Anda di halaman 1dari 11

Apa Kata Sejarah Pra-modern tentang Komunikasi Visual

D. Rio Adiwijaya / D2071

ABSTRAK

Sejarah peradaban Pra-modern (30.000 SM – 1500) telah menunjukkan bahwa dalam arti
terluasnya, komunikasi visual bukan hanya industri pembentukan citra seperti kita kenal sekarang,
melainkan segenap aktivitas yang mencerminkan kemampuan akal budi dalam mencipta tanda-tanda.
Dari sudut pandang inilah, peran komunikasi visual menjadi sangat vital dalam kehidupan manusia.
Sebelum manusia mampu mencipta tanda-tanda, kehidupan spesies kita ini boleh dibilang hampir
mirip binatang. Fakta jaman sekarang bahwa manusia dengan peradabannya justru malah jauh
melampaui evolusi semua binatang ternyata dimungkinkan oleh suatu momen yang oleh beberapa
kalangan ilmuwan disebut sebagai “ledakan kreatif”. Ini adalah momen yang sangat bersejarah bagi
spesies kita: yakni ketika manusia mulai mencipta tanda-tanda visual yang memungkinkannya
membentuk ide, pikiran dan sistem bahasa yang lebih kompleks sampai ke membangun peradaban.
Intinya, dapat dikatakan bahwa seluruh kemajuan jaman sampai sekarang sebetulnya bertumpu pada
kemampuan paling khas spesies manusia yang satu ini: kemampuan berbahasa dan berkomunikasi
baik secara verbal maupun visual. Tanpa ada bahasa, takkan mungkin ada ide atau pikiran bahkan
yang paling sederhana sekalipun (silakan coba berpikir tanpa kata-kata atau gambaran). Dan tanpa ada
ide-ide atau pikiran, takkan mungkin ada peradaban dengan kemajuan sains dan teknologi seperti di
jaman sekarang. Tulisan ini bermaksud tak lain untuk mengkaji secara singkat sejarah komunikasi
visual era Pramodern dengan harapan bisa memberi suatu perspektif yang lebih luas dan mendalam
tentang makna sebenarnya dari komunikasi visual.

Keywords: , peradaban Pra-modern, bahasa dan komunikasi visual.

ABSTRACT

History of the Pre-modern civilization (30.000 BC – 1500) has shown us that visual
communication in it’s widest sense, is not only an image making industry as we reckon it today but
otherwise, it is an activity that reflects true ability of intellect of producing meaningful signs. It is from
this perspective that visual communication shows it’s most significant role in our life. Before human
acquired the ability to create signs, their life was almost similar to animal’s. The fact that now human
and their civilization has transcended the evolution of animals was made possible by a moment called
by some scientsts as “the creative explosion”. This was the most historic moment of our species where
human started to create visual signs, which enabled them to form more complex ideas, thoughts and
language system, up to civilization. The bottom line is the current human progress actually relies on
this most unique features of our species: language and communication, both verbally and visually.
Without any verbal or visible language, there would be no ideas or thoughts, even the simplest one
(try to think without any word or image). And without any ideas or thoughts, there would be no
modern world with all of its scientific and technological achievements. This writing is intended to
present a short historical study of visual communication of the Pre-modern era, with a hope that it
could provide us a broader and deeper perspective about the true nature of visual communication.

Keywords: Pre-modern civilization, visual language and communication.


PENDAHULUAN

Dilihat dari judulnya, tulisan ini kiranya akan langsung membahas sebuah kisah sejarah yang
dimulai dari rentetan peristiwa atau pembahasan artifak. Namun saya akan memulainya dengan cara
yang sedikit berbeda, justru karena begitu pentingnya warisan-warisan dari masa Pra-modern ini.
Yang bisa ditemukan di sana bukan sekedar benda-benda kuno yang tidak punya arti lagi bagi kita
sekarang melainkan sesuatu yang menjadi inti dari ilmu dan profesi desain komunikasi visual. Ya,
sesuatu itu adalah bahasa visual! Dan jika kita mau mengkaji lebih dalam, ternyata bahasa visual itu
bukan hanya style kuno, namun’alat’ yang memungkinkan segala bentuk kehidupan khas manusia
yang kita sebut peradaban. Untuk itu, bagian ke-1 dari tulisan ini akan membahas dulu pengertian
bahasa secara agak luas, mulai dari yang sifatnya sedikit filosofis 1 sampai ilmiah. Pada bagian ke-2
barulah kita masuk ke bahasan ringkas tentang sejarah komunikasi visual beserta artifak-artifaknya.
Memang langkahnya akan jadi cukup panjang. Namun hanya dengan cara beginilah saya pikir bahasa
visual, warisan masa lampau kita dari era Pra-modern itu jadi sungguh-sungguh terasa bermakna.

PEMBAHASAN

1.a. Bahasa: Dasar Komunikasi, Pikiran dan Pengetahuan

Pernahkah Anda menyaksikan acara kuis di televisi dimana peserta yang satu diminta
meyampaikan sebuah pesan kepada yang lain tanpa boleh bicara, menggambar atau menulis? Apa
kira-kira yang harus dilakukan kalau misalnya si peserta harus bilang ”boleh saya menginap di rumah
Anda minggu depan?” dalam waktu 1 menit?... Wah, tampaknya ini pekerjaan yang tidak mungkin
dilakukan hanya dengan bahasa tubuh saja. Jadi rupanya, ada banyak sekali hal-hal yang hanya
mungkin disampaikan lewat bahasa verbal dan visual. Tapi, pernahkah Anda bayangkan bahwa
memang betul-betul pernah ada suatu masa ketika belum ada bahasa verbal, belum ada gambar, dan
belum ada tulisan?... (Saya sengaja urutkan mulai dari bahasa verbal, gambar dan tulisan karena
seperti itulah urutan perkembangan bahasa manusia sejak kira-kira 2 juta tahun yang silam 2). Maka,
disadari atau tidak, peran bahasa yang kita miliki merupakan syarat yang memungkinkan proses
komunikasi. Tanpa bahasa takkan ada proses komunikasi apapun. Dan tanpa bahasa visual, jelas
takkan ada yang bisa disebut desain komunikasi visual.
Tapi tunggu dulu, bahasa ternyata tidak hanya mengkomunikasikan pikiran atau makna.
Secara lebih mendasar, bahasa itu juga yang memungkinkan kita membentuk makna yang akan kita
komunikasikan itu. Tanpa ada bahasa, pikiran kita akan kosong melompong alias tidak ada pikiran
sama sekali. Semua pikiran kita ternyata bertumpu pada bahasa. Silahkan coba untuk berpikir tanpa
kata-kata atau gambar-gambar. Masih adakah sesuatu dalam diri kita yang disebut pikiran? Kalau
pikiran tidak ada, lalu apa yang mau dikomunikasikan? Dalam hal ini, filosof kontemporer Perancis
M. Merleau-Ponty menyatakan bahwa bahasa bukan hanya menyampaikan pikiran, melainkan juga
membentuknya3. Jadi penemuan bahasa di jaman Pra-modern memang telah mengantar spesies
manusia pada dunianya yang baru: sebuah dunia mental yang sarat dengan kata-kata, citra dan aksara.

1
Orang-orang yang pertama kali menyelidiki bahasa secara intens boleh dibilang para linguis / filsuf di akhir
abad 19 sampai paruh ketiga abad 20. Dimulai dari Ferdinand de Saussure, Charles S. Peirce, Charles Morris,
lalu menyusul Ludwig Wittgenstein, Claude Levi-Strauss, Ernst Cassirrer, Maurice Merleau-Ponty dan masih
banyak lagi. Tak lama berselang, ilmu-ilmu dari berbagai bidang seperti psikiatri, neurobiologi, antropologi,
linguistik, psikologi sampai ke desain komunikasi visual* ikut terjun ke dalam studi tentang bahasa ini sesuai
kapasitas dan konteksnya masing-masing. Dalam DKV*, konsep atau prinsip semantik, sintaktik dan pragmatik
sebetulnya merupakan ‘pinjaman’ dari semiotika Charles Morris. Jadi, dimensi filosofis memang tak mungkin
dihindari karena memang banyak sekali pengertian kita tentang bahasa bersumber dari filsafat.
2
Urutan bahasa dan angka 2 juta tahun ini berasal dari hipotesis ilmiah Richard Leakey, legenda hidup
paleoantropologi yang oleh majalah Time dimasukkan dalam Century’s 100 Greatest Minds. Untuk lengkapnya,
lih. Leakey, R., Asal-usul Manusia, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2003 hal. 155-182 pada bab tentang
seni bahasa.
Dan dengan kata-kata, citra serta aksara ini, manusia jadi mampu memaknai segala-galanya dan
menyampaikan makna itu kembali lewat berbagai aktivitas atau pengetahuan seperti seni, sains,
teknologi dan desain4. Jadi, segala aktivitas dan pengetahuan kita yang khas akal budi itu sekali lagi,
bertumpu pada bahasa.
Cara lain untuk mendekati bahasa ialah dengan mengikuti tradisi semiotik atau the science of
signs yang menganggap bahasa sebagai tanda-tanda. Maksud tanda disini bukan dalam artinya yang
sempit seperti rambu-rambu lalu-lintas, melainkan dalam artinya yang luas: berbagai bunyi ujaran
(bahasa verbal), gambar atau tulisan (bahasa visual) yang bisa mewakili suatu makna. Tanda ini begitu
krusial karena tanpanya, saya harus membawa gunung ke hadapan Anda untuk menyampaikan bahwa
arti yang saya maksud adalah gunung. Dengan perantaraan tanda, saya cukup mengatakan gunung
dengan mulut saya, atau menulis rangkaian huruf-huruf g u n u n g, atau cukup menggambar gunung
sebagai tanda yang bisa menyatakan makna: sebuah objek geologis berukuran begitu raksasa yang tak
mungkin saya bawa-bawa itu.
Dengan sistem tanda seperti ini, manusia bisa membentuk suatu jalinan makna secara tak
terbatas: kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf, paragraf menjadi karangan, karangan
menjadi buku, dan seterusnya dan seterusnya. Maka level-level makna yang bisa dicapai menjadi
semakin kompleks. Dan seperti ini jugalah proses terbentuknya akal budi dan pengetahuan manusia:
lewat konstruksi jalinan tanda-tanda. Bisa dibayangkan pula tingkat kompleksitas dan tak terbatasnya
pengetahuan yang dibentuk dari jalinan tanda-tanda atau makna-makna ini. Maka, meski seringkali
disebut bahwa pengetahuan manusia itu terbatas sifatnya (tentu sebatas tanda-tanda yang sudah
‘ditemukan’ dan dikonstruksinya), namun sebetulnya kemungkinan daya jangkaunya tak terbatas.
“Batas duniaku adalah batas bahasaku”, demikian kata filsuf Ludwig Wittgenstein yang kurang lebih
maksudnya segala pengetahuan kita tentang dunia, ya sebatas vokabulari dari bahasa kita. Tak heran
bahwa momen sewaktu manusia mendapatkan kemampuan berbahasa ini dijuluki sebagai suatu
lompatan besar (the great leap forward atau the creative explosion). Lompatan menuju ke era
pengetahuan dan komunikasi yang akan mengarah pada terbentuknya peradaban.

1.b. Bagaimana Bahasa Membentuk Peradaban?

Pertanyaan kita sekarang, bagaimanakah pada prakteknya bahasa ini bisa menghasilkan
peradaban? Baiklah kita ambil contoh salah bentuk peradaban tertua yakni religi. Religi merupakan
pengetahuan manusia yang didapat dari wahyu. Namun tanpa bahasa, manusia ternyata akan kesulitan
untuk mengetahui dan memaknai wahyu itu sendiri. Maksudnya mengetahui dan memaknai: orang
religius pasti mengetahui wahyu bahwa Tuhan-lah yang menciptakan alam semesta dan menerima
maknanya. Sekarang, buanglah segala bahasa dari pikiran. Masih ada atau berbunyikah wahyu itu?
Tanpa bahasa, pikiran akan kosong dari pengetahuan dan makna apapun. Jadi, wahyu-pun ‘hadir’ dan
menggoreskan makna dalam pikiran manusia lewat bahasa (verbal). Komunikasi visual (baca: tulisan)
membuat wahyu ini terwujud secara material (menjadi kitab misalnya) sehingga bisa dilestarikan atau
disebarluaskan. Perlu dicatat bahwa wahyu Ilahi yang ‘dibaca’ atau ‘didengar’ lewat kata-kata ini
pastinya tidak sekedar berada di taraf pikiran sadar manusia namun terus menggema sampai relung-
relung jiwanya yang terdalam. Maka bisa dimengerti bahwa kedalaman makna inilah yang selama
ribuan tahun telah menggerakkan banyak orang untuk mengekspresikan religinya lewat berbagai cara
entah tulisan, seni musik atau visual, termasuk juga lewat bangunan-bangunan ultra raksasa yang
teramat rumit dan megah. Ekspresi inilah yang disebut peradaban. Namun intelegensia, pengetahuan
dan kreativitas mereka untuk menciptakan segala bentuk ekspresi itu juga dibentuk oleh bahasa. Jadi,
baik dimensi penghayatan religius maupun pengetahuan intelektif dalam peradaban manusia tidak ada
yang lolos dari bahasa.
Kita ambil contoh lain lagi saja ilmu pengetahuan. Hampir semua ilmu pengetahuan modern
berakar pada filsafat, khususnya filsafat Barat. Dan ilmu yang lahir sekitar 2500 tahun yang lalu ini
jelas-jelas bertumpu pada kata-kata (verbal) dan logika bahasa sebagai elemen terdasar dari seluruh
bangunan pemikirannya. Namun di sana juga mesti ada suatu bentuk komunikasi visual (baca: tulisan)
3
Lih. Leahy, Louis, Manusia sebuah Misteri, Sintesa Filosofis tentang Mahluk Paradoksal, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1993, hal. 28.
4
Bdk. ibid. hal. 27 pada bahasan tentang animale symbolicum, julukan untuk manusia dari Ernst Cassirrer.
agar pikiran para filsuf ini bisa lestari. Jika hanya dalam bentuk lisan yang disimpan dalam ingatan,
filsafat pasti sudah lenyap ditelan jaman alih-alih terus berkembang menjadi ilmu pengetahuan
modern. Matematika dengan rumus-rumusnya juga tak mungkin untuk dipikirkan tanpa adanya tanda-
tanda visual berupa simbol-simbol numerik yang abstrak (maksud abstrak di sini adalah tanda 1, 2, 3
dan numerik lainnya tidak mewakili suatu objek konkrit apapun). Tanpa pernah ditemukan tanda-
tanda abstrak seperti angka dan aksara, bagaimana mungkin juga orang lalu mengembangkan fisika?
Dan tanpa pernah ada fisika, teknologi modern takkan pernah ada. Teknologi mobil jika mau diurut-
urut berasal dari kalkulasi fisika dan mekanika Newton (dimana sang engineer harus mencoret-coret
dengan angka, huruf dan grafik untuk membantu proses berpikirnya) 5. Dan mulai dari fisika Newton
sampai rancangan-rancangan mobil pertama pastilah tersimpan dalam buku-buku sehingga orang dari
generasi berikut bisa mempelajarinya. Bayangkan segala ‘produk’ peradaban modern kita tanpa
pernah ada komunikasi visual. Apakah semua itu mungkin?
Beginilah kurang lebih cara bahasa membentuk peradaban manusia selama ribuan tahun itu.
Dan jika mau kita urutkan secara logis urutan evolusi peradaban manusia: pertama-tama, haruslah ada
bahasa verbal dan visual terlebih dulu. Lalu kedua, bahasa menyebabkan lahirnya akal budi atau
pikiran. Dan ketiga, bisa ditebak: akal budi memungkinkan dan mendorong manusia membangun
peradabannya. Dengan bahasa verbal, manusia jadi bisa berkomunikasi dan memberi makna lewat
kata-kata. Namun hanya dengan bahasa visual, segala bentuk pemikiran dan penghayatan jaman dapat
dimaterialisasikan atau diabadikan ke dalam berbagai media grafis atau tulisan. Pada skala yang amat
luas dan waktu yang sangat lama, berbagai medium komunikasi visual ini tentu berperan besar dalam
siklus pewarisan dan pengembangan tanpa henti ide-ide, pikiran dan budaya dari jaman ke jaman.

1.c. Sekelumit Bukti Ilmiah yang Mendukung Bahasa

Asal-usul manusia seperti dinyatakan dalam buku dengan judul sama karangan Richard
Leakey memang sama sekali tidak sesederhana evolusi satu jalur seperti pada gambar kera purba yang
secara bertahap bermetamorfosa menjadi manusia yang populer itu. Jalur-jalur silsilah evolusi yang
dikonstruksi ilmuwan jauh lebih kompleks. Namun memang bukan porsi kita di sini untuk membahas
segala kerumitan yang ada di sana. Yang mau dipaparkan di sini hanya apa yang menjadi ciri khas dari
hominid (keluarga cikal bakal manusia) yang tergabung di bawah genus homo sehingga akhirnya ia
mampu ‘memenangkan’ seleksi alam dalam proses evolusi, yang juga ‘diperebutkan’ oleh kerabat
dekatnya dari marga australopithecus sejak 2,5 juta tahun yang lalu6.
Yang khas dari marga homo ini ternyata bukan semata-mata evolusi fisik dan pembesaran
otaknya melainkan apa yang ditengarai berkembang bersamaan dengan itu, yakni kemampuan
bahasanya. Memang pada homo purba yakni homo habilis dan homo erectus sudah muncul terknologi
perimbas yang menjadi salah satu ciri kemajuan mereka. Namun yang paling menarik adalah pada
fosil tempurung otak habilis dan erectus, ada jejak dari daerah Broca (bagian otak yang berkaitan
dengan fungsi bahasa berupa tonjolan pada kening sebelah kiri). Lalu ditemukan pula pembesaran
ringan pada rongga otak sebelah kiri (left-brain hemispheres), mirip dengan pembesaran otak kiri yang
lumrah pada manusia modern akibat aktivitas berbahasa lisan yang intensif (otak kiri adalah pusat
bahasa verbal seperti ditemukan oleh pemenang hadiah Nobel, Roger W. Sperry). Ciri otokatalistik
(perubahan organ akibat aktivitasnya sendiri) ini mengantar Leakey pada kesimpulan bahwa homo
purba kemungkinan besar mulai mengembangkan bahasa lisan yang membuatnya lebih unggul dari
australopithecus dalam proses seleksi alam. Pada fosil australophitecus, tidak ditemukan ciri-ciri fisik
yang berkaitan dengan bahasa seperti pada homo. Bahasa lisan menurut Leakey, jelas memungkinkan
sebuah organisasi sosial yang lebih baik dibanding sekedar lenguhan atau teriakan ala kera.
Fase selanjutnya yang merupakan tahap akhir evolusi manusia adalah munculnya spesies
homo sapiens (manusia bijak yang berakal budi). Secara fisiologis, struktur bentuk tengkorak dan
volume otak homo sapiens yang paling maju (disebut homo sapiens sapiens) sudah sama persis dengan
manusia modern. Dengan kata lain, kita semua adalah homo sapiens sapiens. Dan artifak-artifak yang
paling menonjol dan menunjukkan keunikan sekaligus kekuatan homo sapiens adalah bahasa visual.
5
Di sini kelihatan bahwa bahasa visual ternyata ikut membentuk pikiran, bukan hanya menyimpan dan
menyampaikannya.
6
Seluruh paparan tentang evolusi manusia ini disarikan dari karangan Leakey. Lih. Leakey, ibid. hal 101-182.
Diawali dengan ditemukannya ukiran binatang-binatang miniatur, ukiran pada berbagai perkakas yang
menandakan suku, serta relief-relief di dinding gua sejak 30.000 tahun silam, homo sapiens telah
membuat lompatan peradaban. Seluruhnya ditengarai merupakan ekspresi dunia mental yang sudah
berkembang sejak bahasa lisan ditemukan. Dunia mental yang bermuatan religi-religi awal dan
bentuk-bentuk ikatan sosial (kesukuan) melampaui sekedar kawanan mahluk liar. Di sini, bahasa
kelihatan semakin menjadi faktor kunci yang menguntungkan homo sapiens dalam proses evolusi.
Puncak dari segala kemajuan jaman paleolitik akhir ini tentunya ditemukan pada lukisan-lukisan gua
yang menandai peradaban awal manusia yang disebut Pra-modern.

2. Jaman Pra-modern yang berjasa menghasilkan bahasa visual itu

Pra-modern artinya sebelum Modern. Jaman Modern yang sangat mengedepankan rasio itu
disepakati banyak ahli sejarah dimulai sejak Renaissance tahun 1500an. Sementara era Pra-modern
membentang dari masa awal peradaban sekitar 30.000 SM sampai berakhirnya Abad Pertengahan
sekitar tahun 1500. Ciri-ciri utama peradaban Pra-Modern adalah dominasi berbagai bentuk paham
religius dalam hampir seluruh aspek kehidupan manusianya. Sejarah mencatat bahwa munculnya
berbagai religi mulai dari yang disebut ‘penghayatan asli’, politeisme, Konfusianisme, Hinduisme,
Buddhisme sampai ke agama-agama Abrahamistik (Yahudi, Kristen dan Islam) 7 seluruhnya terjadi di
periode Pra-modern. Dan artifak paling tua dari peradaban yang bersifat theosentris ini (dari kata
Yunani theos artinya Tuhan atau dewa-dewa, dan sentris artinya berpusat) ditemukan para arkeolog
dalam bentuk lukisan-lukisan gua seperti di Lascaux, Perancis dan di Altamira, Spanyol.

Gb. 1.
Lukisan gua di Lascaux,
Perancis dari masa
15.000 – 10.000 SM.

Arkeolog David Lewis-Williams lewat studi-studinya yang mengagumkan, menemukan


bahwa lukisan-lukisan binatang ini bukanlah sekedar graffiti iseng para homo sapiens melainkan
ekspresi visual dari sebuah penghayatan asli atau religi purba. Dari rekonstruksi ilmiah multi-
disipliner yang rumit, ditemukan bahwa yang divisualisasikan di sana adalah apa yang dilihat para
shaman (dukun) purba dalam pengalaman religius mereka yang disebut trance (seperti kesurupan)8.
Kiranya, tanpa penemuan bahasa visual yang terjadi mulai sekitar tahun 30.000 SM (periode the
creative explosion), religi purba tak akan bisa terbentuk. Inilah bentuk komunikasi visual pertama di
dunia yang berhasil merekam dan mewariskan budaya theosentris pertama.

7
Tentang penghayatan asli dan agama-agama, lihat Magnis-Suseno, Franz, Menalar Tuhan, Kanisius,
Yogyakarta, 2006, hal. 27-38.
8
Lih. Leakey, ibid., hal. 147.
Lompatan peradaban Pra-modern yang sungguh-sungguh maju terjadi sekitar tahun 3500 SM
didaerah yang kini kita kenal sebagai Iraq. Nama dari peradaban itu adalah Mesopotamia. Di sana
mulai dikenal arsitektur bangunan-bangunan besar permanen, kekuasaan politik terstruktur, undang-
undang berbasis religi serta manajemen agrikultur. Meggs menyatakan bahwa komunikasi visual
berupa tulisan piktografis (ikon-ikon) dan cuneiform (huruf paku) memegang peranan sangat penting.
Tergolong sebagai rebus writing dimana satu bentuk coretan mewakili satu bunyi kata, cuneiform
telah memungkinkan para penguasa Mesopotamia untuk mengabadikan ‘hukum-hukum Tuhan’ ke
dalam bentuk prasasti (The Code of Hammurabi)9. Selain itu, tulisan ini juga memungkinkan proses
manajemen agrikultur dalam hal pencatatan dan penghitungan panen. Piktograf banyak muncul pada
relief-relief bangunan kerajaan sampai pada apa yang disebut visual identity kuno dalam bentuk
cylinder seal. Hasil stempel dari seal ini berfungsi sebagai identitas visual kaum aristokrat atau
pendeta, sementara seal atau alat stempelnya bisa dikalungkan di leher sebagai tanda status. Beberapa
artifak cylinder seal berisi narasi visual tentang keberanian kaum raja-raja, juga pesan-pesan
ketuhanan kaum agamawan.

Gb. 3.
Cylinder seal dan
citra hasil stempelnya
dari bagian samping
dan bawah.

Gb. 2.
Cuneiform pada
prasasti undang-
undang Hammurabi.

Di tempat yang tidak terlalu jauh dari Mesopotamia, sekitar tahun 3100 SM muncul peradaban
yang tidak kalah jika dilihat dari segi kemajuan yakni Mesir kuno. Di balik keahlian yang ‘ajaib’ dari
dinasti-dinasti Mesir untuk mendirikan bangunan-bangunan ultra raksasa seperti pyramid, tersembunyi
sebuah sistem bahasa dan komunikasi visual. Peradaban Mesir kuno sudah mengenal sebuah bentuk
tulisan piktografis yang berfungsi juga sebagai fonograf (gambar yang mewakili bunyi fonem) yakni
hieroglyph. Hieroglyph ini mengalami beberapa tahap evolusi bentuk dari murni piktografis menjadi
hieratic script (tulisan untuk keperluan sakral), lalu demotic script (tulisan untuk keperluan sekular
seperti urusan legal dan komersial) yang lebih abstrak demi mempercepat proses menulis. Selain
tulisan, komunikasi visual Mesir menghasilkan illustrated manuscript (manuskrip dengan gambar)
pertama kali di dunia10 untuk keperluan religi mereka. Maka seperti juga pada kultur Mesopotamia,
9
Bdk. Meggs, Philip B., History of Graphic Design, Third Edition, John Wiley & Sons, New York, 1998, hal. 8.
10
Lih. ibid., hal. 14-16.
komunikasi visual bangsa Mesir ini telah berhasil merekam dan membentuk peradaban theosentris
mereka selama berpuluh-puluh generasi.

Gb. 4.
Piktograf dari alat tulis
ini artinya ‘menulis’.
Mulai kedua dari
kanan adalah
evolusinya menjadi
script

Gb. 5.
Papyrus of Ani (1420),
salah satu manuskrip
bergambar pertama.

Berikutnya kita akan berpindah ke peradaban yang pengaruhnya begitu besar bagi dunia
modern yaitu: Yunani dan Romawi kuno yang eksis pada masa 1000 SM – 500. Bagaimana bisa
berpengaruh besar? Karena pertama paling tidak keduanya berjasa menemukan aksara Latin, aksara
dari banyak bangsa termasuk kita juga orang-orang Indonesia modern. Kedua, tulisan cendekiawan
Yunani dan Romawi inilah yang ‘ditemukan kembali’ dan menginspirasi gerakan Renaissance di Italia
pada awal jaman Modern. Namun proses kelahiran aksara yang memungkinkan bahasa tulisan itu
tidaklah mudah dan butuh proses panjang selama ratusan tahun. Dimulai sejak muncul piktograf dari
Pulau Kreta dekat Yunani kira-kira tahun 2000 SM, yang berevolusi menjadi aksara Phoenicia tahun
sekitar 1500 SM, baru kemudian menjadi aksara Yunani tahun 1000 SM. Aksara Phoenicia juga
menjadi cikal bakal North Semitic Alpabeth (aksara Semit Utara) yang terdiri dari huruf Aramaic
(Aram), huruf Hebrew (Hibrani), huruf Arab yang terdiri dari dua gaya Kufic dan Naskhi, dan huruf
Sanskrit (India kuno)11.

11
Lih. ibid., hal. 27-31.
Gb. 6.
Phaistos disk dari
pulau Kreta yang berisi
piktograf cikal bakal
aksara Phoenicia.

Gb. 7.
Huruf Aramaic.

Gb. 8.
Huruf Hebrew (Hibrani).

Gb. 9.
Huruf Arab dengan
gaya kaligrafi Kufic

Di Yunani, aksara ini berjasa besar mengabadikan pikiran-pikiran jenius dari para perintis
filsafat dan ilmu pengetahuan. Sebut saja Thales sang filsuf pertama yang menjebol mitos dengan
pengetahuan rasional, Leukippos dan Demokritos yang pertama kali mencetuskan ide atom, Euclid
dengan geometrinya sampai ke trio filsuf besar sepanjang masa: Sokrates, Plato dan Aristoteles.
Mereka ini bukan sembarang pemikir kuno melainkan peletak dasar dari hampir semua ilmu modern
mulai dari logika, retorika, sastra, matematika, ilmu alam, hukum dan politik. Bayangkan jika tidak
ada komunikasi visual berupa aksara. Warisan-warisan besar yang nantinya menjadi tumpuan utama
proses modernisasi tidak pernah ada.
Gb. 10.
Manuskrip Yunani Kuno
dari abad ke 4 SM.

Namun peradaban Yunani kuno yang penuh ide-ide cemerlang ini berumur tidak terlalu
panjang. Peradaban Romawi kuno yang lebih pragmatis dan kuat secara militer akhirnya merebutnya.
Namun, aksara Yunani terus dikembangkan orang-orang Romawi sampai akhirnya ber-evolusi dari
sekitar tahun 200 – 500 menjadi aksara Latin. Perlu dicatat bahwa aksara Latin masa ini hanya terdiri
dari huruf-huruf besar dan memiliki dua bentuk penulisan yakni Square Capitals (Capitalis Quadrata)
dan Rustic Capitals (Capitalis Rustica). Namun meskipun memiliki huruf Latin, karya-karya tulis di
era Romawi tidak semenonjol seperti pada masa Yunani melainkan hanya menghasilkan beberapa
epos kepahlawanan, beberapa tulisan politik praktis dan kitab-kitab Pagan (agama bidaah).
Komunikasi visual dan tulisan justru mulai banyak melayani kebutuhan-kebutuhan praktis seperti
administrasi negara, politik dan perdagangan12. Karena berciri lugas dan pragmatis, Romawi mampu
menjadi salah satu kekaisaran dengan teritori kekuasaan terbesar yang pernah ada di Eropa sampai
akhirnya runtuh sekitar tahun 500 akibat serbuan hebat kaum Visigoth.

Gb. 11.
Inskripsi huruf Latin
(square capitals) di
dinding kolom Trajan.

12
Bdk. ibid., hal. 36-37.
Setelah runtuhnya Romawi, Eropa daratan bagaikan kehilangan kekuatan pemersatu dan
penjaga ketertibannya. Pemerintahan, birokrasi, hukum dan administrasi se-Eropa ambruk. Seluruh
jazirah kekaisaran terdisintegrasi menjadi wilayah-wilayah kecil yang tak bertuan. Perdagangan mati
dan perjalanan melintas Eropa menjadi petualangan sangat berbahaya. Order berubah menjadi chaos.
Inilah periode yang disebut Abad Pertengahan atau Medieval yang sering dijuluki Abad Kegelapan
atau Dark Ages, berlangsung dari sekitar tahun 500 – 1500. Tanpa adanya kekaisaran Romawi, pusat-
pusat peradaban hanya tinggal tersisa di biara-biara Kristiani yang menjadi semacam cultural &
learning center (skolastik) di Eropa selama kurang lebih 1000 tahun. Biara-biara juga menghasilkan
beragam illuminated manuscripts (manuskrip yang dirancang agar menimbulkan efek bercahaya /
iluminasi). Pada periode Abad Pertengahan ini di Asia dan Afrika juga muncul berbagai illuminated
manuscript dari pusat-pusat-pusat peradaban Islam danYahudi dengan ciri khasnya masing-masing.
Manuskrip Islam sangat kaya dengan unsur-unsur visual abstrak geometris dan arabesque. Maka
Meggs menyatakan bahwa meskipun disebut Abad Kegelapan, perkembangan komunikasi visual
sebetulnya tidak segelap itu13. Beberapa school of manuscript (maksudnya mazhab atau aliran si
pembuat manuscript) malah bisa dibilang sebagai perintis inovatif yang mempelopori berbagai
vokabulari desain grafis seperti prinsip dasar tata letak, grid, gaya ilustrasi, gaya lettering sampai ke
berbagai teknik produksi buku. Komunikasi visual di sini sekali lagi telah mengabadikan sekaligus
membentuk ciri-ciri jaman.

Gb. 12.
Halaman manuskrip
The Book of Durrow
dari tahun 680. Gb. 13.
Halaman dari
manuskrip Qur’an oleh
Mustafa Al-Khalil.

Gb. 13.
Halaman dari manuskrip
Washington Haggadah
oleh Joel ben Simeon
(1478)

13
Lih. ibid. hal. 40.
PENUTUP

Simpulan

Ada kata-kata bijak berbunyi makin pendek cerita sejarah makin banyak bohongnya. Maka,
kita memang tak bisa berharap banyak pada paparan yang terlalu singkat ini dan mempersilakan para
pembaca yang budiman untuk menelusuri sendiri buku-buku sejarah. Meskipun demikian, paling tidak
kita bisa melihat sekilas bahwa desain komunikasi visual ternyata berada di posisi sentral dalam segala
gerak laju peradaban. “The history of design is the design of history” demikian ungkapan desainer
Ivan Chermayeff. Itu tidak lain karena komunikasi visual bermain di ranah bahasa, sebuah piranti
dasar yang memungkinkan pikiran, pengetahuan dan makna yang akhirnya mengantar pada peradaban
manusia. Memang bahasa visual bukanlah makna itu sendiri. Ia hanyalah tanda, carrier dari makna.
Namun ia adalah pembawa makna yang mampu menerobos jarak ruang–waktu melampaui kata-kata
yang melulu lisan.
Kekuatan kata-kata seperti telah kita bahas memang luar biasa. Ia telah melahirkan dunia
pikiran. Namun hanya setelah kata-kata itu divisualisasikan maka segala pikiran dan penghayatan
jaman mampu menembus rentangan jarak ribuan kilometer dan waktu ribuan tahun. Bahasa gambar
telah membentuk dan mengabadikan religi pertama. Tulisan telah membentuk dan mengawetkan
semesta makna-makna yang kompleks dan tak mungkin dilakukan secara lisan semata. Illuminated
Manuscript mengartikulasikan semacam enigma (rahasia) religius lewat sintaksis visual yang tetap
berpengaruh sampai masa sekarang. Inilah salah satu kekuatan utama bahasa visual yang ditunjukkan
oleh Jaman Pra-modern. Tugas kita tinggal mempelajarinya secara lebih intens, mengingat bahasa
visual adalah core dari ilmu dan profesi desain komunikasi visual, seperti telah dikatakan oleh sejarah.

Daftar Pustaka

Leahy, Louis, Manusia Sebuah Misteri, Sintesa Filosofis tentang Mahluk Paradoksal, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1993.

Leakey, Richard, Asal-usul Manusia, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2006.

Magnis-Suseno, Franz , Menalar Tuhan, Kanisius, Yogyakarta, 2006.

Meggs, Philip B, History of Graphic Design, Third Edition, John Wiley & Sons, New York, 1988

Sumber Gambar

Foto-foto artifak dari History of Graphic Design.

Anda mungkin juga menyukai