Anda di halaman 1dari 35

//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104

Bab I_

DESKRIPSI
1.1. Pengertian
Contemporary :
kontemporer; masa kini, sewaktu, sejaman, waktu yang sama dengan
pengamat saat ini

Art :
seni; menurut Soedarso S.P. yaitu karya manusia yang mengkomunikasikan
pengalaman batinnya yang disajikan secara indah dan menarik sehingga
merangsang timbulnya pengalaman batin pula pada manusia lain yang
menghayatinya. Kelahirannya tidak didorong oleh hasrat memenuhi
kebutuhan pokok, melainkan merupakan usaha untuk melengkapi dan
menyempurnakan derajat kemanusiaannya memenuhi kebutuhan yang
bersifat spiritual.

Menurut Ki Hajar Dewantara P yaitu seni merupakan bagian dari kebudayaan


yang timbul dari hidup perasaan manusia yang bersifat indah sehingga dapat
menggerakkan jiwa dan perasaan manusia.

Gallery :
Selasar atau tempat; dapat pula diartikan sebagai tempat yang memamerkan
karya seni 3 dimensional

Sehingga Contemporary Art Gallery dapat diartikan sebagai :


Suatu tempat yang memamerkan karya seni rupa 2 dimensional dan 3
dimensional yang berkembang pada masa kini.

1|Page
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
1.2. Tinjauan tentang Seni Kontemporer
1.2.1. Karakteristik Seni kontemporer
Sebetulnya apakah itu seni rupa kontemporer? Bagaimana sebenarnya
praktek seni rupa kontemporer itu sendiri? Pertanyaan ini kerap dibicarakan
sebagai bahan diskusi. Pengertian arti dan prakteknya muncul beragam,
barangkali karena memang arti kontemporer itu sendiri yang mempunyai
makna yang luas, bukan tidak mungkin, siapa saja mempunyai tafsir yang
berbeda tentang pengertian dan bentuk praktek seni rupa kontemporer.

Berikut ini adalah karakteristik dari seni rupa kontemporer, yaitu :


1. Adanya pluralism dalam estetika, dalam prakteknya seniman
mendapatkan kebebasan untuk berorientasi pada masa depan, masa lalu
ataupun sekarang.
2. Berorientasi karya bebas, tidak menghiraukan batasan-batasan kaku seni
rupa yang dianggap baku.
3. penggunaan media atau bahan apapun dalam berkarya seni
4. Berani menyentuh situasi sosial, politik dan ekonomi masyarakat yang
sedang, pernah ataupun mungkin akan terjadi.

2|Page
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
Berikut ini beberapa contoh karya seni instalasi yang pernah dipamerkan di
galeri Rumah Seni Cemeti (Yogyakarta) dan Selasar Sunaryo Art Space
(Bandung) :

Gambar 1.1. Karya-karya seni rupa kontemporer

Keterangan (searah jarum jam dari kiri atas) :


1. Darft Goes to the Disco,karya Wiyoga, 2008, mirror, polyester, resin, electronic motor
2. karya Mirjam Burer, 2001
3. Yogya Bintang House Mini, karya Yoshitomo Nara + Graf, 2008
4. Baliku II, karya Sunaryo,1989, mixed media on kanvas
5. Mandala, karya Sunaryo, 1998, 4,5x225x50, assembling (stones, wood, water, stainless
steel and copper elektroplating)
6. Episode of Steel II, karya Sunaryo, 1994, 143x210x33, mahogany wood and stinless
steel
7. The Animist, karya AG Kus Widanarto “Jompet”, 2007

1.2.2. Perkembangan Seni Kontemporer di Indonesia

Dalam seni rupa Indonesia, istilah kontemporer muncul awal 70-an, ketika G.
Sidharta menggunakan istilah kontemporer untuk menamai pameran seni
patung pada waktu itu. Suwarno Wisetetromo, seorang pengamat seni rupa,
berpendapat bahwa seni rupa kontemporer pada konsep dasar adalah upaya
pembebasan dari kontrak-kontrak penilaian yang sudah baku atau mungkin
dianggap usang. Pendapat lain dari Yustiono, staf pengajar FSRD ITB,
melihat bahwa seni rupa kontemporer di Indonesia tidak lepas dari pecahnya
isu postmodernisme (akhir 1993 dan awal 1994), dimana sepanjang tahun
1993 menyulut perdebatan dan perbincangan luas baik di seminar-seminar
maupun di media massa pada waktu itu.

Sedangkan kaitan seni kontemporer dan (seni) postmodern, menurut


pandangan Yasraf Amior Pilliang, pemerhati seni, pengertian seni

3|Page
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
kontemporer adalah seni yang dibuat masa kini, jadi berkaitan dengan waktu,
dengan catatan khusus bahwa seni postmodern adalah seni yang
mengumpulkan idiom-idiom baru. Lebih jelasnya dikatakan bahwa tidak
semua seni masa kini (kontemporer) itu bisa dikategorikan sebagai seni
postmodern, seni postmodern sendiri di satu sisi memberi pengertian,
memungut masa lalu tetapi di sisi lain juga melompat kedepan (bersifat
futuris). (sumber : www.sujud.tripod.com; A.Sudjud Darnanto Personal
Website)

1.3. Tinjauan Khusus tentang Seni Rupa 2 Dimensional dan 3 Dimensional


1.3.1. Seni Lukis
Seni lukis dapat dikatakan sebagai suatu ungkapan pengalaman estetik
seseorang yang dituangkan dalam bidang 2 dimensi (2 matra), dengan
menggunakan medium rupa, yaitu garis, warna, tekstur, shape, dan
sebagainya. Pada mulanya seni gambar merupakan karya ilustrasi, yaitu
untuk menerangkan atau memberi keterangan terhadap orang lain atau lebih
tepat sebagai gambar keterangan. Di sisi lain menggambar merupakan
medium untuk mencapai simbol figuratif dalam pencapaian bentuk seni lukis.

Beberapa aliran seni lukis yang menjadi dasar perkembangan seni lukis yaitu
Surrealisme, Kubisme dan Romantisme. Beberapa aliran yang pernah
berkembang di dunia seni lukis antara lain Ekspresionisme, Impresionisme,
Fauvisme, Neo-Impresionisme, Realisme, Naturalisme dan De Stijl.

Walaupun dalam praktek karya seni lukis kontemporer saat ini banyak
menggunakan metode yang non-konvensional, metode yang digunakan
dalam memamerkan karya seni lukis kontemporer dapat digolongkan sebagai
berikut:
ƒ Hanging Object, benda-benda koleksi dipamerkan dengan cara digantung.
ƒ Karya lukis dipajang dengan meletakkan/menggantungkannya pada
dinding galeri.
ƒ Menggunakan panel tambahan yang berfungsi dalam membantu
mempresentasikan karya seni lukis. Selain itu panel-panel ini juga dapat
digunakan sebagai pembentuk dan pengarah sirkulasi sesuai keinginan
sang seniman dalam mempresentasikan karyanya.

4|Page
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
ƒ Teknik Audiovisual yaitu metode pameran dengan menggunakan bantuan
teknologi maju,yaitu dengan menggunakan editing komputer dan
proyektor. Termasuk dalam teknik ini antara lain slide, film dan
planetarium, videotape, videodisc, project dioramas.
ƒ Melalui Live Demonstration/demonstrasi langsung dari sang seniman, hal
ini termasuk ke dalam performance Art.

1.3.2. Seni Grafis


Seni 2 dimensional ini pada dasarnya menitikberatkan pada teknik cetak
mencetak, sebagai usaha untuk dapat memperbanyak atau melipatgandakan
sesuatu, baik gambar atau tulisan dengan cara tertentu pula. Seni grafis
terapan sangat berkepentingan dengan fungsi guna. Metode presentasi
pameran seni grafis hamper sama dengan metode presentasi karya seni
lukis.

1.3.3. Seni Instalasi

Seni instalasi yaitu (installation = pemasangan) seni yang memasang,


menyatukan, dan mengkontruksi sejumlah benda yang dianggap bisa
merujuk pada suatu konteks kesadaran makna tertentu. Biasanya makna
dalam persoalan-persoalan sosial-politik dan hal lain yang bersifat
kontemporer diangkat dalam konsep seni instalasi ini.

Seni instalasi dalam konteks visual merupakan perupaan yang menyajikan


visual 3 dimensional yang memperhitungkan elemen-elemen ruang, waktu,
suara, cahaya, gerak dan interaksi spektator (pengunjung pameran) sebagai
konsepsi akhir dari olah rupa. (sumber : Wikipedia, ensiklopedia bebas)

Hal penting lain yang cukup signifikan dalam Karya Seni Rupa Instalasi
adalah dimana proses berkarya merupakan kesatuan unit penilaian yang
turut menentukan ukuran dan nilai seni. Unsur “peristiwa” atau tepatnya
proses kejadian suatu peristiwa telah dianggap sebagai representasi
sehingga di sini secara otomatis akan terjadi kontak antara objek dan
penonton. Secara kebentukan Seni Rupa Instalasi masih merupakan sebuah
seni yang mengalami banyak perkembangan, mulai dari ekspresi yang
dilahirkan hingga pada tingkat praktisnya. Seperti penggunaan efek teknologi
multimedia, gerakan-gerakan (kinetik), mesin, lampu (laser), musik (bunyi),

5|Page
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
tari (gerak) dan video sampai pada respon terhadap alam yang dibentuk
dalam efek sebuah perakitan atau penginstalan. (sumber : www.mains-
mains.blogspot.com)

Berikut medium seni rupa instalasi yang sedang berkembang:


a. Site specific Art (Site Work)
Dalam tulisan Agung Hujatmikajenong yang dimuat dalam harian Kompas
(Minggu, 25 Juli 2004) menyebutkan bahwa “Site specific Art (Site Work)
adalah seni rupa instalasi yang di tampilkan secara khusus melalui
pemanfaatan dan penggunaan suatu tempat atau ruang dengan berbagai
karakter yang spesifik”. Karya Seni Rupa Instalasi ini berkembang di
Amerika sekitar tahun 1977 dengan tokohnya Richard Serra.

b. Video Installation
Video Installation adalah Seni Rupa Instalasi yang memanfaatkan televisi
yang disusun menjadi sebuah patung dengan monitor yang banyak
dengan berbagai bahasa tayang televisi yang spontan, tak ada
sambungannya, menghibur. Dalam buku Style, School and Movements
disebutkan bahwa Seni Rupa Instalasi semacam ini muncul pada tahun
1965 disaat negara Amerika dilanda “kegilaan” terhadap televisi. Dengan
tokohnya seorang seniman dan musisi kebangsaan Korea yang lahir di
Amerika yaitu Nam June Paik. (Dempsey, 2000 : 257)

c. Indigenouse Art
Indigenouse Art adalah Seni Rupa Instalasi yang mempergunakan
potensi lingkungan alam semesta yang tumbuh disuatu tempat, baik
dalam keadaan yang alamiah maupun berupa material mentah yang
dapat diproses menjadi karya seni. Menurut Moelyono karya Seni Rupa
jenis ini berkembang pertama kali di Asia khususnya di Filipina, yang
melahirkan seniman seperti Junyee,dan Hermisanto. (2001 : 55-56)

Berikut masih membicarakan medium seni rupa instalasi yang sedang


berkembang baik di barat maupun di negara ketiga (selain barat) antara lain:

Assemblage, yaitu sebuah gambar tiga-dimensi yang dibuat dari berbagai


material, terutama yang digunakan sehari-hari.

6|Page
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104

Conceptual Art, muncul pada tahun 1960-an. Keutamaannya terletak pada


ide mendasar dari sebuah karya. Hal ini sering diwujudkan semata-mata
lewat bahasa (misalnya teks atau catatan). Eksekusi karya dilihat sebagai hal
sekunder, bahkan kadang-kadang kurang berarti. (Lihat definisi mengenai
seni konseptual oleh Sol Le Witt: "In conceptual art the idea or concept is the
most important aspect of the work. When an artist uses a conceptual form of
art, it means that all of the planning and decisions are made beforehand and
the execution is a perfunctory affair. The idea becomes a machine that makes
the art.")

Minimalis Art, yaitu sebuah tren seni 1960-an yang membawa lukisan atau
patung kembali pada bentuk-bentuk dasar geometrik dan menempatkannya
dalam sebuah relasi yang kuat dengan ruang dan pengamat.

Internet Art, yaitu sebuah bentuk seni yang menggunakan media digital
seperti komputer dan internet.

Environmental Art, yaitu ruang interior maupun eksterior yang secara


keseluruhan dipadukan oleh seniman yang pada akhirnya menyatukan
pengamat seni dalam sebuah pengalaman estetik.

Sound Art,
Land Art, dan
Earth Art,

Metode presentasi karya seni instalasi kontemporer saat ini banyak


menggunakan metode yang non-konvensional dan cenderung unik. Metode
yang digunakan dapat melibatkan pengunjung galeri aktif dalam
mengapresiasi karya seni yang ada. Metode yang digunakan tersebut dalam
memamerkan karya seni instalasi kontemporer yaitu sebagai berikut:
ƒ Metode pengunjung aktif. Misalnya dengan menekan tombol atau
menggerakkan sesuatu.
ƒ Pengunjung museum dapat memanfaatkan permainan yang merangsang
intelektual dan keingintahuan.
ƒ Pengunjung diajak aktif secara fisik, misalnya melihat benda-benda kecil
dengan menggunakan mikroskop atau melihat objek melalui lensa tertentu.

7|Page
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
ƒ Metode demonstrasi langsung dari seniman lewat performance art dengan
atau tanpa melibatkan pengunjung.
ƒ Pengunjung diajak untuk ikut aktif secara intelektual.

Sedangkan dari wujud presentasi karyanya sendiri dapat digolongkan


sebagai berikut:
ƒ Unsecured Object, cara ini diterapkan untuk benda-benda yang tidak
membutuhkan penanganan dan pengamanan khusus.
ƒ Fastened Object, pada cara ini benda dipertahankan pada suatu posisi
tertentu agar tidak berpindah tempat.
ƒ Enclose Object, benda-benda yang dipamerkan dilindungi dengan pagar
atau kaca.
ƒ Animed Object, benda-benda pamer digerakkan sehingga memunculkan
atraksi yang menarik bagi pengunjung.
ƒ Diorama, yaitu benda-benda yang dipamerkan meniru bentuk benda asli
melalui miniaturnya atau seukuran benda aslinya dengan menampilkan
suatu sekuen tertentu.
ƒ Teknik Simulasi yaitu dengan mengajak pengunjung untuk berpetualang
atau mengalami suatu kondisi atau mengalami pengalamanvisual tertentu
dalam pameran.

1.4. Tinjauan tentang Galeri Seni Rupa Kontemporer


1.4.1. Pengertian Galeri Seni Rupa Kontemporer
Galeri seni rupa kontemporer (Contemporary Art Gallery) berarti suatu tempat
yang memamerkan karya seni rupa 2 dimensional dan 3 dimensional yang
berkembang pada masa kini. Selain memamerkan karya-seni rupa
kontemporer merawat dan menjaga sekaligus mengapresiasikan seni. Oleh
karena itu untuk menunjang hal tersebut maka diperlukan fasilitas pendukung
yang tidak hanya berfungsi sebagai wadah eksebisi, tetapi juga dapat
digunakan sebagai media apresiasi dan pengkajian seni. Selain itu diperlukan
pula fasilitas pengelolaan yang sifatnya mendukung aktifitas utama yang ada.

1.4.2. Fungsi Galeri Seni Kontemporer


Galeri seni kontemporer ini mempunyai fungsi utama yaitu sebagai wadah
apresiasi seni dan memamerkan karya-karya seni kontemporer kepada
masyarakat sekaligus memelihara kary-karya tersebut. Secara tidak langsung
galeri seni memberikan fungsi edukasi kepada masyarakat mengenai ilmu

8|Page
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
dan perkembangan seni yang merupakan bagian dari perkembangan dari
kondisi sosial dan budaya dan memberikan dorongan kepada masyarakat
untuk ikut semakin kreatif dan produktif dalam berkarya secara positif.

Dalam perkembangannya galeri seni tidak hanya berfungsi sebagai tempat


memamerkan, mengapresiasi dan merawat karya seni rupa. Tetapi juga
sebagai tempat untuk memberikan suatu kajian seni kepada masyarakat agar
karya-karya seni kontemporer yang ada dapat terapresiasikan dengan benar
dan tidak menjadikan salah tafsir pada masyarakat mengenai apa yang
sebenarnya akan dikomunikasikan lewat karya tersebut. Galeri juga
memberikan fasilitas kepada suatu komunitas seni untuk menyampaikan
suatu gagasan-gagasan baru yang positif kepada masyarakat.

1.4.3. Lingkup Kegiatan Galeri Seni Rupa Kontemporer


1. Kegiatan Utama
Mengadakan pameran yang merupakan kegiatan komunikasi visual
antara pengunjung dengan materi koleksi di bidang seni rupa, yang
berupa pameran temporer dengan tema tertentu dan spesifikasi ruang
tertentu sesuai dengan metode pagelaran yang dilakukan dalam
mempresentasikan sebuah karya seni.
2. Kegiatan Penunjang
Merupakan kegiatan yang sifatnya menunjang kegiatan utama dan
fungsinya sebagai media edukasi seni rupa, beberapa terdapat unsur
komersial di dalamnya, yaitu :
a. Perpustakaan.
b. Performance seni
c. Seminar dan workshop seni.
d. Kegiatan residensi seniman.
e. Café dan ArtShop
3. Kegiatan Pengelola
Merupakan kegiatan yang bersifat pengelolaan, meliputi :
a. Administrasi.
b. Manajemen.
4. Kegiatan Konservasi dan Kuratorial
Kegiatan ini meliputi :
a. Pengumpulan, penataan dan inventarisasi koleksi.
b. Perawatan dan perlindungan objek.

9|Page
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
c. Penyajian koleksi.
5. Kegiatan Servis
a. Mekanikal & Elektrikal
b. Loading dock
c. Keamanan
d. Lavatory
e. ibadah
f. parkir

1.5. Studi Observasi tentang Galeri Seni Rupa Kontemporer


1.5.1. Studi Observasi tentang Aktifitas Seni Rupa Kontemporer di Yogyakarta
Untuk mengetahui gambaran fasilitas yang ada dalam Galeri Seni
Kontemporer, maka dilakukan studi observasi awal untuk mengetahui
kebutuhan klien, dalam hal ini yaitu seniman kontemporer Yogyakarta dan
kurator. Observasi dilakukan baik secara langsung maupun dari studi literatur
yang relevan dengan tema bahasan. Observasi langsung dilakukan pada
tanggal 16-17 September 2008.

1.5.1.1. Studi Observasi dengan Narasumber Seniman


Seniman membutuhkan sebuah media dan tempat untuk dapat
mengkomunikasikan karya-karyanya kepada publik. Galeri Seni merupakan
salah satu media yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Galeri Seni
dapat memberikan suatu dorongan kepada para insan kreatif untuk terus
menghasilkan karya seni.

Dikutip dari pendapat seorang seniman kontemporer dari Yogyakarta,


Popok Tri Wahyudi, galeri seni merupakan kebutuhan bagi seniman tetapi
tidak banyak galeri seni yang benar-benar memberikan solusi kepada
seniman dalam mengkomunikasikan karyanya kepada publik penikmat seni.
Artinya tidak semua galeri sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh para
seniman/perupa. Tidak hanya apa yang akan ditampilkan yang menjadi
kebutuhan para seniman tetapi juga bagaiman karya mereka dapat diterima
oleh masyarakat dan diapresiasi dengan baik.

Bagi para seniman aktifitas seni merupakan sebuah profesi yang dapat
memberikan mereka penghidupan. Berangkat dari hal tersebut maka

10 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
diharapkan suatu galeri dapat memberikan akses kepada masyarakat untuk
dapat mengapresiasi dengan baik sehingga karya mereka dapat dan layak
dijual kepada masyarakat penikmat seni.

Menurut pendapat Popok, aliran seni kontemporer sendiri sebenarnya bagi


mereka hanyalah sebuah ‘style’ yang berkembang pada masa belakangan
ini. Bahkan mungkin ada dari kalangan seniman sendiri yang kurang paham
dengan apa arti gagasan ‘kontemporer’ yang dialamatkan kepada karya-
karya mereka karena pada dasarnya mereka menghasilkan karya seni
berdasarkan naluri dan ‘insting’ istimewa yang mereka punyai. Dikutip dari
Koran Tempo edisi Senin 15 September 2008, seorang seniman bernama
Alimin yang tergabung dalam kelompok “Blok 9”, menyatakan bahwa dirinya
sendiri bahkan tidak memahami apa yang dimaksud ‘kontemporer’ itu. Jadi
apakah itu seni lukis, grafis ataupun instalasi bagi para seniman hal itu
hanyalah media penyampaian yang mereka gunakan. Dapat pula
performance seni digabungkan dengan presentasi karya seni rupa. Pada
dasarnya hal yang cukup penting adalah bagaimana gagasan yang mereka
tuangkan melalui karya seni dapat dimengerti dan diapresiasi oleh
masyarakat yang melihatnya.

Aktifitas seni kontemporer belakangan ini melibatkan banyak seniman baru


yang mencoba peruntungannya di dunia seni. Menurut Anusapati dalam
tulisannya yang berjudul Galeri Alternatif untuk karya-karya alternatif, para
seniman kontemporer yang mempunyai karya-karya yang ‘tidak biasa’ atau
sifatnya ‘eksperimental’ membutuhkan tempat pamer yang tidak hanya
sekedar dapat memamerkan karya seni mereka tetapi juga terjangkau
sehingga memunculkan fenomena “downtown galleries” sebagai alternatif
dari galeri-galeri yang sudah mapan dan memamerkan karya-karya seniman
terkenal. Galeri ini dapat berupa studio yang dialih fungsikan menjadi galeri
atau bahkan sebuah gudang atau basement yang dipermak menjadi sebuah
galeri pamer. Namun demikian dari galeri-galeri “downtown” ini banyak
ditemukan pameran yang menarik dan penuh kejutan.

Untuk memamerkan suatu karya seni bukan hanya faktor tempat/ruangnya


yang besar dan megah, tetapi nuansa yang intim dan akrab dimana para
seniman berangkat dari studio kecil dan ‘downtown gallery”, sehingga

11 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
dibutuhkan ruang pamer yang fleksibel dan dapat ditata dan dikomposisikan
sesuai keinginan seniman.

Menanggapi pertanyaan bagaimana apabila beliau mempunyai galeri


sendiri, Popok Tri Wahyudi memparkan bahwa dirinya tidak meminta
banyak hal. Popok menyatakan bahwa galeri yang sesuai unutk
kebutuhannya yaitu galeri atau ruang ‘netral’ yang dapat memamerkan
seluruh karyanya dan dapat ‘menjual’ karyanya kepada publik. Untuk teknis
ruang pamernya ornamentasi tidak diperlukan sama sekali karena
ornamentasi sekecil apapun (contohnya pada dinding partisi tambahan atau
kolom di dalam ruangan pamer) akan sangat mengganggu presentasi karya
seni lukis yang dipamerkannya. Untuk memamerkan karya instalasi
membutuhkan space ruang yang lebih besar karena dimensi objeknya
sendiri yang tentunya lebih besar daripada objek 2 dimensional.

1.5.1.2. Studi Observasi dengan Narasumber Kurator


Perkembangan dunia seni di Yogyakarta sedang berjalan ke arah yang
kurang baik. Setidaknya itulah sisi negatif yang terjadi yang dinyatakan oleh
sang owner Rumah Seni Cemeti, Nindityo Adipurnomo. Praktek kegiatan
seni kontemporer di Yogyakarta banyak yang dilakukan bukan karena
apresiasi terhadap seni melainkan lebih karena mengejar target pasaran
komersial yang belum tentu berjalan selaras dengan kualitas karya seninya
sendiri. Hal ini menjadi salah satu concern-nya dalam kegiatan kuratorialnya
bersama istrinya sendiri Mella Jaarsma.

Dalam mengatasi hal itu Nindityo melakukan beberapa hal. Diantaranya


yaitu dalam menyelenggarakan pameran mengupayakan kerjasama dengan
hanya satu seniman saja walaupun tidak menutup kemungkinan untuk
menyelenggarakan satu tema pameran yang bekerja sama dengan
beberapa seniman. Hal ini bertujuan untuk menggali kemampuan seniman
selama dalam masa residensi dengan pihak galeri.

Rumah Seni Cemeti juga menjalankan suatu program residensi seniman


yang bekerjasama dengan Artoteek Den Hag Belanda dan Program
Pengembangan dan Kebudayaan Kedutaan Belanda di Jakarta, yang diberi
nama ‘Landing Soon’ yang merupakan program kerjasama pertukaran
kebudayaan dan seni. Dalam program ini para seniman diberi kesempatan

12 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
untuk sepenuhnya konsentrasi bekerja, melakukan uji coba dan interaksi
sesama seniman, professional maupun komunitas tertentu untuk menggali
suatu gagasan ide yang nantinya akan dipresentasikan dalam pameran.

Dalam kegiatan teknisnya seniman yang melakukan residensi bekerja


dengan difasilitasi wisma/homestay seniman dan studio konsep saja.
Sedangkan untuk eksekusi penyelesaian karya seninya para seniman
dibebaskan untuk menyelesaikannya di luar galeri. Hal ini bukan tanpa
tujuan melainkan untuk merangsang agar seniman mengetahui ruang sosial
yang ada di lingkungan sekitarnya serta memacu agar sang seniman lebih
peka pada lingkungan social budaya yang berkembang di sekitarnya. Karya
yang muncul nantinya akan didokumentasikan dan apabila perlu diadakan
side event yang membahas karya seni tersebut melalui kegiatan
performance seni, workshop ataupun diskusi seni.

Perihal bagaimana apabila sebuah karya seni akan dijual lewat stockroom di
Rumah Seni Cemeti, Nindityo menyatakan bahwa karya seni yang ada di
stockroom merupakan karya yang mempunyai nilai jual dan telah
mendapatkan izin dari sang seniman sendiri. Karya-karya tersebut berada di
stockroom pada jangka waktu tertentu sesuai kontrak dengan galeri,
sehingga bersifat seperti ruang transit karya seni kontemporer.

1.5.1.3. Kesimpulan Hasil Studi Observasi


Dari uraian mengenai studi observasi baik dengan narasumber seniman
ataupun kurator berikut ini adalah beberapa poin penting yang dapat
digunakan sebagai landasan perencanaan Contemporary Art Gallery di
Yogyakarta, yaitu :

a. Perencanaan pada Galeri Seni Kontemporer harus memperhatikan


kebutuhan seniman sebagai klien. Mereka membutuhkan sebuah ruang
pamer yang sekaligus dapat mempresentasikan karya seni mereka
sekaligus ‘menjual’ karya seni yang dihasilkan oleh para seniman
tersebut.
b. Perlu adanya suatu fasilitas yang memberikan suatu wadah kajian seni
agar seni dapat diapresiasi dengan lebih baik, diantaranya yaitu
konvensi, workshop serta performance art.

13 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
c. Ruang pamer yang diperlukan adalah ruang pamer netral yang bersifat
fleksibel.
d. Program Residensi seniman dapat menjadi sebuah studi kasus yang
menggambarkan aktifitas seniman pada Galeri Seni Kontemporer di
Yogyakarta sehingga membutuhkan kebutuhan fasilitas berupa wisma
sekaligus studio bagi seniman.
e. Rumah Seni Cemeti di Yogyakarta dapat menjadi salah satu studi
preseden yang sesuai dengan karakter seni kontemporer yang
berkembang di Yogyakarta.

1.5.2. Studi Preseden Galeri Seni


1.5.2.1. Rumah Seni Cemeti
1. Lokasi
Rumah Seni Cemeti/Cemeti Art House terletak di . D.I. Panjaitan no.41
Yogyakarta. Galeri seni kontemporer ini dikelola oleh Yayasan Seni
Cemeti yang aktif mengadakan berbagai pameran seni kontemporer yang
diadakan secara periodik.

2. Bangunan

Gambar 1.2. denah cemeti art house dan lay-out event


pameran Leng I Lung, 7Agustus-7 November 2008
(sumber : Alambina.net dan brosur Leng l Lung)

Gambar 1.3. tampak samping cemeti art house


(sumber : Alambina.net)

14 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104

Gambar 1.4. perspektif cemeti art house


(sumber : Alambina.net)

Bangunan Rumah Seni Cemeti ini bergaya arsitektur vernakular. Hal ini
terlihat pada ruang lobby penerima yang bergaya joglo yang mencirikan
bangunan tradisional jawa. Dari ruang penerima ini pengunjung digiring
menuju ke ruang pamer melewati sebuah ruang selasar dengan salah
satu sisi yang terbuka. Terdapat sebuah tanman hijau kecil berukuran
kurang lebih 25 m2 pada sebelah sisi yang terbuka pada selasar. Di sisi
sebelah kanan terdapat ruang penunjang berupa lavatory dan pantry
serta stockroom. Terdapat ceruk dinding yang berisi display buku
dokumentasi seniman dan kegiatan yang dilakukan oleh Rumah Seni
Cemeti yang berada di sisi kanan dan kiri pitu stockroom.

Ruang Pamer berukuran 105 m2 dengan konsep ruang yang semi


terbuka yang salah satunya menghadap selasar yang
menghubungkannya ke ruang lobby penerima. Ruang pamer dilengkapi
dengan sistem pencahayaan alami dari bukaan atap dan sistem
pencahayaan artifisial dari lampu sorot. Selain itu juga terdapat suplay
listrik dari stop-kontak untuk suplay listrik karya seni instalasi yang
memputuhkan listrik sebagai energi penggerak mekanik atau pada
kasusu video art. Finishing dinding ruang pamer menggunakan warna
putih netral tanpa ormnamentasi. Plafond dibiarkan tanpa finishing untuk
pencahayaan alami yang merata pada seluruh ruang pamer. Sedangkan
finishing lantai dari ubin dengan warna krem merata dari ruang penerima
hingga ruang pamer.

15 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104

Gambar 1.5. interior cemeti art house


(sumber : Alambina.net dan dokumentasi pribadi)
Terdapat ruang kegiatan penunjang yang terletak di sisi depan massa
bangunan yang digunakan untuk kegiatan pengelolaan yang terhubung
pada ruang lobby dan ruang penerima. Selain itu terdapat pula 2 ruang
lainnya yaitu ruang storage peralatan dan ruang studio konsep mini yang
keduanya terhubung pada selasar yang menghubungkan ruang penerima
dengan ruang pmer dan taman mini yang berada di tengah massa
bangunan.

3. Aktifitas dan Fasilitas


Berikut ini tabel aktifitas dan fasilitas yang ada di Rumah Seni Cemeti :
No Aktifitas Fasilitas
1 Pameran/eksebisi Ruang pamer temporer
12mx14m dengan kapasitas
150 orang
2 Perawatan karya seni meliputi : Stockroom
a. penyimpanan
b. konservasi dan penjualan
3 Eksperimen Studio konsep dan
homestay seniman
4 Kegiatan pengelolaan Ruang pengelola
5 Kegiatan informasi Lobby
6 Kegiatan penunjang Storage
Lavatory
Taman mini
Tabel.1.1 aktifitas dan fasilitas Rumah Seni Cemeti
(sumber : analisa survey )

16 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
4. Data Jumlah Pengunjung
Untuk satu periode pameran dengan lama rata-rata 20-30 hari, jumlah
pengunjung berkisar antara 450-650 orang. Sedangkan jumlah
pengunjung paling banyak dalam satu hari pameran sekitar 100-150
orang. Frekuensi pengunjung paling banyak terjadi pada saat event
pembukaan pameran.
(sumber : data jumlah pengunjung Cemeti Art House)

1.5.2.2. Bentara Budaya Yogyakarta


Bentara Budaya Muncul resmi di yogyakarta pada tanggal 26 September
1982. Bentara Budaya menampung dan mewakili wahana budaya bangsa
yang ada di Yogyakarta. Muncul dari berbagai kalangan, latar belakang
dan cakrawala yang berbeda-beda, balai ini berupaya menampilkan
bentuk dan karya cipta budaya yang pernah mentradisi atau bentuk
kesenian massa yang pernah popular dan merakyat. Juga karya karya
baru (kontemporer) yang seolah tak mendapat tempatdan tak layak tampil
di sebuah gedung terhormat sebagai bagian dari budaya masyarakat.
Bentara mempertemukan antara aspirasi yang pernah ada dan aspirasi
yang sedang tumbuh. (Sindhunata 2007:4)

1. Lokasi
Bentara Budaya Yogyakarta berlokasi di Jl. Suroto 2 Kotabaru
Yogyakarta. Lokasi ini termasuk pada Kawasan Lindung setempat
Arkeologis/Budaya/Sejarah.

17 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
2. Bangunan

Gambar 1.6. denah Bentara Budaya Gambar 1.7. tampak bangunan Bentara
Yogyakarta Budaya Yogyakarta
(sumber : dokumentasi pribadi) (sumber : dokumentasi pribadi)

Bentara Budaya yogyakarta menempati bangunan di sebelah Kantor


Kompas Gramedia yang merupakan satu grup pengelolaan.
Bangunannya sendiri tidak begitu menonjol dari eksterior tetapi cukup
unik karena menampilkan langgam arsitektur indis yangsemi kolonial,
hal ini terlihat dari bentuk dann tampilan kusen bangunan yang bergaya
indis dengan bahan krepyak kayu. Penutup atap menggunakan sistem
atap planar dan dikombinasikan dengan limasan yang mencerminkan
arsitektur tropis.

Tatanan ruangnya sendiri terdiri dari satu ruang pamer temporer


dengan dua ruang penunjang lainnya. Ruang pamer ‘netral’ berbentuk
persegi dilengkapi dengan penghawaan dan pencahayaan artifisial.

Gambar 1.8. Event pameran ‘Kere Munggah Bale’ di Bentara Budaya Yogyakarta
(sumber : dokumentasi pribadi)

18 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
3. Aktifitas dan Fasilitas
Berikut ini tabel aktifitas dan fasilitas dalm Bentara Budaya Yogyakarta
No Aktifitas Fasilitas
1 Pameran/eksebisi Ruang pameran temporer 15mx12m
kapasitas 150 orang
Dengan lampu spot, partisi,dan
soundsystem 1200watt
2 Pertunjukan outdoor Stage outdoor sound system 4000 watt
3 Kegiatan pengelolaan Ruang pengelola
Ruang Tamu

Tabel.1.2 aktifitas dan fasilitas Bentara Budaya Yogyakarta


(sumber : analisa survey )

4. Data Jumlah Pengunjung


Dalam satu periode pameran dengan lama rata-rata 10-15 hari, jumlah
pengunjung berkisar antara 300-400 orang. Sedangkan jumlah
pengunjung paling banyak dalam satu hari pameran sekitar 100 orang.
(sumber : data jumlah pengunjung Bentara Budaya Yogyakarta)

1.5.2.3. Taman Budaya Yogyakarta


Bergerak di bidang seni dan budaya, Taman Budaya Yogyakarta mulai
didirikan pada tahun 1978 dengan SK Mendikbud RI no.0276/O/1978
bersamaan dengan berdirinya Taman-Taman Budaya di berbagai propinsi di
Indonesia, dan salah satunya di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Taman Budaya merupakan Unit Pelaksana Teknis yang bertanggung jawab
langsung kepada Direktorat Jendral Kebudayaan. Tugasnya yaitu
mengembangkan kebudayaan daerah di Propinsi.

Taman Budaya menempati dan mengelola Gedung Purna Budaya, yang


merupakan Kompleks Pusat Pengembangan Kebudayaan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Diresmikan oleh Wakil Presiden RI tahun 1977, Hamengku
Buwono IX pada tanggal 11 Maret 1977. Fungsi utamanya yaitu sebagai
tempat membina, memelihara, meneliti, dan mengembangkan kebudayaan
Daerah Istimewa Yogyakarta

19 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
1. Lokasi
Taman Budaya terletak di Kawasan Lindung Setempat
Arkeologis/Budaya/Sejarah tepatnya di kawasan Cagar Budaya Benteng
Vredeburg mempunyai letak yang sebenarnya cukup strategis dan
mudah untuk pelayanan publik.

2. Bangunan

Gambar 1.9.denah gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta dan tampak gedung
(sumber : dokumentasi taman budaya dan dokumentasi pribadi)

Bangunan awal asli yang ditempati oleh Taman Budaya Yogyakarta ini
adalah gedung ‘Militair Societeit’, yaitu bangunan peninggalan colonial
Belanda yang dulunya berfungsi sebagai tempat bersenang-senang
keluarga militer Belanda. Selain melakukan kegiatan rekreasi mereka juga
melakukan pementasan-pementasan budaya.

Gambar 1.10. Interior perpustakaan dan teater societeit


TamanBudata Yogyakarta
(sumber : dokumentasi taman budaya dan
dokumentasi pribadi)

Dalam perkembangannya dibangun sebuah gedung Concert hall yang


masih mengadopsi gaya kolonial dan sebuah bangunan perpustakaan
baru yang terdapat pula sebuah galeri seni. Gedung Societeit kemudian
digunakan sebagai tempat pengelolaan dan administrasi Taman Budaya.
Open café juga dibangun sebagai fasilitas pelengkap.

20 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104

Gambar 1.11.denah gedung Concert Hall,


tampak gedung dan
Interior concert hall dan galeri seni
TamanBudata Yogyakarta
(sumber : dokumentasi taman budaya
dan dokumentasi pribadi)

3. Aktifitas dan Fasilitas


Sebagai pusat kebudayaan propinsi Taman Budaya mempunyai fungsi
aktifitas yang luas termasuk di dalamnya berkaitan dengan seni. Berikut
ini tabel aktifitas dan fasilitas yang ada di Taman Budaya Yogyakarta :
No Aktifitas Fasilitas
1 Pameran/eksebisi dan • Ruang pamer 35mx28m
performance seni dilengkapi spotlight, panel
pertunjukan/musik dan daya listrik 10.000 watt
• Concert hall kapasitas 1200
penonton dengan luas
panggung 18,80mx14,80m
dan daya listrik 20.000 watt
• Teater seni Societeit
kapasitas 300 penonton
dengan luas panggung
10mx8m dan daya listrik
20.000 watt

21 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
2 Kegiatan seminar Ruang seminar 18mx16m
3 Perawatan karya seni dan Stockroom
perangkat pertunjukan seni Storage
4 Kegiatan dokumentasi Perpustakaan dengan jumlah
buku th.2007:
3800 buku dalam 2100 judul
meliputi kliping media massa,
jurnal seni dan budaya,
majalah seni dan budaya, dsb
5 Kegiatan pengelolaan Kelompok ruang pengelola
6 Kegiatan informasi Lobby
7 Kegiatan penunjang Lavatory
Café terbuka
Souvenir shop
8 Kegiatan service Parkir

Tabel.1.3 aktifitas dan fasilitas Taman Budaya Yogyakarta


(sumber : analisa survey )

1.5.2.4. Selasar Sunaryo Art Space


Nama Selasar Sunaryo Art Space diambil dari nama seniman yang memiliki
galeri seni tersebut. Istilah selasar mengacu pada filosofi bahwa karya
seninya adalah suatu proses kreatif yang terus berjalan.

1. Lokasi
Selasar Sunaryo terletak di propinsi Jawa Barat tepatnya di Daerah
tingkat II Bandung, Kecamatan Lembang. Letaknya sendiri berada di
kawasan perbukitan alami di jl. Bukit Pakar Timur, Dago, Bandung.

22 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
2. Bangunan

Gambar 1.12.
denah lantai-1Selasar Sunaryo Art Space
keterangan :

C. Wing Space
D. Kopi Selasar
E. Central Space
F. Cinderamata Selasar
G. Audio Visual Space
H. Amphitheatre
I. Bale Handap
J. Bamboo House

(sumber : www.SelasarSunaryo.net)

Gambar 1.13.
denah lantai-2 Selasar Sunaryo Art Space
keterangan :

A. Stone Garden
B. Main Space

(sumber : www.SelasarSunaryo.net)

23 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
Letak Selasar Sunaryo yang berada di kawasan perbukitan sangat
menentukan pola peletakan fungsi massa bangunan yang mengisi ruang
seluas 5000m2 dengan tingkat kemiringan sekitar 20-40%. Maka dalam
perancangannya dilakukan pemisahan massa bangunan berdasarkan
pengelompokan fungsi aktifitas. Berikut pengelompokan massa bangunan
di Selasar Sunaryo berdasarkan fungsinya :

a. Fungsi Bangunan Utama, dengan dimensi sekitar 8,4x22 m2 yang


terdiri atas tiga lantai yang berbeda dengan split level yang
memanfaatkan pola kontur eksisting.
b. Fungsi Bangunan Penunjang, yang terdiri atas dua lantai yang
berbeda dengan split level.
c. Ruang Amphiteater terbuka berbentuk setengah lingkaran dengan
diameter sekitar 20m dari lingkar luar amphiteater dan 10m dari
lingkar luar panggung.

Gambar 1.14.
Interior dan eksterior Selasar Sunaryo Art Space
(sumber : www.SelasarSunaryo.net)

Konsep sirkulasi cenderung menggunakan pola linier yang mengusung


pola ruang yang menerus. Citra bangunan menampilkan image ‘modern
abstrak’ yang menjadi ekspresi karya-karya seni kontemporer dari
Sunaryo. Tampilan interior tidak menonjol dan cenderung netral untuk
lebih menonjolkan karya-karya seni yang dipamerkan di dalamnya.

3. Aktifitas dan Fasilitas


Selain aktifitas utama galeri seni yaitu memamerkan, merawat dan
mengapresiasikan karya seni Selasar Sunaryo tentunya juga berfungsi
sebagai studio kerja mengingat galeri seni ini adalah milik personal.

24 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
Berikut ini tabel Aktifitas dan Fasilitas yang ada di Selasar Sunaryo Art
Space di Bandung :
No Aktifitas Fasilitas
1 Pameran tetap karya-karya milik Ruang pamer tetap
Sunaryo dan pameran temporer Ruang pamer temporer
Ruang pamer outdoor
2 Produksi karya seni Studio seni
3 Konvensi dan diskusi seni Ruang pertemuan
4 Performance seni Amphitater
5 Kegiatan komersial Artshop
Café
6 Kegiatan informasi Lobby
7 Kegiatan pengelolaan Ruang pengelola
8 Kegiatan service Lavatory
Dapur
Ruang Mekanikal Elektrikal
Storage dan Stock Room

Tabel.1.4 aktifitas dan fasilitas Selasar Sunaryo Art Space


(sumber : analisa )

4. Data Jumlah Pengunjung


Frekuensi padat kunjungan terjadi antara pukul 10.00-17.00 WIB. Jumlah
pengunjung per-minggu pada pameran tetap berkisar antara 420-550
orang. Sedangkan jumlah pengunjung pada event-event pameran tertentu
sekitar 120-150 orang.
(sumber : analisa survey)

25 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
1.6. Tinjauan Lokasi
1.6.1. Tinjauan Umum Kota Yogyakarta
Geographic and Administrative Subdivision
The geographic location of Yogyakarta City 7°
49' 26" - 7° 15' 24" South longitude and 110°
24' 19" - 110° 28' 53" East latitude.
Yogyakarta Municipality comprises of 14 sub-
districts and 45 kelurahan with a total area of
32.5 km² or 1.2% of the total area of DIY
Province.
Topography
The elevation of this city is between 25 and
200 m above the sea level with a slope of 0 - 2
%. Quite steep slopes are found on the
riverbanks of Code and Winongo.
Climtatology
The average rainfall is between 1500 and 2500
mm/year with the wet months between
November and
March and the dry months from April to
October
Gambar 1.15.
Peta Kotamadya Yogyakarta
(sumber : atlas Yogyakarta, Dinas
Pekerjaan Umum DIY)

Menurut Keputusan Walikota


Yogyakarta nomor 20 tahun 2002
tentang “penjabaran status
kawasan, pemanfaatan lahan dan
intensitas pemanfaatan ruang yang
berkaitan dengan perda no 6 th
1994 tentang RUTRK kota
Yogyakarta” menjelaskan bahwa
kota Yogyakarta terbagi menjadi 6
subdistrik yaitu :
A. Kawasan Malioboro
B. Kawasan Jl.Magelang
C. Kawasan Jl.Solo
D. Kawasan Kotagede
E. Kawasan Tumbuh Cepat
Umbulharjo
F. Kawasan Jl.Bantul

Gambar 1.16.
Peta Pembagian kawasan Kotamadya Yogyakarta
(sumber : atlas Yogyakarta, Dinas Pekerjaan Umum DIY)

26 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
Dalam pembagian wilayahnya, kota Yogyakarta juga dibagi menjadi tiga
kawasan yaitu :
- Kawasan lindung, merupakan kawasan konservasi yang tidak dapat
diganggu gugat kecuali dengan kebijakan khusus yang mendetail.
Kawasan ini meliputi wilayah keraton, wilayah pemerintah dan
perdagangandi Jl.Malioboro dan Ahmad Yani, dan kawasan tugu.
- Kawasan penyangga, adalah kawasan dengan status agak bebas.
Kebijakan kota Yogyakarta menyangkut kawasan ini meliputi tata guna
lahan, koefisien lantai bangunan, dan koefisien daar bangunan ynag ketat
dan mengikat. Kawasan ini meliputi kawasan disekitar kawasan lindung
dan wilayah di jalur utama pergerakan kota. Kawasan ini benyak
diperuntukkan untuk bangunan-bangunan umum.
- Kawasan bebas, adalah kawasan diluar kawasan lindung dan kawasan
penyangga, terutam diperuntukkan bagi permukiman, perdagangan dan
fasilitas kegiatan lingkungan.

Gambar 1.17.
Peta Rencana pemanfaatan Lahan
Kotamadya Yogyakarta
(sumber : pemda Kotamadya Yogyakarta)

27 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
1.6.2. Tinjauan Kepariwisataan di Yogyakarta
Yogyakarta yang merupakan ibukota Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk
ke dalam peta pariwisata nasional sebagai daerah tujuan wisata Nasional di
mana di dalamnya banyak terdapat cagar budaya. Yogyakarta merupakan
daerah urutan ke-2 terbesar sebagai daerah tujuan wisata setelah Bali.
Potensi seni dan budaya yang khas dari Yogyakarta mengundang para
wisatawan untuk mengunjungi kota Yogyakarta. Berikut ini adalah data
jumlah wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta tahun 2001-2006 dan
jumlah pengunjung museum sebagai cagar budaya Yogyakarta :

Tabel.1.6. Tabel Jumlah Wisatawan yang Berkunjung ke Yogyakarta


(sumber : Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Propinsi DIY 2006 )

Tabel.1.7. Tabel Jumlah pengunjung museum di Yogyakarta


(sumber : BPS kota Yogyakarta 2006 )

28 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
1.6.3. Perkembangan Seni Kontemporer di Yogyakarta

Di Yogyakarta segala bentuk aktivitas seni rupa dapat tumbuh dan


berkembang, artinya segala macam karya seni diungkapkan dengan berbagai
latar belakang penciptaan. Maraknya penyelenggaraan pameran mulai dari
Biennal, Festifal Kesenian Yogyakarta, pameran-pameran tunggal atau
bersama sampai hadirnya seniman negara lain yang berpameran di
Yogyakarta mendukung kuatnya atmosfir kesenian (seni rupa) di kota ini.
Iklim kondunsif ini, antara lain juga, memunculkan banyak seniman
Yogyakarta yang bekerja dengan memakai idiom-idiom yang "bukan seperti
tradisi biasanya" atau non konvensional. Dengan bahasa metafora yang
dimiliki masing-masing seniman, mereka kerap kali menggelitik pikiran dan
empati publik. Seniman menggunakan bermacam-macam cara penyampaian
dari media seni hingga kecenderungan pemakaian media campuran, yang
seringkali "tak terduga", sebagai representasi gagasan mereka. Jika demikian
bagaimana melihat keberagaman itu berhubungan dalam konteks wacana
seni rupa kontemporer. Cara apakah yang memberi jalan pada penikmat
untuk dapat mencerna karya-karya tersebut?

