Anda di halaman 1dari 3

BIODATA SINGKAT

Nama : Yakobus Winarto, Pr


Tgl lahir : 24 Juli 1948
Alamat : Baturetno, Wonogiri
Masa pelayanan : 2001-2008

Samar-samar terbayang sesosok pria tua dengan rambutnya yang putih, lengkap pula
dengan jubah warna putih, berdiri di mimbar memberikan sabda-sabda peneguhan iman dan hati.
Seperti masih samar terdengar suara tawanya yang agak berat, kala menyisipi cerita lelucon kecil
di waktu homili perayaan ekaristi tengah berlangsung. Ingatan itu sepertinya tidak akan pernah
hilang dari dalam benak para umat di paroki St. Maria assumpta Gamping, khususnya yang
pernah merasakan pelayanan dari Romo Yakobus Winarto, Pr.
Romo Win, sapaan akrab beliau, lahir di Baturetno Wonogiri pada tanggal 24 Juli 1948.
Masa kecilnya dijalani tak jauh beda dengan anak-anak lain seusianya kala itu. Hanya saja beliau
memang punya keinginan untuk menjadi Romo sejak kecil. Ketika masa SMP akan segera
berakhir, Romo Win muda meminta restu kepada Romo Romens, SJ yang pada waktu itu
merupakan romo parokinya untuk mendaftar ke Seminari. Tanpa diberitahu alasannya, beliau
tidak diizinkan untuk mendaftar. Kecewa pastinya, tapi Romo Win muda tidak patah ara. Saat
pendaftaran Seminari dibuka, entah angin apa yang menerpanya, beliau justru ditawari oleh
Romo Romens untuk ikut mendaftar. Terbayangkan raut wajah yang bingung dan senang, Romo
Win muda dengan siap menerima tawaran itu.
Romo yang punya hobi bersepeda dan bulutangkis ini masuk Seminari Mertoyudan pada
tahun 1963, kemudian lulus pada tahun 1969 dan meneruskan ke Seminari Tinggi tahun 1970.
Tahun 1977 adalah tahun pentahbisannya menjadi Romo dan secara resmi beliau ditugaskan di
Boro. Beliau sempat dipindahkan ke Salam pada tahun 1980, namun hanya setahun masa
bertugas disana karena kemudian beliau ditugaskan di Jombor, Klaten selama lima tahun. Bapa
Uskup memindahkannya lagi ke Medan pada tahun 1985. Tahun 1990 Romo Win pindah di
paroki St. Maria Assumpta Klaten. Hanya dua tahun beliau memberikan pelayanan disana karena
setelah itu beliau ditugaskan di Wates selama kurang lebih satu tahun.
Tantangan besar siap menantinya ketika Bapa Uskup kembali memindah-tugaskan
beliau; kali ini ke Papua. Dengan mantap beliau menjawab “Injih Monsenyur”. Tekadnya hanya
satu; pelayanan dari sebuah ketulusan hati. Dan tantangan seperti apapun, beliau pasti percaya
bahwa Tuhan senantiasa disampingnya, membimbingnya. Ketika saya mewawancarainya, beliau
bercerita keadaan disana jauh dari arti kata modern. Perjalanan dari satu stasi ke stasi lain harus
ditempuh menggunakan perahu selama berjam-jam. Stasi terjauh dari paroki pusat bisa menelan
satu hari lama perjalanan. Belum ditambah biaya yang dikeluarkan untuk menyewa perahu, bisa
mencapai satu juta lebih. Seorang Romo Win tak mengeluh dengan keadaan seperti itu. Beliau
tetap saja seorang manusia biasa, hanya saja seorang manusia biasa yang sadar bahwa ada nilai
berharga dalam hidupnya yang ia pertahankan dan perjuangkan, seorang manusia yang mau
melihat sesuatu dengan mata telanjang.
Tahun 2001, akhirnya Romo Win pindah di paroki St. Maria Assumpta Gamping. Rame,
merupakan kesan pertama beliau saat tiba di paroki Gamping. “Maklum”, katanya, karena beliau
datang dari tempat yang ‘sepi’, perbedaan suasana yang jauh beda antara Papua dengan
Yogyakarta dirasakannya. Hal yang mulai dilakukan oleh Romo Win adalah mengenal dan
beradaptasi dengan keadaan di paroki Gamping. Ada prinsip yang dipegangnya untuk tidak
langsung merubah sistem yang ada di paroki baru tempat beliau ditugaskan. Seorang kapten
kapal yang handal terlebih dulu harus mengenal para awaknya, tahu seluk beluk kapalnya, dan
tujuan pelayarannya sebelum kapal itu berlayar ke samudera lepas.
Selain akrab dengan para umat, Romo Win juga menjalin relasi yang baik dengan warga
sekitar gereja. Siapa sangka Romo yang satu ini rajin mengikuti arisan RT ketika masih di paroki
Gamping. Baginya keterlibatan dan kehadiran dalam kegiatan yang memajukan gereja dan umat
paroki itu penting, entah dalam skala besar atau kecil. Pernah saya menemukan sebuah album
foto cukup tua, didalamnya terpampang sosok Romo Win ikut menemani tim sepakbola dari
paroki Gamping saat bertanding dalam suatu perlombaan. Paroki ini seolah menjadi rumahnya,
para umat adalah keluarganya. Dan dari perjalanan dinamika Romo Win selama berkarya dalam
penugasannya, saya simpulkan dalam sebuah filosofi sederhana; cari tahu, pahami, nikmati,
geluti, hadapi.
Romo Win tampak mengerutkan keningnya, ketika saya menanyakan kelebihan dan
kekurangan dari paroki St. Maria Assumpta Gamping pada waktu beliau masih bertugas.
Matanya menerawang jauh, beliau mencoba merangkai kenangan dalam memorinya. “Paroki
Gamping itu punya semangat gotong royong dan pelayanan yang kuat”, katanya. Beliau
menambahkan juga kalau manajemen dan koordinasi umat tiap lingkungan sudah bagus.
Sementara untuk kekurangannya, Romo Win memandang bahwa fanatisme kelompok masih
terlalu besar. Beberapa lingkungan maupun kelompok kategorial masih bergerak sendiri-sendiri
dan cenderung eksklusif. Menurut beliau, paroki dan lingkungan adalah satu kesatuan, maka
perlu dibangun secara kolektif. Romo Win juga menilai bahwa keterlibatan kaum muda dalam
pelayanan gereja masih sangat kecil. Adapun dari mereka yang aktif, namun masih tersekat-sekat
oleh kelompok kategorial yang ada. Semisal sudah ikut dalam paguyuban lektor, kemudian tidak
ikut dalam kegiatan OMK, ataupun sebaliknya.
Berangkat dari penilaian Romo Win, kelebihan yang kita miliki bisa menjadi potensi
besar untuk terus memajukan gereja dan paroki. Lalu untuk kekurangannya, apakah sekarang ini
sudah kita benahi menjadi lebih baik? Pastinya, masing-masing dari kita punya jawaban sendiri
atas hal ini. Terlepas dari itu semua, Romo Win punya suatu harapan bagi paroki ini. Masing-
masing pihak, lebih-lebih para umat paroki St. Maria Assumpta Gamping, bisa membawa
kemajuan bagi gereja dan paroki dengan karya-karya pelayanan yang disertai totalitas dan
semangat magis yang tak pernah padam. Kata-kata terakhirnya sebelum menutup agenda tanya-
jawab kami; “Berilah warna pada gereja dan paroki St. Maria Assumpta Gamping, sesuatu yang
penuh warna pasti indah adanya.”

Anda mungkin juga menyukai