asam nukleotida
Pokok bahasan di dalam bab ini menguraikan struktur molekul dan komponen asam nukleat,
termasuk macam-macam ikatan kimia yang menghubungkan komponen-komponen
tersebut. Selain itu, dijelaskan pula perbedaan struktur antara DNA dan RNA, serta sifat-sifat
fisika-kimia dan spektroskopik-termal asam nukleat, khususnya DNA. Dengan mempelajari
pokok bahasan ini akan diperoleh gambaran mengenai perubahan struktur yang terjadi
pada asam nukleat yang dimanipulasi, dan juga mekanisme manipulasi asam nukleat yang
pada dasarnya berkaitan dengan sifat-sifat fisika-kimianya.
Setelah mempelajari pokok bahasan di dalam bab ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan:
1. struktur molekul dan komponen-komponen asam nukleat, termasuk macam-macam
ikatan kimia yang terdapat di dalamnya,
2. perbedaan struktur antara DNA dan RNA,
3. cara pembacaan sekuens suatu molekul asam nukleat,
4. sifat-sifat fisika-kimia asam nukleat, dan
5. sifat-sifat spektroskopik-termal asam nukleat
Pengetahuan awal yang diperlukan oleh mahasiswa agar dapat mempelajari pokok bahasan
ini dengan lebih baik adalah sejarah penemuan asam nukleat beserta percobaan-percobaan
yang membuktikan bahwa DNA merupakan materi genetik pada sebagian besar organisme
dan RNA merupakan materi genetik pada virus tertentu. Pengetahuan tersebut telah
diperoleh melalui mata kuliah Genetika pada semester VI. Adapun urutan bahasan di dalam
bab ini adalah struktur molekul asam nukleat, sifat-sifat fisika-kimia asam nukleat, dan sifat-
sifat spektroskopik-temal asam nukleat.
Struktur Molekul
Asam nukleat merupakan salah satu makromolekul yang memegang peranan sangat penting
dalam kehidupan organisme karena di dalamnya tersimpan informasi genetik. Asam nukleat
sering dinamakan juga polinukleotida karena tersusun dari sejumlah molekul nukleotida
sebagai monomernya. Tiap nukleotida mempunyai struktur yang terdiri atas gugus
fosfat, gula pentosa, dan basa nitrogenatau basa nukleotida (basa N).
Ada dua macam asam nukleat, yaitu asam deoksiribonukleat atau deoxyribonucleic
acid (DNA) dan asam ribonukleat atau ribonucleic acid (RNA). Dilihat dari strukturnya,
perbedaan di antara kedua macam asam nukleat ini terutama terletak pada komponen gula
pentosanya. Pada RNA gula pentosanya adalah ribosa, sedangkan pada DNA gula
pentosanya mengalami kehilangan satu atom O pada posisi C nomor 2’ sehingga dinamakan
gula 2’-deoksiribosa (Gambar 2.1.b).
Perbedaan struktur lainnya antara DNA dan RNA adalah pada basa N-nya. Basa N, baik pada
DNA maupun pada RNA, mempunyai struktur berupa cincin aromatik heterosiklik
(mengandung C dan N) dan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan,
yaitu purin dan pirimidin. Basa purin mempunyai dua buah cincin (bisiklik), sedangkan basa
pirimidin hanya mempunyai satu cincin (monosiklik). Pada DNA, dan juga RNA, purin terdiri
atas adenin (A) dan guanin (G). Akan tetapi, untuk pirimidin ada perbedaan antara DNA dan
RNA. Kalau pada DNA basa pirimidin terdiri atassitosin (C) dan timin (T), pada RNA tidak ada
timin dan sebagai gantinya terdapaturasil (U). Timin berbeda dengan urasil hanya karena
adanya gugus metil pada posisi nomor 5 sehingga timin dapat juga dikatakan sebagai 5-
metilurasil.
Gambar 2.1. Komponen-komponen asam nukleat
a) gugus fosfat b) gula pentosa c) basa N
Di antara ketiga komponen monomer asam nukleat tersebut di atas, hanya basa N-lah yang
memungkinkan terjadinya variasi. Pada kenyataannya memang urutan (sekuens) basa N
pada suatu molekul asam nukleat merupakan penentu bagi spesifisitasnya. Dengan
perkataan lain, identifikasi asam nukleat dilakukan berdasarkan atas urutan basa N-nya
sehingga secara skema kita bisa menggambarkan suatu molekul asam nukleat hanya dengan
menuliskan urutan basanya saja.
