Anda di halaman 1dari 9

`

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas


Matematika Ilmu Pengetahuan Alam. Bahan baku yang digunakan adalah Pati
singkong. Pati singkong ini dihidrolisis menjadi glukosa oleh enzim acid fungal
dan glukoamilase dengan variasi pH 4 ; 4,5 ; 5 dan variasi kecepatan pengadukan
150 ; 175 ; 200 rpm. Selanjutnya glukosa tersebut difermentasi menjadi etanol
dengan Saccharomyces cerevisiae.

Analisis sampel adalah analisis glukosa dengan Spektrofotometer.

4.1. Hasil Penelitian

Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data konsentrasi glukosa


(g/L), Konsentrasi glukosa % (v/v) seperti yang terlihat pada Tabel 4.1
berikut:

Run pH Kec.Pengadukan Absorbansi Faktor Konsentrasi Konsentrasi


(rpm) Pengenceran Glukosa (g/L) glukosa %(v/v)
1 150 500 30.575
0.807 1.949
30

2 4 175 500 28.652


0.755 1.866
3 200 500 12.953
0.328 1.026
4 150 500 41.630
1.108 2.364
5 4.5 175 500 34.412
0.912 2.104
6 200 500 22.316
0.583 1.566
7 150 500 60.012
1.608 2.884
8 5 175 500 38.529
1.024 2.257
9 200 500 43.333
1.154 2.420
Tabel 4.1. Data hidrolisis

Tabel 4.1 Data Fermentasi


Run pH Kec.Pengaduka Absorbans Faktor Konssentrs Konsentrs Kadar Konversi
n (rpm) i Pengencera i glukosa i glukosa Glukos etanol
n awal (g/L) akhir(g/L) a (%
v/v)
1 150 0.282 500 30.575 11.250 0.913 63.205
2 4 175 0.287 500 28.651 11.434 0.925 60.093
3 200 0.112 500 12.953 5.000 0.445 61.399
4 150 0.183 500 41.629 7.610 0.651 81.719
5 4.5 175 0.300 500 34.412 11.912 0.958 65.385
6 200 0.215 500 22.316 8.787 0.739 60.626
7 150 0.221 500 60.012 9.007 0.755 84.991
8 5 175 0.352 500 38.529 13.824 1.082 64.122
9 200 500 9.044 0.757
0.222 43.333 79.129

4.2. Pembahasan
Penelitian ini diawali dengan tahap hidrolisis pati ubi kayu oleh enzim acid
fungal dan enzim alpa amilase untuk mengurai pati menjadi gula berupa
glukosa dengan variasi pH dan Kec.Pengadukan (rpm) pada temperatur
400C.
4.2.1. Pengaruh Kec.Pengadukan (rpm) terhadap konsentrasi glukosa
Dari hasil percobaan dapat dibuat suatu grafik kec.pengadukan
(rpm) Vs konsentrasi glukosa (g/L), ditunjukkan pada
Gambar 4.1 berikut ini.
31

70
Konsentrasi glukosa (g/L)

60

50

40 pH 4
pH 4.5
30
pH 5
20

10

0
100 150 200 250

Kec.Pengadukan (rpm)

Gambar 4.1 Kurva pengaruh kec.pengadukan (rpm) Vs konsentrasi


glukosa (g/L)

Dari gambar tersebut dapat diamati konsentrasi glukosa (g/L) pada


pH yang sama dan kecepatan pengadukan yang bervariasi, dimana
trend kurva kecepatan pengadukan 150 rpm untuk pH 4 dan pH 4.5
mengalami penurunan drastis menuju kecepatan pengadukan 200 rpm,
sedangkan trend kurva pada pH 5 kecepatan pengadukan150 rpm
menurun pada kecepatan 175 rpm, setelah itu kecepatan pengadukan
175 rpm kembali menaik pada kecepatan pengadukan 200 rpm.

Dari variasi kecepatan pengadukan dapat diketahui bahwa pada


penggunaan kecepatan pengadukan 150 rpm cendrung menghasilkan
konsentrasi glukosa akhir yang tinggi, lain halnya pada kondisi
32

kecepatan pengadukan 175 rpm dan 200 rpm menghasilkan


konsentrasi glukosa yang rendah.

Konsentrasi glukosa yang rendah disebabkan panas yang dihasilkan


akibat kecepatan pengadukan yang tinggi, sedangkan proses hidrolisis
secara keseluruhan bersifat menghasilkan panas juga. Akumulasi
panas ini yang akan merusak struktur mikroba yang terdiri dari
struktur molekul primer yang ditentukan oleh interaksi non-kovalen
yaitu ikatan ion dan ikatan hidrogen, sehingga kemampuan
pertumbuhan mikroba akan terganggu dan selanjutnya akan
mengurangi kemampuan mikroba untuk berproduksi. (Lesmana,
2006)

Kecepatan Pengadukan 150 rpm pada penelitian kali ini merupakan


kecepatan pengadukan optimum. Namun untuk kondisi optimum
kecepatan pengadukan ini bukanlah sesuatu yang menjadi tolak ukur
keberhasilan pada penelitian ini. Hal ini disebabkan pada penelitian
hidrolisis pati ubi kayu menggunakan enzim acid fungal dan
glukoamilase dimana kondisi operasi hidrolisis pati ini menggunakan
tempratur 40 ˚C, sehingga pada hidrolisis ini tidak mengalami tahap
gelatinisasi. Tidak seperti proses hidrolisis pati dengan enzim alpa
amilase dan glukoamilase, dimana prosesnya mengalami tahap
gelatinisasi dengan temperatur tinggi.

Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen


intramolekuler. Ikatan hidrogen berperan mempertahankan struktur
integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil bebas akan menyerap
air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian,
semakin banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul pati semakin
tinggi kemampuannya menyerap air. Oleh karena itu, absorbsi air
sangat berpengaruh terhadap viskositas (Tester and Karkalas 1996).
33

Selama pemanasan terjadi peningkatan viskositas yang disebabkan


oleh pembengkakan granula pati yang irreversible dalam air. Energi
kinetik molekul air lebih kuat daripada daya tarik molekul pati
sehingga air dapat masuk ke dalam granula pati. Suhu awal
gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik.
Suhu gelatinisasi merupakan fenomena sifat fisik pati yang kompleks
yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran molekul
amilosa, amilopektin, dan keadaan media pemanasan. Kadar lemak
atau protein yang tinggi mampu membentuk kompleks dengan
amilosa, sehingga membentuk endapan yang tidak larut dan
menghambat pengeluaran amilosa dari granula. Dengan demikian,
diperlukan energi yang lebih besar untuk melepas amilosa sehingga
suhu awal gelatinisasi yang dicapai akan lebih tinggi. Sehingga untuk
hidrolisis pati ubi kayu dengan enzim acid fungal dan glukoamilase
tidak memerlukan kecepatan pengadukan yang tinggi karena pada
proses ini pati tidak mengalami viskositas yang tinggi. Penggunaan
kec.pengadukan yang tinggi dibutuhkahkan pada proses hidrolisis
pada tahap gelatinisasi dimanfaatkan untuk proses pelepasan air dari
granula. Sehingga pengadukan yang terlalu tinggi pada penelitian ini
menyebabkan kerusakan pada terbentuknya glukosa.

Pengambilan variasi kecepatan pengadukan ini berdasarkan literatur


penelitian terdahulu dimana kecepatan pengadukan hidrolisis
optimum berada pada range 150-200 rpm dengan menggunakan enzim
alpa amilase dan glukoamilase. Sehingga perlu dikaji kembali variasi
kecepatan pengadukan optimum ini berdasarkan jenis enzim yang
dipakai dengan memperhatikan kondisi operasi enzim itu sendiri, serta
tahap-tahap yang terjadi pada proses hidrolisis.

4.2.2 Pengaruh pH terhadap konsentrasi glukosa (g/L)


pH merupakan parameter yang mempengaruhi pertumbuhan dan
pembentukan produk. Karena sangat pentingnya pH, maka sebagian
34

besar proses hidrolisis pati dikendalikan dengan cara buffer ataupun


dengan suatu sistem pengendalian pH .

K onsentrasi glukosa (g/L )


70
60
50 150 rpm
40 175 rpm
30 200 rpm

20
10
0
3.5 4.5 5.5
pH

Gambar 4.2 Kurva Pengaruh pH terhadap Konsentrasi glukosa (g/L)

Gambar 4.2 menunjukan konsentrasi glukosa (g/L) untuk kecepatan


pengadukan yang sama menunjukan kenaikan pH. Dimana masing-
masing trend kurva kecepatan pengadukan, pH nya menunjukan
kenaikan dari pH 4 mengalami kenaikan yang signifikan menuju pH
5. Sehingga menunjukan pada pH 5 pada penelitian ini merupakan pH
optimum.

Trend kurva yang menaik ini disebabkan oleh kerja enzim yang sangat
spesifik tergantung jenis enzim (sumber mikrooganisme), dan substrat
yang digunakan. Dimana substrat pada penelitian ini digunakan pati
ubi kayu dengan kadar amilosa sebesar 20 % dan amilopektin
kadarnya 80 %. Setiap jenis enzim tersusun oleh asam-asam amino
dengan komposisi yang berbeda-beda, sehingga memiliki pH
optimum yang berbeda-beda pula. Ketika enzim berada di luar pH
optimum maka aktivitas enzim akan terganggu atau bahkan rusak
karena adanya perubahan struktur tiga dimensi disebut sebagai proses
denaturasi. Perubahan ini dapat terjadi karena struktur tiga dimensi
enzim ini hanya ditopang oleh interaksi-interaksi lemah antara residu-
residu asam aminonya. Interaksi ini antara lain adalah interaksi
35

elektrostatik, gaya London, gaya Van der Waals, interaksi hidrofilik,


dan interaksi hidrofobik.
Penelitian terdahulu yang terdapat dalam penelitian desi trifosa, untuk
hidrolisis pati jagung dengan menggunakan enzim alpa amilase dan
glukoamilase didapat pH optimum pH 6.5 dan dalam penelitian
Saurulima, 2004 Hidrolisis tapioka singkong dengan enzim alpa
amilase diperoleh pH optimun pH 6, hal ini menunjukan bahwa pH
optimum pada penelitian dengan menggunakan enzim alpa amilase
dan glukoamilase masih bekerja dalam aktivitas enzim berkisar pH 4-
6,5.

Menurut Sri sumarsih,2003 pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim.


Daya katalisis enzim menjadi rendah pada pH rendah maupun tinggi,
karena terjadinya denaturasi protein enzim. Enzim mempunyai gugus
aktif yang bermuatan positif (+) dan negatif (-). Aktivitas enzim akan
optimum kalau terdapat keseimbangan antara kedua muatannya. Pada
keadaan asam muatannya cenderung positif, dan pada keadaan basa
muatannya cenderung negatif sehingga aktivitas enzimnya menjadi
berkurang atau bahkan menjadi tidak aktif. pH optimum untuk
masing-masing enzim tidak selalu sama. Sehingga pengaruh pH
terhadap pembentukan glukosa ini tergantung pada kerja enzim yang
dipakai dalam proses hidrolisis.(Winarno,1995)

Sehingga pengaruh pH pada penelitian ini bahwa kandungan substrat


dan kerja enzim mempengaruhi proses hidrolisis. Sesuai dengan
literatur yang ada untuk kondisi operasi enzim acid fungal dan
glukoamilase dimana pH bekerja pada 3.5-5, menunjukan pH
optimum pada penelitian ini masih bekerja pada sesuai dengan
aktivitas kerja enzim itu sendiri.

4.2.2. Fermentasi
Fermentasi glukosa bertujuan mengubah glukosa menjadi etanol.
36

Glukosa yang telah diperoleh dari proses hidrolisis, kemudian


difermentasi menggunakan ragi komersial (fermipan). Berikut ini
adalah kurva yang menunjukkan konsentrasi glukosa yang terdapat
pada sampel hidrolisis dan konsentrasi sisa glukosa pada fermentasi
terhadap masing-masing run fermentasi.
Konsentrasi Glukosa reduksi
70
60
50
40 glukosa awal
(g/L)

30 glukosa akhir
20
10
0
0 5 10
Run

Gambar 4.3 Kurva kadar glukosa sebelum dan sesudah fermentasi

Pada gambar tersebut terlihat trend kurva pengurangan konsentrasi


glukosa yang paling tinggi berada pada run 7, sedangkan pengurangan
konsentrasi glukosa yang sedikit berada pada run 3, dan menghasilkan
konversi etanol yang optimum sebesar 84,99 %. Terlihat bahwa
dengan konsentrasi glukosa awal hasil hidrolisis yang sedikit maka
konsentrasi glukosa yang diubah menjadi etanol semakin sedikit,
begitu pula sebaliknya.

Nilai konversi menunjukan banyaknya glukosa yang tereduksi


menjadi etanol. Namun data hasil konversi glukosa menjadi etanol
yang dihitung berdasarkan besarnya glukosa yang tereduksi ini belum
akurat, dikarenakan besarnya kosumsi glukosa yang digunakan ragi
untuk berkembang biak diabaikan. Padahal setiap proses fermentasi,
konsumsi glukosa digunakan untuk dua hal yaitu untuk tumbuh dan
berkembang biak ragi tersebut dan sebagian lagi akan dikonversi
menjadi produk metabolit seperti etanol.
37

Besarnya konsentrasi etanol yang akan didapatkan dari proses


fermentasi tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan konsentrasi
glukosa reduksi awal karena proses fermentasi dipengaruhi oleh
banyak faktor. Menurut Sutiarti dalam Sugiarto dalam jurnal
teknologi pertanian ( 2001 ) faktor yang mempengaruhi fermentasi
adalah kultur inokulum yang digunakan, lama fermentasi, suhu, pH
medium, jumlah makro dan mikro nutrien yang ada dalam fermentasi
dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai