Anda di halaman 1dari 16

Seri: Prinsip Umum Pemadaman KebakaranUpdate Terakhir : 17 Juni 2009

Locate, Confine, Extinguishing


 
Masih merupakan kesatuan dari seri "Prinsip Umum Pemadaman Kebakaran" penulis mencoba berbagi informasi yang mungkin dapat menjadi
bahan diskusi bagi rekan-rekan petugas Pemadam, terlebih mereka yang masih pemula dalam bidang pekerjaan yang penuh tantangan.
Sebagai tema dari tulisan kali ini adalahLocate, Confine, Extinguishing.
 
Ketika satu unit Pemadam Kebakaran tiba di lokasi kejadian secara otomatis terlintas dibenak para petugas berbagai pertimbangan tentang
kondisi lokasi dan insiden. Segera setelah itu tindakan awal yang perlu di ambil segera di lakukan. Tindakan-tindakan yang mereka lakukan,
sesuai kondisi yang mereka hadapi, biasanya tidak terlepas dari pola, tentukan titik lokasi (locate), lokalisir/hambat perambatan kesegala
arah (confine), dan pemadaman (extinguishing).
 
Tindakan awal (tentukan lokasi) seringkali dilakukan sebelum pengamatan terhadap lokasi dan kondisi insiden telah sepenuhnya dilakukan.
Seringkali penentuan lokasi dianggap termasuk sebagai bagian dari proses pengamatan (size up) akan tetapi ada perbedaan mendasar
karena untuk menentukan lokasi kejadian diperlukan kerja fisik oleh para petugas.
 
Penentuan titik lokasi kejadian (locate) seharusnya telah dapat dilakukan oleh para petugas sebelum unit mereka berangkat menuju lokasi
insiden. Akan tetapi seringkali para petugas pada saat berangkat masih belum pasti titik lokasi kejadian, karena banyak laporan darurat
dilakukan orang yang melintasi tempat kejadian tanpa pelapor tahu persis apa dan di mana objek yang terbakar misalnya.
 
Karenanya sebelum berangkat menuju lokasi kejadian yakinkan terlebih dahulu titik kejadian, sehingga dari awal dapat diperkirakan pola
operasi yang akan diterapkan. Termasuk di sini adalah dimanakah posisi unit akan ditempatkan dan dari manakah unit dapat mencapai lokasi
kejadian serta ke arah manakah selang akan di gelar untuk operasi pemadaman Kebakaran atau peralatan rescue apakah yang paling tepat
untuk dipersiapkan pada operasi rescue. Karena kita sadari apabila dari awal kita salah dalam menentukan titik lokasi maka untuk berbalik
arah dalam upaya mencapai rute yang tepat adalah bukan hal yang sederhana atau mudah. Atau ternyata karena kesalahan menempatkan
unit proses menggelar selang menjadi sulit karena akses menuju titik kejadian terhalang oleh bangunan tinggi, sungai, lintasan (rel) kereta
dan sebagainya. Karenanya melengkapi petugas dengan radio komunikasi akan sangat membantu mereka menuju titik lokasi dan
penempatan unit. Dengan adanya radio komunikasi apabila informasi lebih detil tentang titik dan kondisi kejadian yang masuk setelah unit
berangkat akan dapat disampaikan oleh operator atau petugas lain yang lebih mengetahui lokasi tempat kejadian.
 
Tindakan lanjutan yang biasanya dilakukan para petugas Pemadam adalah lokalisir/hambat perambatan api / kebakaran kesegala arah
(confine). Tindakan ini dilakukan untuk menjaga agar Kebakaran tidak meluas yang otomatis akan menyulitkan upaya pemadaman dan
tentunya menambah kerugian yang diderita oleh masyarakat. Ada juga yang menambahkan tindakan sebelum melokalisir perambatan
Kebakaran denganmelindungi objek-objek yang terpapar oleh kebakaran/panas (protect exposures). Hal ini tentunya dapat menjadi bahan
diskusi yang menarik, akan tetapi dalam tulisan ini penulis tidak akan menganalisa perlu atau tidaknya tindakan tersebut. Karena pada
dasarnya setiap kejadian menuntut tindakan yang spesifik yang mungkin berbeda antar satu dengan lainnya. Walaupun sekilas terlihat
sederhana akan tetapi untuk kota Jakarta seringkali menjadi tindakan yang sangat pelik terutama untuk kawasan permukiman tidak tertata
karena akses menuju titik lokasi kejadian sangat terbatas dan sulit, karenanya Kebakaran sering meluas dan tidak terkendali. Sekali lagi
fungsi radio komunikasi sangat memegang peranan dalam memandu penempatan unit-unit pada area Kebakaran yang luas.
 
Urutan terakhir dari tindakan-tindakan tersebut adalah pemadaman (extinguishing), walaupun bukan tindakan yang mudah akan tetapi
apabila tindakan-tindakan terdahulu telah dapat dilaksanakan dengan baik tindakan pemadaman akan menjadi lebih ringan. Terlebih lagi
apabila para petugas yang melakukan pemadaman telah memiliki pengalaman yang cukup dan dilengkapi dengan peralatan dan kelengkapan
yang memadai serta terjaminnya pasokan air sebagai bahan Pemadam utama dalam sebagian besar kejadian Kebakaran.
 
Sebagai rangkuman dari tulisan ini dan tulisan-tulisan sebelumnya dalam seri "Prinsip Umum Pemadaman Kebakaran" adalah bahwa setiap
kejadian Kebakaran atau insiden lain membutuhkan tindakan spesifik yang berbeda satu dengan lainnya walau terkadang terlihat sama. Oleh
karenanya pengalaman operasional dan latihan simulasi yang bervariasi akan menjadi modal setiap personil dalam menentukan tindakan
yang harus dilakukan dalam setiap insiden. Selain itu ketersediaan Prosedur Operasi Standar (POS) (standard operating procedure
(SOP)) akan sangat membantu para petugas dalam melakukan operasi dan juga mencegah kesalahan-kesalahan yang tidak perlu yang
mungkin akan memperburuk keadaan.
 
Satu hal lagi yang menarik, yang diungkap dalam buku sumber tulisan ini, yang mungkin dapat menjadi bahan diskusi bagi para petugas
Pemadam Kebakaran dan penyelamat dan disebutkan sebagai aturan pamungkas (last rule) untuk pemadaman Kebakaran, yaitu "biarkan
keadaan mengatur prosedur" (let circumstances dictate procedures). Erkatio
KOSMO (26/1/2011)

RENCANA UTAMA

Padam kebakaran pencakar langit


Oleh LUQMAN NUL HAKIM MAZLAN

DALAM operasi memadam kebakaran bangunan tinggi pihak bomba juga harus menitikberatkan keperluan menyelamatkan mangsa yang terperangkap.

SEIRING dengan kemajuan yang dicapai oleh Malaysia sejak merdeka, saban tahun bangunan pencakar langit kian bertambah. Di Lembah Klang
sahaja, bangunan setinggi 12 tingkat kini mencecah jumlah 548 dan jika dihitung di seluruh Malaysia sudah pasti angkanya mencecah ribuan.

Negara turut mempunyai bangunan pencakar langit iaitu Menara Berkembar Petronas KLCC yang mempunyai ketinggian sehingga 88 tingkat.

Persoalannya adakah bangunan tinggi itu selamat? Jika berlaku kebakaran, adakah Jabatan Bomba dan Penyelamat Malaysia (JBPM) yang
mempunyai petugas tetap seramai 13,456 orang mampu menanganinya?

Ketua Pengarah JBPM, Datuk Wan Mohd. Nor Ibrahim berkata, kesemua bangunan tinggi di negara ini memenuhi piawaian dan mematuhi undang-
undang yang ditetapkan di samping mempunyai ciri-ciri keselamatan yang memuaskan terutama dalam menghadapi kebakaran.

Bangunan tinggi di Malaysia terutama yang dibina selepas tahun 1984 mematuhi undang-undang yang dipanggil Undang-Undang Kecil Bangunan
Seragam (UBBL) 1984.

“Undang-undang ini umumnya telah dipertingkatkan daripada versi 1976 iaitu selepas kejadian kebakaran bangunan Kompleks Campbell pada 8 April,
1976,” katanya ketika ditemui di pejabatnya di Putrajaya.

Menurutnya, bangunan-bangunan tinggi di Malaysia dilengkapi dengan alat pencegahan kebakaran yang mencukupi selain mempunyai ciri-ciri
keselamatan dan sistem tersendiri sekiranya berlaku kebakaran.

