Anda di halaman 1dari 5

LP Appendiktomi

Ditulis oleh dwixhikari di/pada 22 Maret 2010

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDIKTOMI

Oleh : Niken Jayanthi, S.Kep

A. Pengertian

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermi vormis, dan merupakan penyebab abdomen akut

(Mansjoer Arif, 2000). Sedangkan menurut (Smeltzer, 2002), Apendisitis merupakan inflamasi apendiks

yaitu suatu bagian seperti kantung yang non fungsional dan terletak di bagian inferior seikum.

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga

abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.

Adapun pengertian Apendisitis yang lainnya adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau

umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus

buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari

bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan

terletak di perut kuadran kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya

banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir (http://www.google.com).

Jadi, kesimpulan dari apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermi formis atau peradangan

infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran kanan bawah.

B. Etiologi

Apendisitis merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal yang berperan sebagai penyebabnya adalah

(obstruksi lumen apendiks faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus, kebiasaan makan-makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi, erosi mukosa apendiks karena parasit) (Sjamsuhidayat, 2004).

C. Patofisiologi

Terlampir.

D. Manifestasi Klinik

Pasien dengan apendisitis akan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: nyeri kuadran kanan bawah

disertai dengan mual, muntah, dan anoreksia, pada titik mc. Burney nyeri tekan setempat karena

tekanan, leukosit PMN meningkat, obstruksi fekalit atas massa fekal padat, suhu kurang lebih 37,50 C –

38,50 C, konstipasi, kaki kanan fleksi karena nyeri (Mansjoer, 2000).

E. Komplikasi

Terlampir.
F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan apendisitis tergantung dari nyeri apendisitisnya akut atau kronis.

Penatalaksanaan bedah ada dua cara yaitu non bedah (non surgical) dan pembedahan (surgical).

1. Non bedah (non surgical)

Penatalaksanaan ini dapat berupa :

a. Batasi diet dengan makan sedikit dan sering (4-6 kali perhari)

b. Minum cairan adekuat pada saat makan untuk membantu proses pasase makanan

c. Makan perlahan dan mengunyah sempurna untuk menambah saliva pada makanan

d. Hindari makan bersuhu ekstrim, pedas, berlemak, alkohol, kopi, coklat, dan jus jeruk

e. Hindari makan dan minum 3 jam sebelum istirahat untuk mencegah masalah refluks nonturnal

f. Tinggikan kepala tidur 6-8 inchi untuk mencegah refluks nonturnal

g. Turunkan berat badan bila kegemukan untuk menurunkan gradient tekanan gastro esophagus

h. Hindari tembakan, salisilat, dan fenibutazon yang dapat memperberat esofagistis

2. Pembedahan

Yaitu dengan apendiktomi. Operasi apendisitis dapat dipersiapkan hal-hal sebagai berikut :

Insisi tranversal 5 cm atau oblik dibuat di atas titik maksimal nyeri tekan atau massa yang dipalpasi

pada fosa iliaka kanan. Otot dipisahkan ke lateral rektus abdominalis. Mesenterium apendikular dan

dasar apendiks diikat dan apendiks diangkat. Tonjolan ditanamkan ke dinding sekum dengan

menggunakan jahitan purse string untuk meminimalkan kebocoran intra abdomen dan sepsis.

Kavum peritoneum dibilas dengan larutan tetrasiklin dan luka ditutup. Diberikan antibiotic profilaksis

untuk mengurangi luka sepsi pasca operasi yaitu metronidazol supositoria (Syamsuhidayat, 2004).

G. Pengkajian Fokus

1. Biodata

Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,

pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.

2. Pola Nutrisi

- Makan bersuhu ekstrem

- Mengurangi pedas, alkohol, berlemak, kopi, coklat dan jus jeruk

3. Lingkungan

Dengan adanya lingkungan yang bersih maka daya tahan tubuh penderita akan lebih baik daripada

tinggal di lingkungan yang kotor.

4. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilicus.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan,
dimana keluhan timbul, keadaan apa yang memperberat dan memperingan keluhan.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.

5. Pola kesehatan fungsional menurut Gordon

a. Pola persepsi dan kesehatan

Pandangan klien dan keluarga tentang penyakit dan pentingnya kesehatan bagi klien dan keluarga serta

upaya apa yang dilakukan dalam mengatasi masalah kesehatannya.

b. Pola nutrisi dan metabolik

Bagaimana pola nutrisi klien sebelum dan selama dirawat, apa porsi makan klien, apakah selalu

menghabiskan porsinya, apakah klien mengalami mual, muntah saat makan, apakah ada pantangan

makanan.

c. Pola istirahat dan tidur

Apakah klien mengalami perubahan pola istirahat tidur, berapa frekuensi tidur klien.

d. Pola persepsi sensori dan kognitif

Bagaimana persepsi klien terhadap nyeri yang dirasakan diukur dengan PQRST.

P : Nyeri bertambah saat aktivitas dan berkurang saat istirahat

Q : Nyeri dirasakan seperti apa

R : Nyeri terjadi pada daerah atau lokasi mana

S : Berapa skala nyeri yang dirasakan klien

T : Nyeri dirasakan intermitten atau continue

e. Pola aktivitas dan latihan

Bagaimana aktivitas klien sehari-hari, apa aktivitas klien.

6. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : Lemah atau baik

b. Tingkat kesadaran : Composmentis

c. Tanda-tanda : TD : Hipotensi, RR : Takipnea, N : Takikardi, t : Hipertensi

d. Kepala : Mesochepal

e. Mata : Konjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak

f. Dada atau paru :

Ins : Bagaimana kembang kempis dada, simetris atau tidak

Pa : Bagaimana stermfimitus kanan kiri sama atau tidak

Pe : Pekak seluruh lapang paru atau tidak

Au : Suara cordius tampak atau tidak

g. Jantung

Ins : Ictus cordius tampak atau tidak

Pa : Ictus cordius teraba atau tidak

Pe : Konfigurasi normal atau tidak

Au : Terdapat suara abnormal atau tidak


h. Abdomen

I : Apakah ada pembesaran abdomen

Pa : Dengarkan bising usus

i. Genetalia : Apakah terpasang kateter atau tidak, bersih atau tidak

Anus : Apakah ada hemoroid atau tidak

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Bariumenema dapat memperlihatkan tanda khas appendicitis mencakup deformitas

spasme dan perpindahan kolon

b. Ultrasonografi adalah diagnostic untuk apendisitis akut

c. Foto polos abdomen dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non spesifik seperti fekalit dan

pola gas dan cairan yang abnormal

d. Radiografi torak menyingkirkan penyakit lapangan paru kanan bawah yang dapat menyerupai nyeri

kuadran kanan bawah karena iritasi saraf T10, T11, T12

e. Analisis urin akan menyingkirkan infeksi traktus urinarius berat

(Carpenito, Lynda Juall : 1996)

H. Pathways Keperawatan

Terlampir.

I. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah (Doengoes,

2000)

2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan sekunder terhadap luka post operasi dimulai dengan

tidak diterapkannya adanya tanda dan gejala yang membuat diagnosa actual (Doengoes, 2000)

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan sekunder terdapat efek

anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru (Ulric, 1990).

4. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi saluran pernafasan ditandai

dengan reflek batuk menurun, pusat kesadaran menurun (Doengoes, 2000)

J. Fokus Intervensi dan Rasional

Terlampir.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 1996, Diagnosa Keperawatan, Edisi 6, Jakarta : EGC.

Doenges Marilyn, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi III, Jakarta : EGC.

Lindseth, Glenda N. 2005. Gangguan Usus Halus Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses

Penyakit, Edisi 6, Volume 1, Jakarta : EGC.

Mansjoer Arif, Trihartiti Kuspiji, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Media Aesculapius,

Jakarta : EGC.
Price, A. Wilson, 1992. Patofisiologi Konsep Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Jakarta : EGC.

R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II, Jakarta : EGC.

Schwartz, Seymour. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku

Kedokteran, Jakarta : EGC.

Sidharta Priguna, 1999. Neurologi Klinis dan Praktek Umum. Jakarta : Dian Rakyat.

Smeltzer, Suzana C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 2, Alih Bahasa dr. H.

Y. Kureasa, Editor Monica Ester, SKp. Jakarta : EGC.

Ulrich Puderbaugh, Cangle, Suzane Myland. 1990. Medical Surgical Nursing Care Planning Guider, Edisi

III, Philadelphia WB. Sounders Company.

Hidayat. 2007. Askep Appendisitis. Diambil tanggal 9 Mei 2009. http:// www.hidayat2’sBlog.html.Askep

Appendisitis or http://www.google.com.

Anda mungkin juga menyukai