PENDAHULUAN
Latar Belakang
standarisasi. Kelompok ketiga adalah fitofarmaka yaitu sediaan obat bahan alam
yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik
dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi. Dari ketiga
kelompok sediaan obat herbal tersebut hanya fitofarmaka saja yang dapat
disetarakan dengan obat-obat modern/konvensional. Meskipun demikian, proses
pendaftaran fitofarmaka sangatlah sulit dan mahal. Hal ini disebabkan oleh proses
uji klinik yang dilakukan. Ironisnya pembiayaan yang mahal belum tentu diikuti
dengan permintaan pasar yang tinggi. Tentu saja ini membuat para industri obat
herbal maupun farmasi kurang begitu bersemangat dalam mengembangkan
fitofarmaka. Berangkat dari keadaan ini maka dicanangkan program saintifikasi
jamu melalui proses standardisasi bahan baku, penelitian praklinik, dan observasi
klinik. Program ini diresmikan oleh Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih,
MPH, Dr. PH pada tanggal 6 Januari 2010.
Saintifikasi Jamu adalah upaya dan proses pembuktian ilmiah jamu
melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Tujuannya adalah untuk
memberikan landasan ilmiah (evidence based) penggunaan jamu secara empiris
melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Program ini juga untuk
meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji
secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri
maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
Program saintifikasi jamu oleh pemerintah saat ini diarahkan pada sektor
formal. Program yang dilakukan berupa observasi klinik yang dilakukan di rumah
sakit, klinik herbal, dan balai penelitian seperti balai litbang tanaman obat dan
obat tradisional di Tawangmangu. Usaha-usaha tersebut dirasa kurang mencakup
pada ranah distributor jamu di masyarakat sehingga masih saja banyak beredar
jamu yang tidak aman atau tidak rasional penggunaannya. Berdasarkan fenomena
tersebut maka digagas suatu program pembuatan “kedai jamu ilmiah”.
Istilah kedai dipakai pada gagasan program ini semata-mata untuk tujuan
pencitraan di masyarakat. Bila dipakai istilah kafe atau resto, pencitraan di mata
masyarakat adalah tempat terjajakannya makanan dengan harga yang tak
terjangkau bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Istilah kedai akan
3
terdengar lebih ramah bagi telinga masyarakat karena terdengar lebih umum
dibanding dengan kafe atau resto. Dengan demikian, pemakaian istilah kedai akan
memberikan citra bahwa hal yang diperjualbelikan akan lebih terjangkau di
masyarakat.
GAGASAN
di India yang terdapat Ayurvedic Herbal Medicine yang mulai disejajarkan dengan
ilmu pengobatan modern. Dengan demikian penggunaan jamu oleh praktisi medis
harus segera diberikan payung hukum agar tidak menyalahi aturan yang berlaku.
Dengan demikian, penggunaan obat herbal tradisional haruslah rasional, ilmiah,
dan telah terbukti khasiat dan keamanannya. Oleh karena itu untuk mendukung
dan menggalakkan proses pengilmiahan jamu, dicetuskanlah program saintifikasi
jamu oleh Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH
Program saintifikasi jamu saat ini hanya diarahkan pada sektor formal.
Maksud dari sektor formal adalah program saintifikasi jamu hanya dilakukan
dengan serangkaian penelitian berupa observasi klinik dan pengembangan
formula-formula baru. Peredaran jamu yang kurang dapat dipertanggungjawabkan
kualitasnya masih merebak luas. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara
observasi klinik yang dilakukan dengan kebutuhan di masyarakat.
Selain penggunaan jamu berbahaya yang merebak, penggunaan jamu di
masyarakat masih kurang dapat dipertanggungjawabkan keilmuannya. Produk-
produk yang beredar di masyarakat sebagian besar belum disertai oleh penelitian
yang mendukung. Sebagian besar produk yang beredar hanya didasari dengan
penggunaan secara empiris. Jamu-jamu seperti ini mungkin berkhasiat tetapi tidak
optimum. Hal ini pula yang menjadikan praktisi medis belum tertarik dalam
menggunakan ramuan-ramuan asli Indonesia.
menjadikan ilmiah atau bersifat ilmu; mengilmukan. Sedangkan badan usaha yang
dibidik akan mengarah pada kedai. Kedai sendiri dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai rumah tempat berjual barang-barang, makanan dan
sebagainya; toko warung, lepau.
Badan usaha berupa kedai ini haruslah dapat diwujudkan nyata. Program
yang dilakukan haruslah cukup realistis mengingat permasalahan jamu di
Indonesia sangat nyata. Begitu pun dengan peresepan jamu oleh dokter sangatlah
sulit dilakukan karena keterbatasan apotek yang memungkinkan hal tersebut.
Padahal dengan adanya program saintifikasi jamu peresepan jamu oleh dokter
telah ada payung hukumnya asalkan dengan maksud penelititian berbasis
pelayanan. Hal ini tentunya sangat kontras keadaan masyarakat yang sangat
membutuhkannya. Dengan demikian, adanya program kedai jamu ilmiah akan
sangat membantu penyediaan jamu-jamu yang telah mengalami pembuktian
secara klinik oleh pelaku saintifikasi jamu. Pada suatu saat nanti kedai jamu ini
dapat dikembangkan menjadi apotek herbal bila telah memiliki payung hukum
yang kuat. Namun demikian, saat ini yang dikembangkan adalah kedai terlebih
dahulu mengingat alasan kemudahan administratif. Selain itu kata kedai akan
memberikan suasana yang lebih ringan dan lebih informal dibandingkan kata
apotek jamu ilmiah atau apotek herbal. Hal ini sesuai dengan prinsip marketing
yaitu hal terpenting merupakan pembentukan citra positif di mata masyarakat.
Apabila dianalisis dengan metode SWOT maka kedai jamu ilmiah
memiliki Strength yaitu adanya program saintifikasi jamu yang merupakan
rangkaian pembuktian khasiat dan pengilmiahan jamu melalui pelayanan. Dengan
demikian, formula-formula yang telah terbukti keamanan dan khasiatnya dapat
dibeli oleh pihak kedai jamu ilmiah untuk diproduksi secara massal. Weakness
dari kedai jamu ilmiah adalah telah banyak kompetitor bisnis berupa warung jamu
dan kafe jamu. Namun demikian, untuk mengatasi kelemahan ini maka kedai
jamu yang ditawarkan haruslah memiliki keunggulan tersendiri. Dalam hal ini
keunggulan yang akan ditampilkan adalah bahwa produk-produk yang disediakan
kedai jamu ilmiah nantinya hanyalah hasil penelitian oleh badan-badan penelitian
maupun oleh institusi pendidikan. Opportunity dari kedai jamu yang ditawarkan
6
Keberadaan penjual jamu saat ini kembali marak. Penjualan jamu saat ini
banyak dilakukan melalui warung-warung jamu, bakul jamu gendong, kafe,
bahkan resto. Jamu yang dijual di warung jamu, kebanyakan berupa jamu
instan/kemasan. Jamu-jamu instan terkadang sering ditambahkan bahan kimia
obat untuk mendapatkan khasiat yang lebih cepat sehingga masyarakat terkadang
was-was untuk menggunakannya.
Jamu yang diperjualbelikan oleh penjual jamu gendong berupa perasan
atau ekstrak segar dengan penyari berupa air. Selain itu, untuk memberikan rasa
nikmat pada jamu, sering pula ditambahkan gula sebagai pemanis. Keberadaan air
dan gula tentu saja akan menjadi medium pertumbuhan yang baik bagi bakteri.
Dengan demikian, produk yang dijajakan penjual jamu gendong tidak dapat
bertahan lama karena harus segera dikonsumsi setelah produksi. Lain halnya
dengan produk yang diperjualbelikan di kafe herbal atau resto. Umumnya produk
yang dijual telah memiliki standar kualitas tertentu berupa khasiat, rasa, estetika,
bahkan suasana dari kafe itu sendiri. Hal ini terkadang menjadikan produk yang
diperjualbelikan tak terjangkau bagi masyarakat menengah ke bawah karena harga
yang dipatok sangat tinggi. Keberadaan kedai jamu akan mengkombinasikan
nilai-nilai positif dari penyedia jamu seperti yang telah dipaparkan. Kombinasi
tersebut yaitu produk yang diperjualbelikan akan berupa produk yang berkhasiat,
tahan lama, dan memiliki rasa yang dapat diterima oleh masyarakat.
Produk yang dijual di kedai jamu ilmiah merupakan hasil observasi klinik
program saintifikasi jamu. Adanya kedai jamu ilmiah akan membantu
memasarkan produk-produk hasil riset tersebut. Dengan demikan, pemakaian
7
jamu tersebut akan lebih luas dan produk itu sendiri akan lebih mudah ditemui.
Dengan nilai tambah berupa produk hasil riset oleh lembaga kesehatan,
diharapkan selain bersifat sosial, kedai ini juga akan memiliki potensi bisnis yang
cerah. Masyarakat tentunya akan lebih tertarik dengan produk-produk yang telah
teruji secara ilmiah daripada produk-produk kemasan yang belum diketahui
keamanan dan khasiatnya. Untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat akan
lebih baik bila kedai jamu ini mendapatkan sertifikasi oleh pihak peneliti dalam
hal ini klinik-klinik dan rumah sakit tertunjuk.
Kedai jamu ilmiah akan menyediakan jamu yang lebih bertanggung jawab
baik kualitas maupun kuantitasnya. Mutu jamu ditentukan oleh sederatan
persyaratan pokok, yaitu komposisi yang benar, tidak mengalami perubahan
fisika-kimia, dan tidak tercemar bahan asing. Dari segi kualitas, kedai jamu akan
menyediakan jamu yang dapat dipertanggungjawabkan kandungan dari
ramuannya. Misal pada kemasan atau brosur dituliskan ekstrak Sonchus arvensis,
maka dalam jamu harus memiliki kandungan ekstrak tersebut. Dari segi kuantitas,
kedai jamu akan menyediakan jamu yang besar kandungan yang sesuai dengan
yang dituliskan. Misal dituliskan kandungan ekstrak Curcuma longa sebanyak
10% maka dalam jamu kandungan ekstrak haruslah sebanyak 10%. Dengan
memastikan bahwa baik kualitas maupun kuantitas bahan benar, diharapkan
penggunaan jamu akan dapat dipercaya oleh masyarakat secara luas. Demikianlah
program kedai jamu yang ditawarkan diharapkan dapat turut menyediakan jamu
yang berkualitas di masyarakat.
Produk yang disediakan berupa jamu godog/rajangan, jamu cacah, jamu
serbuk, dan jamu ekstrak. Jamu godog merupakan jamu dalam bentuk simplisia
kering utuh. Keunggulan dari jamu godog ini adalah produk yang diminum
merupakan produk segar karena langsung diminum setelah dimasak.
Kelemahannya adalah jamu ini repot dalam penggunaannya yaitu konsumen harus
mau melakukan penggodogan atau perebusan sendiri sebelum mengkonsumsi.
Jamu cacah merupakan jamu yang mirip dengan jamu godog namun memiliki
ukuran yang lebih kecil karena telah melalui pengecilan ukuran. Penggunaannya
sama dengan penggunaan jamu godog. Jamu serbuk merupakan jamu dengan
8
simplisia yang telah diserbuk. Dengan demikian proses penarikan zat aktif dari sel
akan lebih mudah. Oleh karena itu penggunaan jamu serbuk ini relatif lebih
mudah bila dibandingkan dengan jamu godog dan cacah. Ini karena penggunaan
jamu serbuk tinggal diseduh tidak lagi direbus. Selain itu penggunaan cairan
penyari tidak menggunakan air mendidih sehingga zat aktif tanaman lebih terjaga
dan potensi rusak karena suhu lebih rendah. Jamu ekstrak merupakan jamu
dengan bahan berupa hasil sarian sehingga tidak lagi memiliki ampas.
Penggunaan jauh lebih mudah karena jamu ekstrak dapat dimodifikasi menjadi
sediaan tablet, kapsul, larutan, maupun sediaan-sediaan obat modern lainnya.
Alasan penyediaan kesemua macam jamu ini karena menuruti permintaan
konsumen. Bila konsumen menghendaki jamu ekstrak maka yang jamu itu akan
diberikan pada konsumen pemintanya. Sebenarnya hal ini merupakan masalah
selera saja, namun dalam bisnis masalah selera merupakan masalah yang tidak
dapat diremehkan.
oleh petani binaan. Petani yang akan menyetor tanaman obat harus dibina terlebih
dahulu mengenai cara penanaman dan pemanenan yang baik.
KESIMPULAN