“Antaranya ialah pintu rintangan api, kamera litar tertutup (CCTV), sistem sprinkeler protected corridor, dan lobi bagi membolehkan penghuni keluar
dengan selamat sekira berlaku kebakaran.

“Ini bermakna sistem yang dipasang itu berupaya memadamkan kebakaran atau memberi amaran kepada mereka yang berada dalam bangunan
tinggi”, katanya.

Wan Mohd. Nor berkata, bomba sememangnya mempunyai peralatan yang mencukupi dan mampu menghadapi apa juga situasi kebakaran meskipun
ia berlaku di tempat tinggi seperti KLCC.
Ini kerana KLCC yang mempunyai 88 tingkat dan terdiri daripada dua bahagian (bangunan
berkembar) mempunyai ciri keselamatan yang ketat. Semua sistem di KLCC telah pun diambil
kira keselamatannya oleh pihak bomba semasa proses pembinaan.

“Lagipun bangunan seperti ini sememangnya diberikan lebih perhatian. Ada bilik kawalan 24
jam, kamera CCTV untuk mengesan kebakaran dengan cepat dan alat bantuan yang
mencukupi sekiranya berlaku kebakaran.

Ciri keselamatan di KLCC


KLCC sememangnya mempunyai reka bentuk berbeza dengan bangunan lain di Malaysia dan
sekiranya berlaku kebakaran, ketinggian bukanlah faktor yang paling utama kepada bomba
sebaliknya nyawa orang ramai.

“Bukan faktor ketinggian itu sahaja yang perlu diberi perhatian tetapi masalahnya ialah orang di
dalamnya ramai, ada beribu orang. KAEDAH pemadaman secara agresif adalah teknik pilihan pasukan
bomba untuk kejadian kebakaran di bangunan tinggi.

“Jadi yang paling penting ialah sistem perlindungan keselamatan di dalamnya mesti dalam
keadaan baik. Kalau ada berlaku kebakaran, automatik akan memadamkan kebakaran,”
katanya lagi.

Anggota bomba di negara ini sememangnya terlatih dalam menghadapi apa jua kebakaran dan dalam menghadapi kebakaran di bangunan tinggi dua
kaedah biasanya akan digunakan.

Beliau berkata kaedah tersebut dikenali sebagai Internal Fire Fighting dan External Fire Fighting.

Bagi Internal Fire Fighting ataupun dirujuk juga sebagai Offensive Fire Fighting, ia merujuk kepada satu teknik pemadaman secara agresif yang
mewajibkan pasukan bomba memasuki sesebuah bangunan atau struktur untuk tujuan pemadaman serta menyelamat.

Teknik itu digunapakai apabila terdapat mangsa yang terperangkap di bangunan dan berdasarkan penilaian kemungkinan mangsa itu masih hidup
adalah tinggi atau berdasarkan penilaian awal analisis risiko, struktur bangunan adalah selamat untuk dimasuki dan tidak akan runtuh.

External Fire Fighting pula atau juga dikenali Defensive Fire Fighting merupakan teknik pemadaman dari luar bangunan bagi tujuan isolasi dan
menstabilkan sesuatu kebakaran supaya ia tidak musnah sama sekali dan merebak ke struktur lain.

Daripada kedua-dua kaedah tersebut, Internal Fire Fighting lebih menjadi pilihan oleh anggota bomba dalam menghadapi kebakaran di bangunan
tinggi.

Ini kerana tangga yang dimiliki bomba hanya boleh naik setinggi 15 tingkat. Selain itu anggota bomba juga mendapat bantuan daripada bahagian
dalaman bangunan itu sendiri yang dilengkapi alat pemadam api seperti sprinkler dan sebagainya.

“Kaedah ini sememangnya menjadi pilihan apabila bomba menghadapi situasi kebakaran di tempat tinggi, kerana memadamkan api dari dalam adalah
lebih cepat,” katanya. – Bernama
http://skaifire.com/content/view/15/1/

Pencegahan
Kebakaran
Pernahkah anda
membayangkan dunia ini tanpa
api? Api bila dapat dikontrol
akan banyak kegunaannya.
Tapi bila sudah tidak dapat
dikontrol lagi maka namanya
menjadikebakaran .

Menurut stastistik kebakaran di


DKI Jakarta tercatat sebagai
berikut:

 Pada tahun 1990 terjadi


738 kasus kebakaran
 Pada tahun 1991 terjadi
911 kasus kebakaran
 Pada tahun 1992 terjadi
654 kasus kebakaran
 Pada tahun 1993 terjadi
789 kasus kebakaran
 Pada tahun 1994 terjadi
929 kasus kebakaran

Dan kasus kebakaran ini


bertambah tinggi ketika tahun
1998 - 2000 terjadi berbagai
kerusuhan yang banyak
mengakibatkan kerusakan dan
kebakaran.

Dari data itu terbukti bahwa


kebakaran merupakan resiko
tinggi yang dapat
menyebabkan kerusakan
bangunan, kematian,
berhentinya proses produksi
maupun rusaknya lingkungan.
Untuk itu perlu dilakukan
usaha-usaha pencegahan
kebakaran.

Pencegahan kebakaran adalah


usaha menyadari/mewaspadai
akan faktor-faktor yang
menjadi sebab munculnya atau
terjadinya kebakaran dan
mengambil langkah-langkah
untuk mencegah kemungkinan
tersebut menjadi kenyataan.
Pencegahan kebakaran
membutuhkan suatu program
pendidikan dan pengawasan
beserta pengawasan
karyawan, suatu rencana
pemeliharaan yang cermat dan
teratur atas bangunan dan
kelengkapannya,
inspeksi/pemeriksaan,
penyediaan dan penempatan
yang baik dari peralatan
pemadam kebakaran termasuk
memeliharanya baik segi siap-
pakainya maupun dari segi
mudah dicapainya.

Pengenalan Kelas-
Kelas Kebakaran

Kebakaran di Indonesia dibagi


menjadi tiga kelas, yaitu:

 Kelas 
Kebakaran yang
disebabkan oleh benda-
benda padat, misalnya
kertas, kayu, plastik,
karet, busa dan lain-
lainnya. Media
pemadaman kebakaran
untuk kelas ini berupa:
air, pasir, karung goni
yang dibasahi, dan Alat
Pemadam Kebakaran
(APAR) atau racun api
tepung kimia kering.

 Kelas 
Kebakaran yang
disebabkan oleh benda-
benda mudah terbakar
berupa cairan, misalnya
bensin, solar, minyak
tanah, spirtus, alkohol
dan lain-lainnya. Media
pemadaman kebakaran
untuk kelas ini berupa:
pasir dan Alat Pemadam
Kebakaran (APAR) atau
racun api tepung kimia
kering. Dilarang
memakai air untuk jenis
ini karena berat jenis
air lebih berat dari pada
berat jenis bahan di
atas sehingga bila kita
menggunakan air maka
kebakaran akan
melebar kemana-mana

 Kelas 
Kebakaran yang
disebabkan oleh listrik.
Media pemadaman
kebakaran untuk kelas
ini berupa: Alat
Pemadam Kebakaran
(APAR) atau racun api
tepung kimia kering.
Matikan dulu sumber
listrik agar kita aman
dalam memadamkan
kebakaran

Prinsip
Pemadaman Kebakaran

Kebakaran adalah suatu nyala


api, baik kecil atau besar pada
tempat yang tidak kita
hendaki, merugikan dan pada
umumnya sukar dikendalikan.
Api terjadi karena
persenyawaan dari:

 Sumber panas, seperti


energi elektron (listrik
statis atau dinamis),
sinar matahari, reaksi
kimia dan perubahan
kimia.
 Benda mudah terbakar,
seperti bahan-bahan
kimia, bahan bakar,
kayu, plastik dan
sebagainya.
 Oksigen (tersedia di
udara)

Apabila ketiganya bersenyawa


maka akan terjadi api. Dalam
pencegahan terjadinya
kebakaran kita harus bisa
mengontrol Sumber panas dan
Benda mudah terbakar,
misalnya Dilarang Merokok
ketika Sedang Melakukan
Pengisian Bahan Bakar,
Pemasangan Tanda-Tanda
Peringatan, dan sebagainya.
Apabila sudah terjadi
kebakaran maka langkah kita
adalah menghilangkan adanya
Oksigen dalam kebakaran
tersebut. Contoh mudahnya
seperti ketika kita
menghidupkan lilin, lalu coba
kita tutup dengan gelas maka
api pada lilin tersebut akan
mati karena oksigen yang
berada di luar gelas tidak
dapat masuk dan oksigen yang
berada dalam gelas berubah
menjadi Karbon Dioksida
(CO2) yang mematikan api.
Ketika kita memadamkan
kebakaran dengan
mengunakan APAR, karung
goni yang basah dan pasir
yang terjadi adalah kita
mengisolasi adanya oksigen
dalam api tersebut asal semua
permukaan api tertutupi oleh
ketiga media pemadaman
tersebut dan api akan mati
seperti lilin yang kita tutup
memakai gelas tadi. Bila kita
menggunakan air sebagai
media pemadaman maka
terjadi reaksi pendinginan
panas dan isolasi oksigen dari
kebakaran tersebut.

Peralatan
Pencegahan Kebakaran

 APAR / Fire
Extinguishers / Racun
Api
Peralatan ini merupakan
peralatan reaksi cepat
yang multi guna karena
dapat dipakai untuk
jenis kebakaran A,B dan
C. Peralatan ini
mempunyai berbagai
ukuran beratnya,
sehingga dapat
ditempatkan sesuai
dengan besar-kecilnya
resiko kebakaran yang
mungkin timbul dari
daerah tersebut,
misalnya tempat
penimbunan bahan
bakar terasa tidak
rasional bila di situ kita
tempatkan racun api
dengan ukuran 1,2 Kg
dengan jumlah satu
tabung. Bahan yang
ada dalam tabung
pemadam api tersebut
ada yang dari bahan
kinia kering, foam /
busa dan CO2, untuk
Halon tidak
diperkenankan dipakai
di Indonesia.
 Hydran
Ada 3 jenis hydran,
yaitu hydran gedung,
hydran halaman dan
hydran kota, sesuai
namanya hydran
gedung ditempatkan
dalam gedung, untuk
hydran halaman
ditempatkan di
halaman, sedangkan
hydran kota biasanya
ditempatkan pada
beberapa titik yang
memungkinkan Unit
Pemadam Kebakaran
suatu kota mengambil
cadangan air.
 Detektor Asap / Smoke
Detector
Peralatan yang
memungkinkan secara
otomatis akan
memberitahukan
kepada setiap orang
apabila ada asap pada
suatu daerah maka alat
ini akan berbunyi,
khusus untuk
pemakaian dalam
gedung.
 Fire Alarm
Peralatan yang
dipergunakan untuk
memberitahukan
kepada setiap orang
akan adanya bahaya
kebakaran pada suatu
tempat
 Sprinkler
Peralatan yang
dipergunakan khusus
dalam gedung, yang
akan memancarkan air
secara otomatis apabila
terjadi pemanasan pada
suatu suhu tertentu
pada daerah di mana
ada sprinkler tersebut

Pencegahan Kebakaran

Setelah kita mengetahui


pengklasifikasian, prinsip
pemadaman dan perlengkapan
pemadaman suatu kebakaran
maka kita harus bisa
mengelola kesemuanya itu
menjadi suatu sistem
manajemen /pengelolaan
pencegahan bahaya
kebakaran.
Kita mengambil contoh dari
pengelolaan pencegahan
kebakaran pada bangunan
tinggi.

 Identifikasi bahaya
yang dapat
mengakibatkan
kebakaran pada gedung
itu.
o Bahan Mudah
Terbakar, seperti
karpet, kertas,
karet, dan lain-
lain
o Sumber Panas,
seperti Listrik,
Listrik statis,
nyala api rokok
dan lain-lain
 Penilaian Resiko
Resiko tinggi karena
merupakan bangunan
tinggi yang banyak
orang
 Monitoring
Inspeksi Listrik,
Inspeksi Bangunan,
Inspeksi Peralatan
Pemadam Kebakaran,
Training, Fire Drill /
Latihan Kebakaran dan
lain-lain
 Recovery / Pemulihan
Emergency Response
Plan / Rencana
Tindakan Tanggap
Darurat, P3K, Prosedur-
Prosedur, dan lain-lain.
1. Xiaocui Zhang, Manjiang Yang, Jian Wang, and Yaping He

Effects of Computational Domain on Numerical Simulation of Building Fires


Journal of Fire Protection Engineering November 2010 20: 225-251, first published on June 15, 2010 doi:10.1177/1042391510367349

Abstract
Computational fluid dynamics (CFD) modeling (or field modeling) is becoming the main method for numerical
simulation of building fires. Among many factors that influence the validity and accuracy of CFD simulation results,
the computational domain is sometimes overlooked. In this article, the effects of computational domain on simulation
results are analyzed. Simulation results from the use of different domains are compared with experimental data
reported in the literature. A parametric study is then conducted to reveal a relationship between the effective domain
extension and the heat release rate of the enclosure fire. The effect of computational domain extension in relation to
vent opening is also investigated. It is found that the selection of computational domain can have a significant effect
on the outcome of enclosure fire simulations. Determination of the appropriate computational domain without unduly
sacrificing computational efficiency is also discussed.

2. George V. Hadjisophocleous, Noureddine Benichou, and Amal S. Tamim


Literature Review of Performance-Based Fire Codes and Design Environment
Journal of Fire Protection Engineering, February 1998; vol. 9, 1: pp. 12-40.

Literature Review of Performance-Based Fire Codes and Design Environment


Abstract

Building codes in many countries around the world are shifting from prescriptive-based to performance-based, a move that is due, in part, to the negative aspects of the prescrip
tive codes, to economic and social reasons, to advances made in fire science and engineering, to the need for codes to use fire safety engineering principles within the context
of their regulations and to the global harmonization of regulation systems. In addition, the performance-based codes approach improves the regulatory environment by
establishing clear code objectives and safety criteria and leaving the means of achiev ing these objectives to the designer. Hence, the codes will be more flexible in allowing
innovation, more functional, less complex and easier to apply. Another advantage of performance-based codes is that they will permit the incorporation and use of the latest
building and fire research, data and models. These models will be used as the tools for measuring the performance of any number of design alternatives against the established
safety levels. The optimum design would meet the code safety objectives and the needs of both the designer and the user. The claimed advantages of such a design is that it
can provide improved safety and design functionality at reduced costs.
This paper presents the results of the literature survey on the efforts to move from the prescriptive building regulations to performance-based regulations. This paper also
describes the required steps for developing performance-based codes. The description outlines the set of objectives formulated internationally, the deterministic and probabilistic
design criteria for quantifying the desired fire safety objectives, and safety factors that should be applied to the performance criteria to permit the designer to conservatively
assess the design and to allow for a smaller margin of error. Finally, some of the existing fire safety design methods are presented along with a brief description of computerized
fire tools.

Keselamatan kebakaran adalah merupakan aspek penting bagi sesuatu premis. Tanggungjawab
tersebut harus dipikul oleh semua pihak termasuk pemunya, penghuni dan orang yang mempunyai
pengurusan sepenuhnya terhadap premis tersebut. Mengikut seksyen 27, Akta Perkhidmatan Bomba
1988 telah mewartakanSembilan Kategori Premis perlu mempunyai Perakuan Bomba. Kegagalan
mendapatkan Perakuan Bomba adalah melakukan satu kesalahan di bawah seksyen 33 dan boleh
dihadapkan ke mahkamah.

Perakuan Bomba bertujuan untuk memastikan bahawa premis yang ditetapkan mempunyai
keselamatan diri, pencegahan kebakaran, perlindungan kebakaran dan menentang kebakaran yang
mencukupi dan memenuhi standard. Jesteru itu, Bahagian Keselamatan Kebakaran, JBPM Negeri Johor
dengan kerjasama PSKK JBPM Negeri Johor akan mengadakan "Seminar Kesedaran Keselamatan

Kebakaran" bagi meningkatkan kesedaran tentang bahaya kebakaran kepada orang awam .

Statistik

Data / Maklumat Kebakaran


Menyelamat / Khidmat Khas Seluruh
Negeri Selangor Bagi Tahun 2010
Bil Perkara Jan Feb Mac Apr Mei Jun Jul Ogo
Panggilan Kebakaran

451 726 642 550 483 463 551 752

Panggilan Operasi Penyelamatan

609 565 663 499 560 512 572 526

Panggilan Khidmat Khas

9 8 5 5 13 6 14 11

Panggilan Keseluruhan (Jumlah)

4 1069 1299 1310 1054 1056 981  1137 1289


Bil Perkara Jan Feb Mac Apr Mei Jun Jul Ogo
Kematian Akibat Kebakaran

0 5 0 2 1 2 3 2

Kecederaan Akibat Kebakaran

0  1  0  1  5  3  2  2 

Panggilan Palsu

7 9 13 9 10 9 5 6

Panggilan Bencana Alam

Banjir

0 1 2 3 8 2 1 1

Kematian Akibat Banjir

0 0 0 0 0 0 0 0

Kecederaan Akibat Banjir

0 0 0 0 1 0 0 0

Selamat

0  0 0  0 0 0 0 0

Data / Maklumat Taksiran Kerugian / Diselamatkan

Seluruh Negeri Selangor Bagi Tahun 2010

Bulan Taksiran Kerugian (RM) Taksiran Diselamatkan (RM)


(Kebakaran) (Kebakaran)
Januari

30,322,369.55 81,459,611.70

Februari

11,045,432.00 18,123,393.00

Mac

8,228,855.00 19,634,500.00

April

12,087,011.00 26,258,700.00

Mei

16,737,247.00 78,140,603.89

Jun

7,877,275.00 6 61,097,012.41

Julai

25,848,079.29 19,144,860.00
Ogos

12,735,300.00 1 17,972,225.00

September

6,783,665.00 258,266,396.00

Oktober

21,616,906.10 2 2,080,505,319.90

November

7,789,761.00 18,978,234.00

Disember

Jumlah

161,071,900.94 2,679,580,855.90

LANGKAH-LANGKAH PENCEGAHAN KEBAKARAN

Fire Prevention Steps

KNOWLEDGE FROM MFRD


Make sure you get and fully understand the information from MFRD on fire prevention
tips.

FIRE EXTINGUISHERS
Make sure there are fire extinguishers to extinguish fire in the early stage. Get the
information on the handling and utilization procedures from the supplier of MFRD.
Place the extinguishers in highly visible and accessible locations or at high risk areas.

SMOKE DETECTORS
Smoke detectors function to give early warning in case of fire so that quick steps to save
lives and properties can be taken. Make sure they are installed in strategic locations.

PREMISE UPKEEP AND CLEANLINESS


The main and alternatione escape routes for every floors must be displayed at strategic
locations such as near the lifts. Make sure there are no obstacles or scattered objects in
the routes. Electrical wiring must be done properly.

INSTALLATION OF GRILLS
Make sure you choose the proper design that can be opened easily by everyone and have
safety features. Make sure they are of the durable type and do not require complicated
handling procedures.
ALAT PEMADDAM API

Kaedah Peggunaan Alat Pemadam Api Mudah Alih

P- PULL (CABUT)
Cabut pin untuk melepaskan tuil

A- AIM (HALA)
Hala nozel atau hos ke dasar
api.
S- SQUEEZE (TEKAN)
Tekan tuil di atas pemegang
untuk mengeluarkan bahan
pemadam. Untuk menghentikan
bahan dari keluar, lepaskan tuil.

S- SWEEP (SAPU)
Gerakan nozel atau hos kekiri
kanan. Bergerak ke arah api
dengan cermat.

Kelas-Kelas Api

KELAS-KELAS API

Umumnya, terdapat lima kelas api yang berlaku di rumah. Alat pemadam api
dengan simbol piawai dan huruf kelas-kelas api ia boleh digunakan.

Api Kelas 'A':


Bahan-bahan boleh terbakar biasa, seperti kayu, pakaian, kertas, getah,
kebanyakan plastik, dan lain-lain bahan mudah terbakar.

Api Kelas 'B':


Cecair boleh terbakar. TErmasuk gasolin, minyak, pelincir, tar, cat minyak,
pelincir, dan gas mudah terbakar.

Api Kelas 'C':


Termasuk cecair boleh terbakar seperti minyak tanah, minyak dan sesetengah
cat dan pelarut.

Api Kelas 'D':


Logam boleh terbakar. Termasuk magnesium, aluminium, lithium dan lain
logam atau abuk logam boleh terbakar.

Api kelas 'E':


Peralatan bercas elektrik.

Anda mungkin juga menyukai