13/VII/TEKNODIK/DESEMBER/2003
JURNAL
TEKNODIK
Website: http://www.pustekkom.go.id
• Model Pendidikan
Terbuka Jarak Jauh
• Belajar Berbasis
Aneka Sumber
• Belajar Mandiri
No. 13/VII/TEKNODIK/DESEMBER/2003 11
Daftar Isi:
EDITORIAL ............................................................................. 3
SAJIAN:
• Virtual Learning/Virtual Classroom sebagai Model
Pendidikan Jarak Jauh: Konsep dan penerapannya
(Dr. Anung Haryono, M.Sc.& Drs. Abubakar Alatas, M.Sc.) .... 5
• Pemanfaatan Teknologi dalam Evaluasi Hasil
Belajar Pendidikan Terbuka Jarak Jauh (PTJJ)
(Dr. Suci M. Isman dan Ir. K.A. Puspitasari, M.Ed.) ............... 19
• Upaya Peningkatan Motivasi Berprestasi dalam Pembelajaran
di SLTP dan SMU Terbuka (Dr. Nurdin Ibrahim, M.Pd.) .......... 38
• Belajar Berbasis Aneka Sumber (Bebas) Sebuah
Pemikiran tentang Peluang dan Tantangannya
(Drs. Mohammad Tahmid) ................................................... 59
• Guru dan Media Pembelajaran
(Drs. Ade Koesnandar, M.Pd.) ............................................. 75
• Sistem Belajar Mandiri: Dapatkah Diterapkan dalam Pola
Pendidikan Konvensional? (Uwes A. Chaeruman, S.Pd.) ....... 82
• Menata Ulang Proses Pembelajaran di Perguruan Tinggi
(Once Kurniawan) ............................................................... 96
• Validitas dan Reliabilitas Tes: Deskripsi Konsep dan Aplikasinya
dalam Evaluasi Pendidikan (Drs. Jafar Ahiri, M.Pd.) .............. 115
• Singkatan dan Akronim dalam Media Chatting dan
SMS (Analisis Komunikasi Teks dalam Internet dan
Telepon Selular) (Lydia Irawati, S.S. ) ....................................136
2 Website: http://www.pustekkom.go.id
Editorial
Menurut Uwes, sistem belajar mandiri adalah cara belajar yang lebih
menitikberatkan pada peran otonomi belajar kepada pebelajar. Pendidikan
dengan sistem belajar mandiri dapat menghasilkan pebelajar mandiri.
Pada dasarnya, sistem belajar mandiri bukan hanya milik pendidikan
jarak jauh. Tapi, dapat diterapkan dalam semua pola pendidikan, termasuk
dalam pola pendidikan konvensional.
uuuuuuuuuuuuu
Abstrak
Kelas virtual akan menjadi trend teknologi pembelajaran masa depan.
Pemanfaatan teknologi pembelajaran seperti video conference, audio
conference, e-learning, CD interaktif, dll telah dimulai di sejumlah institusi
Pendidikan. Secara konseptual, kelas virtual memiliki sejumlah potensi antara
lain; memberikan peluang bagi siswa untuk berinterkasi dengan guru, teman,
maupun bahan belajar tanpa terikat oleh waktu dan tempat. Demikian pula guru
melalui internet dapat mengontrol kegiatan belajar siswa kapan saja diperlukan.
Selain itu, kelas virtual dapat memberikan sajian bahan belajar yang menarik
sehingga siswa termotivasi untuk belajar. Namun di pihak lain, kelas virtual
juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain; penggunaan internet memerlukan
imprastruktur yang memadai, saat ini masih relatif mahal, dan komunikasi
melalui internet sering kali lamban. Oleh karena itu penerapan kelas virtual di
Indonesia perlu dilakukan secara bertahap. Sekolah-sekolah di perkotaan yang
telah mempunyai akses ke internet dapat memulai terlebih dahulu.
PENDAHULUAN
Banyak orang di seluruh penjuru dunia mengakui bahwa Pendidikan Jarak
Jauh (PJJ) dapat digunakan sebagai salah satu cara yang efektif untuk
mengatasi permasalahan pendidikan yang sulit diatasi dengan cara
konvensional. Permasalahan itu misalnya banyaknya anak usia sekolah
yang tidak dapat mengikuti pendidikan konvensional karena tinggal di
tempat yang jauh dari sekolah, banyaknya anak maupun orang dewasa
yang ingin memperoleh pendidikan tetapi tidak dapat mengikuti
pendidikan konvensional karena harus bekerja mencari nafkah pada jam
Definisi tersebut berlaku bagi berbagai sistem atau model PJJ yang
menggunakan nama yang berbeda-beda seperti Correspondence School,
Distance Learning, Open Learning. Open Education, Open University,
Extentiori Study, Home Study, Independent Learning, dan masih banyak
lagi istilah lain. Definisi itu bahkan juga masih berlaku bila diterapkan
pada sistem PJJ baru yang sekarang sedang banyak diminati orang
yaitu On-line Learning, Virtual Learning atau e-Learning.
Moore (1983, 1996) juga mengatakan bahwa media yang digunakan untuk
menyajikan isi pelajaran itu sangat mempengaruhi ada tidaknya
komunikasi, dialog, atau interaksi antara guru dan siswa. Kalau media
yang digunakan adalah TV, radio, atau buku kesempatan siswa untuk
berkomunikasi, berdialog, atau berinteraksi dengan guru sangat kecil.
Kalau media yang digunakan adalah audio conference, video conference,
atau internet kesempatan bagi siswa untuk berkomunikasi, berdialog,
atau berinteraksi dengan guru secara relatif jauh lebih besar. Dengan
perkataan lain, bila media yang digunakan itu internet jarak transaksi
antara siswa dan guru kecil dan karenanya komunikasi dapat sering
dilakukan sehingga kesalahpahamanan penafsiran isi pelajaran semakin
kecil.
Kelas virtual juga perlu dirancang supaya siswa dapat berbagi (share)
hasil karya dan bertukar pengalaman dalam menerapkan
pengetahuan yang telah diperolehnya. Misalnya konferensi jarak jauh
PENUTUP
Sungguhpun mempunyai berbagai kelemahan, sistem PJJ yang
digunakan untuk mengatasi problema pendidikan di Indonesia selama
ini ternyata cukup efektif. Sistem ini perlu terus dikembangkan dan
digunakan terutama untuk melayani kebutuhan pendidikan di daerah
pedesaan dan daerah perkotaan.
uuuuuuuuuuuuu
Abstrak
Tulisan ini membahas pemanfaatan teknologi dalam pelaksanaan
Evaluasi Hasil Belajar (EHB) Pendidikan Terbuka Jarak Jauh (PTJJ)
dengan mengambil kasus Universitas Terbuka (UT) sebagai contoh. Di
dalam system PTJJ, EHB merupakan muara dari proses pembelajaran,
hasil EHB sering kali menjadi tolok ukur terpenting dalam menilai
keberhasilan belajar mahasiswa. Ada serangkaian kegiatan yang
dilakukan dalam pelaksanaan EHB, yaitu mencakup; pengembangan
soal ujian, penyiapan bahan ujian, penyelenggaraan ujian, pemrosesan
hasil ujian, serta pelaporan hasil ujian. Teknologi yang digunakan untuk
menunjang kegiatan tersebut saat ini masih terbatas pada scanner dan
LAN (local area network). Pemanfaatan teknologi ini sangat membantu
dalam pemrosesan hasil ujian serta proses pengkomunikasian hasil
ujian. Selanjutnya disarankan agar dilakukan perubahan sistem, bukan
sekedar perubahan perangkan keras dan lunak, namun perlu juga
perubahan pada struktur organisasi PTJJ.
PENDAHULUAN
Sistem Pendidikan Terbuka Jarak Jauh (PTJJ) sebenarnya mempunyai
aktivitas utama yang tidak berbeda dengan sistem pendidikan tatap muka,
yaitu terdiri dari aktivitas mengajar dan aktivitas belajar (Belawati, 2000).
Namun, karena adanya keterpisahan pelaksanaan kegiatan mengajar
dan kegiatan belajar pada sistem PTJJ; pengelolaan kedua aktivitas
tersebut berbeda dengan pengelolaan kegiatan belajar mengajar pada
sistem pendidikan konvensional (Gambar 1).
Gambar 1.
Aktivitas mengajar dan belajar pada sistem PTJJ (Belawati,2000)
Dari gambar di atas terlihat bahwa Evaluasi Hasil Belajar (EHB) merupakan
komponen penting dalam kegiatan mengajar dan belajar. Tanpa EHB
sulit untuk mengukur kemajuan dan keberhasilan belajar mahasiswa.
Peran EHB semakin menonjol dalam sistem PTJJ, di mana interaksi
fisik antara pengajar dan mahasiswa sangat kurang dibandingkan dengan
interaksi antar mahasiswa dan pengajar dalam sistem pendidikan
konvensional. Dalam sistem pendidikan konvensional, EHB umumnya
didasarkan pada dua elemen penting, yaitu kehadiran/keterlibatan
mahasiswa dalam proses belajar di kelas dan ujian. Di dalam sistem
PTJJ (Gambar 2) di Universitas Terbuka (UT) khususnya, EHB merupakan
muara dari proses pernbelajaran yang terjadi. Oleh karena itu hasil ujian
sering kali merupakan tolok ukur terpenting dalam menilai keberhasilan
mahasiswa. Kualitas ujian yang diselenggarakan sangat menentukan
penilaian tentang keherhasilan belajar dan kualitas bahan ajar.
BAHAN BANTUAN
UJIAN
AJAR BELAJAR
Gambar 2.
Komponen dalam sistem PTJJ
2. Pengembangan Kisi-kisi
Setelah menentukan tujuan instruksional yang akan dicapai maka
tahapan selanjutnya dalam EHB adalah pengembangan kisi-kisi
yang mencakup penulisan dan penelaahan kisi-kisi. Penulisan
kisi-kisi ini merupakan upaya untuk merencanakan ujian dengan
baik dengan memperhatikan tujuan ujian, kompetensi yang
hendak diukur, dan sumber daya yang tersedia. Kisi-kisi atau
test blueprint ini mencakup informasi yang diperlukan untuk
menulis soal ujian. Untuk mengembangkan kisi-kisi yang mampu
menghasilkan ujian yang mempunyai validitas isi diperlukan
kerjasama yang baik antara pakar bidang ilmu dan ahli evaluasi.
Sebagian besar dari kisi-kisi ujian UT dikembangkan dengan
melakukan outsourcing ke perguruan tinggi (PT) lain untuk
penulisan sedangkan penelaahan dilakukan oleh staf akademik
UT yang sudah terlatih dalam EHB. Namun karena para penulis
dan penelaah berada di lokasi yang berbeda maka kegiatan
pengembangan kisi-kisi ini memerlukan proses yang agak lama.
Oleh karena itu tidak terlalu mudah untuk mengakomodasi secara
cepat perubahan yang terjadi dalam bahan ajar ke dalam kisi-
kisi ujian.
3. Pengembangan Soal
Pengembangan soal ujian, seperti kisi-kisi, terdiri atas dua
kegiatan yaitu, penulisan soal dan penelaahan soal. Soal yang
• Penyelenggaraan Ujian
Penyelenggaraan ujian terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu penyiapan
bahan, ruang dan pengawas ujian; pelaksanaan ujian; dan pengiriman
hasil ujian.
2. Pelaksanaan ujian
Agar tidak terjadi keributan di luar ruang Ujian pada saat ujian
berlangsung, perlu dipasang pengumuman di sekitar ruang ujian.
Untuk menjaga ketertiban dan keamanan ujian, ada beberapa
hal yang wajib dilakukan oleh pengawas ujian, yaitu antara lain:
a) membacakan tata tertib ujian, b) menginformasikan waktu
ujian, dan memberi tanda untuk memulai dan mengakhiri ujian.
• Pelaporan Nilai
Setiap institusi pendidikan wajib memberikan laporan nilai kepada
siswanya. laporan nilai wa jib diberikan agar siswa mempunyai catatan
kemajuan belajarnya sendiri, sehinga dapat digunakan untuk
melakukan rencana studi selanjutnya. Pada tingkat perguruan tinggi,
laporan nilai umumnya diberikan dalam bentuk kartu hasil studi, daftar
nilai ujian atau transkrip. Laporan nilai dapat juga diberikan kepada
orang tua atau instansi pemberi beasiswa yang memberikan biaya
belajar kepada siswa.
• Pelaksanaan Ujian
Pelaksanaan ujian UT masih dilakukan dengan paper and pencil di
lokasi yang telah ditentukan secara tatap muka, sama seperti yang
dilakukan oleh institusi pendidikan konvensional. Dengan sistem yang
seperti ini prinsip keterbukaan dari PTJJ agak dibatasi karena
mahasiswa harus mengikuti jadwal ujian. Semua peserta ujian juga
diberikan soal yang sama tanpa memperhatikan tingkat kemampuan
mereka, di suatu lokasi tertentu, dan waktu yang sama. Berbagai
bentuk pelanggaran ujian terjadi sebagai akibat dari kurangnya
pengawasan dan soal yang seragam ini. Untuk itu perlu dipikirkan
pemanfaatan teknologi yang dapat mengurangi peluang terjadinya
distorsi nilai, dan meningkatkan kualitas ujian. Dengan perkembangan
Soal yang pertama diberikan merupakan soal yang tidak terlalu sulit.
Benar tidaknya jawaban terhadap soal tersebut dan soal-soal
berikutnya menentukan apakah selanjutnya peserta tes akan diberi
soal-soal yang lebih mudah atau lebih sukar. Dengan demikian,
peserta tes akan rnendapatkan skor-skor yang mencerminkan
kebenaran jawaban terhadap setiap soal dan tingkat kesulitan setiap
soal.
Bila ada dua peserta tes yang mempunyai jumlah jawaban benar
yang sama, peserta tes yang merrjawab soal-soal yang lebih sulit
akan mendapatkan skor yang lebih tinggi. Demikian juga, bila ada
dua peserta tes mendapatkan dua set soal yang tingkat kesulitannya
sama, peserta tes yang lebih cepat menjawab dan mempunyai jumlah
jawaban soal benar lebih banyak akan mendapatkan skor yang lebih
tinggi.
Setelah proses scoring (baik untuk ujian objektif maupun ujian uraian),
sebaran nilai huruf (grade) dicetak dalam beberapa kategori kelulusan,
yang disebut laporan pragmade. Fakultas akan menentukan kategori
kelulusan. Penentuan kategori kelulusan dilakukan untuk seluruh
siswa, tanpa membedakan status demograti siswa. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa proses penilaian siswa UT sangat terstandar.
Proses selanjutnya adalah melakukan grading atau proses penilaian
(dengan bantuan komputer) berdasarkan kategori kelulusan yang
ditentukan oleh fakultas.
• Pelaporan Nilai
Di UT, laporan nilai per semester diberikan dalam bentuk daftar nilai
ujian (DNU). Sedangkan laporan nilai keseluruhan selama siswa
belum lulus disebut laporan Kemjuan Akademik Siswa (LKAM). DNU
dicetak dengan menggunakan komputer, yang dapat dilakukan di
Kantor UT Pusat maupun di setiap UPBJJ- Pencetakan DNU dapat
diprograrn untuk setiap UPBJJ, setiap Program Studi, maupun setiap
siswa. Bila diprograrn untuk satu UPBJJ, maka DNU untuk seluruh
siswa di UPBJJ tersebut yang mengikuti ujian pada semester yang
bersangkutan akan tercetak. DNU dikirimkan ke setiap siswa melalui
jasa pos.
Selain melalui DNU, siswa juga dapat melihat nilai per semester
melalui peragaan nilai ujian di website UT (http://www.ut.ac.id).
Peragaan nilai ujian di komputer juga tersedia melalui jaringan Student
Record System di UT Pusat dan di UPBJJ untuk keperluan konsultasi
siswa.
uuuuuuuuuuuuu
Abstrak
Keberhasilan pembelajaran pada semua jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan sangat dipengaruhi oleh karakteristik si pebelajar dan
strategi (metode) pembelajaran. Hal ini termasuk pada sistem
pendidikan terbuka jarak jauh seperti SLTP Terbuka dan SMU
Terbuka. Karakteristik si pebelajar akan mencakup beberapa
variabel yang di antaranya kemampuan awal dan motvasi belajar
dan berprestasi yang biasanya disebut kondisi pembelajaran,
sedangkan dalam strategi pembelajaran mencakup variabel
strategi pengorganisasian bahan pembelajaran, strategi
penyampaian isi pembelajaran, dan strategi pengelolaan
pembelajaran. Strategi penyampaian isi pembelajaran: mencakup
penggunaan media pembelajaran dan bentuk kegiatan
pembelajaran, sedangkan strategi pengelolaan pembelajaran:
mencakup penjadwalan, pembuatan catatan kemajuan belajar
siswa, kontrol belajar, dan pengelolaan motivasional si pebelajar.
I. PENDAHULUAN
Untuk mengatasi permasalahan perluasan kesempatan memperoleh
pendidikan sekaligus sebagai upaya mensukseskan wajib belajar
pendi9dikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun, pemerintah telah
mengembangkan sistem pendidikan terbuka pada tingkat SLTP.
SLTP Terbuka semula dirintis pada lima lokasi, yaitu SLTP Terbuka
Kalianda Lampung Selatan, SLTP Terbuka Plumbon Cirebon Jawa
Barat, SLTP Terbuka Adiwerna Tegal Jawa Tengah, SLTP Terbuka
*) Dr. Nurdin Ibrahim, M.Pd. adalah Kepala Bidang Pengembangan Sistem, Pustekkom
Depdiknas.
Hal ini menyebabkan cukup banyak lokasi SLTP Terbuka tidak dapat
menyelenggarakan proses pembelajaran yang sesuai dengan
konsepsi pembelajaran pendidikan pada SLTP Terbuka. Kondisi
dan strategi pembelajaran tak bisa dilaksanakan secara optimal
sehingga diasumsikan (belum ada penelitian) motivasi belajar dan
motivasi keberhasil siswa semakin menurun. Pada akhirnya hasil
belajar siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan seperti pada
lokasi-lokasi perintisan. Permasalahan yang terjadi pada sistem SLTP
Terbuka, terjadi pula pada sistem SMU Terbuka, walaupun jumlahnya
baru diritis di tujuh lokasi. Atas dasar itu maka perlu upaya-upaya
untuk meningkatkan motivasi belajar dan motivasi berprestasi siswa
SLTP Terbuka dan SMU Terbuka.
1. Karakteristik Siswa
Karakteristik siswa dalam kajian ini penulis batasi pada dua faktor
yaitu a) kemampuan awal dan b) motivasi belajar dan motivasi
berprestasi.
a. Kemampuan awal
Beberapa ahli perancang pembelajaran, mengisyaratkan
bahwa rancangan pembelajaran dikatakan baik apabila
memperhitungkan kemampaun awal siswa sebagai sasaran.
Pada awal proses pembelajaran kadang-kadang siswa belum
mempunyai kemampuan yang dijadikan tujuan dalam
kegiatan pembelajaran, bahkan terdapat suatu jurang antara
tingkah laku (kemampuan, pengetahuan, sikap, dan
keterampilan) awal proses pembelajaran dan tingkah laku
siswa pada akhir proses pembelajaran. Jurang tingkah laku
siswa pada awal dengan akhir pembelajaran tersebut perlu
dijembatani, sehingga hasil setelah proses dilakukan
tercapai sebagaimana yang direncanakan. Proses
pembelajaran yang baik dimulai dengan titik tolak yang
berpangkal pada kemampuan awal siswa untuk
dikembangkan menjadi kemampuan baru, sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang dirumuskan (kemampuan atau
tingkah laku final). Oleh karena itu, keadaan siswa pada awal
proses pembelajaran tertentu (tingkah laku awal) mempunyai
relevansi terhadap penentuan, perumusan, dan pencapaian
tujuan-tujuan pembelajaran (tingkah laku akhir/final). Menurut
Winkel (1991), tingkah laku awal itu dipandang sebagai
pemasukan (input; entering behavior), yang menjadi titik tolak
dalam proses pembelajaran yang berakhir dengan suatu
a. Strategi pengorganisasian
Strategi pengorganisasian pembelajaran atau strategi
pengorganisasian bahan ajaran lebih menitikberatkan pada
“cara untuk membuat urutan dan mensintesis fakta, konsep,
prosedur, dan meta kognitif yang berkaitan dalam penyajian
isi suatu mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa”. Cara
penyajian semacam ini dalam sistem SMP dan SMU
Terbuka lebih cenderung kepada pengembangan dan
penulisan bahan belajar atau modul pelajaran cetak. Modul
pelajaran sudah disusun melalui diskusi dan lokakarya yang
melibatkan akhli mata pelajarn, guru mata pelajaran, dan
pengkaji media.
b. Strategi penyampaian
Strategi penyampaian pembelajaran dapat dirinci menjadi 1)
penggunaan media pembelajaran, dan 2) bentuk belajar
mengajar (pembelajaran).
c. Strategi pengelolaan
Menurut Reigeluth dan Merrill (Degeng, 1989) paling tidak
ada 4 (empat) hal yang menjadi urusan strategi pengelolaan,
yaitu: “1) penjadwalan; (2) pembuatan catatan kemajuan
belajar siswa; (3) kontrol belajar; dan 4) pengelolaan
b. Awal Pembelajaran
Di TKB siswa belajar mandiri dan dalam kelompok kecil dibawah
bimbingan atau kontrol dari Guru Pamong. Dalam 2 (dua) hari
dalam seminggu mereka mengikuti belajar melalui tatap muka
di SLTP Induk atau tempat lain, di bawah bimbingan Guru Bina
(Guru Mata Pelajaran).
d. Akhir Pembelajaran
Pertama; Beriakan balikan (umpan balik) pada saat jawaban
pertanyaan oleh siswa, hasil jawaban siswa setiap tes. Dalam
memberikan balikan, guru hendaknya memberikan penjelasan
jawaban yang benar seharusnya bagaimana, bila jawaban siswa
hampir betul atau betul berikan pujian misalnya; bagus sekali,
betul sekali dsb. Tetapi bila jawabannya belum betul, janganlah
memberikan balikan dengan mengatakan salah, bodoh. Dalam
hal ini, alangkah baiknya gunakan bahasa yang menyenangkan,
misalnya, jawabanmu belum betul, atau kamu sebenarnya pintar
mungkin belum berusaha dengan baik, dan sebagainya.
IV. PENUTUP
Isi makalah ini mungkin saja bukan hal yang baru, terutama sekali
para pembaca dan peserta latihan yang pernah duduk dibangku
pendidikan guru atau pernah mengikuti penataran yang serupa.
Kalau demikian kehadiran makalah ini sebagai upaya untuk
membangkitkan dan mengaktifkan informasi-informasi yang telah
tertahan dalam ingatan jangka panjang, serta dimanfaatkan dalam
menjalankan tugas sebagai pengelola pendidikan. Mungkin juga
beberapa informasi dalam paper ini ada hal-hal yang baru, sehingga
melengkapi pengetahuan dan pengalaman yang pernah dirasakan
dan dilaksanakan.
Abstrak
Belajar Berbasis Aneka Sumber (BEBAS) merupakan proses
belajar alternatif bagi mereka yang tak mampu masuk ke dalam
lembaga pendidikan konvensional. Dengan BEBAS seorang anak
didik dapat belajar dengan bantuan sumber belajar apa saja,
belajar dari siapa saja, belajar kepada siapa saja, belajar tentang
apa saja, dan belajar untuk tujuan apa saja. BEBAS dapat
berlangsung jika ada inisiator yang berasal dari masyarakat yang
peduli kepada pemerataan pendidikan, LSM, organisasi atau
bahkan pemerintah . Peran penting yang diharapkan dari
pemerintah adalah kebijaksanaan sertifikasi bagi mereka yang
dinilai telah mendapatkan keahlian tertentu setelah mengikuti
BEBAS. Keuntungan dari BEBAS disamping perluasan
kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan
yang mereka inginkan juga mengurangi beban pemerintah dalam
menyelenggarakan pendidikan nasional.
A. Pendahuluan
Belajar tidak dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan fisik,
melainkan non-fisik, yakni rasa ingin tahu dan prasyarat untuk
mencapai kemampuan yang lebih tinggi sehingga pada akhirnya
mampu pula memecahkan berbagai masalah. Kenyataan hidup
sehari-hari dalam meningkatkan kualitas dan bertahan hidup
1
) Tetap penulis gunakan istilah pendidikan ini, karena sudah umum digunakan
walaupun sebenarnya penulis setuju bahwa institusi pendidikan tidak mungkin
diformalkan dan yang bisa diformalkan adalah persekolahan.
1. Bebas mutlak
Urusan belajar dan hal lain yang terkait, merupakan hak asasi
manusia sehingga setiap individu atau kelompok orang bebas
menentukan apa saja yang terkait dengan belajar termasuk
sumber belajarnya. Hal ini dapat dilihat dengan lebih jelas pada
orang dewasa lengkap dengan sifat-sifat kedewasaan yang lekat
padanya. Mereka memandang dan menyadari benar bahwa
belajar adalah kebutuhan individual dan sehagai kecenderungan/
kodrat manusia/binatang untuk memahami sesuatu dan bertahan
hidup. Dalam hal demikian siapapun kita tak dapat berbuat
banyak atas orang lain dalam hat belajarnya, tetapi semua hal
yang berkait dengan belajar terpulang pada individu, terutama
yang tergolong telah dewasa.
3) Sistem, Konsepsi dan Model, SAP, Evaluasi, Sumber Belajar dan Media. Surabaya
Intelektual Club - Surabaya, Cet T 1995, hal. 73.
4) Barbara B. Seels, Rita C. Richey. Teknologi Pembelajaran; Definisi dan Kawasannya,
Seri Pustaka Teknologi Pendidikan No. 12, IPTPI bekerjasama dengan LPTK,
Gedung C, Kampus UNJ Rawamangun, Jakarta, hal. 13.
E. Tantangan
Konsep bebas dalam tulisan ini dalam prakteknya lebih dimungkinkan
berhasil apabila terarah pada tingkat SLTP ke atas, karena perlu
adanya persyaratan minimal tertentu sehingga belajar mandiri dapat
dilaksakan. Sedangkan dalam tingkat SD pendekatan bebas juga
akan sangat baik dilakukan untuk merangsang kamandirian dan
kreativitas siswa.
G. Mekanisme Bebas
Mekanisme pelaksanaan bebas yang penulis maksudkan secara
sederhana dapat digambarkan dengan mengacu pada prinsip belajar
dan kepentingan si belajar.
5) Fred Percipal & Henry Ellington, Alih bahasa: udjarwo S. Teknologi Pendidikan,
Erlangga,Jakarta, 1998.
Pusat
Perpustakaan
Sumber Belajar
Korespondensi Media
Perguruan
Bimbingan Bahan
Belajar Bacaan
I. Penutup
Inilah sebuah pemikiran dan apabila diperkuat dengan pemikiran-
pemikiran lain tentu akan lebih baik dan berpengharapan. Dan bahkan
bila muncul pemikiran yang berbeda tentu hal ini juga sebuah
pemikiran yang bila digambarkan sebuah pemikiran dari masing-
masing kita, yang peduli tentunya, akan menjadi kumpulan pemikiran
yang luar biasa yang diharapkan menjadi salah satu solusi krisis
multi dimensi masa kini. Penulis menyadari di sana sini terdapat
kekurangan, baik kurang operasinal, terlalu teoritis, tidak jelas
maksudnya dan lain-lain. Namun paling tidak, penulis harapkan paper
ini menggugah dan merangsang pemikiran kita akan nasib anak
bangsa yang kurang beruntung untuk dapat berkemampuan,
berketerampilan, bersikap sebagaimana mereka yang lebih dulu
menikmatinya pembelajaran yang baik.
uuuuuuuuuuuuu
Abstrak
Sekurang-kurangnya ada enam alasan mengapa sampai saat
ini masih ada sejumlah guru yang enggan menggunakan media
dalam pembelajaran. Keenam alasan tersebut adalah sebagai
berikut; Pertama, menggunakan media itu repot, kedua, media
itu canggih dan mahal, ketiga, tidak bisa menggunakannya,
keempat, media itu hiburan sedangkan belajar itu serius, kelima,
tidak tersedia media di sekolah, keenam, kebiasaan menikmati
bicara. Untuk mengatasi semua alasan tersebut hanya sedikit
yang diperlukan, yaitu perubahan sikap.
Kelompok pertama yaitu mereka yang tidak peduli. Seorang guru yang
mempunyai rasa percaya diri berlebihan (over confidence) barangkali
akan berpegang kepada anggapan bahwa sampai kapanpun posisi guru
*) Drs. Ade Koesnandar, M.Pd. adalah Kepala Studio Multimedia Pusat Teknologi
Komunikasi dan Informasi Pendidikan Depdiknas.
- Cara pertama, anda akan bercerita tentang gajah, kereta api, atau
pasar terapung. Anda bisa bercerita mungkin karena pengalaman,
membaca buku, cerita orang lain, atau pernah melihat gambar ketiga
objek itu. Apabila murid anda tersebut sama sekali belum tahu, belum
pernah melihat dari televisi atau gambar di buku misalnya, maka
betapa sulitnya anda menjelas hanya dengan kata-kata tentang objek
tersebut. Kalau anda seorang yang ahli bercerita, tentu cerita anda
akan sangat menarik bagi murid-murid. Namun tidak semua orang
diberikan karunia kepandaian bercerita. Penjelasan dengan kata-kata
mungkin akan menghabiskan waktu yang lama, pemahaman murid
juga berbeda sesuai dengan pengetahuan mereka sebelumnya,
bahkan bukan tidak mungkin akan menimbulkan kesalahan persepsi.
- Cara kedua, anda membawa murid studi wisata melihat objek itu.
Cara ini merupakan yang paling efektif dibandingkan dengan cara
lainnya. Namun berapa biaya yang harus ditanggung, dan berapa
lama waktu diperlukan? Cara ini walaupun efektif tapi tidak efisien.
Tidak mungkin untuk belajar semua orang harus mengalami segala
sesuatu.
- Cara ketiga, anda membawa gambar, foto, film, video tentang objek
tersebut. Cara ini akan sangat membantu anda dalam memberikan
penjelasan. Selain menghemat kata-kata, menghemat waktu,
penjelasan andapun akan lebih mudah dimengerti oleh murid, menarik,
membangkitkan motivasi belajar, menghilangkan kesalahan
pemahaman, serta informasi yang anda sampaikan menjadi
konsisten.
Ketiga cara di atas dapat kita sebutkan cara pertama sebagai informasi
verbal, cara kedua berupa pengalaman nyata, sedangkan cara ketiga
informasi melalui media. Di antara ketiga cara tersebut, cara ketiga adalah
cara yang paling bijaksana dilakukan. Media kita perlukan agar
pembelajaran lebih efektif dan efisien.
- Cost.
Biaya juga harus dipertimbangkan. Banyak jenis media yang dapat
menjadi pilihan kita. Media canggih biasanya mahal. Namun,
mahalnya biaya itu harus kita hitung dengan aspek menfaatnya.
Semakin banyak yang menggunakan, maka unit cost dari sebuah
media akan semakin menurun.
- Technology.
Mungkin saja kita tertarik kepada satu media tertentu. Tapi kita perlu
perhatikan apakah teknologinya tersedia dan mudah
menggunakannya? Katakanlah kita ingin menggunakan media audio
visual di kelas. Perlu kita pertimbangkan, apakah ada listrik, voltase
listrik cukup dan sesuai?
- Interactivity.
Media yang baik adalah yang dapat memunculkan komunikasi dua
arah atau interaktivitas. Setiap kegiatan pembelajaran yang anda
kembangkan tentu saja memerlukan media yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran tersebut.
- Organization.
Pertimbangan yang juga penting adalah dukungan organisasi.
Misalnya, apakah pimpinan sekolah atau yayasan mendukung?
Bagaimana pengorganisasiannya. Apakah di sekolah ini tersedia satu
unit yang disebut pusat sumber belajar?
PENUTUP
Tidak diragukan lagi kita semua dapat sepakat bahwa media itu perlu
dalam pembelajaran. Kalau sampai hari ini masih ada yang belum
menggunakan media, itu hanya perlu sedikit perubahan sikap. Dalam
memilih media, perlu disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi
masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
De Porter, Bobbi & Mike Hernacki, Quantum Learning, Membiasakan
Belajar Nyaman dan Menyenangkan, KAIFA Bandung, 1999.
Kemp, Jerrold E, Designing effective Instruction, MacMillan Publisher,
New York, 1994.
Molenda, Heinich Russell, Instructional Media and The New
Technology of Instruction, John Wiley & Son, Canada, 1982.
Sadiman Arief, Media Pendidikan, Pengertian Pengembangan dan
Pemanfaatan, Rajawali , Jakarta, 1990.
Wen, Sayling, Future of The Media, Memahami Zaman Teknologi
Informasi, Lucky Publisher, Batam Centre, 2003.
Abstrak
Sistem belajar mandiri adalah cara belajar yang lebih
menitikberatkan pada peran otonomi belajar kepada pebelajar.
Dalam pendidikan dengan sistem belajar mandiri, pebelajar
diberikan kemandirian (baik secara individu atau kelompok) dalam
menentukan 1) tujuan belajarnya (apa yang harus dicapai); 2)
apa yang harus dipelajari dan darimana sumbernya; 3) bagaimana
mencapainya (strategi belajar); dan 4) kapan serta bagaimana
keberhasilan belajarnya diukur (evaluasi). Belajar mandiri juga
dapat dipandang sebagai metode (proses) maupun tujuan
(produk). Sebagai proses, belajar mandiri dijadikan sebagai
metode/cara dalam sistem pembelajaran tertentu. Sedangkan
sebagai produk, mengandung arti bahwa suatu sistem
pembelajaran dengan berbagai strateginya ditujukan untuk
menghasilkan pebelajar mandiri. Sebenarnya pendidikan dengan
sistem belajar mandiripun, secara tidak langsung akan membantu
dan mengembangkan kecakapan belajar mandiri. Sehingga,
pendidikan dengan sistem belajar mandiri dapat menghasilkan
pebelajar mandiri. Pada dasarnya, sistem belajar mandiri bukan
hanya milik pendidikan jarak jauh. Tapi, dapat diterapkan dalam
semua pola pendidikan, termasuk dalam pola pendidikan
konvensional. Dalam rangka membentuk manusia sebagai
pebelajar mandiri yang dibutuhkan di abad 21, maka penerapan
sistem belajar mandiri atau metode lain yang dapat membentuk
kemampuan belajar mandiri perlu digalakan dalam semua pola
pendidikan.
*) Uwes A. Chaeruman, S.Pd. adalah Mahasiswa S-2 Program Pasca Sarjana Program
Studi Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Staff Perancangan Sistem,
Pembelajaran Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Pustekkom).
Dalam makalah ini, penulis ingin berbagi gagasan tentang konsep belajar
mandiri dan aplikasinya dalam pendidikan, bukan hanya untuk pendidikan
jarak jauh. Pada dasarnya, sistem belajar mandiri dapat diterapkan dalam
semua pola pendidikan, baik konvensional maupun non-konvensional
(seperti pendidikan terbuka dan jarak jauh). Disamping itu, penulis juga
ingin berbagi pengalaman tentang penerapan belajar mandiri dalam
pendidikan konvensional. Dengan harapan gagasan yang disampaikan
dalam makalah singkat ini dapat memperluas wawasan akademisi dan
professional lain dalam bidang pendidikan tentang belajar mandiri dan
penerapannya. Penulis juga ingin berbagi ide bahwa belajar mandiri dapat
dipandang sebagai proses (metode) dan produk (tujuan). Penulis ingin
mengajak pembaca untuk memikirkan ulang pernyataan kedua. Pebelajar
mandiri sebagai produk dari suatu institusi pendidikan sangatlah penting
dan dibutuhkan dalam abad 21 ini.
1)
Candy, Philip C., “Independent Learning: Some Ideas from Literature”,
(http://www.brookes.ac.uk /services/ocsd/2_learntch/independent.html)
2)
Keegan, Desmond, “Foundation of Distance Education”, (London: Routledge, 1990),
h. 54.
3)
Rowntree, Derek, “Exploring Open and Distance Learning” (London: Kogan Page
Limited, 1992) h. 61
4)
Knowless, Malcolm S., “Self-Directed Learning: A Guide for Learners and Teachers”
(Chicago: Association Press: Follet Publishing Company, 1975), h. 18.
5)
Keegan., op.cit., h. 57.
1. Privat O O O
2. University of London External
Degree O O NO
3. Belajar Keterampilan Olah Raga O NO O
4. Belajar Mengemudi Kendaraan O NO NO
5. Learner Control Course and
Evaluation NO O O
6. Kebanyakan Kursus/Kuliah
dengan Belajar Mandiri NO O NO
7. Independent Study for Credit N N N
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa privat merupakan salah satu contoh
suatu pembelajaran yang benar-benar menerapkan sistem belajar mandiri
murni. Sedangkan belajar mandiri untuk mencapai suatu kredit adalah
contoh pembelajaran yang benar-benar tidak menerapkan sistem belajar
mandiri.
6)
Ibid. h. 1.
7)
Irene, S. C. Siauw, Fostering Self-Directed Learning Readiness by Way of PBL
Intervention in Bussiness Education”, Open University of Hongkong, http://
www.TPK.edu.sg/pblconference/full/irene%20 siauw.pdf. h. 1
8)
Ibid. h. 1.
9)
Hughes, Peter, “Developing Independent Learning Skills“, http://www.herts.ac.uk./
envstrat/HLP/ dowconfproc/proc2/hughes%20.htm. h.7.
10)
Penn’ State University, “Independent Learning Student Guide“, http://
www.utreach.pse.edu/DE/ie.html
11)
Cuya Hoga Community College, http://www.dle.tre-c.cc.ch.us/docs/l.html
12)
Open University of Hongkong, http://www.TPK.edu.sg
13)
Race, Phill (1994), A Fresh Look at Independent Learning, http://
www.phil-race.net/a fresh look at independent learning.html.
14)
Ibid.
Namun demikian, metode ini, untuk mata kuliah yang sama, tidak berhasil
bagi mahasiswa kelas alih program. Mereka masih memiliki tipe
“dependent learner” sehingga harus dibimbing langkah per langkah secara
bersama. Satu semester tidak cukup untuk mengajarkan MSWord. Hal
ini mungkin lebih banyak disebabkan karena faktor: 1) kefamiliaran dengan
komputer; 2) umur; 3) orientasi; 4) motivasi belajar dan lain-lain.
Abstrak
Banyak alasan yang dapat diketengahkan agar kita selalu bebenah
diri dalam dunia pendidikan nasional, mulai dari pengelolaan
lembaga pendidikan, proses pembelajaran, kompetensi dan
kemampuan dosen sampai kepada kompetensi lulusan. Tanpa
survei dan dukungan data sekalipun kita dapat mengatakan
bahwa pendidikan nasional Indonesia saat ini tertinggal dengan
pendidikan di manca negara. Tulisan-tulisan yang dimuat di media
masa, akhir-akhir ini semuanya bernada sama yaitu ingin
melakukan pembenahan pendidikan nasional. Hal ini sangat
positif dan harus disambut baik, guna melakukan pembenahan,
peningkatan dan penyempurnaan secara menerus.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan TI berperan
besar untuk mendorong agar selalu dilakukan pembenahan dalam
bidang pendidikan. Banyak agenda yang harus dibenahi; salah
satunya yaitu proses pembelajaran di perguruan tinggi. Banyak
lulusan perguruan tinggi dengan kadar pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki tidak siap untuk bekerja maupun
melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Konsep link
and match yang pernah dikembangkan, tidak banyak memberikan
hasil yang mengembirakan atau tidak dapat dikatakan sukses
sehingga saat ini hanya tinggal kenangan.
PENDAHULUAN
Banyak alasan yang dapat diketengahkan agar kita selalu bebenah diri
dalam dunia pendidikan nasional, mulai dari pengelolaan lembaga
pendidikan, proses pembelajaran, kompetensi dan kemampuan dosen
sampai kepada evaluasi dan kompetensi lulusan. Kalau ingin ditelah
satu persatu maka agenda pembenahan sangat banyak dan
membutuhkan waktu panjang, pembenahan dilakukan sejak pendidikan
awal bagi seorang anak sampai kepada pendidikan di tingkat perguruan
tinggi. Perguruan tinggi yang menyelenggaran pendidikan diploma-3 dan
strata-1 merupakan pintu terakhir bagi seorang mahasiswa sebelum terjun
ke dunia usaha, harus ditangani secara baik dalam proses pembelajaran,
Masih banyak masalah yang harus dibenahi dan ditata ulang, baik dalam
tata kelola, kurikulum, kompetensi dasen, sarana dan prasarana, sampai
kepada metode pembelajaran. Salah satu masalah pendidikan yang
menarik yaitu proses pembelajaran di perguruan tinggi. Banyak kritik
dan masukan baik lewat diskusi dan perdebatan di media elektronik
maupun tulisan di media cetak
membahas proses
pembelajaran. Munculnya Proses pembelajaran di negara
teori-teori untuk mengubah berkembang saai ini belum
proses pembelajaran yang diberdayakan secara optimal,
menempatkan mahasiswa begitupun juga dengan perguruan
agar lebih aktif; antara lain tinggi di Indonesia
Fraire dengan teori pendidikan
pembebasan, Bruffe
mengemukakan Collaborative learning, teori Cosntructivist oleh Brooks
and Brooks, Culture Perspective oleh Zhoads and Black [Zamroni, 156]
. Semua teori tersebut bertujuan untuk mengubah proses pembelajaran
yang bersifat monolog menjadi proses pembelajran yang febih memacu
para coahasiswa menjadi pelaku aktif. Semua teori ini merupakan usaha
dan rasa ketidak-puasan tevhadap proses pembelajaran secara monolog.
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekrrolagi
khususnya TI yang dapat dengan mudah menyediakan dan melengkapi
sumber dan Giat belajar merupakan salah satu faktor utama yang sangat
mempengaruhi bahkan menjadi pemicu utama dan sejalan dengan teori-
teori di atas dalam mengubah kebiasaan dan budaya belajar.
Kurikulum Peraturan
Proses
Dosen Pembelajaran Mahasiswa
Sumber Alat
Belajar Belajar
Budaya Teknologi
3. Sumber Belajar
Ketersediaan dan kelengkapan sumber belajar menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan proses pembelajaran menjadi tidak
menarik. Seorang siswa atau mahasiswa hanya tergantung kepada
guru atau dosen yang telah memiliki sumber belajar tersebut. Pada
perguruan tinggi di daerah yang sangat langka dengan kelengkapan
buku menjadi masalah besar. Mahasiswa cenderung pasif dan
menunggu ilmu dari dosen, yang sebenarnya bisa lebih aktif dapat
mencari dan mempelajari sendiri tanpa bantuan dosennya.
4. Alat Belajar
Sama dengan sumber belajar, kelangkaan dan ketidak tersediaannya
alat belajar menyebabkan proses pembelajaran menjadi tidak
menarik. Para mahasiswa sangat kurang, bahkan tidak rriemiliki
kesempatan untuk menggunakan alat beiajar dengan baik. Aspek
psychomotor tidak dipacu untuk mengekpresikan pengetahuan yang
dimiliki. Hal ini menyebabkan kemampuan pemahaman dan
penguasaan flmu pengetahuan dan keterampilan menjadi sangat
rendah dan dangkal. Ketiadaan dan kekurangan alat belajar
Proses
Pembelajaran
Sumber Content
Daya
Gambar-2.
Model Penataan Proses Pembelajaran
Di sisi lain manajemen perguruan tinggi saat ini harus bisa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan ekonomi dan
teknologi. Di samping tata kelola dan penyelenggaraan harus bagus,
perguruan tinggi layaknya menyediakan sarana dan prasarana yang
memadai. Para mahasiswa dapat menggunakan semua sarana dan
prasana berupa laboratorium, studio, bengkel, perpustakaan, sarana
komunikasi dalam proses pembelajaran yang didukung oleh TI
berbasis web, dan sarana penyediaan bahan ajar. Ketersediaan dan
kelengkapan prasarana dan sarana sangat memicu dan memacu
serta mendorong para mahasiswa lebih aktif dalam proses
pembelajaran.
Bahan Ajar
Untuk membuat para mahasiswa cepat memahami pengetahuan dan
keterampilan yang dipelajari perlu disiapkan bahan ajar secara multi
media. Penyediaan bahan ajar yang sangat lengkap dan mudah
diperoleh serta penggunaan alat peraga yang dilengkapi dengan
gambar yang menarik, gerak, bunyi, simulasi dan dipandu oleh
instruktur secara rnaya serta dapat dilakukan berulang-ulang (replay)
membuat para mahasiswa akan betah dan mudah mencerna
pengetahuandengan baik. Penggunaan TI dalam bahan ajar
mencakup tiga cara belajar yaitu auditorial, visual dan kinestetik.
Ketiga cara belajar ini diperankan sangat baik oleh TI dengan sangat
baik, di mana pelaku belajar dapat mendengar, membaca, dan juga
memperagakan walaupun dalam mayantara, namun dapat
membentuk pengetahuan pelaku pelajar.
Ada lima butir penting yang harus ada dan diperhatikan oleh dosen
dan mahasiswa dalam setiap pertemuan atau setiap modul yaitu:
- materi & pokok bahasan
- sumber bahan/pustaka/referensi
- learning outcomes
- mekanisme pembelajaran & level Taxnomi Bloom
- assesment criteria
Semua butir di atas tidak ada yang baru namun sudah dilupakan
atau diabaikan oleh dosen dan mahasiswa dalam setiap
pembelajaran. Yang menjadi perhatian hanya pada materi dan pokok
bahasan dan sumber bahan, sedangkan aspek lainnya, diabaikan
dengan demikian proses pembelajaran hanya bersifat menyampaikan
informasi secara monolog. Perlu ada penekanan dan penegasan
kembali semua aspek tersebut dalam SAP yang dibuat. Di samping
learning outcomes, juga harus ditekankan tentang mekanisme
pembelajaran yang dapat dikaitkan dengan Taxonomi Bloom
(memorizing, comprehension, application, analysis, synthesis,
evaluation ). SAP harus memuat keempat aspek di atas secara
lengkap. Dalam mekanisme pembelajaran mahasiswa harus
diaktifkan dengan jalan berdiskusi, menjelaskan, presentasi, simulasi,
dst. bahkan dengan berbagai kegiatan yang menuntut mahasiswa
harus melakukan sesuatu proses agar mereka lebih menguasai ilmu
pengetahuan yang dipelajari. Proses pembelajaran yang dilakukan
tidak hanya dosen menyampaikan informasi, namun harus
mendorong mahasiswa agar aktif sehingga kadar penguasaan akan
ilmu pengetahuan dapat sampai kepada high order thinking (analysis,
synthesis, evaluation ).
4. Proses Pembelajaran
Bila semua paradigma masyarakat perguruan tinggi telah memahami
dengan baik tentang proses pembelajaran mahasiswa aktif, learning
how to learn, penyiapan sumber daya telah diatur dengan baik, dan
penyiapan content yang sudah tersedia dengan balk dan SAP yang
telah mengatur dengan baik mekanisme proses pembelajaran, maka
proses pembelajaran akan berjalan dengan lebih mudah. Proses
pembelajaran hanya menerapkan kemampuan dan menggunakan
sarana serta mengikuti mekanisme yang telah diatur dengan baik
dalam SAP. Proses pembelajaran yang telah direncanakan dengan
baik akan mencapai kepada tujuan yang telah ditetapkan. Selain
menerapkan proses pembelajaran yang telah ditata secara baik, juga
harus selalu meminta feedback dan melakukan kajian untuk terus
membenahi proses pembelajaran. Proses pembelajaran dapat melalui
tatap muka di dalam ruang kelas dan dapat melalui media elektronik
sesuai dengan pengaturan di dalam SAP. Proses pembelajaran
melalui internet mendorong mahasiswa lebih aktif dalam
pembelajaran karena harus berkomunikasi secara maya dengan para
dosen, dan mahasiswa lain di samping mengembara di dalam dunia
pengetahuan melalui ruang mayantara.
Pertu ada konsep dan ide untuk merombak proses pembelajaran tersebut
dan menata ulang ke arah pembelajaran yang lebih dinamis yang
menempatkan para mahasiswa sebagai pelaku pembelajaran. Penataan
ulang proses pembelajaran bertujuan untuk memberikan peran yang lebih
aktif kepada mahasiswa dalam proses pembelajaran. Rekomendasi untuk
menata ulang proses pembelajaran yaitu melakukan pola pembelajaran
student centred learning, sehingga mahasiswa berperan aktif dalam
pembelajaran. Penggunaan TI dengan pola pembelajaran jarak jauh
melalui internet merupakan salah satu cara mendorong para mahasiswa
agar aktif dalam proses pembelajaran. Semua kegiatan pembelejaran di
atas membawa mahasiswa memiliki gaya belajar learning how to learn
sehingga dapat membentuk long life learning.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (1997), Problem Based Learning, [http://
ww.ic.polyu.edu.posh97/student/PBL/pbl01/htm#center]
Anonim, (2001), e-Learning Environment, What is’ Student Centred
Learning?,[http:// www.bath.ac.uk/e-learning/environments.html]
Amstrong Thomas, (1999), Seven Kind of Smart, Identifying and
Developing Your Multiple Intellegence, Terjemahan T. Hermaya,
PT Gramedia Pustaka Utama
Kurniawan Once, (2000), TI Menciptakan Budaya Belajar Mandiri,
Kumpulan Makalah Seminar Nasional, Pemanfaatan TI Dalam
Komunikasi Pendidikan, Departemen Pendidikan nasional,
Universitas Terbuka
Kurniawan Once, (1998), Metode Mengajar di Perguruan Tinggi, Jurnal
BINUS, Biro Publikasi Iimiah, Universitas Bina Nusantara
Martin Donald, (1998), How to be Successful Student, Martin Press,
San Anselmo
Mc Kowen, (2000), Teaching Human Beings, [http://www.helicon.
net.cmckowen]
Meier Dave, (2002), The Accelerated Learning Handbook: Panduan
Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan uelatihan,
Terjemahan oleh Rahmani Astuti, Penerbit Kaifa, Bandung
Orstein Allan C, Lasley Thomas ). II, (2000), Strategies For Effective
Teaching, McGraw-Hill Companies, New York
uuuuuuuuuuuuu
Abstract
Validity of a test is its most important characteristic. A test is
valid to the degree that it accurately measures some
characteristics. There are three basic types of validity: content
validity, which is most important for the classroom teacher’s
achievement test, describes the adequacy of the test to sample
the domains of a subject as stressed in classroom instruction.
Criterion-related validity describes the relationship between test
scores and independent external criterion measures. Construct
validity is the degree to which test scores can be accounted for
by certain explanatory actions that support a psychological
theory.
Reliability of test result is a universal criterion of educational
measurement. Higher reliability measures are obtained as chance
errors associated with the complete process of testing are
reduced. Coefficients of reliability are the best statistical data
available to the teacher who is striving to determine the degree
of success in testing and who is making efforts to improve future
tests. One major aspect of test reliability is the degree to which
a test measures with consistency.
*) Drs. Jafar ahiri, M.Pd. adalah Mahasiswa Program Doktor PEP PPs. UNJ,
Dosen Universitas Haluoleo Kendari Sulawesi Tenggara
Tulisan ini adalah sebuah kajian teoretis tentang apa dan bagaimana
validitas dan reliabilitas itu apabila dikaitkan dengan kualitas instrumen
dan penerapannya dalam penilaian hasil suatu program pembelajaran.
Selanjutnya, tulisan ini diharapkan untuk mengundang wacana bagi
pembaca tentang: Bagaimana instrumen penilaian yang berkualitas?
Bagaimana meningkatkan validitas dan reliabilitas suatu instrumen
penilaian? Faktor-faktor apa yang mempengaruhi validitas dan
reliabilitas suatu instrumen penilaian?
2. Konsep Reliabilitas
Reliabilitas telah didefinisikan dengan cara yang berbeda oleh
pengarang yang berbeda. Cara yang terbaik untuk membahas
reliabilitas adalah sejauhmana hasil pengukuran dari suatu
instrumen mewakili karakteristik yang diukur. Sebagai contoh,
reliabilitas didefinisikan seberapa besar konsistensi skor tes yang
C. PEMBAHASAN
1. Validitas
a. Jenis-jenis Validitas dan Ukurannya
Crocker dan Algina (1986) membedakan tiga jenis validitas,
yaitu: 1) validitas isi, mengkaji kepadanan sampel yang
terdapat dalam suatu instrumen; 2) validitas konstruk,
mengkaji sifat-sifat psikologis yang menjelaskan keragaman
skor responden dalam instrumen tertentu; 3) dan validitas
relasi kriteria, membandingkan skor responden dengan satu
atau lebih variabel eksternal.
b. Penyebab invaliditas
Ancaman utama terhadap validitas instrumen adalah: (1)
ketakterwakilan konstruk; menunjukkan bahwa tugas yang
diukur dalam penilaian tidak mencakup dimensi penting dari
konstruk. Oleh karena itu, hasil tes tersebut tidak mungkin
untuk mengungkapkan kemampuan siswa sebenarnya dalam
konstruk yang hendak diukur oleh instrumen; (2)
2. Reliabilitas
a. Ukuran Reliabilitas
Terdapat beberapa statistik yang digunakan untuk
menghitung stabilitas skor seperangkat tes dari suatu
kelompok peserta tes, yaitu: reliabilitas test-retest, reliabilitas
split-half, dan reliabilitas konsistensi internal.
D. KESIMPULAN
Validitas adalah kemampuan suatu alat ukur untuk mengukur
sasaran ukurnya. Validitas dibedakan atas: validitas isi mengkaji
kepadanan sampel yang terdapat dalam suatu instrumen; validitas
konstruk mengkaji sifat-sifat psikologis yang dapat menjelaskan
perbedaan-perbedaan responden dalam hal keragaman pencapaian
skor tes dalam instrumen tertentu; dan validitas relasi kriteria
membandingkan skor responden dengan satu atau lebih variabel
eksternal.
Abstract
The analyzed result shows abbreviation types in .... are
shortening and acronym. The analysis of abbreviations produces
(a) the same shortening for difference prolongation, b) different
shortening for same prolongation, c) shortening that cause
ambiguity, d) shortening for foreign language terminology, e)
shortening for regional laguage terminology. The analysis shows
that the obbrevations for the names of places are consistent,
i.e. they always use capital letters.
I. PENDAHULUAN
Bahasa mempunyai fungsi yang sangat penting di dalam tataran
kehidupan bermasyarakat. Fungsi-fungsi bahasa tersebut, antara
lain adalah, (1) sebagai wahana komunikasi antara nggota
masyarakat, melalui bahasa anggota masyarakat mengomunikasikan
pendapat antarsesama, (2) sebagai penyimpan pengetahuan, dan
(3) sebagai cermin keadaan lingkungan sosial. Dengan fungsi-fungsi
semacam itu, dapat dikatakan bahwa selama manusia hidup, tidak
akan pernah lepas dari bahasa.
*) Lydia Irawati, S.S adalah Staf Balai Bahasa Bandung, Dosen STIMIK AMIK Bandung
1. Internet
Internet adalah jaringan luas dari komputer, yang lazim disebut
dengan worldwide network. Teknologi internet merupakan salah
satu teknologi yang sangat menunjang dalam pemberian
informasi. Saat ini perkembangan internet sangat pesat.
Aksesnya mudah didapat dan aplikasinya pun mudah digunakan
oleh pemakai yang tidak mengerti komputer sekali pun. Pemakai
dapat menggunakan fasilitas internet di rumah, yaitu dengan
fasilitas telepon yang ada. Selain itu, fasilitas internet mudah
didapat di kota-kota besar, seperti adanya warung internet
(warnet) yang marak di mana-mana.
2. Pola Kedua
Pola kedua adalah akronim yang unsur-unsurnya terdiri atas
huruf-huruf besar. Huruf-huruf besar yang membentuknya
terdiri atas huruf-huruf awal kata yang membentuknya,
misalnya ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia),
LAN (Lembaga Administrasi Negara), ASI (Air Susu Ibu).
3. Pola ketiga
Pola ketiga adalah singkatan yang terdiri atas huruf-huruf
kecil. Singkatan tersebut berasal dari huruf-huruf awal kata.
Dalam pembentukannya kita harus menggunakan tanda titik
di antara huruf-huruf pembentuk singkatan itu, misalnya: a.n.
(atas nama), u.b. (untuk beliau), u.p. (untuk perhatian).
4. Pola Keempat
Pola keempat adalah singkatan yang terdiri atas huruf–huruf
kecil, yang dibentuk dari huruf awal kata yang
membentuknya. Singkatan itu terdiri atas tiga huruf kecil
dan dibubuhi tanda titik pada akhir singkatan, misalnya dll.
(dan lain-lain), dsb. (dan sebagainya).
5. Pola Kelima
Pola kelima adalah singkatan yang berupa akronim dari nama
badan atau nama diri. Singkatan ini terdiri atas huruf-huruf
6. Pola Keenam
Akronim pada pola keenam ini adalah akronim yang
seluruhnya ditulis dengan huruf kecil, misalnya: tilang (bukti
pelanggaran), rudal (peluru kendali).
7. Pola Ketujuh
Pola ketujuh adalah singkatan pada gelar kesarjanaan dan
sapaan. Singkatan pada pola ketujuh ini merupakan
singkatan yang khusus karena wujudnya dapat berupa
singkatan yang terdiri atas huruf-huruf awal kata dan dapat
pula berbentuk akronnim seperti pola kelima. Yang
membedakannya adalah pada pola ketujuh ada penggunaan
tanda baca titik. Singkatan pada pola ketujuh ini
menggunakan tanda titik pada setiap huruf besar hasil
singkatan, misalnya S.H. (Sarjana Hukum), M.Hum (Magister
Humaniora).
8. Pola Kedelapan
Pola kedelapan adalah pola singkatan yang berhubungan
dengan lambang kimia, ukuran, takaran, timbangan, dan
besaran.Singkatan pada pola ini tidak dibenarkan untuk
menggunakan tanda titik, misalnya Rp (rupiah), cm
(sentimeter), kg (kilogram).
9. Pola Kesembilan
Singkatan yang termasuk dalam pola kesembilan ini disebut
sebagai “bentuk singkat”. Sebagian besar kata-kata berasal
dari bahasa asing. Dalam bentuk singkat ini tidak diperlukan
tanda titik, misalnya lab (laboratorium), Café (cafetaria),
memo (memorandum).
4. Pemakaian Akronim
1) Akronim yang Berasal dari Awal Huruf Setiap Kata
Pemendekan huruf awal dari setiap kata yang dilafalkan
sebagai sebuah kata disebut akronim. Jenis akronim tersebut
hanya sedikit ditemukan dalam data media chatting dan SMS.
.
III. KESIMPULAN
Singkatan dan akronim dibentuk lebih sering oleh faktor pragmatik
daripada fonologis. Oleh karena itu, pemakai bahasa sangat berperan
dalam pembentukan singkatan tersebut.