Anda di halaman 1dari 22

MODEL KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH

Abstract.
Sitti Hartinah DS
Penelitian ini menemukan model kepemimpinan transformasional yang fit
di SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal? Temuan-temuan empirik atas
masalah utama dan masalah khusus itu, sekaligus merupakan tujuan utama dan
tujuan khusus. Penelitian ini bersifat deskriptif korelasional, dengan desain
model pengukuran berpendekatan confirmatory factor analysis. Besar populasi
573 guru SMK Negeri dikedua daerah penelitian, dan terpilih 200 sampel yang
ditentukan melalui prosedur proportional random sampling. Penelitian bersifat
deskriptif korelasional, desain model pengukuran berpendekatan confirmatory
factor analysis. Data yang dijaring melalui angket skala berstruktur. Dalam
analisis digunakan teknik statistika koefisien determinasi yang diproses
berbantuan komputer (SPSS-13,0) dan (LISREL-8,51). Hasil pengujian
menemukan bahwa kepemimpinan transformasional kepala sekolah dipengaruhi
secara signifikan oleh; kompetensi kepala sekolah (kontribusi 24,5%); iklim
organisasi sekolah (kontribusi 29,4%); etos kerja (kontribusi 28,1%); Model
faktor determinan yang mencakupi kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi
sekolah, dan etos kerja berkontribusi (85,6%). Model kepemimpinan
transformasional kepala sekolah SMK N yang fit adalah yang berkonfigurasi
iklim organisasi sekolah, dan kepemilikan kompetensi kepala sekolah, dan etos
kerja. Berdasarkan temuan, disarankan agar kepala sekolah, memiliki
keterampilan manajerial, memperbaiki iklim organisasi sekolah dan peningkatan
etos kerja kepala secara maksimal
Kata Kunci : kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah,
etos kerja dan kepemimpinan tarnsformasional kepala
sekolah.

Latar Belakang Masalah


Keberhasilan sekolah dalam melaksanakan segala aspek yang telah
direncanakannya perlu didukung oleh kepemimpinan kepala sekolah. Hal tersebut
dapat dijelaskan oleh argumen berikut ini. Kepala sekolah sebagai pemimpin satuan
pendidikan merupakan motor penggerak sumber daya sekolah terutama guru dan
karyawan sekolah. Sebesar apa pun input persekolahan ditambah atau diperbaiki,
outputnya tidak akan optimal apabila faktor kepemimpinan kepala sekolah tidak
diberikan perhatian yang memadai.Tersedianya dana, infrastruktur, fasilitas, dan
instrumen pendidikan lainnya kurang dapat didayagunakan secara maksimal, efisien,
dan akuntabel tanpa adanya kepemimpinan yang kuat, atau adanya pemimpin yang
mampu menggerakkan semua komponen itu.
Kepala sekolah adalah pengelola terdepan yang memuluskan proses dan
interaksi positif seluruh input sistem belajar-mengajar. Lebih dari itu, kepala sekolah
memainkan peranan penting dalam keseluruhan upaya peningkatan kinerja, baik pada
tingkat kelompok maupun organisasi. Kepemimpinan kepala sekolah menempati posisi
penting dalam penelaahan manajemen pendidikan. Fungsi dan substansi manajemen
pendidikan yang dijalankan oleh kepala sekolah meliputi pengorganisasian sumber

1
2

daya pendidikan, proses pendidikan, dan pembelajaran. Kepala sekolah berperan pula
sebagai katalisator pendidikan yang mendorong setiap kegiatan di sekolah. Dalam
pandangan Krajewsky (1983:178) kepala sekolah merupakan “the key to quality in the
school and must be catalyst when its comes to the quality of educational programs”.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan bertugas menyelenggarakan proses pendidikan
dan proses belajar mengajar dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
sangat didambakan oleh setiap warga sekolah itu. Kepala sekolah yang diberi tugas
untuk memimpin sekolah, harus bertanggung jawab atas tercapainya tujuan sekolah,
dan diharapkan menjadi pemimpin dan inovator di sekolah. Oleh sebab itu, kualitas
kepemimpinan kepala sekolah adalah signifikan bagi keberhasilan sekolah.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mengemban misi: (1) melanjutkan dan
meluaskan pendidikan dasar; (2) menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan
lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya; dan (3) mengembangkan kemampuan
lebih lanjut dalam dunia kerja dan pendidikan tinggi. Kepala sekolah harus dapat
memahami dengan baik tentang kondisi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi
berkenaan dengan permasalahan pendidikan kejuruan (Depdikbud 1999:131).
Pemahaman atas misi dan tujuan SMK, lebih lanjut berimplikasi kepada
kepemimpinan kepala SMK. Salah satu faktor penting yang menentukan tinggi
rendahnya mutu pendidikan dan keefektifan sekolah ialah kepemimpinan kepala
sekolah. Makna kepemimpinan bukan hanya mengambil inisiatif, tetapi juga
mengandung makna kemampuan manajerial, yaitu kemampuan mengatur dan
menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Keberhasilan suatu sekolah pada
hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas penampilan seorang kepala sekolah
(Sumidjo 1999:349).
Dilihat dari misi pendidikan SMK, keberadaan dan berbagai tindakan
kepemimpinan yang dilakukan oleh kepala adalah menggerakkan guru-guru,
karyawan, siswa, dan anggota masyarakat agar mau berbuat sesuatu untuk
mendukung keberhasilan program pendidikan di sekolah. Pada masa kini dan masa
mendatang, kepemimpinan SMK dituntut memiliki kemampuan sebagai berikut: (1)
mengidentifikasi diri sebagai agen perubahan; (2) berani dan teguh; (3) memiliki
kepercayaan pada orang lain; (4) dapat berperan sebagai value-driven; (5) memiliki
sikap pembelajar seumur hidup; (6) mempunyai kemampuan untuk menghadapi
kompleksitas, dan ketidak-pastian; dan (7) visioner. (Gaffar 1995:167).
Pemimpin yang demikian itu diyakini dapat memposisikan diri dan
memfungsikan lembaga yang dipimpinnya dalam hal: (1) pengartikulasian visi masa
depan organisasi; (2) penyediaan suatu model yang tepat; (3) pemelihara penerimaan
tujuan kelompok; (4) harapan terhadap kinerja yang tinggi; (5) pemberian dukungan
individual; dan (6) stimulasi intelektual (Depdikbud 1999:129). Lebih lanjut
Depdikbud (1999:431) menegaskan pentingnya kepala sekolah yang memiliki
kemampuan profesional yaitu: kepribadian, keahlian dasar, pengalaman, pelatihan dan
pengetahuan profesional, serta kompetensi administrasi dan pengawasan.
Kenyataan yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa para kepala sekolah
tidak memiliki keberanian manajerial untuk memilih alternatif yang lebih baik dalam

2
3

mengambil keputusan. Mereka merasa bahwa ketidakberhasilan sekolahnya seolah-


olah bukan menjadi tanggung jawabnya (Wongkar sebagaimana dikutip
Sudradjat,1997:78). Jalal (1998:5) mengidentifikasi empat masalah pokok pendidikan
dalam kerangka otonomi sekolah. Dua masalah di antaranya ialah: (1) kepala sekolah
tidak memiliki kewenangan yang cukup dalam mengelola keuangan sekolah yang
dipimpinnya; dan (2) kemampuan manajemen kepala sekolah pada umumnya rendah,
terutama di sekolah negeri.Wayan Koster (2000) menunjukkan penelitiannya bahwa
kepala sekolah tidak dibekali kemampuan kepemimpinan dan pengetahuan manajerial
yang baik, serta kurangnya pelatihan. Pengangkatan kepala sekolah terlalu menekankan
pada pertimbangan urutan jenjang kepangkatan dan mengabaikan factor kemampuan
dalam memimpin lembaga.
Hasil pengamatan di SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal memberikan
gambaran sebagai berikut: sekitar 33% dari jumlah responden guru menganggap
kompetensi kepala sekolah cukup baik; 40,5% dari jumlah responden guru
mempersepsikan iklim organisasi sekolah cukup baik; dan 34,5% dari jumlah
responden guru menilai etos kerja cukup baik. Hasil pengamatan tersebut
mengindikasikan keterkaitan antara kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi
sekolah, dan etos kerja kepala sekolah dengan kepemimpinan kepala sekolah. Isu
penting sehubungan dengan hasil pengamatan itu adalah kelangkaan model
kepemimpinan kepala sekolah yang relevan untuk menjawab persoalan
kekepalasekolahan, misi pendidikan, dan lemahnya relevansi pendidikan SMK. Model
kepemimpinan itu secara teoretik dikonsepsikan sebagai kepemimpinan
transformasional. Model ini dicirikan oleh adanya proses membangun komitmen
bersama terhadap sasaran organisasi dan memberikan kepercayaan kepada para
pengikut untuk mencapai sasaran. Menurut Burn (1978:245), dalam kepemimpinan
transformasional, pemimpin mencoba menimbulkan kesadaran dari para pengikutnya
dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai moral.
Latar belakang masalah di atas menjadi alasan yang kuat bagi penulis untuk
menemukan model kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang dibentuk dan
dipengaruhi oleh kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan
kompetensi sosial; iklim organisasi sekolah yang tercipta; dan etos kerja kepala
sekolah.
Rumusan Masalah
Masalah utama penelitian ini adalah: kepemimpinan transformasional
bagaimanakah yang fit di SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal? Selanjutnya
diperinci ke dalam empat masalah khusus yang mempertanyakan besarnya kontribusi
variabel-variabel: (1) kompetensi kepala sekolah; (2) iklim organisasi sekolah; dan (3)
etos kerja terhadap kepemimpinan transformasional kepala sekolah; serta (4) model
kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang fit di SMK Negeri Kota dan
Kabupaten Tegal.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menggali dan menghimpun informasi empirik yang
dapat menggambarkan kepemimpinan transformasional Kepala Sekolah SMK Kab

3
4

dan Kota Tegal terutama dalam hubungannya dengan faktor-faktor kompetensi kepala
sekolah, iklim organisasi, dan etos kerja kepala sekolah. Menganalsis besarnya
kontribusi variabel kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi serta etos kerja secara
bersama-sama terhadap kepemimpinan kepala sekolah SMK Negeri.
Penelitian ini difokuskan pada elemen kepemimpinan transformasional
kepala sekolah di SMK yang dianggap penting untuk dilakukan pada saat sekarang
dalam rangka mencari alternatif bentuk kepemimpinan kepala sekolah yang
berorientasi pada mutu layanan dan mutu proses dapat meningkatkan kualitas
pendidikan di sekolah. Mutu layanan itu berimplikasi pada terciptanya suasana kerja
yang kondusif, iklim organisasi sekolah yang nyaman, etos kerja yang tinggi yang
berorientasi pada kualitas. Model yang dieksplorasi dalam penelitian ini adalah
kepemimpinan transformasional yang dibangun dengan variabel kompetensi kepala
sekolah, iklim organisasi sekolah, dan etos kerja.
Keberadaan pemimpin memegang peranan penting di dalam jalannya
organisasi, sesuai dengan perannya sebagai penunjuk arah dan tujuan pada masa
depan (direct setter), agen perubahan (change agent), negositor (spokesperson), dan
pembina (coach). Di antara gaya kepemimpinan yang ada saat ini adalah
kepemimpinan yang dapat mengimbangi pola pikir dan refleksi paradigma baru
dalam arus globalisasi dirumuskan sebagai kepemimpinan transformasional.
Perubahan arah kebijakan dari sentralisasi ke otonomi daerah, sekolah memiliki
peranan yang signifikan dalam menentukan kebijakannya. Pentingnya kepemimpinan
kepala sekolah dalam pengelolaan sekolah MBS adalah agar kepala sekolah dapat
mengimplementasikan upaya pembaharuan dalam pendidikan.
Kepemimpinan yang kuat dan tangguh serta memiliki komitmen dalam
menyelenggarakan visi organisasi amat diperlukan dalam suatu organisasi.
Pemahaman kepala sekolah dalam manajemen sekolah menengah kejuruan akan
menentukan kualitas pelayanan yang diberikan, tercapai tidaknya tujuan, harapan,
visi, misi dari sekolah akan mempengaruhi tingkat iklim organisasi yang ada di
sekolah, kepuasan pemberian layanan kepada masyarakat sangat dipengaruhi oleh
kemampuan kepala sekolah dalam memimpinnya.
Kepala sekolah bertugas mengelola administrasi kegiatan belajar
mengajar; menyusun program supervisi pendidikan, dan memanfaatkan hasil
supervisi peningkatan kemajuan sekolah; sebagai pembaharu mencari dan
melakukan pembaharuan dalam berbagai aspek, mendorong guru dan staf untuk
memahami dan memberikan dukungan terhadap pembaharuan atau inovasi; dan
sebagai pembangkit minat, bertugas "menyihir" lingkungan kerja, suasana kerja,
membangun prinsip penghargaan dan hukuman (reward and punishment) yang
sistematis; merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah,
menentukan bagaimana tujuan sekolah dan tujuan pendidikan pada umumnya dapat
direalisasikan, yang pada akhirnya kualitas pendidikan akan dapat diwujudkan.
Kompetensi kepala sekolah adalah kapasitas dari pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang dimiliki oleh seorang kepala sekolah yang relevan
dengan standar kompetensi yang akan dilakukan sehingga mampu melaksanakan
pekerjaan yang telah dirancang bagi dirinya baik untuk saat ini maupun pada masa
yang akan datang. (Djaswidi 2005:112) menegaskan kepala sekolah disamping
sebagai katalis perubahan juga memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistik

4
5

tentang bagaimana organisasi di masa depan ketika semua tujuan sasarannya telah
tercapai (Covey 1989); (Peters 1992); dan Sergiovanni (1990) menyatakan bahwa
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang berbasis kompetensi tercermin
dari tampilan ciri kompetensi yang harus dimilikinya, diidentifikasi dari hubungan
interaksional antara perilaku kepemimpinan kepala sekolah dalam melaksanakan
fungsi merencanakan, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan sumber daya.
Iklim yang kondusif biasanya dihubungkan dengan etos kerja yang kuat, sebaliknya
iklim yang otoriter dan sentralisasi pengambilan keputusan tidak menguntungkan,
sementara tingkah laku guru sangat ditentukan oleh peraturan dan prosedur standar
kerja bukan menjurus ke arah produktivitas rendah tetapi menghasilkan sedikit
kepuasan dan sikap negatif terhadap organisasi (Burhanudin 2002:102).
Iklim yang menyenangkan dan kondusif bila mereka dapat melakukan
sesuatu yang membawa kebermanfaatan bagi dirinya maupun organisasi dan
menimbulkan perasaan berharga, karena memperoleh tanggungjawab dan
kesempatan untuk berhasil. Iklim organisasi yang kondusif bila tercermin pada
pencapaian tujuan dan memberi kesempatan kerjasama. Iklim organisasi sekolah
yang dipersepsi para guru dan sekaligus mempengaruhi perilaku yang ada di sekolah,
adapun sifat atau karakteristik yang terdapat dalam organisasi tercermin
kepemimpinan, dimensi birokratis (kebijakan yang telah dibuat), praktek manajemen
yang mendukung, struktur tugas, dimensi psikologikal, sosial dan komitmen
organisasi yang terjadi dalam organisasi.
Etos kerja yang tinggi akan bermanfaat baik secara individual maupun
organisasional, karena akan menjadi sumber motivasi baik. Munculnya etos kerja
seseorang dilandasi oleh keyakinan dan tekad yang kuat dari setiap individu untuk
menampilkan kinerja yang terbaik. Untuk itu, diperlukan adanya kejelasan visi, misi,
komitmen, integritas, kretivitas, daya tahan atas berbagai tantangan dan ancaman dan
yang terpenting adalah adanya kemauan untuk bekerja keras demi organisasi.
Berbekal etos kerja profesional yang melatarbelakangi munculnya moral
dan perilaku kerja para guru dan karyawan, dapat mendorong organisasi untuk
menampilkan kinerja tinggi, yang tercermin dari tampilan moral kerja setiap guru
atau karyawan yang sesuai dengan tuntutan organisasi; tingkat absenteisme yang
rendah selalu hadir di sekolah, pemanfaatan waktu kerja secara optimal; semangat
kerja yang tinggi; memiliki motivasi tinggi; komitmen terhadap visi organisasi dan
kesadaran akan tanggungjawabnya; akuntabilitas tinggi yang berorientasi pada kerja
serta keunggulan insani berdasarkan the spirit of success. Dengan etos kerja itu
diharapkan akan menumbuhkan kemauan, kemampuan, dan kesediaan seseorang
untuk menyesuaikan perilakunya dengan budaya dan tuntutan organisasi, sehingga
termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.
Kepala sekolah dan guru merupakan komponen yang sangat berpengaruh
terhadap peningkatan mutu layanan sekolah, dituntut menampilkan suatu
kepemimpinan yang berorientasi terhadap tugas lebih menantang, menetapkan
sasaran kinerja tinggi, memiliki kepercayaan tinggi, dan memandang pemimpin
memiliki kharisma, inspirasi dan stimulasi intelektual tinggi. Pembuatan visi
memiliki pengaruh positif pada kualitas kinerja pengikut (yang dimediasikan oleh
sasaran yang lebih tinggi dari kualitas), memiliki pengaruh positif peran pengikut,

5
6

kepuasan kerja, pandangan stimulasi intelektual pemimpin, dan pada kualitas dan
kuantitas.
Subfaktor legitimasi kekuasaan kepala sekolah mengalir dari sumber
keahlian dan kompetensi profesionalnya sebagai pengelola satuan pendidikan, artinya
menguasai bidang pokok yang menjadi tugasnya. Kepala sekolah tersebut
dipersyaratkan memiliki kekentalan pemahaman terhadap eksistensi dan misi
sekolah. Faktor karakteristik kepemimpinan kepala sekolah ditopang oleh
kemampuannya memerankan diri sebagai pemimpin yang visioner, pengelola iklim
organisasi, dan pembangun etos kerja.
Dalam menjamin kelangsungan proses pendidikan, kepala sekolah
menunaikan dua kapasitasnya, bertanggung jawab terhadap keberhasilan
penyelenggaraan administrasi sekolah dengan seluruh sibstansinya, terhadap mutu
dan kemampuan sumber daya manusia yang ada untuk menjalankan tugas-tugas
pendidikannya untuk mengembangkan kinerja personel (terutama para guru) ke arah
kompetensi profesional yang diharapkan, bertanggung jawab atas tercapainya tujuan
pendidikan melalui upaya menggerakkan bawahan ke arah pencapaian tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan. Secara akademik dan dalam kerangka manajemen
pendidikan, penelaahan tentang kompetensi kepala sekolah dalam mengubah budaya
sekolah, dengan memberdayakan kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer.
Pengelolaan pendidikan seperti manajemen berbasis sekolah, pada hakikatnya
menuntut kehadiran kepala sekolah yang dapat menjalankan perannya sebagai
manajer, pemimpin, pendidik, wirausahawan, regulator, penyelia, pencipta iklim
organisasi sekolah, administrator, pembaharu, dan pembangkit motivasi. Dengan
demikian, secara akademik dan dalam kerangka manajemen pendidikan, penelaahan
tentang kompetensi kepala sekolah menjadi penting untuk dilakukan.
Kepemimpinan kepala sekolah dalam kerangka revitalisasi, diperlukan suatu
proses pengembangan iklim organisasi yang mendukung, dan etos kerja yang
kondusif, lebih terbuka, dinamik dan demokratik. Prinsip kerja kepala sekolah seperti
peningkatan moral kerja, motivasi, komitmen, kemandirian, kepuasan karyawan, dan
sebagainya hanya mungkin dikembangkan secara operasional di dalam iklim
organisasi sekolah yang memuat tentang nilai yang sesuai dengan prinsip kerja itu.
Manajemen berbasis sekolahpun pada hakikatnya dapat dijalankan dengan
baik di dalam suasana kerja sekolah yang secara kultural telah menyediakan nilai-
nilai pendukungnya. Dengan demikian, secara akademik dan dalam kerangka
manajemen pendidikan, penelaahan tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam
menciptakan iklim organisasi sekolah menjadi penting untuk dilakukan. Etos kerja
yang dimiliki kepala sekolah merujuk pada keyakinan diri yang kuat untuk
menampilkan produktivitas tinggi, melalui kerja keras dibarengi kreativitas dan
integritas tinggi terhadap visi organisasi.
Pengembangan etos kerja profesional akan memperkuat karakter manusia
pekerja, mempertinggi kompetensi profesional mereka, dan menghasilkan kinerja-
kinerja unggul sebagai buahnya. Untuk itu diperlukan adanya: kejelasan visi dan misi
organisasi, komitmen, integritas, kreativitas, daya tahan atas berbagai tantangan dan
ancaman, serta kemauan untuk bekerja keras. Pemberdayaan etos kerja yang optimal
akan membangun karakter sebagai manusia produktif, dan akan ditampilkan dalam

6
7

bentuk kinerja profesional yang dapat diukur secara kualitas, efektivitas, efisiensi,
maupun profitabilitas.
Pengelolaan pendidikan dalam kerangkan manajemen berbasis, pada dapat
dijalankan dengan baik apabila kepala sekolah memiliki etos kerja yang sesuai
dengan nilai-nilai otonomi dan inisiatif. Dengan demikian, secara akademik dan
dalam kerangka manajemen pendidikan, penelaahan tentang etos kerja kepala sekolah
dalam menciptakan kinerja profesional menjadi penting untuk dilakukan.Kepala
sekolah dalam konteks MBS, adalah kemampuan kepala sekolah dalam membentuk
dan memperbaiki motif-motif dan tujuan pengikut untuk mencapai perubaan yang
signifikan melalui tujuan-tujuan bersama dan enerji kolektif.
Kunci utama yang perlu dilaksanakan adalah perilaku kepemimpinan kepala
sekolah meliputi pemberdayaan yaitu kemampuan kepala sekolah mengubah
kekuasaan untuk mendorong para pengikut mencapai visi dan merealisasi tujuan-
tujuan, membangun komitmen bersama terhadap sasaran organisasi dan memberikan
kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran. Dalam manajemen
berbasis sekolah, pada hakikatnya dapat dijalankan dengan baik apabila kepala
sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, partisipatif, dan demokratik. Dengan
demikian, secara akademik dan dalam kerangka manajemen pendidikan, penelaahan
tentang kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam konteks manajemen
berbasis sekolah menjadi penting untuk dilakukan. Kerangka konseptual penelitian
ini dibangun dengan maksud melakukan eksplorasi dan konfirmasi di tingkat empirik
mengenai kepemimpinan transformasional kepala sekolah, yang secara hipotetis
dipahami sebagai variabel terikat atas variabel bebas iklim sekolah, kompetensi
kepala sekolah, dan etos kerja kepala sekolah.

Hipotesis
Penelitian ini mengajukan hipotesis-hipotesis sebagai berikut: (1) Ada
kontribusi variabel kompetensi kepala sekolah yang terdiri atas dimensi kompetensi
kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan kompetensi sosial terhadap
kepemimpinan kepala sekolah SMK N Kota dan Kabupaten Tegal. (2) Ada kontribusi
variabel iklim organisasi sekolah yang terdiri atas dimensi psikologikal, struktural,
sosial dan birokratik terhadap kepemimpinan kepala sekolah SMK Negeri Kota dan
Kabupaten Tegal. (3) Ada kontribusi variabel etos kerja terdiri atas dimensi moral
kerja, absenteisme, akuntabilitas, motivasi, dan komitmen terhadap kepemimpinan
kepala sekolah SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal. (4) Ada kontribusi variabel
kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi serta etos kerja secara bersama-sama
terhadap kepemimpinan kepala sekolah SMK Negeri Kabupaten dan Kota Tegal.

Metode dan Prosedur Analisis


Penelitian ini bersifat deskriptif korelasional, dengan desain model
ditentukan terlebih dahulu melalui landasan teori kemudian model diuji
signifikansinya dengan menggunakan data yang dikumpulkan. Besar populasi 573
guru SMK Negeri dikedua daerah penelitian. Dari populasi tersebut terpilih 200
sampel, pengambilan sampel ini, sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan dalam
Structural Equation Modeling (SEM) dalam analisis LISREL (Ghozali 2005:13)
Data dikumpulkan dengan angket skala berstruktur, yang mengungkap penilaian

7
8

guru terhadap kepala sekolah. Disain penelitian model pengukurannya


berpendekatan confirmatory factor analysis melalui LISREL (Joreskog, Sorbom,
1986, dalam Ghozali, 2005:37).
Data dianalisis melalui statistik deskriptif dengan bantuan soft ware SPSS
versi 13.00 for Windows dan analisis koefisien determinasi dengan bantuan soft
ware LISREL versi 8,51 windows application melalui media komputer (Ghozali
2005:8). Uji tingkat kesahihan instrumen dilakukan dengan validitas isi (content
validity) dan validitas konstruk (construct validity). Instrumen dari sisi konstruk,
akan digunakan pendapat para ahli (judgment experts). Analisis instrumen
menggunakan program SPSS dengan menggunakan formula Cronbach’s Alpha
yakni matrik interkorelasi antar skor item atau butir instrumen. Dari empat
variabel laten, yang diuji reliabilitasnya dengan Cronbach’s Alpha, seluruh butir
instrumen dinyatakan reliabel
Dalam permodelan persamaan struktural yang dilakukan meliputi langkah:
(1) pengembangan model berbasis teori dengan concise theoretical model. (2)
penyusunan diagram alur, dibangun secara nomothetic-explanation, prediction
dan control lalu causal model secara diagram alur (path diagram). (3) spesifikasi
model dengan model pengukuran (measurement model). (4) identifikasi model
yaitu menjaga model agar tidak under-identified atau unidentified. (5) estimasi
parameter, membangun data menghasilkan matriks kovarian berdasarkan model
(model-based covarians model). (6) penilaian model fit, digunakan indikator
goodness of fit (GOF).(7) modifikasi model, ditujukan untuk memperoleh model
fit (goodness of fit) yang lebih baik atau dalam bahasa statistik, untuk memperoleh
nilai selisih yang terkecil antara kovarian matrik sampel dengan kovarian matrik
model. Pengukuran variabel laten dimaksudkan untuk mengukur indikator variabel
yang mempengaruhi sebuah variabel laten, untuk kepentingan ini digunakan teknik
confimatory factor analiysis.

Hasil Penelitian
Analisis Deskriptif.
Kepemimpinan kepala sekolah pada umumnya baik. deskriptif variabel dan
variabel pengukurannya yang terdiri dari kharisma, kepekaan intelektual dan stimulasi
intelektual diperoleh mean sebesar 95,805 yang terletak pada interval 89-109 dalam
kategori baik, bahwa kepemimpinan kepala sekolah di SMK Negeri Kota dan
Kabupaten Tegal menurut persepsi guru adalah baik.
Variabel kompetensi Kepala Sekolah analisis statistik deskriptif variabel laten
beserta variabel pengukurannya (dengan kompetensi-kompetensi kepribadian,
manajerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial secara rinci terdiri atas 37 butir
pertanyaan dengan 5 pilihan, skor terendah 37 dan skor tertinggi 185, range 148 dan
kelas interval 29. Mean atau skor rata-rata sebesar 135,8 yang terletak pada interval
128-156 dalam kategori baik, berarti kompetensi kepala sekolah di SMK Negeri Kota
dan Kabupaten Tegal adalah baik
Deskripsi variabel iklim organisasi sekolah, analisis statistik deskriptif variabel
laten beserta variabel pengukurannya yang terdiri atas empat dimensi yaitu dimensi

8
9

psikologikal, struktural, sosial dan birokratik, secara rinci terdiri atas 14 butir
pertanyaan dengan 5 pilihan, skor terendah 14 dan skor tertinggi 70, range 56 dan
kelas interval 11. Mean atau skor rata-rata sebesar 51,635 yang terletak pada interval
49-59 dalam kategori baik, berarti iklim organisasi sekolah di SMK Negeri Kota dan
Kabupaten Tegal adalah baik
Deskripsi variabel etos kerja, analisis statistik deskriptif variabel laten etos kerja
beserta variabel pengukurannya yang terdiri dari empat variabel pengukuran yaitu
moral kerja, absenteisme yang rendah, akuntabilitas, motivasi kerja, dan komitmen
terhadap organisasi. Secara rinci dari tiap-tiap variabel pengukurannya sebanyak 25
butir pertanyaan dengan 5 pilihan, skor terendah 25 dan skor tertinggi 125, range 100
dan kelas interval 20. Mean atau skor rata-rata sebesar 93,92 yang terletak pada interval
86-105 dalam kategori baik, dapat dijelaskan bahwa etos kerja di SMK Negeri Kota
dan Kabupaten Tegal menurut persepsi guru adalah baik.
Analisis Faktor Konfirmatori.
Analisis faktor konfirmatori variabel eksogen dan endogen digunakan untuk
menguji kesesuaian model (fit) terhadap data yang digunakan dalam penelitian. Dalam
analisis ini ada 3 variabel eksogen yang akan diuji yaitu Kompetensi Kepala Sekolah;
Pengukuran konfirmatori variabel kompetensi kepala sekolah sebagai variabel laten
eksogen pertama, diukur dengan lima indikator. Hasil pengujian konfirmatori
kompetensi kepala sekolah dinyatakan fit secara baik, dibuktikan dari nilai koefisien
chi square yang kecil sebesar 3,345. Nilai itu bila dikonfirmasikan dengan cut of
value ( lebih kecil dari tabel chi square pada tingkat α = 0,05; DF=5), diperoleh nilai
Chi-Square tabel sebesar 11,075. Simpulan yang diperoleh model pengujian
konfirmatori kompetensi kepala sekolah telah sesuai dengan data empiris.

3.2.2 Variabel Iklim Organisasi Sekolah


Pengukuran konfirmatori variabel iklim organisasi sekolah sebagai variabel
latent eksogen kedua, memiliki empat indikator atau variabel pengamatan. Pengujian
terhadap variabel itu, dapat dikemukakan bahwa pengujian konfirmatori iklim
organisasi sekolah dinyatakan fit secara baik, dibuktikan dari nilai koefisien chi
square yang kecil yaitu sebesar 0,214. (lebih kecil dari tabel chi square pada tingkat α
= 0,05; DF=5), diperoleh nilai Chi-Square tabel sebesar 5,992 Simpulan yang
diperoleh model pengujian konfirmatori iklim organiusasi sekolah telah sesuai dengan
data empirik.

3.2.3 Variabel Etos Kerja


Pengukuran konfirmatori etos kerja sebagai variabel laten eksogen ketiga
memiliki 5 indikator, pengujian terhadap variabel itu, dapat dikemukakan bahwa
pengujian konfirmatori pada dimensi etos kerja dinyatakan fit secara baik, ini
dibuktikan dari nilai koefisien chi square yang kecil sebesar 7,138. (lebih kecil dari
tabel Chi-Square pada tingkat α = 0,05 ; DF = 5), diperoleh nilai Chi-Square tabel
sebesar 11, 075. Simpulan yang diperoleh model pengujian konfirmatori etos kerja
telah sesuai dengan data.

9
10

3.2.4 Pengujian Konfirmatori Variabel Eksogen


Pengukuran konfirmatori variabel-variabel eksogen, yaitu variabel yang
menjelaskan terdiri dari tiga variable laten yaitu : variabel kompetensi kepala sekolah
(ξ1) ; variabel iklim organisasi sekolah (ξ2) dan variabel etos kerja (ξ3). Pengujian
terhadap variabel eksogen adalah
PENGUJIANKONFIRMATORY VARIABEL EXOGEN
e5 e4 e3 e2 e1
Chi Square = 57.983
Cmin/df = .784
DF =74 .61 .45 .52 .75 .56
Prob = .915
CFI =.1.000 X5 X4 X3 X2 X1
GFI = .960
AGFI=. .943 .78 .67 .72 .87 .75
TLI=.1.012
RMSEA=.000
KOMPETENSI
KEPALA
SEKOLAH
e6 X6 .73
.53 .34
.83
e7 X7 IKLIM
.68 ORGANISASI .34
.81 SEKOLAH .37
e8 X8

.66 .87
ETOS
e9 X9 KERJA
.75

.75 .86 .92


.75 .83

X10 X11 X12 X13 X14

.57 .56 .69 .73 .84

e10 e11 e12 e13 e14

Gambar 6 Pengujian Konfirmatori Variabel Eksogen

Gambar 6 itu, dapat dikemukankan bahwa pengujian konfirmatori variabel


eksogen dinyatakan fit secara baik, ini dibuktikan dari nilai koefisien chi square yang
kecil yaitu sebesar 57,983. (lebih kecil dari tabel Chi-Square pada tingkat α = 0,05;
DF = 74), diperoleh nilai Chi-Square tabel sebesar 57,983. Simpulan yang diperoleh
model pengujian konfirmatori variabel eksogen telah sesuai dengan data empiris, dapat
dikemukakan bahwa setiap dimensi pada variabel-variabel eksogen dinyatakan
signifikan pada taraf α /2 (0,025), atau sama dengan ± 1,96. Melalui perbandingan
antara nilai CR (critical ratio) dengan nilai Z tabel, ternyata untuk semua dimensi
terbukti lebih besar dari nilai Z tabel, atau dilihat dari nilai probability (P) yang semua
dimensi lebih kecil dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa koefisien factor
loading yang dihasilkan untuk semua dimensi pada variabel-variabel eksogen
dinyatakan signifikan.
3.2.5. Variabel Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah
Pengukuran konfirmatori kepemimpinan kepala sekolah sebagai variabel laten
endogen, dimana memiliki tiga indikator. Pengujian terhadap variabel itu, dapat

10
11

dikemukakan bahwa pengujian konfirmatori kepemimpinan kepala sekolah


dinyatakan fit secara baik, ini dibuktikan dari nilai koefisien chi square yang kecil
sebesar 2,324. (lebih kecil dari tabel Chi-Square pada tingkat α = 0,05 ; DF = 3),
diperoleh nilai Chi-Square tabel sebesar 5,992. Simpulan yang diperoleh model
pengujian konfirmatori kepemimpinan kepala sekolah telah sesuai dengan data
empirik

2.2.6. Pengujian Full Model SEM


Pengujian Full model Structural Equation (SEM) untuk menguji hipotesis yang
diajukan dan menjawab rumusan masalah yang ditetapkan didepan.
Pengujian full model Structural Equation Model (SEM) dapat dilihat pada
Gambar 8 berikut ini.

PENGUJIANFULL MODEL SEM

Chi Square = 135.609


e1 e2 e3 e4 e5 Cmin/df = 1.169
DF =116
.56 .75 .53 .45 .61 Prob = .103
CFI =..989
X1 X2 X3 X4 X5 GFI = .923
AGFI=..899
.75 .86 .73 .67 .78 TLI=..987
RMSEA=.029

KOMPETENSI
KEPALA
SEKOLAH

e6 X6 .73 .24
.53 Y1 e15
.83 .89
e7 X7 KEPEMIMPINAN
.69 IKLIM .32 KEPALA .70
.80
.81 ORGANISASI Y2 e16
e8 X8 SEKOLAH SEKOLAH .50
.66 .63 Y3 e17
.86 .29 .25
e9 X9 .40
.74
z1
ETOS
KERJA

.76 .75 .84 .86 .91

X10 X11 X12 X13 X14


.57 .56 .70 .74 .83

e10 e11 e12 e13 e14

Gambar 8 Full Structural Equation Model (SEM)

2.2.7.Uji Kelayakan Structural Equation Mode


Hasil analisis ini dikemukakan kepemimpinan transformasional kepala sekolah
beserta faktor determinan yang mempengaruhinya, yaitu kompetensi kepala sekolah,
iklim organisasi sekolah dan etos kerja. Hubungan struktural yang diuji
mengasumsikan bahwa kepemimpinan transformasional kepala sekolah dipengaruhi
oleh ketiga faktor tersebut.
Gambar 8 itu, dapat dikemukakan bahwa model structural
equation model (SEM) dinyatakan fit secara baik, hal ini dibuktikan

11
12

dari kelayakan nilai-nilai uji seperti ditunjukkan dalam Tabel


sebagai berikut.

Tabel 5 Indeks Pengujian Kelayakan Structural Equation


Modelling
Hasil Evaluasi
No Goodness of fit index Cut of value
analisis Model
1 χ2 - Chi-Square < 141.030 135,609 Baik
2 Significancy Probability  0,05 0,103 Baik
CFI  0,90 0,989 Baik
3 GFI  0,90 0,923 Baik
4 AGFI  0,90 0,899 Baik
5 TLI  0,95 0,987 Baik
6 RMSEA < 0,08 0,029 Baik
Tabel 5 itu, menunjukkan bahwa model yang direncanakan fit secara baik,
karena setelah diuji kecocokannya nilai Chi Square, GFI, AGFI, TLI, dan RMSEA
dibandingkan dengan nilai acuan (cut of value) persamaan model structural, hasilnya
baik, nilai probabilitas (p value) chi square 0,103 > 0,05. Uji ini dapat menyimpulkan
bahwa model sudah sesuai dengan data atau fit terhadap data yang digunakan dalam
penelitian.
Berdasarkan out put LISREL, terlihat bahwa arah hubungan antara variabel
eksogen dengan variable endogen menunjukkan arah hubungan positif, dan tidak ada
satupun variable yang menunjukkan hubungan negatif.

2.2.8.Pengujian Kausalitas Model


Melalui program statistik AMOS dapat dianalisis dan dihitung hasil bobot
regresi antar variabel laten yang sering disebut sebagai estimasi loading factors atau
lambda value. Selain itu derajat bebas atau deggre of freedom (DF), nilai CR atau t
hitung juga dapat diketahui berdasarkan signifikasi t hitung dengan nilai probabilitas
(p) = 0,05. Hasil bobot regresi uji kausalitas sebagai berikut: hubungan antara variabel
latent dengan dimensi-dimensinya dapat dijelaskan pada Tabel 7 sebagai berikut.

Tabel 6 Evaluasi Bobot Regresi Uji Kausalitas


Regression Weights Estimate S.E. C.R. P
Kompetensi Kepala Sekolah  0.245 0.074 2.869 0,000
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Iklim Organisasi Sekolah  0,294 0,112 3,725 0,000
Kepemimpinan Kepala Sekolah

12
13

Regression Weights Estimate S.E. C.R. P


Etos Kerja  Kepemimpinan Kepala 0.281 0.053 3.529 0,000
Sekolah

Pembahasan
Hipotesis kerja dapat diterima jika model teoretis yang dibangun sesuai dengan
data empiris yang dikumpulkan. Untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara
model yang diajukan. Hasil estimasi regresi seperti tampak pada tabel itu, telah
memenuhi kriteria untuk estimasi. Adapun hipotesis statistik yang diajukan ada empat
hipotesis yaitu:
Pertama, pengaruh variabel kompetensi kepala sekolah terhadap kepemimpinan
kepala sekolah didasarkan pada hipotesis yang menyatakan bahwa kepemimpinan
kepala sekolah dipengaruhi oleh faktor kompetensi kepala sekolah, ini menguatkan
pandangan pakar dan dukungan hasil penelitian sebelumnya. Berdasarkan hipotesis itu
dan melihat dimensi variabel eksogen dan endogen yang dianalisis, dapat dikemukakan
analisis sebagai berikut: terdapat pengaruh secara signifikan kompetensi kepala sekolah
terhadap kepemimpinan kepala sekolah yaitu 0,245. Artinya kompetensi kepala
sekolah berpengaruh terhadap kepemimpinan kepala sekolah sebesar 24,5%. Hasil
analisis juga ditemukan pembentuk konstruk kompetensi kepala sekolah secara
berturut-turut kompetensi kepribadian sebesar 74,7%, manajerial 86,5%,
kewirausahaan sebesar 72,6%, supervisi 67%, dan kompetensi sosial sebesar 77,9%.
Kompetensi kepala sekolah yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
kepemimpinan kepala sekolah, hasil sesuai dengan teori Spencer (1993:83) yang
menyatakan bahwa karakteristik dasar seorang pekerja yang menggunakan bagian
kepribadiannya yang paling dalam, dan dapat mempengaruhi perilakunya ketika ia
menghadapi pekerjaan yang akhirnya mempengaruhi kemampuan untuk menghasilkan
prestasi kerjanya. Kompetensi manajerial kepala sekolah yang membentuk konstruk
paling besar yaitu 86,5%, ini sesuai dengan teori yang dikehendaki dan Permendiknas
No 13 Tahun 2007 tentang Standar kepala sekolah bahwa komptenasi manajerial
seorang kepala sekolah penting untuk mengelola sekolahnya maencapai mutu
pendidikan. Kompetensi kepala sekolah akan menentukan kinerjanya dalam hal ini
kepemimpinannya yang dapat mendayagunakan sumberdaya secara optimal untuk
kepentingan sekolah. Kompetensi kepribadian yang dimiliki oleh kepala sekolah
sangat menentukan kepala sekolah dalam memimpin sekolah dengan pribadi yang
mantap, mempunyai moral da etika luhur yang menjadi panutan warga belajar. Kondisi
ini menggambarkan bahwa kepala sekolah yang mempunyai kompetensi tinggi maka
kepemimpinannya semakin baik dalam mencapai tujuan sekolah sesuai dengan
perencanaan sekolah
Kedua, pengaruh variabel iklim organisasi sekolah terhadap kepemimpinan
kepala sekolah didasarkan pada hipotesis yang menyatakan bahwa kepemimpinan
kepala sekolah dipengaruhi oleh faktor iklim organisasi sekolah, ini menguatkan
pandangan pakar dan dukungan hasil penelitian sebelum Berdasarkan hipotesis itu dan
melihat dimensi variabel eksogen dan endogen yang dianalisis, dapat dikemukakan
analisis sebagai berikut: terdapat pengaruh secara signifikan iklim organisasi sekolah

13
14

terhadap kepemimpinan kepala sekolah yaitu 0,294. Artinya iklim organisasi sekolah
berpengaruh terhadap kepemimpinan kepala sekolah sebesar 29,4,%. Hasil analisis
juga membuktikan pembentuk konstruk terbesar dalam iklim organisasi adalah dimensi
birokratik yaitu sebesar 86,2%, hal ini menggambarkan bahwa iklim organisasi yang
ada di sekolah akan banyak ditentukan oleh birokrasi yang ada di sekolah tesebut.
Temuan penelitian ini juga didukung oleh Steve Kelneer (1990) yang dikutip oleh Lila
(2002) disebutkan bahwa flexibility conformity. Fleksibilitas dan comfomity merupakan
kondisi organisasi yang untuk memberikan keleluasan bertindak bagi warga belajar
baik guru, tenaga kependidikan dan peserta didik serta melakukan penyesuaian diri
terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan
organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada.
Penerimaan terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung di dalam
mengembangkan iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi
sekolah. Iklim organisasi sekolah dari dimensi psikologikal adalah paling kecil yaitu
sebesar 72,8%. Semua dimensi iklim organisasi sekolah adalah merupakan satu
kesatuan dan sistem pendidikan yang terdiri dari sub sistem-sub sistem yang tidak
dapat dipisahkan dalam mencapai tujuan sekolah. Dalam mencapai tujuan sekolah
diperlukan iklim organisasi sekolah yang kondusif yang diciptakan oleh kepala sekolah
selaku headmaster. Kepala sekolah merupakan birokrat sesuai dengan temuan
penelitian ini pembentuk dimensi iklim organisasi sekolah yang terbesar, hal ini
menunjukkan pula bahwa kepemimpinan kepala sekolah adalah faktor kunci untuk
mengelola mencapai visi dan misi sekolah melalui penciptaan kondisi atau iklim yang
baik.Secara deskriptif iklim organisasi sekolah dalam kategori baik. Kondisi ini
menggambarkan bahwa iklim organisasi sekolah yang baik dapat mempengaruhi
kepemimpinan kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya mengelola sekolah.
Semakin baik iklim organisasi sekolah maka kepemimpinan kepala sekolah semakin
efektif. Kondisi ini sesuai dengan teori yang diehendaki yang mempunyai arah positif
seperti dinyatakan Simamora (2001 : 81) bahwa iklim organisasi adalah lingkungan
internal atau psikologi organisasi. Iklim organisasi mempengaruhi praktik dan
kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi.
Ketiga, pengaruh variabel etos kerja terhadap kepemimpinan kepala sekolah
didasarkan pada hipotesis yang menyatakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah
dipengaruhi oleh faktor etos kerja, ini menguatkan pandangan pakar dan dukungan
hasil penelitian sebelum Berdasarkan hipotesis itu dan melihat dimensi variabel
eksogen dan endogen yang dianalisis, dapat dikemukakan analisis sebagai berikut:
terdapat pengaruh secara signifikan iklim organisasi sekolah terhadap kepemimpinan
kepala sekolah yaitu 0,281. Artinya iklim organisasi sekolah berpengaruh terhadap
kepemimpinan kepala sekolah sebesar 28,1,%. Hasil analisis juga membuktikan
signifikan, nilai probability (P) lebih kecil dari 0,05, yang dapat dilihat dari nilai CR
sama dengan 3,529. Angka CR terbukti lebih besar dari nilai tabel Z ±1,96. Kondisi ini
menggambarkan bahwa etos kerja yang tinggi akan menentukan kepemimpinan kepala
sekolah.
Secara deskriptif etos kerja dalm kategori baik. Pembentuk konstruk terbesar
adalah dimensi komitmen terhadap visi organisasi (X14), dengan nilai estimasi sebesar
0,912. Ini berarti pula bahwa adanya komitmen yang tinggi terhadap pencapaian tujuan

14
15

organisasi sekolah maka kepemimpinan kepala sekolah akan berjalan semakin baik
atau efektif. Komitmen terhadap visi organisasi yang tinggi, dijelaskan oleh Sinamo
menjadi tri darma mahardika artinya tiga jalan keberhasilan yang meliputi (1) mencetak
prestasi dengan motivasi yang tinggi dan keterampilan yang dimiliki dalam hal ini
adalah kepemimpinan kepala sekolah dalam memimpin. Prestasi yang dicapai
merupakan budaya mutu; (2) membangun masa depan kepemimpinan yang
transformasional dan visioner. Sukses selalu dikaitkan dengan aspirasi kemudian
mewujudkan visi, misi, atau purpose of life. Kepemimpinan visisoner adalah piranti
utama untuk mewujudkan impian menjadi kenyataan, cita-cita menjadi realita, dan misi
menjadi kondisi; (3) mencipta nilai baru dengan inovatif dan kreatif. Dengan demikian
etos kerja yang tinggi dari kepala sekolah maka dapat menjadikan misi menjadi target
mutu sesuai dengan program sekolah yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu
pendidikan secara keseluruhan melalui kepemimpinannya.
Keempat, pengaruh variabel kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi serta
etos kerja secara bersama-sama terhadap kepemimpinan kepala sekolah didasarkan
pada hipotesis yang menyatakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dipengaruhi
oleh faktor kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi serta etos kerja, ini menguatkan
pandangan pakar dan dukungan hasil penelitian sebelum Berdasarkan hipotesis itu dan
melihat dimensi variabel eksogen dan endogen yang dianalisis, dapat dikemukakan
analisis sebagai berikut: terdapat pengaruh secara signifikan kompetensi kepala
sekolah, iklim organisasi serta etos kerja terhadap kepemimpinan kepala sekolah yaitu
0,281. Artinya iklim organisasi sekolah berpengaruh terhadap kepemimpinan kepala
sekolah sebesar 28,1,%. Hasil analisis juga membuktikan signifikan, nilai probability
(P) lebih kecil dari 0,05, yang dapat dilihat dari nilai CR sama dengan 3,529. Angka
CR terbukti lebih besar dari nilai tabel Z ±1,96. Terdapat pengaruh secara secara
signifikan bersama-sama kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi sekolah dan etos
kerja terhadap kepemimpinan kepala sekolah yaitu sebesar 0,856. Artinya kompetensi
kepala sekolah, iklim organisasi sekolah dan etos kerja secara bersama-sama
berpengaruh terhadap kepemimpinan kepala sekolah sebesar 85,6%.
Hasil analisis juga membuktikan bahwa dari ketiga variabel laten yang diteliti
secara berturut-turut mempunyai pengaruh terhadap kepemimpinan kepala sekolah
hampir sama besarnya yaitu kompetensi kepala sekolah sebesar 24,5%, iklim
organisasai sekolah sebesar 29,4%, dan etos kerja sebesar 28,1%. Walaupun
pengaruhnya hampir sama besarnya, namun demikian pengaruh yang paling besar
adalah iklim organisasi sekolah yaitu sebesar 29,4%. Sedangkan pengaruh secara
keseluruhan sebesar 85,6% dan terbukti signifikan dengan probability (P) 0,000.
Kondisi ini menggambarkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah sebagai pemimpin
sangatlah cocok dengan misi daripada sekolah sebagai organisasi terbuka dan agent
of change, yang mana sekolah dituntut inovatif, aspiratif dan tanggap terhadap
perkembangan zaman. Kesempatan ini lebih didukung dengan adanya otonomi
pendidikan dengan program Manajemen Berbasis sekolah (School based
Management).
Dengan program tersebut kepala sekolah mempunyai kewenangan yang lebih
luas dalam rangka mengelola sekolah, sehingga dituntut memahami secara
komprehensif manajemen sekolah. Kemampuan manajerial yang tinggi menjadikan

15
16

sekolah efesien. Tetapi juga tidak dikendalikan dengan kemampuan kepemimpinannya


yang efektif, maka kepala sekolah akan menjadi manajer yang tangguh yang
menggunakan kekuasaannya dengan semena-mena, dengan kurang begitu
memperhatikan aspek-aspek moral, etika dan sosial. Harus diingat bahwa kepala
sekolah sebagai pemimpin harus memegang pada prinsip utama saat melaksanakan
tugasnya yaitu bahwa orang lebih penting ketimbang benda-benda mati.
kepemimpinan kepala sekolah.
Kata kuncinya, agar kepala sekolah berhasil menggerakkan para guru, staf dan
para siswa dalam mencapai tujuan sekolah, sehingga kepala sekolah harus mampu
menyakinkan (persuade) dan membujuk (induce) agar para guru, staf dan para siswa
percaya bahwa apa yang dilakukannya adalah benar. Perbuatan memaksa atau
bertindak keras kepada mereka perlu dihindari, namun sebaliknya harus melahirkan
kemauan serta semangat bekerja dengan penuh percaya diri dan penuh semangat.

4. Simpulan, Implikasi dan Saran


4.1 Simpulan
Hasil analisis deskripsi dapat disimpulkan sebagai berikut : Pemodelan
kepemimpinan kepala sekolah pada kondisi sesuai (good fit) dengan data empiris.
Pemodelan mampu menjelaskan hubungan struktural yang dibangun pada moderl-
model tersebut:
1. Faktor dimensi kompetensi kepala sekolah (mencakupi kompetensi-kompetensi
manajerial, sosial, kepribadian, kewirausahaan, dan supervisi) terhadap
kepemimpinan kepala sekolah. (kontribusi 24,5%), dan pengaruhnya
signifikan. Pembentuk konstruk paling besar adalah variabel pengukuran pada
kompetensi manajerial dengan nilai estimasi sebesar 0,865 atau 86,5% dan
konstruk yang paling kecil adalah kompetensi kepribadian yaitu sebesar 0,670
atau 67,0%. pemodelan untuk pengembangan kemampuan kepemimpinan
kepala sekolah lebih diprioritaskan pada peningkatan jiwa kepemimpinan yang
harus dimiliki seorang kepala sekolah.
2. Faktor variabel iklim organisasi sekolah hasilnya baik besarnya pengaruh
variabel iklim organisasi sekolah terhadap kepemimpinan kepala sekolah.
(kontribusi 29,4%) dan pengaruhnya signifikan. Pembentuk konstruk paling
besar adalah variabel pengukuran pada dimensi birokratik dengan nilai estimasi
sebesar 0,862 atau 86,2% dan konstruk yang paling kecil adalah dimensi
psikologikal yaitu sebesar 0,728 atau sebesar 72,8%. Model tersebut dapat
digunakan sebagai pemodelan untuk pengembangan iklim organisasi sekolah
yang kondusif akan mempengaruhi kepemimpinan kepala sekolah lebih
diprioritaskan pada sudut birokratik dimana seorang kepala sekolah harus
memahami job diskripsi.
3. Faktor variabel etos kerja hasilnya baik. besarnya pengaruh etos kerja
terhadap kepemimpinan kepala sekolah (kontribusi 28,1%) dan pengaruhnya
signifikan. Pembentuk konstruk paling besar adalah variabel pengukuran pada
dimensi komitmen terhadap visi organisasi dengan nilai estimasi sebesar 0,912
atau sebesar 91,2%, dan konstruk yang paling kecil adalah dimensi

16
17

absensiteisme yang rendah yaitu sebesar 0,747 atau sebesar 74,7%. Model
tersebut dapat digunakan sebagai pemodelan untuk pengembangan etos kerja
kepala sekolah yang tinggi.
4. Faktor variabel kepemimpinan kepala sekolah dalam kategori atau hasilnya
baik besarnya pengaruh secara bersama-sama variabel kompetensi kepala
sekolah (kontribusi 24,5%) , variabel iklim organisasi sekolah (kontribusi
29,4%), dan variabel etos kerja (kontribusi 28,1%) dan pengaruhnya
signifikan. Temuan model Full SEM yang fit dalam penelitian adalah model
faktor determinan yang mencakupi kompetensi kepala sekolah, iklim
organisasi sekolah, dan etos kerja berkontribusi (85,6%). Model kepemimpinan
transformasional kepala sekolah SMK N yang fit adalah yang yang
berkonfigurasi iklim organisasi sekolah (dengan dimensi-dimensi birokratik,
struktural, sosial, dan psikologikal); (kontribusi 29,4%);, etos kerja (dengan
dimensi-dimensi komitmen organisasi, motivasi, akuntabilitas, moral kerja dan
absenteisme);;dan kepemilikan kompetensi kepala sekolah (mencakupi
kompetensi-kompetensi manajerial, sosial, kepribadian, kewirausahaan, dan
supervisi).

Implikasi
Berpijak pada temuan dalam penelitian dari model kepemimpinan yang
terbangun, maka dalam merumuskan kepemimpinan kepala sekolah diperlukan
peningkatan kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan fungsi
manajemennya secara periodik. Peningkatan kemampuan tersebut meliputi upaya
peningkatan faktor kompetensi supervisi kepala sekolah kepada guru dan
karyawannya disamping faktor jiwa dan mental kewirausahaan bagi guru dan
siswa, kompetensi kepribadiaannya, kompetensi sosialnya,dan kompetensi
manajerial, disamping minimal mempertahankan kebermaknaan faktor-faktor
determinan yang lainnya. Model tersebut dapat digunakan sebagai pemodelan
untuk menetapkan siapa sebagai seorang kepala sekolah. tersusun model
konseptual pengembangan kapasitas kepemimpinan transformasional yang relevan
dengan kebutuhan dan tantangan yang harus direspons oleh SMK Negeri. Model
tersebut dapat digunakan sebagai pemodelan dan konstruk untuk pengembangan
kemampuan kepemimpinan pasca abad 21.
Kompetensi kepala sekolah merupakan modal yang cukup penting bila
sering diasah, jika digunakan secara optimal, justru semakin apresiatif, semakin
mampu menjabarkan dimensi kompetensi dalam mengelola sekolah dengan
manajemen berbasis sekolah, mampu melaksanakan fungsi manajemen dalam
melaksanakan manajemen otonomi pendidikan secara tepat dan benar sehingga
mampu menciptakan keunggulan kreatif sekolah.
Penciptaan iklim organisasi yang kondusif dapat berdampak pada
peningkatan kinerja secara optimal dalam mewujudkan tujuan sekolah yang
berbasis kewirausahaan. Kultur yang “sehat” berkorelasi tinggi dengan motivasi
kerja guru, produktivitas, dan kepuasaan kerja kepala sekolah, guru, staf
administrasi maupun siswa, melihat dari sisi lain dari upaya peningkatan kerja.
Mereka berkeyakinan bahwa sistem balas jasa atau sistem imbalan mempunyai

17
18

dampak sangat besar terhadap motivasi dan etos kerja setiap karyawan, termasuk
guru. Lebih lanjut dijelaskan bahwa mutu pendidikan di sekolah itu akan dapat
menjadi motivator kuat bagi kinerja seseorang jika dikelola secara efektif.
Kepemilikan etos kerja bagi setiap warga sekolah akan berdampak pada
munculnya moral dan perilaku kerja pegawai/guru. Untuk itu, kepala sekolah
harus mampu mendorong organisasi untuk menampilkan kinerja tinggi, dalam hal
ini seorang kepala sekolah harus dapat dan mampu mempengaruhi bawahannya,
mampu meyakinkan kepada setiap staf maupun guru selalu hadir tepat waktu,
bekerja secara baik, menggerakkan kepada guru dan karyawan untuk dapat
mentaati jam kerja secara tepat. Faktor moderator kompetensi kepala sekolah, iklim
organisasi sekolah dan etos kerja, semua harus direncanakan, dikelola, dan
dikendalikan secara sinergistik agar dapat berpengaruh positif terhadap
transformasi kepemimpinan kepala sekolah yang menjadi kinerja berbasis mutu.

Saran
Berdasarkan hasil temuan penelitian, pembahasan, dan simpulan
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, rekomendasi yang disampaikan kepada
berbagai pihak yang terkait adalah sebagai berikut
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim organisasi sekolah merupakan faktor
yang paling kuat dalam mempengaruhi kepemimpinan transformasional kepala
sekolah dalam melaksanakan tugasnya mengelola sekolah. Kepala sekolah
merupakan birokrat sesuai dengan temuan penelitian ini menunjukkan bahwa
kepemimpinan kepala sekolah adalah faktor kunci untuk mengelola mencapai
visi dan misi sekolah melalui penciptaan kondisi atau iklim sekolah yang baik.
2. Pembentuk konstruk yang terkecil adalah kepemilikan kompetensi kepala
sekolah (mencakupi kompetensi-kompetensi manajerial, sosial, kepribadian,
kewirausahaan, dan supervisi). Temuan ini mengisyaratkan perlunya
memperbaiki kelemahan yang memberikan konstribusi yang paling kecil
terutama meliputi upaya peningkatan faktor kompetensi supervisi kepada guru
dan karyawannya, kompetensi kepribadiaannya, kompetensi sosialnya, dan
kompetensi manajerial. Model tersebut dapat digunakan sebagai pemodelan
untuk menetapkan siapa sebagai seorang kepala sekolah. tersusun model
konseptual pengembangan kapasitas kepemimpinan transformasional yang
relevan dengan kebutuhan dan tantangan yang harus direspons oleh SMK
3. Pembentuk konstruk kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang
memiliki konstribusi terkecil adalah faktor stimulasi intelektual berarti
rendahnya stimulasi intelektual kepala sekolah dapat dilakukan dengan
meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan rasionalitas dan kreativitas
guru dan karyawan serta memberikan kebebasan guru dan karyawan dalam
memunculkan ide baru, memiliki wawasan luas sehingga mampu memperbaiki
kualitas dalam satu organisasi.
4. Kepala SMK Negeri Kota dan Kabupaten Tegal perlu mengetahui faktor
determinan pembentuk konstruk kepemimpinan transformasional kepala
sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemodelan kepemimpinan kepala

18
19

sekolah, faktor iklim organisasi sekolah berkontribusi lebih besar diantara faktor
kompetensi kepala sekolah dan etos kerja. Karena itu disarankan kepala sekolah
dalam mengelola satuan pendidikan lebih menekankan pada faktor kerjasama,
penciptaan iklim sekolah yang kondusif, penciptaan inovasi, peninjauan kembali
struktur, proses, dan nilai organisasi agar lebih baik.
5. Kepemimpinan Kepala SMK N harus adaptif merespons aneka perubahan
internal dan eksternal, berpikir secara visioner berbasis pada potensi yang ada,
memberdayakan diri, mengembangkan mental kewirausahaan, kolaborasi
dengan kolega, berpikir inklusif tentang seluruh konstituennya, memperhatikan
pemeliharaan disiplin, dan menjaga kepemimpinannya, menyiapkan berbagai
bentuk solusi dalam pemecahan masalah terhadap perubahan. Untuk itu, perlu
dikembangkan hubungan dan kerjasama yang baru, nilai-nilai baru, perilaku
baru, dan pendekatan yang baru terhadap pekerjaan.
6. Kepala Dinas Pendidikan disarankan untuk memformulasi pola rekruitmen
kepala sekolah memberikan peluang kepada guru yang berasal dari lingkungan
internal dan eksternal sekolah, adalah asfek yang dapat dipertahankan di dalam
merekrut kepala sekolah. Aspek lain yang seharusnya mendapat perhatian oleh
dinas adalah, kesinambungan pembinaan kepala sekolah, selanjutnya penyerahan
tanggungjawab penuh atas kelangsungan sekolah yang dipimpinnya.
7. Bagi para ahli, kalangan pemerhati dan peneliti pendidikan, penelitian ini
menyarankan agar senantiasa membuka diskursus, pencarian alternatif mengenai
beragam model yang memungkinkan diformulasikannya kepemimpinan
transformasional kepala sekolah, kompetensi kepala sekolah, iklim organisasi
sekolah, etos kerja, dan kebermutuan pendidikan yang responsif terhadap
perubahan serta tuntutan eksternalnya. Bagi para pakar manajemen pendidikan,
hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan masukan untuk membantu para
kepala sekolah dan para guru-guru dalam upaya meningkatkan keterampilan
manajerial kepala sekolah, memperbaiki iklim organisasi sekolah dan
peningkatan etos kerja kepala sekolah secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Muh. Idochi. 2003. Hubungan antara Iklim Organisasi dengan Kepuasan
Kerja dan Performansi Guru SMEA di Kotamadya Bandung : PPS IKIP
Bandung.

Bass, Bernard. M. 1985. Leadership and Performance Beyond Expectations. New


York: Free Press.

Bass, Bernard. M 1997. Does Transactional Transformational Leadership


Paradigm Transcend Organizational and National Boundaries? Journal
American Psychologist, 52: 130-139.
Bass, Bernard. M and Seltzer, J. 1988. Transformational Leadership: Beyond
Initiation and Consideration. Journal of Management, 16 (4): 693-703.

19
20

Beach. Lee Roy 1993. Making the Right Decision: Organizational Culture
Vision, and Planning. Addison-Wesley:Reading MA.
Bycio, P., Hackett, R.D., and Allen, J.S. 1995. Further Assessments of Bass’s
(1985). Conceptualization of Transactional and Transformational
Leadership. Journal of Applied Psychology, 80 (4): 468-478.
Burhanuddin,1994. Analisis Administrasi, Manajemen dan Kepemimpinan
Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Crawford. M “ The Office Etiquette. Canadian Business”, Mei 2005.p. 22-31
Covey, Steven. 1992. Principle Centered Leadership. New York: Simon & Shuster.

Dunphy, D. and Stace, D. 1990. Under New Management. Reseville: Mc Graw-Hill.

Duncon. D.R 1972. “What is the Difference between Organizational Culture and
Organization Climate? A native’s point of view on a decade of paradigm
wars”. Academy of Management Review, July p 619.

Dubinsky dan A Yamarino. 1984. Foundation of Organization Behavior an Applied


Perspective. London :Prentice Hall International Inc

Fandy Tjiptono. 1995. Total Quality Management. Yogyakarta : Andi offset

Fachrudin. J.S. Pareke. 2004. Kepemimpinan Transformasional dan Perilaku Kerja


Bawahan. www.fokus.ekonomi.co.id.Vol.3 No 2 Agustus 2004.

Ferdinand, Augusty. 2000. Structural Equation Modeling dalam Penelitian


Manajemen. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gary A Yulk. 1998. Leadership in Organization. New York : Prentice Hall


International. Terjemahan Yusuf Udaya 1994 Kepemimpinan dalam
Organisasi, Jakarta : Prenhallindo.

Ghozali, I dan Fuad. 2005. Structural Equation Modeling: Teori, Konsep dan
Aplikasi dengan Program Lisrel 8,54. Semarang: Undip

Greertz, Gribbin, J.J 1080. Effective Manajerial Leadership. New York: American
Management Association.

Hughes, R.L., Ginnett, R.L., & Curphy. 1993. Leadership: enhanching the lessons of
experience. Irwin, Boston.

Hersey, Paul dan Blanchard, Kenneth H. 1990. Manajemen Perilaku Organisasi


Pengembangan Sumber Daya Manusia . Jakarta : Erlangga.

Howell, J.M., and Avolio, B.J. 1993. Transformational Leadership, Transactional


Leadership, Locus of Control, and Support for Innovation: Key Predictors of

20
21

Consolidated-Business-Unit Performance. Journal of Applied Psychology, 78


(6): 680-694.

Jalal, Fasli dan Dedi, S. 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah
Jakarta: Adicita.
Joreskog, K & Sorbon, D.2001. The Student Edition of LISREL 8.51 for Windows
(Computer Software) Lincolnwood, IL : Scientific Software International, Inc
Krajewsky, J Robert. 1983. The Elementary School Principalship. New York :
Holt, Rinehart and Winston.
Koontz, H. et.al. 1986. Essential of Management. 4th New York: Mc Graw Hill.
Kossen, Kozanas, 1993. The Human Side of Organization. USA: Harper Collins
Publisher, Inc
Koh, W.L., Steers, R.M., and Terborg, J.R. 1995. The Effect of Transformational
Leadership on Teacher Attitudes and Student Performance in Singapore.
Journal of Organizational Behavior, 16: 319-333.
Keller, R.T. 1992. Transformational Leadership and The Performance of Research
and Development Project Groups. Journal of Management, 18 (3): 489-501.
Koh, W.L., Steers, R.M., and Terborg, J.R. 1995. The Effect of Transformational
Leadership on Teacher Attitudes and Student Performance in Singapore.
Journal of Organizational Behavior, 16: 319-333.
Leithwood, K.A. 1992. The Move toward Transformational Leadership. Educational
Leadership, 49 (5), 9-18.

Leithwood, K.A. 1992. The Move toward Transformational Leadership. Educational


Leadership, 49 (5), 9-18.

Lengkong, J.S. 1996. Hubungan Kausal ntara Budaya Sekolah, Dinamika


Organisasi Informal, dan Iklim organisasi dengan Keefketifan Organisasi.
Malang : PPS IKIP Malang.

Mantja, Willem. 2005. Kompetensi Kekepalasekolahan: Landasan, Peran dan


Tanggung Jawabnya.” Jurnal: Filsafat, teori dan Praktek Kependidikan.
Tahun 23 Nomor 1 Januari 1996. Malang : FIP IKIP Malang
Mintzberg, H. 1973. The Structuring of Organization, Englewood Cliffs. NJ :
Prentice-Hall.
Mulyasa, Edward 2002 Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung : PT Remaja
Rusdakarya
Podsakoff, P., Mac Kenzie, S.B., and Bommer, W.H. 1996. Transformational Leader
Behavior and Substitutes for Leadership as Determinants of Employee
Satisfaction, Commitment, Trust, and Organizational Citizenship Behaviors.
Journal of Management, 22 (2): 259-298
Pinnes.S. Goodman. Dan Pennings, J.M. 1972. New Perspective on Organizational
Effectiveness. San Francisco : Jossey-Bass
Panji Anoraga. 1992. Psikologi Kerja. Jakarta : Rineka Cipta.
Pinchot Gifford. 1997. Menciptakan Organisasi Dengan Banyak Pemimpin.
Jakarta : Elex Media Komputindo.

21
22

Robin, Steven, P. 1980. Organizational Behavior: Concets, Controversies


, Applications, 8th edition, CD-ROM version Prentice Hall.
Rensis Likert and David G Bower. 1969. Organizational Theory and Human Resourc
Accounting American Psychologist. Vol 24 6 Jan 1969.
Rost, J. 1991. Leadership and forThe 21 st Century. New York: Praeger.
Sanusi, A. 1998. Pendidikan Alternatif. Menyentuh Arus Dasar Persoalan
Pendidikan dan Kemasyarakatan. Bandung: PPs IKIP dan Grafindo Media
Pratama.
Sillin, H. 1994. The Relationship between Transformational and Transactional
Leadership and School Improvement Outcomes. School Effectiveness
and School Improvement, 5 (3), 272-298.
Simamora, Henry. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE
YKPN
Sinamo Jansen.2001. Menciptakan Visi Motivatif (in Search of Powerfull Visi )
Majalah
Manajemen No 120 Agustus : 9
Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alpabeta.
Sillin, H. 1994. The Relationship between Transformational and Transactional
Leadership and School Improvement Outcomes. School Effectiveness
and School Improvement, 5(3), 272-298.

22

Anda mungkin juga menyukai