Nukleosida dan nukleotida
Penomoran posisi atom C pada cincin gula dilakukan menggunakan tanda aksen (1’, 2’, dan
seterusnya), sekedar untuk membedakannya dengan penomoran posisi pada cincin basa.
Posisi 1’ pada gula akan berikatan dengan posisi 9 (N-9) pada basa purin atau posisi 1 (N-1)
pada basa pirimidin melalui ikatan glikosidik atau glikosilik(Gambar 2.2). Kompleks gula-
basa ini dinamakan nukleosida.
Di atas telah disinggung bahwa asam nukleat tersusun dari monomer-monomer berupa
nukleotida, yang masing-masing terdiri atas sebuah gugus fosfat, sebuah gula pentosa, dan
sebuah basa N. Dengan demikian, setiap nukleotida pada asam nukleat dapat dilihat sebagai
nukleosida monofosfat. Namun, pengertian nukleotida secara umum sebenarnya adalah
nukleosida dengan sebuah atau lebih gugus fosfat. Sebagai contoh, molekul ATP (adenosin
trifosfat) adalah nukleotida yang merupakan nukleosida dengan tiga gugus fosfat.
Jika gula pentosanya adalah ribosa seperti halnya pada RNA, maka nukleosidanya dapat
berupa adenosin, guanosin, sitidin, dan uridin. Begitu pula, nukleotidanya akan ada empat
macam, yaitu adenosin monofosfat, guanosin monofosfat, sitidin monofosfat, dan uridin
monofosfat. Sementara itu, jika gula pentosanya adalah deoksiribosa seperti halnya pada
DNA, maka (2’-deoksiribo)nukleosidanya terdiri atas deoksiadenosin, deoksiguanosin,
deoksisitidin, dan deoksitimidin.
Ikatan fosfodiester
Selain ikatan glikosidik yang menghubungkan gula pentosa dengan basa N, pada asam
nukleat terdapat pula ikatan kovalen melalui gugus fosfat yang menghubungkan antara
gugus hidroksil (OH) pada posisi 5’ gula pentosa dan gugus hidroksil pada posisi 3’ gula
pentosa nukleotida berikutnya. Ikatan ini dinamakanikatan fosfodiester karena secara kimia
gugus fosfat berada dalam bentuk diester (Gambar 2.2).
Gambar 2.2. Ikatan fosfodiester dan ikatan glikosidik pada asam nukleat
Oleh karena ikatan fosfodiester menghubungkan gula pada suatu nukleotida dengan gula
pada nukleotida berikutnya, maka ikatan ini sekaligus menghubungkan kedua nukleotida
yang berurutan tersebut. Dengan demikian, akan terbentuk suatu rantai polinukleotida yang
masing-masing nukleotidanya satu sama lain dihubungkan oleh ikatan fosfodiester.
Kecuali yang berbentuk sirkuler, seperti halnya pada kromosom dan plasmid bakteri, rantai
polinukleotida memiliki dua ujung. Salah satu ujungnya berupa gugus fosfat yang terikat
pada posisi 5’ gula pentosa. Oleh karena itu, ujung ini dinamakan ujung P atau ujung 5’.
Ujung yang lainnya berupa gugus hidroksil yang terikat pada posisi 3’ gula pentosa sehingga
ujung ini dinamakan ujung OH atau ujung 3’. Adanya ujung-ujung tersebut menjadikan
rantai polinukleotida linier mempunyai arah tertentu.
Pada pH netral adanya gugus fosfat akan menyebabkan asam nukleat bermuatan negatif.
Inilah alasan pemberian nama ’asam’ kepada molekul polinukleotida meskipun di dalamnya
juga terdapat banyak basa N. Kenyataannya, asam nukleat memang merupakan anion asam
kuat atau merupakan polimer yang sangat bermuatan negatif.
Sekuens asam nukleat
Telah dikatakan di atas bahwa urutan basa N akan menentukan spesifisitas suatu molekul
asam nukleat sehingga biasanya kita menggambarkan suatu molekul asam nukleat cukup
dengan menuliskan urutan basa (sekuens)-nya saja. Selanjutnya, dalam penulisan sekuens
asam nukleat ada kebiasaan untuk menempatkan ujung 5’ di sebelah kiri atau ujung 3’ di
sebelah kanan. Sebagai contoh, suatu sekuens DNA dapat dituliskan 5’-ATGACCTGAAAC-3’
atau suatu sekuens RNA dituliskan 5’-GGUCUGAAUG-3’.
Jadi, spesifisitas suatu asam nukleat selain ditentukan oleh sekuens basanya, juga harus
dilihat dari arah pembacaannya. Dua asam nukleat yang memiliki sekuens sama tidak berarti
keduanya sama jika pembacaan sekuens tersebut dilakukan dari arah yang berlawanan
(yang satu 5’→ 3’, sedangkan yang lain 3’→ 5’).
Struktur tangga berpilin (double helix) DNA
Dua orang ilmuwan, J.D.Watson dan F.H.C.Crick, mengajukan model struktur molekul DNA
yang hingga kini sangat diyakini kebenarannya dan dijadikan dasar dalam berbagai teknik
yang berkaitan dengan manipulasi DNA. Model tersebut dikenal sebagai tangga
berplilin (double helix). Secara alami DNA pada umumnya mempunyai struktur molekul
tangga berpilin ini.
Model tangga berpilin menggambarkan struktur molekul DNA sebagai dua rantai
polinukleotida yang saling memilin membentuk spiral dengan arah pilinan ke kanan. Fosfat
dan gula pada masing-masing rantai menghadap ke arah luar sumbu pilinan, sedangkan
basa N menghadap ke arah dalam sumbu pilinan dengan susunan yang sangat khas sebagai
pasangan – pasangan basa antara kedua rantai. Dalam hal ini, basa A pada satu rantai akan
berpasangan dengan basa T pada rantai lainnya, sedangkan basa G berpasangan dengan
basa C. Pasangan-pasangan basa ini dihubungkan oleh ikatan hidrogen yang lemah
(nonkovalen). Basa A dan T dihubungkan oleh ikatan hidrogen rangkap dua, sedangkan basa
G dan C dihubungkan oleh ikatan hidrogen rangkap tiga. Adanya ikatan hidrogen tersebut
menjadikan kedua rantai polinukleotida terikat satu sama lain dan salingkomplementer.
Artinya, begitu sekuens basa pada salah satu rantai diketahui, maka sekuens pada rantai
yang lainnya dapat ditentukan.
Oleh karena basa bisiklik selalu berpasangan dengan basa monosiklik, maka jarak antara
kedua rantai polinukleotida di sepanjang molekul DNA akan selalu tetap. Dengan perkataan
lain, kedua rantai tersebut sejajar. Akan tetapi, jika rantai yang satu dibaca dari arah 5’ ke 3’,
maka rantai pasangannya dibaca dari arah 3’ ke 5’. Jadi, kedua rantai tersebut sejajar tetapi
berlawanan arah (antiparalel).
3’
5’
5’
3’
Gambar 2.3. Model struktur tangga berpilin DNA
P = fosfat S =gula
A = adenin, G = guanin, C = sitosin, T =timin
Jarak antara dua pasangan basa yang berurutan adalah 0,34 nm. Sementara itu, di dalam
setiap putaran spiral terdapat 10 pasangan basa sehingga jarak antara dua basa yang tegak
lurus di dalam masing-masing rantai menjadi 3,4 nm. Namun, kondisi semacam ini hanya
dijumpai apabila DNA berada dalam medium larutan fisiologis dengan kadar garam rendah
seperti halnya yang terdapat di dalam protoplasma sel hidup. DNA semacam ini dikatakan
berada dalam bentuk B atau bentuk yang sesuai dengan model asli Watson-Crick. Bentuk
yang lain, misalnya bentuk A, akan dijumpai jika DNA berada dalam medium dengan kadar
garam tinggi. Pada bentuk A terdapat 11 pasangan basa dalam setiap putaran spiral. Selain
itu, ada pula bentuk Z, yaitu bentuk molekul DNA yang mempunyai arah pilinan spiral ke kiri.
Bermacam-macam bentuk DNA ini sifatnya fleksibel, artinya dapat berubah dari yang satu
ke yang lain bergantung kepada kondisi lingkungannya.
Modifikasi struktur molekul RNA
Tidak seperti DNA, molekul RNA pada umumnya berupa untai tunggal sehingga tidak
memiliki struktur tangga berpilin. Namun, modifikasi struktur juga terjadi akibat
terbentuknya ikatan hidrogen di dalam untai tunggal itu sendiri (intramolekuler).
Dengan adanya modifikasi struktur molekul RNA, kita mengenal tiga macam RNA, yaitu RNA
duta atau messenger RNA (mRNA), RNA pemindah atau transfer RNA(tRNA), dan RNA
ribosomal (rRNA). Struktur mRNA dikatakan sebagai struktur primer, sedangkan struktur
tRNA dan rRNA dikatakan sebagai struktur sekunder. Perbedaan di antara ketiga struktur
molekul RNA tersebut berkaitan dengan perbedaan fungsinya masing-masing.