Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying
capacity). 1
Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin,
hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai
adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit.1
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong
(depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan
hemoglobin berkurang. Anemia bentuk ini merupakan bentuk anemia yang sering
ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan
sekitar 30 % penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya
merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan
di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi
yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah, dan investasi parasit yang
merupakan masalah endemik. Saat ini di Indonesia anemia defisiensi besi
merupakan salah satu masalah gizi utama disamping kurang kalori protein, vitamin
A dan Yodium.2
Anemia defisiensi besi merupakan penyakit darah yang paling sering pada
bayi dan anak, serta wanita hamil. Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa,
defisiensi besi dapat terjadi bila jumlah yang diserap untuk memenuhi kebutuhan
tubuh terlalu sedikit, ketidakcukupan besi ini dapat diakibatkan oleh kurangnya
pemasukan zat besi, berkurangnya zat besi dalam makanan, meningkatnya
kebutuhan akan zat besi. Bila hal tersebut berlangsung lama maka defisiensi zat
besi akan menimbulkan anemia.2-8

1
Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam
penyimpanan dan penangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa
enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter
dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi. Dengan
demikian, kekurangan besi mempunyai dampak yang merugikan bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh,
menurunkan konsentrasi belajar dan mengurangi aktivitas kerja serta
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas bagi janin dan ibu.2,5
Anemia defisiensi besi hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit
yang mendasarinya, sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian
penting dari pengobatan.1.
Prinsip pengobatan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor
penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat
besi. Sekitar 80-85 % penyebab anemia defisiensi besi dapat diketahui sehingga
penanganannya dapat dilakukan dengan tepat.2
Anemia megaloblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan
sintesis DNA dan ditandai oleh sel megaloblasti. Sel-sel yang pertama dipengaruhi
adalah yang secara relatif mempunyai sifat perubahan yang cepat, terutama sel-sel
awal hematopoietik dan epitel gastrointestinal. Pembelahan sel terjadi lambat.
tetapi perkembangan sitoplasmik normal, sehingga sel-sel megaloblastik
cenderung menjadi besar dengan peningkatan rasio dari RNA terhadap DNA. Sel-
sel awal pendahulu eritroid megaloblastik cenderung dihancurkan dalam sumsum
tulang. Dengan demikian selularitas sumsum tulang sering meningkat tetapi produksi
sel darah merah berkurang, dan keadaan abnormal ini disebut dengan istilah
eritropoiesis yang tidak efektif (ineffective erythropoiesis). Kebanyakan anemia
megaloblastik disebabkan karena defisiensi vitamin B12 (kobalamin) dan atau asam
folat.2

I.2. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini antara lain untuk mengetahui definisi, etiologi,
patologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding, terapi dan

2
prognosis anemia defisiensi terutama anemia defisiensi besi dan anemia defisiensi
asam folat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
II.1. Anemia Defisiensi Besi
A. Definisi
Anemia adalah kadar hemoglobin di bawah normal, patokan WHO (1972)
untuk anak sampai umur 6 tahun kadar Hb di bawah 11.0 g/dl dan untuk anak
umur di atas 6 tahun kadar Hb di bawah 12 g/dl dianggap menderita anemia.3
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong
(depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan
hemoglobin berkurang.
Beberapa istilah 3,4,6
Mean corpuscular volume (MCV) = nilai hematokrit × 10
Jumlah eritrosit (juta/mm3)
Normal: 76-96 cμ. MCV <76 cμ disebut mikrositik, sedangkan bila > 96 cμ disebut
makrositik.
Mean corpuscular hemoglobin (MCH) = nilai Hb × 10
Jumlah eritrosit (juta/mm3)
Normal: 27-32 μμg. Bila MCH < 27 μμg disebut hipokrom, sedangkan bila > 32
μμg disebut hiperkromik ( istilah hiperkromik ini sekarang sudah tidak digunakan
lagi , karena biasanya normokromik).
Mean corpuscular haemoglobin concentration (MCHC) = Nilai Hb (g%)×100
Nilai hematokrit
Normal : 32-37 % . bila MCHC <32 % disebut hipokromik, sedangkan bila > 37 %
disebut hiperkromik
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada bayi, hal yang sama juga
dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja. (1,2,4,5) Angka kejadian anemia
defisiensi besi pada anak usia sekolah (5-8 tahun ) di kota sekitar 5,5% anak
praremaja 2,6 % dan gadis remaja yang hamil 26%. Di Amerika serikat sekitar 6%
anak berusia 1-2 tahun dikatahui kekurangan besi, 3% menderita anemia. Lebih
kurang 9% gadis remaja di Amerika serikat kekurangan besi dan 2% menderita

