Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
B. Wuri Harini*
ABSTRAK
ABSTRACT
*
Staff pengajar di Teknik Elektro, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
173
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
PENDAHULUAN
Proses evaporasi telah dikenal sejak dahulu, yaitu untuk membuat garam
dengan cara menguapkan air dengan bantuan energi matahari dan angin. Evaporasi
merupakan satu unit operasi yang penting dan biasa dipakai dalam industri kimia dan
mineral. Evaporasi merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk mengolah
limbah radioaktif yang ditimbulkan dari kegiatan pengoperasian reaktor riset,
pemanfaatan sumber radiasi dan bahan radioaktif dalam bidang industri, pertanian,
kedokteran dan penelitian serta dari berbagai proses industri yang menggunakan bahan
yang mengandung radionuklida alam.
Dalam sistem evaporasi cairan dipekatkan dengan memberikan panas pada
cairan tersebut dengan energi yang intensif berupa sejumlah uap sebagai sumber
panas. Jumlah uap yang dihasilkan per unit uap yang dipakai yang menunjukkan
peningkatan kepekatan dapat diefektifkan dengan penggunaan evaporator bertingkat.
Keuntungan evaporator bertingkat ini adalah uap hasil satu tingkat dapat digunakan
sebagai sumber energi tingkat selanjutnya. Dengan demikian proses evaporasi dengan
evaporator bertingkat ini dapat menghemat energi yang diperlukan, sehingga
mengurangi biaya operasi.
Beberapa model mekanik sistem evaporator industri telah dibuat oleh para
peneliti dalam dekade ini. Kam dan Tade [1] telah membuat model untuk sistem
evaporator industri lima tingkat pada proses pembakaran cairan dalam proses Bayer
untuk produksi alumina di Alcoa’s Wagerup alumina refinery.
Dalam proses kerjanya sistem evaporator memerlukan tinggi cairan dalam
tangki yang tepat untuk memperoleh densitas produk yang diinginkan. Untuk
mempertahankan kondisi operasional evaporator tersebut dibutuhkan suatu sistem
kendali yang mampu mengatur sistem tersebut. Beberapa ilmuwan [2], [3], [4] telah
merancang sistem kendali yang berbeda untuk sistem evaporator ini. Dalam penelitian
ini akan dirancang sistem kendali dengan menggunakan logika fuzzy dengan
mempertimbangkan pengaruh interaksi yang ada dalam sistem MIMO.
Sistem Evaporator
Evaporator yang digunakan dalam tulisan ini merupakan bagian dari proses
Bayer untuk produksi aluminium. Evaporasi bertingkat dengan konfigurasi counter-
current dari proses pembakaran cairan terdiri dari lima tingkat yaitu satu falling film
evaporator, tiga forced-circulation evaporator dan satu super-concentration
174
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
Ada 15 variabel keadaan yang menjadi perhatian, yaitu level cairan dalam flash
tank (hii,i i = 1,2,..5), densitas cairan (ρi, i = 1,2,... 5) dan suhu aliran produk
meninggalkan setiap tingkat (T i, i = 1,2,... 5). Keluaran terkendali (controlled
variabel) dari plant adalah level cairan dalam semua flash tank (hii,i i = 1,2,..5),
densitas cairan produk pada tingkat #4 (ρ4) dan suhu pada tingkat #5 (T5). Input yang
D s 4 ),
dimanipulasi adalah aliran produk cairan (Qpppiii, i = 1,2,..5), laju uap ke HT #4 ( m
D v 5 ).
dan laju uap dari FT #5 ( m
175
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
dh2 1 E2 (2.1)
= Q P1 − Q P 2 −
dt A2 ρw
dρ 2 1 ρ2 ρ
= E2 − 1 − Q P1 ρ 1 2 − 1 (2.2)
dt h2 A2 ρ w ρ
1
dT2 1 E
= E 2 − mD V 2 + ρ V 2 Q P1 −Q P 2 − 2 (2.3)
dt
C 0 T2 ρw
dengan
QP1 ρ1c1T1 − QP 2 ρ 2 c2T2 + mD S 2 λS 2
E2 = (2.4)
λV 2
mD S 2 = mD V 3 + mD V 4 (2.5)
mD V 2 = E2 (2.6)
MP2 (2.7)
ρV 2 =
R(273.1 + T2 − BPE2 )
P2 = 1.58T2 −105.77 (2.8)
1.58M ρV 2 (2.9)
C0T2 = (V2 − A2 h2 ) −
R(273.1+ T2 − BPE2 ) (273.1 + T2 − BPE2 )
Laju evaporasi E2 dalam persamaan (2.4) tergantung pada jumlah uap yang
terkondensasi dalam HT#2 yang besarnya sama dengan jumlah uap dari FT#3 dan
FT#4 (persamaan 2.5). Jumlah uap yang meninggalkan FT#2 ( m D v 2 ) sama dengan
jumlah vaporisasi air dalam FT#2 (E2). Persamaan matematik untuk flash tank 1, 3
176
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
dan 4 dapat dilihat dalam appendiks. Nilai-nilai konstanta dalam model evaporator
ditunjukkan dalam tabel 2.2.
177
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
PERANCANGAN DECOUPLER
Linierisasi
Model linier dari sistem evaporator non linier dalam bab 2 dapat diperoleh
dengan linierisasi lokal di sekitar titik operasi steady state seperti yang ditunjukkan
dalam tabel 2.1. Model linier dinyatakan dalam bentuk state space sebagai berikut:
•
x = Ax + Bu + Γd (3.1)
y = Cx
dengan state x = [h1, h2, h3, h4, ρ4, T1, T2, T3, T4, ρ 1, ρ 2, ρ 3]T, input u = [QP1, QP2,
•
QP3, QP4, m S 4 ]T dan disturbance d = [Qf, ρf, Tf]T. Output y yang akan
dikendalikan adalah [h1, h2, h3, h4, ρ4]T. Vektor state, input dan output dinyatakan
dalam bentuk deviasi dari kondisi steady state Matriks A, B dan Г merupakan
matriks Jacobian untuk variabel state, input dan disturbance yang diperoleh dari
linierisasi lokal model evaporator non linier. Dari hasil linierisasi di atas diperoleh
nilai eigen (λk) sebesar: -2.535577651±0.3392069476i, -0.9979157112±0.67223i,
0.1118535155±0.023266263i, -0.00737602591±0.067703230i, -0.004773518139±
0.0004633332204i, -0.004210084218, -0.0003709942977.
Beberapa nilai eigen sistem evaporator bernilai positif. Hal ini menunjukkan
bahwa model evaporator mempunyai sifat open loop unstable.
Tanggapan Open-loop
178
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
1.4 2.3
1.3
2.2
1.2
2.1
1.1
2
1
1.9
0.9
1.8
0.8
0.7 1.7
1.6
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
t (jam) t (jam)
2.4 2.3
2.3
2.25
2.2
2.1
2.2
1.9 2.15
1.8
2.1
1.7
1.6 2.05
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
t (jam) t (jam)
1.62
1.61
1.6
1.59
1.58
1.57
1.56
1.55
1.54
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
t (jam)
: nonlininer
: linier
Gambar 3.1. Simulasi tanggapan open-loop sistem evaporator linier dan non-linier
179
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
Tanggapan Close-loop
1.5
2.28
1.45
2.26
1.4
1.35 2.24
1.3 2.22
1.25
2.2
1.2
2.18
1.15
1.1 2.16
0 20 40
t (jam)
60 80 100 120 140 160 180 200 0 20 40 60
t (jam)
80 100 120 140 160 180 200
2.6 2.55
2.55 2.5
2.5 2.45
2.45 2.4
2.4 2.35
2.35 2.3
2.3 2.25
2.25 2.2
2.2 2.15
2.15 2.1
t (jam) t (jam)
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
1.55
1.5
1.45
1.4
1.35
1.3
t (jam)
1.25
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
180
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
Perancangan Decoupler
C1 (s ) N1 (s ) 0 • • • 0 M 1 (s )
C (s ) 0 N 2 (s ) • • • 0 M 2 (s )
2
• • • • • (3.2)
=
• • • • •
• • • • •
Cn (s ) 0 0 N n (s ) M n (s )
atau,
N = GP ⋅ D = I (3.4)
−1
D = GP (3.5)
181
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
Steady state gain matrix GP dapat dihitung dari model state space proses
dinamik yang dilinearisasi [8]. Model non linier dapat dilinierkan di sekitar titik
operasi steady state membentuk persamaan state space dengan A, B, C, D
merupakan matriks konstan. Dengan transformasi Laplace diperoleh fungsi alih
antara y dan u sebagai berikut:
y (s )
= C (sI − A) B + D
−1
(3.6)
u (s )
Steady state gain matrix antara y dan u dapat diperoleh dengan memberi nilai
s=0, sehingga diperoleh:
Matriks G(0) dan matriks decoupler, yang merupakan invers dari G(0), dapat
dilihat pada apendiks.
en (t ) = ne e(t )
(4.1)
cen (t ) = nce (e(t ) − e(t − T ))
182
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
dengan T adalah time step, ne dan nce adalah faktor normalisasi, ke dalam
perubahan aksi pengendali δun(t) melalui aturan dalam bentuk: If en(t) is P and
cen(t) is N then δun(t) is Z.
P, N, Z merupakan kependekan dari positive, negative dan zero, yang
didefinisikan sebagai fuzzy set melalui variabel-variabel yang relevan seperti yang
ditunjukkan dalam gambar 4.2.
Keluaran dari FLC adalah perubahan dari aksi kontrol. Untuk memperoleh
aksi kontrol u, perlu diintegralkan dan didenormalisasikan dengan menggunakan
faktor denormalisasi deδu, sehingga diperoleh nilai aksi kontrol saat t, dimana nilai
perubahan aksi kontrol ditambah dengan nilai u sebelumnya, melalui rumus:
u (t ) = u (t − T ) + deδu δu n (t ) (4.2)
yd e en δun δu
+ u
ne y
- FLC deδu + plant
+ +
nce
-
ce cen z-1
-1
z
Integrator
Derivative
183
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
Gambar 4.3. Aturan-aturan kendali untuk pengendali fuzzy sederhana secara umum
184
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
Tabel 5.1 Settling time (ts) tanggapan pada pengendali fuzzy dan PI
185
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
Jika dibandingkan antara hasil simulasi untuk tujuh state termonitor yang tidak
dikendalikan antara pengendali fuzzy (gambar 5.2) dan pengendali PI (gambar 5.3),
tampak bahwa pada pengendali PI terdapat steady state error (SSE) pada T1, T2, T4
dan ρ3 yang lebih besar daripada hasil pada pengendali fuzzy, dapat dilihat dalam tabel
5.3. Tanggapan pada suhu tangki pertama semakin menurun sejalan dengan
bertambahnya waktu, sama dengan tanggapan T1 pada pengendali fuzzy, bahkan SSE-
nya lebih besar.
Tinggi cairan tingkat 1 Tinggi cairan tingkat 2
1.52 2.3
1.5
1.48 2.25
h1 (m)
h2 (m)
1.46
1.44 2.2
1.42
1.4 2.15
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
t (jam) t (jam)
2.31
2.265
2.3
2.29
2.26
2.28
h3 (m)
h4 (m)
2.27
2.255
2.26
2.25
2.25
2.24
2.245 2.23
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
t (jam) t (jam)
1.54
1.53
Rho4 (ton/m3)
1.52
1.51
1.5
1.49
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
t (jam)
186
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
Tabel 5.3 Steady State Error (SSE) tanggapan tujuh state tak terkendali
T1 T2 T3 T4 ρ1 ρ2 ρ3
SSE (%) -0.6 -0.011 - 0.0148 - - -
Fuzzy
SSE (%) PI -1.5384 -0.6 - -0.44 - - -0.067
Tabel 5.4. Perbandingan persen overshoot (%OS) dan settling time (Ts) tanggapan
tujuh state tak terkendali
Output Fuzzy PI
%OS Ts (jam) %OS Ts (jam)
T1 0.9 - 0.7 -
T2 0.64 180 0.443 -
T3 0.2 85 3.876 100
T4 0.59 40 3.71 -
ρ1 0.73 50 - 130
ρ2 0.5625 10 - 35
ρ3 0.336 10 - 40
Dalam tabel 5.4 ditunjukkan perbandingan persen overshoot dan settling time
antara pengendali fuzzy dan PI, dengan catatan, persen oversoot dan settling time
dihitung pada kondisi steady state, , karena adanya steady state error pada variabel
state tertentu. Dari tabel tersebut tampak bahwa kinerja pengendali fuzzy lebih baik
daripada pengendali PI, khususnya untuk T3 dan T4. Tidak hanya tanggapan suhu
pada tangki pertama, tanggapan suhu pada tangki kedua dan keempat pada pengendali
PI pun semakin menurun, yang menunjukkan bahwa tanggapan bersifat tidak stabil.
187
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
66 91
65.8 90.8
t2 (Celcius)
65.4 90.4
65.2 90.2
65 90
64.8 89.8
64.6 89.6
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
t (jam) t (jam)
129.25
129.2
135.5
t3 (Celcius)
t4 (Celcius)
129.15
129.1
135
129.05
129
128.95 134.5
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
t (jam) t (jam)
1.365
1.43
1.36
1.42
Rho1 (ton/m 3)
Rho2 (ton/m 3)
1.355
1.41
1.35
1.4
1.345
1.39
1.34
1.335 1.38
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
t (jam) t (jam)
1.5
1.49
Rho3 (ton/m3)
1.48
1.47
1.46
1.45
1.44
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
t (jam)
Gambar 5.2. Hasil simulasi sistem evaporator dengan menggunakan pengendali fuzzy
untuk tujuh state yang tidak dikendalikan
188
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
66 90.8
65 90.6
t2 (Celcius)
t1 (Celcius) 64 90.4
63 90.2
62 90
61 89.8
60 89.6
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
t (jam) t (jam)
134
139
133
138
132
t3 (Celcius)
t4 (Celcius)
137
131
136
130
135
129
128 134
127 133
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
t (jam) t (jam)
1.34
1.4
1.32
Rho1 (ton/m3)
1.35
Rho2 (ton/m3)
1.3
1.3
1.28
1.25
1.26
1.24
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
t (jam) t (jam)
1.5
1.45
Rho3 (ton/m3)
1.4
1.35
1.3
1.25
189
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
190
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
191
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
Apendiks
a. Flash tank 1
dh1 1 E
= Qf − QP1 − 1
dt A1 ρw
dρ1 1 ρ1 ρ
= E1 − 1 − Qf ρ f 1 −1
dt h1 A1 ρw ρf
dT1 1 E
= E1 − mC V1 + ρV1 Q f −QP1 − 1
dt C0T1 ρw
dengan
Qf ρ f c f Tf − QP1ρ1c1T1 + m
C S1λS1
E1 =
λV1
C S1 = m
m CV2
C V1 = E1
m
MP1
ρV1 =
R(273.1+ T1 − BPE1 )
P1 = 0.75T1 − 33.96
0.75M ρV1
C0T1 = (V1 − A1h1 ) −
R(273
.1 + T1 − BPE
1 ) (273
.1 + T1 − BPE)
1
b. Flash tank 3
dh3 1 E3
= QP2 − QP3 −
dt A3 ρw
dρ 3 1 ρ3 ρ
= E3 −1 − QP2 ρ 2 3 −1
dt h3 A3 ρ w ρ 2
dT3 1 E
= E3 − m V 3 + ρV 3 Q P2 −QP3 − 3
dt C0T3 ρw
192
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
dengan
c. Flash tank 4
dh4 1 E
= QP3 −QP4 − 4
dt A4 ρw
dρ4 1 ρ4 ρ4
= E4 −1−QP3ρ3 −1
dt h4 A4 ρw ρ3
dT4 1 E
= E4 −m
V4 +ρV4QP3−QP4 − 4
dt C0T4 ρw
dengan
QP3 ρ3c3T3 −QP4 ρ4c4T4 + m
S 4λS 4
E4 =
λV 4
V 4 = E4
m
MP4
ρV 4 =
R(273.1+T4 − BPE4 )
P4 = 4.09T4 − 434.95
4.09M ρV 4
C0T4 = (V4 − A4 h4 ) −
R(273.1 + T4 − BPE4 ) (273.1+ T4 − BPE )
4
193
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
d. Matriks G(0)
- 2.35093973 0357986 1.22048578 3951512 6.70299330 9969549e - 012 7.64867991 6272760e - 009 - 1.00046233 1955245e - 007
- 1.88650528 2886511 - 1.53708827 0988454 6.69849042 6545539e - 012 1.77704392 4579049 - 2.60181031 0752518e - 009
G (0) = - 1.71411235 2485155 - 2.10720967 6067564e - 003 - 1.29401573 0786661 1.61118791 2927899 - 3.67232279 3336191e + 000
- 1.77901415 5489721 - 2.35444522 1611469e - 003 1.05643349 7571993e - 003 3.57030127 8319628e - 001 - 5.38390807 2916915
- 4.77013378 5542995e - 003 - 2.98081552 6007060e - 004 1.42654839 5657163e - 004 - 2.32156493 9728001e - 002 - 4.42008245 0104397e - 003
e. Matriks Decoupler
194
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
DISKUSI
FAIZAL RIZA
WURI B. HARINI
195
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
TOPAN
WURI B. HARINI
Secara research, saya belum pernah meneliti mana yang lebih efektif. Jika dilihat
dari steam yang masuk, jika menggunakan counter current, untuk efek ke-2,
diperlukan masukan energi dari uap hasil tangki ke-3 dan 4 guna melakukan proses
evaporasi. Untuk mode con-current, uap hasil flash tank bisa digunakan untuk
sumber energi flash tank selanjutnya.
196
Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir XVII, Agustus 2006 (173-197)
197