Anda di halaman 1dari 25

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Era reformasi membawa perubahan hubungan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah. Setelah diterbitkannya UU No. 22 Tahun 1999
(kemudian direvisi menjadi UU No. 32/2004). UU tersebut mengatur tentang
otonomi daerah di Indonesia. Setelah diberlakukannya otonomi daerah tersebut,
membuat pemerintah daerah memiliki kekuasaan penuh untuk menyelenggarakan
pemerintahan daerahnya sendiri. Dengan diberikannya keluasaan untuk
menyelenggarakan pemerintahan sendiri, menjadi awal terciptanya perkembangan
kepemimpinan di Indonesia.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah secara penuh dapat mendorong
munculnya pemimpin–pemimpin daerah yang lebih berkualitas dan terpercaya,
selain itu ditunjang juga oleh pemilihan umum yang lebih demokratis yaitu
melalui pemilihan langsung oleh rakyatnya. Melalui pemilihan langsung
pemimpin daerah akan mendapatkan legitimasi secara penuh dari rakyat. Jika
dibandingkan pada era orde baru dimana pada saat itu mekanisme pemilihan
bersifat sentrailistik. Saat orde baru, saat itu Gubernur dipilih oleh DPRD, selain
itu bupati ditunjuk oleh gubernur dan seterusnya. Kondisi tersebut bisa juga
mengakibatkan timbulnya kolusi. Hal ini memunculkan delegitimasi dalam
pemerintahan karena kepala daerah tidak mendapat mandat secara langsung dari
rakyat.
Otonomi daerah yang telah digulirkan tersebut pada 1 Januari 2001
menjadi kesempatan emas bagi para calon kepala daerah untuk
mengaktualisasikan diri dalam menjalankan mandat dari rakyat atau masyarakat
untuk memimpin daerahnya. Seorang pemimpin di daerah haruslah memiliki
kepemimpinan inovatif yaitu yang mampu memajukan daerahnya dan
memberikan pelayanan terbaik bagi rakyatnya melalui berbagai inovasi-inovasi
yang dibuat. Untuk membangun kepemimpinan yang inovatif, dapat dilakukan
melalui peran dan sikap visioner. Sebagai alat penggerak kepemimpinan inovatif
yaitu dengan menggunakan kepemimpinan efektif dimana alat ini mampu

1
mempertahankan inovasi yang dibuat dari perubahan-perubahan yang ada di era
globalisasi ini.
Seorang pemimpin daerah dapat dikatakan visioner ketika dia berorentasi
pada kualitas, nilai-nilai, dan tujuan sekaligus mampu menghargai aspek
kemanusiaan. Seorang pemimpin yang handal adalah yang mampu bersikap
proaktif daripada reaktif dan juga secara kreatif menciptakan berbagai peluang
yang mungkin untuk perbaikan agar tercapainya pemenuhan kebutuhan
kemanusiaan. Selain itu, criteria yang harus dimiliki oleh pemimpin di daerah
adalah kemampuan untuk berani berinovasi terhadap sumber daya yang dimiliki
daerahnya. Di era otonomi daerah sekarang ini dibutuhkan berbagai program yang
inovatif dari para pemimpin daerah tersebut, khususnya dalam penyelenggaraan
pelayanan publik. Daerah dituntut menjadi agen pemerintah ketika pemerintah
pusat tidak mampu untuk menyelenggarakan pelayanan publik. Daerah
mengambil alih pelayanan publik dalam bidang pendidikan atau kesehatan
masyarakat, seperti yang dilakukan di Provinsi Gorontalo.
Sejak diberlakukan otonomi daerah telah muncul daerah–daerah yang
berani berinovasi terhadap daerahnya, bahkan program inovasi yang dilaksanakan
berhasil mendapatkan prestasi yang membanggakan baik dari nasional maupun
internasional. Seorang pemimpin yang handal dan visioner, akan melakukan
tindakan yang mampu menjadikan inpirasi bagi rakyatnya agar kehidupan mereka
menjadi lebih baik lagi. Daerah yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah
tidak akan menjamin daerah tersebut lebih sejahtera, tetapi kembali kepada
pemimpinnya, bagaimana memanfaatkan kelebihan yang melimpah itu dengan
berbagai inovasi. Untuk itu, akan dibahas lebih lanjut cara untuk membangun
kepemimpinan inovatif di daerah.

I.2 Tujuan
Menjelaskan cara-cara yang dapat ditempuh dalam membangun
kepemimpinan yang inovatif untuk kemajuan daerah.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Kepemimpinan


Menurut Wahjosumidjo (1987) kepemimpinan merupakan proses dalam
mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok dalam usahanya
mencapai tujuan di dalam suatu situasi tertentu. Kepemimpinan meliputi proses
mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku
pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok
dan budayanya.
DuBrin (2005) mengemukakan bahwa kepemimpinan itu adalah upaya
mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, cara
mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah, tindakan yang menyebabkan
orang lain bertindak atau merespons dan menimbulkan perubahan positif,
kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi
dalam rangka mencapai tujuan, kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri
dan dukungan diantara bawahan agar tujuan organisasional dapat tercapai.
Siagian (2002) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain (para bawahannya) sedemikian rupa
sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara
pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya. Nimran (2004) mengemukakan
bahwa kepemimpinan atau leadership merupakan suatu proses mempengaruhi
perilaku orang lain agar berperilaku seperti yang akan dikehendaki. Robbins
(1996) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan.
Siagian (2002) mengemukakan bahwa peranan pemimpin atau
kepemimpinan dalam organisasi atau perusahaan ada tiga bentuk yaitu peranan
yang bersifat interpersonal, peranan yang bersifat informasional, dan peran
pengambilan keputusan. Yang dimaksud dengan peranan yang bersifat
interpersonal dalam organisasi adalah bahwa seorang pemimpin dalam perusahaan
atau organisasi merupakan simbol akan keberadaan organisasi, seorang pemimpin
bertanggung jawab untuk memotivasi dan memberikan arahan kepada bawahan,
dan seorang pemimpin mempunyai peran sebagai penghubung. Peranan yang
bersifat informasional mengandung arti bahwa seorang pemimpin dalam

3
organisasi mempunyai peran sebagai pemberi, penerima dan penganalisa
informasi. Sedangkan peran pemimpin dalam pengambilan keputusan mempunyai
arti bahwa pemimpin mempunyai peran sebagai penentu kebijakan yang akan
diambil berupa strategi-strategi bisnis yang mampu untuk mengembangkan
inovasi, mengambil peluang atau kesempatan dan bernegosiasi dan menjalankan
usaha dengan konsisten.
Peran kepemimpinan dalam organisasi adalah sebagai pengatur visi,
motivator, penganalis, dan penguasaan pekerjaan. Yasin (2001) mengemukakan
bahwa keberhasilan kegiatan usaha pengembangan organisasi, sebagian besar
ditentukan oleh kualitas kepemimpinan atau pengelolanya dan komitmen
pimpinan puncak organisasi untuk investasi energi yang diperlukan maupun
usaha-usaha pribadi pimpinan.
Kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi. Hal tersebut
dapat dilihat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada
kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi dalam diri setiap
orang bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu sendiri. Beberapa gaya
kepemimpinan yang ada diantaranya yaitu:
1. Otokratis. Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan
kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya.
Jadi kekuasaanlah yang sangat dominan diterapkan.
2. Demokrasi. Gaya ini ditandai adanya suatu struktur yang
pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang
kooperatif. Di bawah kepemimpinan demokratis cenderung bermoral
tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat
mengarahkan diri sendiri.
3. Gaya kepemimpinan kendali bebas. Pemimpin memberikan kekuasan
penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan
pemimpin bersifat pasif.

4
II.2 Teori Kepemimpinan
II.2.1 Teori Sifat
Keberhasilan seorang pemimpin dapat ditentukan oleh sifat-sifat, perangai
atau ciri-ciri yang dimiliki oleh pemimpin itu. Sifat tersebut dapat berupa sifat
fisik atau sifat psikologis. Untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil sangat
ditentukan kemampuan pribadi pemimpin. Kemampuan pribadi yang dimaksud
adalah kualitas seseorang dengan berbagai macam sifat-sifat, perangai atau ciri-
ciri di dalamnya.
Menurut Davis dalam Wahjosumidjo (1987), mengemukakan empat
macam kelebihan kelebihan sifat-sifat yang perlu dimilki oleh pemimpin, yaitu
Pertama, Intelegensia (intelligence), memiliki kecerdasan yang lebih tinggi
daripada bawahannya. Kedua, Kematangan dan keluasan pandangan social (social
maturity and breadth). Pemimpin harus lebih matang dan lebih luas dalam hal
yang berkaitan dengan kemasyarakatan sehingga mudah mengendalikan keadaan,
kerja sama sosial, serta mempunyai keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri.
Ketiga, mempunyai motivasi dan keinginan berprestasi yang datang dari dalam
(inner motivation and avhievement desires). Pemimpin diharapkan harus selalu
mempunyai dorongan yang besar untuk dapat menyelesaikan sesuatu. Keempat,
mempunyai kemampuan mengadakan hubungan antar manusia (human relations
attitudes). Pemimpin harus selalu lebih mengetahui terhadap bawahannya, sebab
dalam kehidupan organisasi diperlukan adanya kerja sama atau saling
ketergantungan antara anggota-anggota kelompok. Pemimpin perlu berorientasi
pada bawahan.
Teori yang dikemukakan di atas disamping mendapat pertentangan dari
berbagai pihak, dalam prakteknya mempunyai kelemahan yang sulit dipraktekkan.
Kelemahan tersebut antara lain: 1. Diantara para pendukung teori tersebut tidak
ada kekompakan sehingga timbul berbagai pendapat diantara para pendukung
teori tersebut 2. Teori sifat terlalu bersifat deskriptif, tidak mempunyai analisis
bagaimana sifat-sifat itu kaitannya dengan keberhasilan seorang pemimpin
3. Tidak selalu ada relevansi antara-antara sifat yang dianggap unggul tersebut
dengan efektivitas kepemimpinan 4. Terlalu sulit untuk menentukan dan
mengukur masing-masing sifat yang berbeda-beda satu dengan yang lain

5
5. Situasi dan kondisi tertentu dimana kepemimpinan dilaksanakan, memerlukan
sifat pemimpin yang tertentu pula (Wahjosumidjo, 1987).
II.2.2 Teori prilaku
Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian
mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah
kecil aspek dari perilaku. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana
perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan
seperti kepuasan dan kinerja bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan
yang konsisten dan agak kuat dari teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin
yang penuh perhatian mempunyai lebih banyak bawahan yang puas
(Wahjosumidjo, 1987).
Hasil studi kepemimpinan Ohio State University menunjukkan bahwa
perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua kategori yaitu konsiderasi
dan struktur inisiasi. Hasil penelitian dari Michigan University menunjukkan
bahwa perilaku pemimpin memiliki kecenderungan berorientasi kepada bawahan
dan berorientasi pada produksi atau hasil (Wahjosumidjo, 1987).
Konsiderasi mengacu kepada bagaimana seorang pemimpin cenderung
mengarah kepada kepentingan bawahannya. Oleh sebab itu ciri-ciri prilaku
pemimpin seperti ini adalah ramah, mendukung dan membela bawahan, mau
berkonsultasi, mau mendengarkann bawahan, menerima usulan bawahan,
memikirkan kesejahteraan bawahan (Wahjosumidjo, 1987).
Struktur inisiasi, mengacu pada perilaku pemimpin yang lebih
mementingkan tujuan organisasi dari pada memperhatikan karyawannya. Ciri
pemimpin seperti ini adalah memberikan kriitik terhadap pekerjaan yang jelek,
menekan kepada pentingnya batasan waktu terhadap tugas yang diberikannya,
selalu membertahu apa-apa yang dikerjakan bawahan, selalu member petunjuk
bawahan bagaimana melakukan tugas, memberikan standard tertentu atas tugas,
meminta karyawan agar selalu menuruti dan mengikuti standard yang ditetapkan
serta selalu mengawasi bawahan apakah bekerja dengan sepenuh kemampuan
(Wahjosumidjo, 1987).

6
II.2.3 Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh
ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan
situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan
memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh
terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Siagian (2002) adalah jenis
pekerjaan dan kompleksitas tugas, bentuk dan sifat teknologi yang digunakan,
persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan, norma yang dianut kelompok, rentang
kendali, ancaman dari luar organisasi. tingkat stress dan iklim yang terdapat dalam
organisasi.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan
membaca situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar
cocok dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya
kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan
perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu (Wahjosumidjo, 1987).
II.3 Peran Pemimpin
Sebuah visi adalah pernyataan yang secara relatif mendeskripsikan aspirasi
atau arahan untuk masa depan organisasi. Dengan kata lain sebuah pernyataan visi
harus dapat menarik perhatian tetapi tidak menimbulkan salah pemikiran. Agar
visi sesuai dengan tujuan organisasi di masa mendatang, para pemimpin harus
menyusun dan manafsirkan tujuan-tujuan bagi individu dan unit-unit kerja.
II.3.1 Peran Pemimpin dalam Pengendalian dan Hubungan Organisasional
Tindakan manajemen para pemimpin organisasi dalam mengendalikan
organisasi meliputi: mengelola harta milik atau aset organisasi, mengendalikan
kualitas kepemimpinan dan kinerja organisasi, menumbuhkembangkan serta
mengendalikan situasi maupun kondisi kondusif yang berkenaan dengan
keberadaan hubungan dalam organisasi. Dan peran pengendalian serta pemelihara
atau pengendali hubungan dalam organisasi merupakan pekerjaan kepemimpinan
yang berat bagi pemimpin. Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan, seni dan
keahlian untuk melaksanakan kepemimpinan yang efektif. Ruang lingkup peran
pengendali organiasasi yang melekat pada pemimpin meliputi pengendalian pada
perumusan pendefinisian masalah dan penyelesaiannya, pengendalian

7
pendelegasian wewenang, pengendalian uraian kerja dan manajemen konflik
(Wahjosumidjo, 1987).
Ruang lingkup peran hubungan yang melekat pada pemimpin meliputi
peran pemimpin dalam pembentukan dan pembinaan tim-tim kerja, pengelolaan
tata kepegawaian yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi, pembukaan,
pembinaan dan pengendalian hubungan eksternal dan internal organisasi serta
perwakilan bagi organisasinya (Wahjosumidjo, 1987).
II.3.2 Peran Pembangkit Semangat
Salah satu peran kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang
pemimpin adalah peran membangkitkan semangat kerja. Peran ini dapat
dijalankan dengan cara memberikan pujian dan dukungan. Pujian dapat diberikan
dalam bentuk penghargaan dan insentif. Penghargaan adalah bentuk pujian yang
tidak berbentuk uang, sementara insentif adalah pujian yang berbentuk uang atau
benda yang dapat kuantifikasi. Pemberian insentif hendaknya didasarkan pada
aturan yang sudah disepakati bersama dan transparan. Insentif akan efektif dalam
peningkatan semangat kerja jika diberikan secara tepat, artinya sesuai dengan
tingkat kebutuhan karyawan yang diberi insentif, dan disampaikan oleh pimpinan
tertinggi dalam organisasi , serta diberikan dalam suatu peristiwa khusus.
Peran membangkitkan semangat kerja dalam bentuk memberikan
dukungan, bisa dilakukan melalui kata-kata , baik langsung maupun tidak
langsung, dalam kalimat-kalimat yang sugestif. Dukungan juga dapat diberikan
dalam bentuk peningkatan atau penambahan sarana kerja, penambahan staf yag
berkualitas, perbaikan lingkungan kerja, dan semacamnya (Wahjosumidjo, 1987).
II.3.3 Peran Menyampaikan Informasi
Informasi merupakan jantung kualitas perusahaan atau organisasi; artinya
walaupun produk dan layanan purna jual perusahaan tersebut bagus, tetapi jika
komunikasi internal dan eksternalnya tidak bagus, maka perusahaan itu tidak akan
bertahan lama karena tidak akan dikenal masyarakat dan koordinasi kerja di
dalamnya jelek. Penyampaian atau penyebaran informasi harus dirancang
sedemikian rupa sehingga informasi benar-benar sampai kepada komunikan yang
dituju dan memberikan manfaat yang diharapkan. Informasi yang disebarkan
harus secara terus-menerus dimonitor agar diketahui dampak internal maupun

8
eksternalnya. Monitoring tidak dapat dilakukan asal-asalan saja, tetapi harus
betul-betul dirancang secara efektif dan sistemik (Wahjosumidjo, 1987).
Seorang pemimpin juga harus menjalankan peran consulting baik ke
ligkungan internal organisasi maupun ke luar organisasi secara baik, sehingga
tercipta budaya organisasi yang baik pula. Sebagai orang yang berada di puncak
dan dipandang memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding yang dipimpin,
seorang pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang tepat dan
simpatik kepada bawahannya yang mengalami masalah dalam melaksanakan
pekerjaannya (Wahjosumidjo, 1987).
II.4 Pemimpin Visioner
Kepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk
memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para
anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha
yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Diana Kartanegara, 2003 dalam
mathedu-unila.blogspot.com).
Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin
visioner setidaknya harus memiliki empat kompetensi yaitu pertama, seorang
pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara
efektif dengan bawahannya. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan
bimbingan, dorongan dan motivasi. Kedua, seorang pemimpin visioner harus
memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas
segala ancaman dan peluang. Ini termasuk, yang paling penting, dapat
keterampilan sosialisasi dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun
memainkan peran penting terhadap organisasi. Ketiga, seorang pemimpin harus
memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek
organisasi. Keempat, Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam
organisasi untuk menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan,
sejalan dengan mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan
(successfully achieved vision) (Burt Nanus, 1992 dalam mathedu-
unila.blogspot.com 2009).
Barbara Brown mengajukan 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh
pemimpin visioner, yaitu: Visualizing, Futuristic Thinking, Futuristic Thinking,

9
Showing Foresight, Proactive Planning, Creative Thinking, Process alignmen,
Coalition building, Continuous Learnin dan Embracing Change. Pemimpin
visioner mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapai dan
mempunyai gambaran yang jelas kapan hal itu akan dapat dicapai.
II.5 Inovasi
Inovasi dapat diartikan sebagai proses, hasil pengembangan atau
pemanfaatan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman untuk menciptakan atau
memperbaiki produk, proses, dan/atau sistem yang baru, yang memberikan nilai
yang berarti atau secara signifikan (terutama ekonomi dan sosial) (Wikipedia.org).
Inovasi sebagai suatu aktivitas merupakan proses penciptaan inovasi. Hal
ini seringkali diidentifkasi dengan komersialisasi suatu invensi Difusi Inovasi
adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi baru tersebar dalam
sebuah kebudayaan (Wikipedia.org). Teori ini mendefinisikan difusi sebagai
proses dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan
jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial.
Inovasi merupakan ide, praktek, atau objek yang dianggap baru oleh
manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi
terdifusi ke seluruh masyarakat dalam pola yang bisa diprediksi. Beberapa
kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka
mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat lainnya
membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika
sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded
atau meledak.
Difusi inovasi didasarkan atas teori di abad ke 19 dari seorang ilmuwan
Perancis, Gabriel Tarde. Ia memperkenalkan gagasan mengenai opinion
leadership, yakni ide yang menjadi penting diantara para peneliti efek media
beberapa dekade kemudian. Beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan
orang yang memiliki ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal
teranyar, sehingga mereka lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-
orang ini dinilai bisa mempengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah
inovasi.

10
II.6 Kepemimpinan efektif
Organisasi masa depan menghadapi perubahan-perubahan yang akan
mempengaruhi kehidupan organisasi Apapun gaya kepemimpinan yang akan
dipilih, dalam kondisi seperti itu organisasi membutuhkan kepemimpinan yang
efektif sehingga bisa mengantar organisasi mencapai tujuannya. Kepemimpinan
efektif adalah keterampilan manajerial dalam pelaksanaan pekerjaan bersama atau
melalui orang lain. (www.pmbs.ac.id).
Keefektifan kepemimpinan merupakan sesuatu yang sulit diukur karena
sifatnya yang multidimesional dan kualitatif. Miftah (1985) menyatakan bahwa
seorang pemimpin efektif harus memiliki karakteristik-karakteristik pemimpin
yang meliputi: mengembangkan, melatih, dan mengayomi bawahan,
berkomunikasi secara efektif dengan bawahan, memberi informasi kepada
bawahan mengenai apa yang diharapkan perusahaan dari mereka, menetapkan
standar hasil kerja yang tinggi, mengenali bawahan beserta kemampuannya,
member peranan kepada para bawahan dalam proses pengambilan keputusan,
selalu memberi informasi kepada bawahan mengenai kondisi perusahaan,
waspada terhadap kondisi moral perusahaan dan selalu berusaha untuk
meningkatkannya, bersedia melakukan perubahan dalam melakukan sesuatu, dan
menghargai prestasi bawahan.
Kepemimpinan adalah sebuah proses interaksi yang melibatkan pemimpin
sebagai titik sentral dengan para bawahan/pengikut dan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (situasi). Keefeketifan pemimpin sangat bergantung pada bagaimana
interaksi antara pemimpin dengan bawahan dan situasi berlangsung. Untuk
menjadi pemimpin yang efektif organisasi masa depan, menurut Miftah (1985)
tahap berikutnya adalah yang harus dilalui, yaitu: awareness (kesadaran),
understanding (pemahaman), support (dukungan), involvement (keterlibatan), dan
commitment (komitmen). Kesadaran akan adanya perubahan berarti seorang
pemimpin memiliki kemampuan untuk menyadari, memahami, memberi
dukungan, melibatkan diri, dan memiliki komitmen terhadap perubahan-
perubahan yang mungkin terjadi.

11
III. PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini akan dibahas mengenai cara membentuk


kepemimpinan inovatif melalui peran, sikap visioner, inovasi dalam diri serta
dengan bantuan kepemimpinan yang efektif, diharapkan melalui cara tersebut
dapat membentuk kepemimpinan inovatif yang mampu memajukan sertiap daerah
yang dipimpinnya. Penjelasan tulisan ini digambarkan seperti pada Gambar 1
dibawah ini.

PERAN PEMIMPIN SIKAP VISIONER INOVASI

KEPEMIMPINAN INOVATIF

KEPEMIMPINAN EFEKTIF

KEMAJUAN DAERAH

Gambar 1. Skema kepemimpinan inovatif dalam memajukan daerah.

III.1 Belajar dari Gorontalo


Gorontalo adalah provinsi yang ke-32 di Indonesia. Sebelumnya,
Gorontalo merupakan wilayah kabupaten di Sulawesi Utara. Seiring dengan
munculnya pemekaran wilayah berkenaan dengan otonomi daerah, provinsi ini
kemudian dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000
tertanggal 22 Desember 2000. Provinsi Gorontalo terletak di pulau Sulawesi
bagian utara atau di bagian barat Sulawesi Utara. Luas wilayah provinsi ini 12.215
km² dengan jumlah penduduk sebanyak 887.000 jiwa (2004).
Gorontalo melesat dengan berbagai inovasinya. Seperti reformasi birokasi,
merubah cara berpikir birokratik menjadi pola pikir entreprenuer sehingga

12
birokrasi menjadi lebih efektif dan efisien. Selain itu daerah yang dahulunya
minus kini bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 7-8 persen, jauh di atas
pertumbuhan nasional. Pemerintah Provinsi Gorontalo juga berhasil menurunkan
angka penduduk miskin dari 72% hingga 33%.

Gambar 2. Peta Provinsi Gorontalo.


(www.googleimage.com)

Inovasi kedaerahan Gorontalo tidak terlepas dari adanya sosok pemimpin


yang dikagumi oleh masyarakatnya. Dr. Ir. H. Fadel Muhammad, Gubernur
Gorontalo yang sudah memasuki masa jabatan kedua di periode 2006-2011 berada
di balik semua perubahan itu. Lahir di Ternate, 20 Mei 1952. Masa remajanya
sempat dirintis di Gorontalo, beliau menamatkan kuliahnya di Fakultas Teknik
Industri ITB Bandung. Beliau meraih gelar doktor dengan predikat cum laude
melalui disertasinya yang berjudul “Signifikansi Peran Manajemen
Kewirausahaan terhadap Kinerja Pemerintah Daerah” di Universitas Gajah Mada
Yogyakarta.

Gorontalo sekarang sudah berubah. Semenjak tahun 2001, Fadel


Muhammad menjadi Gubernur Gorontalo dan semenjak itu melalui branding
policy. sebuah daerah yang semula luput dari perhatian, tidak begitu dikenal dan
nyaris tak pernah cukup panjang ditulis dalam sebuah laporan jurnalistik media
massa menjadi daerah yang dilirik dan diperhatikan oleh media massa dan rakyat
Indonesia.
Fadel Muhammad merintis Gorontalo melalui konsep Entrepreneurial
Government (pemerintahan yang berwawasan wirausaha). Inti konsep ini yaitu

13
menjadikan Gorontalo memiliki kompetensi inti dan produk unggulan serta
perlunya pemerintah menjadi fasilitator bagi kalangan usaha demi kesejahteraan
rakyat. People oriented dan welfare oriented, semuanya diorientasikan untuk
rakyat, untuk kesejahteraan rakyat.
Keberhasilan Fadel Muhammad dalam memimpin Gorontalo tidak terlepas
dari kerja keras yang dimilikinya, selain itu beliau sangat cerdas dalam
kemampuan memimpin suatu organisasi dan juga memiliki pengetahuan yang
lebih sebagai seorang pemimpin. Menurut teori kepemimpinan yang berdasarkan
sifat, keberhasilan seorang pemimpin dapat ditentukan oleh sifat-sifat, perangai
atau ciri-ciri yang dimiliki oleh pemimpin itu. Sifat tersebut dapat berupa sifat
fisik atau sifat psikologis (Wahjosumidjo, 1987).
Secara pengetahuan dan kedewasaan memimpin suatu organisasi daerah,
Fadel Muhammad telah memberikan banyak hal positif bagi kemajuan daerah
yang ia pimpin. Kelebihan kemampuan yang dimilikinya membawa beliau meraih
berbagai penghargaan dari pemerintah pusat maupun lembaga di luar
pemerintahan. Sifat positif yang dimiliki Fadel Muhammad tersebut seperti yang
dikemukakan oleh Davis dalam Wahjosumidjo (1987), yang mengemukakan
empat macam kelebihan kelebihan sifat-sifat yang perlu dimilki oleh pemimpin,
yaitu Pertama, Intelegensia (intelligence), memiliki kecerdasan yang lebih tinggi
daripada bawahannya. Kedua, Kematangan dan keluasan pandangan social (social
maturity and breadth). Pemimpin harus lebih matang dan lebih luas dalam hal
yang berkaitan dengan kemasyarakatan sehingga mudah mengendalikan keadaan,
kerja sama sosial, serta mempunyai keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri.
Ketiga, mempunyai motivasi dan keinginan berprestasi yang datang dari dalam
(inner motivation and avhievement desires). Pemimpin diharapkan harus selalu
mempunyai dorongan yang besar untuk dapat menyelesaikan sesuatu. Keempat,
mempunyai kemampuan mengadakan hubungan antar manusia (human relations
attitudes). Pemimpin harus selalu lebih mengetahui terhadap bawahannya, sebab
dalam kehidupan organisasi diperlukan adanya kerja sama atau saling
ketergantungan antara anggota-anggota kelompok. Pemimpin perlu berorientasi
pada bawahan.

14
Selain berdasarkan sifat, kecakapan Fadel Muhammad dalam memimpin
organisasinya, tidak terlepas adanya pandangan yang visioner terhadap
perubahan-perubahan zaman serta mengedepankan kepentingan rakyat diatas
kepentingan pribadi, karena beliau menganggap bahwa jabatan yang dimilikinya
adalah amanat dari rakyat kepadanya. Berdasarkan perubahan-perubahan yang
terjadi, kesuksesan kepemimpinan beliau menurut teori situasional yaitu dicirikan
dengan ciri kepemimpinan yang mampu menyesuaikan tuntutan situasi
organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang.
Fadel Muhammad dalam kepemimpinannya mampu mengatasi berbagai factor
situasional seperti menurut jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas, bentuk dan
sifat teknologi yang digunakan, persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan, norma
yang dianut kelompok, rentang kendali, ancaman dari luar organisasi, tingkat
stress dan iklim yang terdapat dalam organisasi (Siagian, 1994).
Fadel Muhammad merupakan sosok pemimpin yang ramah terhadap
bawahannya, beliau tidak sungkan untuk memberikan berbagai contoh teladan
dalam memimpin organisasi. Fadel Muhammad dalam pelaksanaan
kepemimpinannya lebih mengacu kepada konsiderasi dan sedikit kepada struktur
inisiasi. Tetapi dalam pelaksanaannya, beliau mengkombinasikan kedua hal
tersebut dalam memimpin Gorontalo. Menurut teori perilaku di dalam
kepemimpinan. Konsiderasi mengacu kepada bagaimana seorang pemimpin
cenderung mengarah kepada kepentingan bawahannya. Oleh sebab itu ciri-ciri
prilaku pemimpin seperti ini adalah ramah, mendukung dan membela bawahan,
mau berkonsultasi, mau mendengarkann bawahan, menerima usulan bawahan,
memikirkan kesejahteraan bawahan (Wahjosumidjo, 1987). Sementara struktur
inisiasi, mengacu pada perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tujuan
organisasi dari pada memperhatikan karyawannya. Ciri pemimpin seperti ini
diantaranya selalu membertahu apa-apa yang dikerjakan bawahan, selalu member
petunjuk bawahan bagaimana melakukan tugas, memberikan standard tertentu
atas tugas, meminta karyawan agar selalu menuruti dan mengikuti standard yang
ditetapkan serta selalu mengawasi bawahan apakah bekerja dengan sepenuh
kemampuan (Wahjosumidjo, 1987).

15
Fadel Muhammad memimpin Gorontalo cendurng kearah gaya
kepemimpinan yang demokratis, yaitu Demokrasi. Gaya ini ditandai adanya suatu
struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan
keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan demokratis cenderung
bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat
mengarahkan diri sendiri.
Kepemimpinan Fadel Muhammad berhasil membawa Gorontalo sebagai
provinsi inovasi sesuai dengan visi dan misi provinsi ini yaitu membangun
Gorontalo yang mandiri, produktif dan religious. Tampak jelas dalam beberapa
prestasi yang dicapainya. Reformasi birokrasi yang dilakukannya, berhasil
mengubah pola pikir birokrat yang loyalis menjadi birokrat yang memiliki jiwa
enterprenuer. Hasilnya selain birokrasi lebih efektif dan efisien, munculnya
budaya baru berupa kompetisi yang memacu para birokrat bekerja lebih rajin.
Dengan adanya insentif atau bonus dalam Tunjangan Kinerja Daerah, seorang
birokrat dapat memperolehnya tiga kali lipat dari gajinya bila ia bekerja giat.
Selain itu dengan konsep tersebut, tidak jarang para birokrat di Gorontalo
mendapatkan penghargaan tingkat nasional, seperti yang di peroleh oleh Bupati
Kabupaten Boalemo yaitu Iwan Bokings, beliau mendapatkan penghargaan
berupa Citra Bakhti Abdi Negara 2009 melalui kinerja pelayanan publik yang
terbaik di tingkat nasional.
Jiwa enterprenuer yang dimiliki Fadel Muhammad, mampu membuat
Gorontalo maju dengan banyak inovasi. Kematangannya dalam dunia usaha,
membuat beliau bisa membaca potensi menjadi ladang pemberdayaan. Selaras
dengan cita-cita menjadikan Gorontalo sebagai Provinsi Agropolitan yaitu
pemerintahan yang fokus dalam pengembangan pertanian, perikanan dan
pemberdayaan sumber daya manusia.
Hasil dari fokus pemerintah Gorontalo, seperti meningkatnya produksi
jagung sebagai pangaan nasional, bahkan komoditas tersebut di ekspor ke
Filipina. Hasil lainnya, ekspor sapi ke Malaysia. Menurunnya angka kemiskinan,
naiknya APBD dan pertumbuhan ekonomi yang meyakinkan. Dalam sistem tata
pemerintahan, Fadel Muhammad mendapat penghargaan dari BPK dalam
Pencapaian Menuju Tertib Administrasi Kuangan Terbaik. Kemudian Bank Dunia

16
memeberikan predikat belanja publik terbaik. Menurut Fadel Muhammad, bahwa
yang perlu direformasi dalam pemerintah daerah adalah manajemen. Yaitu,
kemampuan pengelolaan keuangan daerah, lalu sumber daya aparatur dan
penguasaan teknologi informasi.
III.2 Kepemimpinan Inovatif dibangun dari Peran Kepemimpinan yang
Baik dan Visioner
Kepemimpinan merupakan proses dalam mempengaruhi kegiatan-kegiatan
seseorang atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan di dalam suatu situasi
tertentu (Wahjosumidjo, 1993). Menurut DuBrin (2005) mengemukakan bahwa
kepemimpinan itu adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi
untuk mencapai tujuan, cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah,
tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespons dan
menimbulkan perubahan positif, kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan
mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan, kemampuan untuk
menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar tujuan
organisasional dapat tercapai.
Kepemimpinan inovatif merupakan teroboasan berupa berbagai inovasi-
inovasi yang dibuat oleh seorang pemimpin. Dalam konteks tulisan ini adalah
inovasi di tingkat daerah. Untuk membangun kepemimpinan yang inovatif dapat
dilakukan melalui peran dari pemimpin tersebut kearah yang positif dan baik,
serta dapat dibangun dari seorang pemimpin yang visioner. Seorang pemimpin
yang inovatif dapat menggunakan perannya dalam suatu organisasi kearah positif
tersebut. Melalui peranan yang baik dan visioner, maka para bawahan akan
merasa termotivasi untuk bekerja dan melakukan hal terbaik yang dia miliki
dalam organisasi tersebut.
Membangun kepemimpinan inovatif dapat dimulai dengan menjadi
pemimpin yang mampu menjadi penghubung organisasional, pemberi manfaat
dan penyalur informasi. Para pemimpin di daerah diharapkan mampu mengelola
semua sumberdaya yang ada, kinerja organisasi mereka, dan mengendalikan
situasi kerja yang kondusif ditingkat daerah. Tentunya dalam mengatur hal hal
tersebut dipeerlukan suatu pengetahuan dari pemimpin daerah tersebut. Menurut

17
Wahjosumidjo (1987) seorang pemimpin memerlukan pengetahuan, seni dan
suatu keahlian untuk melaksanakan kepemimpinan yang efektif.
Seorang pemimpin daerah sebaiknya juga melakukan perannya dalam
mengawasi dan melakukan perbaikana terhadap kinerja organisasi daerahnya.
Peran tersebut meliputi pengendalian pada perumusan pendefinisian masalah dan
penyelesaiannya, pengendalian pendelegasian wewenang, pengendalian uraian
kerja dan manajemen konflik. Hal tersebut dilakukan guna mencapai tujuan
organisasi atau daerah yang dipimmpinnya (Wahjosumidjo, 1987).
Peran kedua yang dapat dilakuakan seorang pemimpin yang baik yaitu
mampu membangkitkan semangat kerja dari bawahnnya di organisasi daerah
tersebut. Peran tersebut salah satunya dapat dijalankan dengan memberi
penghargaan keepada pegawai daerah yang berprestasi. Pada peran kedua ini,
seorang pemimpin yang baik akan menempatkan dirinya untuk memberikan
manfaat lebih pada lingkungan dan bawahannya, dengan begitu inovasi akan
keluar dalam pemikiran pemimpin tersebut atau bias juga akibat dari transfer
pemikiran antara pemimpin dengan bawahnnya.
Menurut Wahjosumidjo (1987) Penghargaan adalah bentuk pujian yang
tidak berbentuk uang, sementara insentif adalah pujian yang berbentuk uang atau
benda yang dapat kuantifikasi. Penghargaan dan insentif diperlukan oleh seorang
pemimpin dalam proses implementasi program inovatifnya disuatu daerah
tersebut. Penghargaan dan insentif tersebut merupakan alat agar pegawai di daerah
ikut menjaga dan menerapkan program inovasi yang telah dibuat pemimpin
tersebut. Seorang pemimpin daerah yang baik juga mampu memberikan
dukungannya melalui kata-kata, baik langsung maupun tidak langsung, dalam
kalimat-kalimat yang sugestif. Dukungan juga dapat diberikan dalam bentuk
peningkatan atau penambahan sarana kerja, penambahan staf yag berkualitas,
perbaikan lingkungan kerja, dan semacamnya (Wahjosumidjo, 1987).
Peran yang ketiga yang dapat dilakukan oleh pemimpin dalam
membangun kepemimpinan inovatif yaitu pemimpin mampu memberikan
informasi yang baik bagi bawahannya sehingga akan terciptanya budaya
organisasi di daerah yang baik pula. Melalui kondisi budaya yang baik maka akan

18
terciptnya program-program inovatif yang terbentuk atas kerjasama antara
pemimpin dengan yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin juga harus menjalankan peran consulting baik ke
ligkungan internal organisasi maupun ke luar organisasi secara baik, sehingga
tercipta budaya organisasi yang baik pula. Sebagai orang yang berada di puncak
dan dipandang memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding yang dipimpin,
seorang pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang tepat dan
simpatik kepada bawahannya yang mengalami masalah dalam melaksanakan
pekerjaannya (Wahjosumidjo, 1987).
Dari segi peran telah dipaparkan bagaimana kepemimpinan inovatif dapat
dibentuk. Selain peran, agar kepemimpinan inovatif dapat terbentuk seorang
pemimpin haruslah mempunyai pandangan yang visioner. Dengan adanya
pandangan yang visioner, maka pemimpin di daerah mampu melihat potensi-
potensi daerahnya untuk dijadikan alat meraih kemakmuran bagi warga atau
rakyat di daerahnya tersebut.
Menurut Diana Kartanegara (2003) Kepemimpinan visioner, adalah pola
kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang
perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota organisasi dengan cara memberi
arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang
jelas. Menurut Barbara Brown ada sepuluh kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin visioner, yaitu: Visualizing, Futuristic Thinking, Futuristic
Thinking, Showing Foresight, Proactive Planning, Creative Thinking, Process
alignmen, Coalition building, Continuous Learnin dan Embracing Change.
Futuristic Thinking. Pemimpin visioner tidak hanya memikirkan di mana
posisi organisasi daerah yang dia pimpin pada saat ini, tetapi lebih memikirkan di
mana posisi yang diinginkan pada masa yang akan datang. Showing Foresight.
Pemimpin visioner adalah perencana yang dapat memperkirakan masa depan.
Dalam membuat rencana tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin
dilakukan, tetapi mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi dan faktor
lain yang mungkin dapat mempengaruhi rencana. Proactive Planning. Pemimpin
visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik untuk mencapai sasaran
tersebut. Pemimpin visioner mampu mengantisipasi atau mempertimbangkan

19
rintangan potensial dan mengembangkan rencana darurat untuk menanggulangi
rintangan itu Creative Thinking. Dalam menghadapi tantangan pemimpin visioner
berusaha mencari alternatif jalan keluar yang baru dengan memperhatikan isu,
peluang dan masalah. Pemimpin visioner berani mengambil resiko, dan
menganggap kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran. Process alignment.
Pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara menghubungkan sasaran dirinya
dengan sasaran organisasi daerah yang dipimpinnya. Ia dapat dengan segera
menselaraskan tugas dan pekerjaan setiap departemen pada seluruh organisasi.
Coalition building. Pemimpin visioner menyadari bahwa dalam rangka mencapai
sasaran dirinya, dia harus menciptakan hubungan yang harmonis baik ke dalam
maupun ke luar organisasi. Dia aktif mencari peluang untuk bekerjasama dengan
berbagai macam individu, departemen dan golongan tertentu. Continuous
Learning. Pemimpin visioner harus mampu dengan teratur mengambil bagian
dalam pelatihan dan berbagai jenis pengembangan lainnya, baik di dalam maupun
di luar organisasi. Pemimpin visioner mampu menguji setiap interaksi, negatif
atau positif, sehingga mampu mempelajari situasi. Pemimpin visioner mampu
mengejar peluang untuk bekerjasama dan mengambil bagian dalam proyek yang
dapat memperluas pengetahuan, memberikan tantangan berpikir dan
mengembangkan imajinasi. Embracing Change. Pemimpin visioner mengetahui
bahwa perubahan adalah suatu bagian yang penting bagi pertumbuhan dan
pengembangan. Ketika ditemukan perubahan yang tidak diinginkan atau tidak
diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki jalan yang dapat
memberikan manfaat pada perubahan tersebut.
Kesepuluh kommpetensi tersebut akan memunculkan inovasi bagi
kemajuan daerah yang dipimpin oleh seorang pemimpin sejati. Kepemimpinan
Gorontalo di bawah Fadel Muhammad memberikan keyakinan kita mengenai
kepemimpinan yang visioner dalam dirinya. Sesuai visi dan misi provinsi ini yaitu
membangun Gorontalo yang mandiri, produktif dan religious. Dibawah
kepemimpinannya berbagai inovasi telah beliau lakukan, diantaranya melalui
program produksi jagung sebagai bahan pangan, reformasi birokrat, percepatan
pelayanan publik, hingga pemberantasan korupsi disetiap lapisan. Fadel
Muhammad sebagai seorang gubernur Gorontalo dimasanya telah mampu

20
memanfaatkan celah menjadi peluang untuk melakukan berbagai inovasi di
daerahnya. Sebagai seorang yang visioner Fadel Muhammad telah merubah celah
tersebut menjadi sesuatu hal yang bermanfaat bagi rakyatnya dan untuk
mengantisipasi masa depan. Celah ini merupakan sebuah bentuk imajinatif, yang
berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan
konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk
mengatur sumber daya organisasi daerah Gorontalo guna memperiapkan diri
menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan di era globalisasi ini.
III.3 Kepemimpinan Inovatif Dibangun Dari Dasar Inovasi
Inovasi dapat diartikan sebagai proses, hasil pengembangan atau
pemanfaatan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman untuk menciptakan atau
memperbaiki produk, proses, dan/atau sistem yang baru, yang memberikan nilai
yang berarti atau secara signifikan (terutama ekonomi dan sosial) (Wikipedia.org).
Inovasi daalam tingkat daerah, haruslah mengaitkan adanya difusi inovasi
dalam program-program daerah tersebut. Dengan adanya suatu otonomi daerah,
maka seorang pemimpin daerah, harus memikirkan berbagai inovasi yang perlu
dilakukan untuk kemajuan daerahnya sendiri. Dengan begitu, daerah tersebut
tidak perlu bergantung pada pemerintah pusat, tetapi pemerintah pusat hanya
dijadikan sebagai fasilitator saja.
Terkait difusi inovasi dalam daerah, menurut Trade seorang ilmuan
prancis abad 19, mengemukakan bahwa suatu inovasi dapat lebih diperkenalkan
kepada masyarakat luas mealalui adanya opinion leadership, yakni suatu inovasi
dapat lebih diperkenalkan ke masyarakat luas dengan adanya sosok pemimpin.
Beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan orang yang memiliki
ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar, sehingga mereka
lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa
mempengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah inovasi.
Provinsi Gorontalo adalah percontohan bagaimana suatu opinion
leadership mampu berkembang dengan baik dan juga mampu memberikan hal
positif bagi kemajuan daerahnya. Fadel Muhammad merupakan sosok pemimpin
yang mampu menjadi innovator ditingkat masyarakat tersebut. Melalui program

21
pelayanan masyarakat, pemangkasan birokrasi yang berbelit-belit hingga
pemberantasan korupsi.
Tidak semua orang mampu menjadi innovator bagi daerah yang
dipimpinnya, tetapi seorang innovator dapat dibentuk dari proses belajar dan tidak
mengenal adanya kata menyerah. Seperti telah dipaparkan sebelumnya, bahwa
kepemimpinan inovatif salah satunya dibentuk atas dasar inovasi yang dimiliki
oleh pemimpin tersebut. Seorang pemimpin yang tidak memiliki inovasi bagi
daerah yang dipimpinnya, maka kita dapat pastikan bahwa daerah tersebut tidak
akan berkembang bahkan tidak akan maju, akibatnya otonomi daerah saat ini akan
membuat daerah tersebut selalu bergantung pada pemerintah pusat. Dampak
selanjutnya adalah ketika pemerintah pusat kurang memperhatikan daerah
tersebut, maka kemiskinan akan menjadi wajah utama pada daerah tersebut. Oleh
sebab itu inovasi diperlukan sebagai dasar bagi pemimpin tersebut untuk
memajukan daerahnya.
III.4 Kepemimpinan Efektif Sebagai Alat Kepemimpinan Inovatif di
daerah
Setelah inovasi dimiliki oleh pemimpin, tahap selanjutnya adalah
mengaplikasikannya dalam bentuk kepemimpinan yang efektif. Era globalisasi ini
membawa banyak sekali informasi yang harus ditanggapi serius oleh pemimpin di
setiap daerah. Hal tersebut perlu dilakukan agar daerah tersebut tidak ketinggalan
dan menjadi daerah yang terbelakang.
Organisasi daerah pada masa depan tentunya memiliki banyak tantangan
terhadap perubahan-perubahan yang akan mempengaruhi kehidupan organisasi
tersebut. Apapun gaya kepemimpinan yang akan dipilih, dalam kondisi seperti itu
organisasi membutuhkan kepemimpinan yang efektif sehingga bisa mengantar
organisasi tetap dalam mencapai tujuannya.
Kepemimpinan inovatif haruslah didukung oleh suatu sikap efektif di
dalam proses memimpin suatu daerah atau yang sering dikenal sebagai
kepemimpinan efektif. Kepemmimpinan efektif tersebut merupakan alat agar
setiap inovasi yang dibuat oleh pemimpin tidak tergerus perubahan-perubhan
yang terjadi. Ketika seorang pemimpin tidak dapat menyesuaikan dengan
perubahan zaman maka inovasi yang dibuat bagi daerahnya akan sia-sia saja. Oleh

22
sebab itu diperlukan pendekatan dari segi kepemimpinan yang efektif dalam
memimpin organisasi daerahnya.
Seorang pemimpin organisasi di daerah yang dipimpinnya haruslah sadar
akan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal
organisasi di daerah yang dipimpinnya terhadap inovasi yang dibuatnya. Miftah
(1985) menyatakan bahwa kesadaran akan adanya perubahan berarti seorang
pemimpin memiliki kemampuan untuk menyadari, memahami, memberi
dukungan, melibatkan diri, dan memiliki komitmen terhadap perubahan-
perubahan yang mungkin terjadi. Dengan memperhatikan perubaahan yang
terjadi, maka inovasi daerah yang dibuat akan tetap bertahan ditengah perubahan
yang ada, sehingga tujuan organisasi yang ddipimpin akan tercapai dan tetap
berjalan dengan baik.
Diharapkan dengan peran, sikap visioner dan kepemimpinan yang efektif
dapat menciptakan kepemimpinan yang inovatif yang mampu mendorong suatu
daerah menjadi lebih maju dan mampu berasing di era globaliasi ini.

23
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Otonomi daerah yang telah diberlakukan secara tidak langsung menuntut


setiap daerah agar mampu mengembangankan dan memajukan daerahnya melalui
potensi yang dimilikinya. Potensi yang dimilik suatu daerah tidak hanya berupa
sumberdaya alam, tetapi dapat juga berupa sumberdaya manusia yang dimilikinya.
Salah satu langkah yang dapat ditempuh di era otonomi daerah ini adalah dengan
menciptakan kepemimpinan yang efektif yaitu seorang pemimpin daerah yang
mampu menuangkan berbagai inovasi-inovasi guna kemajuan daerah dan
masyarakat yang dipimpinnya.
Pendekatan peran, sikap visioner dan kepemeimpinan efektif dapat
dijadikan cara dalam membentuk pemimpin yang inovatif. Dengan kepemimpinan
yang inovatif maka suatu daerah tidak perlu khwatir akan perubahan-perubahan
yang terjadi di era otonomi daerah ini. Selain itu, dengan kepemimpinan inovatif
memacu masyarakat untuk menjadi maju guna terciptanya kondisi yang baik dan
kesejahteraan semuanya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Dubrin Andrew J., 2005. Leadership (Terjemahan), Edisi Kedua, Prenada Media,
Jakarta.
Miftah Thoha. 1985. Kepemimpinan Dalam Manajemen, CV. Rajawali, Jakarta.
Nimran Umar, 2004. Perilaku Organisasi, Cetakan Ketiga, CV. Citra Media,
Surabaya.
Robbinss Stephen P., 1996. Organizational Behavior (Terjemahan) Jilid 2, Edisi
Ketujuh, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
Siagian Sondang P., 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Cetakan
Pertama, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Wahjosumidjo. 1987. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Yasin Azis, 2001. Kepemimpinan dalam Pengembangan Organisasi, Jurnal
Lintasan EkonomiFakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang,
Volume 18 Nomor 1, Malang.
www.googleimage.com.[17/02/2010]
www.pmbs.ac.id. [17/02/2010]
mathedu-unila.blogspot.com.2009/pemimpin-visioner.html.[17/02/2010]
wkipedia.org.http://id.wikipedia.org/wiki/Inovasi. 17/02/2010]

25

Anda mungkin juga menyukai