4
anemia, sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang
saat pubertas.2,3
Prevalensi Anemia defisiensi besi lebih tinggi pada anak kulit hitam
dibanding kulit putih. Keadan ini mungkin berhubungan dengan status sosial
ekonomi anak kulit hitam lebih rendah.2
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia prevalensi
anemia defisiensi besi pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun
1992 prevalensi anemia defisiensi besi pada anak balita di Indonesia adalah
55,5%. 2

C. METABOLISME ZAT BESI


Perkembangan metabolisme zat besi dalam hubungannya dengan
homeostatis besi dapat dimengerti dengan baik pada orang dewasa, sedangkan
pada anak diperkirakan mengalami hal yang sama seperti pada orang dewasa. Zat
besi bersama dengan protein (globin) dan protoporfirin mempunyai peranan yang
penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu besi juga terdapat dalam
beberapa enzim dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter, dan
proses katabolisme. Kekurangan zat besi akan memberikan dampak yang
merugikan terhadap sistem saluran pencernaan, susunan saraf pusat,
kardiovaskuler, imunitas dan perubahan tingkat seluler. Jumlah zat besi yang
diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi dalam makanan, bioavailabilitas
besi dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa usus. Di dalam tubuh orang
dewasa mengandung zat besi sekitar 55 mg/kgBB atau sekitar 4 gram. Lebih
kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk hemoglobin, 30% sebagai cadangan
dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan 3% dalam bentuk mioglobin, hanya
sekitar 0,07% sebagai transferin dan 0,2% sebagai enzim. Bayi baru lahir dalam
tubuhnya mengandung zat besi sekitar 0,5 gram. 2,3,6,8
Ada dua cara penyerapan besi zat besi dalam usus, yang pertama adalah
penyerapan dalam bentuk non heme ( sekitar 90% berasal makanan), yaitu besinya
harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk yang kedua

5
adalah bentuk heme (sekitar 10% berasal dari makanan) besinya dapat langsung
diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung atau zat
makanan yang dikonsumsi.2
Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar. Di dalam
lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri (Fe 3+) oleh pengaruh asam
lambung (HCL) vitamin C, asam amino. Di dalam usus halus, ion feri diubah
menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion fero inilah yang kemudian diabsorpsi
oleh mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan feritin dan
sebagian masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein yang disebut
transferin. Selanjutnya transferin ini akan dipergunakan untuk sintesis hemoglobin.
Sebagian transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron pool. Ion
fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama bila makanan
mengandung vitamin dan fruktosa yang akan membentuk suatu kompleks besi
yang larut, sedangkan fosfat, oksalat dan fitat menghambat absorpsi besi. 1,3,5
Fe dalam makanan

HCL
Lambung FeX Fe +++

Usus Fe++ Fe+++

Sel mukosa: (mikrovilli) Fe ++ Feritin

Palsma Transferin labile iron pool


Sumsum tulang Sintesis Hb dalam pembentukan sel
darah merah
Bagan metabolisme besi
Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada
pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke
dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesa hemoglobin. Jadi dalam

6
tubuh normal kebutuhan akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi melalui urin,
tinja, keringat, sel kulit yang terkelupas dan karena perdarahan (menstruasi) sangat
sedikit. Oleh karena itu pemberian besi yang berlebihan dalam makanan dapat
mengakibatkan terjadinya hemosiderosis.6
Pengeluaran besi dari tubuh yang normal ialah : bayi 0,3-0,4 mg/hari, anak
4-12 tahun 0,4-2,5 mg/hari, laki-laki dewasa 1,0-1,5 mg/hari, wanita dewasa 1,0-
2,5 mg/hari, wanita hamil 2,7 mg/hari. Kebutuhan besi dari bayi dan anak jauh
lebih besar dari pengeluarannya , karena dipergunakan untuk pertumbuhan.
Kebutuhan rata-rata seorang anak 5 mg/hari, tetapi bila terdapat infeksi dapat
meningkat sampai 10 mg/hari.6
Didalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang
bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati.
Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih
sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel kupfer
hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi
untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. 2

D. FISIOLOGI PRODUKSI HEMOGLOBIN2


Eritropoitin adalah pengatur hormon primer dan merupakan produksi sel
darah merah (SDM). Pada fetus, eritropoitin dihasilkan dari monosit/makrofag di
hati. Setelah lahir, eritropoitin diproduksi oleh sel-sel peritubular ginjal. Dalam
differensiasi sel darah merah , kondensasi material inti sel merah, menghasilkan
hemoglobin sehingga jumlahnya mencapai 90% dari masa sel darah merah.
Normalnya sel darah merah dapat bertahan sekitar 120 hari, sementara
abnormalnya SDM dapat bertahan hanya selama 15 hari.
Setelah eritrosit berumur ± 120 hari fungsinya kemudian menurun dan
selanjutnya dihancurkan didalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami
proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi
menjadi bilirubin, sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti
siklus seperti diatas atau tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas
eritropoisis.

7
E. ETIOLOGI
Menurut patogenesisnya terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan
oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi , kebutuhan besi yang
meningkat dan jumlah yang hilang.
Kekurangan besi dapat disebabkan: 2-8
1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
 Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa
remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden
ADB meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali
dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat
lahir, bayi prematur dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun
berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi
mencapai 3 kali dibanding saat lahir.
 Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah
kehilangan darah lewat menstruasi.
 Infeksi
2. Kurangnya besi yang diserap.
 Masuknya besi dari makanan yang tidak adekuat
Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan makanan
yang banyak mengandung besi. Bayi cukup bulan akan menyerap lebih
kurang 200 mg besi dalam satu tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama
digunakan untuk pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI ekslusif jarang
menderita kekurangan besi dalam 6 bulan pertama. Hal ini besi yang
terkandung di dalam ASI lebih mudah diserap dibandingkan susu yang
terkandung susu formula.
Diperkirakan sekitar 40% besi dalam ASI diabsorpsi bayi, sedangkan dari
PASI hanya 10% besi yang dapat diabsorpsi.

8
 Malabsorpsi besi
Keadan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya
mengalami perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang
telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun
penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan
berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian
atas usus halus, tempat utama peryerapan besi heme dan non heme.
3. Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting
terjadinya Anemia Defisiensi Besi. Kehilangan darah akan mempengaruhi
keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan
kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/hari (1,5-2 mg besi )
dapat mengakibatkan keseimbangan negatif besi.
Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induce
enterohepathy, ulkus peptikum karena obat-obatan ( asam asetil salisilat,
kertikosteroid, indometasin, obat AINS) dan infestasi cacing (Ancylostoma
doudenale dan Necator americanus) yang menyerang usus halus bagian
proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus.
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan
ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.
5. Hemoglobinuria.
Pada keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup
jantung buatan. Pada paroxysmal Nokturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan
besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mh/hari.

6. Iatrogenic blood loss


Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan
laboratorium berisiko menderita ADB.
7. Idiopatthic pulmonary hemosiderosis

9
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru
yang hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul.
Keadaan ini dapat berulang menyebabkan kadar Hb menururn drastis hingga
1,5-3 g/dl dalam 24 jam.
8. Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang berolah raga berat seperti olah raga lintas alam, sekitar
40% remaja perempuan dan 17 % remaja laki-laki feritin serumnya < 10 ug/dl.
Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia hilang
timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.
Ditinjau dari segi umur penderita, etiologi anemia defisiensi besi dapat
digolongkan menjadi: 5,6
1. Bayi di bawah usia 1 tahun.
a. Kekurangan depot besi dari lahir, misalnya pada prematuritas, bayi
kembar, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang anemia, pertumbuhan cepat.
b. Pemberian makanan tambahan yang terlambat, yaitu karena bayi
hanya diberi ASI saja.
2. Anak umur 1-2 tahun
a. Infeksi yang berulang/menahun sepert enteritis, bronkopneumonia.
b. Masukan besi kurang karena tidak mendapat makanan tambahan
( hanya minum susu).
c. Malabsorbsi.
3. Anak umur lebih dari 5 tahun- masa remaja
a. Kehilangan darah kronis karena infestasi parasit (amubiasis,
ankilostomiasis).
b. Diet yang tidak adekuat.
c. Menstruasi berlebihan.
F. PATOFISIOLOGI2
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap

10
akan menyebabkan cadangan besi yang berkurang. Ada tiga tahap dari anemia
defisiensi besi, yaitu:

1. Tahap petama.
Tahap ini disebut iron depletion atau iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan
fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan
absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain
untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.

2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erytropoietin
atau iron limited erytropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk
menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratoium diperoleh nilai
besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron
binding capacity (TIBC) meningkat dan free erytrocyt porphyrin (FEP)
meningkat.

3. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagagi iron deficiency anemia. Keadaan ini
terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb.

Tabel tahapan kekurangan besi.


Hb Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 menurun jelas
Normal sedikit (mikrositik/hipokrom)

11
menurun
Cadangan besi (mg) <100 0 0
Fe serum (ug/dl normal <60 <40
TIBC (ug/dl) 360-390 >390 >410
Saturasi tansferin(%) 20-30 <15 <10
Feritin serum (ug/dl) <20 <12 <12
Sideroblas (%) 40-60 <10 <10
FEP(Ug/dl SDM >30 <100 >200
MCV Normal normal Menurun

Dikutip dari Lukens (1995), Hillman (1995)

G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis anemia adalah lemah dan mudah capai atau lelah, berdebar-
debar, cepat marah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, bentuk kuku konkaf
(spoon- shape nail), glossitis, atropi papila lidah mengakibatkan lidah tampak
pucat, licin mengkilat, mera daging, dan meradang, sakit kepala pada bagian
frontal, tidak panas, kulit pucat merupakan tanda yang penting pada defisiensi
besi, kulit pucat berlangsung kronis, Sklera berwarna biru juga sering, meskipun
ini juga ditemukan pada bayi normal.

Gambar 3. Kuku sendok (koilonychia) pada jari tangan seorang pasien anemia
defisiensi besi.7
Pada defisiensi ringan sampai sedang (Hb 6-10 g/dl) mekanisme kompensasi,
seperti kenaikan 2, 3-difosfogliserat (2,3-DPG) dan pergeseran kurva disosiasi
oksigen, mungkin demikian efektif sehingga sedikit saja keluhan anemia timbul,

12
meskipun mungkin ada kenaikan iritabilitas. Bila Hb menurun sampai di bawah 5
gr/dl, iritabilitas dan anoreksia mencolok. Takikardia dan dilatasi jantung terjadi,
dan bising sistolik sering ada. Limpa teraba membesar pada 10-15% penderita.
Pada kasus menahun, dapat terjadi pelebaran diploe tulang tengkorak yang mirip
dengan yang telihat pada anemia hemolitik kongenital.
Defisiensi besi dapat mempengaruhi fungsi neurologis dan intelektual.
Monoamin oksidase (MAO), merupakan suatu enzim yang tergantung pada besi
dan hormon dan berperan penting dalam reaksi neurokimia di susunan saraf pusat.
Defisiensi besi menyebabkan penurunan aktivitas enzim seperti katalase dan
sitokrom. Katalase dan peroksidase mengandung besi, tetapi kepentingan
biologiknya belum dikatahui benar.

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorim
yang meliputi pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit,
ditambah pemeriksaan indeks eritrosit, retikulosit, morfologi darah tepi dan
pemeriksaan status besi (Fe serum, total iron binding capacity (TIBC), saturasi
transferin, FEP, feritin), dan apus sumsum tulang.
Menentukan adanya anemia dengan pemeriksaan kadar Hb dan atau PCV
merupakan hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut
dalam menegakkan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH
dan MCHC menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit
biasanya normal, pada keadaan berat karena perdarahan jumlahnya meningkat.
Gambaran morfologi darah tepi ditemukaan keadaan hipokromik, mikrositik,
anisositosis dan poikolisitiosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit,
mikrosit dan sel fragmen).

13
Gambar 4. Hapusan darah tepi pasien anemia defisiensi besi, menunjukkan
anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis (A). Tampak
beberapa sel pencil (panah), bandingkan dengan hapusan darah tepi normal di
sebelahnya (B).7
Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama
terjadi granulositopenia. Pada keadaan ini disebabkan infestasi cacing sering
ditemukan eosinofilia.
Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali dari nilai normal, trombositosis hanya
dapat terjadi pada penderita dengan perdarahan yang massif. Kejadian
trombositopenia dihubungkan dengan anemia yang sangat berat. Namun demikian
kejadian trombositosis dan trombositopenia pada bayi dan anak hampir sama,
yaitu trombositosis sekitar 35% dan trombositpenia 28%.
Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan
TIBC meningkat, Pemeriksaan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang
terikat pada transferin , sedangkan TIBC untuk mengetahui jumah transferin yang
berada dalam sirkulasi darah. Perbandingan antara Fe serum dan TIBC (saturasi
transferin) yang dapat diperoleh dengan cara menghitung Fe serum:TIBC x 100%
merupakan suatu nilai yang menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang
dan penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara plasma dan
cadangan besi dalam tubuh. Bila saturasi transferin (ST) <16 menunjukkan suplai
besi yang tidak adekuat untuk mendukung eritropoisis. ST < 7% diagnosis ADB

14
dapat ditegakkan, sedangkan pada kadar ST 7-16% dapat dipakai untuk
mendiagnosis ADB bila didukung oleh nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan
lainnya.
Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang
dapat diketahui kadar Free Erytrcyte Protopoephyrin (FEP). Pada pembentukan
eritrosit akan dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk membentuk
heme. Bila penyediaan besi tidak adekuat menyebabkan terjadinya penumpukan
porfirin di dalam sel. Nilai FEP >100 ug/dl eritrosit menunjukan adanya ADB.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya ADB lebih dini. Meningkatnya FEP
disertai ST yang menurun merupakan tanda ADB yang progresif.
Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahui dengan memeriksa kadar
feritin serum. Bila kadar feritin < 10-12ug/dl menunjukan telah terjadi penurunan
cadangan besi dalam tubuh.
Pada pemeriksaan apusan tulang dapat ditemukan gambaran yang khas
ADB yaitu hiperplasia sistem ertropoitik dan berkurangnya hemosiderin. Unutuk
mengetahui ada atau tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaan Prussian
blue.

I. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan
gejala klinis yang sering tidak khas. Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai
untuk menentukan ADB:
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:
1. Kadar HB kurang dari normal sesuai usia
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N:32-35%)
3. Kadar Fe serum <50 ug/dl (N:80-180ug/dl)
4. Saturasi Transferin <15% (N:20-50%)
Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen
1. Anemia hipokrom mikrositik

15
2. Saturasi transferin < 16%
3. Nilai FEP > 100 % Ug/dl eritrosit
4. Kadar feritin serum<12 ug/dl
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria ( ST, feritin serum dan FEP
) harus dipenuhi.
Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:
1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan
kadar MCV, MCH dan MCHC yang menurun Red cell distribution width
(RDW) > 17%
2. FEP meningkat
3. Feritin serum menurun
4. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST <16%
5. Respon terhadap pemberian preparat besi
 Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi
 Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl/hari atau PCV
mmeningkat 1%/hari
6. Sumsum tulang
 Tertundanya maturasi sitoplasma
 Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang
Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian
preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis
dengan melihat respons hemoglobin terhadap pemberian preparat besi. Bila
dengan pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu
terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan bahwa yang
bersangkutan menderita ADB.

J. DIAGNOSIS BANDING
1. Talassemia minor
2. Anemia penyakit kronis
3. Keracunan timbal

16
4. Anemia sideroblastik.

K. PENATALAKSANAAN2
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar
80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan
dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral.
Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian
parenteral, pemberian secara parentertral dilakukan pada pendertita yang tidak
dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara
peroral karena ada gangguan pencernaan.
Pemberian preparat besi peroral
Garam ferrous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri,
preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat, yang sering
dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya yang lebih murah, ferrous glukonat,
ferrous fumarat dan ferrous suksiant diabsorpsi sama baiknya tetapi lebih mahal.
Untuk bayi preparat besi berupa tetes (drop). .2-4
Untuk dapat mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6
mg besi elemental/kgBB/hari. Dosis yang diajurkan untuk remaja dan orang
dewasa adalah 60 mg elemen zat besi perhari pada kasus anemia ringan, dan 120
mg/hari (2 Х 60 mg) pad anemia sedang sampai berat. Dosis yang dianjurkan
untuk bayi dan anak-anak adalah 3 mg/kgBB/hari.2,5
Pada wanita hamil, pemberian folat (500μg) dan zat besi (120 mg) akan
bermanfaat, sebab anemia pada kehamilan biasa diakibatkan pada defisiensi ke
dua zat gizi tersebut. Tablet kombinasi yang cocok, mengandung 250 μg folat dan
60 mg zat besi, dimakan 2 kali sehari.
Efek samping pemberian zat besi peroral dapat menimbulkan keluhan
gastrointestinal berupa rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah dan diare.Sebagai
tambahan zat besi yang dimakan bersama dengan makanan akan ditolelir lebih

17
baik dari pada ditelan pada saat peut kosong, meskipun jumlah zat besi yang
diserap berkurang.2
Pemberian preparat besi parenteral
Pemberian besi secara intra muscular menimbulkan rasa sakit dan
harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi.
Oleh karena itu, besi parenteral diberikan hanya bila dianggap perlu, misalnya :
pada kehamilan tua, malabsorpsi berat, radang pada lambung. Kemampuan untuk
menaikan kadar Hb tidak lebih baik dibandingkan peroral.Preparat yang sering
dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ml.
Dosis dapat dihitung berdasarkan:
Dosis besi (mg) = BB (kg) Х kadar Hb yang diinginkan (g/dl ) Х 2,5
Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada
keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat
mempengaruhi respons terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu
secepatnya, lebih akan membahayakan kerana dapat menyebabkan hipovolemia
dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah
yang cukup untuk menaikan kadar Hb sampai tingkat aman sampai menunggu
respons terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb
<4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB persatu kali pemberian
disertai pemberian diuretic seperti furesemid. Jika terdapat gagal jantung yang
nyata dapat dipertimbangkan pemberian transfusi tukar mengguanakan PRC yang
segar.

L. PROGNOSIS
Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi
saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang

18
adekuat. Gejala anemia dan menifestasi klinis lannya akan membaik dengan
pemberian preparat besi
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa
kemungkinan sebagai berikut:
 Diagnosis salah
 Dosis obat tidak adekuat
 Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
 Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak
berlangsung menetap.
 Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi
(seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid,
penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)
 Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang
berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap
besi.)

II.2. Anemia Defisiensi Asam Folat


A. Definisi
Anemia defisiensi Asam Folat adalah anemia yang terjadi karena tubuh

19
kekurangan asam folat. Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang berhubungan
dengan unsur makanan yang sangat diperlukan bagi tubuh. Peran utama dari
asam folat dan vitamin B 12 ialah dalam metabolisme intraselular. Bila kedua zat
tersebut mengalami defisiensi, akan menghasilkan tidak sempurnanya sintesa
DNA. Hematopoiesis sangat sensitif pada defisiensi vitamin tersebut, dan gejala
awal ialah anemia megaloblastik.6

A. Epidemiologi
Anemia defisiensi besi sampai saat ini masih merupakan masalah nutrisi di
seluruh dunia terutama di negara berkembang dan diperkirakan 30% penduduk
dunia menderita anemia dan lebih dari setengah menderita ADB.1,2,3 WHO
(1968) menyatakan ADB pada bayi dan anak di negara sedang berkembang
dihubungkan dengan kemiskinan, malnutrisi, infeksi malaria, infestasi cacing
tambang, HIV, defisiensi vitamin A dan asam folat.13

B. Etiologi
Etiologi anemia defisiensi asam folat
1. Kekurangan makanan
Misalnya pada kehamilan dapat terjadi anemia megalobalstik yang
disebabkan karena diet yang kurang, sedangkan kebutuhan asam folat dari
janin bertambah
2. Gangguan asam folat
Misalnya pada steatore idiopatik, tropical sprue, dan beberapa penyalit
gastrointestinal lainnya
3. Obat yang bersifat antagonistic terhadap asam folat
Misalnya metrotreksat, 6-merkaptopurin, pirimetamin, derivate barbiturate.
12

C. Patofisiologi

20
Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik.
Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang
penting sekali untuk metabolisms inti sel. DNA diperlukan untuk mitosis
sedangkan RNA digunakan untuk pematangan sel. JadI bila ter dapat
kekurangan asam folat, banyak sel yang antri untuk memperoleh DNA agar
dapat membelah. Tampak eritropoesis meningkat sampai 3 kali normal. 6
Jumlah asam folat di dalam tubuh 6-10 mg (4-6 mg terdapat dalam
hati), sedangkan kebutuhan setiap hari hanya kira-kira 50µg. Sumber asam
folat dalam makanan ialah hati, ginjal, sayur-mayur hijau dan ragi. Hampir semua
susu mempunyai kadar asam folat yang rendah. Susu kambing mempunyai
kadar asam folat dan vitamin B12 yang rendah.6
Absorbsi dari asam folat terutama terjadi di usus halus bagian proksimal
dan tidak tergantung pada factor instrinsik seperti pada vitamin B12. Defisiensi
asam folat lebih umum terjadi dibandingkan dengan defisiensi B12 (kobalamin).
Asam folat lebih cepat disimpan dan dihancurkan jika dibandingkan dengan
kobalamin, tanpa diet yang tepat akan terjadi anemia megaloblastik.
Sebelum asam folat menjadi aktif, mula-mula harus direduksi
dulu menjadi dihidrofolic acid (DHFA) dan kemudian menjadi
tetrahydrofolic acid (THFA). Selanjutnya dari THFA direduksi menjadi
N5 formyl THFA (faktor sitrovorum). Reaksi yang terakhir
memerlukan suatu reaksi disosiasi antara form iminoglutamic acid
(FIGLU) dan asam glutamat. Kelebihan FIGLU didalam darah akan
dikeluarkan bersama urin (gambar di bawah ini)

FOLIC ACID

DHFA

THFA FIGLU

21
N5 – FORMYL THFA GLUTAMIC ACID
Gambar Metabolisme asam folat.5
Di dalam percobaan seorang laki-laki dewasa sehat yang diberi diet
defisiensi asam folat, akan terjadi :
1. Penurunan kadar asam folat dalam serum pada minggu ke-3
2. Hipersegmentasi neutrofil pada minggu ke-7
3. Ekskresi FIGLU dalam urin meningkat pada minggu ke-13.
4. Aktifitas folat dalam eritrosit menurun pada hari ke-123
5. Makroovalositosis pada hari ke-127
6. Sumsum tulang megaloblastik pada hari ke-134
7. Anemia pada hari ke-137
Aktifitas asam folat menurun dapat disebabkan oleh
1. Kekurangan masukan
Misalnya anemia megaloblastik pada bayi yang umumnya disebabkan
karena pemberian susu tanpa pemberian makanan tambahan secu -
kupnya. Anemia megaloblastik pada kehamilan umumnya disebab kan
karena diet yang kurang, sedangkan kebutuhan asam folat dari janin
bertambah
2. Gangguan absorbsi
Misalnya pada steatore idiopatik, tropical spree, penyakit seliak dan
beberapa penyakit gastrointestinal lainnya.
3. Obat yang bersifat antagonistik terhadap asam folat. Misalnya
metotreksat, 6-merkaptopurin, pirimetamin, derivat barbiturat dan
sebagainya. 6
D. Gambaran klinis
Pada pemeriksaan jasmani hanya terdapat anemia tanpa ikterus. Hepar
dan limpa tidak membesar, pada jantung mungkin dapat didengar murmur
sistolik. Dengan demikian dari segi klinis tidak ber beda dengan anemia
defisiensi besi.6
Dibawah ini adalah gejala klinis anemia defisiensi asam folat, walaupun

22
pada setiap anak dapat timbul gejala klinis yang berbeda-beda. Gejalanya antara
lain : 12
- Penderita tampak pucat
- Nafsu makan menurun
- Iritabilitas
- Mudah lelah
- Diare
- Susah berjalan
- Rasa baal di atangan dan kaki
- Lidah lembek
- Lemah otot
E. Pemeriksaan laboratorium.
Kadar hemoglobin rendah dan gambaran darah tepi makrositik (MCV
lebih dari 96 cµ), serta terdapat hipersegmentasi neutrofil. Aktifitas asam folat
dalam serum rendah (normal 2,1-2,8 ng/ml) dan bila aktifitas asam folat lebih
rendah dari 3 ng/ml, maka pemeriksaan FIGLU dalam urin akan positif.
Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritripoetik yang megaloblastik,
granulopoetik dan trombopoetik menunjukkan hipersegmentasi dan sel raksasa. 6
F. Pengobatan
Pada anemia defisiensi asam folat terapi yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan intake asam folat. Biasanya dengan mengkonsumsi suplemen
asam folat sebanyak 1 mg setiap hari akan mengurangi anemia dalam 5 sampai 7
hari. Terapi bisa dilanjutkan sampai asam folat terdapat dalam tubuh dalam
jumlah yang tepat biasanya hal ini terjadi dalam 1 minggu sampai 2 bulan.
Pengobatan anemia defisiensi asam folat akan sangat berbahaya jika pada
penderita tersebut juga terdapat anemia defisiensi B12 karena defisiensi vitamin
B12 dapat mengakibatkan kerusakan pada system saraf. Pasien yang diberikan
terapi anemia defisiensi asam folat padahal bukan penderita penyakit tersebut
pada awalnya akan terlihat membaik karena gejala klinis yang berkurang. Di lain

23
pihak terjadi kerusakan system saraf akibat diagnose sebenarnya yaitu anemia
defisiensi B12 terlewat. 12
Jika asam folat sudah terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang cukup
pasien harus tetap menjaga jumlah asam folat dalam tubuh dengan
mengkonsumsi asam folat dalam jumlah yang cukup banyak, seperti yang
terdapat pada buah jeruk dan sayur-sayuran hijau. Pada penderita penyakit kronis
seperti anemia hemolitik, hipertiroid dan gagal ginjal kronik harus
mengkonsumsi suplemen asam folat sepanjang hidupnya. 12
Pemerintah Amerika Serikat membuat panduan diet seperti dibawah ini:

Rekomendasi asupan asam folat:.112

Kategori Umur Jumlah asam folat


Bayi 0 sampai 6 bulan 65 micrograms (mcg)
7 sampai 12 bulan 80 mcg
Anak-anak 1 sampai 3 tahun 150 mcg
4 sampai 8 tahun 200 mcg
Laki-laki 9 sampai 13 tahun 300 mcg
Diatas 13 tahun 400 mcg
Perempuan 9 sampai 13 tahun 300 mcg
Diatas 13 tahun 400 mcg

Makanan yang mengandung asam folat 12

Makanan Saran penyajian Jumlah asam folat


Asparagus segar ½ gelas 100 micrograms (mcg)
Broccoli matang ½ gelas 50 mcg
Kacang hijau rebus ½ gelas 50 mcg
Hati 3 oz 100 mcg

24
Sereal sarapan pagi 1 gelas 100 mcg
Jeruk 1 biji 40 mcg
Jus jeruk 1 gelas 100 mcg
Bayam segar 1 gelas 100 mcg
gandum ¼ gelas 100 mcg

Nb : Sayuran matang cenderung menjadi lebih kecil. Satu gelas sayuran masak lebih
berat daripada 1 gelas sayuran mentah maka dari itu jumlah asam folatnya masing-
masing berbeda. Sebaiknya mengkonsumsi sayuran mentah atau yang dikukus karena
proses memasak menghilangkan asam folat dalam sayuran tersebut. Jus jeruk atau jus
kaya vitamin c lainnya dapat meningkatkan jumlah asam folat yang dapat diserap
oleh tubuh. Multivitamin jarang mengandung asam folat.

BAB III
KESIMPULAN
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong
(depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

25
hemoglobin berkurang
Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada bayi, hal yang sama juga
dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja. Menurut patogenesisnya
terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi,
diit yang mengandung besi , kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang
hilang.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan
gejala klinis yang sering tidak khas.
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat
besi.Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi
saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang
adekuat
Anemia defisiensi Asam Folat adalah anemia yang terjadi karena tubuh
kekurangan asam folat.
Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang berhubungan dengan unsur
makanan yang sangat diperlukan bagi tubuh. Kekurangan asam folat akan
mengakibatkan anemia megaloblastik.
Jumlah asam folat di dalam tubuh 6-10 mg (4-6 mg terdapat dalam
hati), sedangkan kebutuhan setiap hari hanya kira-kira 50µg.
Absorbsi dari asam folat terutama terjadi di usus halus bagian proksimal
dan tidak tergantung pada factor instrinsik seperti pada vitamin B12.
Pada anemia defisiensi asam folat terapi yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan intake asam folat

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo W.,Setyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati S.,Editor. Pendekatan


terhadap Pasien Anemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi III.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2006; hal 632-636.
2. Permono B.,Sutaryo.,Ugrasena., Anemia Defisiensi Besi, dalam buku ajar
hematology – oncology , Badan penerbit IDAI: Jakarta, 2005; hal 30-42.
3. Behram K. A., Anemia defisiensi besi, Ilmu Kesehatan Anak, Nelson, Vol 2, ed.
15 bahasa Indonesia, EGC: Jakarta, 2000; hal 1691-1694.

27
4. Hoffbrand,A.V. Anemia defisiensi besi dan anemia hipokrom lain, Dalam :
kapita selekta hematologi. Ed.2, EGC, Jakarta, 1996; hal 28-44.
5. Panduan Pelayanan Medis, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSCM, Februari
2005; hal 1-7.
6. Staf pengajar FKUI, Hematologi, Ilmu kesehatan anak, Penerbit FKUI: Jakarta,
1985.
7. Sudoyo W.,Setyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati S Editor. Anemia
defisiensi besi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi III. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, 2006; hal 644-650
8. Price A, Wilson L, Anemia defisiensi besi, Patofisiologi, ed.4, EGC, Jakarta,
1995; hal 236-237.

9. Mansjoer A, Wardhani W. dkk , Hematologi Anak, Kapita Selekta Kedokteran,


ed. 3, Media Aesculapius FKUI, 2000 : hal 493-494
10. Janet L,Kwiatkowaki,Haidary N.dkk, “Severe iron deficiency anemia in yaoung
children”, The Journal of Pediatrics by Mosby,Inc.1999; p. 514-516.
11. Goerge N, Ioannou, Specter J.dkk, “Prospective Evaluationof Clinical
Guideline for the Diagnosis and Management of Iron Deficiency Anemia”, The
American Journal of Medicine by Excerpta Medica. Inc. 2002 ; p.281-287.
12. Poore R, dkk, Folid acid Defeciency Anemia, last updated March 2, 2007.
Available at www.healthwise.com. Diakses tanggal 4 desember 2008

28
13. Lubis B, Pencegahan anemia sejak bayi sebagai salah satu upaya optimalisasi fungsi
kognitif anak pada usia sekolah. Last updated 02-09-2008. Available at www.elibrary
fk-usu.com. diakses tanggal 6 desember 2008

TUGAS PATOLOGI KLINIK


ANEMIA DEFISIENSI BESI

DISUSUN
O
L
E

29
H

NAMA : LINDA C. ARITONANG


NPM : 206210127

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
MEDAN
2011

30

Anda mungkin juga menyukai