RenstraDepdiknasTh2005 2009
RenstraDepdiknasTh2005 2009
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa salah satu
tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, dan oleh
karena itu setiap warga negara Republik Indonesia berhak
memperoleh pendidikan yang merata dan bermutu sesuai dengan
minat dan bakat yang dimiliknya tanpa memandang status sosial,
etnis dan gender sehingga sebagai anggota masyarakat akan
memiliki afeksi, kecerdasan dan keterampilan yang akan berguna
untuk mengenal dan mengatasi masalah dirinya dan lingkungannya,
mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai
nilai-nilai Pancasila. Untuk mencapai hat tersebut, Presiden
mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun
2004-2009 yang mengamanatkan tiga misi pembangunan nasional,
yaitu: 1) Mewujudkan negara Indonesia yang aman dan damai, 2)
Mewujudkan bangsa Indonesia yang adil dan demokratis, dan 3)
Mewujudkan bangsa Indonesia yang sejahtera.
1
demikian, perspektif pembangunan pendidikan masa yang akan
datang tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan aspek
intelektual saja melainkan juga watak, moral, sosial dan fisik perserta
didik, atau dengan kata lain menciptakan manusia Indonesia
seutuhnya.
2
tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, dan PP
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
3
berkualitas, maju, mandiri, dan modern. Pembangunan pendidikan
merupakan bagian penting dari upaya menyeturuh dan sungguh-
sungguh untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
Keberhasilan dalam membangun pendidikan akan memberikan
kontribusi besar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional
secara keseluruhan. Dalam konteks demikian, pembangunan
pendidikan itu mencakup berbagai dimensi yang sangat luas: sosial,
budaya, ekonomi, dan politik.
4
bertentangan dengan nitai-nitai dan kepribadian bangsa Indonesia.
Dalam konteks ini, pendidikan dapat menjadi wahana strategis untuk
membangun kesadaran kotektif (collective conscience) sebagai
warga bangsa dan mengukuhkan ikatan-ikatan sosial, dengan tetap
menghargai keragaman budaya, ras, suku-bangsa, dan agama,
sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional.
5
Dalam perspektif politik, pendidikan harus mampu
mengembangkan kapasitas individu untuk menjadi warga negara
yang baik (good citizens), yang memiliki kesadaran akan hak dan
tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa, dan
bernegara. Karena itu, pendidikan harus dapat melahirkan individu
yang memiliki visi dan idealisme untuk membangun kekuatan
bersama sebagai bangsa. Visi dan idealisme itu haruslah merujuk
dan bersumber pada paham ideologi nasional, yang dianut oleh
seluruh komponen bangsa. Dalam jangka panjang, pendidikan
niscaya akan melahirkan lapisan masyarakat terpelajar yang
kemudian membentuk critical mass, yang menjadi elemen pokok
dalam upaya membangun masyarakat madani. Dengan demikian,
pendidikan merupakan usaha besar untuk meletakkan landasan
sosial yang kokoh bagi terciptanya masyarakat demokratis, yang
bertumpu pada golongan masyarakat Was menengah terdidik yang
menjadi pilar utama civil society, yang menjadi salah satu tiang
penyangga bagi upaya perwujudan pembangunan masyarakat
demokratis.
6
radikal tata kepemerintahan dari sistem sentralistik ke sistem
desentralistik, dengan memberikan otonomi yang luas kepada
daerah. Pendidikan yang semula menjadi kewenangan pemerintah
pusat kemudian dialihkan menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Pengelolaan pendidikan yang menjadi wewenang pemerintah
daerah ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas manajemen pendidikan, sehingga diharapkan dapat
memperbaiki kinerja pendidikan nasional.
7
dapat dimasuki semua orang berdasarkan kemampuan" (Deklarasi
HAM, Artikel 26). Hat ini sejalan degan pencapaian sasaran
pembangunan yang disepakati dalam Kerangka Aksi Dakar Pendidikan
Untuk Semua (PUS) atau Education for All (EFA). Dalam sasaran
Konvensi Hak-Hak Anak dan PUS, Pemerintah telah metetapkan
kebijakan dasardan Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI)
tahun 2015, yaitu mewujudkan anak yang cerdas/ceria dan berakhlak
mulia melalui upaya perluasan aksesibilitas, peningkatan kualitas dan
efisiensi pendidikan, serta partisipasi masyarakat. Karena itu,
kebijakan pendidikan perlu mengakomodasikan hak-hak anak dan
kebutuhan anak termasuk juga mempertimbangkan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Dalam memenuhi komitmen internasional di bidang
pendidikan, Pemerintah melakukan perbaikan indikator kinerja PUS,
dengan menekankan pada peran masyarakat dan pemerintah dalam
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Namun, upaya inovatif
sangat diperlukan untuk mempercepat kemajuan, khususnya untuk
menjamin penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
terutama bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin yang belum
memperoleh kesempatan belajar, serta penuntasan buta aksara
sebagai salah satu indikator penting dalam meningkatkan indeks
pembangunan manusia (IPM) Indonesia.
8
perempuan agar dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya
dalam rangka mengembangkan seluruh potensi mereka secara
optimal dan seimbang. Kebijakan menghapus berbagai kesenjangan
gender pada berbagai tingkat pendidikan ini telah mulai diwujudkan
melalui program Pengarus-utamaan Gender (PUG) sebagai salah satu
komitmen Pemerintah dalam mencapai Tujuan Pembangunan
Milenium (Millenium Development Goals), di samping penuntasan
wajib belajar 9 tahun yang bermutu dan bebas dari biaya.
9
angka putus sekolah, terbatasnya akses ke pendidikan dan pelatihan
bagi tutusan terutama dari kalangan masyarakat miskin, serta
kurang efektifnya pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan
kecakapan hidup (life skills).
10
dan ketakwaan, etika dan estetika, serta akhlak mulia dan budi
pekerti luhur; (ii) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan
daya intelektualitas untuk menggali ilmu pengetahuan dan
mengembangkan serta menguasai teknologi; dan (iii) psikomotorik
yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan
teknis dan kecakapan praktis.
Paradigma pembangunan pendidikan nasional menempatkan
peserta didik pada kedudukan yang sangat sentral. Pendidikan
merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia
secara holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan
paling elementer di atas dapat berkembang secara optimal. Dengan
demikian, pendidikan seyogianya menjadi wahana strategis bagi
upaya mengembangkan segenap potensi individu, sehingga cita-cita
membangun manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai.
11
UUD 1945 mengamanatkan mengenai pentingnya pendidikan
bagi seluruh warga negara seperti tertuang di dalam Pasal 28B Ayat
(1) bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri metalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan
dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi
kesejahteraan umat manusia, dan Pasal 31 Ayat (1) bahwa setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan.
12
pengetahuan modern dan inovasi teknologi maju, sehingga tetap
relevan dan kontekstual dengan perubahan zaman. Pendidikan
bertugas untuk menyiapkan peserta didik agar dapat mencapai
peradaban yang maju melalui perwujudan suasana belajar yang
kondusif, aktivitas pembelajaran yang menarik dan mencerahkan,
serta proses pendidikan yang kreatif. Dengan demikian, peserta
didik dapat belajar secara terus-menerus agar beriman dan
bertakwa serta berakhlak mulia, mampu menggali ilmu
pengetahuan dan menguasai teknologi, memiliki etika dan
kepribadian tangguh, dan kaya ekspresi estetika dalam merespons
perubahan dan perkembangan masyarakat dalam perspektif
persaingan global, tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa yang
berdaulat.
2. Misi
13
Mewujudkan Pendidikan Yang Mampu Membangun Insan Indonesia
yang Cerdas dan Kompetitif dengan Adil, Bermutu, dan Relevan untuk
Kebutuhan
Masyarakat Global
3. Nilai-nilai
Dalam pelaksanaan proses pembangunan pendidikan yang
sesuai visi dan misi yang telah ditetapkan, Depdiknas menetapkan
tata nilai yang dianut sebagai berikut.
Nilai-nilai masukan (input values), yakni Nilai-nilai yang
dibutuhkan dalam diri setiap pegawai Depdiknas, dalam rangka
mencapai keunggulan, yang meliputi:
• Amanah / Trustworthiness
• Profesional dan Percaya Diri
• Antusias dan Bermotivasi Tinggi
• Bertanggung Jawab
• Kreatif
• Disiplin
• Peduli
14
Nilai-nilai proses (process values), yakni nilai-nilai yang harus
diperhatikan dalam bekerja di Depdiknas, dalam rangka mencapai
dan mempertahankan kondisi yang diinginkan, yang meliputi:
• Visioner dan Berwawasan
• Mengilhami (Inspiring)
• Memberdayakan (Empowering)
• Membudayakan (Culture-forming)
• Taat azas
• Akuntabel
4. Tujuan
Mengacu pada amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, serta visi dan misi tersebut di atas, maka
ditetapkan tujuan pembangunan pendidikan nasional jangka menengah
sebagai berikut.
15
a. Meningkatkan iman, takwa, dan akhlak mulia, serta kualitas
jasmani peserta didik;
16
meningkatkan kualifikasi minimun dan sertifikasi bagi tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan lainnya;
i. Meningkatnyn relevansi pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan pembangunan melalui peningkatan hasil penelitian,
pengembangan dan penciptaan ilmu pengetahuan dan teknologi
oleh perguruan tinggi serta penyebarluasan dan penerapannya
pada masyarakat;
17
Tahun 2005-2009, secara transparan dengan mengikutsertakan
berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan untuk mendorong
partisipasi secara luas dan menciptakan rasa memiliki serta
menumbuhkan rasa tanggungjawab bersama dalam melaksanakan
program pembangunan pendidikan jangka menengah.
18
sejumlah pokok-pokok pembaharuan mendasar dalam sistem
pendidikan nasional ke depan. Selain dari pada itu penyusunan
Renstra Depdiknas memperhatikan tugas pokok dan fungsi setiap
tingkat pemerintahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004.
19
operasional, (c) konsultasi regional yang melibatkan unsur
pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan mitra-mitra pembangunan
pendidikan, (d) diskusi yang intensif dengan instansi terkait seperti
Departemen Agama, Departemen Datam Negeri, Departemen
Keuangan, BAPPENAS, dan DPR.
20
Ketiga, Bab III adalah kerangka kebijakan pembangunan
pendidikan jangka menengah, baik bersifat umum maupun strategis,
yang memuat pemikiran tentang pola-pola perubahan yang diinginkan
serta sasaran yang realistis dalam pembangunan pendidikan nasional
selama lima tahun ke depan. Dalam masing-masing tema kebijakan
disusun dan diidentifikasi kebijakankebijakan yang relevan dengan
tujuan untuk mencapai masing-masing sasaran yang dimaksud.
21
Rencana Pembangunan Jangka Panjang bidang Pendidikan
dibagi dalam 4 (empat) periode pembangunan:
BAB II
ANALISIS SITUASI
22
demokratis. Analisis lingkungan strategic yang dikaji dalam bab ini
dapat ditihat baik dari tantangan internal maupun eksternal. Analisis
situasi menelaah keberhasilan dan masalah-masalah yang
dikelompokkan ke dalam tema-tema pokok kebijakan pendidikan,
yaitu pemerataan dan pertuasan akses, mutu dan relevansi, serta
governance dan akuntabilitas.
23
saat ini akses anak usia dini terhadap layanan pendidikan dan
perawatan melalui pendidikan anak usia dini (PAUD) masih terbatas
dan tidak merata. Dari sekitar 28,2 juta anak usia 0-6 tahun, baru 7,2
juta (25,3 %) yang memperoleh layanan PAUD. Sementara itu,
menurut data Balitbang Depdiknas, untuk anak usia 5-6 tahun yang
jumlahnya sekitar 8,14 juta anak, baru sekitar 2,63 juta anak (atau
sekitar 32,36 %) yang memperoleh layanan pendidikan di TK. Di
antara anak-anak yang memperoleh kesempatan PAUD tersebut,
pada umumnya berasal dari keluarga mampu di daerah perkotaan.
Hat ini sekaligus menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin
dan anak-anak pedesaan belum memperoleh kesempatan PAUD
secara proporsional.
24
dan relevansi pendidikan menengah agar para lulusannya dapat
memperoleh pekerjaan yang layak. Pada pendidikan tinggi (PT),
partisipasi jumlah penduduk usia 19-24 tahun yang memperoleh
kesempatan belajar di PT masih relatif kecil. Pada tahun 2004, APK
perguruan tinggi mencapai 14,6%.
25
Dilihat dari partisipasi pendidikan antara kelompok
masyarakat, data menunjukkan masih terdapat kesenjangan antara
penduduk kaya dan miskin, kota dan desa, laki-laki dan perempuan,
dan antarwilayah. Kesenjangan
kelompok penduduk kaya dan
miskin pada jenjang SD/MI 9
5
relatif kecil bila dibanding
dengan jenjang SMP/MTs dan
9
SM/MA. APS penduduk usia 7-12 4
tahun dari kelompok perlimaan
terkaya sekitar 98,7% dan APS 9
kelompok termiskin sudah 3
mencapai 94,0%. Sementara
itu, APS penduduk 13-15 tahun 9
dari kelompok perlimaan 2
26
Pada grafik 2.2 menunjukkan bahwa ada kecenderungan
meningkatnya APM SMP/MTs pada kelompok perlimaan termiskin
hingga tahun 2002, namun kemudian mulai menunjukkan penurunan
APM sehingga menjadi sekitar 47,2% dan kemudian meningkat lagi
menjadi 50% pada tahun
2004. Hat ini berbeda
dibanding dengan APM
kelompok perlimaan terkaya
yang makin menunjukkan
kecenderungan terus
meningkat, hingga pada
tahun 2004 APM pada
1995 1998 2002 2003 2004
kelompok ini sekitar 76,6%,
-s Quintile 1 • Quintile2-f-Quintile
3
yang mengakibatkan
--0 -Quintile4 - )K- -Quintile5 • Rata-rata
kesenjangan akses SMP/ MTs
Grafik 2.3. Perkembangan APM
semakin melebar. SM/MA Menurut Kelompok
Pengeluaran Keluarga
27
termiskin dan terkaya dalam angka partisipasi kasar (APK) relatif
kecil. Pada kelas awal SD/MI (kelas 1-3) nampak perbedaan tersebut
tidak ada, namun pada kelas akhir perbedaan partisipasi pendidikan
makin nampak meskipun tidak terlalu besar. Bila kita amati jenjang
SMP/MTs dan SM/MA, perbedaan partisipasi pendidikan terlihat
makin melebar.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
Dilihat dari APS,
APK, dan 0 APM pada tahun
2004 1 2 3 4 5 gel as7 8 9 10 11 12 dapat
Grafik 2.4. Analisa Kohort Murid SD
dikemukakan
sampai SM Menurut Kelompok
Pengeluaran Keluarga bahwa secara
nasionat relatif
tidak ada kesenjangan gender yang signifikan pada tingkat SD/MI.
Kesenjangan pendidikan justru terjadi antara daerah perkotaan
dengan perdesaan, meski perbedaannya juga tidak terlatu besar. Hat
ini menunjukkan bahwa sampai dengan tahun tersebut, kesenjangan
antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh akses pendidikan
pada tingkat SD/MI sudah jauh berkurang dibandingkan dengan
keadaan 20 tahun yang latu pada waktu Program Wajib Belajar SD
belum dimulai. Keberhasilan wajar tersebut dimungkinkan karena
ketersediaan fasilitas pendidikan yang tersebar relatif merata di
seluruh pelosok tanah air.
28
program wajib belajar telah memberi dampak pada meningkatnya
partisipasi perempuan pada jenjang SLTP/MTs sebagai akibat dari
perluasan pendidikan terutama di daerah perdesaan. Gejala
kesenjangan gender terhadap laki-laki pada daerah perdesaan ini
lebih karena faktor pragmatis, yaitu ekonomi keluarga di perdesaan
agar anak laki-taki segera dapat bekerja untuk membantu
memperoleh pendapatan keluarga, sementara anak perempuan
dapat memperoleh kesempatan pendidikan lebih besar dibanding
dengan lawan jenisnya.
29
memperoteh pendidikan yang tinggi dibanding perempuan. Faktor
nilai sosial-budaya tersebut juga berkaitan dengan faktor ekonomi,
yang menyangkut ketersediaan biaya pendidikan yang terbatas dan
membutuhkan pilihan dalam penyediaan kesempatan pendidikan bagi
taki-taki dan perempuan.
30
Kesenjangan APK antar-provinsi terjadi sekitar 27,5
dibandingkan dengan kesenjangan antar-kebupaten/ kota sekitar
72,5 untuk jenjang SM/MA. Demikian juga dengan APM dengan
perbedaan sekitar 29,9 untuk
antar provinsi dan sekitar 70,1 -*-Perempuan >-Laki-laki
Perempuan+laki2
untuk antar-kebupaten/ kota.
99.00
Hat ini menunjukkan bahwa 98.50
31
Masih adanya buta aksara tersebut disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu: (1) masih terjadinya anak putus sekolah, khususnya pada
kelas-kelas rendah di SD, yaitu sekitar 250 ribu anak (tahun 2003)
yang sebagian besar akan menjadi buta aksara, (2) sebagian dari
aksarawan baru akan kembad menjadi buta aksara ( r e l a p s e
i l l i t e r a c y ) karena kemampuan literasi yang telah dimiliki tidak
digunakan lagi; dan (3) menurunnya perhatian pemerintah daerah
dan masyarakat terhadap upaya pemberantasan buta aksara.
Keadaan ini membutuhkan perubahan strategi dalam pemberantasan
buta aksara dengan menggunakan pendekatan yang lebih inovatif
dalam program keaksaraan untuk memberantas buta aksara secara
efektif dan massal. Di samping putus sekolah, masih terdapat pula
sejumlah besar anak-anak usia sekolah yang tidak dapat bersekolah
sama sekali karena persoalan ekonomi sehingga jika tidak ditangani
segera akan menambah jumlah buta aksara secara signifikan.
32
tersebut diketahui bahwa 50% proses pembentukan otak anak
berlangsung. Hat ini akan berdampak pada kapasitas intelektual
pada anak.
33
Dari jumlah pengadaan guru bantu tersebut ditambah dengan
PNS baru non-guru bantu yang berjumlah sekitar 38.533, maka total
penambahan guru selama tahun 2003 dan 2004 berjumlah sekitar
300.174 orang. Bila hat ini dipenuhi untuk mengatasi kekurangan
guru tahun 2002/2003 yang berjumlah 427.903 orang, ditambah
dengan guru yang pensiun pada tahun 2003 yang berjumlah sekitar
29.937 orang, maka kebutuhan guru untuk tahun 2004 yaitu 157.666
orang. Namum, jumlah kebutuhan guru tersebut masih harus
bertambah dengan guru yang pensiun, sehingga kebutuhan guru
untuk tahun 2005 menjadi 218 ribu orang. Dalam rangka
menuntaskan Program Wajar Dikdas 9 Tahun, dimana sekitar 400
ribu anak usia 13-15 tahun akan memasuki jenjang SMP/MTs
dibutuhkan sekitar 25 ribu guru setiap tahun.
34
dimanfaatkan untuk mendukung penyelenggaraan SMP Terbuka
sebagai guru bina atau guru pamong. Saat ini dari SMP Terbuka
memerlukan 30.000 orang guru bina dan 13.000 guru pamong. Guru
Janjan; Siswa/ Siswa/ Siswa/ Kolas/ R. Gurtui
No
Pendidikan Sokolah Guru Kelas Kelas Sekolah
1 T K 3 9 1 3 20 0.97 3
2 SLB 45 4 4 1.78 10
3 SD-4-Ml 172 20 26 1.14 8
a. SD 177 21 26 1.13 8
b. MI 136 16 22 1.15 9
4 SMP+MTs 307 15 39 1.00 21
a. SMP 376 17 40 1.02 22
b. MTs 181 11 35 0.94 17
5 SM+MA 354 13 36 1.07 27
a. SMA 391 14 38 1.02 29
b. MA 184 9 30 - 20
c. SMK 425 14 36 1.19 30
6 PT+PTAI 1.278 15 - _ 88
a. PT 1,267 14 - - 91
b. P TAI 1,518 20 - - 78
c. PTK 690 18 - - 36
bina direkrut dari guru mata pelajaran SMP yang tugas mengajarnya
betum mencapai tugas maksimat sedang guru pamong pada
umumnya diambil dari guru SD/MI. Walaupun demikian kelebihan
guru di sekolah-sekolah perkotaan ini masih merupakan persoalan
yang perlu ditangani secara serius.
Tabel 2.2
Rasio Pendidikan Tahun 2002/2003,
35
Tabel 2.3
Guru dan Kepala Sekolah Menurut Kelayakan Mengajar, Tahun 2002/2003
Dilihat dari sisi penghasilan, guru PNS memiliki gaji yang belum
memadai bila dibandingkan dengan gaji guru di negara tetangga,
seperti Malaysia, Brunai, atau Singapura, meskipun bila dibandingkan
dengan gaji PNS lainnya di Indonesia gaji guru PNS relatif lebih baik
karena adanya tunjangan fungsional. Kondisi yang memprihatinkan
dirasakan pula oleh para guru bantu di sekolahsekolah negeri yang
memiliki penghasilan di bawah upah minimum regional.
36
profesinya yang belum optimal, seperti: dipaksa pensiun dini dan
perlakuan yang tidak adil terhadap guru. Sementara itu,
penghargaan kepada pendidik dan Tenaga kependidikan yang
berprestasi dan berdedikasi juga masih minim. Hat ini mempengaruhi
produktivitas pendidik dan Tenaga kependidikan. Di samping itu,
permasalahan yang juga penting dalam kaitannya dengan
diberlakukannya otonomi daerah adalah belum efektif dan efisiennya
manajemen guru, terutama pada pemerintah daerah.
37
pamong belajar balai pengembangan, sebanyak 75% menguasai
program PNF, maksimal 45% menguasai pengembangan program PNF
dan 30% menguasai Tugas peningkatan mutu sumberdaya manusia.
Sedangkan pamong belajar SKB yang memiliki jenjang pendidikan S-1
baru sebanyak 621 orang. Tugas pamong belajar SKB adalah
melaksanakan percontohan dan pengendalian mutu program PLS.
Tugas ini baru dikuasai oleh 65% dari jumlah pamong belajar SKB.
Kemampuan lain yang harus dikuasai oleh pamong belajar SKB adalah
memberikan bimbingan, pendampingan dan pemotivasian kepada
masyarakat. Tugas ini baru dikuasai 45% dari jumlah pamong belajar yang
ada di SKB.
38
Selain kondisi fasilitas yang demikian, juga banyak ruang
belajar, dan sarana belajar lain seperti laboratorium, sarana olahraga
yang rusak. Pada tabel 2.4 di bawah ini, dari sekitar 865.258 ruang
belajar (lokal) terdapat sekitar 500.818 lokal SD/MI (57,8%) yang
rusak ringan dan rusak berat. Sementara pada jenjang SMP dari
sekitar 187.480 ruang belajar terdapat 31.198 lokal SMP/MTs (17,7%)
yang juga mengalami rusak ringan dan berat. Pada jenjang SM
terdapat sekitar 13.777 lokal (15,6%) yang rusak ringan dan rusak
berat.
39
0,25., yang belum menunjukkan rasio 1.00 satu siswa satu buku.
Masalah yang lebih besar tidak hanya terletak pada ketersediaan buku
tetapi juga dalam pendayagunaan buku pelajaran tersebut dalam
kerangka peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan sekolah untuk
mengganti buku setiap tahun ajaran baru semakin memberatkan
orangtua untuk membeli buku pelajaran, serta menimbulkan
pemborosan yang tidak perlu karena buku yang ada di sekolah tidak
dapat dimanfaatkan oleh siswa tahun berikutnya. Bahkan pada SMP
Terbuka dimana buku modul merupakan sumber belajar utama masih
sangat kurang, sehingga menganggu proses belajar mandiri.
Kekurangan yang mencolok terjadi pada media penunjang yang lain,
seperti laboratorium dan penunjang pembelajaran bahasa, terutama
Bahasa Inggris.
Hal lain dalam kaitannya sarana dan prasarana pendidikan
adalah penggunaan dan pemanfaatan ICT (Information and
Communication Technology atau ICT). Walaupun masih dalam
lingkup yang terbatas, pendidikan di Indonesia sudah memanfaatkan
ICT dalam pengelolaan dan pembelajaran. Pendidikan kejuruan yang
dikelola oleh Dikmenjur Depdiknas, misalnya, telah merintis sistem
pengelolaan dan mated pembelajaran untuk siswa SMK yang
disesuaikan dengan kebutuhan keterampilan oleh industri. Program
komputerisasi dimulai sejak tahun 1980, dan menargetkan semua SMK
di Indonesia sudah terhubung ke internet pada tahun 2006. Program
yang sudah dilaksanakan hingga 2004 ialah: (a) Jaring Internet yang
menghubungkan 784 SMK; (b) Jaringan Info Sekolah di 137
kabupaten/kota; (c) 31 Wide Area Network di 31 kabupaten/kota; (d)
44 ICT Center di 44 kabupaten/kota; (e) 8 Mobile Training Unit di 8
lokasi; dan (f) School Mapping yang telah dikembangkan oleh 271
SMK di seluruh tanah air. Selain itu, pustekom juga telah
mengembangkan bahan betajar berbasis ICT antara lain (a) lebih dari
2000 judul program vidio pembetajaran; (b) lebih dari 5000 judul
40
program audio pembelajaran; (c) lebih dari 500 judul bahan betajar
berbasis computer dan internet. Program tersebut telah
dimanfaatkan oteh lebih dari 30.000 sekolah jenjang SD,SMP,dan
SMA/SMK atau yang sederajat. Kemudian siaran televisi juga telah
dimanfaatkan untuk melayani kebutuhan pendidikan seluruh jenjang
dan jalur pendidikan dengan diresmikan TV Edukasi pada tahun
2004. siaran ini telah menjangkau 80 kabupaten/kota (11.500.000
pemirsa).
41
ketersediaannya maupun dalam efisiensi pengelolaannya.
Pembangunan pendidikan selama lima tahun terakhir (2000-2004)
sudah mendapat prioritas tertinggi dalam pembangunan nasional
yang ditunjukkan oleh penyediaan anggaran pembangunan dengan
porsi terbesar dibandingkan dengan bidang-bidang pembangunan
tainnya. Komitmen Pemerintah dalam metaksanakan UUD 1945 dan
UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasionat dalam alokasi
anggaran pendidikan dari APBN/APBD, dan penyelenggaraan
pendidikan dasar tanpa memungut biaya secara bertahap mulai
diwujudkan. Namun, anggaran tersebut baru mencapai 6,6% dari
APBN yang dibelanjakan oleh pemerintah pusat. Anggaran tersebut
juga betum termasuk anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah
daerah metalui APBD. Pemerintah dan pemerintah daerah juga
betum.mampu menyediakan pelayanan pendidikan dasar secara
cuma-cuma.
42
20% dari APBN/APBD dapat diwujudkan dengan asumsi kontribusi
masyarakat bersifat konstan.
7 6
5 3 4.68
2 ?
3 92 Muatan belajar yang terlalu
0 terstruktur dan saran beban juga
mengakibatkan proses
^J
43
perubahan lingkungan fisik dan social di lingkungan. Keadaan ini
menjadikan proses belajar menjadi rutin, tidak menarik, dan tidak
mampu memupuk kreativitas untuk murid, guru dan kepala sekolah
untuk mengembangkan pendekatan pembelajaran yang inovatif.
Persoalan tersebut ditambah dengan terlalu dominannya
pengembangan otak kiri peserta didik, sehingga otak kanan menjadi
kurang optimal sehingga
6 5
gagasan kreatif dan
4 3
20
inovatif dari peserta didik
menjadi tumpul.
Rendahnya kualitas
SD SNP SNWSMC Fr
13 Lald2 • Pererrpuan 0
pembelajaran terjadi pada
Recta
hampir semua jenjang dan
Grafik 2.7 Angka Putus Sekolah Menurut jenis pendidikan dapat
Jenjang Pendidikan dan Jenis Kelamin,
Tahun 2004 menyebabkan rendahnya
angka efisensi pendidikan,
angka mengulang kelas
dan putus sekolah yang masih tinggi.
Grafik 2.6 menunjukkan bahwa angka mengulang kelas pada SD
kelas awal cukup tinggi, yaitu 7,92%. Kondisi ini menunjukkan bahwa
kesiapan memasuki SD masih rendah. Dilihat kecenderungan Angka
mengulang kelas menurut tingkat kelas, makin tinggi tingkat kelas
makin rendah angka mengulang kelas di SD. Walaupun menunjukkan
kecenderungan yang makin menurun setiap tiga tahun terakhir ini
sekitar 700.000 siswa/i SD/MI dan 270.000 siswa/i SMP/MTs putus
sekolah setiap tahun.
44
sekolah anak laki-laki memiliki kecenderungan lebih tinggi
dibandingkan dengan anak
45
ketidaklulusan mencapai 20,6%, SMK 22,2%, dan SMP/MTs/SMP
Terbuka 13,4%.
Walaupun angka ketidaklulusan ujian nasional (UN) tahun
2004/05 lebih tinggi bita dibandingkan dengan tahun 2003/04,
namun sesungguhnya bila dilihat dari nitai yang dicapai terdapat
peningkatan yang cukup berarti dari nitai rata-rata UN sebesar 5,55
tahun 2003/04 menjadi 6,76 pada tahun 2004/05. Grafik 2.8.
menunjukkan peningkatan Nilai UN pada ketiga mata pelajaran, yaitu
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika.
Mutu akademik antarbangsa melatui Programme for
International Student Assessment (PISA) 2003 menunjukkan bahwa
dari 41 negara yang disurvei, untuk bidang IPA menempati peringkat
ke 38, sementara untuk bidang Matematika dan Kemampuan
Membaca menempati peringkat ke 39. Jika dibandingkan dengan
Korea, peringkatnya sangat jauh, untuk bidang IPA menempati
peringkat ke 8, Membaca peringkat ke 7 dan Matematika peringkat
ke 3.
46
ditunjang oleh guru-guru yang berkuatitas. Hat ini menunjukkan
bahwa potensi peserta didik kita
47
satu pihak dengan struktur pendidikan di lain pihak. Sistem
pendidikan dianggap relevan jika memiliki keseimbangan secara
struktural dengan sistem ekonomi dan ketenagakerjaan. Artinya,
bahwa lulusan pendidikan memiliki kesesuaian dengan kebutuhan
ekonomi akan di berbagai sektor. Keseimbangan struktural tersebut
dapat dilihat pada Tabel 2.5 dan Tabel 2.6.
Penguatan struktur
Tabel 2.6
industri dari sisi PDB tidak diikuti Proyeksi Penyerapan Domestik Bruto (%)
secara seimbang dengan Atas Dasar Harga Konstan,
48
menyerap tenaga kerja 14% saja, sementara Sektor Pertanian yang
menyumbang hanya 14% terhadap PDB menyerap angkatan kerja
paling besar. Data ini menunjukkan adanya ketimpangan struktural,
antara ekonomi Indonesia yang sudah mulai berstruktur industri
yang tidak diimbangi dengan nilai-nilai kultur masyarakat Indonesia
yang secara agregat masih didominansi oleh sektor agraris dan
tradisional.
49
ekonomi industri, pendayagunaan iptek, dan peningkatan kecakapan
hidup yang sesuai dengan prinsip belajar sepanjang hayat.
50
Tabel 2.7
Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Status
Pekerjaan Utama dan Pendidikan yang Ditamatkan (2004)
51
perubahan organisasi untuk merespon peran dan fungsi yang
berubah. Kedua, tumbuhnya inisiatif dalam mengelola perubahan
yang didorong oleh kekuatan internal pada tingkat satuan
pendidikan dan masyarakat. Ketiga, pada tingkat pusat, reformasi
struktur organisasi Departemen lebih diarahkan pada semakin
besarnya fungsi manajemen mutu sebagai respon positif terhadap
tuntutan perkembangan global dan kebijakan desentralisasi.
52
SPM yang dietapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional Nomor
129a/U/2004.
53
tahun 1997 sampai dengan tahun 2004, di Departemen Pendidikan
Nasional juga terindikasi adanya penyimpangan terhadap sumber
dana pembangunan. Selama kurun waktu tersebut telah
diketemukan sebanyak 8.817 temuan/kasus yang mengindikasikan
adanya korupsi dalam bentuk uang yang jumlah nominalnya cukup
besar. Oleh sebab itu salah satu program penting Departemen
Pendidikan Nasional dalam lima tahun yang akan datang adalah
percepatan pemberantasan korupsi. Dengan demikian pengawasan
dan monitoring menjadi sangat penting dalam pembinaan program
dan kegiatan yang dilakukan oleh Departemen untuk mencegah
terjadinya KKN dan meningkatkan akuntabilitas departemen.
54
BAB III
KERANGKA KEBIJAKAN PENDIDIKAN JANGKA MENENGAH
A. Kebijakan Umum
55
1. Pemerataan dan Perluasan Akses
56
Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun akan menambah jumlah
lulusan SMP/MTs/SMPLB setiap tahunnya, sehingga juga akan
mendorong perluasan pendidikan menengah. Dengan bertambahnya
permintaan pendidikan menengah, Pemerintah juga melakukan
perluasan pendidikan menengah terutama bagi mereka yang karena
satu dan lain hat tidak dapat menikmati pendidikan SMA yang
bersifat reguler, melalui SMA Terbuka dan Paket C, sehingga pada
gilirannya mendorong peningkatan APM-SMA. Oleh karena SMA
cenderung semakin meluas jauh di atas SMK, maka Pemerintah lebih
mempercepat pertumbuhan SMK diiringi dengan upaya mendorong
peningkatan program pendidikan kejuruan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yang terus berubah.
57
tembaga pendidikan tinggi baru. Namun, strategi perluasan akan
dikaitkan dengan pencapaian mutu yang lebih baik dalam rangka
peningkatan daya saing bangsa di era global. Untuk itu, pemerintah
akan terus membenahi peraturan dan perundang-undangan serta
memperkuat kapasitas kelembagaan yang terkait dengan fungsi
pengendalian dan penjaminan mutu.
(a) Mempertuas akses bagi anak usia 0-6 tahun, baik laki-laki maupun
perempuan untuk memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang
secara optimal sesuai potensi yang dimiliki dan tahap
58
perkembangannya agar memiliki kesiapan dalam mengikuti
pendidikan sekotah dasar.
59
(d) Memperluas akses bagi anak usia sekolah 7-15 tahun, baik laki-
laki maupun perempuan yang tidak/belum terlayani di jalur
pendidikan formal untuk memitiki kesempatan mendapatkan
layanan pendidikan di jalur nonformal maupun program
pendidikan terpadu/ inklusif bagi anak-anak yang berkebutuhan
khusus terutama untuk daerah-daerah yang tidak tersedia
layanan pendidikan khusus luar biasa. Di samping itu, untuk
memperluas akses bagi penduduk usia 13-15 tahun
dikembangkan SMP Terbuka melatui optimalisasi daya tampung
dan pengembangan SMP Terbuka model maupun melalui model
layanan pendidikan alternatif yang inovatif.
60
berkembang. Di samping itu, dilakukan upaya penambahan
muatan pendidikan keterampilan di SMA bagi siswa yang akan
bekerja setelah tutus.
61
ke sekolah dan/atau mempertahankan anaknya untuk tetap
bersekolah
62
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Pemerintah memberikan intervensi kepada satuan-satuan dan
program (studi) pendidikan untuk mencapai standar yang
diamanatkan oleh UU Sisdiknas. Standar-standar tersebut digunakan
juga sebagai dasar untuk melakukan penilaian terhadap kinerja
satuan dan program pendidikan, mulai dari pendidikan anak usia dini
(PAUD), Pendidikan Dasar (Dikdas), Pendidikan Menengah (Dikmen),
Pendidikan Non-formal (PNF), sampai dengan Pendidikan Tinggi
(Dikti).
63
(a) Mengembangkan dan menetapkan standar nasional pendidikan
sesuai dengan PP SNP No. 19/2005, sebagai dasar untuk
melaksanakan penilaian pendidikan, peningkatan kapasitas
pengelolaan pendidikan, peningkatan sumberdaya pendidikan,
akreditasi satuan dan program pendidikan, serta upaya
penjaminan mutu pendidikan.
64
mempercepat tercapainya pemerataan mutu pendidikan
dilakukan pemberian subsidi yang diarahkan pada satuan
pendidikan yang belum mencapai standar nasional.
65
Pengelolaan pendidikan nasional menggunakan pendekatan
secara menyeluruh dari sektor pendidikan (sector-wide approach)
yang bercirikan: (a) program kerja disusun secara kolaboratif dan
sinergis untuk menguatkan implementasi kebijakan pada semua
tingkatan, (b) reformasi institusi dilaksanakan secara berkelanjutan
yang didukung program pengembangan kapasitas, dan (c) perbaikan
program dilakukan secara berkelanjutan dan didasarkan pada
evaluasi kinerja tahunan yang dilaksanakan secara sistematis dan
memfungsikan peran-peran stakeholder yang lebih luas.
Pemerintah melaksanakan pengembangan kapasitas institusi
pendidikan secara sistemik dan terencana dengan menggunakan
pendekatan keseluruhan sektor tersebut di atas. Strategi
pengembangan kapasitas lebih diarahkan pada proses manajemen
perubahan secara endogeneous atau perubahan yang didorong
secara internal. Perubahan yang didorong secara internal akan lebih
menjamin terjadinya perubahan secara berkelanjutan,
menumbuhkan rasa kepemilikan, kepemimpinan, serta komitmen
bersama.
66
disiplin kerja yang tinggi sebagai bentuk akuntabilitas aparatur
negara serta perwujudan profesionalisme aparatur. Untuk itu,
segenap aparatur yang ada di Departemen Pendidikan Nasional pertu
meningkatkan kinerjanya untuk mewujudkan pelayanan yang
bermutu, merata dan adil di dalam suatu tata kelola pemerintahan
yang sehat. Aparatur juga perlu mengubah mindset atas perilaku dan
sikap seorang birokrat menjadi pelayan masyarakat yang profesional.
67
Berdasarkan pembagian kewenangan tersebut di atas terdapat
fungsifungsi baru yang harus dijalankan oleh pusat maupun daerah.
Untuk itu dikembangkan mekanisme yang akan mengatur berbagai
fungsi baru yang telah diidentifikasi tersebut dalam suatu struktur,
sistem dan mekanisme yang baru didukung oleh peraturan
perundangan yang sesuai. Berbagai identifikasi dan kajian mengenai
pentingnya fungsi dan institusi baru yang diperlukan untuk
pelayanan pendidikan dalam masa otonomi dan desentralisasi
dilakukan secara komprehensif oleh Depdiknas.
68
jangka menengah diperkuat kapasitas pengelolaan layanan
pendidikan terhadap kabupaten/kota sehingga dapat menambah
kabupaten/kota yang memiliki kapasitas pelayanan sesuai dengan
SNP.
69
(3) Pada tingkat kabupaten/kota, perlu penguatan kapasitas dalam
menyusun kebijakan, rencana strategic dan operasional, sistem
informasi dan sistem pembiayaan dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan pendidikan. Kabupaten/kota berfungsi sebagai
facilitator yang memberikan kemudahan dan otonomi yang
lebih Was bagi satuan pendidikan dalam upaya mencapai
kemandirian.
70
ditengkapi dengan dana pendamping dari penerima sehingga dapat
menimbulkan rasa kepemilikan dari suatu program pembangunan.
Dengan strategi-strategi tersebut di atas akuntabilitas publik
dapat diwujudkan secara sehat metatui peningkatan fungsi kontrot
dari stakeholder pendidikan dalam rangka meningkatkan efisiensi
layanan pendidikan. Diharapkan dalam lima tahun yang akan
datang (tahun 2009) informasi tentang kinerja satuan pendidikan
dapat diakses oleh ketuarga dan masyarakat. SMK dan pendidikan
tinggi vokasi didorong untuk menyediakan layanan informasi
tentang penempatan kerja lulusannya sebagai bagian dari
akuntabilitas satuan pendidikan.
Penerapan ICT akan dimanfaatkan secara optimal untuk
membantu merealisasikan manajemen pendidikan yang transparan
dan akuntabel. Model penerapannya dapat diwujudkan melalui
media on-line yang memuat informasi dan laporan perencanaan dan
pelaksanaan kebijakan kepada publik atau stakeholder pendidikan
lainnya. Dengan media tersebut, partisipasi masyarakat dalam
bentuk usulan, kritik, atau informasi lainnya dapat diakomodasi
secara lebih mudah dan terbuka kepada pembuat kebijakan.
B. Kebijakan Strategis
71
1. Pemerataan dan Perluasan Akses
Kebijakan strategic untuk pemerataan dan perluasan akses
pendidikan dilakukan melalui penguatan program-program sebagai
berikut:
72
mempertimbangkan kecukupan jumlah dan kualifikasi guru
profesional di berbagai jenjang dan jenis pendidikan, pemerataan
penyebaran secara geografis, keahlian, dan kesetaraan gender.
Pemerataan secara geografis mempertimbangkan pengaturan
mekanisme penempatan dan redistribusi guru, sistem insentif guru di
daerah terpencil, pengangkatan guru tidak tetap secara selektif,
serta tenaga pendidikan lainnya seperti pamong belajar pada jalur
non-formal.
73
fisik, emosional, mental, sosial, atau memiliki potensi bakat istimewa
atau kecerdasan luar biasa.
74
1.10 Perluasan Akses SMA/SMK dan SM Terpadu; arah kebijakan
ini lebih untuk memperluas SMK untuk mencapai komposisi jumlah
SMA dan SMK yang seimbang pada tahun 2009. Perluasan SMA lebih
ditekankan pada partisipasi swasta. Kebijakan ini jugs ditempuh
setelah melihat kenyataan bahwa bagian terbesar (65%) penganggur
terdidik adalah lulusan pendidikan menengah (Sakernas, BPS 2004),
yang dapat diartikan sebagai kurangnya keterampilan lulusan
pendidikan menengah untuk masuk lapangan kerja.
1.11 Perluasan Akses Perguruan Tinggi; Perluasan dan
pemerataan akses pendidikan tinggi menargetkan pencapaian jumlah
mahasiswa meningkat dari 14,3% (tahun 2004) menjadi 18,0% pada
tahun 2009. Investasi membangun institusi baru untuk pendidikan
tinggi akademik (umum) lebih didorong pada peran swasta,
sementara peran pemerintah lebih pada pengembangan pendidikan
vokasi dan pendidikan profesi pada perguruan tinggi yang sudah ada.
Pendidikan tinggi akademik akan diperluas melalui penambahan
ruang belajar, laboratorium, ruang praktikum, serta perpustakaan
dalam rangka menambah daya tampung.
75
masih terbatas untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan yang
seluas-luasnya sementara itu ada potensi yang cukup besar pada
masyarakat; kedua, kecenderungan arah pembangunan
76
2. Mutu, Relevansi, dan Daya Saing
Kebijakan strategic untuk peningkatan mutu, relevansi, dan
daya saing pendidikan dilakukan melalui penguatan program-program
sebagai berikut:
2.1 Implementasi dan Penyempurnaan Standar Nasional
Pendidikan (SNP) dan Penguatan Peran Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP); merupakan Kebijakan strategis dalam
meningkatkan mutu pendidikan nasional. Dengan adanya SNP dan
BSNP, penataan berbagai aspek yang
Perluasan akses
menunjang perbaikan
pendidikan Wajar pada Perluasan akses. SMA/
jalur non-formal mutu SMK
77
perlu dikembangkan dan dikelolah mekanisme pengawasan dan
pengendalian mutu pendidikan yang mengacu pada standar nasional
pendidikan. Kegiatan utamanya antara lain: pembentukan badan
akreditasi nasional sekolah dan madrasah (BAN-SM), badan akreditasi
nasional pendidikan nonformal (BAN-PNF), badan akreditasi nasional
perguruan tinggi (BAN-PT); menyusun dan menetapkan mekanisme
pengawasan dan penjaminan mutu pendidikan; menyusun dan
menetapkan mekanisme pengawasan; evaluasi; dan ujian nasional
untuk mengukur ketercapaian standar pendidikan yang telah
ditetapkan; serta pengembangan kapasitas pengelolaan pendidikan di
tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, serta satuan pendidikan.
78
kinerja guru yang dilakukan secara berkelanjutan atas dasar
kinerjanya baik pada tingkat kelas maupun satuan pendidikan.
79
sekurangkurangnya satu satuan pendidikan di setiap jenis, jenjang,
clan jalur pendidikan di setiap kabupaten/kota.
80
Perguruan tinggi didorong untuk mampu memberikan pemikiran-
pemikiran dan temuan-temuan /inovasi yang bermanfaat, baik untuk
kepentingan pembangunan maupun untuk pengembangan
pengetahuan.
81
Implementasi dan Penjaminan mutu secara Perluasan dan
Pengembangan Pengembangan
guru sebagai kompetensi pendidik
profesi dan tenga pendidikan
Pencitraan Publik
82
dan daerah memanfaatkan dana yang bersumber dari anggaran non-
diskresi paling tidak 0,5 persen dari seluruh anggaran masing-masing
satuan kerja.
3.2 Peningkatan Kapasitas dan Kompetensi Aparat
Inspektorat Jenderal; Pada tahapan ini, menetapkan program
pengembangan aparat pengawas, menjadi fokus utama disamping
pengembangan sistem pengawasan Inspektorat Jenderal Depdiknas.
Standar kompetensi auditor telah disusun dan direncanakan
digunakan standar untuk mengukur kompetensi auditor dan
mendisain pengembangan kompetensi melalui pendidikan formal
atau nonformal. Pengembangan sistem pengawasan dilakukan
melalui pengembangan teknik pengewaasan dan pendekatan
pengawasan. Audit kinerja sebagai suatu teknik pengawasan dan
kemitraan sebagai suatu pendekatan audit yang dikembangkan
meningkatkan kapasitas pengawasan yang lebih baik. Pada saat ini
audit kinerja dilaksanakan pada pengawasan perguruan tinggi.
83
monitoring kinerja, dan manajemen strategis kepada kabupaten/kota
dan satuan pendidikan.
84
3.8 Pelaksanaan Inpres No. 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan
Pemberantasan KKN; Sebagai wujud pelaksanaan Inpres No. 5,
maka Departemen Pendidikan Nasional telah menyusun Tim Rencana
Aksi Nasional Percepatan Pemberantasan Korupsi dengan Surat
Mendiknas No. 027/P/2005. Rencana aksi ini dilakukan dengan
melibatkan secara aktif unit utama Departemen untuk secara dini
merencanakan aktifitas kegiatan untuk mencegah dan memberantas
korupsi. Melalui kegiatan monitoring dan evaluasi yang
berkesinambungan rencana aksi yang telah ditetapkan tersebut.
85
orang dan peningkatan jumlah hari pengawasan dalam satu periode
pengawasan dari 15 hari menjadi 20 hari.
86
BAB IV
PROGRAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN
JANGKA MENENGAH
87
Program ini bertujuan agar semua anak usia dini (usia 0-6
tahun), baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan
tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan potensi yang
dimilikinya, sesuai tahap-tahap perkembangan atau tingkat usia
mereka. PAUD juga merupakan pendidikan persiapan untuk
mengikuti jenjang pendidikan sekolah dasar. Secara lebih spesifik,
program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu
pelayanan pendidikan melalui jalur formal seperti Taman Kanak-
Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat,
serta jalur pendidikan non-formal berbentuk Kelompok Bermain,
Taman Penitipan Anak (TPA) /bentuk lain yang sederajat, dan jalur
informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan.
1. Pemerataan dan Perluasan Akses
88
2009 sekurang- kurangnya 1 (satu) TK, termasuk TK Pembina dan
lembaga PAUD non-formal sekurang- kurangnya di setiap kecamatan.
89
alat pendidikan, serta penyelenggaraan akreditasi TK. Muatan
pendidikan pada anak-anak usia dini ditekankan pada aspek-aspek
emosi, mental, dan spiritual, yang diarahkan pada penghayatan atas
nilai-nilai dan karakter positif, serta kesiapan masuk sekolah.
90
untuk membangun kesamaan persepsi, pencitraan yang positif, dan
kebersamaan tanggung jawab dalam pengelolaan PAUD yang
akuntabel
91
maupun sekolah umum. Target pada tahun 2009 setiap siswa pada
satuan pendidikan dasar memperoleh bantuan biaya operasional.
92
sekolah dasar sampai tamat. Layanan pendidikan dilaksanakan
selama kurang satu tahun di luar kelas reguler pada sekolah dasar
yang ada sebagai transisi untuk memasuki kelas reguler. Target pada
tahun 2009 ialah setiap penduduk usia sekolah dasar memperoleh
layanan pendidikan dasar.
93
(pemahaman diri, penguasaan diri, evaluasi diri, tanggung jawab,
dsb), kecakapan interpersonal (bersosialisasi, bekerjasama,
mempengaruhi /mengarahkan orang lain, bernegosiasi, dan
sebagainya), kemampuan mengambil keputusan (memahami
masalah, merencanakan, analisis, menyelesaikan masalah, dan
sebagainya).
Kapasitas profesi pendidik juga akan dikembangkan agar
mereka mampu membawakan proses pembelajaran efektif, sesuai
dengan standar kompetensi pendidik yang telah ditetapkan. Proses
pembelajaran efektif diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
memotivasi, menyenangkan, dan mengasyikan untuk mendorong
peserta didik berpartisipasi aktif, berinisiatif, kreatif, dan mandiri,
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik dan
kematangan psikologis.
Perbaikan sarana dan bahan belajar seperti perpustakaan, media
pembelajaran, laboratorium Bahasa/IPA/Matematika, alat peraga
pendidikan, buku pelajaran, buku bacaan lain yang relevan. Dengan
mempertimbangkan pesatnya perkembangan pemanfaatan ICT
dalam berbagai sektor kehidupan, pemerintah akan terus
mengembangkan pemanfaatan ICT untuk sistem informasi
persekolahan dan pembelajaran. Hingga tahun 2009, langkah-
langkah yang akan dilakukan adalah: (a) merancang sistern jaringan
yang mencakup jaringan internet, yang menghubungkan sekolah-
sekolah dengan pusat data dan aplikasi, serta jaringan intranet
sebagai sarana dan media komunikasi, dan infromasi intern sekolah;
(b) merancang dan membuat aplikasi database, yang menyimpan
dan mengolah data dan informasi persekolahan, manajemen
persekolahan, konten-konten pembelajaran; (c) merancang dan
membuat aplikasi pembelajaran berbasis web, multimedia interaktif,
yang terdiri dari aplikasi tutorial dan learning tool; (d)
mengoptimalkan pemanfaatan TV edukasi sebagai mated pengayaan
dalam rangka menunjang peningkatan mutu pendidikan (e)
implementasi sistem secara bertahap untuk mencapai secara
signifikan jumlah sekolah SMP yang akan memudahkan pemfaatan
untuk manajemen pendidikan dan sekaligus juga pemanfaatan ICT
untuk mendukung proses pembelajaran di seluruh wilayah Indonesia
pada tahun 2009.
94
Untuk mempersiapkan lulusan SMP/MTs yang tidak dapat
melanjutkan, pendidikan kecakapan hidup (keterampilan praktis)
akan diberikan agar mereka dapat bekerja dan melakukan kegiatan
produktif di masyarakat. Karena keterbatasan dana pemerintah,
program wajib belajar belum dapat diteruskan hingga pendidikan
menengah sehingga ancaman lulusan SMP/MTs yang tidak dapat
melanjutkan harus diantisipasi.
Pengembangan sekolah berkeunggulan pada pendidikan dasar
menargetkan paling tidak satu SD dan satu SMP pada masing-masing
kabupaten/kola akan menjadi sekolah berkeunggulan lokal pada
tahun 2009, dan target yang sama untuk sekolah bertaraf
internasional. Sementara itu, dalam kaitan dengan pengembangan
kecakapan berbahasa pada jenjang SMP, dilakukan upaya
pengembangan program bilingual dengan sasaran sebanyak 430
buah sekolah hingga tahun 2009.
95
Pengembangan EMIS (Education Management Information
Systems) sebagai sistem pendukung manajemen akan dilakukan
untuk menunjang keberhasilan upaya mengukur sejumlah indikator
penting perluasan, mutu, dan efisiensi sesuai dengan standar
nasional pendidikan dasar. Termasuk dalam kemampuan EMIS ialah
menggunakan indikator-indikator tersebut untuk memetakan SD/SMP
atau satuan pendidikan lainnya yang masuk dalam kategori sekolah
di atas SNP, sesuai dengan SNP, dan di bawah SNP pada masing-
masing daerah dan wilayah. Selain itu, EMIS bermanfaat untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat atas data dan informasi
pendidikan. Kondisi in sangat kondusif untuk pelaksanaan fungsi
komunikasi publik dalam rangka meengembangkan pencitraan yang
positip.
96
1. Pemerataan dan Perluasan Akses
97
SMK, yaitu SMK Besar di kawasan Industri, SMK kelas jauh di
Pesantren/institusi lain, SMK di daerah perbatasan, SMK kecil di
daerah terpencil dan pedesaan, SMA Terbuka, Sekolah Menengah
Terpadu.
98
penekanan muatan kecakapan dasar (basic learning contents)
mendapat porsi yang menurun sementara muatan akademik dan life
skills (keterampilan) meningkat.
99
lokal, dan dengan luar negeri dalam pengembangan kurikulum dan
standar kompetensi untuk mengembangkan kompetensi lutusan agar
dapat bersaing secara global. Salah satu orientasi pencapaian
standar internasional adalah bagaimana sekolah dapat didorong
untuk memperoleh sertifikat ISO.
100
3. Peningkatan Governance, Akuntabilitas, dan Pencitraan
101
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa;
ketiga, meningkatkan kinerja perguruan tinggi dengan jalan
meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan akuntabilitas dalam
pengelolaan layanan pendidikan tinggi secara otonom melalui Badan
Hukum Pendidikan Tinggi (BHPT).
102
pada tahun 2009. Sementara itu, APK diharapkan dapat ditingkatkan
dari 14,26% pada tahun 2004, menjadi 18,00% pada tahun 2009.
103
dengan penyediaan tenaga terampil untuk industri lokal, nasional,
multi-nasional, serta pengembangan kewirausahaan.
104
f. Peningkatan status perguruan tinggi menjadi 50% yang
berbadan hukum pendidikan tinggi negeri pada tahun 2009, dan
40% berbadan hukum pendidikan tinggi swasta.
g. Penataan proporsi bidang ilmu IPA : IPS/Humaniora yang pada
tahun 2004 berbanding sebagai (30:70) diupayakan untuk 'pada
tahun 2009 menjadi (50:50) di lingkungan PTN dan (35:65) di
lingkungan PTS.
h. Peningkatan kualifikasi dosen berpendidikan S2/S3 yang saat ini
baru mencapai 54,55% untuk PTN dan 34,50% untuk PTS pada
tahun 2004, menjadi 85% untuk PTN dan 55% untuk PTS pada
tahun 2009. Disamping itu jumlah guru besar yang baru
mencapai 3% pada tahun 2004 diupayakan dapat mencapai
10% dari jumlah dosen yang ada pada PTN pada tahun 2009.
i. Pelatihan tenaga teknis di perguruan tinggi pada jangka waktu 5
tahun ke depan diupayakan mencapai 100 jenis pelatihan
fungsional yang menjangkau 7.500 personil pendidikan Tnggi
dengan rincian 70% dari PTN dan 30% dari PTS.
j. Pelaksanaan penelitian untuk 5 tahun ke depan diusahakan
dapat mencapai 1% dari seluruh anggaran Ditjen Dikti, dan
menghasilkan berbagai hak atas kekayaan intelektual, termasuk
permohonan patent mencapai 50 buah dan hak cipta mencapai
200 judul, baik di tingkat nasional maupun internasional, serta
mendorong penelitian untuk penyelesaian masalah-masalah
sosial.
k. ICT literacy (kemampuan akses, memanfaatkan dan
menggunakan radio, televisi, komputer dan internet) 80% untuk
kalangan mahasiswa dan dosen.
l. Pembangunan dan penambahan infrastruktur pendidikan Tnggi
sehingga tercapai pemenuhan kriteria rasio ruang kuliah 2m2
per mahasiswa, rasio ruang laboratium 9 m2 per mahasiswa, dan
ruang dosen 9 m2 per dosen.
105
m. Peningkatan kapasitas dan efektivitas layanan perpustakaan
kepada citivas akademika kampus melalui peningkatan
penyediaan bahan bacaan wajib mata kuliah mencapai 80 %
dari mata kuliah yang ditawarkan perguruan Tnggi dan layanan
kepustakaan sekurang- kurangnya mencapai 40 jam per
minggu.
3. Peningkatan Governance, Akuntabilitas, dan Pencitraan
Publik
106
E. Program Pendidikan Non-Formal
Program ini diarahkan untuk memberikan pelayanan pendidikan
kepada warga masyarakat yang belum sekolah, tidak pernah sekolah
atau buta aksara, putus sekolah dan warga masyarakat lainnya yang
kebutuhan pendidikannya tidak dapat terpenuhi melalui jalur
pendidikan formal. Dengan demikian, pendidikan non-formal
bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan kepada semua
warga masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, agar memiliki
kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dengan penekanan
pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan vokasional, serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional, sehingga
pendidikan nonformal dapat pula berfungsi sebagai pengganti,
penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat. Di masa mendatang
program pendidikan non-formal dapat menjadi pendidikan alternatif
yang dapat memenuhi standar nasional maupun internasional.
107
sebagai upaya agar peserta didik mampu hidup mandiri, (6)
Pendidikan Pemberdayaan Perempuan yang diarahkan pada
peningkatan kecakapan hidup dan pengarusutamaan gender di
bidang pendidikan, (7) Peningkatan Budaya Baca Masyarakat sebagai
upaya untuk memelihara dan meningkakan kemampuan keaksaraan
peserta didik yang telah bebas buta aksara melalui penyediaan
Taman Bacaan Masyarakat, dan (8) Memperkuat Unit Petaksana
Teknis Pusat dan Daerah (BP-PLSP, BPKB, dan SKB) sebagai tempat
pengembangan model program PNF. Di samping hat-hat di atas, PNF
juga akan metaksanakan berbagai komitmen dunia seperti
Pendidikan Untuk Semua, pengarusutamaan gender, perawatan dan
pendidikan pada anak-anak yang tergolong tidak beruntung.
108
tingkatan yang dapat berperan sebagai mitra dalam pengembangan
PNF; (e) memperluas kerjasama dengan instansi terkait dalam
penyetenggaraan PNF; (f) penyediaan, pemberian dan penyaluran
blockgrants yang ditaksanakan secara transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang berperan dalam
penyelenggaraan berbagai program PNF; dan (g) menjalin kemitraan
dengan lembaga-lembaga luar negeri yang terkait dengan
pengembangan program PNF.
Pengembangan pendidikan kesetaraan, yang diarahkan pada
anak usia Wajar Dikdas 9 tahun melalui Paket A setara SD, dan Paket
B setara SMP, serta pengembangan pendidikan menengah melatui
Paket C setara SMA. Pengembangan paket kesetaraan ditakukan
melalui pembukaan kelompokkelompok belajar pada sasaran yang
terfokus, yaitu pada daerah yang APK-nya sangat rendah. Hingga
tahun 2009, target Paket A untuk siswa putus SD kelas 4 sampai
dengan 6 sebanyak lebih kurang 860 ribu anak (25% dari DO SD),
dan target Paket B setara SMP akan menjangkau sekitar 3,2 juta
anak (50% dari lulus SD tidak melanjutkan dan 50% kelas 1 dan 2
SMP), dan target penyelenggaraan program Paket C setara SMA
sebanyak lebih kurang 200 ribu orang.
109
tahun ke atas). Dalam rangka penurunan buta aksara, dilakukan
berbagai program, antara lain: pengembangan kerjasama dengan
lembaga/ organisasi keagamaan, organisasi masyarakat, PT, dan
organisasi lain yang dapat menjangkau masyarakat.
110
formal akan lebih berwawasan kesetaraan dan keadilan gender.
Mulai tahun 2006, ditetapkan 10 jenis dan variasi program PNF
berorientasi life skills akan didukung pengembangannya.
111
Sebanyak 25% Kabupaten/Kota ditargetkan sudah memiliki model
PNF unggulan pada tahun 2008.
112
Pengembangan kapasitas; diberikan kepada pengelola clan
penyetenggara PNF di semua tingkatan, baik di pusat maupun daerah
(BPPLSP, BPKB, SKB, clan PKBM). Sampai dengan tahun 2009, Ditjen
PLS clan 5 (lima) BPPLSP ditargetkan meraih sertifikasi ISO 9001.
Advokasi, sosialisasi, don fosilitasi; diperlukan untuk memberikan
informasi, kampanye, dan bantuan dalam rangka meningkatkan dan
memperluas partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan PNF yang
efektif dan akuntabel.
113
redistribusi guru, penambahan guru baru, perubahan status pendidik
dari satu jenjang ke jenjang lainnya, integrasi guru/tutor mata pelajaran
sejenis, sistem insentif guru di daerah terpencil, memberikan subsidi
bagi guru tidak tetap (GTT) swasta, pengawas/penilik/ pamong belajar,
dan guru daerah terpencil; (d) mendorong perluasan jurusan LPTK pada
bidang yang masih kekurangan seperti guru MIPA, Bahasa Inggris dan
teknologi kejuruan; (e) mendorong perluasan Program Akta bagi lulusan
sarjana non-kependidikan; (f) penambahan jumlah tenaga kependidikan
secara proporsional, seperti pengawas sekolah, pegawai tata-usaha,
laboran, pustakawan, Pengembang Sumber belajar, arsiparis, operator
komputer, dsb, melalui penambahan tenaga baru, penempatan tenaga
non-kependidikan menjadi tenaga kependidikan di sekolah atau
lembaga pendidikan lainnya.
114
penuntasan wajib belajar 9 tahun, serta perluasan pendidikan menengah
umum dan kejuruan.
Mengingat sasaran pendidikan non-formal di desa-desa cukup
tinggi, perlu diangkat guru PNF/tutor purna waktu untuk desa-desa
terpencil dan/atau desa-desa yang konsentrasi sasaran PNF-nya
besar. Untuk mendukung tugas penilik, selain dad pengangkatan
guru PNF secara bertahap diperlukan juga tenaga tidak tetap (TLD)
dengan rasio 1 TLD per 5 (lima) desa. Selanjutnya untuk
meningkatkan jangkauan pelayanan PNF secara bertahap
ditingkatkan jumlah pamong belajar sehingga mencapai standar
nasional pendidikan.
115
tenaga kependidikan yang sesuai dengan jabatan fungsionalnya; i)
penyusunan sistem Ft mekanisme perlindungan dalam
menjalankan profesi dan kesejahteraan profesi pendidik dan
tenaga kependidikan; j) pemberian penghargaan kepada guru yang
berprestasi dan berdedikasi luar biasa; serta k) pemberian
disinsentif pada pendidik yang melanggar etika profesi.
116
di pusat, daerah clan masyarakat; d) pembinaan profesi guru yang
memiliki kekuatan hukum clan tertuang dalam UU Guru yang
segera diundangkan; serta e) penyelesaian secara tuntas masalah
guru bantu.
G. Program Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan
117
1. Perluasan dan Pemerataan Akses
118
tingkat satuan pendidikan untuk pendidikan dasar, menengah, khusus
dan non-formal, kurikulum bertaraf internasional, dan kurikulum
berdasarkan keunggulan lokal; (8) melakukan sosialisasi kurikulum
baru untuk sekolah perintisan serta provinsi dan kabupaten/kota; (9)
melakukan evaluasi berkelanjutan pelaksanaan kurikulum pada satuan
pendidikan dasar, menengah, khusus dan nonformal; (10) melakukan
pemberdayaan SDM secara profesional dalam pelaksanaan kurikulum
pada satuan pendidikan dasar, menengah, khusus dan non-formal; (11)
melakukan analisis kebijakan kurikulum untuk pendidikan dasar,
menengah, khusus, dan non-formal; (12) menyediakan data dan
informasi pendidikan di berbagai jenis, jenjang, dan satuan pendidikan
di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; (13) mengembangkan
sistem pangkalan data dan jaringan pendataan serta informasi di
berbagai jenjang, jenis, dan satuan pendidikan di tingkat nasional,
provinsi dan kabupaten/kota; (14) mengembangkan sistem informasi
yang berbasis teknotogi dan sistem pendataan berbasis masyarakat;
(15) metaksanakan proyeksi dan analisis data pendidikan; (16)
melakukan pemetaan mutu dan analisis penjaminan mutu berdasarkan
ujian nasional dan hasil akreditasi; (17) melakukan penelitian/studi dan
evaluasi mutu pendidikan secara nasional maupun internasional; (18)
menyelenggarakan ujian nasional yang efisien untuk mengukur
pencapaian kompetensi lulusan; (19) memfasilitasi penyusunan
menyusun standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan,
standar tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan
oleh BSNP; dan (20) mengembangkan dan melaksanakan akreditasi
dan sertifikasi; dan (21) penelitian pendayagunaan ICT untuk
pendidikan.
119
Program strategis penelitian dan pengembangan yang akan
dilaksanakan dalam rangka menunjang peningkatan governance,
akuntabilitas, dan pencitraan pendidikan antara lain adalah: (1)
menyempurnakan mekanisme tata kerja antar lembaga di bidang
penelitian dan pengembangan; (2) meningkatkan kualitas dan
kuantitas SDM bidang penelitian dan pengembangan; (3)
meningkatkan kerjasama antar lembaga penelitian dan pengembangan
pada tingkat nasional, regional dan internasional; (4) meningkatkan
kualitas, efisiensi dan efektivitas manajemen secara akuntabel dalam
rangka mengembangkan kualitas pelayanan pendidikan;_(5)
melakukan pembaharuan sistem dan regulasi pendidikan; (6)
meningkatkan relevansi program-program unggulan dengan tuntutan
kebutuhan pelayanan pendidikan pada tingkat nasional, regional dan
internasional; (7) mengelola hasilhasil penelitian dan pengembangan
sebagai basis data dan informasi untuk acuan pembayaan kebijakan
pendidikan nasional; (8) mengembangkan sistem kinerja pelaksanaan
kurikulum untuk menjamin akuntabilitas pelaksanaan kurikulum tingkat
satuan pendidikan; (9) meningkatkan kualitas data dan informasi
berbasis sistem teknologi informasi secara nasional dalam pelayanan
penelitian dan pengembangan pendidikan nasional secara akuntabel,
efektif, dan efisien; (10) melaksanakan national assessment pendidikan
dasar dan menengah secara berkala dalam rangka akuntabilitas
pelaksanaan program pendidikan; dan (11) meningkatkan kerjasama
dan keterkaitan sinergis secara berkelanjutan dengan lembaga di
tingkat nasional, regional dan internasional dalam mewujudkan
kualitas, efisiensi dan efektivitas manajemen.
120
governance, meningkatkan koordinasi antar-tingkat pemerintahan,
mengembangkan kebijakan, melakukan advokasi dan sosialisasi
kebijakan pembangunan pendidikan, serta meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan pendidikan (2) pengembangan dan
penerapan sistem pengawasan pembangunan pendidikan termasuk
sistem tindak lanjut temuan hasil pengawasan terhadap setiap
kegiatan pembangunan pendidikan termasuk pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi pendidikan; dan (3) penyempurnaan
manajemen pendidikan dengan meningkatkan otonomi dan
desentralisasi pengelolaan pendidikan kepada pengelola pendidikan
dan satuan pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan secara
efektif dan efisien, transparan, bertanggung jawab, akuntabel serta
partisipatif yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
121
Nepotisme (sesuai dengan Inpres No.5 Tahun 2004). Selama ini
dipersepsikan dengan sangat kuat oleh masyarakat bahwa sumber
KKN terbesar dianggap berada di instansi pelayanan masyarakat.
Perbaikan pelayanan itu akan dilaksanakan melatui kegiatan-
kegiatan berikut.
Pertama; penataan kembali struktur organisasi Dinas Provinsi
dan Kabupaten/Kota sesuai dengan penkembangan organisasi
Departemen Pendidikan Nasionat. Sejalan dengan demokratisasi,
partisipasi dan kontrol masyarakat terhadap pemerintah akan
semakin besar, sehingga diperlukan keterbukaan dari birokrasi.
Untuk mencegah terjadinya kekeliruan persepsi atau kecurigaan
masyarakat terhadap berbagai kebijakan dan tindakan pelayanan,
struktur organisasi dinas perlu diperbaiki, misalnya dengan
membentuk Subdin atau Seksi Hubungan Masyarakat yang secara
aktif dan terbuka menjelaskan setiap langkah kebijakan pelayanan.
Sebagai mitra pemerintah, masyarakat juga perlu diberikan
penyuluhan, pembinaan, dan ajakan. untuk berperan aktif dalam
perumusan pelayanan.
122
Ketiga; menciptakan sistem pelayanan yang murah, cepat,
terbuka dan menyenangkan. Indikator keberhasilan pelayanan adalah
kepuasan masyarakat atas pelayanan yang murah (bahkan gratis),
cepat, terbuka, ramah dan kooperatif. Untuk itu, perlu dilakukan
pemangkasan birokrasi dan penerapan prinsip-prinsip efisiensi menuju
pelayanan yang berorientasi pada "kepuasan pelanggan".
123
dokumen dan arsip Depdiknas yang saat ini mengadapi kesulitan.
Kegiatan ini dapat memanfaatkan peran ICT yang dapat
mentransformasikan pendataan dan kearsipan konvensional ke
sistem digital.
124
diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk mengembangkan diri
yang sesuai dengan tuntutan hidup dan masyarakat lingkungannya.
(2) Program Pendidikan Berwawasan Teknologi Dasar berbentuk
kegiatan pembelajaran tentang teknologi yang mencakup teknologi
konstruksi, konversi energi, informasi dan komunikasi, transportasi,
bioteknologi, serta teknologi produksi. Program ini diselenggarakan
di SD dan SMP umum, dalam rangka mendukung dan memperkuat
pencapaian kompetensi siswa dari muatan kurikulum.
125
dan mengembangkan kreativitas; (g) pemberdayaan tenaga pelayan
perpustakaan sebagai pusat sumber belajar (PSB) dengan mengembangkan
jabatan fungsional; (h) Pengembangan berbagai model layanan perpustakaan
seperti pustakawandigitatisasi, otomatisasi dan perpustakaan etektronik.
126
produksi /produktivitas; keempat, pengembangan riset dasar dalam
rangka pengembangan itmu pengetahuan; kelima, penelitian dan
pengembangan di bidang pengukuran, standarisasi, pengujian dan
mutu; keenam, penelitian untuk mendukung kebijakan pemerintah di
bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum; ketujuh, pengkajian
dan penelitian hibah bersaing.
K. Program-Program Lainnya
127
Rencana Aksi Daerah (RAD) PUG, yang merupakan integrasi dari
penyusunan Rencana Aksi Pendidikan untuk Semua (RAN-PUS);
keempat, penyusunan mekanisme perencanaan, pemantauan, dan
evaluasi PUG dan PUA di tingkat nasional dan daerah; kelima,
pengembangan model pendidikan keluarga berwawasan gender dan
anak (PKBG); keenam, pengembangan model pendidikan sekolah
berwawasan gender (PSBG); ketujuh, pengembangan gender sebagai
body of knowledge and science; kedelapan, pengembangan
pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan berwawasan gender.
128
peraturan perundang-undangan, serta peningkatan kapasitas dan
kompetensi pengelola pendidikan.
129
Ketiga; intensifikasi don ekstensifikasi pemeriksaan oleh ITJEN,
BPKP, dan BPK; intensifikasi dan ekstensifikasi pemeriksaan yang
dilakukan oleh MEN dalam tahun 2005 berupa penambahan sasaran
pengawasan yang pada tahun 2004 tidak seluruh obyek pemeriksaan
ditargetkan untuk diperiksa, maka dalam tahun 2005 seluruh institusi
di lingkungan Depdiknas direncanakan untuk diperiksa seluruhnya.
Sebagai ilustrasi, jika pada tahun 2004 sebanyak 82 PTN hanya
direncanakan diperiksa 65 PTN dan realisasinya hanya 51 PTN, maka
pada tahun 2005 seluruh PTN akan diperiksa semua. Demikian pula '
12 kantor Kopertis yang hanya 4 kantor yang diperiksa, maka pada
tahun 2005 ditargetkan untuk diperiksa semuanya. Sedangkan LPMP
(Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan) yang pada tahun 2004 hanya
20 LPMP yang diperiksa, maka pada tahun 2005 diharapkan seluruh
LPMP di setiap provinsi dapat diperiksa. Adapun intensifikasi
pemriksaan MEN berupa penambahan frekuensi pengawasan, di mana
pada tahun 2004 frekuensi pengawasan dan pemeriksaan (Wasrik
Rutin) ke daerah hanya sebanyak 4 kali, maka pada tahun 2005
frekuensi Wasrik Rutin ke daerah ditingkatkan sebanyak 7 kali
dengan sasaran seluruh entitas dapat terperiksa. Ketujuh frekuensi
Wasrik Rutin tersebut terdiri dari pemeriksaan dana dekonsentrasi di
provinsi dan kabupaten/kota sebanyak 4 kali, pemeriksaan PTN 2
kali, dan pemeriksaan lembaga non-dikti (LPMP, PPPG, BPPLSP,
BPMR, BMTV, Balai/Kantor Bahasa, dan BPT Grafika) masing-masing
sekali diperiksa dalam tahun 2005.
130
pada tahun 2005 praktis belum ada karena anggaran/DIPA belum
diterima, maka pemeriksaan selain terhadap pertanggungjawaban
pelaksanaan kegiatan tahun 2004, juga terhadap perencanaan atau
persiapan kegiatan yang dilakukan oleh obyek yang diperiksa untuk
tahun 2005.
131
maupun eksternat. Di lingkungan ITJEN telah dilakukan sebanyak 6
jenis pendidikan dan pelatihan teknis dari 11 jenis diktat yang
diprogramkan datam tahun 2005. Selain itu, ITJEN juga mengirim para
staf dan auditor untuk mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh
BPKP yang terkait dengan jabatan fungsional auditor. Sebagai
perwujudan dari pembinaan atau fasilitasi di bidang pengawasan
sesuai dengan semangat otonomi dan desentralisasi pendidikan, ITJEN
pada tahun 2005 telah mencanangkan pengawasan terpadu dengan
para pengawas sekotah dan penitik pendidikan tuar sekotah,
khususnya dalam rangka atih pengetahuan tentang pengawasan dana
block grant, hibah, subsidi, atau imbal swadaya di bidang pendidikan,
sehingga dihrapkan kapasitas dan kompetensi manajeriat aparat
pengawasan di daerah akan semakin meningkat. Untuk mendukung
terlaksananya upaya peningkatan kapasitas dan kompetensi
manajeriat aparat, ITJEN juga menyusun Standar Prosedur Operasonal
Pengawasan Pendidikan, Pedoman Audit Kinerja, Studi Kebijakan
Pengawasan Pendidikan Nasionat, dan Standar Kompetensi Auditor
Pendidikan. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk membekati para
aprat pengawasan dengan pengetahuan dan keterampilan serta
pedoman yang handat dalam petaksanaan pengawasan dan
pemeriksaan.
132
perncanaan penganggaran dilakukan melatui kegiatan audit kinerja.
Dalam audit kinerja, selain dapat ditengarai adanya penyimpangan,
juga dapat dideteksi apakah perencanaan program dan kegiatan telah
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, memperhatikan sumber daya
yang tersedia, dan menghasilkan produk yang sebanding dengan
inputnya. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja obyek
yang diperiksa adalah menggunakan instrumen yang telah
dikembangkan oteh MEN dan berdasarkan isian instrumen tersebut
diberikan penilaian atas kinerja unit yang diperiksa. Audit kinerja ini
telah dilakukan di berbagai perguruan tinggi negeri dan pada tahun
2005 ini mulai dikembangkan dan diterapkan dalam pemeriksaan
terhadap unit kerja selain PTN. Kegiatan lainnya dalam upaya
peningkatan kapasitas dan kompetensi aparat dalam perencanaan
dan penganggaran adalah Evaluasi LAKIP (Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah) tingkat departemen sesuai dengan SK
Meneg PAN Nomor 239/1X/6/8/2003 yang menyatakan bahwa
pimpinan instansi agar menugaskan aparat pengawasan internal di
lingkungan masing-masing untuk melaksanakan evatuasi LAKIP.
Dalam kegiatan evaluasi tersebut ITJEN berupaya untuk
meningkatkan kapasitas dan kompetensi aparat dalam perencanaan
dan penganggaran berbasis kinerja.
133
pengadaan secara penunjukan langsung. Dalam hat penegakan
disiplin pegawai negeri sipil di lingkungan Depdiknas, selain
dilakukan melalui pengawasan dan pemeriksaan rutin, juga dilakukan
melalui peningkatan pemeriksaan khusus, yaitu pemeriksaan atas
dasar perintah dari pimpinan, pengaduan masyarakat, atau
berdasarkan isu strategis yang berkembang dalam masyarakat pada
saat ini. Pada tahun 2005 ini, ITJEN memprogramkan pemeriksaan
khusus dengan frekuensi meningkat dan dukungan personel yang
cukup memadai sehingga diharapkan dapat mengantisipasi berbagai
petanggaran, baik yang berupa kerugian negara/kewajiban
penyetoran ke kas negara maupun pengenaan sanksi disiplin
berdasarkan PP 30 Tahun 1980.
134
Program ini bertujuan untuk meningkatkan sistem pengelolaan
dan kapasitas sumber daya manusia aparatur sesuai dengan
kebutuhan dalam melaksanakan tugas kepemerintahan dan
pembangunan. Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan antara
lain: (a) menata kembali sumber daya manusia aparatur sesuai
dengan kebutuhan atas jumlah dan kompetensi, serta perbaikan
distribusi PNS; (b) menyempurnakan sistem manajemen pengelolaan
sumber daya manusia aparatur terutama pada sistem karir dan
remunerasi; (c) meningkatkan kompetensi sumber daya manusia
aparatur dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya; (d)
menyempurnakan sistem dan kualitas mated penyelenggaraan diktat
PNS; (e) menyiapkan dan menyempurnakan berbagai peraturan dan
kebijakan manajemen kepegawaian; dan (f) mengembangkan
profesionalisme pegawai negeri melalui penyempurnaan aturan etika
dan mekanisme penegakan hukum disiplin lainnya.
135
BAB V
STRATEGI PEMBIAYAAN
136
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu; b) tuntutan prioritas
karena adanya perubahan kebijakan pendidikan, termasuk dalam
pemenuhan hak-hak konstitusional warga negara, pada setiap
satuan, jenjang dan jenis pendidikan baik pada jalur formal maupun
non-formal, serta untuk menjawab komitmen internasional dan
kepentingan nasionat; dan c) prediksi perkembangan kemampuan
keuangan negara dan potensi kontribusi masyarakat terhadap
pendidikan.
137
pendapat asli daerah (PAD); (ii) Dana perimbangan yang meliputi
dana bagi hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus
(DAK); (iii) Dana Otonomi Khusus dan penyeimbang; serta (iv)
perkiraan alokasi belanja pemerintah pusat berupa dana
Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan (DTP). Sumber
pendanaan lainnya yang dapat diperhitungkan adalah bantuan luar
negeri, khususnya untuk pembiayaan program-program prioritas.
138
insentif clan disinsentif bagi peningkatan mutu pendidikan secara
berkelanjutan.
139
Hambatan biaya lainnya adalah biaya investasi seperti lahan,
prasarana pendidikan, sarana pendidikan, dan modal kerja yang
diperlukan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang dapat
mendorong terwujudnya mutu proses pembelajaran di sekolah. Pada
tahun 2005, pemerintah dan pemerintah daerah menanggung
sebagian besar dari biaya investasi satuan pendidikan milik
pemerintah. Biaya investasi tersebut difokuskan pada perbaikan
prasarana dan sarana pendidikan (gedung, ruang ketas, dan sarana
belajar) yang mendesak untuk direhabilitasi agar dapat melindungi
guru dan siswa melaksanakan proses belajar dengan baik.
140
dan efektifitas pengelolaan dan penyelenggaraan urusan pendidikan.
Seperti disebutkan dalam UU No. 32 /2004 tentang Pemerintahan
Daerah, sektor pendidikan adalah salah satu yang menjadi urusan
wajib pemerintah daerah. Depdiknas akan terus membantu
Kabupaten/Kota dalam pembiayaan pembangunan sektor pendidikan
melalui ketiga pola pendanaan itu untuk mengatasi kekurangan
kemampuan pembiayaan (fiscal gap) bagi sektor pembangunan
pendidikan, sampai tercapainya kondisi pemerintah daerah mampu
memenuhi kebutuhan pembiayaan melalui peningkatan PAD,
dan/atau peningkatan alokasi DAU.
Bersamaan dengan itu, komitmen dan kemampuan
Kabupaten/Kota dalam perencanaan dan pengelolaan
pembangunan terus ditingkatkan melalui pengembangan kapasitas
(capacity development). Subsidi pembiayaan dan pengembangan
kapasitas pada prinsipnya diarahkan untuk makin memperkuat
pelaksanaan desentralisasi dan kemandirian pemerintah
Kabupaten/Kota (otonom). Pelaksanaan desentralisasi di bidang
pendidikan harus terus mendorong pemerintah daerah (Dinas
Pendidikan) dan satuan pendidikan untuk dapat mencapai otonomi
pengelolaan pendidikan. Pemerintah bersama pemerintah provinsi
akan mengambil peran sebagai mitra pemerintah Kabupaten/Kota,
melalui instrumen subsidi pembiayaan dengan pola Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan.
141
khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan
sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai
kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat
yang belum mencapai standar nasional yang diharapkan.
Penggunaan DAK antara lain untuk pembiayaan dalam rangka
pelaksanaan kegiatan rehabilitasi bangunan-bangunan SD yang
rusak berat yang akan diselesaikan pada tahun 2008, dan
pembangunan sarana untuk memperkuas akses dalam rangka
menuntaskan wajib belajar 9 tahun. Pemberian DAK memerlukan
dana pendamping dari daerah yang bersangkutan sekurang-
kurangnya 10% dari besarnya DAK. Tujuan menyertakan dana
pendamping adalah untuk menumbuhkan rasa kepemilikan daerah
atas aset yang dibangun dengan subsidi DAK tersebut. Dana tugas
pembantuan bertujuan untuk menjamin tersedianya dana bagi
pelaksanaan kewenangan pemerintah yang ditugaskan kepada
daerah. Pelaksanaan kewenangan yang harus berupa kegiatan fisik
itu dijalankan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang
ditetapkan oleh Gubenur, Bupati, atau Walikota.
142
Insentif dan disinsentif diberikan dalam bentuk subsidi (block
grant) berdasarkan kriteria seperti: tujuan yang akan dicapai dalam
pemenuhan standar nasional pendidikan, efektifitas dan efisiensi
pelaksanaan, akuntabilitas dalam pengelolaan serta manfaat yang
diperoteh. Evaluasi peningkatan mutu pendidikan akan dilakukan
dengan menggunakan indikator-indikator yang mengacu pada
standar nasional pendidikan. Depdiknas dapat bekerjasama dengan
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) atau lembaga akreditasi/
sertifikasi dalam menyusun sistem evaluasinya. Mengingat
koordinasi tugastugas pengendatian dan penjaminan mutu
merupakan kewenangan pemerintah pusat, maka mekanisme
pemberian block grant untuk pelaksanaan Fungsi insentif dan
disinsentif dilaksanakan melalui pola pendanaan Dekonsentrasi.
B. Rencana Pembiayaan
143
1. Pembiayaan Pembangunan Pendidikan
144
Perhitungan biaya investasi didasarkan pada kebutuhan biaya
untuk pengadaan lahan, sarana dan prasarana, serta pengembangan
sumberdaya manusia. Seperti telah disinggung di depan, baik biaya
operasional maupun biaya investasi dihitung sesuai dengan komitmen
Pemerintah untuk mengupayakan pencapaian Standar Nasional
Pendidikan. Hat ini berarti proyeksi pembiayaan telah
memperhitungkan optimalisasi penggunaan dana pemerintah dan
kontribusi swasta yang berorientasi pada peningkatan kualitas
manajemen, termasuk proporsi kontribusi swasta/pemerintah (non-
government/government
Tabel 5.1
shares) yang makin tinggi Perkiraan Jumlah Kebutuhan Dana Pemerintah dan Dana
yang belum Terpenuhi (dalam trillun rupiah)
pada jenjang Pendidikan 1. Dana Operasional 79.0 86.6 94_1 101,8 109,5
145
maka besarnya sumber pembiayaan pada tahun 2009 diperkirakan
sebesar 79 triliun, dan besarnya dana yang belum terpenuhi menjadi
68,4 triliun.
146
Tabel 5.2 Perkiraan jumlah kekurangan dana yang mungkin dapat dipenuhi
oleh pemerintah daerah, masyarakat, dan bantuan luar negeri (donor) 2005-2009
Dalam Tnliun Rupiah
KETERANGAN 2005 2006 2007 2008 2009
147
2. Rencana Pembiayaan Program Prioritas
148
dengan Panja DPR. Penyusunan alokasi anggaran tahun 2005
bersumber dari rancangan APBN-P 2005, sedangkan untuk tahun
2006 disusun berdasarkan rencana penganggaran Depdiknas yang
ingin diusulkan ke DPR. Angka-angka alokasi anggaran tahun 2007-
2009 merupakan proyeksi yang dihitung dengan basis anggaran
berdasarkan kesepakatan Depdiknas dengan Panja DPR. Setiap
program diproyeksikan dengan asumsi pertumbuhan berdasarkan
target alokasi di tahun 2009.
149
BOS dimaksudkan untuk menutup biaya minimal operasi
pembelajaran yang secara minimal memadai untuk menciptakan
landasan yang kokoh bagi upaya peningkatan mutu secara
berkelanjutan. Komponen pembiayaan yang termasuk dalam BOS
adalah uang formulir pendaftaran, buku, pemehharaan, ujian sekolah
clan ulangan, honor guru/tenaga kependidikan honorer, serta kegiatan
Tabel 5.3
Proyeksi Anggaran Depdiknas Menurut Program, Tahun 2005-2009
TAMUN
Na Program :00s 2006 2007 2ooa 2009
1 Pmdldaun End Usla O3n1 253,060 961.020 1,605, 2,007 1,079,5
2 Wah6 aebjr Pmdldlun Oar 9 Tahun 12.097.78 15,297,85 974 468
16,106,9641 07 19
3 Pm6d,lkm 1Amryah 2,772.1604 7
7,794, 18,042,8356,781,
5,447. 691,587
8,918,0
4 P9ndldlk&n Tlnhl 6,793,215 756
7,300. 214 735
9,500, 12,900,00 82
15,500,00
5 P~Idlk.N9n-Prmal 718,417 000
1,153, 000
1,620, 0
2.631, 0
4,647,0
6 Peolrgk.Mut.P”did*danT”apkependl 600
3,161,5431 912
S,9Q,4 30
7,SU,S 50
9,612.0
7 d*rl
AlanalaemPelayananPmdidikul 192,5233,675,000 10
74’1,4631 1,482,220 So
2,077, 70
2,681,2
4 Penelltlm dm PerywMSnpn 912
46.390 738,0W 414.000 540,000 64
65S,ow
9 Prldldlkan
Pmlogk. Pmplvavn den Akunta6Mtr 28,501 117 166, 1”,032 229,645 721,502
10 AP, NOBaraclan Penjen*anpo Opt”
Penelltlan 40,000 40,000 42,600, 45.769 48,319
11 Pence+156.Bud.,,Sau6Pe1n61rur1P 70,2751 114,043 144,796 217,197 125,”6
erwstahaan
12 Pmpatan “1emba13am PUG clan 17,300 17,100 25,950 38,925 58,188
13 PMak
anj laaan Sumbee oaea Marlusla 5,000 5,000 10.000 20.000 40,000
Aparatur
14 l
PaMnIkatanSaranaPrasranaAprwu 112,215 132,849 166.824 179,797, 191,434,
15 rPmTlm9 432,468 506,946 661,202 704,160 749,952
P”pmm1lmegsram6k~Mahan
lumlah 26,200,87 73,600,00 47,400 54,000,00 66,500,00
kasmakwanPAMJA 24.900,002 33.800,00
0 ,000 0
41.400.0001 $4,000,000 1 0
0 0 65,500,0001
Catatan : 1. Sebesar Rp 4,15 tri0un dari kompensasi BBM tahun 2005 masuk pada Program
Waiar Dikdas 9 Tahun
2. Untuk tahun 2006-2009 dipredlksi dana kompensasl BBM
setiap tahun sudah teranggarkan pada APBN untuk
Program Waiar Drkdas 9 Tahun
3. Alokasl D1kti belum lermasuk Pendapatan Negara Bukan Paiak IPNBPI
150
Anggaran Wajar Dikdas 9 Tahun diperuntukkan juga untuk
penyediaan sarana dan prasarana pendidikan. Penyediaan
sarana/prasarana SD/MI/sederajat mencakup rehabilitasi dan
revitalisasi sarana/prasarana yang rusak. Sekitar 200 ribu unit akan
selesai direhabilitasi tahun 2008, sementara sekitar 300 ribu unit ruang
Was yang rusak ringan dibebankan kepada APBD kabupaten/kota.
Untuk SMP/MTs/sederajat, kegiatan penyediaan sarana/prasarana
antara lain diarahkan untuk membangun unit sekolah baru (USB) dan
ruang kelas baru (RKB). Pembangunan USB/RKB hanya dilakukan pada
jenjang SMP/MTs/sederajat, untuk lebih mendorong peningkatan APM
SMP/MTs/sederajat makin mendekati angka APM SD/MI/sederajat yang
sudah lebih baik.
151
buta aksara latin dan angka arab, buta bahasa Indonesia dan buta
pengetahuan dasar, mengikuti pendidikan keaksaraan fungsional.
Program ini menargetkan penurunan penduduk buta aksara menjadi
5% penduduk pada tahun 2009. Jumlah penduduk buta aksara akan
dikurangi sekitar 7,5 juta orang selama lima tahun, atau rata-rata
sebanyak 1,5 juta orang setiap tahunnya. Untuk itu, diperlukan dana
sebesar 2,6 triliun untuk melaksanakan program keaksaraan fungsional
selama lima tahun, atau membutuhkan dana sekitar 500 miliar setiap
tahun. Sampai dengan tahun 2009, anggaran PNF terus ditingkatkan
hingga mencapai sekitar 4,6 triliun.
Pendidikan PAUD dianggarkan sekitar 253 miliar (2005),
diperuntukkan bagi kebijakan strategis yang termasuk dalam tema
pemerataan don perluasan akses, yaitu Perluasan akses PAUD.
Anggaran tersebut berangsur-angsur meningkat hingga mencapai 3
triliun pada tahun 2009. Pendidikan Menengah dianggarkan sekitar
2,8 triliun (2005) don akan ditingkatkan hingga 8,9 triliun pada tahun
2009, yang antara lain untuk membiayai kebijakan strategis yang
termasuk dalam tema pemeratoon don perluosan akses pendidikon,
serta peningkatan mutu, relevansi, don daya saing, yaitu Perluasan
Akses SMA/SMK dan SM Terpadu; Perluasan Pendidikan Kecakapan
Hidup; Pengembangan Sekolah Berkeunggulan (lokal dan
internasional); Akselerasi Jumlah Program Studi Kejuruan, Vokasi, dan
Profesi.
Program Pendidikan Tinggi yang dianggarkan 6,4 triliun (2005),
diperuntukkan bagi kebijakan strategis yang termasuk dalam tema
pemeratoon don perluosan okses, yaitu program Perluasan Akses PT
don Pemanfaatan ICT sebagai media pembelajaran jarak jauh, serta
tema peningkatan mutu, relevansi, don daya saing, yaitu program
yang mendorong jumlah program studi untuk masuk dalam 100 besar
Asia, don peningkatan jumlah don mutu publikasi ilmiah don Hak Atas
152
Kekayaan Intelektual (HAKI). Anggaran Pendidikan Tinggi terus
ditingkatkan hingga mencapai 15,5 triliun pada tahun 2009.
153
Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur (5 miliar), Peningkatan
Sarana Prasarana Aparatur (112,2 miliar) serta Penyelenggaraan
Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan (432,5 miliar), juga
ditingkatkan bertahap hingga tahun 2009, agar dapat memberikan
dukungan yang makin efektif untuk berhasilnya program-program
lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
154
BAB VI
SISTEM MONITORING DAN EVALUASI
(Bab ini perlu dikaji ulang, terutama butir D)
155
dapat dilakukan oleh unitunit utama dalam Departemen Pendidikan
Nasional, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota, Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan, satuan
pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Badan
Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) dan/atau Badan
Akreditasi Daerah Sekolah/Madrasah (BAD-S/M) serta Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Acuan utama dalam mengukur
kesesuaian standarisasi yang tercantum dalam Renstra dan/atau
Renstrada 2005-2009 adalah Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Apabila dalam pelaksanaan Monev ditemukan masalah atau
penyimpangan, maka secara langsung dapat dilakukan bimbingan,
saran-saran dan cara mengatasinya serta melaporkannya secara
berkala kepada stakeholders. Stakeholders dalam penyelenggaraan
pendidikan nasional adalah orangtua siswa, masyarakat luas, Dewan
Pendidikan, Komite Sekolah, Satuan Pendidikan, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), dan para Donatur baik milik pemerintah maupun
swasta dan birokrat dari berbagai tingkat pemerintahan serta dari
luar negeri. Melalui Monev dapat diketahui berbagai hal yang
berkaitan dengan tingkat pencapaian tujuan (keberhasilan),
ketidakberhasilan, hambatan, tantangan, dan ancaman tertentu
dalam mengelola dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional
di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan satuan
pendidikan.
156
(transparan) sehingga dapat diketahui oleh siapapun yang
berkepentingan dan dilaporkan kepada stakeholders secara luas
melalui berbagai cara; 4) partisipatif, artinya melibatkan berbagai
pihak yang dipandang perlu dan berkepentingan secara proaktif; 5)
akuntabel, artinya pelaksanaannya harus dapat
dipertanggungjawabkan secara internal dan eksternal; 6)
komprehensif, yaitu mencakup seluruh objek agar dapat
menggambarkan secara utuh kondisi dan situasi sasaran Monev; 6)
tepat waktu, yaitu pelaksanaannya harus dilakukan sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan dan pada saat yang tepat agar tidak
kehilangan momentum yang sedang terjadi; 7) berkesinambungan,
yaitu dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan; 8) berbasis
indikator kinerja, yaitu kriteria/indikator yang dikembangkan
berdasarkan 3 (tiga) tema kebijakan Depdiknas; 9) efektif dan
efisien, artinya target Monev harus dicapai dengan menggunakan
sumber daya yang ketersediaannya terbatas dan sesuai dengan yang
direncanakan.
157
Badan Hukum Pendidikan (BHP), Peraturan Pemerintah tentang
Pengelolaan Pendidikan Nasional.
C. Pelaksana Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dapat ditakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan satuan pendidikan.
158
potensi, dan kebutuhan daerah. Dengan demikian, Pemda dan
satuan pendidikan dapat melaksanakan rencana strategic
selama lima tahun ke depan dan mampu mengelola program
secara efektif, efisien, akuntabel, transparan, dan produktif.
159
meningkat; (3) meningkatkan efektivitas, efisiensi, transparansi dan
akuntabilitas sistem pengelolaan program dan kegiatan pendidikan
untuk meningkatkan prestasi kerja aparatur Pemda dan menekan
sekecil mungkin terjadinya KKN; dan (4) meningkatkan kemampuan
dan kesanggupan aparatur pemda provinsi dalam melaksanakan
tugas Monev. Di samping itu, Monev juga dimaksudkan untuk
menyusun laporan berkala (triwulanan, semesteran, dan tahunan)
berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari Monev yang
dilakukan aparatur Pemda Provinsi terhadap kinerja seluruh
kabupaten/kota yang ada dalam provinsi tersebut dengan
berdasarkan laporan dari kabupaten/kota kepada pemda provinsi.
Kesemuanya itu merupakan masukkan penting bagi Depdiknas
dalam menyusun laporan dan kebijakan Departemen Pendidikan
Nasional.
160
target pembangunan pendidikan pada kabupaten/kota tersebut
sesuai dengan Renstrada Kabupaten/kota 20052009; (2)
memperbaiki kinerja aparatur Pemda kecamatan dan satuan
pendidikan agar kapabilitas dan kapasitas dalam penyelenggaraan
pendidikan makin meningkat; (3) meningkatkan efektivitas,
efisiensi, transparansi dan akuntabilitas sistem pengelolaan
program dan kegiatan pendidikan untuk meningkatkan prestasi
kerja aparatur Pemda serta untuk menekan sekecil mungkin
terjadinya KKN; dan (4) meningkatkan kemampuan dan
kesanggupan aparatur pemda kabupaten/kota dalam melaksanakan
tugas Monev. Di samping itu, Monev juga dimaksudkan untuk
menyusun laporan berkala Dinas Pendidikan Kabupaten/kota
(triwulanan, tengah tahunan, dan tahunan) kepada Dinas Provinsi.
Data dan informasinya diperoleh dari Monev yang dilakukan
aparatur Pemda kabupaten/kota terhadap kinerja seluruh aparatur
pemerintah di tingkat kecamatan dalam kabupaten/kota tersebut
dan dari laporan Dinas Pendidikan Kecamatan kepada Dinas
Pendidikan Kabupaten/kota.
161
pendidikan secara aktual, lengkap dan rinci di setiap kecamatan
maupun informasi dan data pendidikan secara keseluruhan di
kabupaten/kota tersebut.
Tim Monev tingkat kabupaten/kota merupakan unsur penting
dalam penyusunan dan implementasi sistem informasi pendidikan
kabupaten kota dan merupakan bagian dari sistem informasi
pendidikan provinsi yang secara proaktif dan berkala memberikan
data dan informasi ke sistem informasi provinsi.
162
Monev juga dimaksudkan untuk menyusun laporan berkala Cabang
Dinas Pendidikan Kecamatan (triwulanan) tengah tahunan, dan
tahunan) kepada Dinas Pendidikan kabupaten/kota. Data dan
informasinya diperoleh dari Monev yang dilakukan aparatur Pemda
kecamatan terhadap kinerja seluruh aparatur di setiap satuan
pendidikan dan berasal dari laporan petugaqs di setiap satuan
pendidikan.
163
atau dari tahun ke tahun, yang secara keseturuhan merupakan
pencapaian target Renstra Depdiknas 2005-2009 selama lima tahun.
Sistem Monev yang ada di setiap tingkat pemerintahan sampai
dengan satuan pendidikan merupakan satu kesatuan Monev yang
saling menentukan kualitas dan sating tergantung satu dengan
lainnya. Oleh sebab itu, Monev yang bersifat top down perlu dijaga
mutunya karena akan menentukan kualitas Monev di setiap tingkat
pemerintahan dan kualitas sistem pendataan dan informasi
Departemen Pendidikan Nasional.
164
D. Mekanisme Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan
Sistem Pendidikan Nasional
165
hakekatnya untuk mengukur kesesuaian pencapaian indikator kinerja
atau target kerja yang ditetapkan dalam rencana jangka menengah
(2005-2009) dengan target yang dapat dicapai melalui strategi
pelaksanaan tertentu. Oleh sebab itu, indikator kinerja yang
digunakan memiliki kriteria yang berlaku spesifik, umum, jelas,
relevan, dapat dicapai, dapat dikuantifikasikan, dan dapat diukur
secara obyektif serta fleksibel terhadap perubahan/penyesuaian.
166
3. Indikator keluaran, yang terdiri antara lain jumlah siswa
yang lulus atau naik kelas, nilai-rata-rata ujian, mutu lulusan
yang naik kelas, dan jumlah siswa yang menyelesaikan
pembelajaran/naik kelas berdasarkan jenis kelamin.
167
Tab
Indikator Kunci/Prioritas Untuk Mengukur
el Keberhasilan Dalam
implementasi Kebijakan, Program dan Kegiatan dan Target tahun 2009
N SASARAN INDIKATOR TARGET
- 2004 2005 2006 2007 2008
Perluasan 25,31
1 APK Pra Sekolah 23,8% 24,42% 26,27% 27,24%
Pendidikan %
APK SD/PaketA/SDLB 114,88% 114,59 114,89 115,18 115,47 1
APK SMP/PaketB/SMPLB 80,36% 82,89% 86,89 90,62% 94,36%
APK SMA/PaketA/SMALB 51,42% 54,32% 57,20 61,25% 65,29%
APK PT 14,62% 15,00% 15,57 16,38% 17,19%
Prosentase Buta Aksara >15 th 8,74% 8,21% 7,55 6,70% 5,85%
2 Pemerataan Indeks Disparitas APK PAUD 9,76 8,00 6,00
Indeks Disparitas APK SD
Indeks Disparitas APK SMP
Indeks Disparitas APK
Indeks Disparitas APK PT
3 Mutu Rata-rata UN SD 6,71 6,85 7,00
Pendidikan Rata-rata UN SMP 6,30 6,45 6,75
Rata-rata UN SMA/SMK 5,31 5,50 5,80
Jumlah Prodi masuk 100 Besar
4 Relevansi Rasio jumlah murid SMK/SMA 65,76% 67,00 69,0
Pendidikan APK SMK 18,16% %
19,00 0%
19,5
APK Pendidikan Tinggi Profesi 0,756% 0,756 0,75
APK Pendidikan Tinggi Vokasi 0,378% 0,420 0,46
Jml peserta pend.Kecakapan 14,238% 14,58 15,0
5 Governance Jumlah kasus temuan oleh 3.800 274
Jml Rp Kerugian neg. Temuan 28,089 M 22,51
BPK, BPKP,Itjen
Jumlah Rupiah temuan yang 0M
2.321
10.403 M
diselesaikan M
168
169
Tabel 6.2
Indikator Yang Lebih Rinci untuk Melaksanakan Monitoring dan
Evaluasi
TemaPendidikan Indikator
Nasional Tingkat
Kebijakan Pengukuran
Pendidikan
I. Perluasan
1. APK PAUD Nasional, provinsi, dan
dan
Pemerataan 2. APK SD/sederajat kabupaten/kota
3. APM SD/sederajat
4. APS SD/sederajat
5. APK SMP/sederajat
6. APM
7. APS
SMP/sederajat
8. APK SM/sederajat
9. APM SM/sederajat
10. APS SM/sederajat
11. APK Mahasiswa
12. APM Mahasiswa
_ 13. Persentase transisi SD ke
ke SMA dan SMA ke PT.
14. Persentase Menyelesaikan
pendidikan di SD, SMP,SMA,
dan
sederajat serta di
15. Kesetaraan gender di
dan jenjang pendidikan.
16. Rasio APK/APM kota
desa
17. Angka partisipasi siswa
pendapatan keluarga di
pendidikan.
18. Angka melek aksara
usia, gender, desa-kota dan
kelompok
pendapatan
19. Angka melanjutkan lulusan
SMA/SMK
20. APK anak yang memerlukan
perhatian khusus(baik
pendidikan khusus atau
inklusi)
21. Angka partisipasi
lembaga kursus menurut
keterampilan
22. Partisipasi masyarakat
170
II. Mutu, 1. Rasio siswa : guru di Nasional,
Relevansi, SD,SMP,SMA,SMK 2. provinsi, dan
dan Daya Rasio guru yang kabupaten/kota
Saing memiliki sertifikat
profesi
3. Persentase guru
berdasarkan tingkat
pendidikan
4. Persentase/Angka
Mengulang kelas
5. Persentase/Angka putus
sekolah
8. Rasio sekolah :
perpustakaan
Indikator-indikator
tersebut di atas merupakan ukuran kinerja sektor dan program pendidikan yang akan
digunakan sebagai bahan untuk monitoring dan evatuasi pembangunan pendidikan jangka
menengah. Suatu sistem monitoring petaksanaan program pendidikan pertu ditengkapi
dengan mekanisme pendataan, analisis data, dan pelaporan. Demikian puta tangkah tindak
lanjutnya pertu ditaksanakan pada masing-masing program setiap tahun. Hasilhasit
monitoring tahun tersebut merupakan bahan untuk metakukan evatuasi pertengahan masa
dan evaluasi akhir pembangunan pendidikan jangka menengah
173
126
DAFTAR PUSTAKA
175