Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KWS

PROFIL PENGUSAHA SUKSES


DOSEN PENGAMPU : Yaser Arafat, S.ST

Disusun oleh

Nama : SYARIFAH NURUL CHALISA

NIM : 3201005027

Kelas : 1c

AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK

2010/2011
PROFIL PENGUSAHA SUKSES
1. BOB SADINO

Bob Sadino (Lampung, 9 Maret 1933), atau akrab dipanggil om Bob, adalah seorang
pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik
dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat
menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya. Bob
Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima
bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun
mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah
dianggap hidup mapan.

Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam


perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana,
ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal
di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.

Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes
miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di
Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal
dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki
tekad untuk bekerja secara mandiri.

Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan
mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika
ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya
uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu
hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.

Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang
dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob
memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa
berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.

Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam
tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing,
karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta,
di mana terdapat banyak menetap orang asing.

Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun
mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi
pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang
berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia
selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.

Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya


holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia.
Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.
Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan.
Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya
uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan
menangkap peluang.

Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku
dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan.
Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak
segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.

Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke


lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan
Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi
trampil dan profesional.
Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih,
arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.

Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan
pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan
pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu
ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.

Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem
Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.

Anak Guru

Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir
sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima
bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi
guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.

Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual
untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi,
masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri
sopirnya.

Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan
yang menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Bob. Kehilangan sumber
penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami
Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan.
Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”

Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya,
Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem
Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik
pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru,
Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40
sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.
”Saya hidup dari fantasi,” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak
ini lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per kilogram.
”Di mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,” kata Bob.

Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan.
Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin
berkhayal yang macam-macam.

Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz. Saat-saat yang
paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua anaknya.

Nama :
Bob Sadino
Lahir :
Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933
Agama :
Islam

Pendidikan :
-SD, Yogyakarta (1947)
-SMP, Jakarta (1950)
-SMA, Jakarta (1953)

Karir :
-Karyawan Unilever (1954-1955)
-Karyawan Djakarta Lloyd, Amsterdam dan Hamburg (1950-1967)
-Pemilik Tunggal Kem Chicks (supermarket) (1969-sekarang)
-Dirut PT Boga Catur Rata
-PT Kem Foods (pabrik sosis dan ham)
-PT Kem Farms (kebun sayur)

Alamat Rumah:
Jalan Al Ibadah II/12, Kemang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp: 793981

Alamat Kantor :
Kem Chicks Jalan Bangka Raya 86, Jakarta Selatan Telp: 793618

Referensi :

- http://pengusahamuda.wordpress.com/biografi/
- http://id.wikipedia.org/wiki/Bob_Sadino
2. ADRILSYAH ADNAN

Nama : Adrilsyah Adnan


Jenis Usaha : Clothing
MerekUsaha :Warning,74,Magma,Camo
LokasiUsaha :Bandung,Jakarta,Surabaya,
Jogjakarta, Purwakarta
MulaiUsaha :1997

Usaha lainnya : Pemasok bahan clothing

Bekerja keras untuk mencapai sesuatu yang diinginkan memang jadi sebuah
keharusan. Apalagi ketika memulai usaha baru. Tentu, tak bisa berleha-leha untuk
mengerjakannya karena harus memenuhi target yang diinginkan. Hal itulah yang dilakukan
Adrilsyah Adnan saat memulai karirnya menjadi pengusaha.

Adril adalah seorang perantau yang berasal dari Bukit Tinggi. Ia telah menyelesaikan
kuliahnya di bandung pada tahun 1997. Untuk menyambung hidupnya, ia harus untuk
menecari cara untuk mendapatkan uang. Ia memulainya dengan menjadi brooker sweater
rajut di Bandung untuk di jual ke Jakarta. Dari Ibu Kota, ia datang ke kembali dengan
membawa topi untuk di pasarkan di Bandung. Walaupun untung yang ia dapatkan sedikit,
usaha ini tetap ia tekuni selama beberapa bulan

Bisnis yang berawal dari kebutuhan itu pun berkembang jadi usaha menguntungkan.
Itu bermula dari Adril yang menemukan celah baru di dunia bisnis. Penjualan topi pun tak
mengandalkan lagi produk asal Jakarta. Sedikit demi sedikit, ia membangun konveksi yang
khusus membuat topi.Setelah cukup berkembang, ia memberanikan diri membuka usahanya
dalam bentuk toko di kawasan Parahyangan Plaza. Toko topi dengan merek dagang Warning
ini pun cukup laku. Darisana ia pun mulai mengembangkan sayapnya dengan membuka
produk baru. Di tahun 2000 ia pun jadi pelopor bisnis pakaian distro di kawasan Parahyangan
Plaza.

Adril pun mulai dengan membuat produk berupa kaos, tas, hingga apparel distro
lainnya. Ia pun tak hanya membuka tokonya di Bandung. Untuk memperluas jaringan
usahanya, Adril membuka clothingnya di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya,
Jogjakarta serta Purwakarta.

Usahanya berjalan dengan lancar. Sekarang ia membuat clothing dengan merek baru
yaitu 74 yang diambil dari tahun kelahirannya. Warning pun berpindah tempat, dan toko yang
ada di Parahyangan dijadikan clothing 74. Ia kembali membuka merek baru yaitu Magma dan
Camo. Sebetulnya, semua merek milik Adril itu bergerak di bidang yang sama. Cuma, ia
pintar memanfaatkan segmentasi pasar yang terbagi jadi beberapa macam.

Saat ini, ia juga jadi pemasok bahan untuk beberapa distro di Bandung. Awalnya
memang ia belanja hanya untuk keperluan clothingnya. Tapi, karena ada permintaan dari
rekanan bisnisnya, Adril pun memulai usaha barunya untuk menjual bahan. Sekarang, adril
yang awalnya mondar mandir Bandung Jakarta untuk mencari tambahan kebutuhan hidup
sudah tinggal menikmati hasilnya. Malah, ia pun ikut membuka peluang kerja baru dengan
puluhan karyawan serta vendornya

sumber : http://pengusaha.co.id/cerita/
3. Sukyatno Nugroho - Es Teler 77

Anak yang bodoh di sekolah belum tentu tidak sukses dalam hidupnya di
kemudian hari. ?Sekolah saya enggak pintar, bahkan enggak suka
sekolah,? kenang Presiden Direktur Es Teler 77 tentang masa kecilnya.
Dua kali tidak naik kelas, dan yang naik pun berada di rangking 40-an di
antara 50 siswa. Karena itulah SMA-nya cuma tiga bulan.

Akhirnya kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, ini dikirim ayahnya, Hoo Ie


Kheng, ke Jakarta, kepada pamannya. Ke Ibu Kota dengan harapan
melanjutkan sekolah, tapi apa kata sang paman? ?Enggak usah sekolah,
nanti saya latih dagang saja,? ujar Sukyatno menirukan ucapan
pamannya. Beberapa tahun kemudian, Sukyatno sukses dengan Es Teler
77 yang juga memiliki cabang di Malaysia, Singapura, Australia, dengan
total pekerja tiga ribu orang. Dan penyandang gelar doktor honoris causa
ini malah berceramah di banyak universitas tentang bisnis franchise.

Awalnya, pria yang dulu bernama Hoo Tjioe Kiat ini menjadi penjaja
(salesman) macam-macam barang: kancing baju, sisir, barang elektronik.
Setiap hari dari Pasar Pagi, Jakarta Barat, ia naik oplet atau sepeda ke
Jatinegara dan Jalan Sudirman, keduanya di Jakarta Pusat ?yang dulu
banyak dipenuhi toko besi?lalu ke Tanjungpriok, Jakarta Barat. Tidak mau
mengaku di mana tempat berjualannya, ia pernah dicurigai menjual
barang-barang curian.

?Saya sempat putus asa,? kata Sukyatno. Pamannya memberi pelajaran: ?


Kalau kamu datang sekali enggak bisa, datangi seribu kali. Kalau itu saja
kamu enggak bisa, berarti kamu goblok.?

Sambil tetap berjualan barang, Sukyatno juga mencoba jadi tengkulak


jual-beli tanah dan agen pengurusan surat izin mengemudi. Sampai pada
suatu ketika, 1978, ia menjadi pemborong, membangun rumah dinas
pesanan sebuah departemen. ?Ketika bangunannya hampir jadi, saya mau
dikeroyok orang kampung. Ternyata itu tanah sengketa,? tuturnya.
Akibatnya, ia terpuruk utang, sampai untuk bayar uang sekolah anaknya
saja ia tidak mampu.

Ternyata Sukyatno mampu bangkit. Setelah membuka salon, ia membuat


usaha es teler, terinspirasi mertuanya yang menang lomba membuat es
teler. Namanya Es Teler 77 Juara Indonesia, pertama kali dibuka pada 7
Juli 1982. Selain mudah diingat, 77 adalah angka keberuntungan, katanya.
Dari tenda-tenda di emperan pertokoan, ia pindah ke Jalan Lombok I dan
Jalan Pembangunan, keduanya di Jakarta Pusat, karena digusur. Di dua
tempat ini masih berkonsep kaki lima juga.

Lalu, bermodal nekat, pada 1987 ia pun membuka franchise di Solo dan
Semarang, Jawa Tengah, sampai sekitar seratus buah. Ia akhirnya mulai
masuk plaza, 1994. Selain es teler, ia juga berjualan mi tektek dan ikan
bakar.
Walau sudah sukses, Sukyatno tetap merasa rakyat kecil. Menurut dia, itu
karena ia terbiasa hidup sengsara sejak kecil?pada usia enam tahun
sudah ditinggal ibunya, Lee Kien Nio, yang meninggal. ?Sampai sekarang
saya masih senang makan di kaki lima, pakai pakaian biasa-biasa,?
katanya.

Berkeinginan keras dan tekun, pantang menyerah, dan fokus menekuni


satu bidang usaha merupakan kiat sukses Sukyatno.

Menikah dengan Yenny Setia Widjaja, yang saat itu juga berjualan, 1970,
Sukyatno ayah tiga anak. Ia sangat memperhatikan pendidikan anak-
anaknya, yang semuanya disekolahkan ke luar negeri. Ia juga mendidik
mereka agar punya kepedulian sosial.

from: KCM
4. SUDONO SALIM

Di cakrawala ekonomi dan bisnis Indonesia, nama Liem Sioe Liong sudah
menjadi legenda. Banyak yang lupa: hampir setengah abad yang lalu,
pemuda perantau dari Futsing, Hokkian, Cina Selatan, itu memulai
upayanya dengan magang pada seorang paman yang berdagang jagung,
beras, kedelai -- antara lain.

Lahir sebagai Lin Shao-liang, anak kedua dari tiga bersaudara ini
mengikuti jejak abangnya, Liem Sioe Hie, yang sudah mendarat di Jawa
sembilan tahun lebih awal. ''Dua tahun pertama di Indonesia amat berat,''
tutur Shao-liang, yang belakangan dikenal juga dengan nama Sudono
Salim.

Ketika Jepang datang, ia mulai berdagang minyak kacang kecil- kecilan di


Kudus, Jawa Tengah. Kemudian mencoba nasib sebagai penyalur cengkih
di kota sigaret kretek itu. Lalu, datanglah nasib baik serentak dengan saat
pecahnya Revolusi 1945. Liem membantu Republik, yang membutuhkan
banyak dana melawan Belanda.

Tetapi, ketika Jepang menyerah, ia sempat disrempet musibah.


Berkarung-karung uang Jepang miliknya mendadak dinyatakan tidak laku,
karena pemerintah menerbitkan uang baru. Ketika itu, tiap orang
menerima satu rupiah uang baru tadi. ''Keluarga saya delapan orang, jadi
dapat delapan rupiah, wah, edan,'' katanya mengenang.

Liem lalu mengubah taktik dagangnya. ''Bisnis itu tidak boleh atas dasar
uang, tapi harus atas dasar barang,'' ia seperti memberi nasihat. Sejak itu
pula ia lebih memusatkan usaha diversifikasi. Toh, ia merasa tidak bisa
bergerak lincah di zaman Bung Karno. ''Dulu dagang susah, orang banyak
bicara,'' katanya. ''Tapi sejak Orde Baru, dipimpin oleh Presiden Soeharto,
saya ambil keputusan: apa yang harus dilakukan sebagai orang dagang.''
Dengan Pak Harto, Liem mengaku baru kenal setelah 1950-an, di
Semarang.

Kini, bos perusahaan induk Liem Investors di Hong Kong, dan PT Salim
Economic Development Corporation (SEDC) di Jakarta, itu sering disebut
sebagai ''pengusaha terkaya nomor enam di dunia''. Jumlah hartanya
mengalahkan keluarga Rotschild dan Rockefeller. Pada 1984, kekayaan
kelompok ini ditaksir sekitar US$ 7 milyar. Artinya, sama dengan jumlah
uang yang beredar di Indonesia ketika itu yang, menurut beberapa
sumber, meliputi sekitar Rp 7 trilyun.

Liem pindah ke Jakarta pada 1951, dan mulai mengembangkan usahanya.


Mula-mula ia mendirikan pabrik sabun, kemudian pabrik paku, ban
sepeda, pengilangan karet, kerajinan, dan makanan. Ia juga bergerak di
bidang pengusahaan hutan, bangunan, perhotelan, asuransi, perbankan,
bahkan toko pakaian. Kunci sukses baginya adalah jasa. ''Kalau jasa itu
jalannya betul, otomatis bisa jual lancar,'' katanya, dalam bahasa
Indonesia yang tetap patah-patah.Namun, Liem keberatan usahanya
dikatakan menerobos ke semua penjuru bisnis. ''Orang suka bilang ini-itu
punya Liem Sioe Liong. Gila apa? Tapi kalau orang lain suka pakai nama
Liem, bisa bilang apa?'' katanya kepada majalah TEMPO, media massa
Indonesia pertama yang mewawancarainya, Maret 1984.

Kelompok ini juga mengaku tidak selamanya bernasib mujur. ''Dihitung-


hitung, ada sekitar sepuluh perusahaan yang kami tutup, karena kalah
bersaing,'' ujar Anthony Salim, nomor dua dari empat putra Liem -- yang
sering disebut-sebut sebagai ''putra mahkota''. Paling tidak terdapat
sekitar 37 perusahaan yang bernaung di bawah SEDC.

Selain dikenal sebagai ''raja bank'', kelompok Liem juga disebut-sebut


sebagai satu di antara ''raja semen'' di dunia. Dalam setiap usaha
patungan, kelompok ini selalu menonjol sebagai pemilik saham terbesar.
Dan langkah itu bukannya tanpa pertimbangan. Dengan memiliki 51%
saham perusahaan Hagemeier di Belanda, misalnya, ''Kami bisa
menentukan policy perusahaan,'' kata Liem. ''Juga supaya bisa mengawasi
ekspor dari Indonesia, misalnya hasil bumi.''

Sejak 1982, gebrakan kelompok Liem di luar negeri semakin mantap. Ia


membeli, antara lain, 80% saham Hibernia Banchares, San Francisco,
disusul 54,4% saham Shanghai Land Investment. Tetapi, Maret 1986, ia
tersandung dalam usaha penanaman modal di Provinsi Fujian, RRC, bekas
daerah kelahirannya.

Di kawasan itu, di sebuah desa peternakan tiram di Teluk Meizhou,


terdapat proyek pengilangan minyak senilai US$ 800 juta. Usaha ini
merupakan patungan antara China Fujian Petroleum Co., China
Petrochemical International Corp., Fujian Investment & Enterprise Ltd.,
dan China Pacific Petroleum Ltd. Perusahaan terakhir ini, menurut surat
kabar The Asian Wall Street Journal, didaftarkan di Liberia, dan ''dikontrol
oleh Mr. Liem''.

Sayang, usaha patungan itu terkatung-katung, paling tidak sudah setahun.


Konon, pihak RRC terlalu banyak menuntut. Mereka juga, yang memang
kurang berpengalaman dalam menyelenggarakan bisnis patungan,
bingung oleh melonjaknya harga barang-barang impor yang dibutuhkan
kilang minyak tersebut. Pihak Liem sendiri, menurut koran tersebut, tidak
begitu ambil pusing dan siap-siap menarik diri.

Menjelang usia 70, taipan yang juga sering dipanggil sebagai ''Oom Liem''
ini mengaku tidak lagi bekerja terlalu keras. ''Setiap hari saya masuk
kantor jam sepuluh pagi, lalu terima tamu,'' katanya. Ia tidak merokok,
juga tidak menjamah minuman keras. Kegemarannya terbatas: jogging
tujuh kilometer setiap pagi, dan, kabarnya, mengunjungi klub malam.
''Saya juga sudah jarang sekali teken cek,'' katanya.

Lalu, siapa yang akan menggantikan tahta si Oom? ''Semua anak sama,''
katanya. ''Yang perlu di sini teamwork. Yang bilang Anton bakal ganti saya
itu orang luar.'' Ia, memang, seperti lebih menekankan perlunya tenaga
profesional. Hal ini tampak, antara lain, pada keterlibatan Liem
memelopori dan menangani beberapa lembaga pendidikan, misalnya
Yayasan Tarumanegara dan Prasetiya Mulya.

From: KCM
Posted by golomna on March 22, 2010

5. JAMES WATT

James Watt (Greenock, Skotlandia, 19 Januari 1736 – Birmingham, Inggris, 19 Agustus


1819) ialah seorang insinyur besar dari Skotlandia, Britania Raya. Ia berhasil menciptakan
mesin uap pertama yang efisien. Ternyata mesin uap ini merupakan salah satu kekuatan yang
mendorong terjadinya Revolusi Industri, khususnya di Britania dan Eropa pada umumnya.
Untuk menghargai jasanya, nama belakangnya yaitu Watt digunakan sebagai nama satuan
daya, misalnya daya mesin dan daya listrik.

James Watt, orang Skotlandia yang sering dihubungkan dengan penemu mesin uap, adalah
tokoh kunci Revolusi Industri. Sebenarnya, Watt bukanlah orang pertama yang membikin
mesin uap. Rancangan serupa disusun pula oleh Hero dari Iskandariah pada awal tahun
Masehi. Di tahun 1686 Thomas Savery membikin paten sebuah mesin uap yang digunakan
untuk memompa air, dan di tahun 1712, seorang Inggris Thomas Newcomen, membikin pula
paten barang serupa dengan versi yang lebih sempurna, namun mesin ciptaan Newcomen
masih bermutu rendah dan kurang efisien, hanya bisa digunakan untuk pompa air dari
tambang batubara.

Watt menjadi tertarik dengan ihwal mesin uap di tahun 1764 tatkala dia sedang membetulkan
mesin ciptaan Newcomen. Meskipun Watt cuma peroleh pendidikan setahun sebagai tukang
pembuat perkakas, tetapi dia punya bakat pencipta yang besar. Penyempurnaan-
penyempurnaan yang dilakukannya terhadap mesin bikinan Newcomen begitu penting,
sehingga layaklah menganggap sesungguhnya Wattlah pencipta pertama mesin uap yang
praktis.

Keberhasilan Watt pertama yang dipatenkannya di tahun 1769 adalah penambahan ruang
terpisah yang diperkokoh. Dia juga membikin isolasi pemisah untuk mencegah
menghilangnya panas pada silinder uap, dan di tahun 1782 dia menemukan mesin ganda.
Dengan beberapa perbaikan kecil, pembaruan ini menghasilan peningkatan efisiensi mesin
uap dengan empat kali lipat atau lebih. Dalam praktek, peningkatan efisiensi ini memang
merupakan hasil dari suatu kecerdasan namun tidaklah begitu merupakan peralatan yang
bermanfaat dan bukan pula punya kegunaan luar biasa ditilik dari sudut industri.
Watt juga menemukan (di tahun 1781) seperangkat gerigi untuk mengubah gerak balik mesin
sehingga menjadi gerak berputar. Alat ini meningkatkan secara besar-besaran penggunaan
mesin uap. Watt juga berhasil menciptakan pengontrol gaya gerak melingkar otomatis (tahun
1788), yang menyebabkan kecepatan mesin dapat secara otomatis diawasi. Juga menciptakan
alat pengukur bertekanan (tahun 1790), alat penghitung kecepatan, alat petunjuk dan alat
pengontrol uap sebagai tambahan perbaikan lain-lain peralatan.

Watt sendiri tidak punya bakat bisnis. Tetapi, di tahun 1775 dia melakukan persekutuan
dengan Matthew Boulton, seorang insinyur, dan seorang pengusaha yang cekatan. Selama
dua puluh lima tahun sesudah itu, perusahaan Watt dan Boulton memproduksi sejumlah besar
mesin uap dan keduanya menjadi kaya raya. Mesin uap bekerja ganda penemuan Watt tahun
1769 Memang sulit melebih-lebihkan arti penting mesin uap. Sebab, memang banyak
penemuan-penemuan lain yang memegang peranan penting mendorong berkembangnya
Revolusi Industri. Misalnya, perkembangan dunia tambang, metalurgi, dan macam-macam
peralatan mesin. Sekoci yang meluncur bolak-balik dalam mesin tenun (penemuan John Kay
tahun 1733), atau alat pintal (penemuan James Hargreaves tahun 1764) semuanya terjadi
mendahului kreasi Watt. Sebagian terbesar dari penemuan-penemuan itu hanyalah merupakan
penyempurnaan yang kurang berarti dan tak satu pun punya arti vital dalam kaitan dengan
bermulanya Revolusi Industri. Lain halnya dengan penemuan mesin uap yang memainkan
peranan penting dalam Revolusi Industri, yang tampaknya keadaan akan mengalami bentuk
lain. Sebelumnya, meskipun tenaga uap digunakan untuk kincir angin dan putaran air, sumber
pokok tenaga mesin terletak pada tenaga manusia. Faktor ini amat membatasi kapasitas
produksi industri. Berkat penemuan mesin uap, keterbatasan ini tersingkirkan. Sejumlah
besar energi kini dapat disalurkan untuk hal-hal yang produktif yang menanjak dengan
teramat derasnya. Embargo minyak tahun 1973 membuat kita sadar betapa sengsaranya jika
bahan energi berkurang dan mampu melumpuhkan industri. Pengalaman ini, pada tingkat
tertentu, mendorong kita membayangkan arti penting Revolusi Industri berkat penemuan
James Watt.

Di samping manfaat tenaga untuk pabrik, mesin uap juga punya guna besar di bidang-bidang
lain. Di tahun 1783, Marquis de Jouffroy di Abbans berhasil menggunakan mesin uap untuk
penggerak kapal. Di tahun 1804, Richard Trevithick menciptakan lokomotif uap pertama.
Tak satu pun dari model-model pemula itu berhasil secara komersial. Dalam tempo beberapa
puluh tahun, barulah baik kapal maupun kereta api menghasilkan revolusi baik di bidang
pengangkutan darat maupun laut.

Revolusi Industri berlangsung hampir berbarengan dengan Revolusi Amerika maupun


Perancis. Meskipun waktu itu tampaknya sepele, kini tampak jelas betapa Revolusi Industri
itu seakan digariskan mempunyai makna jauh lebih penting untuk peri kehidupan manusia
ketimbang arti penting revolusi politik. James Watt, oleh sebab itu tergolong salah seorang
yang punya pengaruh penting dalam sejarah.

Sumber:
http://wapedia.mobi
http://denbaghost.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai