Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman

belajar yang disediakan  bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat

nilai-nilai pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Kurikulum disusun oleh para ahli

pendidikan /ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha

serta unsur-unsur masyarakat lainnya (Sukmadinata, 2004). Rancangan ini disusun

dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam proses

pembimbingan perkembangan peserta didik, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh

peserta didik, keluarga, dan masyarakat.

Kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Di sana semua

konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat, dan kemampuan guru diuji dalam

bentuk perbuatan yang akan mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata dan hidup. Oleh

karena itu, gurulah pemegang kunci pelaksanaan dan keberhasilan kurikulum. Dialah

sebenarnya perencana, penilai, dan pengembang kurikulum sesungguhnya.

Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang merencanakan, menghasilkan

suatu alat yang lebih baik dengan didasarkan pada hasil penilaian terhadap kurikulum

yang telah berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi belajar mengajar yang lebih baik

(Subandijah, 1993).
2. TUJUAN PENULISAN

Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang esensial dalam proses pendidikan.

Sasaran yang ingin dicapai bukan semata-mata memproduksi bahan pelajaran melainkan

lebih dititik beratkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pengembangan kurikulum

merupakan proses yang menyangkut banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, antara

lain pertimbangan akan pernyataan tentang kurikulum, siapa yang terlibat dalam

pengembangan kurikulum, bagaimana prosesnya, apa tujuannya kepada siapa kurikulum

ditujukan.

3. MASALAH

Dalam makalah ini kami hanya memfokuskan pada siapa yang terlibat dalam

pengembangan kurikulum.

Kegiatan pengembangan kurikulum mencangkup penyusunan kurikulum itu sendiri,

pelaksanaan di sekolah-sekolah yang disertai dengan penilaian yang intensif,

penyempurnaan-penyempurnaan yang dilakukan terhadap komponen-komponen tertentu

dari kurikulum tersebut atas dasar hasil penilaian.

Faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kurikulum diantaranya adalah :

● Diawali oleh adanya rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap hasil kurikulum yang

sedang atau telah berjalan

● Terjadinya perubahan dalam organisasi kurikulum sekolah.


BAB II

PEMBAHASAN

1. PREVIEV DAN PERUBAHAN KURIKULUM

Dalam usaha perbaikan kurikulum di sekolah dapat berhasil dengan baik, hendaknya

diperhatikan langkah-langkah yang berikut:

● Adakan penilaian umum tentang sekolah, dalam hal apa sekolah itu lebih baik atau lebih

rendah mutunya daripada sekolah lain

● Selidiki berbagai kebutuhan, antara lain kebutuhan siswa, kebutuhan guru, dan kebutuhan

akan perubahan dan perbaikan

● Mengidentifikasi masalah serta merumuskannya, yang timbul berdasarkan studi tentang

berbagai kebutuhan yang tersebut di atas lalu memilih salah satu yang dianggap paling

mendesak.

● Mengajukan sarana perbaikan, sebaiknya dalam bentuk tertulis, yang dapat didiskusikan

bersama, apakah sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku, menilai maknanya bagi

perbaikan sekolah dan menjelaskan makna serta implikasinya.

● Menyiapkan desain perencanaannya yang mencangkup tujuan, cara mengevaluasi,

menentukan bahan pelajaran, metode penyampaiannya, percobaan, penilaian, balikan,

perbaikan, pelaksanaan, dan seterusnya.

● Memilih anggota panitia, sedapat mungkin sesuai dengan kompetensi masing-masing

● Mengawasi pekerjaan panitia, biasanya oleh kepala sekolah


● Melaksanakan hasil panitia oleh guru dalam kelas. Oleh sebab pekerjaan ini tidak mudah,

kepala sekolah hendaknya senantasa menyatakan penghargaannya atas pekerjaan semua

yang terlibat dalam usaha perbaikan ini.

● Menerapkan cara-cara evaluasi, apakah yang direncanakan itu dapat direalisasikan. Apa

yang indah di atas kertas, belum tentu dapat diwujudkan

● Memantapkan perbaikan, bila ternyata usaha itu berhasil baik dan dijadikan pedoman

selanjutnya. (Nasution, 2003)

Perubahan kurikulum melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, di dalam mengubah

kurikulum perlu dipertimbangkan faktor-faktor manusia (human factors), yaitu: guru, peserta

didik, orang tua peserta didik, staf administrasi sekolah, pemakai lulusan, serta pihak lain

yang mungkin terlibat dalam sistem pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung

antara lain : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat

lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan (Sudrajat, 2008). Dari pihak-pihak

tersebut yang secara terus menerus turut terlibat dalam pengembangan kurikulum adalah:

administrator pendidikan, guru, para ahli,dan orang tua (Sukmadinata, 2004).

Berdasarkan uraian tersebut, maka timbul suatu permasalahan:  siapa saja pihak-pihak yang

mempengaruhi pengembangan kurikulum? Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk

mengetahui pihak-pihak yang mempengaruhi pengembangan kurikulum.

2. Pihak-pihak yang terlibat dalam Pengembangan Kurikulum

1. Peranan Para Administrator Pendidikan

Peranan para administrator di tingkat pusat dalam pengembangan kurikulum adalah

menyusun dasar-dasar hukum, menyusun kerangka dasar serta program inti kurikulum

(Sukmadinata, 2004). Kerangka dasar dan program inti tersebut akan menentukan
minimum course yang dituntut. Atas dasar kerangka dasar dan program inti tersebut para

administrator daerah  dan administrator lokal mengembangkan kurikulum sekolah bagi

daerahnya yang sesuai dengan kebutuhan daerah.

Administrator pendidikan terdiri dari:

● Administrator Pusat : direktur dan kepala pusat

● Administrator Daerah: Kepala Kantor Wilayah

● Administrator Lokal: Kepala Kantor Kabupaten, Kecamatan dan Kepala Sekolah.

2. Peranan Para Ahli

Pengembangan kurikulum membutuhkan bantuan pemikiran para ahli, baik ahli

pendidikan, ahli kurikulum, maupun ahli bidang studi/disiplin ilmu. Dengan mengacu

pada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ditetapkan pemerintah, baik kebijaksanaan

pembangunan secara umum maupun pembangunan pendidikan, perkembangan tuntutan

masyarakat dan masukan dari pelaksanaan pendidikan dan kurikulum yang sedang

berjalan, para ahli pendidikan memberikan alternative konsep pendidikan dan model

kurikulum yang dipandang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat.

3. Peranan Guru

Guru adalah sebagai perencanan, pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya.

Sekalipun ia tidak mencetuskan sendiri konsep-konsep tentang kurikulum, guru

merupakan penerjemah kurikulum.Dia yang mengolah, meramu kembali kurikulum dari

pusat untuk disajikan dikelasnya. Oleh karena itu guru bisa dikatakan sebagai barisan

pengembangan kurikulum yang terdepan.

Adapun peran guru dalam mengembangkan kurikulum antara lain:


● Guru sebagai perencana pengajaran. Artinya, guru harus membuat perencanaan

pengajaran dan persiapan sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar.

● Guru sebagai pengelola pengajaran harus dapat menciptakan situasi belajar yang

memungkinkan tujuan belajar yang telahditentukan.

● Guru sebagai evaluator. Artinya, guru melakukan pengukuran untuk mengetahui

apakah anak didik telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan.

Guru merupakan titik sentral suatu kurikulum berkat usaha guru, maka timbul kegairahan

belajar siswa. Sehingga memacu belajar lebih keras untuk mencapai tujuan belajar

mengajar yang bersumber dari tujuan kurikulum, untuk itu guru perlu memiliki

ketrampilan belajar mengajar. Penguasaan ketrampilan tersebut bergantung pada bahan

yang dimilikinya dan latihan keguruan yang telah dialaminya.

Keberhasilan belajar mengajar antar lain ditentukan oleh kemampuan kepribadiannya.

Guru harus bersikap terbuka dan menyentuh kepribadian siswa. Guru perlu

mengembangkan gagasan secaa kreatif, memiliki hasrat dan keinginan serta wawasan

intelektual yang luas. Guru harus yakin terhadap potensi belajar yang dimiliki oleh siswa.

Hal-hal yang perlu dikuasai guru; guru perlu memahami dan menguasai banyak hal agar

pelaksanaan pengajaran berhasil, guru juga harus mau dan mampu menilai diri sendiri

secara terus menerus dalam kaitannya dengan tingkat keberhasilan dan pelaksanaan

pengajarannya. Guru harus menguasai bahan pengajaran sesuai jenjang kelas yang

diajarnya, menguasai strategi pembelajaran yang berguna untuk menyampaikan

pengetahuan kepada siswa dan guru juga harus menjadi suri tauladan bagi siswanya dan

memberikan hal-hal yang bermakna bagi perkembangannya kelak.

Kemampuan yang harus dimiliki seorang guru, yaitu :


1.     Kemampuan Profesional, yang mencakup :

● Penguasaan materi pelajaran

● Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan

● Penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran.

2.     Kemampuan Sosial

3.     Kemampuan Personal

● Penampilan sikap

● Pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai yang seyogyanya dimiliki guru.

● Penampilan upaya menjadikan dirinya sebagai contoh bagi siswanya.

Pengembangan kurikulum dari segi pengelolaannya dibedakan menjadi :

1.     Peranan guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi

Disini guru tidak mempunyai peranan dalam perancangan, dan evaluasi     yang bersifat

makro, mereka berperan dalam kurikulum mikro. Kurikulum makro disusun oleh tim

khusus, guru menyusun kurikulum dalam jangka waktu 1 tahun, atau 1 semester. Menjadi

tugas guru untuk menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat memilih dan menyusun

bahan pelajaran sesuai kebutuhan, minat dan tahap perkembangan anak, memilih metode

dan media mengajar yang bervariasi, kurikulum yang tersusun sistematis dan rinci akan

memudahkan guru dalam implementasinya.

2.     Peranan guru dalam pengembangan kurikulum desentralisasi

Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam

suatu wilayah. Pengembangan kurikulum ini didasarkan atas karakteristik, kebutuhan,

perkembangan daerah serta kemampuan sekolah tersebut. Jadi kurikulum terutama isinya

sangat beragam, tiap sekolah punya kurikulum sendiri. Peranan guru lebih besar daripada
dikelola secara sentralisasi, guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaran

dalam program tahunan/semester/satuan pengajaran, tetapi didalam menyusun kurikulum

yang menyeluruh untuk sekolahnya. Di dini guru juga bukan hanya berperan sebagai

pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana dan

evaluator kurikulum. (Nurhayati, S.Pd.I, 2008)

4. Peranaan Orang tua Murid

Peranan mereka dapat berkenaan dengan dua hal, pertama dalam penyusunan kurikulum.

Dalam penyusunan kurikulum mungkin tidak semua orang tua dapat ikut serta hanya

terbatas kepada beberapa orang saja yang cukup waktu dan mempunyai latar belakang

yang memadai. Kedua, dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan kerja sama yang sangat

erat antara guru dengan para orang tua murid. Sebagian kegiatan belajar yang dituntut

kurikulum dilaksanakan dirumah. Dan orang tua  mengikuti atau mengamati kegiatan

belajar anakanya dirumah.

5. Peran Komite Sekolah

Komite Sekolah merupakan nama baru pengganti Badan Pembantu Penyelenggara

Pendidikan (BP3). Secara substansial kedua istilah tersebut tidak begitu mengalami

perbedaan. Yang membedakan hanya terletak pada pengoptimalan peran serta masyarakat

dalam mendukung dan mewujudkan mutu pendidikan. Komite Sekolah adalah badan

mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu,

pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada

pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan di luar

sekolah.

Tujuan pembentukan Komite Sekolah adalah:


● Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan

kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.

● Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

● Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam

penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan

(Kepmendiknas nomor: 044/U/2002 dalam Trimo, 2008).

Adapun fungsi Komite Sekolah, sebagai berikut:

● Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

● Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/ dunia

usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan

pendidikan yang bermutu.

● Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan

pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

● Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan

mengenai:

1)    kebijakan dan program pendidikan

2)    rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS)

3)    kriteria kinerja satuan pendidikan

4)    kriteria tenaga kependidikan

5)    kriteria fasilitas pendidikan, dan

6)    hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan


● Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna

mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan

● Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan

pendidikan di satuan pendidikan.

● Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,

penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Secara kontekstual, peran Komite Sekolah sebagai:

● Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanan

kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.

● Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran,

maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

● Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas

penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

● Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.

Mengacu pada peranan Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu pendidikan, sudah

barang tentu memerlukan dana. Dana dapat diperoleh melalui iuran anggota sesuai

kemampuan, sumbangan sukarela yang tidak mengikat, usaha lain yang tidak

bertentangan dengan maksud dan tujuan pembentukan Komite Sekolah. Sekolah

bukanlah suatu lembaga yang terpisah dari masyarakat. Sekolah merupakan lembaga

yang bekerja dalam konteks sosial. Sekolah mengambil siswanya dari masyarakat

setempat, sehingga keberadaannya tergantung dari dukungan sosial dan finansial

masyarakat. Oleh karena itu, hubungan sekolah dan masyarakat merupakan salah satu

komponen penting dalam keseluruhan kerangka penyelenggaraan pendidikan.


Adanya hubungan yang harmonis antar sekolah dan masyarakat yang diwadahi dalam

organisasi Komite Sekolah, sudah barang tentu mampu mengoptimalkan peran serta

orang tua dan masyarakat dalam memajukan program pendidikan, dalam bentuk:

● Orang tua dan masyarakat membantu menyediakan fasilitas pendidikan,

memberikan bantuan dana serta pemikiran atau saran yang diperlukan sekolah.

● Orang tua memberikan informasi kepada sekolah tentang potensi yang dimiliki

anaknya, dan

● Orang tua menciptakan rumah tangga yang edukatif bagi anak

Berkenaan dengan peningkatan hubungan sekolah dengan masyarakat, subtansi

pembinaannya harus diarahkan kepada meningkatkan kemampuan seluruh personil

sekolah dalam:

● Memupuk pengertian dan pengetahuan orang tua tentang pertumbuhan pribadi

anak.

● Memupuk pengertian orang tua tentang cara mendidik anak yang baik, dengan

harapan mereka mampu memberikan bimbingan yang tepat bagi anak-anaknya

dalam mengikuti pelajaran.

● Memupuk pengertian orang tua dan masyarakat tentang program pendidikan yang

sedang dikembangkan di sekolah.

● Memupuk pengertian orang tua dan masyarakat tentang hambatan-hambatan yang

dihadapi sekolah.

● Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta memajukan

sekolah.
● Mengikutsertakan orang tua dan tokoh masyarakat dalam merencanakan dan

mengawasi program sekolah

6. Peran Pengusaha

Berkaitan dengan peranan masyarakat dalam pendidikan dalam UU No.20/2005

Sisdiknas pasal 54 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan menyebutkan : (1)

Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,

keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat

berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. (3) Ketentuan

mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Sebagai contoh, sebagaimana diungkapkan oleh Kadisdik Jabar, Dadang Dally bahwa

dunia usaha dan dunia industri merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki peranan

penting dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Perihal kegiatan kerjasama

dengan dunia usaha sinergitas telah mulai dilakukan. Prosesnya telah memasuki tahap

inventarisasi. Implementasinya, dunia usaha didorong untuk membangun sekolah, bukan

menggalang dana dari dunia usaha.

3. Kesulitan-Kesulitan dalam Perubahan Kurikulum

Sejarah menunjukkan bahwa sekolah itu sangat sukar menerima pembaruan. Ide yang baru

tentang pendidikan memerlukan waktu sekitar 75 tahun sebelum dipraktikan secara umum di

sekolah-sekolah ( Nasution, 2003).


Manusia itu pada umumnya bersifat konservatif dan guru termasuk golongan itu juga. Guru-

guru lebih senang mengikuti jejak-jejak yang lama secara rutin. Adakalanya cara yang

demikianlah yang paling mudah dilakukan. Mengadakan pembaharuan memerlukan

pemikiran dan tenaga yang lebih banyak. Tak semua orang suka bekerja lebih banyak

daripada yang diperlukan. Akan tetapi ada pula kalanya, bahwa guru-guru tidak mendapat

kesempatan atau wewenang untuk mengadakan perubahan karena peraturan-peraturan

administratif. Guru itu hanya diharapkan mengikuti instruksi atasan.

Pembaharuan kurikulum kadang-kadang terikat pada tokoh yang mencetuskannya. Dengan

meninggalnya tokoh itu lenyap pula pembaruan yang telah dimulainya itu.

Dalam pembaruan kurikulum ternyata bahwa mencetuskan ide-ide baru lebib “mudah”

daripada menerapkannya dalam praktik. Dan sekalipun telah dilaksanakan sebagai

percobaan, masih banyak mengalami rintangan dalam penyebarluasannya, oleh sebab harus

melibatkan banyak orang dan mungkin memerlukan perubahan struktur organisasi dan

administrasi sistem pendidikan.


Pembaharuan kurikulum sering pula memerlukan biaya yang Iebih banyak untuk fasilitas dan
alat-alat pendidikan baru, yang tidak selalu dapat dipenuhi. Tak jarang pula pembaharuan
ditentang oleh mereka yang ingin berpegang pada yang sudah lazim dilakukan atau yang kurang
percaya akan yang baru sebelum terbukti kelebihannya Bersifat kritis terhadap pembaharuan
kurikulum adalah sifat yang sehat, karena pembaharuan itu jangan hanya sekedar mode yang
timbul pada suatu saat untuk lenyap lagi dalam waktu yang tidak lama.
BAB III

PENUTUP

Perubahan kurikulum melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, di dalam mengubah kurikulum

perlu dipertimbangkan faktor-faktor manusia (human factors), yaitu: guru, peserta didik, orang

tua peserta didik, pemakai lulusan, politikus, pengusaha, administrator pendidikan, serta pihak

lain yang mungkin terlibat dalam sistem pendidikan, baik secara langsung maupun tidak

langsung.
REFERENSI

Adiwikarta,S, 1994. Kurikulum yang Berorientasi pada Kekinian, Kurikulum untuk Abad 21,
Jakarta : Grasindo.

Abdullah, Idi. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Jakarta: Ar-Ruzz Media.

Bahri, Syamsul. 2007. Landasan Pendidikan. (http://www.wordpress. com/syamsulbolg.html,


diakses tanggal 22 Maret 2007).

PTS Online. 2007. Pentingnya Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan.


(http://www.pts.co.id/filsafat.asp, diakses tanggal 22 Maret 2007).

Tirtarahardja, Umar dan Sulo, S.L.La. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Kusnandar. 2007. Guru Profisional. Jakarta : PT Raja Grafindo.

Nasution, S. 2008. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukmadinata,  Nana S. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai