2010-07-06 Lala Kolopaking-Sektor Pertanian Yang Memakmurkan
2010-07-06 Lala Kolopaking-Sektor Pertanian Yang Memakmurkan
Oleh
Lala M. Kolopaking
Sampai hari ini dapat dikatakan sektor pertanian tetap menjadi simbol
yang menguatkan pandangan Geertz tentang ”berbagi kemiskinan”.
Perkembangan sektor-bukan pertanian belum berhasil menarik lebih banyak
angkatan kerja. Data Biro Pusat Statistik (2008), menunjukkan peningkatan
pertumbuhan ekonomi 2001-2007 tidak selalu selaras dengan penurunan
jumlah orang miskin. Di samping itu, perkembangan dua indikator ekonomi
tersebut diikuti kecenderungan pertambahan pengangguran (Gambar 1).
Dalam konteks ini juga, angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian terus
berada di atas 40 persen dimana pada Tahun 2007 tercatat 42,6 persen.
Dengan demikian, sektor pertanian lebih dekat pada sektor ekonomi massal
yang dicirikan dengan kemiskinan. Pada akhirnya tidak keliru apabila
pertanian lebih dilihat berkait dengan kemiskinan dibanding kemakmuran.
Memasuki 100 tahun kebangkitan nasional, masih adanya persoalan
pertanian yang identik dengan kemiskinan dapat menjadi ancaman hadirnya
krisis berbangsa dan bernegara. Sebagaimana memperhatikan
perkembangan kenaikan harga pangan dunia yang terjadi akhir-akhir ini,
diperlihatkan hal itu dapat menjadi pemicu kerusuhan sosial di negara-
negara miskin. Oleh karena krisis pangan yang ditandai melambungnya
harga pangan menurunkan kemampuan banyak orang untuk akses karena
berpendapatan rendah. Pertanian kita yang masih dekat dengan kemiskinan
tentu menjadi masalah yang merisaukan.
Padahal di negara-negara lain, misal Thailand, Malaysia dan Vietnam
sebagai tiga negara se-Asean saja dapat membuktikan bahwa sektor
pertanian dapat mendorong kemakmuran. Di tiga negara tersebut,
keberhasilan menyeimbangkan pengembangan pertanian sebagai sektor
yang dapat mendatangkan devisa bagi negara sekaligus memberi kecukupan
pangan bagi orang banyak berhasil dikemas untuk mengembangkan
industrialisasi serta proses peningkatan sumber manusia secara memadai.
Artinya, pengembangan pertanian yang mensejahterakan itu memerlukan
pendekatan dan pengelolaan arah dan tujuan secara multi-dimensi.
12.00% 19.00%
18.50%
10.00%
18.00%
8.00% 17.50%
17.00%
6.00%
16.50%
4.00% 16.00%
15.50%
2.00%
15.00%
0.00% 14.50%
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Penutup
Castells, Manuel, 2001. The Rise of The Network Society. Oxford Blackwell.
Geertz, C., 1963. Agricultural Involution: The Processes pf Ecological Change
in Indonesia. Berkeley: Univ.of California Press.
Felix M. Sitorus, 2006. Paradigma Ekologi Budaya Untuk Pengembangan
Pertanian Padi Pertanian sebagai Interaksi Berinti Budaya antar Benih,
Tanah dan Tenaga. Makalah Seminar Rutin Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor: PSEKP Balitbang Pertanian,
Deptan RI
Kolopaking, L.M., 2007. Bercermin dan Melacak Pendekatan Pembangunan
Pedesaan Indonesia. Makalah Lokakarya Nasional Pembangunana Yang
Berawal dari Desa. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian, pada 27 Agustus 2007
Sajogyo, 1997. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Mimbar Sosek. Journal of
Agricultural and Resources Socio-Economics. Vol.10 No.2. Departemen
ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian-IPB.
Chambers, Robert, 2005. Participatory Learning and Action Reflection: Future
Directions. Brighton-UK: IDS-University of Sussex.
Fukuyama, F. , 2000. Social Capital and Civil Society. IMF Working Paper
WP/00/74.