Jun
Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan: Pendekatan Nilai
guna (utiliti) cardinal dan pendekatan nilai guna ordinal. Dalam pendekatan nilai guna cardinal
dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara
kuantitatif. Dalam pendekatan nilai guna ordinal, Manfaat atau kenikmatan yang diperoleh
masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang tidak dikuantifikasi. Tingkah laku seorang
konsumen untuk memilih barang-barang yang akan memaksimumkan kepuasannya ditunjukkan
dengan bantuan Kurva kepuasan sama yaitu kurva yang menggambarkan gabungan barang yang
akan memberikan nilai guna (kepuasan) yang sama.
Didalam teori ekonomi kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seseorang dari
mengkonsumsikan barang-barang dinamakan nilai guna atau utility. Kalau kepuasan itu semakin
tinggi maka makin tinggilah nilai gunanya atau utilitinya.
Nilai guna dibedakan diantara dua pengertian: nilai guna total dan nilai guna marjinal. Nilai
guna total dapat diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari
mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu. Sedangkan nilai guna marjinal berarti
pertambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai akibat dan pertambahan (atau pengurangan)
penggunaan satu unit barang tertentu.
Hipotesis utama teori nilai guna, atau lebih dikenal sebagai Hukum nilai guna marjinal yang
semakin menurun, menyatakan bahwa tambahan nilai guna yang diperoleh seseorang dari
mengkonsumsikan suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus
menerus menambah konsumsinya ke atas barang tersebut. Pada akhirnya tambahan nilai guna
akan menjadi negatif yaitu apabila konsumsi ke atas barang tersebut ditambah satu unit lagi,
maka nilai guna total akan menjadi semakin sedikit. Pada hakikatnya hipotesis tersebut
menjelaskan bahwa pertambahan yang terus-menerus dalam megkonsumsi suatu barang tidak
secara terus-menerus menambah kepuasan yang dinikmati orang yang mengkonsumsikannya.
Kerumitan yang ditimbulkan untuk menentukan susunan atau komposisi dan jumlah barang yang
akan mewujudkan nilai guna yang maksimum bersumber dari perbedaan harga-harga berbagai
barang. Kalau harga barang adalah bersamaan, nilai guna akan mencapai tingkat yang
maksimum apabila nilai guna marjinal dari setiap barang adalah sama.
Syarat Pemaksimuman Nilai Guna
Dalam keadaan dimana harga-harga berbagai macam barang adalah berbeda. Syarat yang harus
dipenuhi agar barang-barang yang dikonsumsikan akan memberikan nilai guna yang maksimum
adalah: Setiap rupiah yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan berbagai jenis barang akan
memberikan nilai guna marjinal yang sama besarnya.
Dengan menggunakan teori nilai guna dapat diterangkan sebabnya kurva permintaan bersifat
menurun dari kiri atas ke kanan bawah yang menggambarkan bahwa semakin rendah harga suatu
barang, semakin banyak permintaan ke atasnya. Ada 2 faktor yang menyebabkan permintaan
keatas suatu barang berubah apabila harga barang itu mengalami perubahan: Efek penggantian
dan Efek pendapatan.
Efek Penggantian
Perubahan suatu barang mengubah nilai guna marjinal per rupiah dari barang yang mengalami
perubahan harga tersebut. Kalau harga mengalami kenaikan, nilai guna marjinal per rupiah yang
diwujudkan oleh barang tersebut menjadi semakin rendah. Misal, harga barang A bertambah
tinggi, maka sebagai akibatnya sekarang MU barang A/PA menjadi lebih kecil dari semula. Kalau
harga barang-barang lainnya tidak mengalami perubahan lagi maka perbandingan diantara nilai
guna marjinal barang-barang itu dengan harganya (atau nilai guna marjinal per rupiah dan
barang-barang itu) tidak mengalami perubahan. Dengan demikian, untuk barang B misalnya, MU
barang B/PB yang sekarang adalah sama dengan sebelumnya. Berarti sesudah harga barang A
naik, keadaan yang berikut berlaku:
Dalam keadan seperti diatas, nilai guna akan menjadi bertambah banyak (maka kepuasan
konsumen akan menjadi bertambah tinggi) sekiranya konsumen itu membeli lebih banyak barang
B dan mengurangi pembelian barang A. kedaan diatas menunjukkan bahwa kalau harga naik,
permintaan terhadap barang yang mengalami kenaikan harga tersebut akan menjadi semakin
sedikit.
Dengan cara yang sama sekarang tidak susah untuk menunjukkan bahwa penurunan harga
menyebabkan permintaan ke atas barang yang mengalami penurunan harga itu akan menjadi
bertambah banyak. Penurunan harga menyebabkan barang itu mewujudkan nilai guna marjinal
per rupiah yang lebih tinggi daripada nilai guna marjinal per rupiah dari barang-barang lainnya
yang tak berubah harganya. Maka, karena membeli barang tersebut akan memaksimumkan nilai
guna, permintaan ke atas barang tersebut menjadi bertambah banyak apabila harganya bertambah
rendah.
Efek Pendapatan
Kalau pendapatan tidak mengalami perubahan maka kenaikan harga menyebabkan pendapatan
riil menjadi semakin sedikit. Dengan perkataan lain, kemampuan pendapatan yang diterima
untuk membeli barang-barang menjadi bertambah kecil dari sebelumnya. Maka kenaikan harga
menyebabkan konsumen mengurangi jumlah berbagai barang yang dibelinya, termasuk barang
yang mengalami kenaikan harga. Penurunan harga suatu barang menyebabkan pendapatan riil
bertambah, dan ini akan mendorong konsumen menambah jumlah barang yang dibelinya. Akibat
dari perubahan harga kepada pendapatan ini, yang disebut efek pendapatan, lebih memperkuat
lagi efek panggantian didalam mewujudkan kurva permintaan yang menurun dari kiri atas ke
kanan bawah.
Surplus Konsumen
Teori nilai guna dapat pula menerangkan tentang wujudnya kelebihan kepuasan yang dinikmati
oleh para konsumen. Kelebihan kepuasan ini, dalam analisis ekonomi, dikenal sebagai surplus
konsumen. Surplus konsumen pada hakikatnya berarti perbedaan diantara kepuasan yang
diperoleh seseorang didalam mengkonsumsikan sejumlah barang dengan pembayaran yang harus
dibuat untuk memperoleh barang tersebut. Kepuasan yang diperoleh selalu lebih besar daripada
pembayaran yang dibuat.
Contoh: Seorang konsumen pergi ke pasar membeli mangga dan bertekad membeli satu buah
yang cukup besar apabila harganya Rp.1500. Sesampainya dipasar ia mendapati bahwa mangga
yang diinginkannya hanya berharga Rp.1000. jadi, ia dapat memperoleh mangga yang
diinginkannya dengan harga Rp.500 lebih murah daripada harga yang bersedia dibayarkannya.
Nilai Rp.500 ini dinamakan Surplus Konsumen.
Sumber :
rama's Site
Home
Blog
Photos
Dec 12, '08 10:04 PM
TEORI NILAI GUNA ( UTILITY )
for everyone
A. PENDAHULUAN
ramaalessandro
2
Photos
Setiap individu ataupun rumah tangga pasti mempunyai perkiraan tentang
of rama
berapa pendapatanya dalam suatu periode tertentu, misalkan satu tahun. Dan Personal
Message
mereka juga pasti mempunyai suatu gambaran tentang barang - barang atau
RSS Feed
jasa - jasa apa saja yang akan mereka beli. Tugas setiap rumah tangga adalah [?]
Report
bagaimana mereka bisa memaksimalkan pendapatan mereka yang terbatas Abuse
untuk mendapatkan dan memenuhi semua kebutuhan sehingga bisa mencapai
kesejahteraan. Tapi ternyata hampir tidak satupun individu atau rumah
tangga yang berhasil dalam tugasnya tersebut. Sampai pada tingkat tertentu,
kegagalan tersebut disebabkan oleh adanya keterangan - keterangan yang
tidak tepat dan ada juga alasan - alasan lain seperti pembelian - pembelian
secara impulsif.
Secara historis, teori nilai guna (utility) merupakan teori yang terlebih dahulu
dikembangkan untuk menerangkan kelakuan individu dalam memilih barang-
barang yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Dapat dilihat bahwa analisis
tersebut telah memberi gambaran yang cukup jelas tentang prinsip-prinsip
pemaksimuman kepuasan yang dilakukan oleh orang-orang yang berfikir
secara rasional dalam memilih berbagai barang keperluannya. Disini kita
juga akan mempelajari bagaimana suatu barang bisa memmberikan
kenikmatan terhadap individu dan bagaimana barang itu akhirnya sama
sekali tidak bisa memberikan kenikmatan terhadap seseorang.
Sebelum kita mempelajari tentang tingkah laku konsumen lebih lanjut, ada
baiknya kita mengetahui beberapa anggapan - anggapan sederhana yang
biasa menjadi patokan untuk menganalisa pembentukan garis permintaan
dari suatu barang secara lebih tepat, tanpa menyimpang dari realitas
ekonomi.
2. Setiap konsumen dianggap tahu macam barang dan jasa yang tersedia di
pasar, kapasitasteknis masing - masing barang dan jasa dalam memenuhi
kebutuhan konsumen dan tingkat harga masing - masing.
3. Konsumen dianggap tahu secara pasti mengenai jumlah uang yang akan
dibelanjakanya selama periode perencanaan tertentu.
Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan
yaitu:
Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal atau sering disebut dengan teori
nilai subyektif : dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang
konsumen dapat dinyatakan secara kuantitif / dapat diukur, dimana
keseimbangan konsumen dalam memaksimumkan kepuasan atas konsumsi
berbagai macam barang, dilihat dari seberapa besar uang yang dikeluarkan
untuk membeli unit tambahan dari berbagai jenis barang akan memberikan
nilai guna marginal yang sama besarnya. Oleh karena itu keseimbangan
konsumen dapat dicari dengan pendekatan kuantitatif.
Para ahli ekonomi mempercayai bahwa utility merupakan ukuran
kebahagian. Utility dianggap bahwa ukuraan kemampauan barang / jasa
untuk memuaskan kabutuhan. Besar kecilnya utility yang dicapai konsumen
tergantung dari jenis barang atau jasa dan jumlah barang atau jasa yang
dikonsumsi. Sehingga dapat ditunjukan oleh fungsi sebagai berikut :
Besar kecilnya kepuasan yang diperoleh konsumen tergantung pada jenis dan
jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi.
Pendekatan nilai guna ordinal atau sering juga disebut analisis Kurva
indeference : manfaat yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan
barang-barang tidak kuantitif / tidak dapat diukur.
1. " Nilai Guna Keputusan ( Decision Utility )" yang berhubungan dengan
Tindakan pembelian ( action of Purchasing ) ". Dalam tindakan pembelian
konsumen membeli beberapa barang pada waktu yang bersamaan. dan
sebelum melakukan pembelian konsumen harus memutuskan barang yang
mana yang akan dia beli.
MUx =
MU = Marginal Utility
U = utility
Contoh ;
Surplus konsumen terjadi jika harga yang dibayarkan oleh konsumen
terhadap suatu barang lebih tinggi dari harga pasarnya. Surplus konsumen
akan terus naik jika konsumen terus membeli produk sampai unit tertentu dan
menghentikannya, karena jika diteruskan konsumen tidak akan mendapatkan
surplus lagi.
MU.Barang A = MU Barang B
P.A = P.B
P= price
MU = marginal utility
4. Efek Penggantian
5. Efek pendapatan
Efek pendapatan terjadi dari berubahnya harga suatu barang (naik atau
turun). Jika harga barang X naik, maka tambahan kepuasan dari
mengkonsumsi satu unit barang tersebut menjadi turun per harga barangnya.
Hal ini menyebabkan turunnya permintaan akan barang X. Sebaliknya jika
harga barang Y turun, maka tambahan kepuasan dari mengkonsumsi satu unit
barang tersebut menjadi naik per harganya, sehingga permintaan akan barang
Y naik.
6. Keseimabngan konsumen
M = Qx . Px + Qy . Py
U = f (Qx, Qy)
Q = jumlah barang yang dikonsumsi
P = harga barang
U = total Utility
M = Kepuasan Maksimal
Contoh :
Qx MUx MUy
1 16 11
2 14 10
3 12 9
4 10 8
5 8 7
6 6 6
7 4 5
8 2 4
Kondisi 1
Px = Rp 2,00
Py = Rp 1,00
M = Rp 12,00
Kondisi keseimbangan :
M = Qx . Px + Qy . Py
= ( 2 x 3 ) + ( 1 x 6)
= 12
Kondisi 2
Px = Rp 1,00
Py = Rp 1,00
M = Rp 12,00
Kondisi keseimbangan :
M = Qx . Px + Qy . Py
= ( 1 x 6 ) + ( 1 x 6)
= 12
Dari kedua kondisi ini kita dapat menurunkan kurva peermintaan barang X,
karena kalau kita perhatikan kondisi 1 dan 2 yang berbeda hanya harga X
sementara yang lain tetap. Pada kondisi 1 harga barang X adalah Rp 2,00 per
unit dan jumlah X yang dibeli adalah 3. pada kondisi kedua harga X turun
menjadi Rp. 1.00 dan jumlah X yang dibeli adalah 6 unit pada keseimbangan
konsumen . maka kalau kedua kondisi keseimbangn ini digambarkan , sbb :
Kurva permintaan suatu barang dapat diturunkan dengan mencari 2 titik
keseimbangan konsumen dimana yang berubah hanya harga barang tersebut ,
sedangkan hal – hal yang lain tetap.
jika jangka waktu konsumsi cukup lama maka ingatan konsumen harus
bekerja lebih keras untuk membangkitkan pengalaman yang lalu. kemudian
konsumen akan dapat menikmati konsumsi berikutnya. karena jangka waktu
berkurang, konsumen akan merasakan kebosanan pada barang yang sama.
Memori yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama diperlukan antara
konsumsi untuk barang yang sama. Pembuktian fakta ini, adalah bentuk
kebiasaan yang lebih kuat antara orang dewasa dan anak - anak. Dua
kelompok ini dapat mengkonsumsi barang yang sama , atau melakukan hal
yang sama tapi mengalami kebosanan setelah jangka waktu yang berbeda,
yaitu orang dewasa lebih cepat bosan daripada anak- anak.
3. Kualitas Barang
Kebiasaan abadi bisa berubah menjadi kebiasaan sesaat jika dia melakukan
kesalahan dengan mengkonsumsi barang tersebut terlalu banyak dalam jangka
waktu yang singkat. begitu pula kebiasaan sesaat bisa menjadi Kebiasaan
abadi jika dia berusaha menggunakanya dengan semestinya . Dengan kata lain
klasifikasi mungkin saja berubah setiap saat . Tapi secara sederhan kita bisa
menyimpulkan bahwa jangka waktu antara konsumsi barang yang sama
adalah tetap. Dengan begitu kita bisa memahami dinamika Preferensi.
Kebanyakan rangsangan ini kita dapatkan lebih dari satu hari. rangsangan ini
bukan berasal dari belanja tapi bisa jadi dari pekerjaan, kita sendiri, dari
teman keluarga dan lain-lain. Tapi untuk sekarang dan akan datang kita juga
mendapatkan rangsangan dari koran, buku baru, kaos baru dan sesuatu yang
kita beli.
Tidak ada yang abadi. Tidak ada sebuah barang didunia ini yang kekal.
Meskipun mungkin saja ada barang yang awet.. lalu apa saja yang membuat
nilai guna dari suatu barang berakhir ?
Ada beberapa barang yang bisa dinikmati dalam waktu singkat. jika
konsumen suka maka dia akan membelinya lagi. Ada juga barang setengah
awet dan barang awet, nilai guna pengalaman akan meluas seiring
bertambahnya waktu. ketika konsumen membeli mobil, meja dan
menikmatinya selama bertahun - tahun. pada dasarnya barang-barang ini tidak
termasuk dalam daftar belanjaan biasa.
Nilai guna positif yang didapat dari barang setengah awet dan barang awet
berati bahwa konsumen memiliki kebiasaan abadi pada barang tersebut.
Sebagai contoh, Sebuah meja bisa meberikan nilai guna positif karena bisa
digunakan untuk duduk ketika sedang makan, membaca atau bekerja. jika
kemampuan meja tersebut untuk membangkitkan kebiasaan tersebut berakhir
karena rusak, berarti untuk memenuhi kebiasaan tersebut kita harus membeli
meja baru. Dengan kebutuhan untuk membeli meja baru tersebut seorang
konsumen mempengaruhi Ekonomi. Penyebab pembelian meja tersebut
adalah kebiasaan konsumen untuk mendapatkan nilai guna dari sebuah meja.
Seberapa cepat seorang konsumen menjadi bosan dengan barang memiliki
dampak langsung terhadap ekonomi. Penurunan secara terus menerus pada
jarak antar konsumsi menghasilkan peningkatan pengeluaran pada konsumsi
dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Daya tahan dan keawetan mungkin ditentukan sang produsen. ini juga
mempengaruhi pertumbuhan. Jadi cara untuk membuat Permintaan tetap,
bukan dengan membuat barang yang sangat awet. Kita mabil contoh
Handphone, beberapa orang sekarang mungkin membuktikan bahwa
permintaan telah terpenuhi. tapi berapa lama sih masa hidup sebuah HP ?
kebanyakan empat sampai 5 tahun. Masih menjadi misteri mengapa tidak ada
satu saja perusahaan yang membuat ponsel lebih tahan banting malah
kebanyakan membuat ponsel dengan menambahkan banyak fitur. Ini
membuktikan kalau pembuat ponsel mencoba menghindari berkurangnya
permintaan pasar terhadap ponsel karena ponsel terlalu awet.
Sekarang kita beralih dari satu orang konsumen kepada konsumsi sebuah
negara. Anggap saja konsumen selalu stabil dalam penggantian barang ( misal
, mereka mengganti meja tiap sepuluh taun atau berapapun tapi konstan pada
tiap konsumen). kita anggap juga daya tahan barang rata - rata sama., harga
barang sama dan pendapatan konsumen juga sama. konsumen hanya bisa
memutuskan berapa banyak mereka ingin beli dan berapa banyak mereka
ingin tabung. Jika kita bisa mendapatkan semua konsumen berada pada situasi
ini, Berarti tidak ada lagi kemungkinan pilihan lain selain peningkatan
pertumbuhan yang tidak berasal dari generasi dengan kebiasaan baru. Maka
produsen akan mencoba untuk menemukan sesuatu tanpa tujuan awal
produksi “ menghasilkan banyak dengan input seedikit”. Tapi dengan tujuan
meyakinkan konsumen yang benar-benar butuh barang baru. Hanya jika
konsumen mumutuskan untuk membeli lebih banyak barang, GDP akan
meningkat. Ini membuktikan bahwa perubahan kualitas barang juga akan
mempengaruhi peningkatan GDP, tapi jika peningkatan kualitas tanpa diikuti
peningkatan harga maka GDPnya akan sama.
Di dalam membuat Urutan preferensi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
:
1. Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan
yaitu:
Marginal Utility
Total Utility
5. Nilai Guna pada barang yang sama, dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu :
Kecanduan
Kebiasaan abadi / kekal
Kebiasaan sesaat
Mencari kenikmatan baru
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih Sri, “Ekonomi Mikro”, BPFE Yogyakarta 1999
reply share
Sponsored Links
UNIVERSE MASTER (LAMPU READY STOCK BAGS (ALL
PROYEKSI) - RESELLER UNDER 225 RB NIH ^O^)
WELCOME Take a look at our NEW READY
UNIVERSE MASTER ini STOCK album beib...U can find
memancarkan proyeksi various type of PG bags
planet2 yang mengelilingi ORIGINAL which is always
matahari, sangat indah super cool and stylish ^^ with
ditambah bisa berotasi an affordable price but with
membuat kita serasa melihat
perputaran tata surya....
1 Comment
reply
Add a Comment
U2FsdGVkX1.AD reply 1
reply 2461:U2FsdGVkX
submitted
© 2011 Multiply · English · About · Blog · Terms · Privacy · Corporate · Advertise · Translate · API · Contact
· Help