Oleh :
INTISARI
Petak 13 Wanagama I merupakan hutan rehabilitasi yang memiliki potensi sebagai habitat
berbagai macam jenis burung. Kondisi hutan rehabilitasi yang berbeda dengan hutan alam tentu
akan berpengaruh terhadap keanekaragaman burung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
pengambilan data burung dan faktor abiotik adalah point count sejumlah 15 buah dengan
penempatan menggunakan sistem sytematic sampling with random start. Faktor abiotik yang diteliti
adalah kelembaban, suhu, jarak dari sumber air serta kelerengan. Penelitian ini juga bertujuan untuk
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan serta pengaruh
negatif antara kenekaragaman jenis burung dengan suhu dan kelembaban. Diperoleh persamaan
linear y = -3.25149 + 0.08754 x1 + 0.02176 x2. Nilai R square dari persamaan linear tersebut adalah
0,1399. Ditinjau dari aspek ekologi, burung membutuhkan suhu dan kelembaban optimal untuk
dapat tinggal suatu wilayah, suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi menyebabkan menurunnya
keanekaragaman jenis burung, sehingga terjadi perbandingan terbalik antara keanekaragaman jenis
PENDAHULUAN
Burung mempunyai salah satu peran yang sangat penting dalam habitatnya yaitu merupakan
indikator bagi keanekaragaman hayati (Alikodra, 1990). Peran tersebut disebabkan oleh burung
hidup tersebar di hampir seluruh bagian dunia dan hidup di hampir seluruh tipe habitat dan pada
berbagai ketinggian tempat, peka terhadap perubahan lingkungan. Habitat merupakan suatu
kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu
kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangnya satwa liar (Alikodra, 1990).
Secara garis besar, habitat burung dapat dibagi atas yang ada di darat, di air tawar, dan di laut.
Keanekaragaman jenis burung yang ada dalam suatu habitat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan baik biotik maupun abiotik. Jenis burung yang ada di suatu kawasan juga ditentukan
oleh kemampuan habitat tersebut untuk mendukung kehidupanya. Banyak spesies burung yang
sensitif terhadap perubahan-perubahan yang disebabkan oleh campur tangan manusia pada
penggunaan lahan, sehingga terjadi perubahan terhadap kondisi vegetasi yang ada pada kawasan
tersebut.
Kondisi vegetasi yang baik menjadikan banyak jenis yang tinggal di area tersebut, menurut
Pudyatmoko (2006) penutupan vegetasi yang baik pada suatu kawasan hutan akan menyebabkan
terjadinya kemelimpahan burung. Menurut Djuwantoko dan Hadiwinoto (1995) perubahan tegakan
atau vegetasi yang berfungsi sebagai habitat satwa akan berpengaruh terhadap kehidupan satwa,
baik populasi, tingkah laku, maupun perkembang biakan. Kerusakan vegetasi akan berpengaruh
Memahami asosiasi antara habitat atau penggunaannya oleh suatu jenis burung sangat
mendasar untuk mengetahui status konservasinya. Informasi ini dapat dikumpulkan secara langsung
maupun tidak langsung di lapangan. Pada satu tempat tertentu, atau persyaratan hidup suatu jenis
burung, mungkin bersumber pada ciri habitat yang spesifik. Nilai pendekatan semacam ini berguna
untuk :
Burung-burung di hutan tropis menempati strata vertikal yang berbeda. Fakta ini mempunyai
implikasi pengelolaan yang penting. Bahkan gangguan kecil terhadap struktur hutan akan
berpengaruh terhadap masyarakat burung secara keseluruhan (Alikodra, 1990). Hal inilah yang
terjadi pada petak 13 Wanagama I merupakan kawasan hutan yang sedang dalam fase rehabilitasi.
Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi lahan yang masih jarang ditumbuhi oleh pohon.
Kondisi struktur vegetasi yang terbentuk di petak 13 menjadikan kawasan tersebut sebagai
habitat satwa yang salah satunya adalah burung. Sebagian besar aktifitas burung bergantung pada
keberadaan pohon dan burung sangat peka terhadap lingkungannya, pengaruh faktor-faktor
lingkungan abiotik, penutupan tajuk dan kerapatan pohon terhadap keanekaragaman jenis burung
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 21 November 2010 pada musim penghujan di Petak 13,
Wanagama I, Gunungkidul, Yogyakarta. Petak ini memiliki luas 88,1 hektar dengan topografi
landai yaitu antara 0-12,5 %. Metode yang digunakan untuk pengambilan data mengenai informasi
jumlah dan jenis burung adalah point count berupa plot lingkaran dengan jari-jari 11,3 meter yang
dibuat sebanyak 15 buah. Sistem penempatan plot adalah systematic sampling with random start
dengan jarak antar plot 200 meter. Pengamat berdiri pada titik pusat plot selama 10 menit sambil
mengamati kehadiran burung didalam kawasan plot. Informasi mengenai jumlah dan jenis burung
dicatat dan apabila diperlukan dapat menggunakan buku panduan identifikasi burung lapangan oleh
Mac Kinnon.
Sementara itu, thermohygrometer dipasang didalam plot, serta dilakukan pengambilan data
kelerengan lahan menggunakan klinometer pada empat arah mata angin. Jarak lokasi plot dengan
sumber air dapat diketahui dengan pengukuran pada peta kawasan petak 13, Wanagama I.
Pengaruh faktor-faktor abiotik tersebut dianalisis secara statistik untuk diketahui hubungan
serta persamaan linearnya dengan keanekaragaman jenis burung dikawasan ini menggunakan
software R.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 8 jenis burung yang menggunakan petak 13. Jenis
burung yang dijumpai tersebut antara lain Prenjak Jawa (Prinia familiaris), Elang Ular Bido
malayensis), Srigunting Hitam (Dicrurus leucophaeus), Cabai Jawa (Dicaeum trochileum), dan
Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris). Sebagian besar burung tersebut menggunakan tegakan
pohon seperti Akasia (Acacia mangium), Jati (Tectona grandis), dan Eucalyptus sp. Sebagai tempat
bertengger. Dijumpai pula sarang burung pada lokasi tegakan Eucalyptus sp.
Kondisi fisik petak 13 seperti kelerengan lahan berkisar antara -9,5% hingga 12%. Suhu udara
berkisar antara 27 oC hingga 33oC. Kelembaban udara berkisar antara 45 % hingga 65 %. Hal
tersebut menunjukkan bahwa di dalam satu petak terjadi variasi kondisi lingkungan, sehingga jenis
Hasil analisis statistik hubungan antara keanekaragaman burung dengan faktor abiotik
square dari persamaan linear tersebut adalah 0,1399. Variabel y merupakan indeks keanekaragaman
burung, variable x1 merupakan suhu dan x2 merupakan kelembaban. Nilai kepercayaan terhadap
persamaan itu sebesar 13,99 %. Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui bahwa suhu dan
jenis burung berbanding terbalik dengan suhu dan kelembaban, sehingga kenaikan suhu dan
kelembaban di petak 13 akan menurunkan keanekaragaman burung yang ada di lokasi ini. Hal
tersebut terkait dengan suhu optimal yang diperlukan oleh burung ketika berada di suatu kawasan,
sehingga apabila suhu dan kelembaban semakin tinggi maka burung akan cenderung meninggalkan
lokasi tersebut.
Faktor abiotik lain seperti kelerengan dan jarak dari sumber air tidak berpengaruh signifikan
terhadap keanekaragaman burung di petak 13. Hal tersebut dapat terjadi karena burung sebagian
aktifitasnya berada di atas pohon dan terbang di udara sehingga kelerengan lahan di petak 13 tidak
berpengaruh terhadap aktifitas burung. Jarak dari sumber air juga tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap keanekaragaman burung di petak 13. Hal tersebut terkait dengan jenis burung
yang dijumpai di petak ini bukan jenis burung air, sehingga sebagian besar aktifitasnya tidak
KESIMPULAN
Keanekaragaman jenis burung di petak 13 Wanagama I Gunung Kidul dipengaruhi oleh suhu
dan kelembaban. Jenis burung yang dijumpai antara lain Prenjak Jawa (Prinia familiaris), Elang
Ular Bido (Spilornis cheela), Tekukur (Streptopelia chinensis), Kutilang, Elang Hitam (Ictinaetus
malayensis), Srigunting Hitam (Dicrurus leucophaeus), Cabai Jawa (Dicaeum trochileum), dan
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, 1990. Pengelolaan Satwaliar. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Djuwantoko dan S. Hadiwinoto. 1983. Studi Peranan Vegetasi sebagai Habitat Satwa Burung di