Untuk itu Yayasan Seni Cemeti yang didukung oleh Princes Claus
mengundang 4 peneliti untuk mencoba meneliti berbagai kecenderungan tadi.
Empat orang peneliti itu, antara lain Drs. Asmudjo Jono Irianto, Dr. M. Dwi
Marianto, drs. Rizki A. Zaelani dan Dr. Sumartono, MA. Mereka melakukan
serangkaian penelitian tentang senirupa kontemporer Yogyakarta pada era-
90-an dengan mengambil sudut pandang berbeda sebagai kajian analisis
yang saling melengkapi.

Peneliti Drs. Asmudjo J. Irianto, mengambil analisis tentang konteks tradisi


sosial politik dalam seni rupa kontemporer Yogyakarta era 90-an, sebuah
pendekatan tentang kecenderungan adanya nilai-nilai yang lain di luar seni
rupa yang mempengaruhi perkembangan seni rupa Yogyakarta,. Tentang
seni kontemporer, Asmudjo menuliskan bahwa dalam "art World"
internasional ada perbedaan dalam penggunaan istilah seni modern dengan
seni kontemporer dalam melihat seni rupa asia, seperti apa yang diutarakan
Caroline Turner bahwa kecenderungan seni kontemporer Asia juga
dipengaruhi oleh masa modern dan pramodern dari kebudayaan yang terjadi.
Misalnya tentang konteks tradisi pada praktek seni rupa Yogyakarta,

29 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
diungkapkan Asmudjo bahwa pencarian tradisi pada akhir 80-an dan awal 90-
an, dapat dilihat sebagai usaha untuk "menemukan" nilai dan makna masa
lalu yang dianggap memiliki keterkaitan atau konteks dengan masa kini.
Dimana usaha "pencarian" ini berbeda dengan pendahulunya. Ditulis pula
bahwa persentuhan seniman muda Yogyakarta dengan medan seni rupa
internasional mau tidak maui membuka pemahaman mereka bahwa karakter
etnis atau lokal yang tampil dalam karya menjadi salah satu kekuatan atau
modal untuk eksplorasi lebih mendalam. Kemudian pada konteks sosial
politik dekade 90-an Asmudjo menuliskan bahwa seni rupa kontemporer
yogyakarta sebagai representasi situasi sosial, politik, merujuk pada apa
yang dikatakan Janet Woll mengatakan bahwa seni adalah produk sosial,
maka karya seni rupa kontemporer Yogyakarta adalah juga teks yang
terbaca.

Dr. M. Dwi Marianto mengetengahkan perhelatan pengertian kontemporer


yang dengan memakai metode dalam membaca (menginterpretasi) teks,
yang memakai pendekatan hermeneutika (Gadamer & Ricouer), dilengkapi
juga dengan beberapa monografi seniman yang berada pada "wacana"
tersebut, antara lain Anusapati, Dadang Christanto, Hedi Haryanto, Samuel
Indratma, Agung kurniawan, Nindityo Adipurnomo, Hanura Hosea, Heri Dono,
Hedi Haryanto, S.Teddy D dll. Analisisnya yang berjudul Gelagat Yogyakarta
Menjelang Millenim Ketiga memberi pengertian bahwa yang paling penting
dalam seni kontemporer adalah bukan apa-apa atau elemen-elemen atau
komponen-komponen yang diambil dari seni tradisional atau seni rupa
pramodern. Ditulis lagi bahwa rasa kekontemporeranlah yang berperan untuk
satu presentasi seni kontemporer.

Penliti yang ketiga, Drs. Rizki A. Zaelani, menganalisis seniman Yogyakarta


dan karyanya yang muncul dengan kode-kode "kontemporer" sepanjang era
90-an. Rizki menawarkan identifikasi bahwa adanya persamaan antara
seniman kontemporer Yogyakarta dengan seniman kontemporer Indonesia
(diluar Yogyakarta) & internasional. Untuk memahami berlangsungnya
kecenderungan-kecenderungan tertentu dalam seni rupa kontemporer
Indonesia, Rizki memanfaatkan pengamatan kritikus seni Sanento Yuliman,
yang menyangkut wilayah teorisasi. Juga tentang penilaiannya dari
pernyataan Gerakan Seni Rupa Baru, sebagai pernyataan yang muncul
akibat dari kelangsungan karya seni yang mereka hadapi. Untuk

30 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
kecenderungan karya seni rupa kontemporer, menurut Rizki, melibatkan tiga
masalah yaitu gejala perupaan, tema karya, serta orientasi praktek seni yang
dijalankan seniman, khususnya dalam pengkajian karya seniman
kontemporer Yogyakarta generasi 90-an, Rizki menemukan tiga kasus
sebagai petunjuk yaitu, pengembaraan dalam konvensi medium/idiom artistik,
keterkaitan antara ekspresi dan aspek tekstualitas, serta keterkaitan antara
aspek tekstualitas, serta keterkaitan antara aspek tekstualitas dan aspek
keterlibatan publik.

Peneliti ke empat, Dr. sumartono, MA memfokuskan tiga analisa pada lingkup


ilmu sejarah seni rupa (art history). Pertama, yaitu peran kekuasaan baik
personal maupun organisasional dalam seni rupa kontemporer Yogyakarta,
bagaiman peran kekuasaan dalam mendorong, menentang atau
mengakomodasi kelahiran seni rupa di Yogyakarta dan perkembangan yang
berlangsung sesudahnya. Kedua, adalah mengungkap makna seni rupa
kontemporer ciptaan seniman-seniman kontemporer Yogyakarta yang
berkaitan erat dengan konteks kekuasaan. Ketiga yaitu mengungkap makna
seni rupa kontemporer Yogyakarta yang terkait erat dengan konteks
kekuasaan. Kekuasaan yang ditulis Sumartono ialah yang terkait dengan
konteks sosial, politik dan ekonomi dan juga bersandar pada pandangan
Michael Foucault, yang mengatakan kekuasaan tidak terkonsentrasi di
tangan penguasa negara, perusahaan, organisasi agama, tetapi bercokol di
seluruh bidang kehidupan masyarakat. Sumartono, juga tidak melupakan
pembahasan karya senirupa sebagai fenomena fisis yang juga akan dikaitkan
dengan kekuasaan. Sumartono mengungkapkan bahwa ada dua pengertian
"seni rupa kontemporer", pertama adalah pengertian yang beredar luas di
masyarakat, yang bisa diartikan seni rupa modern dan seni rupa alternatif
seperti instalasi, happening dan performance art.

Dari empat sudut analisis ini kiranya dapat merefleksikan dan


merepresentasikan, secara aktual dan analitik sebagai gamaran yang
mencatat dan mengkaji apa-apa yang dihasilkan dinamika seni rupa
Yogyakarta pada dekade 90-an. Sekaligus dapat dipahami bahwa berbagai
aktivitas dan kecenderungan senirupa ini ternyata terdapat indikasi-indikasi
yang menunjukkan fenomena berkembangnya teks kontemporer dalam karya
seni seniman Yogyakarta. (sumber : www.sujud.tripod.com; A.Sudjud
Darnanto Personal Website)

31 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
1.6.4. Perkembangan Galeri Seni Rupa Kontemporer di Yogyakarta
Kota Yogyakarta dikenal sebagai kota seniman. Setidaknya begitulah
pendapat orang mengenai Yogyakarta. Sebagai kota tujuan wisata yang
mempunyai akses internasional maupun lokal ini, Yogyakarta memang
memliki beraneka ragam seni dan budaya lokal yang mempunyai karakter
khas. Perkembangan sektor kesenian di Yogyakarta cukup terlihat salah
satunya dengan indikasi berkembangnya sentra kerajinan seni lokal. Hal ini
didukung oleh program pemerintah yang menjadikan seni dan budaya
sebagai salah satu kebijakan pemerintah dalam pembangunan kota
Yogyakarta sekaligus menjaga dan mengembangkan potensi-potensi seni
yang ada di masyarakat.

