Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Eliot beranggapan bahwa kurikulum yang terbaik adalah kurikulum yang cocok
bagi anak didik yang akan mempelajarinya. Hall, seorang psikolog terkemuka
aliran Darwinism, meyakini bahwa perubahan sosial terjadi secara evolusi, ia tidak
berubah secara radikal. Oleh karena itu, tugas pokok kurikulum adalah mendukung
perubahan setahap demi setahap dengan cara pembimbingan dan pemberian
kesempatan tumbuh kepada anak didik melalui kegiatan individual atau "child--
centered education." Sedangkan Parker yang oleh Dewey disebut sebagai "the
father of progressive education" nampaknya lebih berpengaruh dan berperanan
daripada Hall terhadap perkembangan pendidikan dan kurikulum. Sumbangan
pemikiran Parker terhadap teori kurikulum sangat jelas dengan gagasan "the child-
centered curriculum", yaitu suatu kurikulum yang disusun atas dasar kebutuhan
anak didik.
Dalam masa ini, pengaruh yang paling kuat dan menarik adalah pandangan aliran
scientific. Pandangan mereka telah mempengaruhi para pemikir pendidikan lainnya
dalam tiga hal pokok. Pertama, pandangan bahwa ilmu pengetahuan menyediakan
dukungan intelektual untuk berpikir rasional. Berbagai masalah dapat diatasi
dengan menerapkan cara berpikir rasional dalam proses ilmiah. Kedua, pandangan
bahwa ilmu pengetahuan menyediakan materi untuk kurikulum. Bahkan Flexner
(1916) telah membuktikan keunggulan ilmu pengetahuan tersebut. Flexner
mengatakan bahwa tujuan utama dari sekolah adalah untuk mempersiapkan anak
didik menguasai dunia nyata, dan persiapan itu akan lebih sempurna apabila
dilengkapi dengan ilmu-ilmu eksakta dan sosial. Selanjutnya, ia mengusulkan agar
dalam kurikulum hendaknya memusatkan perhatian kepada empat bidang utama
yaitu "science, industry, aesthetics, and civics." Terakhir, pandangan bahwa ilmu
pengetahuan menyediakan wahana untuk perbaikan sekolah. Ilmu pengetahuan
menghasilkan pandangan dan dukungan utama tentang sifat kurikulum yang
diinginkan dan tentang apa yang seharusnya dipelajari oleh anak didik.
Para pendukung "the child-centered curriculum atau juga sering disebut dengan
"progressive education" memulai menyusun kurikulum dengan menentukan
terlebih dahulu minat anak didik, dan selanjutnya materi yang dipilih dikaitkan
dengan minat tersebut. "The child-centered curriculum" pada hakekatnya adalah
kurikulum yang didasarkan kepada minat, kebutuhan, kemampuan untuk belajar,
dan pengalaman anak didik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sedangkan dalam pandangan Bobbit, kurikulum adalah perangkat apa saja yang
dapat digunakan untuk mengolah bahan mentah (the chlid) menjadi hasil akhir (the
model of adult).
Dua teoritikus kurikulum yang nampaknya penting dalam periode ini adalah Ralph
Tyler dan Hollis Caswell. Tyler (1950) merumuskan pertanyaan-pertanyaan dasar
yang harus dijawab dalam pengembangan kurikulum. Pertanyaan pertama, "What
educational purposes should the school seek to attain?" (tujuan-tujuan pendidikan
apa yang seharusnya dicapai oleh sekolah?). Menurut Tyler, tujuan-tujuan
pendidikan dapat diidentifikasi dengan cara menelaah tiga sumber yaitu: (1)
peserta didik itu sendiri; (2) kehidupan masa sekarang di luar lingkungan sekolah;
dan (3) pertimbangan para ahli disiplin keilmuan. Tyler menyadari bahwa dengan
analisis yang menyeluruh terhadap ketiga sumber tersebut akan menghasilkan
aneka tujuan, beberapa diantaranya mungkin saling bertentangan. Oleh karena itu,
para ahli kurikulum perlu memilih tujuan-tujuan dengan menggunakan dua
"screens" yaitu: filsafat pendidikan dan psikologi belajar. Tyler menyarankan
bahwa tujuan hendaknya dirumuskan dalam bentuk dua dimensi yaitu: (1)
komponen tingkah laku yang mengidentifikasi pentingnya tingkah laku belajar,
misalnya perkembangan cara berpikir efektif, dan (2) komponen materi yang
diambil dari disiplin keilmuan.
Pertanyaan kedua, "How can learning experiences be selected which are likely to
be useful in attaining these experiences?" (bagaimana pengalaman belajar dapat
dipilih yang mungkin berguna dalam pencapaian pengalaman tersebut?). Tyler
mengemukakan beberapa prinsip umum yang dijadikan pedoman oleh para
perencana kurikulum dalam memilih tujuan. Pertama, pilihlah pengalaman yang
memberikan kesempatan anak didik untuk dapat mempraktekkan jenis tingkah laku
seperti ditetapkan oleh tujuan. Kedua, pengalaman yang dipilih hendaknya sesuai
dengan kemungkinan kemampuan anak didik. Ketiga, anak didik hendaknya dapat
memperoleh kepuasan setelah mempraktekkan jenis tingkah laku yang ditetapkan.
Terakhir, perlu disadari bahwa pengalaman belajar yang sama yang diberikan
kepada seluruh anak didik akan menghasilkan hasil yang berbeda.
Salah satu teoritikus kurikulum yang tercatat dalam periode ini adalah Jerome
Bruner. Bruner seorang psikolog dari Universitas Harvard memimpin suatu
konferensi yang dihadiri oleh para ahli science, matematika, dan psikologi atas
prakarsa "the National Academy of Sciences" selang setahun setelah peluncuran
satelit Uni Soviet. Tujuan utama dari konferensi adalah perbaikan program
pelajaran science dan matematika dalam kurikulum pendidikan dasar dan
menengah di Amerika Serikat. Laporan akhir konferensi ditulis oleh Bruner (1960)
dengan judul "The Process of Education", sebuah buku yang berisi usaha-usaha
ambisius untuk peningkatan pendidikan. Dalam buku ini Bruner secara
meyakinkan memberikan dasar yang meliputi banyak hal yang dapat digunakan
oleh para pengikut scholarly structuralism. Pertama, kurikulum sekolah harus
mengutamakan kemudahan "the transfer of learning". Berhubung waktu sekolah
amat terbatas, guru harus mencari alat yang efisien untuk hal tersebut. "The
transfer of learning" akan dapat dicapai dengan baik apabila kurikulum secara
eksplisit direncanakan untuk memungkinkan anak didik memahami struktur ilmu
pengetahuan. Mengenai hal ini lebih lanjut Bruner mengatakan bahwa kontinuitas
belajar dihasilkan oleh penguasaan struktur ilmu pengetahuan, lebih fundamental
atau mendasar gagasan yang ia pelajari akan lebih besar dan luas penggunaannya
terhadap masalah-masalah baru.
Kedua, cara yang paling baik dalam mempelajari struktur ilmu pengetahuan adalah
melalui "discovery or inquiry approach" di mana anak didik berfungsi sebagai ahli
ilmu pengetahuan muda, ahli kimia muda, dan lain sebagainya. Mempelajari ilmu
kimia, sebagai contoh, anak harus betul-betul bertindak seperti ahli kimia.
Pendapat Bruner sangat bertentangan dengan pendapat Piaget. Piaget berteori
bahwa cara belajar seseorang akan ditentukan oleh tingkat perkembangan usianya,
sedangkan Bruner berteori bahwa anak yang masih muda sekalipun dapat
mempelajari struktur ilmu pengetahuan sebab kegiatan intelektual pada tingkat usia
manapun pada dasarnya adalah sama. Selanjutnya Bruner mengatakan bahwa
kurikulum yang disusun berdasarkan penggunaan gagasan pikiran yang terbaik
yang akan menghasilkan para ilmuwan.
"Elective programs" adalah program pilihan yang hanya ditawarkan sebagai bagian
dari sekolah menengah. Konsep dasar dari program pilihan relatif sederhana yaitu
anak diwajibkan memilih salah satu dari berbagai program jangka pendek yang
bukan termasuk ke dalam katagori mata pelajaran seperti musik dan olah raga.
Program tersebut, misalnya, adalah "Woman in Literature", "The Romance of
Sport", dan "War and Peace".
Dalam periode eksperimentasi ini tercatat Carl Rogers yang mendukung "free
schools and open classrooms." Buku yang ditulis oleh Rogers (1969), "Freedom to
Learn: A view of what education might become", cukup berpengaruh dikalangan
para pendidik. Yang paling menarik adalah Holt (1964) yang dalam pandangannya,
guru adalah kurikulum ("the teacher is the curriculum"). Dari perspektif Holt,
sekolah tidak memerlukan "scope and squence charts, clearly articulated
objectives, or specified learning activities". Tetapi sebaliknya sekolah memerlukan
guru yang menawan dan imajiner yang dapat merangsang lingkungan belajar dan
yang dapat melibatkan anak didik dalam pengalaman belajar yang berarti bagi
kehidupannya.
Goodlad adalah figur lain yang telah banyak memberikan sumbangan besar dalam
sejarah kurikulum. Selama lebih dari pada dua puluh lima tahun ia melakukan
berbagai penelitian, mengorganisasir pusat-pusat pembaharuan pendidikan,
mengajar mahasiswa dalam spesialisasi kurikulum dan pengajaran, dan
menerbitkan berbagai buku ilmiah tentang pendidikan dan ratusan artikel yang
diterbitkan oleh berbagai jurnal dan majalah pendidikan. Para pendidik banyak
yang menerima Goodlad sebagai tokoh kurikulum yang memahami kehidupan
sekolah, yang mempunyai pandangan jelas bagaimana seharusnya sekolah, dan
yang memiliki berbagai ide yang teruji dengan baik untuk membantu sekolah
mencapai tujuannya.
Dari semua bukunya, mungkin yang paling berpengaruh dan bermanfaat adalah "A
Place Called School: Prospects for the Future", diterbitkan 1984 beberapa tahun
setelah gerakan reformasi pendidikan di Amerika Serikat diumumkan secara luas.
Yang membuat karya tersebut termashur adalah pekerjaan besarnya dengan
mengadakan penelitian secara sistematis dan mendalam terhadap 1016 kelas,
mewawancarai 1350 guru, 8624 orang tua, dan 17163 murid. Banyak rekomendasi
yang ia kemukakan, diantaranya ia menyatakan perlunya dibangun sejumlah pusat
penelitian dan pengembangan kurikulum dalam berbagai bidang kurikulum sebagai
alat untuk menyempurnakan materi dan penyajiannya. Pusat-pusat penelitian
tersebut menurut Goodlad hendaknya dilengkapi dengan pusat perencanaan
kurikulum yang bertanggung jawab menerjemahkan hasil penelitian ke dalam
pedoman-pedoman kurikulum yang dapat dipakai langsung oleh sekolah.