Dampak Privatisasi-Jmpk
Dampak Privatisasi-Jmpk
ABSTRAK
Latar Belakang: Pemerintah Daearah DKI Jakarta mengubah status RSUD Pasar Rebo,
Yayasan RS Haji, RS Cengkareng menjadi perseroan terbatas dengan dikeluarkannya
Perda No 13, 14,15 tahun 2004. Perubahan tersebut memicu pro dan kontra hingga
akhirnya Mahkamah Agung membatalkan ketiga Perda tersebut.
Tujuan: Mengetahui dampak privatisasi terhadap equity, efisiensi dan kualitas pelayanan
rumah sakit
Metode: Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi kebijkan
privatisasi ini dan bagaimana dampak rivatisasi rumah sakit terhadap equity, efisiensi dan
kualitas pelayanan rumah sakit.
Hasil : Penelitian ini menunjukkan bahwa privatisasi rumah sakit meningkatkan kualitas
dan effisiensi rumah sakit, namun mengurangi equity and equality pelayanan rumah
sakit.
Kesimpulan: Privatisasi membutuhkan kesiapan seluruh SDM rumah sakit dan kesiapan
pemerintah dalam menjamin pelayanan kesehatan
2.Metodologi
2.1 Pendekatan
2. 2 Strategi Penelitian
Strategi penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus dipilih karena
metode ini kaya informasi, memberikan pencerahan, dan dapat
memanifestasikan fenomena kepentingan yang terjadi diantara elit yang telibat.
2
pasar bebas, kondisi ekonomi sosial, peran elit yang berhubungan dan
mempengaruhi kebijakan privatisasi perumahsakitan di DKI Jakarta.
3
atau tidak terjadi penjualan saham secara bebas. Kelompok ketiga mengatakan
terjadi korporatisasi yaitu pengelolaaan lembaga atau aset negara menjadi seperti
entitas bisnis untuk memberi ruang lebih luas pada otonomi pengelolaan, namun
tidak ada pengalihan kepemilikan.
Bila mengacu pada berbagai batasan yang dikemukakan oleh para ahli,
perbedaan tersebut tak dapat ditepiskan begitu saja. Misalnya saja pandangan
Joseph Stigliz, yang mengartikan privatisasi sebagai lawan dari nasionalisme, dan
itu berarti bahwa yang terjadi adalah proses konversi perusahaan negara menjadi
perusahaan swasta(Joseph Stigliz,1988). Sebuah pandangan yang senada dengan
yang diutarakan Kay dan Thompson tentang privatisasi sebagai “dis-
nasionalisasi”, yaitu penjualan kepemilikan publik dan kontrak melalui franchise
ke perusahaan swasta terhadap produksi barang dan jasa yang dibiayai
negara(Indra Bastian,2002), atau pula Peacock yang mempertegas arti privatisasi
sebagai pemindahan kepemilikan industri dari pemerintah ke sektor swasta
dengan potensi implikasi dominasi kepemilikan saham akan berpidah ke
pemegang saham swasta.
Pemahaman bahwa privatisasi bukanlah sesempit persoalan penjualan atau
pengalihan kepemilikan memang diungkapkan pula oleh beberapa ahli, antara
lain pada pandangan J.A Kay dan D.J Thomson yang menganggap bahwa
privatisasi merupakan cara mengubah hubungan antara pemerintah dan sektor
swasta (J.A Kay dan D.J Thompson). Demikian pula Savas (1987) yang
mengajukan persepektif subtanstif privatisasi sebagai kegiatan mengurangi
peranan pemerintah (state control) dan meningkatkan peran swasta.
Menarik untuk mengacu pada konsep privatisasi yang dikemukakan
Beesley dan Littlechild sebagai “pembentukan perusahaan” atau korporatisasi.
Atas dasar ini dapatlah dikatakan bahwa arah yang ingin dibangun pemerintah
DKI Jakarta adalah privatisasi yang didefinisikan sebagai penjualan perusahaan
negara menjadi milik swasta, namun dapat juga didefinisikan sebagai pengelolaan
pelayanan publik secara swasta. Hal ini akhirnya membuat Menteri Kesehatan
ikut bersuara dan mengambil posisi berlawanan dengan pemerintah DKI Jakarta
setelah permasalahan ini mencuat sebagai isu nasional.
4
Berdasarkan analisis terhadap data dan berbagai konsep privatisasi,
Perubahan RS menjadi RS PT cenderung mengarah pada privatisasi, setidaknya
privatisasi pasif menurut klasifikasi WHO. Privatisasi pasif umumnya terjadi di
negara-negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi cepat sementara permintaan
layanan kesehatan melampaui jumlah dan kualitas layanan yang disediakan
sektor publik- namun terdapat kendala anggaran yang ketat.
Bentuk privatisasi atau bukan, penting untuk merujuk pada asumsi-asumsi
dasar dalam pelaksanaan privatisasi pelayanan kesehatan menurut WHO bahwa
para elit atau pembuat kebijakan seringkali terdorong untuk memprivatisasi sektor
kesehatan karena sejumlah praduga tentang manfaat privatisasi. Dalam kasus
PT RS Pasar Rebo dan RS Cengkareng, tujuan dari perubahan bentuk
kelembagaan menjadi PT sebagaiman tercantum dalam naskah akademik,
memperlihatkan kesamaan dengan asumsi privatisasi menurut versi WHO.
Setidaknya privatisasi negatif pada ukuran manajemen korporatisasi karena
kebijakan tersebut diambil antara lain oleh adanya budget constraint.
5
Sesuai dengan putusan yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung,
maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD Provinsi DKI Jakarta
melakukan pembahasan untuk membatalkan 3 Perda tersebut. Komisi B DPRD
DKI Jakarta, menyesalkan pencabutan Perda Nomor 13,14 dan 15 tahun 2004.
Alasan pencabutan Perda tersebut antara lain adalah kekhawatiran akan
menjadikan rumah sakit berorientasi bisnis dan melepaskan dasar nilai rumah
sakit sebagai lembaga moral dan kemanusiaan.
6
Rata-rata Kunjungan pasaien Gakin setiap tahunnya pada unit rawat jalan
mengalami peningkatan.
Jumlah pasien Gakin yang melakukan rawat inap antara kurun waktu
2004-2006 secara umum tidak terdapat perbedaan berarti, dibanding
dengan pasien umum, Askes, jaminan perusahaan dan lainnya.
Perubahan status RS menjadi PT tidak merubah visi dan misi RS Haji,
meskipun salah satu alasannya karena Rencana Strategik RSHJ yang baru akan
disusun tahun 2008-2013. Kekhawatiran akan gejala komersialisasi muncul
ketika tidak lama setelah penetapan Perda No. 13, 14, 15 tahun 2004, Dinas
Kesehatan DKI Jakarta mengajukan usulan kenaikan tarif kepada DPRD DKI.
7
Tabel 3 Perbandingan Besar Anggaran Bagi Elit Pemerintah
Dan Rakyat Miskin
No. Objek Tahun 2007 Tahun 2008
1. Gubernur, Wakil Rp 120 juta/tahun Rp 180 juta/tahun
Gubernur (Rp 333.000/hari) (Rp 500.000/hari)
2. Anggota DPRD (75 Rp 3,5 M/tahun
orang) (46,6 juta/tahun/orang
3. Rakyat miskin Rp 353.000/tahun
Diolah dari beragam sumber.
Total anggaran yang dialokasikan untuk jaminan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin dan korban bencana pada tahun 2008 adalah sebesar Rp 200
milyar (16,4%APBD) untuk 565,982 jiwa. Anggaran ini diprediksi tidak
mencukupi karena mahalnya biaya obat dan kenaikan jumlah masyarakat miskin.
Tabel 4. Pelayanan Rumah Sakit
RS Pasar RS
RS Haji
Rebo Cengkareng
2005
Jumlah Pasien 1.026 3.459 10.899
Biaya (Rp.) 1.222.868.636 1.331.125.169 8.283.819.000
2006
Jumlah Pasien 2.368 5.792
Biaya (Rp.) 1.200.071.621 5.996.149.221
Tunggakan Pemda DKI
2005 (Rp) 324.888.794 237.012.569 1.743.856.676
2006(Rp) 789.595.721 1.622.413.821
PSO (Public Service
Obligation) 2005 8.154.261.750 17.102.688.913
Diolah dari berbagai sumber
5.2 Efisiensi
Keuntungan perubahan rumah sakit menjadi PT adalah :
8
Tujuan efisiensi rumah sakit tidak mudah diwujudkan, terbukti dengan
adanya :
9
Sengketa ketenagakerjaan antara RSUD Pasar Rebo dengan karyawan yang
memilih opsi mengundurkan diri.
10
Kelambanan negara menyelesaikan permasalahan ini berujung pada usulan
divestasi ketiga rumah sakit tersebut dengan alasan badan usaha yang
bersangkutan tidak menyetor deviden karena buruknya kondisi keuangan.
Permasalahan yang masih menggantung ini menunjukkan lemahnya peran negara
dalam mengatur proses regulasi dan mengartikulasi kepentingan masyarakat
dibandingkan kepentingan minoritas berkuasa. Hal ini menunjukkan bahwa
kebijakan publik tidak selamanya merefleksikan tuntutan massa, tetapi lebih
merupakan preferensi nilai-nilai elit.
Temuan dan analisis data pada studi ini juga dapat secara signifikan
membuktikan konsep C Wright Mills tentang power elites, yang menjelaskan
adanya ada power elite lain di luar the ruling class yang memiliki kekuasaan
untuk menghimpun dan mengatur kekuatan sosial melalui hierarki yang kuat.
hingga akhirnya membatalkan sebuah kebijakan yang telah ditetapkan negara.
DAFTAR PUSTAKA
“Warga Miskin Jakarta Tuntut Status RSUD Dikembalikan,
www.kompas.com, diakses pada tahun 2008
Joseph Stigliz, Economics of The Public Sector (New York : WW
Notrhon, 1988) dalam Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo,
Manajemen Privatisasi BUMN (Jakarta : PT. Elex Media Kompuntindo,
2002)
Indra Bastian, Privatisasi di Indonesia : Teori dan Implementasi (Jakarta :
Salemba Empat, 2002)
J.A Kay dan D.J Thompson, Privatization : A Policy In Search Of
Rationale dalam Economic Journal
E.S Savas, Privatization, The Key to Better Government, 1987, hal 7 dalam
Safri Nugraha, Privatisasi di Berbagai Negara : Pengantar Untuk
Memahami Privatisasi ( Jakarta : Penerbit Lentera Hati, 2002)
Peter C. Smith et. al, Health Policy and Economics: Opportunities and
Challenges ( New York : Open University Press, 2005)
Nagiot Cansalony Tambunan, Dampak kebijakan perseroan terbatas
terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit milik pemerintah (studi kasus
RS Pasar Rebo DKI Jakarta). Tesis, 2006, MPKP FE UI.
11