Tatanan sosiokultural masyarakat Yogyakarta yang terbuka terhadap nilai-


nilai dari luar, baik seni maupun budaya dari luar menyebabkan muncul dan
berkembangnya seni kontemporer. Seni kontemporer yang mempunyai
karakter ‘lebih bebas’ menjadi berkembang di era masa kini yang cenderung
lebih berorientasi global. Dunia seni-pun mulai dapat berekspresi lebih bebas
an tidak terikat oleh ‘batasan kaku’ penggolongan seni. Seni kontemporer
yang secara teknis dapat diekspresikan di media apapun secara bebas ini
mulai berkembang di Yogyakarta sekitar periode tahun 1980-an. Seni
kontemporer ini cukup berani dalam menyinggung aspek sosial masyarakat
yang sedang hangat terjadi di lingkungan masyarakat.

Semakin berkembangnya seni kontemporer di Yogyakarta pada saat ini


menyebabkan bertambahnya pula peminat seni kontemporer sehingga
banyak bermunculan pula para seniman lokal baru yang mengekspresikan
karya-karyanya dengan gaya kontemporer. Namun, berkembangnya jumlah
para pelaku seni kontemporer ini tidak dibarengi dengan berkembangnya
media apresiasi dan ekspresi seni yang sesuai (dalam hal ini adalah galeri
seni). Beberapa galeri-galeri baru yang banyak bermunculan seiring dengan
bertambahnya peminat tidak mampu bertahan lama dikarenakan tidak
didukung dengan dana dan manajemen yang sesuai dan teratur.

Potensi seni lokal maupun non-lokal yang baru-baru tumbuh di Yogyakarta


sebenarnya cukup menjanjikan dan layak untuk meramaikan dunia seni
kontemporer di Yogyakarta. Kebebasan ekspresi yang muncul oleh karena
karakter seni yang ‘bebas berkarya’ ini memacu para seniman untuk

32 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
mengekspresikan karya-karya mereka dan semakin positif dalam berkarya
seni. Seni kontemporer dapat menjadi sebuah kritik sosial dan cerminan
kondisi tatanan sosial masyarakat yang aktual sehingga cukup layak untuk
bersaing dan mendapatkan apresiasi yang sesuai lewat event-event eksebisi
seni. Namun, hal ini cukup tersendat oleh karena kurangnya media ruang
pamer yang sesuai.

Walaupun dewasa ini banyak beberapa galeri yang bermunculan


meramaikan blantika galeri seni kontemporer yang ada di Yogyakarta, tetapi
tanpa manajemen dan pengaturan yang layak potensi mereka cepat
meredup. Berikut ini beberapa galeri seni rupa yang ada di kawasan kota
Yogyakarta :

1. Amri Gallery, di Jl Gampingan 6


2. Arjuna Art Shop, di Jl Ngasem 70/54
3. Arthia Gallery, di Jl Dr Soetomo 57 Mataram Plaza Ag
4. Darmo Gallery, di Jl Polowijan 4 B
5. Dirix Art Gallery, di Jl Laksda Adisucipto Km 8
6. Folk Art Shop, di Jl Tirtodipuran 51
7. Rumah Seni Cemeti, Jl D.I. Pandjaitan 41
E-mail : cemetiah@indosat.net.id
8. Java Gallery & Crafts, di Jl Prawirotaman 27
E-mail : Javagall@mailcity.com
9. Kendedes Furniture Art & Curio, di Jl Kusumanegara 115
10. Koong Gallery CV, di Jl Nyai H Ahmad Dahlan 12
11. Mahadewa Art Shop, di Jl Laksda Adisucipto Km 8,5
12. Miranda Batik, di Jl Kadipaten Kidul 20
13. Old Star Art Shop, di Jl Ambar Arum 35
14. Ramon Art And Craft, Tempo Doeloe Gallery di Jl. Gambir 1
E-mail : Tgd@indo.net.idi.com
15. Tujuh Bintang Art Space, di Jalan Sukonandi 7
16. V_Art Gallery Café, di Jl. Laksda Adi Sucipto 165
E-mail : vartjogja@yahoo,co.id
(sumber : www.pemda-diy.go.id.)

Banyak dari beberapa yang disebutkan di atas di antaranya menggunakan


unsur komersialitas sebagai komoditi utama pengelolaan galeri seni bukan

33 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
atas nama apresiasi terhadapa seni itu sendiri. Namun, jumlah tesebut
menunjukkan bahwa sebenarnya masyarakat di yogyakarta sudah cukup
apresiatif terhadap perkembangan seni rupa. Hubungan timbal balik ini
sebaiknya cukup potensial untuk mengembangkan suatu komunitas ataupun
galeri seni rupa yang lebih concern terhadap budidaya dan perkembangan
apresiasi seni itu sendiri.

1.6.5. Potensi Pendukung Galeri Seni kontemporer di Yogyakarta


Berikut ini beberapa poin yang menjadi pendukung keberadaan Galeri Seni
Kontemporer di Yogyakarta :

1. Yogyakarta sebagai salah satu kota tujuan wisata yang mempunyai


akses regional internasional yang mudah, serta memiliki predikat
sebagai ‘kota seniman’ di mata orang luar.
2. Kondisi sosiokultur masyarakat yang lebih terbuka terhadap
kebudayaan dari luar yang menyebabkan apresiasi masyarakat
terhadap seni cukup besar.
3. Pemerintah memberikan dukungan pada perkembangan seni dan
budaya melalui kebijakan-kebijakan yang terus menjaga dan menggali
potensi seni masyarakat.
4. Perkembangan seni kontemporer pada era global ini tentunya telah
melahirkan bakat-bakat seni baru baik yang muncul dari dari
pendidikan akademik maupun non-formal sekaligus menyebabkan
terbentuknya beberapa komunitas seni di Yogyakarta.
Berikut ini jumlah organisasi seni yang terdaftar di Dinas Priwisata,
Seni dan Budaya Kotamadya Yogyakarta :

No Jenis kesenian organisasi


1 Nasyid 5
2 Sholawat 6
3 Kethoprak 17
4 Campursari 17
5 Musik 7
6 Jathilan 3
7 Karawitan 20
8 Tari 12

34 | P a g e
//:Yogyakarta Contemporary Art Gallery_104
9 Wayang 6
10 Keroncong 14
11 Teater 35
12 Band 2
13 Qosidah 5
14 Hadrah 3
15 Rebana 2
16 Kulintang 1
17 Seni rupa 12
18 Kesastraan 1
19 Mocopat 2
20 Gejog lesung 3
21 Orkes melayu 2
22 Seni tradisi 32
23 Disain/kerajinan 1
24 Seni budaya 2
25 Gamelan 2

Tabel.1.8 Jumlah organisasi seni di Yogyakarta 2006


(sumber : Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Propinsi DIY )

5. Terdapat beberapa akademi pendidikan formal di bidang seni seperti :


ISI Yogyakarta, UNY fakultas ilmu pengetahuan seni, akademi disain
MSD, Sekolah Musik dan Seni Rupa (setingkat SMU), akademi seni
rupa dan disain ‘AKSERI’, dan Politeknik seni di Yogyakarta.
6. Terdapat beberapa galeri seni di Yogyakarta baik yang komersial
maupun yang non-komersial.
7. Berkembangnya sentra kerajinan seni lokal yang mengindikasikan
perkembangan seni yang cukup produktif di Yogyakarta.
8. Seni kontemporer yang cukup berani menyinggung kondisi sosial.
politik, ekonomi dan budaya yang hangat terjadi di masyarakat, cukup
berkembang di era modern global yang membutuhkan transparansi.
Seni kontemporer memiliki media ekspresi yang beragam dan unik
sehingga dapat menarik perhatian masyarakat umum.

35 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai