain-lain) atau L berubah maka akan terjadi perubahan di F. Perubahan
inilah yang menyebabkan terjadinya variasi tadi.
Ketiga macam keanekaragaman tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Ketiganya dipandang sebagai
suatu keseluruhan atau totalitas yaitu sebagai keanekaragaman hayati.
• Dengan mengetahui adanya keanekaragaman ekosistem kita dapat mengembangkan sumberdaya hayati
yang cocok dengan ekosistem tertentu sehingga dapat meningkatkan hasil pertanian dan peternakan yang pada
gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
VIII. S U K S E S I
Pada prinsipnya semua bentuk ekosistem akan mengalami perubahan baik struktur maupun fungsinya dalam
perjalanan waktu. Beberapa perubahan mungkin hanya merupakan fluktuasi lokal yang kecil sifatnya, sehingga tidak
memberikan arti yang penting. Perubahan lainnya mungkin sangat besar / kuat sehingga mempengaruhi system secara
keseluruhan.
Kajian perubahan ekosistem dan stabilitasnya memerlukan perhatian yang tidak sederhana. Ini meliputi aspek-aspek
yang sangat luas seperti siklus materi/nutrisi, produktivitas, konsep energi, kaitannya dengan masalah pertanian dan
juga dengan masalah konservasi.
Perubahan ekosistem ini pada dasarnya dapat disebabkan oleh berbagai penyebab utama yaitu :
a. Akibat perubahan iklim
Perubahan atau fluktuasi iklim dalam skala dunia yang meliputi ribuan tahun telah memberikan reaksi penyesuaian
dari ekosistem di dunia ini. Bentuk perubahan ini meliputi perubahan dalam perioda waktu yang lama dari penyebaran
tumbuhan dan juga hewan, yang akhirnya sampai pada bentuk-bentuk ekosistem sekarang.
suksesi sekunder berasal hanya dari suatu kerusakan ekosistem secara tidak menyeluruh atau tidak total
kerusakannya. Misalnya pada daerah pertanian setelah terjadi panenan, juga pada daerah hutan akibat terjadinya
pohon tumbang. Pada suksesi sekunder ini dapat bersifat satu arah atau juga siklik.
c. Perubahan suksesi primer, berlainan dengan suksesi sekunder, pembentukan komunitas tumbuhan pada
suksesi primer ini berasal dari suatu substrat yang sebelumnya tidak pernah mendukung suatu komunitas
tumbuhan. Substrat baru yang terbentuk bisa berasal dari sistem air sebagai hasil dari proses pendangkalan, suksesi
yang terjadi disebut suksesi hidroseres (Clements) atau hidrark (Cooper). Bila substrat baru berasal dari sistem
darat, batuan, pasir, dan sebagainya maka suksesinya disebut suksesi xeroseres atau xerark.
b. Teori Poliklimaks
Beberapa pakar ekologi berpendapat bahwa teori monoklimaks terlalu kaku. Tidak memberikan kemungkinan untuk
mengangkat variasi lokal dalam suatu komunitas tumbuhan.
Dalam tahun 1939 Tansley, seorang pakar botani dari Inggris mengusulkan suatu alternatip yaitu teori poliklimaks,
dengan teori ini memungkinkan untuk mendapat mosaik dari bentuk klimaks dari setiap daerah iklim. Dia menyadari
bahwa komunitas klimaks erat hubungannya dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya yaitu meliputi tanah ;
drainage ; dan berbagai faktor lainnya. Teori poliklimaks mengenal kepentingan dari iklim, tetapi faktor-faktor lain
hendaknya jangan dipandang sebagai suatu faktor yang bersifat temporal.
Teori poliklimaks mempunyai keuntungan yang besar, dalam memandang semua komunitas tumbuhan yang sifatnya
stabil bisa dianggap sebagai bentuk klimaks. Teori poliklimaks ini ternyata pendekatannya tidak bersifat kaku,
sehingga dapat diterima dikalangan pakar secara luas.
pendek. Sere berikutnya menjadi lebih progresif, lebih kompleks dan dikuasai oleh tumbuhan berumur panjang.
3). Suksesi berkulminasi dalam komunitas klimaks, yang paling besar, paling efisien dan komunitas paling
kompleks dari habitat yang mendukungnya. Komunitas klimaks adalah stabil dan mandiri.
4). Suksesi dari habitat yang berbeda dapat mengarah pada komunitas klimaks yang sama. Pemikiran ini
disebut : ”kesamaan akhir” atau equifinality. Jadi baik hidroseres maupun xeroseres akan berkembang menjadi
komunitas klimaks berupa hutan.
5). Faktor penting yang berpengaruh terhadap bentuk komunitas klimaks adalah iklim. Cowles dan Clements
berpendapat bahwa untuk setiap daerah iklim akan mempunyai satu bentuk komunitas klimaks. Pendapat ini
disebut teori monoklomaks (akan dibahas tersendiri). Variasi lokal dari komunitas klimaks akan ditentukan oleh
tanah, drainage sebagai fenomena temporal, dan apabila diberi waktu yang cukup akan berkembang mengarah
ke bentuk klimaks regionalnya.
Teori suksesi tradisional/lama ini sangat kaku, lebih ditekankan pada pola berfikir deduktif dan pembuktian yang
bersifat relatif. Sangat sedikit kasus suksesitelah dikaji secara rinci karena perubahan meliputi waktu yang panjang
dan sulit mengelola penelitian lapangan untuk waktu yang lama ini.
Siklus Nutrisi
- siklus nutrisi terbuka tertutup
- siklus total kecil besar (darat)
kecil (air)
- laju pertukaran
(biotik-abiotik) cepat lambat
- peranan detritus
(regnerasi nutrisi) tidak penting penting
Produktivitas
Produktivitas kotor dari ekosistem meningkat selama suksesi sampai klimaksnya. Peningkatan ini sebanding dengan
keadaan standing cropnya. Prosentase dari produktivitas kotor yang terfiksasi sebagai produktivitas bersih tidak terus
meningkat sampai klimaksnya, hal ini akibat dari beberapa keadaan.
a. Dalam fasa seral awal tumbuhan dominan berkecendrungan untuk menjadi kecil dan berumur pendek. Bentuk
tumbuhan ini, meliputi tumbuhan setahun, produktivitas bersihnya tinggi. Tumbuhnya yang kecil memerlukan
energi yang relatif sedikit untuk pengelolaannya.
b. Dalam fasa seral akhir tumbuhan dominant berkecendrungan besar dan berumur panjang, seperti pohon. Ketika
tumbuh sempurna memerlukan bagian yang besar dari produktivitas kotornya untuk respirasi dalam pengelolaan
tumbuhnya/ Organisma muda berada dalam laju pertumbuhan yang maksimum dan dikarakterisasi oleh penurunan
produktivitas bersih ketika dewasa. Akibatnya tumbuhan besar dan berumur panjang mempunyai perioda
kehidupan dalam keadaan relative tidak produktif. Hal ini terrefleksikan dalam pola produktivitas dari ekosistem
secara keseluruhan.
Efisiensi Ekologi
Teori suksesi lama menyatakan bahwa proses suksesi membawa suatu komunitas untuk mencapai efisiensi konservasi
energi yang maksimum. Energi merupakan sumber pembatas yang ekstrim bagi ekosistem, sehingga sangat logis
apabila orang menduga bahwa kematangan akan tercapai pada saat ketersediaan energi berada dalam keadaan terbaik
untuk bisa dimanfaatkan. Padahal pemikiran ini bertentangan dengan apa yang diketahui tentang pola aliran energi
dan produktivitas.
Telah dinyatakan bahwa dalam suatu suksesi primer, produktivitas kotor dimulai dengan nol dan kemudian
meningkat. Tetapi peningkatannya tidak dapat tanpa batasnya apabila produktivitas bersih menurun sampai mencapai
klimaks. Efisiensi konservasi energi menurun dalam fasa seral akhir.
Penurunan efisiensi ekologi dari suatu ekosistem yang matang adalah fungsi dari pola produktivitas dari
tumbuhan besar, yang hidup dalam komunitas klimaks. Tumbuhan mempunyai adaptasi yang tinggi untuk dapat
tumbuh dengan cepat ketika muda dan peka, apabila telah besar dan mandiri maka rendahnya produktivitas bersih
tidak menjadi masalah lagi.
Struktur Trofik
Fasa seral awal mempunyai rantai makanan yang pendek, dan linier. Kerusakan dapat terjadi dengan mudah, apabila
salah satu mata rantai hilang maka tidak ada alternatif pengaliran lain bagi energi. Begitu pelapisan dari ekosistem
terbetuk dan diversitas jenis meningkat maka struktur trofik menjadi lebih kompleks, dan terbentuk jaring makanan.
Struktur trofik yang lebih kompleks menghasilkan ekosistem yang stabil. Berbagai kemungkinan aliran energi tidak
lagimenjadi masalah apabila salah satu dari mata rantai rusak atau terganggu. Rantai makanan detritus memegang
peranan penting pada ekosistem matang ini.
Perubahan Siklus Nutrisi
Teori lama memperkirakan bahwa suksesi menghasilkan komunitas yang stabil dan siklus materi yang lebih efisien.
Hal ini adalah benar untuk kebanyakan ekosistem daratan, tetapi tidaklah demikian untuk ekosistem perairan. Dalam
setiap proses suksesi jumlah nutrisi yang bersiklus dalam setiap fasa awal adalah kecil. Penimbunan dalam ekosistem
juga kecil. Pertukaran nutrisi antara komponen biotik dan abikotik terjadi cepat karena umur organismanya pendek.
Peranan detritus dalam regenerasi nutrisi kurang penting. Fasa organik dari siklus kurang berkembang, akibatnya
nutrisi dapat bergerak ke dalam dan ke luar dari sistem dengan mudah, maka siklus nutrisinya terbuka.
Meningkatnya biomasa pada fasa seral akhir berarti tingginya jumlah lambat akibat sistem didominanasi oleh
organisma yang berumur panjang. Jumlah nutrisi yang diperlukan pada fasa seral akhir ini besar. Tumbuhan besar dari
komunitas klimaks mempunyai sistem akar yang luar biasa yang sangat efektif dalam menyerap nutrisi. Peranan
detritus dalam regenerasi nutrisi adalah penting. Karakteristika ini berarti bahwa sistem yang matang mempunyai
kemampuan untuk menahan nutrisi untuk waktu yang lama. Fasa organik dari nutrisi adalah berkembang dengan baik
sehingga tidak banyak nutrisi yang dikeluarkan dari perbatasan ekosistem. Siklus nutrisi menjadi lebih bertutup dan
sempurna, hal ini relatif efisien dan keseimbangan akan terbentuk.
Jumlah dan laju siklus nutrisi dalam suksesi di lautan dan danau biasanya menurun sampai klimaks, dengan demikian
sere berakhir dengan kematangan yang miskin hara. Karakteristika ini berkembang sebagai hasil dari pengembalian
nutrisi dari dasar yang tidak efisien. Nutrisi dilepas dari materi organik mati ke dasar perairan dan tidak dikembalikan
Stratifikasi
Sere awal biasanya terdiri dari kelompok-kelompok tumbuhan pendek yang tidak merata penyebarannya dan dengan
pelapisan yang sederhana. Suksesi berjalan terus, tumbuhan yang lebih tinggi membentuk lapisan tambahan dan
terjadi peneduhan. Koloni tumbuhan pertama menyingkir dari keteduhan dan diganti dengan jenis tumbuhan bawah
lainnya yang biasa hidup dibawah naungan perdu dan pohon, suatu formasi hutan klimaks akhirnya terbentuk dengan
stratifikasinya yang kompleks. Untuk hutan tropika misalnya akan dikenal pelapisan dari kanopi pohon, lapisan perdu,
lapisan herba dan lapisan dasar yang terdiri dari lumut.
Pengecualian-pengecualian untuk terbentuknya stratifikasi yang kompleks ini memang bisa juga terjadi, misalnya
pada hutan dengan lapisan kanopi pohon yang kerap dan mengakibatkan energi cahaya tidak memungkinkan untuk
menunjang vegetasi dasar. Fenomena ini dapat diketemukan di hutan alami yang padat atau rapat kanopinya, baik di
tropika maupun di temperata.
Meningkatnya kekomplekanstruktur vertikal dari ekosistem diikuti oleh agregasi spasial dari fungsi diantara lapisan.
Contoh yang baik adalah di hutan, fotosintesis terjadi di lapisan kanopi pohon, penguraian berada di lapisan dasar atau
permukaan tanah, dan batang-batang pohon mengangkut kembali nutrisi ke kanopi. Pelapisan yang sama dari struktur
dan fungsi terjadi selama suksesi di lautan dan danau. Produksi terjadi di lapisan permukaan sedangkan penguraian
lebih banyak terjadi pada dasar perairan. Nutrisi dikembalikan ke permukaan akibat pengadukan oleh arus atau angin.
Dengan demikian, meskipun ada perbedaan dalam pengembalian nutrisi, rupanya untuk semua ekosistem berkembang
pelapisan dari struktur dan fungsi selama suksesi.
Keanekaragaman Jenis
Peningkatan yang cepat dari jumlah jenis merupakan gambaran pada fasa awal suksesi, banyak tumbuhan
berkoloni. Gambaran pertama dari suksesi, peningkatan diversitas jenis cepat, dan fasa berikutnya laju peningkatan
berjalan lambat. Jumlah jenis yang berbeda dalam ekosistem mungkin meningkat terus sampai terbentuknya
komunitas klimaks, tetapi banyak pula terjadi penurunan keanekaragaman sampai akhir dari suksesi.
Penurunan keanekaragaman ini terjadi akibat kompetisi. Tumbuhan yang dominan pada seral akhir besar-besar
dan lebih kompleks sejarah pertumbuhannya tumbuhan pada seral awal. Dengan demikian hasil dari kompetisi tidak
banyak terbentuk ragam dari jenis. Pada suksesi dengan hasil akhir hanya terdiri dari beberapa jenis dominan, seral
intermedier mengandung jumlah yang maksimum.
Keanekaragaman jenis dapat meningkat terus sampai komunitas klimaks, apabila struktur dan energi yang
tersedia mendukungnya. Contoh yang baik di tropika, hutan penghujan tropika mempunyai struktur yang kompleks
dan didominasi berbagai jenis tumbuhan serta disuplai oleh sejumlah energi yang melimpah, berbagai habitat tercipta
dan terpakai sampai terbentuk klimaks.
8.3. Beberapa Permasalahan Konsep Suksesi
a. Stabilitas
Konsep klimaks lama menyatakan secara tidak langsung suatu keadaan keseimbangan dengan lingkungan, terutama
yang dianggap penting adalah faktor iklim. Pendekatan ini adalah lemah, karena iklim seperti diketahui adalah teratur
dan berfluktuasi, terutama di daerah temperata. Dengan demikian akan tidak mungkin untuk suatu vegtasi menjadi
benar-benar sesuai dengan keadaan iklim itu. Lain halnya dengan situasi di daerah katulistiwa, perubahan iklim relatif
tidak banyak terjadi, dengan demikian konsep ini masih bisa diterima. Meskipun demikian untuk daerah ilim yang
relatif stabil inipun keseimbangan komunitas klimaks tidaklah absolut sifatnya, masih terjadi perubahan-perubahan
komposisi jenis akibat adanya migrasi atau perubahan anggota populasi,
Berdasarkan keadaan ini akan lebih realistis untuk menganggap fasa klimaks dari suatu komunitas mencapai
kestabilan yang relatif. Perubahan-perubahan masih tetap akan terjadi berdasarkan arah tertentu, dalam hal itu
mengikuti arah perubahan iklim.
Perbedaan yang penting antara fasa klimaks dengan fasa-fasa sebelumnya dalam laju perubahannya. Dalam fasa seral
laju perubahan adalah cepat, sedangkan dalam fasa klimaks terjadi perubahan minimal.
b. Kemantapan
Kemantapan adalah pusat perhatian pola berfikir konsep lama dalam fasa klimaks. Sangat sedikit komunitas yang
benar-benar terlihat mantap baik struktur maupun komposisi jenisnya. Mereka berkecenderungan menjadi terbatas
atau dibatasi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang kurang menunjang seperti di padang pasir.
Komunitas klimaks umumnya mantap dalam hal strukturnya tetap tidak dalam komposisi jenisnya. Misalnya formasi
hutan luruh berada di suatu daerah untuk ribuan tahun, tetapi campuran dari pohon-pohon dominan dan asosiasi
tumbuhan dasarnya akan berubah merefleksikan perubahan iklim.
Beberapa komunitas klimaks jelas-jelas tidak mantap, mengalami perkembangan siklis. Pohon yang dominan
pada suatu komunitas klimaks sering tidak mampu melakukan regnerasi secara langsung di bawah naungan pohon
induknya. Hal ini disebabkan kondisi tanah yang tercipta tidak cocok untuk anakan pohon tadi, sehingga di bawah
naungan pohon dominan tadi akan tumbuh jenis-jenis pohon lainnya yang termasuk, mungkin, jenis seral. Dengan
demikian akan terjadi perubahan strukture dan komposisi dari komunitas klimaks ini, ada kemungkinan komunitas
klimaks akan berubah menjadi bentuk seral kembali. Tetapi kondisi baru ini akan memungkinan untuk tumbuhnya
anakan pohon yang dominan pada fasa klimaks tadi, maka terjadilah perubahan siklis dalam perjalanan waktu.
menguasai habitat. Dalam pandangan ini, komunitas adalah macam-macam tumbuhan yang didapatkan secara acak
dan cocok terhadap sekitarnya.
Pendapat ini kebenarannya tidak diragukan, ternyata tumbuhan yang masuk dalam suatu daerah akan berubah
sebagaimana kondisi lingkungan berubah, misalnya perubahan kondisi tanah.
Suksesi ekologi nampaknya sebagai hasil dari penyebaran dan pemantapan dari individu-individu tumbuhan. Hal ini
akan lebih mudah untuk difahami bila dikaitkan dengan strategi-strategi secara individual dari jenis-jenis tumbuhan
dalam kelulus hidupannya.
Strategi-strategi ini dapat dibagi dalam dua kelompok utama, yaitu kelompok oportunis yang teradaptasi untuk
menguasai lingkungan yang terbuka dan dalam ekosistem yang masih dalam perkembangannya. Kelompok lainnya
adalah Kelompok keseimbangan yang teradaptasi untuk menguasai kondisi-kondisi ekosistem yang telah matang.
Strategi Oportunis
1). Tumbuhan pionir adalah oportunis, teradapatasi untuk menguasai daerah terbuka, menghasilkan sejumlah
besar biji-biji yang mudah sekali menyebar. Untuk itu mereka harus produktif sekali dan pemanfaatan energinya
ditunjukan untuk penyebaran.
2). Jenis oportunis adalah kecil, hal ini disebebkan produktivitas bersihnya diutamakan untuk produksi biji, juga
bagi mereka tidak diperlukan tumbuh menjadi besar bentuknya. Kompetisi diantara individu tumbuhan adalah
minimal pada daerah yang terbuka inbi, bentuk-bentuk yang tinggi tidak bermanfaat untuk habitat seperti ini.
3). Jenis oportunis berumur pendek, berupa tumbuhan setahun, siklus hidupnya dilengkapi dalam satu musim
pertumbuhan, memungkinkan mereka untuk menyimpan sejumlah energi dalam organ reproduksi dan sebagian dari
padanya diubah untuk menghasilkan tubuhnya. Misalnya menghasilkan umbi, rimpang, dan lain-lain, yang tahan
terhadap perubahan lingkungan.
4). Jenis oportunis adalah generalis, dapat bertoleransi luas terhadap berbagai kondisi lingkungan, terutama
terhadap bentuk tanah, suhu dan kelembapan. Tetapi biasanya memerlukan habitat yang terbuka, dan tidak terlalu
toleran terhadap peneduhan.
Strategi Keseimbangan
1). Jenis keseimbangan merupakan jenis-jenis yang tumbuh pada fasa-fasa akhir dari suksesi dan pada fasa
klimaks. Teradaptasi untuk hidup pada lingkungan yang stabil dan dapat diperkirakan.
2). Jenis keseimbangan dapat bersaing secara efektif melawan jenis lainnya, untuk itu harus merupakan jenis
dominan. Tumbuh tinggi dan berumur panjang, tumbuhan parenial. Jenis keseimbangan ini menyalurkan sebagian
besar dari hasil produktivitas bersihnya untuk membentuk dan mengelola tubuhnya yang besar.
3). Jenis keseimbangan biasanya mempunyai kemampuan yang rendah dalam penyebaran, menghasilkan sedikit
biji yang relatif besar-besar, dengan demikian perluasan daerah penyebarannya lambat.
4). Jenis keseimbangan adalah spesialis, menguasai kondisi lingkungan tertentu. Mereka akan menang dalam
komjpetisi di lingkungan tertentu, tetapi tidak dapat bertoleransi untuk kondisi-kondisi lainnya. Selama suksesi
jenis-jenis oportunis secara bertahap akan diganti oleh jenis-jenis keseimbangan yang lebih lama, mempunyai
dominasi ekologi dan mengusir tumbuhan pionir dengan peneduhannya.
berupa buahnya atau kayunya. Kesemua jenis tanaman ini mempunyai produktivitas bersih yang tinggi dan hidupnya
relatif pendek.
Selama ekosistem pertanian menyerupai fasa seral awal, maka kurang stabil. Dengan demikian komunitas yang tidak
stabil ini harus dikelola oleh manusia, secara ekologi disebut pengelolaan buatan yang bersifat non-alami. Pengelolaan
buatan ini misalnya perumputan, penyemprotan untuk menjaga dari hama dan penyakit, dengan demikian memerlukan
sejumlah subsidi energi. Siklus nutrisi dari komunitas seral, seperti kegiatan pertanian, merupakan siklus yang
terbuka. Dengan demikian kehilangan sejumlah nutrisi yang keluar dari sistem merupakan karakteristikanya,
akibatnya penambahan sejumlah nutrisi kedalam sistem adalah mutlak diperlukan, yaitu berupa pemupukan dan
pemasukan materi lainnya.
Kegiatan pertanian memerlukan lahan-lahan baru, membuka lahan baru ini berarti mengembalikan komunitas
ke fasa awal lagi. Akibatnya tidak saja kehilangan jenis-jenis yang sudah teradaptasi dengan baik terhadap kondisi
lingkungan yang ada, tetapi juga mengganggu siklus nutrisi yang telah dikembangkan oleh sistem secara besar, yang
akhirnya mengganggu kematangan dari komunitas tersebut.
Hutan hujan
Contoh suskesi yang bersifat xerosere diambil dari dua letusan gunung berapi, yaitu dari Gunung Berapi di Hawai
yang diketemukan oleh Doty tahun 1967 dan Atkinson pada tahun 1970, dan Gunung Karakatau yang diketemukan
oleh Richard pada tahun 1964 dan juga sebelumnya oleh van Borsum W tahun 1950.
LAVA
(Tempat terbuka primer)
GANGGANG (ALGAE)
Scytonema sp., Stigonema sp.
5 thn
Berbagai bentuk ekosistem daratan di permukaan bumi ini terjadi sebagai hasil berbagai kemungkinan berinteraksinya
faktor-faktor lingkungan seperti iklim, batuan induk, tanah, serta flora dan fauna . Bentuk ekosistem daratan dapat
dibedakan dalam bentuk Ekosistem-ekosistern Padang Pasir; Tundra; Padang Rurnput ; dan Hutan..
Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan di padang pasir merupakan hasil dari kekurangan satu atau lebih faktor-faktor penting yang
diperlukan untuk hidup. Faktor pembatas yang memungkinkan untuk menunjang kondisi ini adalah kekeringan, suhu
yang ekstrim, adanya substansi toksil, atau kecepatan angin yang tinggi.
Contoh padang pasir yang luas adalah padang pasir panas dan sejuk di zona arid/kering dan padang pasir dingin atau
tundra di daerah dengan garis lintang tinggi di belahan bumi utara.
Lokasi
Daerah dengan kekeringan yang ekstrim biasanya berada di pedalaman continental ataupun dekat pantai barat pada
garis lintang 30 O C dari katulistiwa . Daerah seperti ini meliputi sekitar sepertiga dari permukaan lahan di dunia dan
meliputi tidak saja padang pasir panas tetapi juga padang pasir sejuk dan dingin di Amerika Utara dan Eurasia.
Kondisi Linkungan
a. Hujan. Zona arid menerirna curah hujan tahunan kurang dari 100 mm, dan mempunyai laju evapotranspirasi
tahunan sekitar ll40 mm. Hujan tidak teratur, beberapa bulan bahkan sampai bertahun--tahun berlalu tanpa hujan,
yang kemudian diikuti oleh hujan dan sejumlah besar air hujan ini akan hilang akibat lebat sejumlah besar air
hujan ini akan hilang akibat air larian dan evapotranspirasi ( penguap keringatan ). Pembentuk;an embun
menambah masukan air di beberapa padang pasir.
b. S u h u. Daerah arid ini terkenal dengan perbedaan suhu harian yang besar akibat dari udara yang kering dan
praktis tidak ada awan. Perbedaan suhu malam dan siang hari bisa mencapai 56 O C. Di padang pasir panas suhu
maksimum siang hari bisa mencapai 60 O C. Situasi suhu ekstrim ini akan dipertegas lagi oleh perbedaan musim.
c. Kecepatan Angin. Situasi yang terbuka dan tidak adanya penghalang akan mempertinggi kecepatan angin.
Tenaga hembusan angin yang tinggi menyebabkan kerusakan-kerusakan pada tumbuhan akibat luka yang bersifat
mekanis dan abrasi.
d. Salinitas. Drainase yang dalam merupakan gambaran di berbagai padang pasir. Evaporasi dari permukaan
meninggalkan residu-residu garam yang terakumulasi, dengan demikian salinitas padang pasir sedemikian ekstrim
tingginya untuk daerah yang sangat luas.
e. Iklim Mikro. Keterbatasan-keterbatasan iklim memberikan sedikit kemungkinan untuk termodifikasinya
lingkungan oleh organisme hidup, seperti terciptanya peneduhan oleh pohon tinggi . Dalam situasi seperti ini sangat
kecil variasi dari suhu dan kelembaban , sebagai faktor yang penting dalam menentukan distribusi dari organisme.
Banyak jenis-jenis tumbuhan yang hidup di bawah batu atau bongkahan batu atau retakan tanah yang
memberikan iklim mikro yang cocok.
b. Fotosintesis C4
Proses ini merupakan modifikasi dari metabolisma fotosintesis normal, yang memerlukan konsentrasi karbon dioksida
yang tinggi. Dalam fotosintesis yang normal ( fotosintesis C3 ) karbon dioksida langsung dialirkan ke klorofil yang
akan melekat pada ribulosa di fosfat yang kemudian dikonversikan menjadi asam 3 karbon. Dalam metabolisma C4
penyerapan karbon dioksida dibangun dengan pelekatan pada P-enolpirufat karboksilase yang dikonversikan menjadi
asam 4 karbon. Hal ini memberi kemungkinan fotosintesis berjalan dengan stomata membuka setengahnya maka
transpirasi berkurang.
Untuk melihat bagaimana prinsip perbedaan antara fotosintesis C4 dengan fotosintesis C3, di bawah ini diperlihatkan
diagram yang sederhana sekali.
Dari diagram alir ini terlihat dengan jelas bahwa hasil akhir adalah sama menghasilkan gula dan tepung sebagai bahan
dasar untuk proses metabolisma selanjutnya dalam otrotof.
9.3. Tundra
Lokasi
Tundra berasal dari Finlandia yang berarti daerah terbuka tidak berhutan yang kemudian dipakai untuk
menggambarkan semua bentuk vegetasi yang tidak ada pohonnya pada garis lintang yang tinggi. Tundra ini meliputi
zona antara garis lintang 57 O (diperkirakan sebagai batas pertumbuhan pohon) dengan daerah kutub yang tidak
mempunyai masa pertumbuhan. Tundra paling luas menguasai daerah belahan bumi utara, sebagai akibat tidak adanya
lahan sekitar belahan bumi selatan.
Kondisi Lingkungan
a. Suhu. Minimal 7 bulan dalam setahun mengalami suhu di bawah titik beku.. Suhu rata-rata dari bulan
terdingin bervariasi dari - 10 O C di belahan selatan sampai - 33 O C di belahan utara. Frost atau kebekuan
mungkin terjadi sepanjang tahun. Masa pertumbuhan berjalan berjalan hanya sekitar 2 sampai 3 bulan, dan
suhu rata-rata pada bulan terhangat di bawah 10 O C.
b. Hujan. Curah hujan tahunan adalah rendah, umumnya berkisar antara 300 mm sampai 500 mm dengan
variasinya yang tergantung pada garis lintang dan letak dari pantai. Kebanyakan jatuh sebagai salju dan sangat
efektip karena rendahnya laju evaporasi dan juga rendahnya air larian. Kebanyakan tundra tergenang sepanjang
waktu.
c. Panjang Hari . Pada garis lintang yang tinggi panjang siang sangat bervariasi sepanjang tahun. Dua pertiga
dari zona tundra terus menerus siang pada musim panas dan terus menerus malam pada musim dingin. Laju
penyinaran matahari rendah tetapi sebagian dapat terkompensasi dengan panjang siang di musim pertumbuhan.
d. A n g i n . Tidak adanya penghalang fisik dapat meningkatnya kecepatan angin sehingga hasilnya berupa
hembusan angin yang kuat yang mengakibatkan kerusakan pada vegetasi.
e. P e r m a f r o s t. Kebekuan yang bersifat permanent dari lapisan tanah kedua atau subsoil merupakan
karakteristika dari tundra. Hal ini akan membentuk lapisan yang tidak dapat ditembus oleh sistem perakaran.
f. T a n a h (kerusakan). Akibat proses pembekuan dan pencairan di dalam tanah maka lapisan permukaan
tanah menjadi rusak, hal ini akan mengganggu pertumbuhan akar.
mempunyai penyebaran yang luas. Ke arah selatan tundra berangsur-angsur berubah menjadi hutan konifer dari
zona boreal. Ke utara penutupan vegetasi secara mencolok menjadi merenggang dan berubah menjadi ”feldfield”
dengan minimal 50% lahan terbuka yang kemudian berubah menjadi terbuka sama sekali.
b. Adaptasi
• Morfologi. Bentuk hidup seperti permadani, bantal dan merayap adalah sangat umum, sehingga keadaan ini
menghasilkan daya tahan yang tinggi terhadap hembusan angin yang kuat. Titik-titik pertumbuhan terlindung
oleh cabang dan ranting yang kuat dan kukuh.
• Fisiologi. Banyak tumbuhan tundra yang tahan terhadap dingin. Kepekatan dari cairan sel meningkat untuk
mencegah terhadap kebekuan.
• Reproduksi. Reproduksi dalam satu tahun adalah jarang terjadi sebagai akibat dari masa pertumbuhan yang
pendek. Kebanyakan tumbuhan reproduksinya lebih dari dua tahun/musim dengan tujuan untuk mempunyai
produktivitas bersih yang memadai untuk pembentukan biji. Dalam habitat yang lebih baik tumbuhan
bereproduksi secara vegetatif. Jarang sekali tumbuhan melakukan penyerbukan dengan insekta (entomofili).
Umumnya penyerbukan oleh angin atau penyerbukan sendiri. Berbagai jenis memperlihatkan sifat vivipar, yaitu
biji mulai berkecambah sebelum lepas diri induknya. Kejadian ini sangat menolong keterjaminan daya tahan
dari biji.
Lokasi
Kondisi Lingkungan
a. Hujan. Padang rumput alami tumbuh di daerah setengah lembab/sub humid atau setengah kering/semi-arid,
yang dikarakterisasi oleh rendahnya variabel hujan. Hujan kebanyakan turun dalam musim semi dan awal musim
panas, dengan laju evapotranspirasi potensial tinggi. Kemudian dikombinasikan juga dengan besarnya air larian
yang akan mengurangi keefektifan hujan.
b. Topografi. Formasi padang rumput berasosiasi dengan daerah yang luas dan mempunyai relief permukaan
rendah.
c. Iklim Mikro. Vegetasinya mempunyai bentuk tumbuh yang pendek sehingga struktur pelapisannya sedikit.
Perbaikan iklim terjadi umumnya di dekat permukaan tanah.
berlainan sesuai dengan iklim, terutama hujan. Terdapat tiga bentuk padang rumput yang didasarkan pada tinggi dan
kekayaan vegetasinya.
Di Amerika Utara perubahan terjadi dengan menurunnya curah hujan dari timur ke barat.
a. Prairi sebenarnya, tumbuh dengan tinggi sekitar 2 dan 3 meter. Membentuk suatu hamparan rumput yang
menerus dan dikuasai oleh ”tussock grasses” tumbuh berasosiasi dengan herba-herba seperti ”goldenrod” dan
bunga matahari. Kebanyakan komunitas ini telah hilang menjadi lahan pertanian.
b. Perairi campuran, terjadi di sebelah barat dengan garis lintang sekitar 100o. Komunitas mengandung
rerumputan yang tingginya medium tumbuh mencapai tinggi 1 meter, dan rerumputan yang kerdil dengan tinggi
hanya beberapa sentimeter.
c. Perairi rumput pendek, tumbuh pada daerah yang sangat kering di bagian barat AS. Semua rumput kerdil dan
xerofit. Rerumputan yang berlebihan menjadikan terbukanya komunitas untuk diinvasi oleh semak-semak dari
padang pasair.
Faktor Api
Woodland dapat berdegradasi ke padang rumput diperjelas dengan hadirnya pepohonan yang tahan api, apabila
ekosistem secara periodic terbakar. Berdasarkan hal yang penting inilah diperkirakan asal mulanya padang rumput.
• Api merupakan factor lingkungan penting di savanna dengan sampah-sampah daun yang menumpuk selama
musim kering. Pepohonan yang terdiri dari jenis-jenis tahan api.
• Bukti-bukti arkeologi memperlihatkan bahwa manusia telah memanfaatkan api dalam perburuan dan pertanian
di daerah savanna lebih dari 10.000 tahun yang lalu.
• Bila daerah-daerah savanna dilindungi dari pengaruh api, persentase tumbuhan berkayu dalam komunitas
meningkat nyata.
Kondisi Tanah
• Seringkali api mempengaruhi tanah, terutama populasi cacing tanah dan mikroba. Menurunnya fauna tanah
mengakibatkan perubahan siklus nutrisi dan menurunnya fertilitas.
• Di daerah savanna silika berkecendrungan tercuci dari tanah dan yang tinggal adalah alumunium dan besi.
Situasi ini mengantarkan untuk terbentuknya kerak laterit pada tanah yang akan menghambat pertumbuhan
tumbuhan.
• Daerah padang rumput berasosiasi dengan relief yang rendah. Sedikit terjadinya erosi permukaan pada daerah
datar sehingga pencucian tidak sempurna.
Perumputan
Pada perumputan yang moderat mungkin meningkatkan proporsi pertumbuhan tumbuhan berkayu dengan
berkurangnya kompetisi dari rumput. Bila perumputan intensif maka pepohonan tidak mampu beregenerasi, hanya
tumbuhan berduri yang tahan. Padang rumput alami mempunyai perkembangan yang baik dari hewan-hewan
perumput yang diperkirakan hal inilah merupakan aspek penting dari sistem.
Perubahan Iklim
Beberapa pakar ekologi mengartikan padang rumput sebagai relik dari suatu regim iklim kering baik pada perioda
tertier maupun perioda quaterner. Ekosistem-ekosistem relik ini masih mungkin hadir akibat pembatasan dari api dan
kondisi tanah, dipertegas lagi oleh kegiatan manusia.
9.5. Hutan
Hutan merupakan vegetasi alami yang dominant, dan menutupi sekitar duapertiga dari luas permukaan bumi.
Pepohonan mempunyai toleransi ekologi yang sangat bervariasi dan menempati atau hidup di berbagai iklim. Mereka
mencapai kedominannya akibat ukuran dan hidupnya yang lama. Kanopi dari pohon menentukan kondisi iklim mikro
dari vegetasi di bawah naungannya dan menetukan pola siklus nutrisinya. Kondisi-kondisi ini membebani atau
menentukan organisme-organisme lainnya sepanjang hidupnya, selama pohon berumur lebih panjang daripada bentuk
hidup lainnya.
Hutan merupakan ekosistem yang kompleks dengan potensi untuk membentuk stratifikasi yang tinggi. Umumnya
mempunyai laju produktivitas yang tinggi dan besaran biomasa yang tinggi dalam bentuk tegakan. Formasi-formasi
dari hutan memperlihatkan korelasi yang luas dengan zona dari iklim.
Kondisi Lingkungan
Hutan boreal ini tumbuh di region dingin atau sejuk, beriklim lembab dari pedalaman continental.
a. Curah Hujan. Curah hujan antara (375 – 500) mm/th, umumnya turun sebagai salju. Evaporasi potensial adalah
rendah sehingga hujan adalah sangat efektif.
b. Suhu. Suhu lebih tinggi daripada di tundra. Suhu rata-rata dari bulan-bulan terpanas adalah 10OC. Masa
pertumbuhan berjalan sekitar 3 – 4 bulan. Meskipun total cahaya, penyinaran, rendah. Pada musim panas berhari
panjang akibat berada di garis lintang yang besar. Kadang-kadang ”frost” di musim dingin.
c. Kecepatan Angin. Kecepatan angin menurun akibat kehadiran pepohonan. Di bawah kanopi kelembapan
relative tinggi sehingga kekeringan fisiologi tidak mungkin terjadi.
a. Produktivitas. Produktivitas rendah, sekitar 3000 kcal/m /th, dibandingkan dengan bentuk hutan lainnya, akibat
dari musim pertumbuhan yang pendek dan rendahnya masukan energi. Penutupan vegetasi yang menerus
menghasilkan laju produktivitas yang relatip tinggi untuk iklim seperti itu, karena hutan konifer mempunyai
permukaan yang efektif dalam fotosintesis. Hal ini akibat dari penutupan yang rapat, bentuk pohon yang lonjong
sehingga mencegah saling penutupan/peneduhan, dan warna yang gelap mampu menyerap cahaya.
b. Rantai Makanan. Rantai makanan pendek dan mempunyai sedikit tingkat trofik. Fauna keanekaragamannya
rendah dan mempunyai biomasa yang kecil akibat terbatasnya aliran energi. Produktivitas primer yang erat
kaitannya dengan musim, mengakibatkan terjadinya naik-turunnya populasi berbagai hewan.
c. Siklus Nutrisi. Siklus pendek dan kurang subur, pohon conifer tidak terlalu menyenangi nutrisi. Sampah daun
mempunyai kandungan nutrisi yang rendah. Penguraian di iklim yang sejuk dan lembab utamanya dilakukan oleh
jamur dengan proses yang lambat dan menghasilkan bentuk humus ”mor”. Tegakan yang besar dan berumur
panjang menahan nutrisi dalam materi organic yang cukup lama. Tetapi pohon conifer menjatuhkan daunnya
secaar menerus sehingga secara tetap mengembalikan nutrisi ke system.
d. Tanah. Hutan boreal diasosiasikan dengan tanah podsol, dengan perkembangan horison yang baik. Nutrisi
kurang, keadaan asam dan pergerakan air menembus tanah menyebabkan tercucinya lapisan permukaan tanah.
Redeposisi memungkinkan untuk terbentuknya lapisan keras. Sampah daun menumpuk di permukaan. Fauna tanah
terdiri organisme kecil umumnya dan sedikit yang besar, seperti cacing, laba-laba dan siput.
Kondisi Lingkungan
Hutan luruh temperate menempati daerah tanpa keadaan suhu yang ekstrim, tetapi masih tetap memperlihatkan
musim. Hujan moderat, antara 760 mm – 1500 mm per tahun. Musim pertumbuhan berada sekitar 6 bulan dan
penyinaran lebih besar daripada di daerah boreal. Sebagian besar daerah hutan luruh temperata ini telah dimodifikasi
oleh manusia, sehingga sulit untuk menemukan ekosistem alaminya yang baik.
Kondisi Lingkungan
Menempati region dengan garis lintang rendah dekat katulistiwa.Hujan tahunan melebihi 2000 mm, jatuh sepanjang
tahun, umumnya dengan satu bulan atau lebih dengan perioda relative kering. Suhu dan laju penyinaran adalah tinggi,
dan sangat kecil adanya variasi musim. Kelembaban udara relative sepanjang waktu tinggi.
Fungsi Ekosistem
a. Produktivitas. Potensi pertumbuhan yang menerus di daerah beriklim tropika yang lembab membuat hutan
hujan tropika adalah satu-satunya ekosistem yang paling produktif di dunia ini. Produktivitas primer sekitar 20.000
kcal/m2/th dan mampu menunjang sejumlah besar biomasa hewan.
b. Rantai makanan. Rantai makanan panjang dan sangat kompleks. Organisme terspesialisasi adalah pradominan
karena tingginya laju aliran energi dan adanya kompetisi diantara jenis yang kuat.
c. Siklus Nutrisi. Siklus berjalan cepat dan meliputi sejumlah besar nutrisi. Penguraian terjadi cepat oleh kegiatan
bakteria sehingga sangat sedikit yang tersimpan dalam bentuk sampah dalam system. Pephonan hijau berdaun lebar
memberikan pengembalian nutrisi secara menerus ke tanah.
d. Tanah. Tanah adalah subur pada hutan yang tidak terganggu. Hujan yang lebih dapat mengakibatkan pencucian,
tetapi ini dapat diimbangi dengan tingginya evaporasi. Sekali kanopi hutan hilang maka materi organic dioksidasi
dengan cepat sehingga kesuburan tanah hilang.
dengan cepat.
DAFTAR GAMBAR
Halaman
file:///D|/E-Learning/EKOLOGI%20%20TUMBUHAN/Textbook/DAFTAR%20GAMBAR.htm5/8/2007 2:50:35 PM