Anda di halaman 1dari 19

‫‪KHUTBAH ‘IDUL ADHA 14 H.

‬‬

‫‪Bersikap Memerlukan Pengorbanan‬‬

‫اهلل أكرب ‪...X9‬اهلل أكرب كبريا واحلمد هلل كثريا وسبحان اهلل بكرة‬
‫وأصيال ‪ .‬ال إله إال اهلل وال نعبد إال إياه خملصني له الدين ولو كره‬
‫املشركون ‪ .‬ال إله إال اهلل وحده صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده‬
‫وهزم األحزاب وحده ‪ .‬ال إله إال اهلل واهلل أكرب ‪ .‬اهلل أكرب وهلل احلمد ‪.‬‬
‫إن احلمد هلل حنمده ونستعينه ونستغفره ونستهديه ونتوب إليه ونعوذ باهلل‬
‫من شرور أنفسنا‪ B‬وسيئات‪ B‬أعمالنا ‪ ،‬من يهده اهلل فال مضل له ومن يضلله‬
‫فال هادي له ‪ ،‬أشهد أن ال إله إال اهلل وحده ال شريك له وأشهد أن‬
‫حممدا عبده ورسوله ‪ ،‬بلغ الرسالة وأدى األمانة ونصح لألمة وجاهد يف‬
‫اهلل حق جهاده‪.‬‬
‫اللهم صل على حممد وعلى آله وأزواجه أمهات املؤمنني وأصحابه األخيار‬
‫رضوان اهلل عليهم ومن دعا بدعوته وسلك سلوكه واتبع سنته إىل يوم‬
‫الدين ‪ .‬أما بعد أيها املسلمون أوصيكم ونفسي بتقوى اهلل عز وجل‪.‬‬

‫‪Bapak-bapak, ibu-ibu‬‬ ‫‪serta‬‬ ‫‪hadirin‬‬ ‫‪jama’ah‬‬ ‫‪shalat‬‬ ‫‪Idul‬‬ ‫‪Adha‬‬


‫‪Rahimakumullah,‬‬

‫‪Pada hari yang mulia ini, 10 Dzulhijah 1431 H seluruh umat Islam di seantero‬‬
‫‪dunia memperingati hari raya Idul Adha atau hari raya qurban. Sehari‬‬
‫‪sebelumnya, 9 Dzulhijah 1431 H, jutaan umat Islam yang menunaikan ibadah‬‬
‫‪haji wukuf di Arafah, berkumpul di Arafah dengan memakai ihram putih‬‬
‫‪sebagai lambang kesetaraan derajat manusia di sisi Allah, tidak ada‬‬

‫‪1‬‬
keistimewaan antar satu bangsa dengan bangsa yang lainnya kecuali takwa
kepada Allah.

“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki


dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. QS Al-Hujaraat
(49):13

Peringatan hari raya ini tak bisa dilepaskan dari peristiwa bersejarah ribuan
tahun silam ketika Nabi Ibrahim as, dengan penuh ketaqwaan, memenuhi
perintah Allah untuk menyembelih anak yang dicintai dan disayanginya, Nabi
Ismail as. Atas kekuasaan Allah, secara tiba-tiba yang justru disembelih oleh
Nabi Ibrahim as telah berganti menjadi seekor kibas (sejenis domba). Peristiwa
itulah yang kemudian menjadi simbol bagi umat Islam sebagai wujud ketaqwaan
seorang manusia mentaati perintah Allah swt. Ketaqwaan Nabi Ibrahim kepada
Allah swt diwujudkan dengan sikap dan pengorbanan secara totalitas,
menyerahkan sepenuhnya kepada sang Pencipta dari apa yang ia percaya
sebagai sebuah keyakinan.

Allah swt berfirman dalam Qur’an Surat 12 ayat 111,’

Artinya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi


orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-
buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan
segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

Betapa beratnya ujian dan cobaan yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS. Beliau
harus menyembelih anak semata wayang, anak yang sangat disayang. Namun
dengan asas iman, tulus ikhlas, taat dan patuh akan perintah Allah swt Nabi
2
Ibrahim AS akhirnya mengambil keputusan untuk menyembelih putra
tercintanya Ismail, beliau memanggil putranya dengan pangilan yang diabadikan
dalam Al Quran Surat Ash Shaafaat (37) ayat 102,

“ Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama
Ibrahim , Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirlah apa pendapatmu?” “ Ia menjawab:”
Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu
akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar “

Ismail sebagai anak shaleh, senantiasa patuh kepada orang tua, tidak pernah
membantah perintah orang tua, setia membantu orang tua di antaranya
membangun Ka’bah Baitullah di Makkah.
Ibrah atau pelajaran

1. Sebagai orang tua atau pimpinan tidak bertindak otoriter atau


sewenang-wenang.
Orang tua yang baik adalah orang tua yang mendidik anaknya dengan
contoh dan ketauladanan. Seorang pemimpin yang baik akan ditiru oleh
rakyatnya jika ia memberikan contoh perilaku yang baik. Seorang pemimpin
tidak diikuti ucapannya, tetapi perilaku atau tindak tanduknya. Seorang
pemimpin juga harus menjunjung nilai-nilai demokratis, tidak selalu
memberikan perintah-perintah, tetapi juga harus mendengarkan aspirasi
rakyatnya.

2. Peran sang Ibu dalam mendidik sehingga melahirkan anak yang


sholeh.
Peran Ibu sbg madrasah/sekolah utama dan pertama bagi anak sangat
penting. Pendidikan anak sholeh dimulai dari saat pertemuan benih dan sel
telur, diawali do'a mohon perlindungan dari syetan. Mulai dari kandungan
banyak dibacakan ayat2 Qur'an. Dari peran Ibulah, karakter anak sholeh
dapat terbentuk. Intensitas pertemuan yang cukup, memungkinkan
penanaman dan sosialisasi nilai-nilai normatif, akhlak, dan perilaku terpuji
lainnya dapat terinternalisasi pada diri anak.

3
3. Pembentukan anak sholeh tergantung dari orang tua
Banyak orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan itu akan terbentuk
hanya di sekolah-sekolah, jadi tidaklah perlu orang tua mengarahkan anak-
anaknya di rumah. Bahkan ada sebagian orang tua yang tidak tahu tujuan
dalam mendidik anak. Perlu kita pahami, bahwasannya pendidikan di rumah
yang meskipun sering disebut sebagai pendidikan informal, bukan berarti
bisa diabaikan begitu saja. Orang tua harus memahami bahwa keluarga
merupakan institusi pendidikan yang tidak kalah pentingnya dibandingkan
institusi pendidikan formal. Ini bisa dimengerti karena keluarga merupakan
sekolah paling awal bagi anak. Di keluargalah seorang anak pertama kali
mendapatkan pengetahuan, pengajaran dan pendidikan.

Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd,


Bapak-bapak, ibu-ibu serta hadirin jama’ah shalat Idul Adha
Rahimakumullah,

Kata kurban dalam bahasa arab berarti mendekatkan diri. Dalam fiqh Islam
dikenal dengan istilah udh-hiyah, sebagian ulama mengistilahkannya an-nahr
sebagaimana yang dimaksud dalam QS Al-Kautsar (108): 2,

“ Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah “

Akan tetapi, pengertian korban bukan sekadar menyembelih binatang korban


dan dagingnya kemudian disedekahkan kepada fakir miskin. Akan tetapi, secara
filosofis, makna korban meliputi aspek yang lebih luas.
Dalam konteks sejarah, dimana umat Islam menghadapi berbagai cobaan, makna
pengorbanan amat luas dan mendalam. Sejarah para nabi, misalnya Nabi
Muhammad dan para sahabat yang berjuang menegakkan Islam di muka bumi
ini memerlukan pengorbanan. Sikap Nabi dan para sahabat itu ternyata harus
dibayar dengan pengorbanan yang teramat berat yang diderita oleh Umat Islam
di Mekkah ketika itu. Umat Islam disiksa, ditindas, dan sederet tindakan keji
lainnya dari kaum kafir quraisy. Rasulullah pernah ditimpuki dengan batu oleh
penduduk Thaif, dianiaya oleh ibnu Muith, ketika leher beliau dicekik dengan
usus onta, Abu Lahab dan Abu Jahal memperlakukan beliau dengan kasar dan
kejam. Para sahabat seperti Bilal ditindih dengan batu besar yang panas ditengah
sengatan terik matahari siang, Yasir dibantai, dan seorang ibu yang bernama
Sumayyah,ditusuk kemaluan beliau dengan sebatang tombak.

Tak hanya itu, umat Islam di Mekkah ketika itu juga diboikot untuk tidak
mengadakan transaksi dagang. Akibatnya, bagaimana lapar dan menderitanya

4
keluarga Rasulullah SAW. saat-saat diboikot oleh musyrikin Quraisy, hingga
beliau sekeluarga terpaksa memakan kulit kayu, daun-daun kering bahkan kulit-
kulit sepatu bekas.

Sejarah nabi Yusuf as yang disiksa dan dibuang ke sebuah sumur tua oleh para
saudaranya sendiri adalah bagian dari pengorbanan beliau menegakkan
kebenaran. Sejarah nabi Musa as yang mengalami tekanan, tidak hanya dari
Fir’aun, tetapi juga kaumnya, adalah juga wujud dari pengorbanan beliau.

Pengorbanan Nabi Suaib juga dikisahkan dalam QS Al-A’raf, ayat 88,

”Pemuka-pemuka dari kaum Syu’aib yang menyombongkan diri berkata:


”Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu’aib dan orang-orang yang
beriman bersamamu dari kota kami, kecuali kamu kembali kepada agama kami”.
Berkata Syu’aib: ”Dan apakah (kamu akan mengusir kami), kendatipun kami
tidak menyukainya?” (QS AL-A’raf ayat 88)

Qur’an Surat Ibrahim Ibrahim (14) ayat 12-13,

(12) Mengapa kami tidak akan bertawakkal kepada Allah padahal Dia telah
menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar
terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya
kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu berserah diri”.

(13) Orang-orang kafir berkata kepada Rasul-rasul mereka: ”Kami sungguh-


sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada

5
agama kami”. Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: ”Kami pasti akan
membinasakan orang-orang yang zalim itu.

Dalam konteks kekinian, pengorbanan umat Islam di berbagai belahan dunia


terlihat nyata di Palestina, Kashmir, Thailand Selatan, dan Philipina Selatan.
Dengan sikap dan keyakinan mereka terhadap Islam, mereka harus mengalami
berbagai penyiksaan dan penindasan oleh penguasa. Umat Islam di Palestina
menjadi gambaran betapa pengorbanan yang dipikul sangat berat. Mereka
mengalami penyiksaan, penganiayaan, dan bahkan blokade di kawasan Jalur
Gaza oleh Israel laknatullah. Akan tetapi, umat Islam di Palestina tidak ada kata
menyerah. Mereka terus berjuang membela martabat dan kehormatan bangsa
dan agamanya. Sama halnya dengan yang terjadi di kawasan lain dunia.

Dalam sejarah perjuangan bangsa, para pahlawan mengorbankan jiwa raga,


harta benda untuk kemerdekaan bangsanya. Jenderal Sudirman harus keluar
masuk hutan memimpin tentara Indonesia berjuang melawan Belanda. Sikap
para tokoh bangsa yang dipenjara, dibuang, dan disiksa adalah sebagai wujud
dari keyakinan mereka akan kebenaran. Ribuan nyawa yang mati adalah
pengorbanan mereka terhadap negeri ini. Tentu saja, mereka berkorban atas
dasar sikap yang mereka percaya sebagai sebuah kebenaran. Pengorbanan para
pemuda di berbagai tempat di Indonesia menghadapi penjajah, adalah sebagai
wujud dari sikap mereka mempertahankan kemerdekaan bangsa.

Allahu Akbar, Allahu Akbar Walilaahilhamd


Bapak-bapak, ibu-ibu serta hadirin jama’ah shalat Idul Adha
Rahimakumullah,

Dalam konteks keseharian kita, pengorbanan juga bisa dilihat dari pengorbanan
seorang pemimpin yang berusaha untuk mensejahterakan rakyatnya,
pengorbanan seorang isteri terhadap suami dan anak-anaknya, serta sebaliknya,
anak terhadap kedua orang tuanya.

Seorang pemimpin yang adil terhadap rakyatnya dan berusaha memberikan


kontribusinya bagi negaranya adalah wujud pengorbanan. Seorang suami
sebagai kepala rumah tangga berjuang membanting tulang demi menafkahi dan
membahagiakan keluarganya. Seorang istri mengabdi setia kepada suaminya
juga sebagai wujud pengorbanan. Orang tua yang mendidik dan membesarkan
anak-anaknya sehingga menjadi berhasil, adalah juga wujud pengorbanan.

Dengan demikian, pengorbanan bisa berdimensi luas. Pengorbanan adalah


sebagai sebuah konsekuensi logis dari keyakinan yang diperjuangan demi
sebuah kebenaran.

6
”Dan mereka berkata: "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya
kami akan diusir dari negeri kami." Dan apakah Kami tidak meneguhkan
kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang
didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh- tumbuhan)
untuk menjadi rezki (bagimu) dari sisi Kami?. Tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui. (QS 28 ayat 57)

Allahu Akbar, Allahu Akbar Walilaahilhamd


Bapak-bapak, ibu-ibu serta hadirin jama’ah shalat Idul Adha
Rahimakumullah,

Sekedar merenungi kembali momentum Idul Qurban, Kesanggupan Nabi


Ibrahim menyembelih anak kandungnya sendiri Nabi Ismail, bukan semata-mata
didorong oleh perasaan taat setia yang membabi buta (taqlid), tetapi meyakini
bahwa perintah Allah s.w.t. itu harus dipatuhi. Bahkan, Allah Taala memberi
perintah seperti itu sebagai peringatan kepada umat yang akan datang bahwa
adakah mereka sanggup mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang
disayangi demi menegakkan perintah Allah. Dan adakah mereka juga sanggup
memikul amanah sebagai khalifah Allah di muka bumi?

Hidup adalah satu perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan pengorbanan.


Tidak akan ada pengorbanan tanpa kesusahan. Justeru kesediaan seseorang
untuk melakukan pengorbanan termasuk uang satu rupiah, tenaga dan waktu,
akan benar-benar menguji keimanan seseorang.

Peristiwa berkorban Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail merupakan satu noktah
kejadian yang dapat direnungi oleh semua manusia dari semua level usia dan
latar belakang tingkat pendidikan. Dengan kata lain, semangat berkorban adalah
tuntutan paling besar yang ada dalam lingkungan keluarga, masyarakat maupun,
agama bangsa dan negara.

7
ARTIKEL POPULER PEKAN INI: Menjadi Manusia Mulia

Khutbah Idul Adha 1430 H: Semangat Berkorban VS


Mengorbankan
Khutbah Idul Adha
20/11/2009 | 02 Zulhijjah 1430 H | Hits: 26.542
Oleh: DR. Surahman Hidayat

dakwatuna.com - Seseorang menjadi besar karena jiwanya besar. Tidak ada jiwa besar tanpa
jiwa yang punya semangat berkorban. Berkat ruhul badzli wal tadlhiyah wal mujahadah/spirit
berbagi, berkorban dan berjuang, ummat ini telah menjadi ummat yang besar, bergensi dan
disegani dunia dalam sejarahnya. Mari kita kembalikan kebesaran serta gensi ummat ini
dengan menyemai semangat memberi, berkorban dan mujahadah pada diri dan keluarga kita.

‫ احلمد هلل الذي‬.‫ اهلل أكرب وهلل احلمد‬.‫ الاله االاهلل واهلل أكرب‬3‫اهلل أكرب‬
‫ بعبادته وتقواه بامتثال املأمورات واجتناب‬B‫ وأمرنا‬.‫بنعمه تتم الصاحلات‬
‫ أشهد اال اله االاهلل رب املشرق واملغرب ورب العرش‬.‫املنهيات‬
‫ وأشهد أن حممدا عبده ورسوله أمره اهلل‬.‫ مدبر كل اجملريات‬ ‫والسماوات‬
‫ فالللهم صل وسلم وبارك علي‬.‫بالنحر بعد الصالة شكرا للنعم واملنات‬
‫ أما‬.‫ رمحة جلميع املخلوقات‬B‫نيب املرمحة وامللحمة بعثه اهلل بأكمل الشرائع‬
. ‫ الناس اتقواهلل وعظموا شعائره وذلك من متام القربات‬B‫ فياأيها‬,‫بعد‬
Alhamdulillah, kembali Allah SWT mempertemukan kita di tempat yang mulia ini dalam
rangka menta’zhimkan syi’ar agamaNya. Bertakbir mengagungkan asmaNya, ruku’ sujud
bertaqarrub serta bersyukur atas segala karuniaNya, kemudian akan dilanjutkan dengan
menyembelih kurban, sebagai manifestasi ketaatan terhadap perintahNya, meneladani
RasulNya serta memperingati peristiwa pengorbanan khalilullah Nabi Ibrahim dan Ismail
’alaihimassalam.

Sesungguhnya ada hubungan yang kuat antara pelaksanaan shalat ‘iedul adha, penyembelihan
qurban, dengan eksistensi kita bahkan masa depan kita sebagai umat beriman. Sebagaimana
digambarkan dalam Surah al Kautsar:

8
INNAA A’THAINAAKAL KAUTSAR

FASHALLI  LIRABBIKA WANHAR

INNA SYAANI-AKA HUWAL ABTAR

Surat Al Kautsar sungguh memberi kabar gembira kepada umat akhir zaman. Betapa Allah
SWT yang Maha Rahman telah memuliakan junjunan alam Muhammad saw dengan pelbagai
karunia ”al kautsar”. Yaitu: al khairul katsir (kebaikan yang banyak), al Islam, al Quran,
katsratu al ummah, al itsar, dan ”rif’atul dzikri” di dunia ini kemudian telaga al Kautsar di
akhirat kelak. Itu semua sudah Allah karuniakan kepada nabi kita Muhammad saw. Sedang
bagi kita selaku ummat beliau, semua itu merupakan ”busyra” kabar gembira, bahwa jika kita
memenuhi syaratNya maka semua karunia itu pun disediakan bagi kita. Syaratnya hanya dua
saja, yaitu menunaikan shalat karena ”tha’atan wa taqarruban”, dan menyembelih binatang
nahar karena ”syukran” atas nikmat Allah yang tak terhitung satuan maupun  jumlahnya.
Dengan memperbanyak shalat yang juga bermakna do’a dan banyak berkorban (tadlhiyah),
nikmat dan karunia dari Allah tidak akan pernah berkurang bagi yang melaksanakannya.
Justeru dengan jalan itu, karunia Ilahi akan terus ditambahkan sepanjang jalan shalat dan
pengorbanan. Jalan yang memastikan masa depan yang menjanjikan kebaikan, kemajuan dan
kebahagiaan.

Allahu Akkbar  3 X walillahilhamd

Tetapi sebaliknya, apabila jalan shalat dan pengorbanan itu tidak ditempuh, karena
memperturutkan kemalasan dan kebakhilan, maka Allah tegaskan ”INNA SYAANIAKA
HUAL ABTARU”.

Artinya apa, disebabkan  keengganan mengikuti sunnah Rasulullah saw berupa penunaian
shalat dan kurban, maka ”al abtaru” keterputusan aliran rahmat Allah SWT telah menjadi
ketetapan. Suatu gambaran masa depan yang suram, sebab tanpa rahmat Allah maka
kegelapan lahir batin telah menanti.  Kegelapan individual kemudian kegelapan sosial
menjadi tak dapat dihindari. Na’udzubillahi min dzalik..

Ma’asyral Mu’minin wal mukminat akramakumullah

Tadi disebutkan bahwa di antara makna ”al kautsar/karunia yang banyak” itu adalah ”rif’atul
dzikri” kedudukan yang tinggi dan sanjungan yang luhur. Itu merupakan resultante yang
memang wajar dan logis. Betapa tidak sebab posisi kesyukuran dan pengorbanan itu berada
pada anak tangga yang luhur.

-         Paling rendah adalah posisi MENGORBANKAN sesama, berarti posisi


KEZHALIMAN yang mengantarkan kepada ’ZHULUMAT” kegelapan dunia akhirat, dimana
aliran NUR ILAHI dan rahmatNya terputus.

-         Posisi di atasnya adalah MEMBIARKAN (EGP) ”Al khudzlan” yang juga dilarang
oleh Rasulullah saw. Sikap abai membiarkan sehingga orang lain celaka, meskipun bersifat
pasif tapi sesungguhnya termasuk kejahatan kepada sesama.

-         Di atasnya posisi INSHAF (fairness/adil). Yaitu berbuat sewajarnya, sebatas


menunaikan atau menggugurkan kewajiban agar terhindar dari kezhaliman. Boleh jadi meski
positif tapi tidak dikedepankan dengan sepenuh hati.

9
-         Posisi tertinggi adalah TADLHIYAH/BERKORBAN untuk kebaikan sesama atau
orang banyak.  Tentu saja dasarnya kerelaan yang bukan setengah hati, dan merupakan bentuk
keihsanan yang merupakan kelanjutan dari taqwa” TSUMMATTAQAU WA AHSANU”
kemudian mereka bertaqwa dan berbuat ihsan. ”WALLAHU YUHIBBUL MUHSININ”.  (Al
Maidah, 93). Maka hanya cinta Allah yang akan diberikan kepada mereka yang berkorban dan
berbuat ihsan.

Allahu Akbar 3 X walillahilhamd

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Binatang kurban yang disebut udlhiyah atau nahar adalah simbolisasi tadlhiyah yakni
pengorbanan. Baik udlhiyah maupun tadlhiyah posisinya sama sebagai ‘ibadah yang
mendekatkan diri kepada Allah (taqarruban wa qurbanan). Jika menyembelih udlhiyah
merupakan ‘ibadah material yang ritual, maka taldhiyah/pengorbanan di jalan Allah
merupakan ‘ibadah keadaban yang memajukan sektor-sektor kehidupan yang lebih luas.
Tidak ada ruginya orang yang berudlhiyah dan bertadlhiyah, karena sesungguhnya termasuk
dalam kerangka MULTI QURBAN/pendekatan diri dan MULTI INVESTASI.

- Bertadlhiah merupakan multi pendekatan diri/qurban, sebagaimana dinyatakan dalam ikrar


seorang muslim yang bertaqarrub kepada Rabbnya melalui shalat : INNA SHALATI WA
NUSUKI WA MAHYAYA WA MAMATI LILLAHOI RABBIL ‘ALAMIN LA SYARIKA
LAH.

Kita diperintahkan untuk bertaqarrub kepada Maha Pencipta dengan shalat serta ‘ubudiah
yang lain, dan bertaqarrub kepada Allah dalam segala aktivitas hidup ini.

- Bertadlhiyah bermakna multi investasi:

-         Merupakan investasi sosial (social investment) karena jelas, pengorbanan baik material
maupun moral memberikan dampak sosial yang positif. Dalam Al Quran Surah Annisa ayat
114 disebutkan:  Bahwa tidak ada kebaikan dalam pembicaraan atau wacana yang diadakan,
kecuali untuk mengajak orang bersedekah, memerintahkan yang ma’ruf, atau untuk
mendamaikan sengketa di antara masyarakat. Dan barangsiapa melakukan itu karena ridha
Allah niscaya berbalas pahala yang besar.

ٍ ٍ ِ‫اَل خير يِف َكثِ ٍري ِمن جَنْواهم إِاَّل من أَمر ب‬


ْ ِ‫ص َدقَة أ َْو َم ْعُروف أ َْو إ‬
َ ‫صاَل ٍح َبنْي‬ َ ََ ْ َ ْ ُ َ ْ ََْ
ِ ‫ف نُ ْؤتِ ِيه أَجرا ع‬ ِ َّ‫ك ابتِغَاء مرض ِاة الل‬ِ‫َّاس ومن ي ْفعل َذل‬
‫يما‬ ‫ظ‬
ً َ ًْ َ ‫و‬َْ‫س‬ ‫ف‬
َ ‫ه‬ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ ِ ‫الن‬
-         Bertadlhiah meruapakan investasi ekonomi (economic investment). Sebagaimana
dinyatakan dalam QS al Lail, ayat 5- 10: “Barangsiapa memberi dan bertaqwa serta
membenarkan balasan yang sebaik-baiknya, maka niscaya Kami beri kemudahan demi
kemudahan. Dan barangsiapa yang kikir dan merasa tidak memerlukan orang lain serta
mendustakan pahala yang lebih baik, maka niscaya Kami bukakan baginya pintu kesulitan”.

-         Bertadlhiah juga  merupakan bentuk moral investment, yang mampu mengikis
kekikiran ” al syuhhu”. Sifat kikir sangat berbahaya, sebagaimana diperingatkan dalam sabda
Rasulullah saw:

10
‫ أمرهم بالبخل‬، ‫ فامنا هلك من كان قبلكم بالشح‬، ‫إياكم والشح‬
‫ (د وابن‬ .‫ وأمرهم بالفجور ففجروا‬، ‫ فقطعوا‬B‫ وأمرهم بالقطيعة‬، ‫فبخلوا‬
.)‫جرير يف هتذيبه ك ق عن ابن عمرو‬
Artinya: ”Hati-hati dengan sifat kikir. Sebab sesungguhnya kehancuran umat sebelum kalian
diakibatkan kekikiran, sifat kikir telah mendorong mereka untuk berlaku pelit, lalu
mendorong mereka untuk memutus silaturahim dan akhirnya telah mendorong mereka
melakukan kejahatan”.

-         Endingnya, pengorbanan di jalan Allah tentu saja sebagai investasi ukhrawi.
Sebagaimana disebutkan dalam Hadits bahwa ’ibadah  orang yang menyembelih binatang
kurban sudah diterima Allah sebelum darahnya menetes ke tanah, dan merupakan seutama-
utama ’ibadah pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.

Allahu Akbar 3 X walillahilhamd

Ma’asyiral Muslimin wal muslimat rahimakumullah

Demikian agungnya makna serta pahala udlhiyah, tadlhiyah sebagai wujud pengorbanan
untuk memajukan hidup sekaligus mendekatkan diri kepada Allah. Menumbuh kembangkan
spirit pengorbanan merupakan bagian mendasar dalam rangka pembentukan karakter
masyarakat dan bangsa yang beradab. Seorang pemimpin sejati akan lebih kuat tarikannya
pada kekitaan untuk memikirkan masyarakatnya daripada tarikan pada ke akuan untuk semata
memikirkan kepentingan diri sendiri. Untuk kemaslahatan kita pemimpin rela mengorbankan
akunya jika diperlukan. Demikian halnya dengan negarawan, menempatkan akunya dalam ke
kitaaan. Itulah yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw, sebagai sosok pemimpin yang
datang dari kita ”min anfusikum”, penuh perhatian pada kita ”’azizun ’alaihi ma ’anittum”,
selalu konsen kepada kepentingan kita ”harishun ’alaikum”, dan secara adil/proporsional
memberi kasih sayangnya kepada semua ”bil mukminina raufurrahim”.

Allahu Akbar 3 X walillahilhamd

Namun apa yang kita saksikan dewasa ini. Jiwa pengorbanan pada banyak kalangan telah
digeser oleh semangat atau nafsu mengorbankan orang lain. Bahkan sebetulnya bukan orang
lain, tapi saudara sebangsa bahkan seprofesi dan seinstitusi. Perhatikan saja kemelut di ranah
hukum, dimana para oknum melibatkan tiga lembaga hukum di Republik ini. Perang terbuka
di  media massa makin membuat rakyat prihatin tetapi juga bingung. Kasus besar yang di-
blow up, menggelinding makin ruwet bagai gulungan benang kusut. Analisis secara yuridis
dan sosiologis tidak mampu membawa peta masalah makin terang benderang.

Hanya satu pisau analisis yang mampu memosisikan dan memahami masalah yang ada secara
mendasar dan tepat. Yaitu analisis mental dan moral manusia. Secara mental ada kerusakan
yang serius, yaitu hilangnya kejujuran ”al shidqu”, dan diputusnya ketertautan antara apa
yang diperbuat di dunia ini dengan kesadaran terhadap negeri akhirat. Dengan absennya
kejujuran maka yang menggantikannya adalah kedustaan ”al kadzibu”. Bermula dari dusta
antar personal kemudian berkembang menjadi kedustaan publik bahkan bisa merambah jadi
kedustaan institusional. Kalau sudah begitu, tidak ada lagi orang yang mau mengakui

11
kesalahan malah justeru menyalahkan pihak lain, dan ujung-ujungnya mengorbankan pihak
lain demi  membela akuisme personal atau egoisme lembaga. Pada alur ini cara-cara rekayasa,
penjebakan, pengerdilan dan boleh jadi kriminalisasi menjadi pilihan yang dijalani.

Dalam konteks ini Rasulullah saw telah memberikan peringatan dengan sabdanya:

”Hati-hati dengan dusta, sebab dusta akan membawa pada perbuatan dosa, dan perbuatan
dosa akan menyeret ke naraka. Seseorang berulang kali berdusta hingga terbentuk sifat  dan
dituliskan sebagai pendusta” (Riwayat Muslim)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Egoisme bermula dari ketidak pedulian terhadap sesama, kemudian demi untuk
memenangkan diri atau paling banter kolega chemistrinya maka orang menjadi tidak ragu
untuk melakukan kedustaan yang tentu saja merugikan/menzhalimi orang lain. Berikutnya
orang akan menutupi kebohongan pertama dengan kebohongan-kebohongan berikutnya
secara berlapis-lapis. Krisis kejujuran ini menemukan sinergisitasnya dengan meluasnya
egoisme di kalangan masyarakat. Egoisme yang kian parah, sanggup melupakan jasa seorang
isteri yang berbilang tahun telah memberikan kesetiaannya secara ikhlas, begitu pun
sebaliknya. Prahaha rumah tangga hanya buah dari keakuan yang diperturutkan oleh seorang
suami atau isteri. Gara-gara egoisme sektoral maka sinergi antar lembaga sosial atau
pemerintah akan berantakan, perundingan akan dead lock, yang menjadi konsen masing-
masing pihak adalah mencai titik lemah dan melemahkan pihak yang lain.

Egoisme personal atau sektoral jika dikembangkan akan mengemuka dalam tiga sikap yang
destruktif, sebagaimana disebutkan dalam Atsar Umar bin Khatthab. Yaitu: ”syukhkhun
mutha’un” sikap pelit yang menggerus rasa empati terhadap sesama; ”hawan muttaba’un”
yakni hawa nafsu selera rendah yang diikuti sehingga makin jauh dari idealisme bahkan
kewajaran sekalipun; dan ketiga ”dunyan mu’tsaratun” yaitu kepentingan duniawi yang terus
dikejar. Dalam konteks itu semua bukan lagi nilai yang menjadi acuan atau norma yang jadi
rujukan, melainkan ”i’jabu dzirra’yi bira’yihi” kepongahan orang dalam 
mempertahankan/membela  pendapatnya sendiri. Konsultasi diabaikan dan musyawarah
dilecehkan dengan teknik-teknik manipulatif.

Faktor-faktor itu oleh sahabat Umar disebut ”al muhlikat” yakni faktor-faktor penghancur 
dalam kehidupan masyarakat. Kalau satu dari empat penyakit mental dan moral tersebut
sudah merusak, bagaimana jika keempat-empatnya sekaligus telah menimpa  kalangan
masyarakat kita.  Di bawah selimut awan pekat egoisme dan pelbagai bentuk rekayasa dan
kebohongan, pesimisme di tengah-tengah masyarakat terus menyeruak melontarkan tanda
tanya: masih adakah harapan akan keadilan, kejujuran dan ruang ASA bagi sebuah masa
depan yang lebih baik ?

Allahu Akbar 3 X walillahilhamd

Betapapun kita telah banyak berbuat salah pada diri kita, kepada masyarakat serta ma’siat
kepada Allah, kembalilah kepada iman di dada agar tetap punya harapan untuk baik. Allah
SWT menyeru kita dalam al Quran Surah Azzumar, ayat 53 s/d 55: ”Katakanlah, hai hamba-
hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kepada Tuhanmu dan
berserah dirilah kepadaNya, sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat

12
ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu,
sebelum datang adazab kepadamu dengan tiba-tiba sedang kamu tidak menyadarinya”.

Mari kita sadari betapa Allah telah memberi kita dengan karuniaNya yang banyak. Sebagai
makhluk yang tahu berterima kasih, marilah kita mendekat kepada Allah . Jangan pernah
tinggalkan shalat, perbanyak shalat sunat dan syukur nikmat. Mari belajar berempati kepada
sesama dengan sebentuk tadlhiyah (pengorbanan), moral dan/atau material. Mari syi’arkan
’idul qurban ini dengan menyaksikan, membantu atau juga menyembelih seekor hewan
kurban, demi memenuhi seruan Allah, meneladani Rasulullah, memperingati pengorbanan
kekasih Allah Nabi Ibrahim & Ismail ’alaihimassalam, dan untuk belajar berempati terhadap
saudara-saudara kita yang kurang mampu.

Seseorang menjadi besar karena jiwanya besar. Tidak ada jiwa besar tanpa jiwa yang punya
semangat berkorban. Berkat ruhul badzli wal tadlhiyah wal mujahadah/spirit berbagi,
berkorban dan berjuang, ummat ini telah menjadi ummat yang besar, bergensi dan disegani
dunia dalam sejarahnya. Mari kita kembalikan kebesaran serta gensi ummat ini dengan
menyemai semangat memberi, berkorban dan mujahadah pada diri dan keluarga kita.

Do’a:

‫ وارحم‬ ‫ الشرك والكفر بقوتك‬B‫ وأذل‬ ‫اللهم أعز االسالم واملسلمني بعزتك‬


‫املستضعفني برمحتك‬

B‫ وأصلح لنا دنيانا اليت اليها‬ ‫اللهم أصلح لنا ديننا الذي هو عصمة أمرنا‬
…  ‫معادنا‬

‫الاله اال أنت سبحانك إنا كنا من الظاملني‬

… ‫ربنا هب لنا من أزواجنا‬

… ‫ باإلميان‬B‫ربنا اغفر لنا وإلخواننا الذين سبقونا‬

13
Teks Khutbah Idul Adha oleh Ustadz Daud Rasyid
Jumat, 05/12/2008 16:36 WIB | email | print | share

.‫ اهلل أكرب وهلل احلمد‬، ‫اهلل أكرب اهلل أكرب اهلل أكرب ال إله إال اهلل واهلل أكرب‬
‫ ال إله إال اهلل‬. ‫اهلل أكرب كبريا واحلمد هلل كثريا وسبحان اهلل بكرة وأصيال‬
‫ ال إله إال اهلل‬. ‫وال نعبد إال إياه خملصني له الدين ولو كره املشركون‬
‫ ال إله‬. ‫وحده صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم األحزاب وحده‬
. ‫ اهلل أكرب وهلل احلمد‬. ‫إال اهلل واهلل أكرب‬
‫إن احلمد هلل حنمده ونستعينه ونستغفره ونستهديه ونتوب إليه ونعوذ باهلل‬
‫ من يهده اهلل فال مضل له ومن يضلله‬، ‫ أعمالنا‬B‫ وسيئات‬B‫من شرور أنفسنا‬
‫ أشهد أن ال إله إال اهلل وحده ال شريك له وأشهد أن‬، ‫فال هادي له‬
‫ بلغ الرسالة وأدى األمانة ونصح لألمة وجاهد يف‬، ‫حممدا عبده ورسوله‬
.‫اهلل حق جهاده‬
‫اللهم صل على حممد وعلى آله وأزواجه أمهات املؤمنني وأصحابه األخيار‬
‫رضوان اهلل عليهم ومن دعا بدعوته وسلك سلوكه واتبع سنته إىل يوم‬
.‫ أما بعد أيها املسلمون أوصيكم ونفسي بتقوى اهلل عز وجل‬. ‫الدين‬
Ma’asyiral Muslimin Rohimakumullah

Pada pagi ini kita berkumpul melantunkan Takbir membesarkan Allah Swt, MemujiNya,
Bertasbih kepadaNya. Tiada yang layak dipuji kecuali hanya Dia, Dia yang menghidupkan,
Dia yang mematikan, Dia yang memberi rezeki. Saudara-saudara kita pagi ini berangkat
menuju Mina untuk melempar Jamratul ‘Aqabah. Semalam mereka bermalam di Muzdalifah.
Kemarin mereka seharian penuh berwuquf di ‘Arafah, menadahkan tangan kepada Robb
memohon ampunnya, membukakan pintu rahmatnya. Kita yang berada di tanah air, diganti
Allah dengan puasa ‘Arafah tanggal 9 Zulhijjah yang Fadhilahnya dapat menghapuskan dosa
tahun kemarin dan dosa pada tahun ini.

Allahu Akbar Allahu Akbar

14
Bukan suatu hal kebetulan Allah Swt menetapkan kewajiban Haji kepada ummat Muhammad
Shallahu alaihi Wasallam walau sekali dalam seumur hidup. Haji adalah Ibadah yang
mengandung makna penghambaan yang luar biasa kepada Allah Subhanah. Sementara
Hakikat kehidupan ini adalah penghambaan itu sendiri. Sebagaimana yang ditegaskan oleh
Al-Mawla Azza Wajalla :

‫وما خلقت اجلن واإلنس إال ليعبدون‬


(Tidaklah Kuciptakan Jin dan Manusia, melainkan untuk mengabdi kepadaKu). (Surat az-
Zariyaat: 56) Bahkan setiap praktik Ibadah Manasik Haji itu mengandung makna
penghambaan. Ketika seseorang thawaf, Sa’i, wuquf, Mabit, melempar Jamroh, semua
kegiatan itu merupakan wujud penghambaan manusia kepada al-Ma’bud Subhanahu. Hal ini
sering dilupakan umat Islam termasuk mereka yang melaksanakan Haji. Mereka umumnya
melakukan manasik itu begitu saja tanpa disertai penghayatan atas penghambaan kepada
Allah Azza wajalla. Bahkan tak sedikit mereka yang melaluinya sebagai formalitas belaka,
tanpa mendalami dan merasakan manisnya berhaji. Seorang yang memulai rangkaian Ibadah
Manasik, memulainya dengan Ihram dan membaca lafazh Talbiyah. Kalau kita perhatikan
ucapan Talbiyah itu, isinya semua berupa penghambaan kepadaNya.

‫ لك وامللك ال شريك‬B‫ إن احلمد والنعمة‬. ‫ لبيك ال شريك لك لبيك‬. ‫لبيك اللهم لبيك‬
‫لك‬
“Aku datang memenuhi panggilanMu, Ya Allah. Aku datang memenuhi PanggilanMu. Tiada
Sekutu bagiMu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan hanya milikmu, dan juga kerajaan.
Tiada Sekutu bagiMu.”

Betapa jelasnya ikrar/pengakuan akan penghambaan itu keluar dari mulut orang yang
berihram haji dan umroh. Pengakuan bahwa kedatangannya dari negeri jauh, melintas
samudera dan benua, hanyalah memenuhi panggilan Allah semata. Pengakuan bahwa Allah
itu hanya Satu, tidak ada sekutu bagiNya. Inilah esensi Tawhid. Pengakuan bahwa pujian
hanya pantas untuk Allah. Karenanya pujian-pujian berlebihan tak pantas diberikan kepada
manusia, apalagi manusianya pernah memusuhi Allah, memperjuangkan bukan hukum Allah.
Pengakuan bahwa nikmat adalah kepunyaan Allah semata. Kita sebagai manusia, hanya diberi
amanah secuil dari nikmat itu untuk dirasakan oleh sebagian kita, dan sekaligus menjadi ujian.
Karenanya kita harus banyak mensyukurinya dan tidak mabuk dalam nikmat itu. Jika Allah
berkehendak, nikmat itu dicabutNya, kita suka atau tidak suka. Pengakuan bahwa kerajaan
adalah milik Allah Azza Wajalla. Kekuasaan yang diberikanNya kepada sebagian manusia,
hanyalah sedikit dan bersifat sementara. Kita hanyalah hamba yang tidak memiliki apapun
dan tak berkuasa sedikitpun. Segala-segalanya hanya milik Allah dan tunduk pada
kekuasaanNya. Pengakuan sekali lagi bahwa Allah tidak bersekutu dengan sesuatu makhluq
apapun. Dia satu-satunya Ilah (Tuhan) yang berhak menerima penyembahan dari makhluq.
Begitulah isi dan makna Talbiyah.

Ikrar yang begitu tegas dan diteriakkan berkali-kali sepanjang hari Arafah, malam hari di
muzdalifah, hingga sampai di Mina pada pagi 10 zulhijjah, seharusnya meninggalkan bekas
pada diri kaum Muslimin. Kalau kita renungkan haji, ia sungguh merupakan wisata ruhany
yang kental dengan muatan ‘aqidah. Ketika wukuf di Arafah, diharuskan memperbanyak zikir
kepada Allah, menjauhkan diri dari perbuatan yang tak bermanfaat, seperti berfoto ria, jalan

15
ke sana kemari, mencari teman, mengunjungi handai tolan, seperti kebiasaan banyak jemaah
haji kita. Bukan seperti itu. Arafah diisi dengan penghayatan, pematangan Aqidah,
membulatkan penghambaan diri kepada Al’Aziz al-Jabbar. Bila haji dilaksanakan dengan
pola seperti ini, ia akan melahirkan sosok manusia baru dengan akidah yang tangguh.
Komitmen kepada Islam yang sangat tinggi. Kecintaan kepda ALLAH yang mengalahkan
segala-galanya. Siapapun yang kembali dari mengerjakan haji akan berubah. Bukankah yang
pergi haji itu banyak petinggi negara, pejabat pemerintah, politisi wakil rakyat, pebisnis,
disamping rakyat biasa. Apa pengaruh haji pada kehidupan mereka?

Seharusnya mereka itu menampakkan perubahan drastis, karena aqidah sudah terbina.
Penyelewengan jabatan, praktik korupsi, memperkaya diri, curang dan menipu, seharusnya
sudah berhenti total. Ya, kita bisa terima, sebelum haji mereka banyak melakukan perbuatan-
perbuatan di atas, tetapi setelah menjalani pelatihan super intensive, materi super canggih,
prilaku-prilaku mereka harus berubah total, sekembalinya dari haji. Seharusnya lahir pejabat
Negara, politisi, dan aparat pemerintahan yang bersih, soleh, takut menyalah gunakan uang
rakyat, bahkan lahirlah politisi dan negarawan yang wala’ (loyalitas/keberpihakan)nya kepada
hukum Allah. Partai/ormas boleh beda tetapi akidah harus sama, berwala’ kepada Allah dan
bertahkim kepada Syari’at Allah Swt.

‫أفحكم اجلاهلية يبغون ومن أحسن من اهلل حكما لقوم يوقنون‬


“Apakah Hukum Jahiliyah yang lebih mereka sukai. Dan hukum siapa yang lebih baik dari
hukum buatan Allah, bagi kaum yang yakin.” (Al-Ma’idah:50)

Tidak ada tempat bagi sekularisme, Pluralisme, dan demokrasi ala kuffar. Karena apa saja
yang kita butuhkan dalam mengatur Negara, ada konsep dan teorinya di dalam Syari’at Allah
yang agung itu. Betapa tidak, Zat Yang Maha Mengetahui akan melahirkan konsep yang
maha canggih.

‫أال يعلم من خلق وهو اللطيف اخلبري‬


“Ketahuilah. Yang mengetahui adalah yang mencipyakan. Dan Dia Maha lembut dan Maha
Mengetahui.” (Surat al-Mulk: 14)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamd.

Apa yang menimpa ekonomi Amerika akhir-akhir ini, berupa hancurnya dunia usaha, yang
berawal dari credit crunch dalam bisnis perumahan di Amerika, salah satu pertanda kuat
kehancuran sistem ekonomi Kapitalis. Sistem Ekonomi yang berlandaskan pada Riba, uang
melahirkan uang, bisnis yang menggelembungkan angka-angka padahal tidak sesuai dengan
nilai riilnya, akhirnya sampai pada angka yang tak terbayang dalam otak pebisnis
$600,000,000,000,000. (enam ratus trilyun Dollar US). Maka dari kasus hancurnya dunia
finance di AS, dan negara-negara yang berkiblat kepadanya, apakah manusia tidak juga mau
belajar bahwa sistem yang diciptakan oleh manusia untuk menandingi sistem yang diturunkan
oleh Allah Subhanahu Wata’ala, pada gilirannya akan berujung pada kehancuran, malapetaka
dan kesengsaraan. Syari’at Islam mengajarkan bahwa riba adalah haram dan jual beli itu halal.
Firman Allah: ‫أحل هللا البيع وحرم الربا‬. “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Jual beli harus memperlihatkan wujud barang yang dijual dan harga yang masuk akal atas
barang. Bukan seperti membeli kucing dalam karung. Riba lah yang menghancurkan

16
perekonomian Kapitalis, sebagaimana telah hancur sebelumnya sistem sosialis di Eropa
Timur. Allah Swt ingin memperlihatkan kepada manusia, bahwa sistem yang mereka bangun
bertentangan dengan sistem yang diturunkanNya, cepat atau lambat akan hancur sekuat
apapun tiang penyangga sistem itu. Allah juga ingin memperlihatkan bahwa kesombongan
dan keangkuhan hanya berakhir dengan kehancuran. Kesombongan dan arogansi yang
dipertontonkan oleh AS di dunia Islam, wabil Khusus di Afghanistan, Iraq, Somalia, Sudan
dan lainnya tidak luput dari perhitungan Allah Tabaraka wata’ala. Berapa nyawa bangsa
Afghanistan yang hilang tanpa alasan? Berapa nyawa bangsa Irak dan kekayaaan negeri itu
yang musnah akibat kekejaman Negara yang sombong itu? Semuanya tercatat dalam
perhitungan Allah ‘Azza wa Jalla. Krisis financial Amerika adalah mukaddimah kehancuran
Negara besar itu.

Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamu. Problem manusia sebenarnya adalah problem
‘aqidah. Mayoritas manusia tidak menuhankan Allah Azza wajalla. Mereka mengambil Tuhan
selain Allah. Ada yang menuhankan manusia dan leluhur. Ada pula yang menuhankan benda
dan hawa nafsu, seperti roh, seks, akal, teknologi, uang, jabatan, popularitas, dan sebagainya.
Firman Allah Tabaraka wata’ala:

‫أفرأيت من اختذ إالهه هواه وأضله اهلل على علم وختم على مسعه وقلبه‬
.‫وجعل على بصره غشاوة فمن يهديه من بعد اهلل أفال تذكرون‬
“Apakah tidak engkau ketahui orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan
Allah sesatkan dia dengan sadar, dan Allah mencap pendengarannya dan hatinya. Dan Ia
jadikan penglihatannya menjadi tertutup, maka siapakah yang menunjukinya selain Allah?
Apakah kamu tidak berfikir?” (al-Jatsiyah 23).

Sebagian mereka ada yang sudah menjadi Muslim tetapi tidak menyerahkan wala’
(loyalitas)nya kepada Allah. Mulut mereka mengucapkan La Ilaaha illallah, namun hati
mereka dan praktik hidupnya jauh dari makna Laa Ilaaha illallah itu. Penyebabnya karena
merekapun tidak paham hakikat makna Syahadat itu. Konsekuensi Syahadat adalah tunduk
sepenuhnya kepada Allah Swt. Bukan hanya tunduk dalam soal Ibadah ritual dan aturan-
aturan yang menyangkut dien (agama) saja. Tetapi kepatuhan total dan ketundukan mutlak
kepada Allah Swt. Para Ulama Tawhid menjelaskan maknanya adalah : ‫ال معبود بحق إال‬
‫“هللا‬Tidak ada yang disembah dengan sah selain dari Allah”. Jadi hawa nafsu, manusia, nenek
moyang, teknologi, kecantikan, seni, ideologi, faham, benda, roh, apapun selain Allah tidak
boleh diTuhankan, disembah, dikultuskan, didewa-dewakan, dianggap sakti, dan seterusnya.

Dalam kenyataan sebagian umat Islam masih terjerumus dalam menuhankan faham/ideologi
yang dibuat oleh umat di luar mereka, seperti sekularisme, nasionalisme, materialisme,
demokrasi, liberalisme, humanisme, feminisme, dan isme-isme lain. Berarti mereka belum
menuhankan Allah dalam arti yang sesungguhnya, karena Allah tidak menerima falsafah-
falsafah yang dibuat oleh manusia, lalu dianut sebagai kebenaran, selain apa yang diturunkan
oleh Allah, yakni al-Islam. Mereka mengekor begitu saja kepada umat di luar mereka yang
tidak memiliki petunjuk hidup. Sungguh ironi, kaum yang memiliki petunjuk hidup (hidayah)
mengekor kepada kaum yang sesat. Seharusnya, kaum yang sesat mengikuti kaum yang
mendapat petunjuk, agar mereka ikut selamat. Umat Islam di dunia ini rata-rata hidupnya
mengekor kepada umat lain. Mereka menjadi pengekor setia kaum di luar mereka, di semua
bidang dan sektor; mulai dari ideologi, faham, hobbi, idola, model, brand, trend, gaya,
penilaian, dan yang lainnya. Umat Islam tidak hanya menjadi pasar produk teknologi saja,

17
tetapi juga sudah menjadi pasar bagi produk ideologi dan faham kaum kuffar. Faham apa saja
yang muncul di barat, akan didapatkan pengikutnya di tengah kaum Muslimin. Ini
mengingatkan kita benarnya prediksi Nabi Saw empat belas abad silam yang mengatakan :

‫(لتتبعن أمما قبلكم شربا بشرب ذراعا بذراع حىت إذا دخلوا جحر ضب‬
.)‫لدخلتموه‬
“Kalian akan mengikuti ummat sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi
sehasta, hingga kalau mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamupun ikuti mereka.”

Dalam soal penilaianpun, umat islam mengekor dan berkiblat kepada Barat kaum Kuffar. Apa
saja yang dianggap buruk oleh kuffar, juga dianggap buruk oleh ummat Islam. Sebaliknya apa
yang dianggap mereka sebagai kewajaran dan baik, juga dianggap wajar dan baik oleh ummat
Islam. Akhir-akhir ini banyak isu dilemparkan oleh musuh-musuh Islam melalui media massa
dan disambut oleh ummat ini dengan sikap membeo dan mengekor, seperti murid dengan
gurunya. Barat melemparkan isu terorisme dan menuduhkan perbuatan terorisme kepada
Islam dan ummatnya, maka umat Islampun ikut-ikutan seperti beo. Ada Orang yang dituduh
oleh Barat sebagai teroris, kitapun ikut-ikutan menuduhnya teroris. Padahal mereka itulah
induknya teroris. Israel dan Amerika itulah yang membuat kerusuhan dahsyat di muka bumi
ini. Mereka lah yang menjadi kaum perusak nomor wahid di dunia ini. Tapi, dia bisa
mengalihkan opini dunia, kerusuhan dahsyat yang dia buat menjadi tidak kelihatan/hilang,
sementara orang Muslim yang soleh yang difitnahnya sebagai pembuat kerusuhan, dihukum
oleh public secara zalim. Umat islam sekali lagi membeo kepada mereka. Pornografi,
homoseks, dan penyimpangan seksual yang bejat, kotor, dan bertentangan dengan fitrah
manusia, baik Muslim atau non Muslim, menjadi indah dan wajar dalam pandangan mereka.
Sebagian Ummat Islam pun ikut-ikutan menilai yang bejat itu menjadi wajar. Ajaran yang
dianggap sesat di dalam islam, mereka anggap Hak Azasi Manusia dan merupakan kebebasan
untuk meyakini ajaran apa saja. Na’uzu Billah min zalik.

Jika Barat menganggap poligami itu buruk dan aib, di mana seorang lelaki mempunyai isteri
yang sah lebih dari satu, maka umat Islampun ikut-ikutan menilai poligami itu buruk dan
penindasan terhadap perempuan. Bahkan meng”hukum” orang yang melakukannya. Tapi, jika
seorang lelaki atau perempuan berganti-ganti pasangan tanpa nikah, melakukan hubungan
zina dengan siapa saja yang dia sukai, mereka anggap wajar dan kebebasan sebagai manusia.
Beginilah nasib ummat Islam sekarang. Menilai sesuatu dengan mengikuti standar penilaian
kaum Kuffar. Menikahi anak belasan tahun dianggap oleh Barat sebagai pelecehan terhadap
anak, maka ummat Islampun ikut mencelanya. Sementara anak-anak jalanan belasan tahun
yang melakukan hubungan seks, tidak pernah diributkan oleh media. Di Barat, anak umur 14
tahun sudah diajari gurunya di sekolah cara berhubungan badan yang ‘aman’. Dan anak-anak
sekolah mempraktikkannya dengan teman-temannya. Itu tidak dianggap tabu, karena tidak
menikah. Jika menikah dengan sah, akan menjadi aib dan malu.

Lalu pertanyaannya sampai kapan kita sebagai pengekor? Apakah tidak tiba saatnya, ummat
Islam ini hidup dewasa, merdeka, mandiri dengan kebijakan sendiri, tidak bergantung kepada
bangsa lain manapun. Padahal mereka mempunyai ‘aqidah. Mereka memiliki kitab suci
sebagai petunjuk. Mereka mempunyai sunnah Nabinya Saw yang dijadikan pedoman dalam
memahami jalan yang benar. Kapankah saatnya, ummat Islam kembali kepada kesadarannya
untuk menjalankan hukum Agamanya untuk mengatur dunia dan akhiratnya? Sadarkah
mereka bahwa solusi tidak pernah datang dari luar mereka, melainkan dari dalam mereka

18
‫‪sendiri? Marilah kita berdoa kepada Allah Swt agar ummat ini diberiNya petunjuk dan‬‬
‫‪Hidayah untuk menapaki jalanNya yang lurus, jalan orang-orang yang beriman. Amiin.‬‬

‫اللهم أرنا احلق حقا وارزقنا اتباعه ‪ ،‬وأرنا الباطل باطال وارزقنا اجتنابه‪.‬‬
‫اللهم إنا نسالك اهلدى والتقى والعفاف والغىن‪ .‬اللهم ارفع مقتك‬
‫وغضبك عنا ‪ .‬اللهم ال تدع يف مقامنا هذا ذنبا‪ B‬إال غفرته وال مها إال‬
‫فرجته وال دينا‪ B‬إال قضيته وال حاجة من جوائج الدنيا‪ B‬إال قضيتها‪ B‬ويسرهتا‪B‬‬
‫يا رب العاملني‪ .‬اللهم أعز اإلسالم واملسلمني وأذل الشرك واملشركني‬
‫ودمر أعداءك أعداء الدين‪.‬‬

‫‪19‬‬

Anda mungkin juga menyukai