Anda di halaman 1dari 30

ALUR DAN PENOKOHAN DALAM DRAMA “KALI CILIWUNG”

KARYA MOCH. NUSJAHID P.

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Telaah Naskah Drama Jawa

Dosen Pengampu : Drs. A. Indratmo, M.Hum

Oleh :

Herwening Roro K
C0107007

SASTRA DAERAH
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN

A. Drama
1. Pengertian Drama
Kata “drama” berasal dari “draien” (Yunani) yang diturunkan dari “draomai”
yang berarti ‘berbuat’, ‘bertindak’, ‘beraksi’. Adapun drama sendiri adalah: hidup
yang dilukiskan dengan gerak; kualitas komunikasi, situasi, aksi yang menimbulkan
perhatian, kehebatan, dan ketegangan pada pendengar/penonton; ragam sastra dalam
bentuk dialog yang dimaksudkan untuk dipertunjukkan di atas pentas; cerita konflik
manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan
percakapan dan gerak atau lakuan di hadapan penonton.

2. Jenis Drama
a. Berdasarkan Jalinan Perasaan
1) Komedi
Komedi yakni drama atau cara bermain yang mengundang tawa, karena adanya
kepincangan, kelucuan, dan pertentangan yang menggelikan antara tokoh, watak,
kejadian, ujaran.

2) Tragedi
Tragedi yakni dimana tokoh utamanya melawan kekuatan dahsyat sehingga
berakhir tragis, kadang bersifat magis.

b. Berdasarkan Tujuan
1) Drama Baca
Drama yang dimaksudkan hanya untuk dibaca, tidak untuk dipentaskan.

2) Drama Pentas
Drama yang memang diciptakan untuk dipentaskan. Drama ini di samping
memiliki aspek literer juga memiliki aspek teateral.

c. Berdasarkan Media Pementasannya


1) Drama panggung
Drama yang dipentaskan di panggung. Merupakan tontonan langsung, bersifat
tiga dimensional: lihatan, dengaran, dan rabaan. Penonton bebas menentukan dari
sudut mana ia melihat para pemain.

2) Drama Radio
Drama yang disiarkan melalui radio. Penonton tidak berhadapan dengan pemain,
bersifat monodimensional: dengaran (audirif) shg sangat mengandalkan suara
untuk membangun imajinasi pendengar. Perwatakan tokoh, movement, latar harus
diproyeksikan melalui suara. Mood dan texture suara menentukan watak tokoh.
Sound-effect untuk latar.

3) Drama Televisi/Sinetron
Drama yang disiarkan melalui televisi. Penonton tidak berhadapan langsung
dengan pemain, bersifat dua dimensional: lihatan dan dengaran (audio-visual).
Sudut pandang penonton dibatasi oleh sudut pandang kamera (angel). Artistik
ditentukan oleh Juru kamera, editor, di samping permainan para aktor.

4) Film
Film disini maksudnya mirip dengan drama televisi, hanya medianya layar.

B. Alur
1. Pengertian Alur

Seorang pengarang dalam menggerakkan cerita tentu dengan jalan


mengalirkan kisah itu melalui peristiwa demi peristiwa, sehingga jalan cerita dapat
dimengerti oleh pembacanya. Jalan cerita tersebut layaknya disebut alur. Lebih
jelasnya alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa
sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pengarang dalam suatu
cerita.

2. Jenis Alur

a. Alur Lurus atau Progresif


Apabila peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis atau runtut.
Cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik),
tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian). Alur progresif
biasanya menunjukkan kesederhanaan dalam penceritaan, tidak berbelit-belit, dan
mudah diikuti. Ini merupakan alur yang paling dominan digunakan dalam karya fiksi.

b. Alur Sorot Balik atau Flash-Back


Disebut juga alur regresif, yakni urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya
fiksi tidak bersifat kronologis. Cerita dimungkinkan dimulai dari tahap tengah atau
akhir baru kemudian tahap awal cerita. Teknik pembalikan cerita dapat dilakukan
melalui perenungan, penuturan kepada tokoh lain secara lisan maupun tertulis
maupun penceritaan masa lalu tokoh lain.

c. Alur Campuran
Apabila dalam sebuah karya fiksi terdapat dua macam alur, yaitu progresif-
regresif. Kedua alur tersebut digunakan secara bergantian. Menurut Suharianto dalam
Meiga kedua alur yang digunakan dijalin dalam kesatuan yangpadu sehingga tidak
menimbulkan kesan adanya sebuah cerita atau peristiwa yang terpisah baik waktu
maupun kejadiannya. (2007:20)

2. Bagian-Bagian Alur
Alur drama disajikan dalam urutan babak dan adegan.
a. Babak
Babak adalah bagian terbesar dari drama. Pergantian babak bisa ditandai
dengan layar yang turun, atau lighting sejenak dimatikan. Pergantian babak biasanya
menandai pergantian latar (di panggung pergantian properti), baik latar waktu, atau
latar tempat/ruang, atau keduanya.

b. Adegan
Adegan adalah bagian dari babak. Satu babak dapat terdiri atas beberapa
adegan. Sebuah adegan hanya menggambarkan satu suasana. Pergantian adegan tidak
selalu disertai pergantian latar.

3. Struktur Alur
Secara sederhana alur drama harus memiliki:
a. Bagian pembuka: eksposisi
Tahapan ini mengi-sahkan tentang kejadian yang telah terjadi dan yang sedang
terjadi. Agar penikmat tidak merasa ahistoris dengan cerita yang sedang disajikan
b. Komplikasi
Tahap ini adala awal mula ketegangan dihadirkan. ketegangan akan menaik,
lambat atau cepat menjadi keras.
c. Klimaks
Tahap ini adalah dimana tegangan tikaian atau konflik mencapai puncaknya.
d. Resolusi
Konflik telah memperoleh peleraian. Tegangan akibat terjadinya konflik mulai
menurun.
e. Keputusan
Penyelesaian (catastrophe: tragedi, denoument: komedi)

C. Penokohan
1. Pengertian Penokohan
Karakter atau penokohan adalah proses penampilan tokoh sebagai pembawa
peran sifat-sifat pribadi atau watak dalam pentas drama. Karakter merupakan bahan
paling aktif yang menggerakkan jalan cerita. Bila alur bercerita tentang peristiwa
yang terjadi, maka karakter bercerita tentang alasan peristiwa terjadi. Jadi yang
menggerakkan peristiwa adalah karakter
2. Analisis Penokohan
Analisis dalam penokohan atau karakter meliputi karakterisasi dan klasifikasi
karakter.
a. Karakterisasi
Meski karakter adalah tokoh rekaan (dramatic personae) tetapi haruslah
melukiskan orang yang hidup. Maka karakter harus tampil secara utuh, berpribadi,
berwatak. Karakter disebut utuh jika memiliki karakteristik tiga dimensional:
1) Dimensi Fisiologis
ciri-ciri badani, seperti usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri-ciri muka, dll.
2) Dimensi Sosiologis
atar belakang kemasyarakatan, seperti status sosial, pekerjaan, jabatan, peran
dalam masyarakat, pendidikan, kehidupan pribadi, pandangan hidup,
kepercayaan/agama, ideologi, aktivitas sosial, organisasi, hobi, suku, bangsa,
keturunan.
3) Dimensi Psikologis
latar belakang kejiwaan, seperti mentalitas, ukuran moral, temperamen, keinginan
perasaan pribadi, sikap, kelakuan, tingkat kecerdasan, keahlian.

Dalam melukiskan watak karakter pengarang dapat menggunakan dua cara:


a. Secara Eksplisit
Melalui komentar pelaku lain, melalui monolog tokoh yang bersangkutan, dan
melalui petunjuk teks samping
b. Secara Implisit
Melalui tindakan/perbuatan tokoh yang bersangkutan, melalui cara dan gaya
bicaranya, melalui pikiran, perasaan atau kehendaknya, melalui hal-hal yang
dibicarakan, dipikirkan, melalui penampilan fisiknya

b. Klasifikasi Karakter
Berdasarkan keharusan psikis:
1) Protagonis
Peran utama, pahlawan, pusat cerita, pembawa moral cerita.
2) Antagonis
Peran lawan, musuh/penghalang protagonis yang menyebabkan konflik.
3) Tritagonis
Peran penengah, pelerai, atau pengantara protagonis dan antagonis
4) Peran Pembantu
Secara langsung tidak terlibat dalam konflik tetapi diperlukan untuk
menyelesaikan cerita.

Berdasarkan watak dasar:


1) Tokoh baik: berwatak baik
2) Tokoh durjana: berwatak jahat

Protagonis dan antagonis bersama-sama sering disebut tokoh sentral atau


karakter mayor. Tritagonis dan peran pembantu disebut tokoh bawahan atau karakter
minor. Klasifikasi protagonis melawan antagonis berdasarkan pada hakikat drama,
yakni konflik. Di dalam drama terdapat konflik utama atau mayor yang mana
merupakan penjabaran tema; dan konflik minor yang merupakan teknik karakterisasi.
Konflik sendiri bisa terjadi antara :
1) 1 manusia X 1 manusia: 1 prota & 1 antagonis
2) Manusia X 2/beberapa manusia: 1 prota & 2/beberapa antagonis
3) Beberapa manusia X 1 manusia: kelompok protagonis & 1 antagonis
4) Beberapa manusia X beberapa manusia: kelompok protagonis & kelompok
antagonis
5) Manusia “melawan” manusia
6) Manusia “melawan” kekuatan yang lebih besar, misalnya kekuatan para dewa
atau nasib
7) Manusia “melawan” kekuatan alam
Karakter melakukan tindakan berdasarkan motivasi yang ada dalam diri
manusia dan dari motivasi inilah dapat diketahui dimensi psikologis karakter.
Terdapat tujuh motivasi dalam kehidupan manusia :

1) Motivasi perhitungan: untuk mendapatkan imbalan


2) Motivasi cinta: demi cinta, yang dimiliki, diidamkan, atau seseorang yang
mencintainya
3) Motivasi takut gagal: untuk menghindari kegagalan
4) Motivasi beragama: atas nama Tuhan
5) Motivasi pendendam: atas balas dendam
6) Motivasi bangga: untuk membuatnya merasa bangga
7) Motivasi cemburu: berdasarkan kecemburuan terhadap orang lain.
BAB II
ALUR DALAM DRAMA “KALI CILIWUNG”
KARYA MOCH. NUSJAHID P.

Analisis alur ditujukan pada segala “insiden” yang melibatkan konflik di


dalam drama. Sebelum sampai pada analisis alur, terlebih dahulu membuat urutan
“insiden” (satuan naratif) yang ada dalam drama. Urutan “insiden” ini juga
mengisyaratkan pemahaman kita atas drama yang kita baca. Dari urutan “insiden”
itulah kemudian dirangkai alur cerita, yakni urutan peristiwa berdasarkan hubungan
sebab-akibat.

A. Insiden ”Kali Ciliwung”


Berikut adalah insiden-insiden dalam ”Kali Ciliwung”. Dalam drama ”Kali
Ciliwung” hanya terdapat satu babak, sehingga digunakan penomoran pada tiap
insiden untuk lebih mempermudah nantinya dalam analisis struktur alur.
1. Welas meminjam uang kepada Ijah, tetapi Karto tidak setuju
2. Sauasana sepi, ijah masuk ”senthonge”
3. Bakir datang mencari Ijah
4. Bakir dan Karto adu mulut
5. Karto dan Welas pergi mengantar dagangan
6. Ijah dan Bakir berbincang-bincang
7. Ijah dan Bakir ”Mantenan”
8. Herlambanng datang dengan membaca puisi ”Kali Ciliwung”
9. Bakir merasa ada yang memanggil-manggil Ijah
10. Bakir dan Ijah merasa terganggu oleh suara Herlambang
11. Bakir kaget bertemu Herlambang
12. Bakir berkenalan dengan Herlambang
13. Ijah keluar dari ”senthong”
14. Ijah mengajak Herlambang bersalaman
15. Ijah dan Herlambang berbincang-bincang
16. Bakir cemburu terus pergi
17. Herlambang membacakan puisi untuk Ijah
18. Ada Garukan
19. Ijah berdandan cantik akan kencan dengan Herlambang
20. Welas berkomentar dengan dandanan Ijah
21. Ijah meminta pendapat Karto akan dandanannya
22. Karto sedih karena tidak segera diberi momongan
23. Karto menawari apa Ijah mau seumpama menjadi istrinya
24. Ijah menangis dan mengancam akan mengadukan kepada Welas
25. Welas bingung melihat Ijah menangis
26. Welas marah dengan Karto yang ingin mencari istri lagi agar dapat
punya anak
27. Welas dan Karto bertengkar
28. Ijah mencoba melerai Karto dan Welas
29. Ijah marah dengan Welas karena dikatakan ” Lonthe”
30. Ijah dan Welas berantem hebat
31. Karto mencoba melerai
32. Bakir datang
33. Ijah berlari berlari menghampiri Bakir dan merangkulnya
34. Ijah dan Bakir pergi meninggalkan Karto dan Welas
35. Bakir memuji kecantikan Ijah
36. Bakir bertanya kepada Ijah akan kencan dengan siapa, dia atau
Herlambang
37. Ijah menjawab dengan Mas Bakir
38. Bakir meminta Ijah menjadi istrinya
39. Bakir dan Ijah berbincang-bincang
40. Bakir meyakinkan bahwa Ijah pantas menjadi istrinya
41. Perbincangan Bakir dan Ijah terhenti karena Herlambang datang,
seperti biasa dengan membaca puisi
42. Ijah terharu dengan isi puisi Herlambang hingga menangis
43. Bakir mencegah Ijah untuk menghampiri Herlambang dan
merangkulnya kuat
44. Herlambang marah dan meminta Bakir melepaskan Ijah
45. Herlambang dan Bakir Bertengkar, sampai Bakir mengeluarkan glati
46. Ijah berteriak minta tolong
47. Karto dan Welas datang, Karto mencoba melerai
48. Ijah bingung memilih siapa yang dia suka, karena tidak hanya dua
orang tapi tiga
49. Welas, Bakir dan Herlambang kaget ketika tau Karto juga suka dengan
Ijah
50. Welas mengamuk kepada Karto
51. Herlambang coba melerai
52. Karto marah dan meninju Herlambang sampai jatuh karena berani
ikut campur
53. Ijah berlari menghampiri Herlambang yang tidak kuat berdiri
54. Welas merasa iba dan mencoba ikut menolong Herlambang
55. Bakir menghampiri Herlambang dan menyerahkan Ijah kepada
Herlambang, terus pergi tanpa menunggu jawaban Ijah
56. Herlambang Mengutarakan kepada Ijah bahwa ia ingin melamarnya
57. Ijah kaget dan terus melihat Karto dan Welas seolah meminta
persetujuan
58. Welas sangat setuju tapi Ijah belum bisa memberi jawaban
59. Herlambang pamit pulang karena sudah malam.
60. Ijah terus menangis, merasa kehilangan Herlambang
61. Karto dan Welas mencoba menghibur Ijah
62. Ijah Senang mendengar bahwa Karto dan Welas bersedia menjadi
walinya kelak
63. Tiba-tiba Bakir datang dengan nafas tersendat-sendat. Bakir minta
tolong kepada Ijah untuk bersembunyi di ”senthong” Ijah karena dia sedang
dikejar-kejar dan akan ditangkap.
64. Ijah kembali kepada Karto dan Welas setelah menyembunyikan Bakir
65. Ijah sangant gugup, Welas coba menenangkan
66. Tiba-tiba Herlambang datang seolah mencari seseorang karena ia
kecopetan
67. Ijah dan Welas coba membantu
68. Herlambang menjelaskan runtutan yang dialami
69. Karto tiba-tiba berkata jika ia mampu menemukan copetnya akan
dikasih imbalan apa kepada Herlambang
70. Welas dan Ijah kaget, Ijah lemas mendengar pertanyaan Karto ”apa
kamu mau membela orang yang salah?”
71. Herlambang bingung dan terus menanyai Ijah
72. Karto mendatangi ”senthong” Ijah dan menangkap Bakir
73. Bakir tidak tau kalau korbannya adalah Herlambang
74. Herlambang dan Bakir berantem
75. Ijah mencoba melindungi Bakir
76. Bakir mengembalikan uang Herlambang, masih utuh
77. Herlambang menjelaskan bahwa uang ini untuk biaya nikah dengan
Ijah
78. Welas dan Karto mengusir Bakir
79. Ijah berlari menghampiri Bakir, Ijah tidak mau ditinggal, ijah
menangis
80. Karto dan Welas geram dengan Ijah, sebenarnya yang dipilih Bakir
atau Herlambang
81. Ijah menjawab bahwa Bakirlah yang dipilih
82. Herlambang langsung pamit pergi
83. Bakir mencegah, Bakir menjelaskan bahwa bulan denpan dia akan
menikah dengan Aminah
84. Ijah, Welas, Karto dan Herlambang kaget.
85. Ijah menjerit menangis
86. Bakir meminta Herlambang untuk menjelaskan kepada Ijah resiko
bersuamikan copet
87. Tanpa kata Herlambang terus pergi
88. Ijah mencoba menyusul Herlambang tapi tidak berhasil
89. Bakir terus ikut pergi
90. Welas mencoba menenangkan Ijah
91. Karto ikut-ikutan menangis

Berdasarkan urutan insiden diatas kemudian dapat dirangkai alur ceritanya


yakni urutan peristiwa berdasarkan sebab-akibat. Adapun urutaan peristiwa ”Kali
Ciliwung” adalah sebagai berikut:
1. Ijah ”mantenan” dengan Bakir
2. Muncul Herlambang, sang penyair
3. Bakir berkenalan dengan Herlambang
4. Ijah berkenalan dengan Herlambang dan mulai ada rasa dengan
Herlambang
5. Ijah kencan dengan Herlambang
6. Tapi ternyata Ijah malah berkencan dengan Bakir
7. Bakir meminta Ijah menjadi istrinya
8. Herlambang datang dan Bakir mencegah Ijah untuk menghampiri
Herlambang
9. Herlambang dan Bakir berantem
10. Bakir menyerahkan Ijah kepada Herlambang
11. Herlambang ingin melamar Ijah
12. Ijah menyembunyikan Bakir di ”senthong” miliknya
13. Herlambang mencari copet
14. Copetnya ternyata adalah Bakir
15. Herlambang dan Bakir berantem
16. Ijah memilih Herlambang
17. Herlambang tidak mau karena akan menikah dengan aminah
18. Bakir dan Herlambnag pergi
19. Ijah tidak mendapatkan Bakir juga tidak mendapatkan Herlambang.
B. Alur ”Kali Ciliwung”
Alur yang digunakan dalam ”Kali Ciliwung” adalah alur lurus atau
progresif. Urutan jalan ceritanya disusun secara kronologis dan
tertata rapi. Cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian,
pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat,
klimaks), dan akhir (penyelesaian).

C. Struktur Alur ”Kali Ciliwung”


1. Eksposisi (Bagian Pembuka)
Tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa serta
perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita. Dalam drama ”Kali
Ciliwung”, tahapan ini terlihat pada insiden (1) sampai (8) yakni mulainya
dikenalkan para tokoh-tokohnya; Ijah, Karto, Welas, Bakir, dan Herlambang.

2. Komplikasi
Pada tahapan ini awal mula ketegangan dihadirkan. Kemudian
ketegangan akan terus menaik secara lambat atau cepat. Dalam
drama ”Kali Ciliwung”, tahapan ini mulai terlihan pada insiden (9)
sampai (71)

3. Klimaks
Pada tahap ini tegangan tikaian/konflik mencapai puncaknya.
Dalma drama ”Kali Ciliwung” ditujukan pada insiden (72) yakni
ketika Karto menunjukan keberadaan Bakir yang ada di
’Senthong” Ijah.

4. Resolusi
Pada Tahap ini konflik telah memperoleh peleraian. Tegangan
akibat terjadinya konflik mulai menurun. Dalam ”Kali Ciliwung”
terlihat pada insiden (76) yakni ketika Bakir mulai minta maaf
kepada Herlambang dan mengembalikan Uang Herlambang
.
5. Keputusan
Penyelesaian dalam “Kali Ciliwung” yakni Herlambang menikah
dengan Aminah bukan Ijah dan Bakir juga meninggalkan Ijah.

BAB IV
PENOKOHAN DALAM DRAMA “KALI CILIWUNG”
KARYA MOCH. NUSJAHID P.
Karakter atau penokohan adalah proses penampilan tokoh sebagai pembawa
peran sifat-sifat pribadi at

A. Karakterisasi
1. Dimensi Fisiologis
a. Ijah
Ijah adalah seorang wanita berumur 25 tahun, cantik, kulitnya hitam, berambut
panjang, dipotong sebahu setelah bertemu Herlambang. Dari dimensi fisiologis,
pengarang melukiskan karakter Ijah secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku
lain dan petunjuk teks samping dan juga secara implisit yakni melalui tindakan tokoh
yang bersangkutan

Kutipan 1.
Ijah : (Takon lugu). Korupsi kuwi apa ta mas Bakir? (Rambute dielus nganggo
tangane. Gelungane sing arep udhar, dikencengake). ( Kali Ciliwung, hal
34)

Terjemahan :
Ijah : (Bertanya halus). Korupsi itu apa sih mas Bakir? (Rambutnya dibelai
dengan tangannya. Gelungannya yang mau lepas, dikencangkan)

Kutipan 2.
Ijah wis dandan ayu. Rambute sing wis dikethok ngranggeh bahu, sayake sing
mini warnane jambon : mung gawe pangling. Ora mantra-mantra yen Ijah saka
desa kluthuk wewengkon Wonogiri. Bengi kuwi sajak ana sing dienteni. Ora
ngenteni wong lanang sing padha butuh dheweke, nanging ngenteni Herlambang
sang penyair.( Kali Ciliwung, 43)

Terjemahan :
Ijah sudah berdandan cantik. Rambutnya yang sudah dipotong sebahu, roknya
mini warnanya pink: hanya membuat seperti tak kenal. Tidak menyangka kalau
Ijah dari desa Wonogiri. Malam itu seolah ada yang ditunggu. Tidak menunggu
lelaki yang sama butuhnya dengan dia, tetapi menunggu Herlambang sang
penyair.

Kutipan 3.
Ijah: Wis limang taun. Maune kulitku kuning resik. Saiki dadi ireng mangkak
sebab dipanggang panas Jakarta. ( Kali Ciliwung, 41)

Terjemahan :
Sudah lima tahun. Dulunya kulitnya kuning bersih, Sekarang menjadi hitam sebab
dipanggang panas Jakarta.

Kutipan 4.

Herlambang : Kowe ayu, Jah . . .?(Karo nyiwel janggute Ijah). ( Kali Ciliwung,
42)

Terjemahan :

Herlambang : Kamu cantik, Jah...?(Sambil mencubit dagunya Ijah).

b. Herlambang
Herlambang adalah seorang pemuda berumur 23 tahun, berambut gondrong,
berwajah tampan, tidak terurus. Dari dimensi fisiologis, pengarang melukiskan
karakter Herlambang secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain dan
petunjuk teks samping.

Kutipan 1.

Ora let suwe njedhul Herlambang, nom-noman gondrong sing sandhang


penganggone kumal. (Kali Ciliwung, hal 37)

Terjemahan :

Tidak begitu lama muncul Herlambang, pemuda gondrong yang pankaiannya


lusuh.

Kutipan 2.

Bakir : E,e,e,e. . . . ana wong lanang. Apa kowe kencan karo dheweke ta, Jah?
Wonge isih enom. Rambute gondrong. Rupane bagus, Jah. Nanging kok
sajak ora kopen. (Kali Ciliwung, hal 39)

Terjemahan :
Bakir : E,e,e,e...ada lelaki. Apa kamu kencan dengan dia ya, Jah? Orangnya
masih muda. Rambutnya panjang. Wajahnya tampan, Jah. Tetapi kok
seolah tidak terawat

c. Bakir
Bakir adalah seorang pemuda berumur 27 tahun, berwajah tampan, berkulit
hitam. Dari dimensi fisiologis, pengarang melukiskan karakter Bakir secara eksplisit
yakni melalui komentar pelaku lain dan petunjuk teks samping.

Kutipan 1.

Herlambang : Gumun, kowe wong bagus kok dadi tukang copet. (Kali Ciliwung,
40)

Terjemahan :

Herlambang : Kagum, kamu orang ganteng kok jadi tukang copet.

Kutipan 2.

Welas : Iya. Sir padha irenge. Sir padha senenge. Jebul meneng-meneng yen
awake dhewe lunga, mas Bakir saben dinane glenikan dhewe karo
Ijah, kang Karto. (Ngguyu cekikikan). (Kali Ciliwung, hal 33)

Terjemahan :

Welas : Iya. Suka sama hitamnya. Suka sama senangnya. Ternyata diam-diam
kalau kita pergi, Mas Bakir setiap harinya sibuk sendiri dengan Ijah.
Kang Karto. (Tertawa terbahak-bahak)

d. Karto
Karto adalah seorang laki-laki berumur 40 tahun. Dari dimensi fisiologis,
pengarang melukiskan karakter Karto secara eksplisit yakni melalui petunjuk teks
samping yang memberikan informasi tentang umur Karto. Fisik yang lain tidak
digambarkan oleh pengarang.
e. Welas
Welas adalah seorang wanita berumur 35 tahun. Dari dimensi fisiologis,
pengarang melukiskan karakter Welas secara eksplisit yakni petunjuk teks samping
hanya mengenai umur Welas. Fisik yang lain tidak digambarkan.

2. Dimensi Sosiologis
a. Ijah
Dalam ”Kali Ciliwung” Ijah digambanrkan oleh pengarang sebagai seorang
pelacur yang tinggal dipinggir Sungai Ciliwung. Pengarang melukiskan karakter Ijah
secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain.

Kutipan 1.

Welas : Ngertiya. Sapa ngerti, suwening suwe kowe bisa dadi lonthe kelas hotel.
(Kali Ciliwung, 32)

Terjemahan
Welas : Ketahuilah. Siapa tau, lama-kelamaan kamu bias jadi “lonthe” kelas
hotel.

b. Herlambang
Herlambang dalam ”Kali Ciliwung” digambarkan oleh pengarang sebagai
seorang penyair. Pengarang melukiskan karakter Herlambang secara eksplisit yakni
melalui komentar pelaku lain.

Kutipan 1.

Bakir : Mengko dhisik. Kaya kowe iki gaweyanmu apa ya mung gawe sanjak?
(Kali Ciliwung, 40)

Terjemahan

Bakir : Nanti dulu. Seperti kamu ini pekerjaannya apa ya hanya membuat sajak?

c. Bakir
Bakir dalam ”Kali Ciliwung” digambarkan oleh pengarang sebagai seorang
pemuda yang pekerjaannya adalah tukang copet. Pengarang melukiskan karakter
Bakir secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain.

Kutipan 1.

Karto : (Nyambung cepet). Bener kandhamu. Nanging geneya nasibmu lan


nasibku tetep ajeg kaya ngene ?. Kowe dadi tukang golek tegesan lan
aku dadi tukang copet. (Kali Ciliwung, hal. 33)

Terjemahan :

Karto : (menyambung cepat). Benar katamu. Tapi kenapa nasibmu dan nasibku
tetap terus seperti ini?. Kamu jadi tukang pencari sampah dan aku jadi
tukang copet.

d. Karto

Karto dalam kesehariannya digambarkan oleh pengarang sebagai seseorang


yang pekerjaannya mencari putung rokok. Pengarang melukiskan karakter Karto
secara eksplisit yakni melalui monolog tokoh yang bersangkutan.

Kutipan 1.

Karto : Wong urip kuwi kudu nyambut gawe. Senajan nyambut gawe mung
golek tegesan. (Kali Ciliwung, hal. 32)

Terjemahan :

Karto : Orang hidup itu harus bekerja. Walaupun bekerja hanya mencari putung
rokok (pemulung).

e. Welas
Dalam ”Kali Ciliwung” Welas digambarkan oleh pengarang sama seperti
Karto yakni orang yang pekerjaannya mencari putung rokok. Pengarang melukiskan
karakter Welas secara eksplisit yakni melalui petunjuk teks samping.

Kutipan 1.
Welas ibut ngetung tegesan sing diwadhahi umplung karo Karto sisihane. (Kali
Ciliwung, hal 31)

Terjemahan :

Welas sibuk menghitung putung rokok yang dimasukkan ke kaleng dengan Karto
suaminya.

3. Dimensi Psikologis

a. Ijah
Dalam ” Kali Ciliwung” Ijah digambarkan sebagai seorang wanita yang
pemalas, bodoh, sabar, genit, wanita yang setia, mudah marah dan tidak mempunyai
pendirian. Pengarang melukiskan karakter Ijah secara eksplisit yakni melalui
komentar pelaku lain dan juga secara implisit yakni melalui tindakan tokoh yang
bersangkutan

Kutipan 1.

Welas : Durung adus, Jah? (Karo noleh marang Ijah sedhela).


Ijah : (Angop klakepan). Ah, wegaaaaah . . . . ! (Kali Ciliwung, hal 31)

Terjemahan :

Welas : Belum Mandi, Jah? (sambil menengok Ijah sebantar).


Ijah : (Menguap). Ah, tidak mauuuu....!

Kutipan 2.

Bakir : Dadi wong kok bodho temen, korupsi bae ora ngerti. ( KaliCiliwung,
hal 34)
Terjemahan

Bakir : Menjadi orang kok bodoh sekali, korupsi saja tidak tahu.

Kutipan 3.
Ijah : Yen mung sabar bae, kawit biyen aku wis sabar.( Kali Ciliwung, hal
36)

Terjemahan

Ijah: Kalau hanya sabar saja, sejak dari dulu aku sudah sabar.

Kutipan 4.

Karto : Kowe aja nggodha , lho Jah ! Wong lanang yen digodha wong wadon
ayu kayak kowe, gampang nggoling. Gampang nggoling . . Jah! (Kali
Ciliwung, hal. 44)

Terjemahan

Karto : Kamu jangan menggoda, lho Jah! Orang laki-laki kalau digoda seorang
wanita cantik seperti kamu, mudah goyah. Mudah goyah..Jah!

Kutipan 5.

Bakir : (Lega).Kowe wong wadon setia, Jah ! Kepriye, yen kowe dakpek bojo
?(Mripate Ijah dipandeng suwe). (Kali Ciliwung, 47)

Terjemahan :

Bakir : (lega). Kamu wanita setia, Jah! Bagaimana kalau kamu aku minta jadi
istri? (Mata Ijah dpandang lama).

Kutipan 6.

Ijah : (Mak prempeng nesu, medhot guneme Karto). Kang Kartoooo!( Kali
Ciliwung, 50)

Terjemahan

Ijah : (tiba-tiba marah, memutus bicaranya Karto). Kang Karto!!

Kutipan 7.
Welas : Jah, kowe kok mencla-mencle. Sing cetha, ta. Sing kok pilih sapa?
Mas Bakir apa mas Herlambang? (Uga katujokake Ijah) (Kali
Ciliwung, hal. 56)

Terjemahan :

Welas : Jah, kamu kok berubah-ubah. Yang jelas, y. Yang kamu pilih siapa?
Mas Bakir apa Mas Herlambang

b. Herlambang
Herlambang dalam ”Kali Ciliwung” digambarkan sebagai seorang yang mudah
terpengaruh. Pengarang melukiskan karakter Herlambang secara implisit yakni
melalui tindakan tokoh yang bersangkutan

Kutipan 1.

Herlambang : Mengko dhisik, ta. Dakpikire. (mikir-mikir karo wira-wiri


mbanda tangan). (Kali Ciliwung, hal.41)

Terjemahan :

Herlambang : Nanti dulu, ya. Aku pikrkan. (mikir-mikr dengan kesana-kesini


dengan tangan dibelakang.)

c. Bakir
Bakir dalam ” Kali Ciliwung” digambarkan oleh pengarang sebagai seorang
yang mudah marah, tidak bisa diakjak bercanda, mudah cemburu, tapi dia seorang
yang jujur. Pengarang melukiskan karakter Bakir secara eksplisit yakni melalui
komentar pelaku lain, monolog tokoh yang bersangkutan dan petunjuk teks samping,
juga secara implisit yakni melalui tindakan tokoh yang bersangkutan

Kutipan 1.

Bakir : (Saya seru). Endi Ijah ??? (Karo menyat ngadeg sajak nesu)
Karto : (Tetep ayem) Sing mboktakoni kuwi sapa ? (Marang Bakir).
Bakir : Kowe ! (Nggetak). (Kali Ciliwung, hal. 32)
Terjemahan

Bakir : (Semakin Keras). Mana Ijah??? (Dengan berdiri dan marah)


Karto : (Tetap diam) Yang kamu tanya itu siapa? (Kepada Bakir)
Bakir : Kamu! (Menggertak)

Kutipan 2.

Karto : Dakkira sing mboktakoni angin ! (Karo ngguyu nggleges).


Bakir : Hus, aja clometan ! (Sereng). (Kali Ciliwung, hal. 32)

Terjemahan

Karto : Aku kira yang kamu tanya angin!


Bakir : Hus, jangan celometan! (Seram)

Kutipan 3.

Bakir udut klepas-klepus karo lungguh ana watu. Sedhela-sedhela nyawang Ijah
lan Herlambang sajak jengkel. Cemburu. (Kali Ciliwung, hal. 42)

Terjemahan

Bakir merokok sambil duduk di batu. Sebentar-sebentar Memandang Ijah dan


Herlambang seolah Jengkel. Cemburu.

Kuitpan 4.

Herlambang : Pancen dheweke ya kandha aku, yen copet. Dheweke jujur.(Kali


Ciliwung, hal. 42)

Terjemahan

Herlambang : Memang dia juga berbicara dengan saya, kalau copet. Dia jujur.

d. Karto
Karto digambarkan sebagai seorang yang optimis dan menerima keadaannya.
Pengarang melukiskan karakter Karto secara implisit yakni melalui hal-hal yang
dibicarakan dan yang dipikirkannya.

Kutipan 1.

Karto : Wis manggon ana Jakarta, goblogmu kok ora suda-suda ta, Las!
Wong kuwi kudu duwe panjangka. Gegayuhan. Yen ora duwe
panjangka, ateges mung urip-uripan. (Kali Ciliwung, hal. 33)

Terjemahan

Karto : Sudah di Jakarta, bodohmu kok tidak berkurang-kurang ya, Las! Orang
itu harus punya harapan. Cita-cita. Kalau tidak punya harapan berarti
hanya hidup-hidupan.

Kutipan 2.

Karto : Aku ya ora apa-apa. Nyatane aku trima, Las. . . . .!(Kali Cliwung, hal.
46)

Terjemahan

Karto : Aku juga tidak apa-apa. Kenyataannya aku terima, Las....!

e. Welas
Welas digambarkan sebagai tokoh yang bodoh, keras kepala dan tidak mau
berfikir panjang. Pengarang melukiskan karakter Welas secara eksplisit yakni melalui
komentar tokoh lain.

Kutipan 1.

Karto: wis manggon ana Jakarta, goblogmu kok ora suda-suda ta, Las! (Kali
Ciliwung, hal. 33)

Terjemahan

Karto : Sudah di Jakarta, bodohmu kok tida berkurang-kurang ya, Las!

Kuitpan 2.
Karto: Wong wadon wangkal. Ora kena dikandhani. Ora bisa dijak
guneman (Jengkel). (Kali Ciliwung, hal. 46)

Terjemahan

Karto : Perempuan keras kepala. Tidak mau diberitahu. Tidak bisa diajak
bicara (Jengkel)

Kutipan 3.

Herlambang: Sabar, yu, sabaaar! Aja cethek nalarmu, ta yu! (Karo nggandheng
Welas adoh saka kali) (Kali Ciliwung, hal. 46)

Terjemahan

Herlambang : Sabar, Mbak, sabar! Jangan Pendek nalar, ya Mbak!

B. Klasifikasi Karakter

Tokoh protagonis dalam ”Kali Ciliwung” dijabat oleh Ijah dan Herlambang
yakni sebagai peran utama, pahlawan, atau yang menjadi pusat cerita. Sedangakan
tokoh antagonis yakni Bakir, penghalang protagonis yang menyebabkan konflik.
Karto dan Welas sebagai tokoh tritagonis yakni sebagai peran penengah, pelerai, atau
pengantara protagonis dan antagonis.
BAB V
PENUTUP

Alur yang digunakan dalam ”Kali Ciliwung” adalah alur lurus


atau progresif. Urutan jalan ceritanya disusun secara kronologis dan
tertata rapi. Cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian,
pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat,
klimaks), dan akhir (penyelesaian). Adapun struktur alur ”Kali
Ciliwung”yakni : a) Eksposisi (Bagian Pembuka). Dalam drama ”Kali
Ciliwung”, tahapan ini terlihat pada insiden (1) sampai (8) yakni mulainya dikenalkan
para tokoh-tokohnya; Ijah, Karto, Welas, Bakir, dan Herlambang. b) Komplikasi.
Dalam drama ”Kali Ciliwung”, tahapan ini mulai terlihan pada
insiden (9) sampai (71). c) Klimaks. Dalam drama ”Kali Ciliwung”
ditujukan pada insiden (72) yakni ketika Karto menunjukan
keberadaan Bakir yang ada di ’’Senthong” Ijah. d) Resolusi. Dalam
”Kali Ciliwung” terlihat pada insiden (76) yakni ketika Bakir mulai
minta maaf kepada Herlambang dan mengembalikan Uang
Herlambang. e) Keputusan. Penyelesaian dalam “Kali Ciliwung”
yakni Herlambang menikah dengan Aminah bukan Ijah dan Bakir
juga meninggalkan Ijah.
Penokohan dalam ”Kali Ciliwung” dibagi menjadi 2 (dua)
yakni: karakterisasi dan klasifikasi karakter. Karakterisasi terbagi
menjadi 3 (tiga) yakni; dimensi fisiologis, dimensi sosiologis, dan
dimensi psikologis. Sedangkan klasifikasi karakter dibagi menjadi 4
(empat) yakni; protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran
pembantu. Berikut adalah penokohan dalam Drama ”Kali Ciliwung’:
A. Karakterisasai
1. Dimensi Fisiologis
a. Ijah : berumur 25 tahun, cantik, kulitnya hitam, berambut panjang,
b.Herlambang : pemuda berumur 23 tahun, berambut gondrong, berwajah
tampan, tidak terurus
c. Bakir : pemuda berumur 27 tahun, berwajah tampan, berkulit hitam
d. Karto : laki-laki berumur 40 tahun
e. Welas : wanita berumur 35 tahun

2. Dimensi Sosiologis
a. Ijah (seorang pelacur)
b. Herlambang (seorang penyair)
c. Bakir (seorang copet)
d. Karto (seorang pemungut putung rokok bekas)
e. Welas (seorang pemungut putung rokok bekas)

3. Dimensi Psikologis
a. Ijah (pemalas, bodoh, sabar, genit, wanita yang setia, mudah marah dan tidak
mempunyai pendirian)
b. Herlambang (seorang yang mudah terpengaruh)
c. Bakir (mudah marah, tidak bisa diakjak bercanda, mudah cemburu,seorang
yang jujur)
d. Karto (seorang yang optimis dan menerima keadaannya)
e. Welas (bodoh, keras kepala dan tidak mau berfikir panjang)

B. Klasifikasi karakter
Tokoh protagonis dalam ”Kali Ciliwung” dijabat oleh Ijah dan Herlambang.
Sedangakan tokoh antagonis yakni Bakir. Karto dan Welas sebagai tokoh tritagonis
yakni sebagai peran penengah, pelerai, atau pengantara protagonis dan antagonis.
DAFTAR PUSTAKA

A. Indratmo. Powerpoint Materi Kuliah.

http://www.noviasyahidah.com/879/

Meiga Ayu Anggraini (2350402032). 2007. Skripsi Alur Dalam Histories Ou


Contes Du Temps Passe Karya Charles Perrault. Fakultas Sastra :
Universitas Negeri Malang.

Mugiyono (C0101037). 2005. Skripsi Tinjauan sosiologi Sastra Novel Katresnan


Lingsir Sore. Fakultas Sastra Dan Seni Rupa: Universitas Sebelas Maret
Surakarta .

Anda mungkin juga menyukai