Anda di halaman 1dari 88

CERITA DI PEWAYANGAN

Ajaran Sunan Kalijaga Tentang Cupumanik astagina

Salah satu peninggalan dari nenek moyang kita, yang perlu diuraikan agar menjadi pedoman hidup
menuju masyarakat yang sejahtera adalah Asta-brata. Asta artinya delapan, brata artinya tindakan. Jadi,
Asta-brata dapat diartikan sebagai delapan macam tindakan. Asta-brata ini diambil dari inti sari wasiat
Cupu Manik Asta Gina, atau pegangan hokum bagi para dewa. Konon dengan berpegang pada hokum ini,
para dewa dapat memimpin umat manusia menuju kesejahteraan dan kedamaian.

Kalau setiap orang, terutama para pemimpin, berpegang pada asta-brata, maka masyarakat yang sejahtera
tidak mustahil terwujud di bumi ini. Adapun asta-brata secara mudah dan jelas digambarkan atau
diwujudkan dalam rupa :

1. Wanita: wanita,
2. Garwa; jodoh
3. Wisma : rumah
4. Turangga : kuda tunggangan
5. Curiga : keris, atau senjata
6. Kukila : burung berkutut
7. Waranggana : ronggeng- penari wanita
8. Pradangga : gamelan-bebunyian berirama

Orang atau pemimpin yang utama harus memiliki (mengalami) delapan hal tersebut diatas.Banyak orang
yang salah paham, berusaha mempunyai delapan rupa tersebut dalam wujud sebenarnya. Hal demikian ini
takkan terwujud. Sesungguhnya delapan hal tersebut sekadar kiasan, dan bukan berarti setiap orang harus
memiliki barangnya, tetapi memiliki atau mengalami arti dan wangsitnya.

Wanita, artinya seorang perempuan, yang elok dan cantik, siapapun yang melihat pasti ingin memilikinya.
Maka yang dimaksud dengan wanita ini adalah suatu keindahan, sebuah cita-cita yang tinggi. Agar cita-
cita itu dapat tercapai, maka orang perlu berusaha sekuat tenaga, belajar, tirakat dan sebagainnya,
sebagaimana seorang pemuda yang ingin menggaet dan memiliki gadis cantik.Garwa, artinya jodoh,
suami istri, yang sehati. Garwo sering diartikan sigaraning nyawa, belahan jiwa, jiwa satu dibelah dua
atau dua badan satu nyawa. Jadi garwa mengandung arti bahwa setiap orang harus dapat menyesuaikan
diri, bisa bergaul dengan siapapun, semua orang dianggap sebagai kawan, hidup rukun dan damai,
mencintai sesama, tidak membeda-bedakan orang. Semuanya dianggap sebagai garwa, teman sehidup
semati. Wisma, artinya rumah. Rumah adalah tempat berlindung memiliki ruangan yang luas berpetak-
petak untuk menyimpan aneka macam barang. Semuannya dapat dimasukkan kedalam rumah.
Demikianlah, setiap orang hendaknya bersifat rumah, yakni dapat menerima siapapun dan membutuhkan
perlindungan, sanggup menyimpan dan mengatur segala sesuatu, pun dapat mengeluarkan pikiran dan
bertindak bijaksana dan teratur menurut tempat, waktu dan kedaannya.

Turangga, berarti kuda tunggangan, yang kuat dan bagus. Kuda tunggangan bisa berlari cepat, bisa berlari
pelan, bisa berjalan sambil menari-nari. Sebaliknya kuda tunggangan juga bisa berlari cepat dengan arah
yang tak menentu, bisa terguling kedalam jurang, tergantung orang yang memegang tali kekang.
Demikian halnya diri: badan jasmaniah, panca indra dan nafsu kita merupakan kuda tunggangan.
Sedangkan jiwa adalah pengendaranya. Bila jiwa dapat menguasai, mengatur dan mengekang diri, maka
pergaulan hidup kita akan teratur dengan baik. Sebaliknya, bila jiwa tak dapat menguasai diri, maka hidup
kita akan seperti kuda tunggangan yang liar, berlari kesana kemari dan akhirnya tergelincir.

Curiga, artinya keris, senjata tajam yang dipuja-puja. Maka perlulah tiap orang terutama para pemimpin
memiliki persenjataan hidup yang lengkap, kepandaian, keuletan, ketangkasan dan lain-lain. Begitu pula
pikiran harus tajam, mampu menebak dengan dengan tepat, agar dapat bertindak tepat pula untuk
kebahagiaan masyarakat.

Kukila, artinya burung, burung berkutut yang dipelihara di Jawa, untuk didengarkan suaranya, yang
merdu, enak didengar, menentramkan sanubari. Demikianlah, setiap kata yang keluar dari mulut
hendaknya enak didengar, lemah lembut, menentramkan orang yang mendengarkannya. Setiap kata yang
keluar harus tegas dan bersifat memperbaiki dan membangun, agar siapapun yang mendengar bisa
terpikat dan mengindahkannya. Waranggana, artinya tandak atau ronggen, untuk pandangan waktu
menari. Pada zaman dewa-dewa, ini disebut Lenggot-bawa. Peraturannya seperti ini : seorang warangga
menari di tengah kerumunan orang, bersama seorang lelaki yang ikut menari. Diempat penjuru ada penari
laki-laki yang menari, seakan-akan ikut menggoda si waranggana agar memalingkan mukanya dari yang
lelaki yang tengah menari. Maknah gambaran di atas adalah: dalam usaha meraih cita-cita yang muliah
( waranggana), pasti akan banyak kita jumpai godaan yang mencoba menghalang-halangi pencapaian
cita-cita tersebut.

Aji Narantaka

Beberapa tahun sebelum pecah Baratayuda, tanpa izin dari para Pandawa, Gatotkaca mengajak saudara-
saudaranya, para putra Pandawa, mengadakan latihan perang di Tegal Kurusetra. Latihan perang ini
dianggap sebagai provokasi oleh pihak Kurawa. Prabu Anom Duryudana lalu memerintahkan para putra
Kurawa di bawah pimpinan Dursala, putra Dursasana, untuk membubarkan latihan perang itu.
Di Tegal Kurusetra Dursala menyampaikan perintah Duryudana untuk bubar. Gatotkaca dan saudara-
saudaranya menolak perintah itu. Akibatnya pecah perang di antara mereka. Dalam perang tanding,
Dursala menggunakan Aji Gineng, sehingga Gatotkaca toboh, terluka berat. Para putra Pandawa
mengundurkan diri dari gelanggang, sedangkan Antareja membawa tubuh Gatotkaca ke tempat yang
aman. Antareja lalu mengobati Gatotkaca hingga sembuh. Setelah sembuh Gatotkaca bertekad untuk
membalas kekalahannya. Ia lalu berguru pada Resi Seta. Sang Resi memberinya ilmu sakti bernama Aji
Narantaka. Dalam perjalanan mencari Dursala untuk membalas dendam, Gatotkaca bertemu dengan Dewi
Sumpani. Wanita ini ingin diperistri, tetapi Gatotkaca memberi syarat, jika wanita itu dapat menahan
pukulan dengan Aji Narantaka, Gatotkaca bersedia memperistrinya. Dewi Sumpani ternyata kuat, karena
itu Gatotkaca menerimanya sebagai istri. Setelah bersua dengan Dursala, terjadi lagi perang tanding di
antara mereka. Dursala kalah dan tewas seketika terkena Aji Narantaka.Untuk mengembalikan Negara
Astina kepihak Pandawa, Prabu Duryudana merasa sayang dan tidak rela, untuk itu segala daya upaya
dicari untuk membinasakan keluarga Pandawa agar tidak selalu mengusik-usik negara Astina yang
memang menjadi haknya.

Begawan Dorna lalu mengusulkan agar Dursala muridnya dapat diberi tugas tersebut. Tetapi sebelum
Dursala pergi ke Tegal Kuru Setra untuk membinasakan pihak Pandawa, Dursala harus tanding lebih
dahulu dengan Prabu Baladewa, sebab Prabu Baladewa menyangsikan kemampuan dan kesaktian
R.Dursala. Setelah perang tanding dengan Prabu Baladewa, maka dengan diiringi bala tentara Kurawa
berangkatlah R.Dursala ke Tegal Kuru Setra. Kedatangan R.Dursala di Tegal Kuru Setra menjadikan
keributan dan perkelahian, namun para putra Pandawa dan Pandawa tak satupun mampu menandingi
kesaktian R.Dursala. DenganAji Kumbala Geni pemberian gurunya (Pisaca ), R.Dursala mengalahkan
semua kerabat Pandawa. Kemampuan Aji Gineng bila digunakan dan mengenai seseorang, maka orang
yang terkena aji Gineng akan hancur lebur, dan R,Gatotkaca terkena aji Gineng tidak mampu menahanya
dan gemetar tubuhnya. Dengan sisa-sisa tenaganya R.Gatotkaca melarikan diri untuk menghadap Resi
Seta. Oleh Resi Seta, R.Gatotkaca diberi Aji Narantaka untuk menandingi Aji Gineng milik R.Dursala.
Setelah mendapatkan kesaktian dan aji Narantaka, R.Gatotkaca kembali menemui Dursala. Melihat
kedatangan R.Gatokaca, Dursala lalu menghantamnya dengan aji Gineng namun dapat ditangkis dengan
aji Narantaka milik Gatotkaca. Benturan Aji Gineng milik R.Dursala dan Aji Narantaka milik
R.Gatotkaca menimbulkan suara yang dahsyat. Akhirnya Aji Gineng tidak dapat mengalahkan Aji
Narantaka milik Gatotkaca, akibatnya tubuh R.Dursala hancur lebur terkena hantaman Aji Narantaka.
Dengan kematian R.Dursala, bala tentara Kurawa kucar-kacir dan melarikan diri kembali ke negara
Astina untuk memberi kabar kematian R.Dursala. Gatotkaca dengan memiliki Aji Narantaka, sesumbar
barang siapa wanita yang mampu menahan Aji Narantaka miliknya, ia akan diperistri. Ternyata Dewi
Sampani mampu menahan Aji Narantaka miliknya, maka diperistrilah Dewi Sampani dan berputra Jaya
Sumpena.

Alap-alap Dursilawati

Pada suatu hari Prabu Suyudana kehilangan adiknya putri yakni Dursilawati yang telah bertunangan
dengan Jayadrata. Untuk itu sang Raja mengutus Adipati Karna yang diikuti Kurawa mencari putri itu. Di
perjalanan bertemu dengan Kala Bancuring, Kala Mingkalpa dan Kala Pralemba utusan Prabu Kuranda
Geni dari Tirtakadasar, yang ingin pergi ke Astina dan terjadi perkelahian.
Sementara Arjuna yang diikuti Semar, Gareng, Petruk sedang lewat di tengah hutan tiba-tiba mendengar
tangis wanita yang berada di atas punggung gajah yakni Dursilawati. Tanpa pikir panjang Arjuna segera
memberi pertolongan dengan melepaskan panah angin untuk mengusir gajah itu serta membebaskan sang
Putri, yang selanjutnya akan dibawa ke Astina. Namun diperjalanan Arjuna diserang oleh Kurawa dan
ditangkap, diikat kemudian ditahan di Astina.

Prabu Kurandageni yang mendengar berita bahwa bala tentaranya terbunuh maka ia mengutus emban
Kepetmega untuk menculik Dursilawati. Perjalanan Kepetmega membuahkan hasil sehingga membuat
gusar Prabu Suyudana. Untuk itu ia minta pertolongan Arjuna agar dapat menemukan kembali
Dursilawati. Kali Arjuna sanggup tetapi ia minta Jayadrata mengikutinya dan kedua ksatria itu menuju
Tirtakadasar. Setelah tiba ditempat penyekapan Dewi Dursilawati, Arjuna mengajukan pertanyaan,
apakah Dursilawati bersedia menjadi istri Jayadrata. Setelah mendapat jawaban yang pasti maka
Jayadrata diminta membebaskan sendiri Dursilawati di ruang Prabu Kuranda Geni. Akhirnya Arjuna
dapat membunuh Kuranda Geni dan membebaskannya dan dibawa ke Astina. Maka Suyudana
mengawinkan pasangan itu. Sedangkan gajah yang menculik Dursilawati datang tetapi dapat dibunuh
Bima.

Antaboga

Adalah tokoh wayang cerita Mahabarata, Sanghyang Antaboga atau Sang Hyang Nagasesa atau Sang
Hyang Anantaboga atau Sang Hyang Basuki adalah dewa penguasa dasar bumi. Dewa itu beristana di
Kahyangan Saptapratala, atau lapisan ke tujuh dasar bumi. Dari istrinya yang bernama Dewi Supreti, ia
mempunyai dua anak yaitu Dewi Nagagini dan Naga Tatmala. Dalam pewayangan disebutkan, walaupun
terletak di dasar bumi, keadaan di Saptapratala tidak jauh berbeda dengan di kahyangan lainnya.

Sang Hyang Antaboga adalah putra Anantanaga. Ibunya bernama Dewi Wasu, putri Anantaswara.
Walaupun dalam keadaan biasa Sang Hyang Antaboga serupa dengan ujud manusia, tetapi dalam keadaan
triwikrama, tubuhnya berubah menjadi ular naga besar. Selain itu, setiap 1000 tahun sekali Sang Hyang
Antaboga berganti kulit (mrungsungi). Dalam pewayangan, dalang menceritakan bahwa Sang Hyang
Antaboga memiliki Aji Kawastrawam, yang membuatnya dapat menjelma menjadi apa saja sesuai dengan
yang dikehendakinya. Antara lain ia pernah menjelma menjadi garangan putih (semacam musang hutan
atau cerpelai) yang menyelamatkan Pandawa dan Kunti dari amukan api pada peristiwa Bale Sigala-gala.
Putrinya, Dewi Nagagini menikah dengan Bima, orang kedua dalam keluarga Pandawa. Cucunya yang
lahir dari Dewi Nagagini bernama Antareja atau Anantaraja.Sang Hyang Antaboga mempunyai
kemampuan menghidupkan orang mati yang kematiannya belum digariskan, karena ia memiliki air suci
Tirta Amerta. Air sakti itu kemudian diberikan kepada cucunya Antareja dan pernah dimanfaatkan untuk
menghidupkan Dewi Wara Subadra yang mati karena dibunuh Burisrawa dalam lakon Subadra Larung.
Sang Hyang Antaboga pernah dimintai tolong Batara Guru menangkap Bambang Nagatatmala, anaknya
sendiri. Waktu itu Nagatatmala kepergok sedang berkasih-kasihan dengan Dewi Mumpuni, istri Batara
Yamadipati. Namun para dewa gagal menangkapnya karena kalah sakti. Karena Nagatatmala memang
bersalah walau itu anaknya, Sang Hyang Antaboga terpaksa menangkapnya. Namun Dewa Ular itu tidak
menyangka Batara Guru akan menjatuhkan hukuman mati pada anaknya dengan memasukkannya ke
Kawah Candradimuka. Untunglah Dewi Supreti istrinya, kemudian menghidupkan kembali Bambang
Nagatatmala dengan Tirta Amerta. Batara Guru juga pernah mengambil kulit yang tersisa sewaktu Sang
Hyang Antaboga mrungsungi dan menciptanya menjadi makhluk ganas yang mengerikan. Batara Guru
menamakan makhluk ganas itu Candrabirawa.

Sang Hyang Antaboga, ketika masih muda disebut Nagasesa. Walaupun ia cucu Sang Hyang Wenang,
ujudnya tetap seekor naga, karena ayahnya yang bernama Antawisesa juga seekor naga. Ibu Nagasesa
bernama Dewi Sayati, putri Sang Hyang Wenang. Suatu ketika para dewa berusaha mendapatkan Tirta
Amerta yang membuat mereka bisa menghidupkan orang mati. Guna memperoleh Tirta Amerta para
dewa harus membor dasar samudra. Mereka mencabut Gunung Mandira dari tempatnya dibawa ke
samudra, dibalikkan sehingga puncaknya berada di bawah, lalu memutarnya untuk melubangi dasar
samudra itu. Namun setelah berhasil memutarnya, para dewa tidak sanggup mencabut kembali gunung
itu. Padahal jika gunung itu tidak bisa dicabut, mustahil Tirta Amerta dapat diambil. Pada saat para dewa
sedang bingung itulah Nagasesa datang membantu. Dengan cara melingkarkan badannya yang panjang ke
gunung itu dan membetotnya ke atas, Nagasesa berhasil menjebol Gunung Mandira, dan kemudian
menempatkannya di tempat semula. Dengan demikian para dewa dapat mengambil Tirta Amerta yang
mereka inginkan. Itu pula sebabnya, Nagasesa yang kelak lebih dikenal dengan nama Sang Hyang
Antaboga juga memiliki Tirta Amerta. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa untuk mendapatkan
Tirta Amerta, para dewa bukan membor samudra, melainkan mengaduk-aduknya. Ini didasarkan atas arti
kata ngebur dalam bahasa Jawa, yang artinya mengaduk-aduk, mengacau, membuat air samudra itu
menjadi ‘kacau’. Jasa Nagasesa yang kedua adalah ketika ia menyerahkan Cupu Linggamanik kepada
Bathara Guru. Para dewa memang sangat menginginkan cupu mustika itu. Waktu itu Nagasesa sedang
bertapa di Guwaringrong dengan mulut terbuka. Tiba-tiba melesatlah seberkas cahaya terang memasuki
mulutnya. Nagasesa langsung mengatupkan mulutnya, dan saat itulah muncul Bathara Guru. Dewa itu
menanyakan kemana perginya cahaya berkilauan yang memasuki Guwaringrong. Nagasesa menjawab,
cahaya mustika itu ada pada dirinya dan akan diserahkan kepada Bathara Guru, bilamana pemuka dewa
itu mau memeliharanya baik-baik. Bathara Guru menyanggupinya, sehingga ia mendapatkan Cupu
Linggamanik yang semula berujud cahaya itu.

Cupu Linggamanik sangat penting bagi para dewa, karena benda itu mempunyai khasiat dapat membawa
ketentraman di kahyangan. Itulah sebabnya semua dewa di kahyangan merasa berhutang budi pada
kebaikan hati Nagasesa. Karena jasa-jasanya itu para dewa lalu menghadiahi Nagasesa kedudukan yang
sederajat dengan para dewa dan berhak atas gelar Bathara atau Sang Hyang. Sejak itu ia bergelar Sang
Hyang Antaboga. Para dewa juga memberinya hak sebagai penguasa alam bawah tanah. Tidak hanya itu,
oleh para dewa Nagasesa juga diberi Aji Kawastram* yang membuatnya sanggup mengubah ujud dirinya
menjadi manusia atau makhluk apa pun yang dikehendakinya. Sebagian orang menyebutnya Aji
Kemayan. spertinya sebutan itu kurang pas, karena Kemayan yang berasal dari kata ‘maya’ adalah aji
untuk membuat pemilik ilmu itu menjadi tidak terlihat oleh mata biasa. Kata ‘maya’ artinya tak terlihat.
Jadi yang benar adalah Aji Kawastram. Untuk membangun ikatan keluarga, para dewa juga
menghadiahkan seorang bidadari bernama Dewi Supreti sebagai istrinya. Perlu diketahui, cucu Sang
Hyang Antaboga, yakni Antareja hanya terdapat dalam pewayangan di Indonesia. Dalam Kitab
Mahabarata, Antareja tidak pernah ada, karena tokoh itu memang asli ciptaan nenek moyang orang
Indonesia.

Sang Hyang Antaboga pernah berbuat khilaf ketika dalam sebuah lakon carangan terbujuk hasutan Prabu
Boma Narakasura cucunya, untuk meminta Wahyu Senapati pada Bathara Guru. Bersama dengan
menantunya, Prabu Kresna yang suami Dewi Pertiwi, Antaboga berangkat ke kahyangan. Ternyata
Bathara Guru tidak bersedia memberikan wahyu itu pada Boma, karena menurut pendapatnya Gatotkaca
lebih pantas dan lebih berhak. Selisih pendapat yang hampir memanas ini karena Sang Hyang Antaboga
hendak bersikeras, tetapi akhirnya silang pendapat itu dapat diredakan oleh Bathara Narada. Wahyu
Senapati tetap diperuntukkan bagi Gatotkaca.

Gathotkaca Nikah

Tersebutlah rencana pernikahan antara gatotkaca dan pergiwa putri harjuna sudah menyebar ke mana
mana. persiapan di yodipati tempat werkudoro ayah bima sudah sangat lengkap. rencananya pesta akan
dilakukan di 3 tempat yaitu madukoro, yodipati dan pringgondani. kabar tersebar ke hastina, tempat
kediaman para wangsa kurawa. disana pertemuan agung di gelar. hadir sesepuh kurawa prabu duryodana,
patih sengkuni, danyang drona. mereka membahas tentang cara agar pandawa bisa dilenyapkan. danyang
drona memberi usul memecah belah pandawa dengan mengawinkan lasmana dengan pergiwa mendahului
gatotkaca. dengan harapan werkudoro akan marah dan membunuh adiknya arjuna. rencana lengkap di
persiapkan. Rombongan pelamar dan manten hastinapura pun berangkat. lengkap dengan pasukan dan
segala macam jenis umbul umbul kebesaran dan simbol pernikahan. sesampainya di madukoro danyang
drona yang berbicara dan merayu arjuna. maka dengan segala tipu muslihat liciknya ahirnya arjuna tidak
mampu menolak. lamaran hastinapura diterima. lesmana segera bersanding dengan pergiwa. kemudian
utusan ke yodipati dikirim untuk mengirimkan kabar bahwa lamaran gatotkaca ditolak. sedangkan para
rombongan penganten hastina dipersilahkan menginap di madukoro. Di yodipati punakawan datang
membawa kabar penolakan lamaran. werkudoro yang tadinya tampak segar tiba tiba langsung diam dan
tiduran di halaman kadipaten. dan dia berkata jangan diganggu. sementara gatotkaca tampak sangat
kecewa. tapi dihibur oleh para punakawan. dan petruk berjanji akan berusaha mempertemukan cinta
mereka berdua kembali. maka berangkatlah gatotkaca ke madukoro. menyelinap bersama petruk ke
kaputren madukoro tempat pergiwa tinggal. Petruk bertugas menjaga diluar. sementara gatotkaca masuk
ke dalam menemui pergiwa. pergiwa menyambut gatotkaca.
gatotkaca: apakah benar berita bahwa adi pergiwa akan menilah dengan kakang lesmana?
pergiwa: benar berita itu kakang gatotkaca
gatotkaca: apakah adi pergiwa menerima lamaran dari kakang lesmana?
pergiwa: tentu saja kakang gatotkaca, saya menerima dan siap melayani kakang lesmana sebagai suami.
gatotkaca: kalo begitu aku ikut bahagia, sebagai hadiah terimalah jantungku (gatotkaca menyabut keris),
kemudian gatotokaca ditomplok oleh pergiwa, dipeluk erat.
pergiwa mengaku bahwa dia cuma menguji kecintaan gatotkaca. dan menyatakan bahwa dia menerima
lamaran karena tidak enak dengan ayahnya. akhirnya gatotkaca dan pergiwa pun masuk kamar. Diluar
lesmana datang menyambangi pergiwa calon istrinya. dihadang petruk. dan terjadi perkelahian. lesmana
mengetahui gatotkaca di dalam segera memamanggil para kurawa menyerang istana kaputren. gatotkaca
mengalahkan semua pasukan kurawa termasuk danyang drona. Danyang drona marah dan mengadu pada
harjuna bahwa gatotkaca telah berbuat tak senonoh dengan pergiwa. arjuna marah dan segera menghadapi
arjuna. arjuna mengeluarkan beberapa pusakanya sementara gatotkaca takjim tak melawan sama sekali.
arjuna makin marah mengira diremehkan. petruk sangat kuatir melihat keadaan ini. apalagi arjuna
mengeluarkan cemeti kyai pamuk yg dihantamkan ke tubuh gatotkaca berulang ulang. Petruk lari ke
yodipati. dan membangunkan werkudoro. tapi dibangunkan berulang ulang tak bangun. petruk ingat kisah
kumbokarno yg bisa bangun ketika bulu kakinya dicabut. lalu bulu kaki werkudoro dicabut. dan
werkudoro bangun. diceritakan anaknya sedang dihajar arjuna. werkudoro tenang saja sambil bilang, ah
itu tugas arjuna sebagai paman untuk mengajari gatotkaca tentang kebenaran. petruk jadi bingung, lalu
dia bilang gatotkaca bisa mati, werkudoro bilang biar saja, tidak masalah. Petruk tidak hilang akal
menghadapi ketenangan werkudoro. dia bilang kalo harjuna mengumpat umpat dan menjelekan
werkudoro ketika menyiksa gatotkaca. langsung werkudoro sangking marahnya segera berlari ke
madukoro. petruk ditabrak sampai terjengkang. sampai madukoro werkudoro mengamuk dan menghajar
arjuna sejadi jadinya. gantian arjuna yang harus lari ke rombongan ngamarta yang baru datang. Untung
dilerai kresna dan puntadewa. ahirnya dijelaskan mengapa petruk melakukan kebohongan, semua demi
gatotkaca. dan ahirnya werkudoro berdamai dengan arjuna. dan arjuna menyadari kesalahanya. pergiwa
ditanya apakah bersedia menikah dengan gatotkaca. pergiwa menerima. ahirnya gatotkaca pun menikah
dengan pergiwa. rombongan hastina dihajar werkudoro dan balik dengan tangan hampa ke hastinapura.

catatan: versi diatas adalah versi pernikahan gatotkaca tanpa menyertakan adegan antasena cari bapa.
dalam versi lain diceritakan saat gatotkaca di kaputren muncul antasena yg mencari werkudoro ayahnya.
petruk mengaku jadi werkudoro. dan ahirnya antasena membantu petruk sehingga semua jagoan hastina
kalah. bahkan werkudoro dilawan dan kalah. akhirnya antredja yg menyadarkan adiknya itu bahwa yg
sebenarnya werkudoro itu yg mana. akhirnya dengan gatotkaca nikah dan antasena sujud kepada
werkudoro ayahnya.

Alap-alap Larasati.

Kyai Antagopa yang bertempat tinggal di Widarakandang wilayah Mandura mempunyai anak Rarasati,
serta mempunyai anak angkat Bratajaya dan Narayana. Rarasati telah dewasa dan cantik maka banyak
pria yang melamar. Agar ia mendapatkan suami yang terhormat maka kakaknya, yakni Udawa
mengadakan sayembara perang tanding, ia sendiri jagonya. Banyak para raja dan pangeran yang melamar
termasuk Jayapitana putra mahkota dari Astina yang telah mendapat restu Drestarastra. Ia datang ke
Widarakandang bersama Sengkuni, Dursasana, Jayadrata mencoba memasuki sayembara perang tetapi
Suyudana kalah. Sementara Arjuna diberitahu oleh Abiyasa bahwa Dewi Rarasati itu diperuntukan
kepadanya, oleh karena itu ia diperintah untuk segera datang di Kademangan Wirakandang. Semar
memberikan nasehat agar Rarasati dilarikan tetapi Arjuna menolak dan memutuskan akan mengikuti
sayembara perang.

Setelah tiba di Widarakandang sebenarnya ia merupakan tamu yang ditungu-tunggu, tetapi Arjuna tetap
akan mengadakan perang tanding. Narayana mentertawakan dan mengatakan bahwa sayembara itu hanya
tipu muslihat Udawa agar supaya Dewi Rarasati tidak diambil orang lain, karena menurut dewa, Rarasati
telah ditentukan sebagai istri Permadi. Arjuna tidak senang mendengar keterangan itu dan ia tetap ingin
perang tanding. Sekarang perang tanding dimulai dan akhirnya Udawa kalah dan Udawa me-nyerahkan
Rarasati kepada Arjuna.

Antarejo takon sopo bapa

Di kerajaan Astina Prabu Nagabagendo, Begawan Durna menghadap Prabu Duryudana, oleh Begawan
Durna dikatakan bahwa anak muridnya yang bernama Nagabagendo bersedia menjadi duta untuk
membinasakan Pandawa. Setelah semua mufakat, berangkatlah Begawan Durna diiringi Prabu
Nagabagendo menuju negeri Amarta, namun diperjalanan bertemu dengan R. Sentyaki dan R. Udawa
kesatria dari Dwarawati. Setelah mengetahui bahwa Prabu Nagabagendo akan menjadi perusuh dan
membahayakan keluarga Pandawa, kedua satria tersebut lalu berperang dengan Prabu Nagabagendo dam
kedua satria digertak Prabu Nagabagendo, R. Udawa jatuh dilapangan negeri Amarta dan R. Sentyaki
jatuh di negeri Amarta. Begitu R. Sentyaki mendapat dirinya berada di negeri Amarta, segera melaporkan
akan mara bahaya yang akan menimpa pihak Pandawa, belum selesai melaporkan kejadian yang dialami
pihak Pandawa, datang Prabu Nagabagendo untuk merebut kekuasaan Amarta, maka terjadilah
peperangan dan pihak Pandawa tak ada yang dapat mengalahkan kesaktian Prabu Nagabagendo.

Akhirnya berdasarkan saran Prabu Kresna, bahwa yang dapat mengalahkan Prabu Nagabagendo adalah
kesatria yang berkulit sisik seperti ular, maka R. Angkawijaya ditugaskan untuk mencari satria yang
dimaksud. Sementara itu di sumur Jalatunda, R. Pudak Kencana menghadap kakeknya, Sang Hyang
Hanantaboga untuk diberitahu siapa sebenarnya ayahnya dan dimana berada. Oleh Sang Hyang
Hanantaboga diberitahu bahwa ayahndanya ada di negeri Amarta bersemayam di Kasatrian Jodipati.
Dengan diiringi kakeknya, R. Pudak Kencana pergi menuju kasatrian Jodipati dan di tengah jalan
bertemulah ia dengan R. Angkawijaya yang sedang mencari jago untuk melawan Prabu Nagabagendo.
Sesampainya di negeri Amarta, R. Pudak Kencana bertemu dengan R. Werkudara, namun R. Werkudara
akan mengakui sebagai anaknya bila mampu membinasakan Prabu Nagabagendo. Akhirnya R. Pudak
Kencana berperang melawan Prabu Nagabagendo dan binasa, oleh kakeknya R. Pudak Kencana dapat
dihidupkan kembali dengan air kehidupan yang disebut Tirta Kamandanu serta R. Pudak Kencana diberi
kesaktian Ajian Upas Onto. Dengan kesaktian Upas Onto, R. Pudak Kencana dapat membinasakan Prabu
Nagabagendo dan bala tentara Kurawa dapat dikalahkan oleh Pandawa beserta putra-putranya. Dengan
kematian Prabu Nagabagendo negeri Amarta menjadi aman, tentram dan damai serta R.Pudak Kencana
menjadi bagian keluarga besar Pandawa dan beralih nama R.Antareja.

Antasena Rabi

Prabu Duryudana, Prabu Baladewa, patih Sangkuni dan R.Tirtanata sedang bersidang di Balairung istana
Astina untuk membahas pelaksanaan perkimpoian putra mahkota negeri Astina R. Suryakusuma dengan
Dewi Janaka yang telah dipersuntingkan dan dipertunangkan dengan R. Antasena putra R. Werkudara.
Prabu Duryudana percaya dengan kelihaian Pendeta Durna bahwa pertunangan Dewi Janakawati dengan
R. Antasena dapat digagalkan yang akhirnya Dewi Janakawati akan dipersandingkan dengan R.
Suryakusuma. Prabu Kresna sedang bingung atas permintaan putranya Samba untuk dikimpoikan dengan
Janakawati, mengingat Dewi Janakawati telah dipertunangkan dengan R. Antasena putra Werkudara.
Prabu Dasa Kumara raja negeri Krenda Bumi juga tergila-gila dengan Dewi Janakawati dan ingin
memperistri, maka dengan diikuti adiknya Prabu Dewa Pratala beserta bala tentaranya pergilah Prabu
Dasa Kumara menuju Kasatrian Madukara.

R. Janaka menghadapi banyaknya pelamar yang ingin mempersunting putrinya Dewi Janakawati,
akhirnya diadakan sayembara bertanding, dengan ketentuan siapa yang kalah dipersilahkan pulang
kenegeri asalnya, dan barang siapa berbuat curang dinyatakan pihak yang kalah. Maka R. Samba, R.
Suryakusuma, Prabu Dasa Kumara dan R. Antasena saling berhadapan mengadu kesaktian. Yang
akhirnya R. Antasena memenangkan sayembara untuk memiliki Dewi Janakawati. Melihat R. Antasena
yang tidak berhias dan bersehaja, Dewi Janakawati tidak mau dipersandingkan, akhirnya R. Janaka
dengan senjata Kyai Pamuk menhajar R. Antasena dan keanehan terjadi bahwa R. Antasena tidak binasa
dan luka terkena senjata R. Janaka justru sebaliknya menjadi kesatria yang tampan, gagah dan perkasa
sehingga Dewi Janakawati bersedia dipersandingnya perkimpoian Dewi Janakawati dengan R. Antasena,
Prabu Dewa Pratala mengamuk di kesatrian Madukara sebab kakandanya Prabu Dasa Kumara telah
ditolak lamarannya memperistri Dewi Janakawati tetapi hal ini bisa ditangani oleh putra Pendawa. Prabu
Dewa Pratala yang mengamuk dapat dikalahkan R. Antasena dan melarikan diri sambil menculik Dewi
Pergiwati istri Gatotkaca yang akhirnya terjadilah saling kejar mengejar diangkasa dan Prabu Dewa
Pratala dapat dibinasakan R. Gatotkaca. Dengan binasanya Prabu Dewa Pratala negeri Amarta menjadi
tenang dan R.Suryakusuma beserta pengiringnya kembali ke negeri Astina, Prabu Kresna dan R.Samba
juga kembali ke negeri Dwarawati.

Karna Tanding
Raden Arjuna, satria panengah Pandawa telah berganti busana bagai seorang Raja, mengenakan busana
keprabon. Karena keahlian Prabu Kresna dalam ndandani sang adik ipar Arjuna pada kali ini jika diamati
tidak ada bedanya dengan kakak tertuanya Adipati Karno. Saking miripnya, Arjuna dan Karno ibarat
saudara kembar. Meskipun mereka hanya saudara seibu lain Bapak keduanya bagai pinang dibelah dua.
Bahkan karena begitu miripnya, Dewa Kahyangan Bathara Narada pun tidak mampu membedakan mana
Arjuna yang mana Basukarno kala itu. Kedua senopati perang telah bersiap di kereta perang masing –
masing. Basukarno dikusiri oleh mertuanya Prabu Salya. Basukarno tahu bahwa Prabu Salya tidak dengan
sepenuh hatinya dalam mengendalikan kereta perangnya. Prabu Salya, juga tidak sepenuh hatinya dalam
mendukung Kurawa dalam perang ini. Hati dan jiwanya berpihak kepada Pandawa meskipun jasadnya di
pihak Kurawa. Karena putri – putrinya istri Duryudono dan Karno, maka dengan keterpaksaan yang
dipaksakan Prabu Salya memihak Kurawa pada perang besar ini. Meskipun demikian, berulang kali
sebelum perang terjadi Prabu Salya membujuk Duryudono agar perang ini dibatalkan. Bahkan dengan
memberikan Kerajaan Mandaraka kepada Duryudono pun, Prabu Salya merelakan asal perang ini tidak
terjadi. Namun tekat dan kemauan Duryodono tidak dapat dibelokkan barang sejengkal pun. Tekad
Duryudono yang keras dan kaku ini juga karena dukungan Adipati Karno yang menghendaki agar perang
tetap dilaksanakan. Adipati Karno, berkepentingan dengan kelanjutan perang ini demi mendapatkan
media balas budi kepada Duryudono dan kurawa yang telah mengangkat derajatnya dan memberikan
kedudukan yang terhormat sebagai Adipati Awangga yang masih bawahan Hastina Pura. Maka latar
belakang ini pula yang menambah kebencian Salya kepada menantunya, Adipati Karno.

Di seberang sana, Kresna telah bersiap sebagai kusir Arjuna. Kereta Kerajaan Dwarapati Kyai Jaladara
telah siap menunaikan tugas suci. Delapan Kuda penariknya bukanlah turangga sewajarnya. Kedelapan
kuda itu adalah kuda – kuda pilihan Dewa Wisnu yang dikirim dari Kahyangan untuk melayani Sri
Kresna. Turangga – turangga itu telah mengerti kemauan dari tuannya, bahkan jika tanpa menggunakan
isyarat tali kekang pun. Berbagai medan laga telah dilalui dengan kemengan – demi kemenangan. Bahkan
saat Raden Narayana, Kresna di waktu muda, menaklukkan Kerajaan Dwarawati ketika itu. Atas
permintaan Prabu Kresna, Arjuna menghampiri dan menemui Adipati Karno untuk mengaturkan sembah
dan hormatnya. Dengan menahan tangis sesenggukan Arjuna menghampiri kakak tertuanya ”Kakang
Karno salam hormat saya untuk Kakanda. Kakang, jangan dikira saya mendatangi Kakang ini untuk
mengaturkan tantangan perang. Kakang, dengan segala hormat, marilah Kakang saya iringkan ke
perkemahan Pandawa kita berkumpul dengan saudara pandawa yang lain layaknya saudara Kakang…”
Adipati Karno ”Aduh adikku, Arjuna…Kakang rasakan kok kamu seperti anak kecil yang kehilangan
mainan. Menahan tangis sesenggukkan, karena perbuatan sendiri. Adikku yang bagus rupanya, tinggi
kesaktiannya, mulya budi pekertinya. Sudah berapa kali kalian dan Kakang Prabu Kresna membujuk
Kakang untuk meninggalkan Astina dan bersatu dengan kalian Para Pandawa. Aduh..adikku, jikalau aku
mau mengikuti ajakan dan permintaan itu, Kakang tidak ada bedanya dengan burung dalam sangkar
emas. Kelihatannya enak, kelihatannya mulia, kelihatannya nyaman. Tapi adikku, kalau begitu, sejatinya
Kakang ini adalah seorang pengecut, seseorang yang tidak dapat memegang omongan dan amanah yang
telah diniatinya sendiri. Adikku…bukan dengan menyenangkan jasad dan jasmani Kakang jikalau kalian
berkehendak membantu Kakang mencari kebahagiaan sejati. Adikku..Arjuna, jalan sebenarnya untuk
mendapatkan kebahagiaan sejatiku adalah dengan mengantarkan kematianku di tangan kalian, sebagai
satria sejati yang memegang komitmen dan amanah yang Kakang menjadi tanggung jawab Kakang. Oleh
karena itu Adikku, ayo kita mulai perang tanding ini layaknya senopati perang yang menunaikan tugas
dan tanggung jawab yang sejati. Ayo yayi, perlihatkan keprigelanmu, sampai sejauh mana keprawiranmu,
keluarkan semua kesaktinmu. Antarkan kakangmu ini memenuhi darma kesatriaannya. Lalu sesudah itu,
mohon kanlah pamit Kakang kepada ibunda Dewi Kunti. Mohonkan maaf kepadanya, dari bayi sampai
tua seperti ini belum pernah sekalipun mampu membuatnya mukti bahagia meskipun hanya sejengkal
saja.” ”Aduh Kakang Karno yang hamba sayangi, adinda mohon maaf atas segala kesalahan. Silakan
Kakang kita mulai perang tanding ini”
Setelah saling hormat antara keduanya, perang tanding kedua senopati perang yang mewakili kepentingan
berbeda namun demi prinsip yang sama secara substansi itu dimulai. Keduanya mengerahkan segala
kemampuan perang darat yang dimiliki. Sekian lama adu jurus kanuragan ini berlangsung. Saling
menerjang, saling menghindar dan berkelebat ibarat burung Nasar yang menyasar mangsanya di daratan.
Bagi siapa yang melihat, keduanya sama – sama prigel, keduanya sama – sama tangkas dan keduanya
sama – sama sakti. Kelebat mereka demikian cepat seperti kilat. Ribuan prajurit kedua pihak
menghentikan pertempuran demi melihat hebatnya adegan perang kedua satria bersaudara ini. Namun
bagi mereka yang melihat, kabur sama sekali tidak mampu membedakan yang mana Arjuna dan yang
mana Karno. Keduanya mirip, keduanya menggunakan busana yang sama. Perawakan dan pakulitannya
sama. Hanya desis suara masing – masing yang sesekali terucap yang membedakan keduanya.
Perkelahian tangan kosong ini telah berlangsung sampai matahari sampai di tengah kubah langit. Tidak
ada yang kalah tidak ada yang unggul sampai sejauh ini. Keduanya menyerang dengan sama baik,
keduanya menghindar dengan sama sempurna. Keduanya menghunus keris masing – masing. Pertarungan
tangan kosong dilanjutkan dengan pertarungan dengan senjata keris. Karno memulai dengan menerjang
mengarahkan keris ke ulu hati Arjuna. Secepat kilat arjuna menghindar melompat vertikal layaknya
belalang menghindar dari sergapan burung pemangsa, Keris Adipati Karno menerjang sasaran hampa,
berkelebat berkilat diterpa sinar panas matahari tengah hari. Sejurus kemudian posisi mereka saling
bertukar, Arjuna kini menyerang, leher Karno menjadi incaran. Demikian cepat tusukan ini menerobos
udara panas menerjang leher Adipati Karno. Namun Adipati Karno tidak kalah cepat dalam berkelit,
digesernya leher dan kepalanya menyamping kiri. Tidak hanya menghindar yang dilakukan,
penyeranganpun dapat dilakukannya. Sambil menyempingkan badan dan kepalanya ke kiri, tangan
kirinya mengirimkan pukulan ke dan mengenai bahu kanan Arjuna. Sedikit terhuyung Arjuna saat
mendaratkan kakinya di tanah, meskipun tidak sampai membuatnya roboh. Adipati Karno tersenyum
kecil, melihat adiknnya terhuyung. Kini keduanya saling menerjang dengan keris terhunus di tangan.
Masing – masing mencari sasaran yang mematikan sekaligus menghindar dari sergapan lawan. Adu
ketangkasan keris ini berlangsung sampai matahari condong ke barat, hampir mencapai paraduannya di
akhir hari. Tidak ada yang cedera dan mampu mencedarai, tidak ada yang kalah dan mampu
mengalahkan.

Keduanya memutuskan perang tanding dilanjutkan dari atas kereta. Arjuna sekali melompat sudah sampai
pada kereta Jaladara. Demikian juga Karno, sekali langkah dalam sekejap sudah bersiap di kereta
perangnya. Di kereta perang Karno, Karno meminta nasehat sang mertua ”Rama Prabu, saya tidak dapat
mengalahkan Arjuna saat perang di daratan Rama” ”Karno, aku ini hanyalah Kusir, tanggung jawabku
hanyalah mengendalikan kuda. Asal kudanya tidak bertingkah tugasku selesai.” ”Iya benar Romo, namun
putra paduka ini mohon pengayoman Rama Prabu Salya” ”E lah, apa kamu lupa kondangnya Raja
Awangga itu kalau perang menerapkan kesaktian aji Naraca Bala” ”Terimakasih Rama”

Adipati Karna menyiapkan anak panah dengan ajian Naraca Bala, begitu dilepaskan dari busurnya
terjadilah hujan panah yang mengerikan. Kyai Naraca Bala yang telah ditumpangkan pada anak panah
menyebabkan anak panah terlepas dan menjadi hujan ribuan anak panah di udara. Anak panah itu
berkilatan seperti kilat menjelang hujan turun di musim pancaroba. Tidak cukup itu, ribuan anak panah itu
juga mengandung racun mematikan. Jangankan menghujam ke tubuh, hanya menyenggol kulit pun dapat
mengakibatkan kemaitan. Tidak heran para prajurit lari tunggang langgang menyelamatkan diri dari hujan
anak panah itu. Pun demikian ratusan prajurit menemui ajal tanpa mampu menyelematkan diri. Namun di
sisi lain, Arjuna adalah satria kinasih Dewata dengan kesaktian tanpa tanding. Meski terkena ratusan anak
panah Naraca Bala, tiada gores sedikitpun kulit sang Panengah Pandawa. Baginya ratusan anak panak
yang menghujam ke tubuhnya tiada beda dirasakan layaknya digiit semut hitam. Penasaran Adipati Karno
melihat kesaktiannya tidak berarti apa – apa bagi Arjuna, maka dihunusnya Anak Panak Kunta Drewasa
pemberian Dewa Surya. Jagad sudah mendengar bagaimana kesaktian anak panah ini, jangankan tubuh
manusia gunung pun akan hancur lebur jika terkena anak panah ini. Secepat kilat anak panah Kunta
Drewasa sudah terpasangkan di busurnya. Seperti halnya Arjuna, keahlian Karno dalam memanah tiada
tanding di dunia ini. Jangankan sasaran diam, nyamuk yang terbang pun dapat dipanah dengan tepat oleh
Sang Adipati. Prabu Salya, hatta melihat anak panah sudah siap dilepaskan dan dapat dipastikan tidak
akan bergeser seujung rambutpun dari sasaran leher Arjuna, timbul rasa dengki dan serik nya kepada
Karno. Prabu Salya tidak rela anak – anaknya Pandawa kalah dalam perang ini. Maka disentaknya kendali
kerata perang bebarengan dengan dilepaskannya Kunta Drewasa, akibatnya kureta perang mbandang
tidak terkendali. Tangan Karno pun goyah, dan lepasnya anak panah meleset dari sasaran. Di sisi lain,
Kresna adalah kusir bukan sembarang Kusir. Penghlihatannya sangat presisi, dia tahu apa yang akan
dilepaskan oleh Karno. Dia tahu kesaktian dan apa yang akan terjadi kepada Arjuna jika Kunta Drewasa
tepat mengenai sasarannya. Maka dihentaknya kereta kuda dengan kaki dan kesaktannya. Roda kereta
amblas dua jengkal menghujam bumi. Anak panah Kunta Drewasa terlepas, namun meleset dari leher dan
mengenai gelung rambut Arjuna. Jebolnya gelung rambut Arjuna disertai dengan lepasnya topong
keprabon yang dikenakannya.

Malu Arjuna karena gelung rambutnya ambrol dan topongnya terlepas. Dia juga was – was jangan –
jangan ini pertanda kekalahannya dalam perang tanding ini. Namun Kresna sekali lagi, bukan hanya
pengatur strategi dan penasehat perang bagi Pandawa. Dia juga adalah pamong dan guru spiritual para
Satria Pandawa. Dihiburnya Arjuna bahwa ini hanyalah risiko perang. Disambungnyanya rambut Arjuna
dengan rambutnya sendiri. Digantikannya topong harjuna dengan yang lebih bagus.
”Arjuna…,kelihatannya ini sudah sampai waktunya Adi Prabu Karno menyelesaikan darma baktinya.
Semoga Tuhan menerima bakti dan darmanya adikku. Siapkanlah anak panah pasopati yang busurnya
berupa bulan tanggal muda itu. Kiranya itu yang akan menjadi sarana menghantarkan Kakangmu Karno
menuju kebahagiaan sejatinya” ”Sendiko dawuh Kakanga Prabu, mohon do’a restu Kakang Prabu”

Arjuna menghunus Panah Kyai Pasopati yang anak panahnya berbentuk bulan sabit. Ketajaman bulan
sabit ini tidak ada makhuk jagad yang meragukannya. Galih kayu jati terbaik di jagad pun akan teriris
layaknya kue lapis diterjang pisau cukur. Arjuna adalah satria dengan tingkat keahlilan memanah
mendekati sempurna. Ibaratnya, Arjuna mampu memanah sasaran dengan membelakangi sasaran itu. Dia
membidik bukan dengan mata lahirnya namun dengan mata batinnya. Oleh karena itu, meski matanya
ditutup rapat dengan kain hitam berlipat – lipat, dia akan mampu mengenai sasaran dengan tepat.

Sekarang anak panah telah siap di busurnya. Ditariknya tali busur, dikerahkan segala konsentrasinya,
dibidiknya leher Sang Kakak, Adipati Karno. Dalam konsentrasi yang dalam ini, sebentar – sebentar dia
menarik napas. Sebentar – sebentar menata hati dan pikirannya. Saat ini yang dituju anak panah adalah
leher Adipati Karno. Saudara sekandung lain bapak. Bagaimanapun, susunan tulang, urat, darah dan leher
itu dari benih yang sama dengan lehernya. Darah yang mengalir pada Karno adalah dari sumber yang
sama dengan darahnya. Putih tulang leher itu dari jenis yang sama dengan putih tulangnya. Urat leher itu,
tiada beda dengan bibit pada urat lehernya. Namun, tugas adalah tugas. Darma adalah darma yang harus
dilaksanakan dengan sepenuh hati. Dibulatkan tekatnya, dimantapkan hatinya bahwa bukan karena ingin
menang dan ingin mengalahkan dia melakukan ini. Ditetapkannya hatinya, inilah cara yang dikehandaki
sang Kakak untuk membuatnya bahagia. Dalam hati dia berdoa kepada Tuhan Yang Maha tunggal, agar
kiranya mengampuni kesalahannya ini.

Di seberang sana, Adipati Karno tahu apa yang akan dilakukan adiknya. Dia sudah dapat mengira apa
yang akan terjadi padanya. Kesaktian dan ketajaman pasopati, sudah tidak perlu diragukan lagi. Kulit dan
dagingnya tidak akan mampu melawannya. Namun, tidak ada rasa takut dan khawatir yang terlihat pada
ronanya menghadapi akhir hidupnya ini. Yang adalah senyum kebahagiaan, karena adik yang dicintainya
yang akan mengantarkannya menemuai kebahagian sejati. Sebaliknya bukan rona takut dan pucat
terpancar pada wajahnya, namun senyum manis dan bersinar wajah yang terlihat. Semakin kentara
indahnya wajah sang Adipati Karno. Sang Kusir, Prabu Salya melihat apa yang akan dilakukan Arjuna.
Ketakutan dan khawatir nampak pada wajah dan sikapnya. Anak panah dilepaskan dari busurnya oleh
Arjuna. ”Ssseeeettttttt”, begitu suaranya tenang setenang Karno dalam menerimanya. Lepasnya panah
seperti kilatan petir dari kereta Jaladara. Secepat dia mampu, Prabu Salya melompat dari kereta
mengindari bahaya. Anak panah tepat mengenai leher Adipati Karno, putus seketika. Kepala
menggelinding ke tanah, badanya menyampir di kereta. Adipati Karno telah sampai pada garis akhir
kesatraiannya. Dia telah mendapatkan apa yang diharapkannya. Kematian yang terhormat dalam
menegakkan darma bakti satria. Basukarno adalah satria sejatinya satria. Duka menyelimuti Kurusestra
dari pihak Pandawa. Lagi mereka kehilangan saudara yang dicintainya. Meskipun Karno di pihak musuh,
sejatinya dia adalah saudara kandung mereka. Tidak terkira bagaimana pedih dan perih yang dirasakan
Dewi Kunti. Semenjak lahir, anak sulungnya itu telah dibuangnya ke Sungai Gangga. Jangankan
memelihara dan membesarkan, menyusui dan membelai bayinyapun tidak pernah dirasakannya. Belasan
tahun dia tidak pernah mendengar kabar lagi mengenai anaknya. Setelah sekian belas tahun tidak ada
khabar berita, begitu berjumpa anaknya telah memihak musuh Pandawa, anak – anaknya yang lain.
Sekarang saat perang ini terjadi, putra bungsunya telah menjadi bangkai di tangan Arjuna anaknya yang
lain.

Arjuna bertapa di gunung Indrakila

Bajra adalah tempat liburan yang menyenangkan. Selain bisa bermain bebas di sawah, tiap malam selalu
ada acara bercerita dari Ratu Kompyang. Perlu diketahui, kita ini dari keluarga Brahmana. Karena itulah
nama papa IBM atau Ida Bagus Made Jaya Martha. Ratu Kompyang adalah pedanda atau pemimpin
upacara agama Hindu. Ratu kompyang orangnya pendiam, jarang bicara, setiap hari rajin membaca dan
menulis di buku atau kadang-kadang di daun lontar. Banyak sisia – atau orang-orang yang datang minta
di selesaikan upacaranya. Biasanya mereka di terima di Bale Bertiang Sembilan yang ada di tengah-
tengah halaman rumah. Semuanya duduk bersila di lantai balai-balai tersebut, berdialog kebanyakan
masalah budaya dan agama. Terkadang-kadang papa disuruh bantuin membersihkan lontar menggunakan
buah kemiri dibakar lalu ditumbuk. Minyaknya di oleskan ke permukaan daun lontar, sehingga torehan di
atas daun lontar menjadi jelas dan juga lontar menjadi lemas tidak mudah patah.Akibat hobi
membersihkan lontar waktu kecil, maka papa tertarik mengerjakan skripsi sarjana S1 waktu di Teknik
Informatika ITB dengan judul Teks Editor Berhuruf Bali.

Pada malam hari, acara menarik lain dengan Ratu Kompyang adalah bercerita. Acara ini berlangsung
sampai kami mengantuk. Ceritanya macem-macem dan berganti-ganti setiap malam. Kebanyakan
ceritanya dari Mahabrata atau Ramayana. Tapi ada satu cerita yang diceritakan berulang kali, dan
menurut saya paling seru dan paling banyak di minati. Yaitu Arjuan Bertapa di Gunung Indrakila. Alkisah
sang arjuna di suruh bertapa di puncak gunung Indrakila. Dia bertapa untuk mendapatkan anugrah dari
Hyang Widhi, agar dapat digunakan untuk mengarungi bahtera kehidupan. Dalam perjalanan, di kaki
gunung indrakila, arjuna di hadang oleh babi hutan. Babi hutan itu menyeruduk arjuna, menanduk,
menyepak sehingga kewalahan. Kemana arjuna lari tetap dikejar. Akhirnya Sang Arjuna melompat agak
jauh, memasang anak panah pada gendawanya, dan membidik tepat ke perut babi itu. Ceeep …. babi itu
tewas seketika. Setelah mengalahkan babi, Arjuna melanjutkan perjalanan mendaki gunung itu. Dalam
pendakian, setelah menyeberang sungai nan jernih dan indah, tiba-tiba Arjuan dikejutkan oleh ular
berkepala dua yang menghadang perjalanannya. Singkat cerita, dia diserang, dipatuk di lilit. Ekor ular di
pegang Arjuna, kepalanya mematuk dia. Kepala yang satu di pegang, kepala lain menubruk dari
belakang. Arjuna kerepotan, kembali dia melompat menjauh, sambil merapal mantra memasang dua anak
panah sekaligus pada busurnya. Anak panah melesat, langsung menembus dua kepala yang dimiliki oleh
si ular. Ular lemas tergeletak tak berdaya. Ular telah dikalahkan, arjuna beristirahat lalu mandi di tengah
telaga nan jernih. Sehabis mandi dia tersentak melihat Goa di tepi telaga. Lalu dia melewati goa itu, yang
ternyata rumah seorang raksasa sakti mandraguna. Sang raksasa bangun mencium bau adanya manusia.
Dan dia marah, karena Arjuna telah berani mandi di telaga miliknya. Arjunapun marah mendengar kata-
kata kasar dari raksasa lalu menantangnya untuk berkelahi. Sang Raksasa wajahnya merah, rambutnya
gimbal, mata melotot dan taringnya tajam. Mereka sama saktinya. Masalahnya adalah, ketika raksasa itu
dipukul oleh arjuna, bukannya tambah loyo, bahkan tambah kuat. Di panah tidak mempan. Di pukul pake
batang kayu, malah tambah kuat dan garang. Arjuna kehilangan akal. Lalu dia melompat ke belakang,
lalu dia duduk mencakupkan tangan, hening, memusatkan pikiran dan pasrah pada kehendak Sang
Pencipta. Anehnya raksasa itu makin kecil, kecil, kecil akhirnya hilang.

Perjalanan dilanjutkan sampai ke puncak gunung Indrakila. Di sanalah Arjuna bertapa dengan khusus,
memohon berkah dari Hyang Manon. Di tengah upaya tapanya, datanglah goodaan bidadari supraba yang
diutus oleh Bhatara Guru. Arjuna tak tergoda, akhirnya Sang Hyang Siwa berkenan datang ke hadapan
Arjuna dan memberikan panah yang disebut Panah Pasopati. Panah Pasopati itu adalah senjata ampuh
arjuna, ketika menjadi panglima saat perang Bharatayudha. Tancep Kayon. Cucu-cucu pada bubar. Cerita
ini sangat membekas di hati papa. Dan ketika sudah besar papa renungkan cerita itu, ternyata ada makna
yang dalam di balik cerita seru tadi. Inilah interpretasi papa : Babi adalah lambang keserakahan. Serakah
adalah sifat umum manusia. Manusia yang berhati serakah, diberi seluruh kekayaan bumipun tidak
merasa puas. Ingat film James Bond – World is not enough. Karena itulah, bekal untuk mengarungi
kehidupan adalah kemampuan kita untuk mengendalikan atau bahkan mematikan keserakahan itu.
Berikutnya adalah ular berkepala dua, yang jadi simbul dengki iri hati. Makanya orang yang licik itu,
terkadang disebut ular berkepala dua. Dalam melaksanakan hidup, kita terkadang memiliki rasa iri hati
yang semuanya itu berasal dari pikiran kita. Atau juga kita terkadang menghadapi orang dengki iri hati.
Orang iri ini sangat berbahaya, mulutnya manis, tapi bisa nikam dari belakang. Karena itulah, pikiran iri
hati harus di-”bunuh” dan orang dengkipun harus “dibunuh” pikiran dengkinya. Setelah masalah iri hati,
berikutnya raksasa yang menjadi simbol amarah. Raksasa berwajah merah rambut gimbal taring tajam
adalah lambang kemarahan. Kemarahan kalau dilawan dengan marah, bagaikan api disiram bensin.
Kemarahan akan padam dengan sendirinya jika dilawan dengan hening, mundur selangkah lalu pasrah.

Yang terakhir, godaan di puncak gunung adalah nafsu birahi. Begitu banyak orang yang sedang berada di
puncak kekuasaannya, tergelincir karena nafsu birahi. Berat sekali cobaan yang dihadapi oleh Arjuna
untuk mendapatkan panah pasopati. Cerita anak-anak yang seru itu, ternyata mengandung banyak arti
yang bisa memberikan saya penyuluh hidup bertahun-tahun kemudian. Kini Ratu Kompyang sudah
meninggal, namun cerita Arjuna Bertapa di Gunung Indrakila, menjadi kenangan indah yang tak
terlupakan. Papa berharap, semoga papa bisa seperti Ratu Kompyang, bercerita lucu dan seru, namun
tidak meninggalkan nilai-nilai moral yang bisa digunakan sebagai pegangan hidup.

Arjuna Papa

Di istana Astina, dihadapan patih Sakuni, prabu Suyudana berkata, “Pamanda patih Sakuni, sesudahnya
adinda Arjuna mati diracun, iba rasa hatiku, sekarang kuperintahkan, kepada ratu sabrang prabu
Jayasutikna hendaknya dapat memusnahkan para Pandawa, jika terlaksana, akan kupenuhi permintaannya
meminang ananda Dewi Lesmanawati”, berangkatlah patih Sakuni, resi Durna, dan para Kurawa untuk
menyampaikan pesan prabu Suyudana. Hyang Baruna beserta puterinya retna Suyakti, iba rasa hatinya
melihat Arjuna terapung-apung disamudera, berkatalah, “Wahai, raden Arjuna, kusembuhkan raden dari
perbuatan para Kurawa yang meracuni raden, baiklah raden segera berangkat ke Sigrangga. Adapun
putramu Abimanyu dan Irawan, telah berada di Astina”, sembuhlah raden Arjuna dari keracunannya,
sambil mengucapkan terimaksih, berangkatlah Arjuna ke gua Srigangga.

Pula telah berkumpul, Sri Kresna dengan prabu Yudistira, Nakula, Sadewa dan Werkudara, kesemuanya
akan menuju ke istana Astina, tak lain akan mencari Arjuna, demikian pula Gatutkaca, Anantasena,
kesemuanya telah berangkat untuk mencari pamandanya Arjuna. Dewi Banowati terperanjat hatinya
melihat raden Arjuna sudah ada di kamarnya, setellah berbincang-bincang, masuklah raden Abimanyu
dan Irawan, dengan isyarat darii ayahandanya, diseyogyakan menuju ke ruangan lain, lajulah raden
Abimanyu ke gupit Mandragini, dan bertemulah dengan puteri ratu sabrang, Dewi Sutiknawati. Para
inang pengasuh dari puteri tersebut, sangat terheran-heran melihat tindak-tanduk sang puteri Dewi
Sutiknawati dan raden Abimanyu, takut jika dipersalahkan oleh prabu Jayasutikna, lajulah para inang
untuk melapor. Sri Suyudana, prabu Jayasutikna dan para Kurawa lengkap di istana sedang mereka
berbincang-bincang, masuklah inang Dewi Sutiknawati, melaporkan, bahwasanya di gupit Mandragini
terdapat pencuri, tak ada lain, mencuri asmara Dewi Sutiknawati. Marahlah Suyudana, demikian pula
Jayasutikna, majulah mereka dengan maksud akan menangkap si pencuri, ikut serta pula para Kurawa
dibelakangnya. Perang terjadi sangat ramai, Prabu Jayasutikna akhirnya mati terbunuh oleh raden Arjuna,
Suyudana akhirnya meminta maaf, Pandawa bersedia pula memaafkannya. Prabu Duryudana, Druna dan
Patih Sengkuni membuat kesepakatan akan mengundang Pandawa ke Astina untuk jamuan makan.
Namun dibalik itu sebenarnya Pandawa akan diracuni agar mati semua. Pandawa datang di Astina
memenuhi undangan serta tidak menduga akan adanya akal busuk yang dirancang Sengkuni. Para
Kurawa gembira akan kedatangan Pandawa dan setelah menyantap makanan para Pandawa jatuh ke tanah
dan mati.

Suyudana memerintahkan agar jenazah Bima dibuang ke sumur Jalatunda, lalu jenazah Arjuna dilempar
ke tengah samudera, sedangkan jenazah Yudistira, Nakula, dan Sadewa dimasukkan ke Gua Sigrangga.
Jenazah Arjuna yang terapung-apung di lautan terlihat oleh Sang Hyang Baruna dan putrinya yakni
Suyakti (istri Arjuna) pada waktu Arjuna membunuh raja raksasa Kala Roga dari Kerajaan Guadasar.
Sebagai balas jasa maka Arjuna dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Baruna dan diperintah untuk pergi
ke Gua Sigrangga. Arjuna segera menuju ke Gua Sigrangga dan di sana bertemu dengan Dewi Suparti
istri Sang Hyang Antaboga yang sedang menunggui jenazah Yudistira, Nakula, dan Sadewa. Arjuna
meminta agar saudara-saudaranya dihidupkan kembali dan permohonan itu dikabulkan. Tidak lama Bima
juga datang di tempat itu setelah dihidupkan kembali oleh Hyang Antaboga pada waktu ia berada di
sumur Jalatunda.

Kala Benda Gugur

Kala bendana adalah anak terahir dr prabu tremboko yaitu penguasa pringgondani yang gugur di tangan
prabu pandu dewanata dari hastinapura. kala bendana juga adik dari arimbi istri dari bima yang
melahirkan gatotkaca. bentuk kala bendana adalah raksasa cilik atau cebol. dimana memiliki kelebihan
dan keutamaan tidak bisa berbohong dan cenderung membela kebenaran. pada kisah pemberontakan
brajadenta, kala bendana menjadi temens etia gatotkaca dan brajamusti. dimana kala bendana sendiri
datang bersama brajamusti untuk mengingatkan bahwa tindakan saudaranya itu merebut tahta
pringgondani dari keponakanya gatotkaca adalah tidak syah.
Kala bendana dikisahkan memiliki akhir hidup yang tragis. saat itu negeri plangkawati sedang dilanda
kesedihan karena sang pangeran abimanyu penguasa kesatrian plangkawati menghilang. istrinya siti
sundari putri dari dwarawati merasa sangat sedih. saat itu yang menemani adalah gatotkaca dan kala
bendana. merasa ditangisi setiap hari oleh siti sundari sambil curhat soal hilangnya abimanyu membuat
kala bendana sangat sedih dan pamit mencariw arta atau kabar. maka berjalanlah kala bendana mencari
kabar dimana angkawijaya atau abimanyu berada. Di negeri mastsyapati ternyata abimanyu baru aja
menikah dengan utari yang kalo diurut umurnya jauh lebih tua dan bisa disebut neneknya. tetapi karena
dewi utari jago spiritual maka disebutkan sang dewi awet muda. dan menurut hyang bhatara kresna
sendiri, wiji mahkota para raja hanya bisa disemai di rahim dewi utari. ketika sedang berkasih kasih
datanglah kala bendana. sampe disana karena kala bendana tak bisa berbohong dia hampir saja
membocorkan bahwa abimanyu sudah punya istri. tapi oleh abimanyu kala bendana diusir dengan ditusuk
keris, sampe ahirnya kala bendana pun lari pulang ke plangkawati. Saat itulah utari curiga dan berkata
pada abimanyu. jika abimanyu sudah punya garwa pun akan diterima sebagai saudara oleh utari. tapi
dasar abimanyu malah ebrbohong bahkan bersumpah akan mati dikeroyok perawan 1000 jika bohong,
tapi kepleset lidahnya jadi bersumpah akan mati dikeroyok panah seribu. dan jagad nyakseni, jagad
mendengar itulah karma abimanyu. mati dalam perang bharata yudha dengan keadaan dikeroyok panah
1000 sampe tak ada sisa di tubuhnya yang tak kemasukan panah. hati hatilah dalam bersumpah!! jangan
lalai terutama dalam keadaan bergembira.

kala bendana pulang ke plangkawati. disana gatotkaca menemani siti sundari. siti sundari bergembira
menyambut kala bendana dan menanyakan bagaimana kabar abimanyu. kala bendana aka mengucap tapi
di halang halangi oleh gatotkaca dengan kasar. tapi kala bendana yang tak bisa berbohong merasa bahwa
kebenaran harus diungkapkan apapun resikonya. ketika kala bendana mengucap abimanyu ada di negera
matsyapati langsung gatotkaca karena kesalnya mengayunkan tanganya ke kepala kala bendana. tak
dinyana tak diduga, kepala pamanya itu langsung hancur berantakan. tak sadar gatotkaca sudah
melakukan pembunuhan kejam kepada pamanya sendiri. Saat itu kala bendana badanya moksa, hilang
mayatnya bersama rohnya. terdengar suara “anaku gatotkaca, aku sebenarnya sudah masuk sorga. tapi
aku ga rela jika aku masuk sendirian. karena cintaku padamu maka aku akan tunggu engkau gugur di
perang bharatayudha. dan kita akan masuk ke sorga bersama”. gatotkaca sangat menyesal dengan
kejadian ini. dan pada perang bharata yudha, kala bendana membawa konta yang dilontarkan oleh adipati
karna untuk masuk menembus tubuh gatotkaca. inilah pembalasan karma gatotkaca terhadap pembunuhan
pamanya kala bendana.dan ahirnya paman anak ini masuk sorga bersamaan.
djogonegoro wrote on Jan 16
ndilalah, abimanyu kliru mengucap, krn grogi selingkuhnya.. sehingga dlm baratayuda dia mati terpanah
1000 panah.. bukankah kisah sdh tertulis sbl terjadi.. bahkan sbl lahirpun sdh ada kisahnya.. apakah kalau
tidak sumpah, panah 1000 batal tertancap.. Begitu pula gatotkaca, ndilalah sayang banget kpd abimanyu,
berupaya menutupi kebohongan adiknya.. dia pukul pamannya.. mati.. dan papamnya ‘menjemput
gatotkaca sat baratyuda.. dan itu disebut adil.. sing nandur bakal ngundhuh..

Bima dan Dewaruci (Serat Dewa Ruci)

Kisah Bima mencari tirta pawitra dalam cerita Dewaruci secara filosofis melambangkan bagaimana
manusia harus menjalani perjalanan batin guna menemukan identitas dirinya atau pencarian sangkan
paraning dumadi ‘asal dan tujuan hidup manusia’ atau manunggaling kawula Gusti. Dalam kisah ini
termuat amanat ajaran konsepsi manusia, konsepsi Tuhan, dan amanat bagaimana manusia kembali
menuju Tuhannya. Konsepsi manusia disebutkan bahwa ia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-
Nya. Konsepsi Tuhan disebutkan bahwa Ia Yang Awal dan Yang Akhir, Hidup dan Yang Menghidupkan,
Mahatahu, dan Mahabesar. Ia tan kena kinaya ngapa ‘tidak dapat dikatakan dengan apa pun’. Jalan
menuju Tuhan yang ditempuh oleh Bima dalam menuju manusia sempurna disebutkan melalui empat
tahap, yaitu: syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat (Jawa sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan
sembah rasa).

PENDAHULUAN
Kisah tokoh utama Bima dalam menuju manusia sempurna dalam teks wayang Dewaruci secara filosofis
melambangkan bagaimana manusia harus mengalami perjalanan batin untuk menemukan identitas
dirinya. Peursen (1976:68) menamakan proses ini sebagai “identifikasi diri”, sedangkan Frans Dahler dan
Julius Chandra menyebutnya dengan proses “individuasi” (1984:128). Proses pencarian untuk
menemukan identitas diri ini sesuai dengan hadis nabi yang berbunyi Man ‘arafa nafsahu faqad rabbahu.
‘Barang siapa mengenal dirinya niscaya dia akan mengenal Tuhannya’. Hal ini dalam cerita Dewaruci
tersurat pada pupuh V Dhandhanggula bait 49: Telas wulangnya Sang Dewaruci, Wrekudara ing tyas
datan kewran, wus wruh mring gamane dhewe, …’Habis wejangan Sang Dewruci. Wrekudara dalam hati
tidak ragu sudah tahu terhadap jalan dirinya … Bagian-bagian cerita Dewaruci yang secara filosofis
berkaitan dengan tahap syariat adalah sebagai berikut.

Nilai Filosofis Bima Taat kepada Guru


Tokoh Bima dalam cerita Dewaruci diamanatkan bahwa sebagai murid ia demikian taat. Sewaktu ia
dicegah oleh saudara-saudaranya agar tidak menjalankan perintah gurunya, Pendeta Durna, ia tidak
menghiraukan. Ia segera pergi meninggalkan saudara-saudaranya di kerajaan guna mencari tirta pawitra.
Taat menjalankan perintah guru secara filosofis adalah sebagai realisasi salah satu tahap syariat.

Nilai Filosofis Bima Hormat kepada Guru

Selain taat tokoh Bima juga sangat hormat kepada gurunya. Ia selalu bersembah bakti kepada gurunya.
Dalam berkomunikasi dengan kedua gurunya, Pendeta Durna dan Dewaruci, ia selalu menggunakan
ragam Krama. Pernyataan rasa hormat dengan bersembah bakti dan penggunaaan ragam Krama kepada
gurunya ini secara filosofis merupakan realisasi sebagian laku syariat.

Nilai Filosofis Perjalanan Bima yang Berkaitan dengan Tarekat

Tarekat (Jawa laku budi, sembah cipta) adalah tahap perjalanan menuju manusia sempurna yang lebih
maju. Dalam tahap ini kesadaran hakikat tingkah laku dan amalan-amalan badaniah pada tahap pertama
diinsyafi lebih dalam dan ditingkatkan (Mulder, 1983:24). Amalan yang dilakukan pada tahap ini lebih
banyak menyangkut hubungan dengan Tuhan daripada hubungan manusia dengan manusia dan hubungan
manusia dengan lingkungan alam sekitarnya. Pada tingkatan ini penempuh hidup menuju manusia
sempurna akan menyesali terhadap segala dosa yang dilakukan, melepaskan segala pekerjaan yang
maksiat, dan bertobat. Kepada gurunya ia berserah diri sebagai mayat dan menyimpan ajarannya terhadap
orang lain. Dalam melakukan salat, tidak hanya salat wajib saja yang dilakukan. Ia menambah lebih
banyak salat sunat, lebih banyak berdoa, berdikir, dan menetapkan ingatannya hanya kepada Tuhan.
Dalam menjalankan puasa, tidak hanya puasa wajib yang dilakukan. Ia lebih banyak mengurangi makan,
lebih banyak berjaga malam, lebih banyak diam, hidup menyendiri dalam persepian, dan melakukan
khalwat. Ia berpakaian sederhana dan hidup mengembara sebagai fakir.

Bagian-bagian cerita Dewaruci yang menyatakan sebagian tahap tarekat di antaranya terdapat pada pupuh
II Pangkur bait 29-30. Diamanatkan dalam teks ini bahwa Bima kepada gurunya berserah diri sebagai
mayat. Sehabis berperang melawan Raksasa Rukmuka dan Rukmakala di Gunung Candramuka Hutan
Tikbrasara, Bima kembali kepada Pendeta Durna. Air suci tidak didapat. Ia menanyakan di mana tempat
tirta pawitra yang sesungguhnya. Pendeta Durna menjawab, “Tempatnya berada di tengah samudra”.
Mendengar jawaban itu Bima tidak putus asa dan tidak gentar. Ia menjawab, “Jangankan di tengah
samudra, di atas surga atau di dasar bumi sampai lapis tujuh pun ia tidak akan takut menjalankan perintah
Sang Pendeta”. Ia segera berangkat ke tengah samudra. Semua kerabat Pandawa menangis mencegah
tetapi tidak dihiraukan. Keadaan Bima yeng berserah diri jiwa raga secara penuh kepada guru ini secara
filosofis merupakan realisasi sebagian tahap laku tarekat.

Nilai Filosofis Perjalanan Bima yang Berkaitan dengan Hakikat

Hakikat (Jawa laku manah, sembah jiwa) adalah tahap perjalanan yang sempurna. Pencapaian tahap ini
diperoleh dengan mengenal Tuhan lewat dirinya, di antaranya dengan salat, berdoa, berdikir, atau
menyebut nama Tuhan secara terus-menerus (bdk. Zahri, 1984:88). Amalan yang dilakukan pada tahap
ini semata-mata menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan. Hidupnya yang lahir ditinggalkan dan
melaksanakan hidupnya yang batin (Muder, 1983:24). Dengan cara demikian maka tirai yang merintangi
hamba dengan Tuhan akan tersingkap. Tirai yang memisahkan hamba dengan Tuhan adalah hawa nafsu
kebendaan. Setelah tirai tersingkap, hamba akan merasakan bahwa diri hamba dan alam itu tidak ada,
yang ada hanyalah “Yang Ada”, Yang Awal tidak ada permulaan dan Yang Akhir tidak berkesudahan.
Dalam keadaan demikian, hamba menjadi betul-betul dekat dengan Tuhan. Hamba dapat mengenal Tuhan
dan melihat-Nya dengan mata hatinya. Rohani mencapai kesempurnaan. Jasmani takluk kepada rohani.
Karena jasmani takluk kepada rohani maka tidak ada rasa sakit, tidak ada susah, tidak ada miskin, dan
juga maut tidak ada. Nyaman sakit, senang susah, kaya miskin, semua ini merupakan wujud ciptaan
Tuhan yang berasal dari Tuhan. Segala sesuatu milik Tuhan dan akan kembali kepada-Nya, manusia
hanya mendaku saja. Maut merupakan perpindahan rohani dari sangkar kecil kepada kebebasan yang
luas, mencari Tuhan, kekasihnya. Mati atau maut adalah alamat cinta yang sejati (Aceh, 1987:67). Tahap
ini biasa disebut keadaan mati dalam hidup dan hidup dalam kematian. Saat tercapainya tingkatan hakikat
terjadi dalam suasana yang terang benderng gemerlapan dalam rasa lupa-lupa ingat, antara sadar dan tidak
sadar. Dalam keadaan seperti ini muncul Nyala Sejati atau Nur Ilahi (Mulyono, 1978:126).
Sebagian tahap hakikat yang dilakukan atau dialami oleh tokoh Bima, di antaranya ialah: mengenal
Tuhan lewat dirinya, mengalami dan melihat dalam suasana alam kosong, dan melihat berbagai macam
cahaya (pancamaya, empat warna cahaya, sinar tunggal berwarna delapan, dan benda bagaikan boneka
gading yang bersinar).

Nilai Filosofis Bima Mulai Melihat Dirinya

Setelah Bima menjalankan banyak laku maka hatinya menjadi bersih. Dengan hati yang bersih ini ia
kemudian dapat melihat Tuhannya lewat dirinya. Penglihatan atas diri Bima ini dilambangkan dengan
masuknya tokoh utama ini ke dalam badan Dewaruci. Bima masuk ke dalam badan Dewaruci melalui
“telinga kiri”. Menurut hadis, di antaranya Al-Buchari, telinga mengandung unsur Ketuhanan. Bisikan
Ilahi, wahyu, dan ilham pada umumnya diterima melalui “telinga kanan”. Dari telinga ini terus ke hati
sanubari. Secara filosofis dalam masyarakat Jawa, “kiri” berarti ‘buruk, jelek, jahat, tidak jujur’, dan
“kanan” berarti ‘baik (dalam arti yang luas)’. Masuk melalui “telinga kiri” berarti bahwa sebelum
mencapai kesempurnaan Bima hatinya belum bersih (bdk. Seno-Sastroamidjojo, 1967:45-46). Setelah
Bima masuk dalam badan Dewaruci, ia kemudian melihat berhadapan dengan dewa kerdil yang bentuk
dan rupanya sama dengan Bima sewaktu kecil. Dewa kerdil yang bentuk dan rupanya sama dengan Bima
waktu muda itu adalah Dewaruci; penjelmaan Yang Mahakuasa sendiri (bdk. Magnis-Suseno, 1984:115).
Bima berhadapan dengan Dewaruci yang juga merupakan dirinya dalam bentuk dewa kerdil. Kisah Bima
masuk dalam badan Dewaruci ini secara filosofis melambangkan bahwa Bima mulai berusaha untuk
mengenali dirinya sendiri. Dengan memandang Tuhannya di alam kehidupan yang kekal, Bima telah
mulai memperoleh kebahagiaan (bdk. Mulyono, 1982:133). Pengenlan diri lewat simbol yang demikian
secara filosofis sebagai realisasi bahwa Bima telah mencapai tahap hakikat.

Nilai Filosofis Bima Mengalami dan Melihat dalam Suasasa Alam Kosong

Bima setelah masuk dalam badan dewaruci melihat dan merasakan bahwa dirinya
tidak melihat apa-apa. Yang ia lihat hanyalah kekosongan pandangan yang jauh tidak terhingga. Ke mana
pun ia berjalan yang ia lihat hanya angkasa kosong, dan samudra yang luas yang tidak bertepi. Keadaan
yang tidak bersisi, tiada lagi kanan kiri, tiada lagi muka belakang, tiada lagi atas bawah, pada ruang yang
tidak terbatas dan bertepi menyiratkan bahwa Bima telah memperoleh perasaan batiniahnya. Dia telah
lenyap sama sekali dari dirinya, dalam keadaan kebakaan Allah semata. Segalanya telah hancur lebur
kecuali wujud yang mutlak. Dalam keadaan seperti ini manusia menjadi fana ke dalam Tuhan (Simuh,
1983:312). Segala yang Ilahi dan yang alami walaupun kecil jasmaninya telah terhimpun menjadi satu,
manunggal (Daudy, 1983:188). Zat Tuhan telah berada pada diri hambabnya (Simuh, 1983:311), Bima
telah sampai pada tataran hakikat.
Disebutkan bahwa Bima karena merasakan tidak melihat apa-apa, ia sangat bingung. Tiba-tiba ia melihat
dengan jelas
Dewaruci bersinar kelihatan cahayanya. Lalu ia melihat dan merasakan arah mata angin, utara, selatan,
timur, barat, atas dan bawah, serta melihat matahari. Keadaan mengetahui arah mata angin ini
menyiratkan bahwa ia telah kembali dalam keadaan sadar. Sebelumnya ia dalam keadaan tidak sadar
karena tidak merasakan dan tidak melihat arah mata angin. Merasakan dalam keadaan sadar dan tidak
sadar dalam rasa lupa-lupa ingat menyiratkan bahwa Bima secara filosofis telah sampai pada tataran
hakikat. Setelah mengalami suasana alam kosong antara sadar dan tidak sadar, ia melihat berbagai macam
cahaya. Cahaya yang dilihatnya itu ialah: pancamaya, sinar tunggal berwarna delapan, empat warna
cahaya, dan benda bagaikan boneka gading yang bersinar. Hal melihat berbagai macam cahaya seperti itu
secara filosofis melambangkan bahwa Bima telah sampai pada tataran hakikat. Ia telah menemukan
Tuhannya

Nilai Filosofis Bima Melihat Pancamaya

Tokoh utama Bima disebutkan melihat pancamaya. Pancamaya adalah cahaya yang melambangkan hati
yang sejati, inti badan. Ia menuntun kepada sifat utama. Itulah sesungguhnya sifat. Oleh Dewaruci, Bima
disuruh memperlihatkan dan merenungkan cahaya itu dalam hati, agar supaya ia tidak tersesat hidupnya.
Hal-hal yang menyesatkan hidup dilambangkan dengan tiga macam warna cahaya, yaitu: merah, hitam,
dan kuning.

Nilai Filosofis Bima Melihat Empat Warna Cahaya

Bima disebutkan melihat empat warna cahaya, yaitu: hitam, merah, kuning, dan putih. Isi dunia sarat
dengan tiga warna yang pertama. Ketiga warna yang pertama itu pengurung laku, penghalang cipta karsa
menuju keselamatan, musuhnya dengan bertapa. Barang siapa tidak terjerat oleh ketiga hal itu, ia akan
selamat, bisa manunggal, akan bertemu dengan Tuhannya. Oleh karena itu, perangai terhadap masing-
masing warna itu hendaklah perlu diketahui.
Yang hitam lebih perkasa, perbuatannya marah, mengumbar hawa nafsu, menghalangi dan menutup
kepada hal yang tidak baik. Yang merah menunjukkan nafsu yang tidak baik, iri hati dan dengki keluar
dari sini. Hal ini menutup (membuat buntu) kepada hati yang selalu ingat dan waspada. Yang kuning
pekerjaannya menghalangi kepada semua cipta yang mengarah menuju kebaikan dan keselamatan. Oleh
Sri Mulyono (1982:39) nafsu yang muncul dari warna hitam disebut aluamah, yang dari warna merah
disebut amarah, dan yang muncul dari warna kuning disebut sufiah. Nafsu aluamah amarah, dan sufiah
merupakan selubung atau penghalang untuk bertemu dengan Tuhannya.
Hanya yang putih yang nyata. Hati tenang tidak macam-macam, hanya satu yaitu menuju keutamaan dan
keselamatan. Namun, yang putih ini hanya sendiri, tiada berteman sehingga selalu kalah. Jika bisa
menguasai yang tiga hal, yaitu yang merah, hitam, dan kuning, manunggalnya hamba dengan Tuhan
terjadi dengan sendirinya; sempurna hidupnya.

Nilai Filosofis Bima Melihat Sinar Tunggal Berwarna Delapan

Bima dalam badan Dewaruci selain melihat pancamaya melihat urub siji wolu kang warni ‘sinar tunggal
berwarna delapan’. Disebutkan bahwa sinar tunggal berwarna delapan adalah “Sesungguhnya Warna”,
itulah Yang Tunggal. Seluiruh warna juga berada pada Bima. Demikian pula seluruh isi bumi tergambar
pada badan Bima. Dunia kecil, mikrokosmos, dan dunia besar, makrokosmos, isinya tidak ada bedanya.
Jika warna-warna yang ada di dunia itu hilang, maka seluruh warna akan menjadi tidak ada, kosong,
terkumpul kembali kepada warna yang sejati, Yang Tunggal.

Nilai Filosofis Bima Melihat Benda bagaikan Boneka Gading yang Bersinar

Bima dalam badan Dewaruci di samping melihat pancamaya, empat warna cahaya, sinar tunggal
berwarna delapan, ia melihat benda bagaikan boneka hading yang bersinar. Itu adalah Pramana, secara
filosofis melambangkan Roh. Pramana ‘Roh’ kedudukannya dibabtasi oleh jasad. Dalam teks
diumpamakan bagaikan lebah tabuhan. Di dalamnya terdapat anak lebah yang menggantung menghadap
ke bawah. Akibatnya mereka tidak tahu terhadap kenyataan yang ada di atasnya (Hadiwijono, 1983:40).

Nilai Filisofis Perjalanan Bima yang Berkaitan dengan Makrifat

Makrifat (Jawa laku rasa, sembah rasa) adalah perjalanan menuju manusia sempurna yang paling tinggi.
Secara harfiah makrifat berarti pengetahuan atau mengetahui sesuatu dengan seyakin-yakinnya (Aceh,
1987:67). Dalam tasawuf, makrifat berarti mengenal langsung atau mengetahui langsung tentang Tuhan
dengan sebenar-benarnya atas wahyu atau petunjuk-Nya (Nicholson, 1975:71), meliputi zat dan sifatnya.
Pencapaian tataran ini diperoleh lewat tataran tarekat, yaitu ditandai dengan mulai tersingkapnya tirai
yang menutup hati yang merintangi manusia dengan Tuhannya. Setelah tirai tersingkap maka manusia
akan merasakan bahwa diri manusia dan alam tidak ada, yang ada hanya Yang Ada. Dalam hal seperti ini
zat Tuhan telah masuk menjadi satu pada manusia. Manusia telah merealisasikan kesatuannya dengan
Yang Ilahi. Keadaan ini tidak dapat diterangkan (Nicholson, 1975:148) (Jawa tan kena kinaya ngapa)
(Mulyono, 1982:47), yang dirasakan hanyalah indah (Zahri, 1984:89). Dalam masyarakat Jawa hal ini
disebut dengan istilah manunggaling kawula Gusti, pamoring kawula Gusti, jumbuhing kawula Gusti,
warangka manjing curiga curiga manjing warangka. Pada titik ini manusia tidak akan diombang-
ambingkan oleh suka duka dunia. Ia akan berseri bagaikan bulan purnama menyinari bumi, membuat
dunia menjadi indah. Di dunia ia menjadi wakil Tuhan (wakiling Gusti), menjalankan kewajiban-
kewajiban-Nya dan memberi inspirasi kepada manusia yang lain (de Jong, 1976:69; Mulder, 1983:25). Ia
mampu mendengar, merasa, dan melihat apa yang tidak dapat dikerjakan oleh manusia yang masih
diselubingi oleh kebendaan, syahwat, dan segala kesibukan dunia yang fana ini (Aceh, 1987:70).
Tindakan diri manusia semata-mata menjadi laku karena Tuhan (Subagya, 1976:85). Keadaan yang
dialami oleh Bima yang mencerminkan bahwa dirinya telah mencapai tahap makrifat, di antaranya ia
merasakan: keadaan dirinya dengan Tuhannya bagaikan air dengan ombak, nikmat dan bermanfaat, segala
yang dimaksud olehnya tercapai, hidup dan mati tidak ada bedanya, serta berseri bagaikan sinar bulan
purnama menyinari bumi.

Nilai Filosofis Hamba (Bima) dengan Tuhan bagaikan Air dengan Ombak

Wujud “Yang Sesungguhnya”, yang meliputi segala yang ada di dunia, yang hidup tidak ada yang
menghidupi, yang tidak terikat oleh waktu, yaitu Yang Ada telah berada pada Bima, telah menunggal
menjadi satu. Jika telah manunggal penglihatan dan pendengaran Bima menjadi penglihatan dan
pendengaran-Nya (bdk. Nicholson, 1975:100-1001). Badan lahir dan badan batin Suksma telah ada pada
Bima, hamba dengan Tuhan bagaikan api dengan asapnya, bagaikan air dengan ombak, bagaikan minyak

Nilai Filosofis Bima Merasakan Nikmat dan Bermanfaat

Bima setelah manunggal dengan Tuhannya tidak merasakan rasa khawatir, tidak berniat makan dan tidur,
tidak merasakan lapar dan mengantuk, tidak merasakan kesulitan, hanya nikmat yang memberi berkah
karena segala yang dimaksud dapat tercapai. Hal ini menyebabkan Bima ingin manunggal terus. Ia telah
memperoleh kebahagiaan nikmat rahmat yang terkandung pada kejadian dunia dan akhirat. Sinar Ilahi
yang melahirkan kenikmatan jasmani dan kebahagian rohani telah ada pada Bima. Oleh kaum filsafat,
itulah yang disebut surga (Hamka, 1984:139). Keadaan ini secara filosofis melambangkan bahwa Bima
telah mencapai tahap makrifat.

Nilai Filosofis Segala yang Dimaksud oleh Bima Tercapai

Segala yang menjadi niat hatinya terkabul, apa yang dimaksud tercapai, dan apa yang dicipta akan datang,
jika hamba telah bisa manunggal dengan Tuhannya. Segala yang dimaksud oleh Bima telah tercapai.
Keadaan ini secara filosofis melambangkan bahwa Bima telah mencapai tataran makrifat.
Segala yang diniatkan oleh hamba yang tercapai ini kadang-kadang bertentangan dengan hukum alam
sehingga menjadi suatu keajaiban. Keajaiban itu dapat terjadi sewaktu hamba dalam kendali Ilahi
(Nicholson, 1975:132). Ada dua macam keajaiban, yang pertama yang dilakukan oleh para wali disebut
keramat dan yang kedua keajaiban yang dilakukan oleh para nabi disebut mukjizat (Nicholson,
1975:129).

Nilai Filosofis Bima Merasakan Bahwa Hidup dan Mati Tidak Ada Bedanya

Hidup dan mati tidak ada bedanya karena dalam hidup di dunia hendaklah manusia dapat mengendalikan
atau mematikan nafsu yang tidak baik dalam dalam kematian manusia akan kembnali menjadi satu
dengan Tuhannya. Mati merupakan perpindahan rohani dari sangkar kecil menuju kepada kebebasan yang
luas, kembali kepada-Nya. Dalam kematian raga nafsu yang tidak sempurna dan yang menutupi
kesempurnaan akan rusak. Yang tinggal hanyalah Suksma. Ia kemudian bebas merdeka sesuai
kehendaknya kembali manunggal kepada Yang Kekal (Marsono, 1997:799). Keadaan bahwa hidup dan
mati tidak ada bedanya secara filosofis melambangkan bahwa tokoh Bima telah mencapai tahap makrifat.

Nilai Filosofis Hati Bima Terang bagaikan Bunga yang Sedang Mekar

Bima setelah mengetahui, menghayati, dan mengalami manunggal sempurna dengan Tuhannya karena
mendapatkan wejangan dari Dewaruci, ia hatinga terang bagaikan kuncup bunga yang sedang mekar.
Dewaruci kemudian musnah. Bima kembali kepada alam dunia semula. Ia naik ke darat kembali ke
Ngamarta. Keadaan hati yang terang benderang bagaikan kuncup bunga yang sedang mekar secara
filosofis melambangkan bahwa Bima telah mencapai tahap makrifat.

Kesimpulan

Kisah Bima dalam mencari tirta pawitra dalam cerita Dewaruci secara filosofis melambangkan
bagaimana manusia harus menjalani perjalanan batin guna menemukan identitas dirinya atau pencarian
sangkan paraning dumadi ‘asal dan tujuan hidup manusia’ atau manunggaling kawula Gusti. Dalam kisah
ini termuat amanat ajaran konsepsi manusia, konsepsi Tuhan, dan bagaimana manusia menuju Tuhannya.
Konsepsi manusia disebutkan bahwa ia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Ia dijadikan
dari air. Ia wajib menuntut ilmu. Dalam menuntut ilmu tugas guru hanya memberi petunjuk. Manusia
tidak memiliki karena segala yang ada adalah milik-Nya. Ia wajib selalu ingat terhadap Tuhannya, awas
dan waspada terhadap segala godaan nafsu yang tidak baik, sebab pada akhirnya manusia akan kembali
kepada-Nya. Konsepsi Tuhan disebutkan bahwa Ia Yang Awal dan Yang Akhir, Hidup dan Yang
Menghidupkan, Mahatahu, dan Mahabesar. Ia tan kena kinaya ngapa ‘tidak dapat dikatakan dengan apa
pun’. Kisah perjalanan batin Bima dalam menuju manusia sempurna ini dapat dibagi menjadi empat
tahap, yaitu: syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat (Jawa sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan
sembah rasa).

Kematian Jayajadra

Ketika dunia pewayangan mengalami peperangan, mereka yang ke medan laga juga menggunakan
berbagai macam senjata. Rupa-rupa senjata digunakannya. Para ksatria menggunakan panah dan keris
sedangkan para sudra menggunakan terampang, badik, tombak, atau golok untuk membacok. Panah
digunakan untuk dilepas pada musuh yang jauh tempatnya, sedangkan keris digunakan untuk peperangan
jarak pendek. Kedua senjata ini terhitung yang paling sempurna. Ada yang berasal dari sesuatu benda
ajaib, misalnya dan taring Betara Kala. Namun, sebaik-baik senjata adalah yang berasal dari pemujaan
tapa-brata dan pembenan para dewa Umumnya, para dewa memberi hadiah panah kepada anak keturunan
Pandawa, karena Pandawa dikenal sebagai ahli pertapa dan pemuja. Dari sanalah mereka memperoleh
senjata panah dengan kesaktian yang beranekaragam. Tak jarang beberapa jenis panah memiliki
kesaktian yang melebihi batas. Misalnya, ada panah yang bisa berganti wujud dan bisa memagut bagaikan
paruh burung Ardadeli. Bahkan, ada panah yang bias menutup teriknya matahari, mengubah terang
benderangnya dunia menjadi gelap gulita. Raja dari segala senjata adalah panah cakra Prabu Kresna. la
dihormati dan ditakuti oleh seluruh benda yang bernama senjata. Segala kesaktian tunduk pada senjata
cakra. Tersebutlah dalam sebuah kisah.

Tatkala Prabu Arjunasastra hendak dipanah dengan senjata cakra, maka raja agung binatoro-sakti
madraguna itu keder, takut hingga bertriwikramalah Sang Prabu, menjadi raksasa titisan Wisnu untuk
menandingi kesaktian cakra. Karena hanya kepada Dewa Wisnu sajalah senjata itu tunduk dan takluk
bagaikan hamba sahaya. Ini menggambarkan bahwa panah bukan sembarang senjata, apalagi barang
mainan. Malah pada saat perang Baratayuda, panah cakra itu digunakan oleh. Prabu Kresna untuk
menghadang sanghyang surya. Ketika panah dilepas ke angkasa, ia melesat menembus langit, menutup
matahari. Bumi menjadi gonjang-ganjing,
siang menjadi muram, tampak seperti malam. Tipu muslihat ini digunakan pada waktu Arjuna bersumpah
akan mati membakar diri, bila hari itu tak berhasil membunuh Jayadrata. Karena sumpah itu, maka
Jayadrata disembunyikan Kurawa agar terhindar dari ancaman Arjuna. Namun, sial bagi Kurawa. Ketika
sinar matahari tampak suram, Jayadrata ingin mengintai matinya Arjuna dari persembunyiannya.
Perbuatan Jayadrata ini diketahui oleh Prabu Kresna. Maka, berkatalah ia kepada Arjuna agar segera
melepas panahnya kepada sang pengintai.Panah dilepas dan terpenggallah kepala Jayadrata. Setelah
peristiwa itu terjadi, Prabu Kresna tak lagi menutupi matahari dengan panah cakranya.
Seluruh alam tampak terang-benderang sebagaimana sediakala. Sorak sorai mewarnai kehidupan bumi.
Kemenangan ada pada pihak Pandawa.

Bima Tunak

Para Pandawa disertai Gatutkaca sedang membicarakan rencana pembukaan hutan Suwelagiri untuk
dijadikan sawah. Prabu Darmakusuma minta agar masing-masing Pandawa membuat sawah sesuai
dengan perintah dewa-dewa, dan agar pembuatan sawah itu dapat diselesaikan dalam waktu satu hari.
Tentang luasnya agar disesuaikan dengan kekuatan masing-masing; paling sedikit membuat tempat untuk
pembibitan padi. Mereka semua berangkat ke hutan Suwelagiri. Prabu Darmakusuma mengambil tempat
di tengah, dengan mempergunakan Aji Amral pembuatan sawah itu cukup dengan ditengok (diinguk)
saja, sehingga setelah jadi dinamakan Sawah Sak Inguk.

Berganti Raden Werkodara maju akan membuat sawah, ia duduk lalu menerapkan Aji Jala Sengkara.
Karena saktinya mantra itu hanya dengan menggerakan bahunya saja semua batu besar maupun pohon
besar dapat disingkirkan dan jadilah sawah itu. Karenanya sawah Raden Werkodara dinamakan Sawah
Sebahu. Kemudian Raden Arjuna mengambil pinggir hutan. Ia duduk beralaskan daun-daunan, lalu
merebahkan diri dan tiduran sambil berselimut (mujung). Dengan menerapkan Aji Sepi Angin ia mulai
berdoa. Tidak lama kemudian sawah itu telah selesai, dan dinamakan Sawah Saejung. Raden Nakula
ketika melihat ketiga kakaknya telah selesai membuat sawah, ia dengan tergesa-gesa ingin mengikuti
jejak kakaknya. Agar cepat selesai tanah itu diludahinya (idu), maka jadilah sawah itu, dan dinamakan
Sawah Saidu. Raden Sadewa demikian juga, karena terburu-buru ia hanya dapat menyiapkan tanah sedikit
(saecrit). Setelah jadi dinamakan Sawah Saecrit. Raja Amarta beserta adik-adiknya menjadi petani,
mereka juga menyabit rimput, menyiapkan lahan, menyebar padi untuk bibit, dan lain-lain pekerjaan
petani. Setelah benih padi tumbuh, maka bibit padi itu dipkul dibawa ke sawah masing-masing untuk
ditanam. Mereka juga menyiangi rimput-rimput liar yang tumbuh. Selesai dengan pekerjaan itu mereka
tinggal merawat dan menunggu buah padinya menjadi siap dipetik.
Tersebutlah di negara Nganjuk hama tanaman yang merupakan anak-anak Prabu Kalagumarang
menghadap ayahandanya. Puthut Jayalapa, adik Prabu Kalagumarang melaporkan bahwa para hama
tanaman ini telah beberapa hari menangis karena kelaparan. Mereka mendengar berita bahwa di Amarta
banyak tanaman padi, karenanya mereka akan pergi ke sana mencari makan. Ia memintakan izin untuk
berangkat ke sana. Sebetulnya Parabu Kalagumarang merasa khawatir akan keselamatan para hama,
karena mengetahui bagaimana saktinya para Pandawa. Namun ia juga tidak dapat melarang ; untuk
menjaga keselamatan para hama ia memberi pusaka yang bernama Tumbak Kyai Ujung Langkir,
khasiatnya bila hama yang mau mati akan hidup lagi bila pusaka itu diletakkan di atas hama yang mati.
Setelah mendapat restu, mereka lalu berangkat. Karena merupakan hama,perjalanan mereka cepat sekali
dan tidak terlihat oleh manusia. Puthut Jayalapa hanya memperhatikannya dari jauh.

Setelah sampai di sawah dengan tanaman padinya yang subur, mereka tidak lagi dapat menahan diri .
Semuanya menyrbu dan makan tanaman padi dengan perasaan gembira. Puthut Jayalapa hanya
mengawasi dari jauh, percaya bahwa bila ada yang mengganggu para hama akan dapat dimusnahkan
dengan pusaka tadi. Tanaman yang terkena hama tanpa ampun lagi menjadi rusak dan mati. Pada suatu
hari Raden Nakula memeriksa tanamannya ke sawah, terkejut sekali ketika melihat tanaman padinya
banyak sekali yang mati. Ia segera menuju ke tempat kakak-kakaknya. Pada saat itu saudara-saudaranya
sedang berkumpul, datanglah Raden Nakula memberitahu bahwa tanaman mereka mati semua. Mereka
terkejut, karena beberapa hari yang lalu tanamannya masih terlihat subur. Mereka semua menuju ke
sawah masing-masing. Raden Arjuna memberitahu bahwa terdengar suara berisik di antara batang padi,
sedangkan Prabu Darmakusuma membicarakan bagaimana caranya agar tanamannya menjadi sehat lagi.
Raden Wrekodara mengetahui bahwa tanamannya disebu para hama. Ia berpendapat bahwa hama itu
dapat dibasmi. Prabu Darmakusuma dan lainnya mengikuti bagaimana upaya Wrekodara dalam
membasmi hama. Wrekodara meminta semuanya telanjang sambil membawa sesajian penolak hama
berjalan mengelilingi sawah mereka. Raden Wrekodara berjalan paling depan, diikuti oleh Prabu
Darmakusuma yang membaca mantra serta membawa serat membawa Serat Klimasada dan di
belakangnya adik-adiknya yang lain. Ketika mulai membaca mantra yang berbunyi sebagai berikut:
1.Mel Plecung
Semilah sundul gunung moncar uruping cahya, susurem damaring jagad, salallahu ngalahi wasalam,
lumpurana, rampung.

2.Mel Gentur
Tunjungsari sarining ngukir, putra Pandhu Dewanata pretapane, dhasar bagus terusing ngati, pan leburing
jagading ama iki, rampung.

3.Mel Tanggul
Semilah jambe-jambe thongun, ana baya mambang alun-alun, tapung kepruka marang ama, rampung.

4.Mel Tarung
Subana subani telenge kembang, sahadat kalima kekalih delinga, ngama bareng pesating nyawa iki,
rampung.

5.Mel Gulung
Gulung-gulungan emel sida mati ora lunga mendhung ajur telujuring nyawa ama, salallahu, rampung.

6.Mel Sipat
Koluk jati rampung gunung, kang kotedha sira manyar gawa luwung gancang-gancang carita kabeh,
salalaahu ngalahi wasalam, rampung.
Para hama terkejut karena terkena pengaruh tolak bala tadi. Mereka berlarian, dan ketika melihat phallus
Bima mereka menjadi pingsan. Puthut Jayalapa yang melihat hal itu segera meletakan pusaka tadi di atas
hama yang pingsan. Ada yang siuman, tetapi akan makan tanaman lagi sudah tidak berdaya. Berulang
kali dikerjakannya tetapi hasilnya tidak memuaskan, oleh karenanya Puthut Jayalapa mengajak para hama
itu pulang kembali ke Nganjuk. Semula para hama tadi menolak untuk pulang, tetapi dipaksa oleh Puthut
Jayalapa.Dengan selesainya mereka mengelilingi sawah, maka bersihlaj sawah tadi dari hama. Mreka lalu
bernusana kembali. Beberapa hari kemudian mereka memeriksa tanaman mereka yang sudah mulai
hidup subur dan mulai nerbunga. Mereka bebesar hati ketika padinya telah dapat dituai.

Brajadenta – Brajamusti

Prabu duryodana dan para punggawa kurawa sedang bertemu di dampar agung negara hastina. mereka
membicarakan krisis yang menimpa pringgondani. karena brajadenta ga mau menyerahkan kursi kepada
prabo anom gatotkaca. duryodana melihat hal ini sebagai peluang. hal ini diamini olehr esi drona dan
patih sengkuni. maka diutuslah patih sengkuni dan resi drona untuk bertamu ke brajadenta. maka
berangkatlah utusan hastina menemui brajadenta.
Dikediaman brajadenta para utusan hastina diterima. drona menceritakan bagaimana perang dengan ayah
pandawa menewaskan prabu tremboko ayah dari brajadenta. kemudian ditambah cerita patih sengkuni
tentang werkudoro yang membunuh kakak mereka tertua arimba. dan memanas manasi bahwa arimbi
malah membelot menikah dengan werkudoro. karena dipanasi brajadenta tambah marah dan bersumpah
merebut tahta pringgandani. Di pringgandani prabu anom gatotkaca menghadapi para pamanya. ada
brajamusti dan kala bendana. prabu anom menanyakan kenapa brajadenta pamanya ga pernah sowan.
karena dianggap aneh maka gatotkaca mengutus dua pamanya brajamusti dan kala bendana mengunjungi
kediaman brajadenta. apalagi telah santer beredar kabar bahwa brajadenta akan mengkudeta gatotkaca
dari kursi raja pringgondani. Berangkatlah dua utusan tadi ke kediaman brajadenta. mereka kaget melihat
adanya rombongan dari kerajaan hastina sudah ada disana. mereka masuk lalu menyampaikan pesan
kedatanganya adalah karena diutus gatotkaca. untuk melihat kabar brajadenta apakah sakit kenapa kok ga
pernah sowan ke sitihinggil keraton pringgondani.

Brajadenta marah besar dan mengatakan dengan lantang bahwa dia akan merebut kedaton dari tangan
gatotkaca. brajamusti dan kala bendana berusaha mengingatkan brajadenta. bahwa dia sudah dipengaruhi
oleh drona dan sengkuni. tapi brajadenta tak mau peduli dan menyuruh kedua adiknya itu kembali
membawa surat tantangan. maka keluarlah brajamusti dan kala bendana dan diikuti oleh bala tentara
hastina. Bala tentara hastina disuruh untuk membunuh kedua utusan tapi mereka dikalahkan dengan
mudah oleh brajamusti. dan segera mereka kembali ke kedaton pringgondani. mereka mengatakan apa
yang mereka dengar langsung dari brajadenta kepada prabu anom gatotkaca. gatotkaca menjadi resah dan
merasa rikuh berhadapan dengan paman sendiri. sementara bala tentara brajadenta bersiap menuju ke
istana pringgandani. Ketika pasukan brajadenta sampai terjadi pertempuran. brajadenta sakti luar biasa
sehingga hampir semua mereka yang membela gatotkaca dikalahkan. sampai sampai gatotkaca sendiri
maju dan dikalahkan oleh brajadenta. kemudian gatotkaca mundur dan ebrkeluh kesah kepada pamanya
brajamusti. paman saya dikalahkan dan kerajaan direbut. bagaimana baiknya?. brajamusti berkata…
masalah bisa beres jika tuan raja mengorbankan satu pilar kerajaan. Gatotkaca mengira pilar yg dimaksud
adalah bener bener pilar bangunan keraton. maka dia mensetujui saja perkataan pamanya. tiba tiba
brajamusti berkata bahwa brajadenta bisa mati asal bertarung sampai sama sama mati melawan dirinya.
lalu brajamusti pamit dan melawan brajadenta. pertarungan sangat seru. keduanya seimbang. dan ahirnya
sama sama mati tertusuk keris pusaka masing masing. Gatotkaca menangisi mayat kedua pamanya. lama
lama mayat itu mengecil lalu masuk ke dalam tangan kanan dan kiri gatotkaca menjadi sebuah keilmuan.
dan keilmuan itu dikenal dnegan keilmuan brajadenta dan brajamusti. sementara sisa pasukan
pemberontak dan hastina dipukul mundur.
Makna Bersatunya Panah Arjuna dan Indra

Dalam cerita Arjuna Tapa diceritakan bahwa dalam menghadapi perang Brata Yudha, Arjuna ahli panah
penengah Pandawa ini melakukan olah tapa untuk mendapatkan senjata panah. Salah satu tempat Arjuna
bertapa adalah di Gunung Indrakila. Karena Arjuna dengan bertapa yang serius itulah akhirnya
mendapatkan beberapa panah sakti sebagai salah satu sarana memenangkan perang dalam Brata Yudha.
Karena keberhasilan dari Arjuna inilah nampaknya menjadi pendorong Raja Jayasakti mendirikan Pura
Indrakila. Dengan kesaktian hasil dari olah tapa itulah yang akan membawa kemenangan sang raja dalam
memimpin negara kerajaan. Menang dalam bahasa Sansekerta disebut Jaya. Karena saktilah raja
mencapai kemenangannya. Kata ”sakti” saat itu tentunya tidak seperti pengertian dewasa ini. Saat ini kata
”sakti” berkonotasi negatif karena dikaitkan dengan ilmu hitam. Pengertian ”sakti” menurut keterangan
Wrehaspati Tattwa 14 dalam keterangan yang berbahasa Jawa Kuno berkonotasi positif. Dalam
Wrehaspati tersebut dinyatakan: Sakti ngarania ikang sarwajnyana lawan sarwa karya. Artinya: Sakti
namanya banyak ilmu dan banyak bekerja. Ilmu di sini berarti ilmu kerohanian dan ilmu keduniaan, atau
Para Widya dan Apara Widya. Dua ilmu itu dilahirkan dari Weda oleh para Resi. Karena itulah Weda itu
disebut Weda Mata artinya Ibu Weda. Mantra Weda itu adalah Sabda Tuhan. Kesaktian yang seperti
pengertian Wrehaspati Tattwa inilah yang dicari oleh Arjuna di Gunung Indrakila. Demikian juga oleh
sang Raja Jaya Sakti di Pura Indrakila. Dalam cerita Arjuna Tapa itu diceritakan Arjuna bertapa sangat
khusyuk. Karena khusyuknya Arjuna mendapatkan kesaktian berupa daya tahan tidak mudah tergoda oleh
hawa nafsu. Arjuna pun digoda oleh para bidadari yang amat cantik-cantik. Tetapi Arjuna sama sekali
tidak tergoda oleh kecantikan para Bidadari dari Kahyangan tersebut.

Selanjutnya Arjuna mendapatkan godaan yang lebih hebat lagi. Arjuna diserang oleh babi raksasa yang
amat ganas. Untuk menumpas godaan babi raksasa itu Arjuna memerangi babi tersebut dengan
mengarahkan panah saktinya. Di luar dugaan ada seorang pemburu muda juga mengarahkan panah-
panahnya pada babi raksasa tersebut. Babi tersebut pun mati kena panah. Anehnya panah Arjuna dan
panah pemburu muda tersebut bersatu menancap di tubuh babi raksasa tersebut. Pemburu tersebut
menyatakan bahwa panah yang menancap itu adalah miliknya dan menyatakan bahwa dialah yang
membunuh babi tersebut. Sebaliknya Arjuna juga bersikukuh bahwa panah yang membunuh babi tersebut
adalah miliknya. Arjuna dan pemburu tersebut pun perang tanding. Pada awalnya keduanya sama-sama
kuat. Namun saat Arjuna akan mengakhiri pertempuran tersebut dengan membunuh pemburu muda itu,
dalam sekejap saja pemburu itu berubah menjadi Dewa Indra.

Arjuna baru sadar bahwa yang menjadi pemburu itu adalah Dewa Indra untuk menguji ketangguhan
Arjuna. Karena Dewa Indra nyata menampakkan diri, maka Arjuna pun menyembah Dewa Indra dengan
takjimnya. Cerita Arjuna Tapa ini amatlah populer di Bali, karena sering dipentaskan dalam berbagai seni
pentas. Ada lewat seni drama tari, ada lewat seni pewayangan ada lewat seni lukis ada juga lewat seni
sastra, dll. Sesungguhnya cerita Arjuna Tapa itu adalah pentas ajaran Tapa Brata lewat seni sastra kawya
yang penuh dengan simbol yang mengandung nilai-nilai filosofi kehidupan di dunia ini. Bersatunya panah
Arjuna dengan panah Dewa Indra adalah simbol suatu keberhasilan Tapa Brata untuk menyatukan pikiran
dengan kehendak Dewata. Sedangkan babi raksasa itu adalah simbol Guna Tamas yang sering membawa
manusia hidup loba dan angkara murka. Guna Tamas itu dapat ditundukkan oleh pikiran suci yang sudah
menyatu dengan kehendak Dewata. Demikian juga godaan para bidadari itu tiada lain adalah simbol
godaan hawa nafsu. Menguasai semuanya itulah tujuan dari suatu Tapa Brata. Intinya Arjuna sebagai
seorang kesatria baru akan dapat melakukan tugas-tugasnya apabila dia telah dapat mawas diri dan
memiliki ketetapan hati, sehingga tidak mudah goyah dalam melindungi rakyat dari kehidupan yang
sangsara. Karena tugas-tugas kenegaraan bukanlah hal yang mudah begitu saja dilakukan tanpa memiliki
kekuatan moral dan mental serta ilmu pengetahuan yang memadai.
Hal inilah yang nampaknya disadari oleh Raja Jayasaksi sehingga mendirikan Pura Indrakila. Di samping
untuk memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Purusa, juga bertujuan untuk
menanamkan nilai-nilai kehidupan yang berada di balik cerita Arjuna Tapa. Karena dengan datang untuk
berbakti ke Pura Indrakila umat akan dapat menyerap terus nilai-nilai suci dari cerita Arjuna Tapa
tersebut. Dalam Manawa Dharmasastra 1.89 ada dinyatakan bahwa kewajiban kesatria adalah
menciptakan rasa aman (Raksanam) dan sejahtera (Danam) untuk rakyat. Di samping itu mempelajari
kitab suci Weda melangsungkan upacara yadnya dan terus-menerus berusaha menguasai dirinya dari
ikatan-ikatan indria atau hawa nafsunya. Dalam Manawa Dharmasastra tersebut upaya menguasai hawa
nafsu itu dinyatakan wisayeswaprasaktatis yang artinya terus-menerus berusaha menguasai hawa nafsu
yang disebut wisaya. Karena seorang kesatria setiap hari selalu berkecimpung dengan hal-hal yang
bersifat duniawi. Agar jangan hal-hal duniawi itu menjadi negatif, maka setiap hari juga seorang kesatria
harus tidak pernah lupa melakukan kegiatan yang memiliki dimensi menguasai gejolak hawa nafsu. Ibarat
seorang kusir kereta setiap saat memegang tali kekang kuda untuk mengarahkan kudanya saat berjalan,
sehingga kereta pun akan dapat dibawa sampai ke tujuan. Kalau lengah kuda hawa hawa nafsu itulah
yang akan menggelincirkan diri sang kesatria ke arah yang tidak benar. Inilah yang mungkin diinginkan
oleh sang Raja Jayasakti sehingga membangun Pura Indrakila. Kalau fungsi Pura Indrakila tersebut kita
perhatikan maka sampai kapan pun akan tetap fungsi pura itu relevan dengan kebutuhan zaman. Apalagi
pada zaman post modern ini semakin dibutuhkan sesungguhnya upaya para pemimpin untuk menguasai
dirinya agar tidak terjebak pada pengumbaran hawa nafsu yang akhirnya akan membahayakan rakyat.

Dumadine Negoro Botono Kuwarso

Dinegara Giridahono Sang Raja Prabu Giri Angkoro beserta Patih dan seluruh punggawa kerajaan sedang
membahas keinginan Sang Prabu untuk balas dendam atas kematian mendiang ayahndanya yang konon
ceritanya telah dibunuh oleh Raden Werkudoro darI Negara Amarta. Tiba – tiba kedatangan Patih Haryo
Sengkuni dari Negara Astina yang mengemban perintah Prabu Duryudana agar meminta bantuan kepada
Sang Prabu Giri Angkoro untuk kesediaannya bersama – sama membunuh para Pandawa. Rencana
tersebut disetujui dan didukung sepenuhnya oleh Prabu Giri Angkoro, sehingga seluruh prajurit dari dua
negara tersebut bergabung dan bersama – sama menuju negara Amarta.
Raden Sumbo dengan disertai Patih Udowo dan Raden Setiaki yang akan menghadap Prabu Puntodewo
di negara Amarta dalam perjalanan bertemu dengan para putra Pandawa yaitu Raden Gatutkaca, Raden
Antasena, Raden Antareja dan Raden Abimanyu serta Raden Bambang Irawan bersepakat untuk
berangkat bersama – sama. Namun demikian tiba – tiba berpapasan dengan barisan prajurit gabungan dari
negara Astina dan Giridahono yang dipimpin oleh Patih Haryo Sangkuni, karena berselisih paham maka
terjadilah pertempuran, sehingga akhirnya Raden Sombo segera mengambil keputusan langkah untuk
mengarahkan rombongannya sendiri mencari jalan lain menuju negara Amarta.

Sekembalinya dari menghadap Sang Resi Wiyasa di Pertapaan Wukir Retawu Raden Janoko dengan
diikuti para punokawan Semar, Gareng, Petryk, Bagong di tengan hutan dikagetkan oleh munculnya para
prajurit pengaman negara Giridahono, karena meraka sengaja menghambat perjalanan Raden Janoko
maka terjadilah pertempuran yang akhirnya menewaskan para prajurit Giridahono tersebut, Raden Janoko
melanjutkan perjalanan kembali ke negara Amarta. Di negara Amarta kedatangan Prabu Kresna, Prabu
Baladewa dan para putra sedang membahas mimpi yang dialami oleh Prabu Puntadewa bahwa seolah –
olah negara Amarta kejatuhan bulan purnama dalam hal tersebut Prabu Puntadewa telah memerintahkan
Raden Janoko untuk memohon penjelasan kepada Sang Kakek Resi Wiyasa di Pertapaan Wukir Retawu.
Kedatangan Raden Janoko yang telah kembali dari Wukir Retawu membawa pesan dari Resi Wiyasa
bahwa negara Amarta akan menerima nugraha dari Dewa namun apabila terjadi sesuatu agar sementara
urusan diserahkan kepada Prabu Kresna. Tiba – tiba turnlah Sang Batara Narodo dar kahyangan Suroloyo
untuk menyampaikan NUGROHO dari Batara Guru dengan memberikan sebutan negara Amarta sebagai
negara BOTONO KAWARSO, setelah memberikan petunjuknya maka Sang Batara Narodo segera
kembali ke Suroloyo. ‘ Pada saat berlangsungnya rangkaian acara wisudha kepada Prabu Puntadewa yang
diselenggarakan oleh Prabu Kresna dan Ibu Kunti, datanglah Prabu Giri Angkoro yang akan menuntut
balas untuk membunuh Raden Werkudoro, namun hal tersebut dapat segera diatasi berakhir dengan
tewasnya Prabu Giri Angkoro, maka prajurit Astina mengndurkan diri kembali ke negaranya dengan
tangan hampa. Setelah menerima NUGROHO tersebut maka Prabu Puntadewa bersama – sama Prabu
Kresna menghaturkan syukur kepada Tuhan YME, melaksanakan perintahNya, melestarikan segala
sesuatu yang sudah diterima dengan hati – hati, tidak ceroboh, selalu waspada dengan sesanti : Mari
bersama- sama Ngrekso, Ngrenggo dan Ngregani untuk tetap tegaknya negara kesatuan yang kita cintai
ini. Demikian cerita dari lakon tersebut semoga dapat menjadikan sebuah pelajaran yang sangat berharga
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Konta dan Karna

versi komik: Gatotkaca lahir. jodipati gembira ria. sayangnya puser jabang tutuka tak bisa dipotong. bima
menjadi gusar. didatangkanya semua para sepuh pandawa. kresna berkata agar mencari senjata konta
yang akan diturunkan dewa. di khayangan naga percona membuat kerusuhan pengen menikah dengan
dewi supraba. maka para dewa dan wadya bala raksasa berperang.
para dewata kewalahan sampai selamanangkep ditutup rapat. dan bhatara narada mengusulkan pada
bhatara guru untuk meminta petunjuk. petunjuknya adalah yg bisa mengalahkan naga percona adalah
jabang tutuka. tapi harus dipotong dulu pusernya dengan senjata andalan, senjata konta.
lalu hyang narada turun dan menyerahkan senjata konta kepada orang yang salah. dikiranya arjuna
ternyata aradea alias karna. dan ahirnya ketemu arjuna dan punakawan asli. hyang narada mengaku
kesalahanya. lalu arjuna pun mencari aradea. terjadi perkelahian ahirnya sarng senjata konta di dapat.
sementara senjata kontanya itu tetep dimiliki aradea. disini lalu sampe bharata yudha nantinya senjata
konta tetep jd milik adipati karna.

versi wayang: adipati karna bersemadi. dia menajamkan mata bhatin agar diberikan kemenangan dlm
perang bharata yudha. bhatara indra ayah arjuna merasa sangat kuatir karena arjuna akan kalah dlm
perang bharata yudha jika karna masih memiliki baju zirah dan anting bhatara surya. maka datanglah
bhatara indra menyamar sebagai pertapa ke adipati karna. ditemuinya adipati karna dan petapa itu
meminta baju zirah dan antingnya. Karna menyetujui asal petapa mau memberinya senjata ampuh yg
tiada bandingnya. petapa setuju lalu karna menyayat semua baju zirah yang melekat di tubuh nya. juga
mengiris anting di telinganya. diserahkan kepada petapa tersebut. karena takjim bhatara indra
memberikan senjata konta yg cuma bisa digunakan sekali. dan itu akan digunakan karna dalam perang
bharata yudha nantinya.

versi film mahabharata: Menjelang perang kunti didatangi kresna. diingatkan arjuna tak akan menang jika
karna masih memiliki baju zirah bhatara surya. maka diharapkan kunti mau membujuk anaknya. lalu
datanglah kunti menemui karna. saat itu karna sedang mandi di kali untuk penyucian diri. ajakan kunti
untuk mengikuti pihak pandawa di tolak. tetapi permintaan kunti agar baju zirahnya diserahkan kepada
ibunya dilakukan. disayatnya baju zirah itu yg melekat dengan kulitnya. darah mengucur sekujur
badannya. Tapi karna tak juga menarik wajahnya. lalu dengan takjim diserahkan kepada ibunya. kunti
menangis dan tak tega melihat karna berlumuran darah. dan pergi dengan sedih. melihat begitu besarnya
ahlak karna datanglah bhatara indra. dia memberikan senjata konta kepada karna. agar digunakan sekali
dalam perang bharata yudha.

Gatotkaca (Wanda)

Beberapa tahun menjelang Baratayuda, Gatotkaca pernah bertindak kurang bijaksana. Ia mengumpulkan
saudara-saudaranya, para putra Pandawa untuk mengadakan latihan perang di Tegal Kurusetra.
Tindakannya ini dilakukan tanpa izin dan pemberitahuan dari para Pandawa. Baru saja latihan perang itu
dimulai, datanglah utusan dari Kerajaan Astina yang dipimpin oleh Dursala, putra Dursasana, yang
menuntut agar latihan perang itu segera dihentikan. Gatotkaca menolak tuntutan itu. Maka terjadilah
perang tanding antara Gatotkaca dengan Dursala. Pada perang tanding itu Gatotkaca terkena pukulan Aji
Gineng yang dimilliki oleh Dursala, sehingga pingsan. Ia segera diamankan oleh saudara-saudaranya,
para putra Pandawa. Di tempat yang aman Antareja menyembuhkannya dengan Tirta Amerta yang
dimilikinya. Gatotkaca langsung pulih seperti sedia kala. Namun, ia sadar, bahwa kesaktiannya belum
bisa mengimbangi Dursala. Selain malu, Gatotkaca saat itu juga tergugah untuk menambah ilmu dan
kesaktiannya. Ia lalu berguru pada Resi Seta putra Prabu Matswapati dari Wirata. Dari Resi Seta putra
Bima itu mendapatkan Aji Narantaka. Setelah menguasai ilmu sakti itu Gatotkaca segera pergi mencari
Dursala. Dalam perjalanan ia berjumpa dengan Dewi Sumpani yang menyatakan keinginannya untuk
diperistri. Gatotkaca menjawab, jika mampu menerima hantaman Aji Narantaka maka ia bersedia
memperistri wanita cantik itu.

Dewi Sumpani ternyata mampu menahan Aji Narantaka. Sesuai janjinya, Gatotkaca lalu memperistri
Dewi Sumpani. Dari perkimpoian itu mereka kelak mendapat anak yang diberi nama Jayasumpena.
Keinginan Gatotkaca untuk bertemu kembali dengan Dursala akhirnya terlaksana. Dalam pertempuran
yang kedua kalinya ini, dengan Aji Narantaka itu Gatotkaca mengalahkan Dursala. Meskipun Gatotkaca
selalu dilukiskan gagah perkasa, tetapi pecinta wayang pada umumnya tidak menganggapnya memiliki
kesaktian yang hebat. Dalam pewayangan, lawan-lawan Gatotkaca biasanya hanyalah raksasa-raksasa
biasa, yakni Butaprepat yang seringkali dibunuhnya dengan cara memuntir kepalanya. Dalam perang
melawan raksasa, Gatotkaca selalu bahu membahu dengan Abimanyu. Gatotkaca menyambar dari udara
dan Abimanyu di darat. Lawan-lawan Gatotkaca yang cukup sakti hanyalah Prabu Kala Pracona, Patih
Kala Sakipu, Boma Narakasura dan Dursala. Karena Dewi Arimbi sesungguhnya seorang raseksi (raksasa
perempuan), maka dulu Gatotkaca dalam Wayang Kulit Purwa digambarkan berujud raksasa, lengkap
dengan taringnya. Namun sejak Susuhunan Paku Buwana II memerintah Kartasura, penampilan peraga
wayang Gatotkaca dalam seni kriya Wayang Kulit Purwa diubah menjadi ksatria tampan dan gagah,
dengan wajah mirip Bima. Yang diambil sebagai pola adalah bentuk seni rupa wayang peraga Antareja
tetapi diberi praba.

Nama Gatotkaca yang diberikan pada anak Bima ini berarti “rambut gelung bundar”. Gatot artinya
sesuatu yang berbentuk bundar, sedangkan kata kaca artinya rambut. Nama itu diberikan karena waktu
lahir anak Bima itu telah bergelung rambut bundar di atas kepalanya. Dalam seni kriya Wayang Kulit
Purwa gagrak Surakarta tokoh Gatotkaca ditampilkan dalam enam wanda, yakni wanda Kilat, Tatit,
Guntur, Panglawung, Gelap, dan Dukun. Pada tahun 1960-an Ir. Sukarno Presiden RI, menambah lagi
dengan tiga wanda ciptaannya, yakni Gatotkaca wanda Guntur Geni, Guntur Prahara dan Guntur
Samodra. Pelaksanaan pembuatan wayang Gatotkaca untuk ketiga wanda itu dilakukan oleh Ki Cerma
Saweda dari Surakarta. Mengenai soal wanda ini ada sedikit perbedaan antara seni kriya Wayang Kulit
Purwa gagrak Surakarta dengan gagrak Yogyakarta. Di Surakarta, wanda-wanda Gatotkaca adalah wanda
Tatit yang diciptakan oleh raja Kartasura, Paku Buwana II (1655 Saka atau 1733 Masehi). Bentuk
badannya tegap, mukanya tidak terlalu tunduk, bahu belakang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
kedudukan bahu depan. Wanda Kilat diciptakan pada zaman pemerintahan Paku Buwana I, yakni pada
tahun 1627 Saka atau 1705 Masehi. Kedudukan bahu depan dan bahu belakang rata, mukanya agak
tunduk tetapi tidak setunduk pada wanda Tatit, pinggangnya lebih ramping dan posisinya agak maju,
sehingga menampilkan kesan gagah. Wanda Gelap mempunyai kesan bentuk badan yang lebih kekar dan
tegap, bahu belakang lebih tinggi dibandingkan dengan bahu depan, sedangkan mukanya lebih tunduk ke
bawah dibandingkan dengan wanda Tatit. Kapan dan oleh siapa wanda ini diciptakan, tidak diketahui
dengan jelas.
Gatotkaca wanda Gelap merupakan ciptaan keraton terakhir, yakni pada zaman pemerintahan Paku
Buwana IV (1788-1820 M) di Surakarta. Badannya kekar dan kokoh, bahu belakang lebih tinggi
dibandingkan bahu depan, dengan muka agak datar. Pinggangnya langsing seperti pada wanda Kilat.
Wanda Guntur, yang diciptakan pada tahun 1578 Saka atau 1656 Masehi, merupakan wanda Gatotkaca
yang tertua dalam bentuknya yang kita kenal sekarang ini. Dulu sebelum diciptakan peraga Gatotkaca
wanda Guntur, Wayang Kulit Purwa menggambarkan bentuk Gatotkaca sebagai raksasa dengan tubuh
besar, wajah raksasa, lengkap dengan taringnya. Dengan pertimbangan bahwa wajah seorang anak tentu
tidak jauh beda dengan orang tuanya, Sunan Amangkurat Seda Tegal Arum, raja Mataram
memerintahkan para penatah dan penyungging keraton untuk menciptakan bentuk baru peraga Gatotkaca
dengan meninggalkan bentuk raksasa sama sekali. Tubuh dan wajahnya dipantaskan sebagai anak Bima.
Maka terciptalah bentuk baru Gatotkaca yang disebut wanda Guntur itu. Bentuk badan Gatotkaca wanda
Guntur menampilkan kesan kokoh, kuat, dengan bahu depan lebih rendah daripada bagu belakang, seolah
mencerminkan sifat andap asor. Wajahnya juga memandang ke bawah, tunduk. Pinggangnya tidak
seramping pinggang Gatotkaca wanda Kilat. Secara keseluruhan bentuk tubuh wanda Guntur seolah
condong ke depan. Sementara itu, seni kriya Wayang Kulit Purwa gagrak Yogyakarta, membagi
Gatotkaca atas empat wanda, yakni wanda Kutis yang biasanya dimainkan untuk adegan perang ampyak,
wanda Prabu yang menampilkan kesan berwibawa, khusus ditampilkan pada kedudukan Gatotkaca
sebagai raja di Pringgadani, wanda Paseban dipakai kalau Gatotkaca sedang menghadap para Pandawa,
sedangkan wanda Dukun dipakai jika Ki Dalang menampilkan adegan Gatotkaca sedang bertapa. Bentuk
bagian perut Gatotkaca wanda Dukun ini agak gendut dibandingkan ukuran perut Gatotkaca pada wanda
lainnya.

Pernikahan Pancawala

Lamaran pancawala anak dari puntadewa diterima oleh arjuna. pancawala akan dinikahkan dengan
putrinya pergiwati di kesatrian madukara. hal yang masih berupa pembicaraan keluarga ini disepakati
akan diresmikan. maka segeralah ngamarta mengirim orang untuk melakukan lamaran resmi. sedianya
yang akan melakukan lamaran adalah sri bhatara kresna mewakili baginda raja punta dewa.
Kabar beredar juga ke hastina. di hastina drona membikin suatu strategi. dia mengajukan sebuah usulan
agar melamar pergiwati dan disandingkan dengan lesmana mandrakumara putra mahkota hastinapura.
sang prabu duryodana setuju. maka berangkatlah utusan dari hastina pura, yaitu resi drona, baladewa dr
mandura dan karna raja ngawangga. Utusan dari hastina tiba, lalu karena pakewuh singkat cerita arjuna
menerima lamaran dari hastina. dan bersiaplah pesta diadakan antara lesmana mandakumara dengan
pergiwati. sementara itu untuk memberitahu ke ngamarta arjuna mengirim petruk dan punakawan untuk
menyampaikan berita bahwa lamaran pancawala dan ngamarta di tolak.

Punakawan sampe di ngamarta, rombongan penglamar sudah siap berangkat. mereka kaget ketika
menerima kabar bahwa lamaran di tolak. werkudoro sangat marah karena menilai penolakan adalah suatu
kekurangajaran arjuna kepada kakaknya, puntadewa. werkudoro dilerem oleh punta dewa. ahirnya kresna
dan werkudoro ke madukoro untuk ikut menghadiri undangan pernikahan pergiwati dan lesmana.
Pancawala merasa sedih, dan dihibur punakawan. punakawan berjanji akan membantu. lalu mereka
segera pamit dr siti hinggil ngamarta dan pergi ke madukoro untuk mengupayakan agar pergiwati mau
untuk menikah dengan pancawala. sementara puntadewa mengundurkan diri dr siti hinggil dan menemui
drupadi. berkata bahwa arjuna menolak lamaranya. drupadi sangat marah dan sedih. lalu meminta agar
punta dewa mau membalas penghinaan arjuna. sangkin gmenahan emosi sudah lama, tak kuat lagi.
puntadewa seketika menjadi raksasa yang menggetarkan jagad. segera pergi ke madukoro akan
memangsa harjuna. Di taman kaputren madukoro. lesmana masuk ketemu pergiwati. sebenarnya ke 2
orang ini saling suka. tapi saling malu malu. dengan sedikit intrik intrik pancawala memeriksa kesetiaan
pergiwati. ahirnya pergiwati mennagis dan mengaku menerima lamaran lesmana karena takut ayahnya.
ahirnya lesmana dan pergiwati bercumbu ditaman. ketahuan, lalu geger. dengan bantuan antasena,
antaredja dan gatotkaca para penghantar penganten kurawa bisa dipukul mundur. Arjuna marah
mendnegar kabar ini, tapi sebelum arjuna sempet mengatasi kerusuhan di kaputren, madukoro kedatangan
raksasa luar biasa besar. arjuna kewalahan menghadapinya. sampe lari dan bersimpuh dibawah kaki
kresna. disana kresna berkata apakah arjuna sadar kesalahanya kepada puntadewa?arjuna mengaku salah.
lalu dusuruh oleh kresna untuk memakai baju putih putih bersama pergiwati dan pancawala untuk datang
bersujud di kaki raksasa. Raksasa menjadi terharu dan berubah wujud kembali menjadi punta dewa. dan
ahirnya pernikahan pancawala dan pergiwati dilangsungkan.

Gugurnya Salya

Sebelum terjadi perang bharata yudha tepatnya ketika kresna duta, salya melambai pada sri kresna,
kemudian mereka bercakap cakap di beranda kerajaan hastina. saat itu memang di hastina prabu
duryodana mengundang sesepuh sesepuh, termasuk bhisma begawan dari talkondo, salya mertuanya
sendiri dari madraka, guru drona dari sokalima, dan karna kakak angkatnya dari kerjaan perdikan anga.
Saat itu salya berkata pada kresna, “wahai titisan wisnu, aku ingin menitipkan suatu hal kepadamu jika
bharata yudha benar benar akan terjadi. ya aku akan menitipkan nakula dan sadewa kepadamu, karena
sesungguhny setiap melihat mereka aku selalu teringat akan adiku madrim yang wafat ketika melahirkan
mereka. untung saja kunti mau untuk merwat mereka berdua seperti merawat anaknya sendiri. tolonglah
jaga si kembar nakula dan sadewa untuku”
dan kresna kemudian menyanggupi permintaan salya. Dan kisah berlanjut, saat itu perang bharata yudha
berkecamuk, dan salya dijebak untuk berpihak kepada kurawa, salya yang merasa dijebak kemudian
membalas ketika menjadi kusir kereta adipati akrna, saat adipati karna melepas panahnya prabu salya
menghentakan kakinya ke kereta yang dikusirinya, dan roda kereta amblas masuk ke dalam tanah. dan
panah sakti karna meleset hanya mengenai mahkota harjuna. lalu disuruhnya adipati karna untuk
memperbaiki roda kereta, saat karna turun memperbaiki roda kereta pasopati melesat dan memenggal
adipati karna.

Alkisah sesudah gugurnya adipati akrna, prabu slya pulang ke madraka, dia tahu bahwa selepas gugurnya
karna maka dia yang kan diangkat menjadi senopati kurawa. saat itu kresna tanggap bahwa salya bukan
musuh yang enteng. saat itu kresna teringat akan pembicaraanya dengan prabu salya ketika ia menjadi
duta terahir pandawa ke hastina. Maka dipanggilah nakula dan sadewa, dan disuruh memakai baju putih
dari kain kafan dan dengan kereta mereka disuruh memacu kudanya ke kerajaan mandaraka bertemu
dengan prabu salya. pesan kresna sederhana, jika kalian sampai di depan prabu salya segeralah minta
mati. nakula dan sadewa tahu bahwa dia dikorbankan oleh kresna dan mereka pun menangis dalam
kegalauan hatinya dalam perjalanan. bagaimanapun mereka sangat sayang kepada pamanya salya. Sampai
di mandaraka nakula dan sadewa yang berpakaian kafan itu segera bersujud di kaki pamanya, mereka
menangis dan minta mati. salya terkaget kaget, dan dia berkata “siapa yang menyuruh kalian kemari
keponakanku tersayang?”, nakula dans adewa berusaha menyembunyikan kenyataan dan berkata “tidak
ada paman, kami tidak disuruh siapa siapa”. salya tersenyum dan berkata “kalian tidak bisa
membohongiku, aku ini paman kalian lebih banyak makan asam garam kehidupan daripada kalian, aku
tahu kalian disuruh oleh kresna, ya kan?” Nakula dan sadewa membisu. salya berkata kembali “apa yang
kalian inginkan keponakan tersayang?apa yang kalian inginkan dari pamanmu ini nak?”. nakula dan
sadewa walau galau pun menjawab seperti yang diajarkan oleh kresna kepada mereka “paman, daripada
kami mati di bharata yudha menghadapi paman, lebih baik sekarang kami minta mati sekarang paman”
salya tersenyum dan matanya berkaca kaca….”anaku nakula dan sadewa, setiap aku melihat kalian, aku
selalu teringat akan madrim adiku yang telah wafat ketika melahirkan kalian, maka manalah tega aku
membunuh kalian anaku?, katakanlah anaku, katakanlah, aku ingin salya mati dalam bharata yudha,
katakanlah anaku, katakanlah….” Nakula dan sadewa tak dapat lagi menahan air matanya, bagi mereka
yang tertinggal cuma salya dalam keluarga mereka, ibu mereka madrim wafat ketika melahirkan mereka,
sementara pandu ayah mereka meninggal beberapa saat kemudian karena kehabisan darah tertusuk keris
prabu kala tremboko dari pringgandani, haruskah mereka kini merelakan kematian paman mereka yang
sangat sayang dan kasih kepada mereka?mereka terdiam dalam tangis penuh keharuan.

prabu salya memecah keheningan “anaku, segera kembali ke kresna, katakan, besok jika aku maju
menjadi senopati kurawa dalam perang bharata yudha, suruh kakakmu yudistira menghadapi aku,
sekarang segeralah pulang”. lalu nakula dan sadewa emmeluk kaki salya dan untuk terahir kalinya salya
memberi berkatnya kepada keponakanya yang sangat dicintai itu.
malam itu, mengetahui takdir akan datang, yaitu kematianya. salya bercengkerama dengan mesra bersama
istrinya ratu pujawati. bahkan seolah olah mereka sedang dalam keadaan bulan madu, seperti pasangan
pengantin di malam pertama. pujawati sudah gelisah, dia menangkap kesan aneh dari suaminya. tapi salya
tetap saja berusaha meyakinkan istrinya bahwa tidak akan terjadi apa apa. mereka bercinta malam itu
sampai pagi.

Ketika pagi menjelang, dewi pujawati masih lelap dalam tidurnya, salya melihat wajah istrinya yang
sudah berumur tapi tetap cantik dan setia mendampinginya hingga kini, sambil menyelimuti tubuh
istrinya salya berkata “mungkin ini terahir kalinya aku melihat kecantkan wajahmu. adiku, maafkan aku,
aku tak mungkin memberitahukan kepadamu kematiaku”. dan seperti 3 senopati kurawa sebelumnya
ketika mengahadap ajalnya, prabu salya menggunakan baju perang berwarna putih putih. Seketika
dilarikan keretanya ke kurusetra, dan perang pun berlanjut. candrabirawa makan korban banyak, pandawa
kewalahan. saat itulah yudistira disuruh maju oleh kresna. awalnya yudistira tak mau maju perang dan
bertekad tak akan pernah menyakiti siapapun juga. mendengar itu kresna pun meminta arjuna, nakula,
sadewa dan bima untuk bunuh diri saja. jika yudistira tak mau maju, lebih baik seua pandawa bunuh diri,
karena prabu salya tak mungkin terkalahkan kecuali jika yudistira maju. ahirnya dengan berat hati
yudistira maju berperang. Dalam versi wayang diktakan bahwa salya tewas dilempar oleh jimat
kalimasada. saat itu resi bagaspati masuk ke dalam tubuh yudistira, dan candrabirawa diambil kembali
dari tubuh salya. kemudian yudistira melempar jimat kalimasada dan tepat mengenai dada parabu salya,
seketika prabu salya gugur terkena lemparan jimat kalimasada. Di mandaraka, dewi pujawati terbangun
dan menangis mengetahui suaminya sudah berangkat berperang, dan dia pun menyusul ke kurusetra.
disana dia sampai ketika hari sudah sore, dan setelah mencari cari dari ribuan mayat yang tergeletak,
ditemukanlah mayat suaminya. saat itu juga pujawati menikamkan keris ke dadanya. dia ikut bela pati
atas gugurnya suaminya. istri yang setia, sebelum mati dia berkata kepada mayat suaminya “kakang, saya
tak mampu hidup tanpa kakang, senang kita bersama, susah kita bersama, maka aku akan menyusul
kakang ke sorga”…dan keris itu merobek dada pjawati, meembus jantungnya, membuat koncat
nyawanya, dan bersama sukma resi bagaspati, dan prabu salya sukma pujawati menuju sorga.

Pandawa Gugat

Negara hastinapura sedang dilanda pagebluk. ibarat kata pagi sakit sore mati. sore sakit pagi mati. sedang
gelap suasananya. karena merasa susah maka di sitinggil kerajaan hastina dipanggilah pendeta dr
pertapaan soka lima. yaitu begawan drona. bengawan drona berkumpul menghadap jaka pitana aka prabu
duryodana yag di dampingi prabu baladewa dari mandura dan patih sengkuni dari ploso jenar. maka
dimulailah paseban agung yang membicarakan keadaan negeri hastinapura.
Prabu jaka pitana menjelaskan keadaan kerajaan hastina yang sedang dilanda pagebluk dan meminta
petunjuk pada sang begawan drona. begawan drona menyatakan bahwa sebelum dipanggil telah
menerima wangsit dewata jika sebenarnya pagebluk terjadi karena hawa dari tapa para pandawa di tegal
kurusetra. begawan drona meyebutkan bahwa pandawa sengaja bertapa untuk kecelakaan para kurawa.
hal ini segera menjadi perdebatan karena prabu baladewa menyanggah dan berkata sebaiknya dilihat
dahulu keadaan di lapangan sebelum mengambil kesimpulan.
Prabu suyudana mengambil keputusan untuk melihat keadaan di tegal kurusetra. untuk itu maka diminta
prabu baladewa menjadi saksi. sementara yang memimpin wadya bala ke tegal kurusetra adalah patih
sengkuni. setelah keputusan dibuat maka sang prabu membubarkan paseban dan masuk ke sanggar
pamujaan. begawan drona diminta untuk menyertai sang prabu untuk manekung memohon kepada dewa
agar pagebluk bisa segera diangkat. dan ketentraman kembali ke negeri hastina. Patih sengkuni segera
keluar paseban dan menemui para kurawa. para kurawa langsung datang menyambut untuk mengetahui
ada apa di paseban dan apa keputusan raja suyudana. diantara pentolan kurawa tampak adipati ngawangga
basukarna, tirtanata dari wonokeling dan burisrowo dari mandaraka. kemudian patih sengkuni
menjelaskan bahwa misi para kurawa adalah segera berangkat ke tegal kurusetra untuk melihat apakah
para pandawa benar benar yang menyebabkan keadaan pagebluk di kerajaan hastina. Maka pasukan
segera diberangkatkan. pasukan hatsina lengkap dengan senjata perang. dipimpin oleh basukarna dan
patih sengkuni. diiringi oleh para kurawa, burisrowo dan tirtanata. sementara prabu baladewa ikut sebagai
saksi sekaligus mengawasi apakah bener pandawa melakukan tindakan yang mengakibatkan pagebluk.
hati kecil prabu baladewa sangsi. oleh karena itu prabu baladewa berangkat untuk melihat langsung
bagaimana kejadian dilapangan. pasukan pun diberangkatkan….!!!!

Di alas dekat tegal kurusetra berkumpulah pendawa. tampak bimasena ditengah kemudian puntadewa,
arjuna, nakula dan sadewa, juga tampak gatotkaca, antaredja. sementara di luar terlihat sejumlah pasukan
menjaga yang dipimpin oleh patih yodipati patih gagak bongkol. Werkudoro membuka pembicaraan
setelah semua sama sama mengajukan pambagya. werkudoro berkata dengan suara yang berat, apakah
kalian tahu kenapa kalian saudara saudaraku aku panggil untuk berkumpul di tegal kurusetra ini?. prabu
puntadewa dan para pandawa lainya mengaku mereka tidak tahu maksud werkudoro memanggil mereka.
mereka hanya datang karena memenuhi panggilan dari werkudoro. maka werkudoro menjelaskan bahwa
sanya beberapa waktu lalu telah menerima wangsit dari dewata yang menyatakan bahwa ayahnya pandu
dewanata swargi dikabarkan dimasukan ke dalam neraka karena segala kesalahanya di dunia. Maksud
werkudoro adalah untuk mengadakan tapa brata bersama agar arwah ayah mereka pandu bisa diterima di
surga dan dilepaskan dari neraka. mendengar hal itu maka para pandawa lainya pun menyetujui untuk
melakukan tapa brata demi memohon agar para dewata mau mengampuni dosa dan kesalahan pandu
selama hidup. sedang dalam keadaan pembicaraan berlari lari datang menghadap patih gagak bongkol.
werkudoro bertanya ada apa kenapa patih berlari lari tanpa adanya panggilan dari sang werkudoro.
disebutkan bahwa pasukan penjaga telah melihat pasukan besar kurawa lengkap dengan senjata
mendekati tegal kurusetra. Maka segeralah antaredja dan gatotkaca serta patih gagak bongkol maju ke
depan menemui pasukan besar kurawa. sementara itu werkudoro berpamitan untuk mengawasi kedua
anaknya tersebut. puntadewa mengingatkan agar werkudoro tidak cawe cawe karena sedang dalam
keadaan tapa brata. tak boleh menurutkan hawa emosi di dalam diri. werkudoro dengan sante berkata aku
sudah dewasa tak perlu diingatkan. dan bergegas berjalan mengawasi kedua anaknya dan patih gagak
bongkol yang telah memapaki pasukan kurawa.

Tampak patih sengkuni dan adipati karna maju ketika mereka melihat gatotkaca maju. terjadi
pembicaraan dan perdebatan. adipati karna minta agar para pandawa membubarkan tapanya terlebih
dahulu agar hawa pagebluk di hatsina bisa hilang. sementara gatotkaca mengatakan tapa dilakukan untuk
menswargakan pandu kakeknya dan lumrahnya tak ada orang tapa teru dipindah itu. dan gatotkaca
menyangkal bahwa pagebluk di hastina disebabkan oleh karena tapa brata para pandawa. Karena saling
bersengketa dan dipanasi oleh patih sengkuni maka terjadilah perkelahian antara adipati karna dan
gatotkaca. perkelahian paman keponakan itu sangat seru. beberapa kali gatotkaca terlempar kena pukulan
ajian adipati karna. demikian juga sebaliknya adipati karna beberapa kali terjatuh terkena sambaran
pukulan gatotkaca dari atas awan. ahirnya patih sengkuni berhasil memanas manasi adipati karna untuk
lebih marah lagi. sampe adipati karna maju menghunus panah pusaka ngawangga. panah ini bernama
panah sakti kala dede yang segera dilepaskan ke tubuh gatotkaca.
Antaredja melihat hal ini segera mengambil tindakan. sebelum adipati karna sempat melepaskan pusaka
antaredja menarik adipati karna ke dalam bumi. disana adipati karna menyerah kalah dan minta
dikeluarkan dr dlm bumi. antaredja mau mengeluarkan jika adipati karna bener bener mau berjanji untuk
balik ke ngawangga dan tidak meneruskan pertengkaran. adipati menyanggupi. dan setelah dikeluarkan
maka adipati memenuhi janjinya. adipati karna pulang ke ngawangga meninggalkan pasukan kurawa.
Perang tanding berlanjut. gatotkaca melawan tirtanata dan borisrawa. dalam waktu singkat ke dua
pamanya itu berhasil dikalahkan oleh gatotkaca. patih sengkuni kebingungan lalu menyampaikan
provokasi kepada raja mandura baladewa bahwa gatotkaca berteriak menantang raja mandura. prabu
baladewa yg cepat marah tersulut emosinya. dan dengan senjata nenggala ditangan maju ke medan
peperangan. mengetahui prabu baladewa yg maju maka gatotkaca, antaredja dan patih gagak bongkol
memilih mundur. karena jika baladewa dilayani maka akan semakin naik emosinya dan bisa berbahaya.
prabu baladewa terus mengejar. Prabu baladewa dihadang oleh werkudoro. werkudoro menjelaskan
kenapa para pandawa mengadakan tapa hanyalah untuk maksud meminta agar ayahnya rama prabu pandu
swargi bisa dimasukan ke dalam surga. prabu baladewa lerem emosinya dan malah berjanji akan
membantu para pandawa. bala pasukan kurawa disuruh balik oleh baladewa. kemudian prabu baladewa
ikut manekung bersama para pandawa meminta agar prabu pandu bisa dikeluarkan dr neraka dan
dimasukan sorga.

Khayangan suralaya goncang, pagebluk terjadi karena hawa panas tapa brata pandawa. prabu pr dewa
bhatara guru mengumpulkan dewa dewa. kemudian prabu bhatara guru mengadakan rapat. bhatara guru
berkata kepada patih narada bahwa semua ini karena polah para pandawa. patih narada berkata bahwa
adalah wajar jika para anak ingin berbakti kepada orang tuanya. tetapi karena bhatara guru terlalu
dipengaruhi istrinya durga maka bhatara guru memutuskan akan memasukan para pandawa ke kawah
candradimuka bersama dengan pandu sekalian jika mereka tak mau menghentikan tapanya. Patih narada
menolak dan protes akan keputusan ini. karena protesnya maka bhatara guru menyopot kedewaan bhatara
narada. bhatara narada disuruh turun ke ngarcapada dan hidup sebagai manusia biasa. bhatara narada pun
rela melepaskan posisinya dan turun ke dunia. tapi dalam hati bhatara narada berjanji akan membela
pandawa yang dalam posisi yang benar. sementara itu bhatara guru mengeluarkan perintah agar bhatara
indra dan yamadipati segera turun ke kurusetra untuk mengehentikan tapa pandawa. jika tak mau maka
segera dicabut nyawanya dan cemplungkan ke kawah candra dimuka. berangkatlah bhatara indra dan
yamadipati turun ke ngarcapada dikuntit oleh bhatara narada. Sementara itu bhatara guru membuat titah
kepada durga untuk memangsa semua anak turun dan mereka yang mempunyai hubungan dengan
pandawa. karena dianggap berani melawan dewa. bhetari durga segera menyuruh anaknya wisrawadewa
meimimpin pasukan baju barat yg terdiri dari gandarwa, jin, pocong, balung engklek engklek, banaspati,
setan untuk turun ke bumi. dan menghabiskan semua yang ada hubunganya dengan pandawa sebagai
hukuman karena berani menentang dewata. berangkatlah pasukan besar baju barat ini ke ngaracapada. Di
tengah alas tampak sri prabu kresna dr dwarawati sedang murung. disertai dengan patih setyaki. sri
baginda merasa resah karena pandawa menghilang tanpa pamit. bahkan dengan ilmu kaca paesan tak
mampu untuk mengetahui dimana pandawa berada. telah berhari hari sri kresna mencari resi yg bisa
ditanya dimana para kadang pandawa. ternyata tak ada yang mengerti. maka sri baginda kresna pun
memutuskan untuk bertapa di tengah hutan itu. patih setyaki diminta menjaga selama prabu bhatara
kresna bertapa.

Sementara itu wisrawa dewa masuk alas yang sama disertai oleh bilung dan togog. lalu bertemulah
dengan setyaki. segera wisrawa dewa menyerang setyaki dengan asumsi bahwa setyaki pendukung
pandawa. beberapa gebuk berkali kali prabu wisrawa dewa dijatuhkan. togog menyampaikan saran agar
wisrawa dewa segere balik mundur saja sebelum terjadi apa apa karena setyaki sangat kuat dan tak akan
mungkin menang. tapi wisrawa dewa ngotot. maka setyaki mengeluarkan gada wesi kuningnya dan babak
belurlah wisrawa dewa. dengan sisa tenaganya larilah wisrawa dewa diiringi oleh togog dan mbilung.
Hawa hawa tapa dr pandawa dan juga dr sri baginda bhatara kresna menimbulkan hawa panas yang
sangat. menandakan segera dimulainya goro goro. bencana terjadi dimana mana. angin puting beliung,
gempa bumi, hujan salah musim. di kayangan bhatara guru mnyiram air cupu manik untuk menenngakan
alam. goro goro hanya reda ketika mendengar nyanyian dan suka cita cecandaan dari punakawan. para
punakawan berkumpul dihutan. bernyanyi menembang dan berhumor. mereka mendampingi srikandi dan
sembadra yang sedang bersedih dan lelaku tirakat masuk hutan mencari jawaban. karena mereka
mendapati pendawa kususnya suami mereka arjuna hilang tanpa meninggalkan pesan. Di alas mereka
dimomong ki semar badranaya. ki semar selalu menyampaikan agar sembadra dans rikandi berbakti
kepada suami dan banyak tirakat. tiba tiba datanglah gandarwa baju barat. lalu terjadi peperangan antara
gandarwa dan srikandi. ribuan gandarwa baju barat tewas. punakawan juga berperang dan semakin
banyak gandarwa yang tewas. tapi namanya gandarwa baju barat walo mati sehari 7 kali tak jadi masalah
karena begitu ketetesan embun mereka akan hidup lagi. mereka ketakutan dan berlari menjauh dr
rombongan srikandi dan punakawan. laku tirakat di lanjutkan kembali.

Di kurusetra turunlah bhatara endra. disambut oleh para pandawa. mereka merasa senang karena bhatara
ada turun ke bumi. pasti ada kabar. ternyata kabar buruk. mereka disuruh mengahiri tapa mereka. tetapi
pandawa menolak dan lebih memilih yaitu masuk kawah candra dimuka menemani arwah pandu
ayahnya. maka dibawalah para pandawa dan prabu baladewa ke kayangan oleh bhatara indra dan
yamadipati. untuk dicemplungkan ke kawah candra dimuka. gatotkaca dan antaredja kaget diberitahu
patih gagak bongkol jika pepundenya dibawa ke kayangan untuk dimasukan kawah. mereka segera
mencari prabu bhatara kresna untuk meminta “nasehat” menghadapi hal ini. Sementara bhatara narada yg
menguntit 2 bhatara td semnejak di kayangan segera mencari kakang semar badranaya. bhatara ismaya.
tak berapa lama dalam hutan bhatara narada ketemu dengan bhatara ismaya semar badranaya dengan
punakawan dan srikandi serta sembodro. singat cerita di ceritakanlah semua kejadian oleh bhatara narada.
semar merasa ga terima dan segera pergi ke kayangan. semar bermaksud masuk ke kawah candra dimuka
dahulu agar tak membahayakan para paadawa. karena kawah candradimuka dayanya abyar tak membawa
celaka jika bhatara ismaya berada di dalamnya. Sementara itu bhatara narada memberikan cincin kepada
sembadra dan manjing dalam tangan srikandi. lalu srkandi dan sembodro berubah jadi raksesi. bernama
raksesi bodro yakso dan kandi yakso. mereka pergi ke kayangan untuk menuntut keadilan. diiringi oleh
punakawan. di kayangan pandawa nyemplung ke kawah. mereka tak terluka sedikitpun karena kawah
sudah dimasuki oleh bhatara ismaya ki semar. malah disana ketemulah antara pandawa dengan arwah
prabu pandu dan ibu madrim. maka terjadilah dialog lepas kangen antara ayah dan anak. mereka begitu
bahagia mengetahui anak anaknya sangat berbakti.

Geger memuncak di kayangan. dua raksesi mengamuk. sementara itu gatotkaca dan antaredja ketemu
dengan sri baginda kresna dan memberitahukan masalah yg terjadi. bhatara kresna terbang ke khayangan
sementara 2 satria tadi disuruh menunggu kabar di dunia. di khayangan bhatara guru menyambut kresna
dan meminta segera menghadapi 2 raksesi yang mengamuk itu. karena khayangan mengalami banyak
kerusakan dan kehancuran. para dewa tak ada yang mampu menghadapi amukan raksesi. Kresna mau
menghadapi raksesi dengan satu sarat yaitu pandawa dibebaskan dr hukuman. bhatara guru setuju dan
bersama kresna segera masuk dlm kawah. disana mereka bertemu dengan pandawa, ki semar, baladewa,
dan arwah pandu. karena merasa bersalah maka bhatara guru ahirnya melepaskan hukuman pandawa. dan
pandu diberi anugerah surga. Arjuna disuruh menghadapi 2 raksesi bukanya dengan senjata tapi disuruh
ngerayu. arjuna manteg aji asmaragama sambil merayu dan badarlah 2 raksesi kembali jd sembadra dan
srikandi. mereka lalu bersama pulang ke ngarcapada. di ngracapada gatotkaca dan antaredja menghajar
sisa sisa baju barat. durga ngacir lari karena mengetahui semar akan datang. durga memerintahkan semua
baju barat kembali ke istana durga di sentra gondo mayit. Tancep kayon…..byuh capek karena merasa
bahwa pandawa sudah dilepaskan maka kresna mau menghadapi 2 raksesi tadi. dengan meminta bantuan
pada arjuna.

Pertemuan Agung
Pandawa tidak lagi hidup dalam pengasingan dan persembunyian. Tigabelas tahun telah mereka lewatkan
dengan penuh penderitaan. Tigabelas tahun yang memberi mereka banyak pengalaman berharga. Mereka
meninggalkan ibu kota Negeri Matsya dan tinggal di suatu tempat yang bernama Upaplawya, yang masih
terletak di wilayah Negeri Matsya. Dari sana mereka mengirim utusan untuk menemui sanak dan kerabat
mereka. Dari Dwaraka datang Balarama, Kresna, dan Subadra, istri Arjuna, serta Abimanyu, putra
mereka. Mereka diiringkan oleh para ksatria keturunan bangsa Yadawa, antara lain Setyaki. Selain itu,
datang pula Raja Kasi dan Raja Saibya, dengan diiringkan oleh panglima masing-masing. Begitu pula
Drupada, Raja Pancala, ayah Drupadi. Ia datang dengan membawa tiga pasukan perang yang masing-
masing dipimpin oleh Srikandi, Drestadyumna dan anak-anak Drupadi. Banyak raja dan putra mahkota
yang datang ke Upaplawya untuk menyatakan persahabatan dan simpati kepada Pandawa. Dalam
pertemuan maha besar itu, pernikahan Abimanyu dengan Dewi Uttari dilangsungkan. Upacara pernikahan
dilangsungkan di balairung istana Raja Wirata. Kresna duduk di samping Yudhistira dan Wirata,
sementara Balarama dan Setyaki duduk dekat Drupada.
Di samping upacara pernikahan Abimanyu dan Dewi Uttari, pertemuan agung itu juga merupakan
pertemuan para Penasehat Agung untuk merundingkan penyelesaian yang bisa mendamaikan Pandawa
dan Kurawa. Setelah upacara pernikahan selesai, para Penasehat Agung bersidang di bawah pimpinan
Kresna. Semua mata memandang dengan penuh khidmat ketika Kresna bangkit untuk memulai
perundingan.

“Saudara-saudara semua pasti tahu”, kata Kresna dengan suara lantang dan berwibawa. “Yudhistira telah
ditipu dalam permainan dadu. Yudhistira kalah dan kerajaannya dirampas. Dia, saudara-saudaranya, dan
Drupadi harus menjalani pembuangan di hutan belantara. Selama tigabelas tahun putra-putra Pandu
dengan sabar memikul segala penderitaan demi memenuhi sumpah mereka. Dharmaputra tidak
menginginkan sesuatu yang tidak patut dituntut. Ia tidak menginginkan apapun, kecuali kebaikan dan
kedamaian. Ia tidak mendendam meskipun putra-putra Drestarastra telah menipunya dan membuatnya
sengsara. Kita belum mengetahui apa keputusan Duryodhana. Kita berharap Duryodhana mau
mengembalikan separo kerajaan kepada Yudhistira. Menurutku, kita harus mengirimkan utusan yang
tegas dan jujur serta mampu mendorong Duryodhana untuk berkemauan baik demi selesainya masalah ini
secara damai”. Setelah Kresna berbicara, Balarama berdiri dan menyampaikan pendapatnya. “Saudara-
saudara, aku setuju dengan pendapat Kresna, karena itu baik bagi kedua pihak, baik Duryodhana maupun
Dharmaputra. Jika putra-putra Kunti bisa memperoleh kembali kerajaan mereka secara damai, tak ada
yang lebih baik bagi mereka dan bagi Kurawa. Yudhistira, yang mengetahui resiko bertaruh dalam
permainan dadu telah mempertaruhkan kerajaannya. Meskipun tahu tak akan mungkin mengalahkan
Sakuni yang ahli bermain dadu, Yudhistira terus bermain. Karena itu, sekarang ia tidak boleh menuntut.
Ia hanya boleh meminta kembali apa yang menjadi haknya.
Saudara-saudara, aku ingin kalian mengadakan pendekatan dan berdamai dengan Duryodhana. Dengan
segenap kemampuan kita, kita hindari pertentangan dan adu senjata. Peperangan hanya menghasilkan
kesengsaraan dan penderitaan bagi rakyat. Utusan yang akan kita kirim, hendaknya jangan orang yang
haus perang. Ia harus sanggup berdiri tegak, bagaimanapun sulitnya, untuk mencapai penyelesaian secara
damai”.

Setyaki tersinggung setelah mendengar pendapat Balarama. Ia bangkit berdiri dan berkata lantang,
“Menurutku pendapatku, Balarama sama sekali tidak bicara sedikitpun tentang keadilan. Dengan
kecerdikannya, seseorang bisa memenangkan suatu perkara. Tetapi kecerdikan tidak selalu bisa
mengubah kejahatan menjadi kebajikan atau ketidakadilan menjadi keadilan. Aku hanya menegaskan
bahwa Kurawa memang sengaja berbuat demikian dan telah merencanakan semuanya. Mereka tahu,
Yudhistira tidak ahli bermain dadu. Karena terus dibujuk dan didesak, akhirnya Yudhistira tidak bisa
menolak untuk menghadapi Sakuni, si penjudi licik. Akibatnya, ia menyeret saudara-saudaranya ke dalam
kehancuran. Kenapa sekarang ia harus menundukkan kepala dan meminta-minta di hadapan
Duryodhana ? Yudhistira bukan pengemis. Dia tidak perlu meminta-minta. Ia telah memenuhi janjinya.
Duabelas tahun dalam pengasingan di hutan dan duabelas bulan dalam persembunyian. Tetapi,
Duryodhana dan sekutu-sekutunya tanpa malu dan dengan hina tidak mau menerima kenyataan bahwa
Pandawa berhasil menjalankan sumpah mereka”. Dengan berapi-api, Setyaki melanjutkan, “Akan aku
tundukkan manusia-manusia angkuh itu dalam pertempuran. Mereka harus memilih, minta maaf kepada
Yudhistira atau menemui kemusnahan. Jika tidak bisa dihindari, perang berdasarkan kebenaran tidaklah
salah, begitu pula membunuh musuh yang jahat. Meminta-minta kepada musuh berarti mempermalukan
diri sendiri. Duryodhana tidak akan membiarkan pembagian wilayah tanpa peperangan. Jika Duryodhana
menginginkan perang, ia akan memperolehnya. Kita akan sungguh-sungguh mempersiapkan diri “.
Akhirnya Satyaki berhenti bicara karena napasnya tersengal-sengal akibat terlalu bersemangat.

Drupada senang mendengar kata-kata Setyaki yang tegas. Ia berdiri dan berkata, “Setyaki benar. Kata-
kata lembut tidak akan membuat Duryodhana menyerah pada penyelesaian yang wajar. Mari kita lakukan
persiapan. Kita susun kekuatan untuk menghadapi perang. Jangan buang-buang waktu. Segera kita
kumpulkan sahabat-sahabat kita. Kirimkan segera berita kepada Salya, Drestaketu, Jayatsena dan Kekaya.
Kita juga harus mengirim utusan yang tepat dan cakap kepada Drestarastra. Kita utus Brahmana, pendita
istana Negeri Pancala yang terpercaya, pergi ke Hastinapura untuk menyampaikan maksud kita kepada
Duryodhana. Dia juga harus menyampaikan pesan kita kepada Bhisma, Drestarastra, Kripa dan Drona”.
Setelah semua selesai menyampaikan pendapatnya, Kresna alias Basudewa berkata, “Saudara-saudara,
apa yang dikatakan Drupada sungguh tepat dan sesuai dengan aturan. Baladewa dan aku, punya ikatan
kasih, persahabatan dan kekeluargaan yang sama terhadap Kurawa maupun Pandawa. Kami datang untuk
menghadiri pernikahan Abimanyu dan sidang agung ini. Sekarang kami mohon diri untuk kembali ke
negeri kami. Saudara-saudara adalah raja-raja yang besar dan terhormat. Drestarastra juga menghormati
saudara-saudara sekalian. Drona dan Kripa adalah sahabat sepermainan Drupada di masa kanak-kanak.
Pantaslah kita mengutus Brahmana yang kita percaya untuk menjadi utusan kita. Apabila utusan kita
gagal dalam usahanya meyakinkan Duryodhana, kita harus siap menghadapi perang yang tak dapat
dihindari “.

Sidang agung itu lalu ditutup. Kresna kembali ke Dwaraka bersama kerabat dan pengiringnya. Begitu
pula Baladewa, kakaknya. Sepeninggal mereka, Pandawa mulai mengirim utusan-utusan kepada sanak
saudara dan sahabat-sahabat mereka. Mereka juga mempersiapkan pasukan perang dengan sebaik-
baiknya. Sekembali dari pertemuan agung itu, Raja Drupada memanggil pendita Negeri Pancala dan
berkata kepadanya, “Engkau mengetahui jalan pikiran Duryodhana dan sikap Pandawa. Pergilah
menghadap Duryodhana sebagai utusan Pandawa. Kurawa telah menipu Pandawa dengan sepengetahuan
ayah mereka, Raja Drestarastra yang tidak mau mengindahkan nasehat Resi Widura. Tunjukkan kepada
raja tua yang lemah itu, bahwa ia telah diseret anak-anaknya ke jalan yang salah. Engkau bisa bekerja
sama dengan Resi Widura. Mungkin dalam tugasmu engkau akan berbeda pandangan dengan para tetua
di sana, yaitu Bhisma, Drona dan Kripa. Begitu pula dengan para panglima perang mereka. Andaikata itu
yang terjadi, maka dibutuhkan waktu lama untuk mempertemukan berbagai pendapat yang berbeda.
Dengan demikian, Pandawa mendapat kesempatan baik untuk mempersiapkan diri. Sementara engkau
berada di Hastinapura untuk merundingkan perdamaian, persiapan Kurawa akan tertunda. Syukur kalau
Pendita bisa kembali dengan penyelesaian yang memuaskan kedua pihak. Tetapi menurutku, Duryodhana
tidak dapat diharapkan akan mau menyetujui penyelesaian seperti itu. Namun demikian, mengirim utusan
merupakan suatu keharusan”. Demikianlah, Raja Drupada mengirim Brahmana kepercayaannya ke
Hastinapura untuk menjadi utusan yang mewakili Pandawa dalam mencari penyelesaian secara damai
dengan Kurawa.

Purbodjati

Negeri hastinapura yang permai. kekayaan melimpah. sayang sekali rajanya prabu duryodana tak pernah
tenang. karena menuruti hawa nafsu ingin melenyapkan seteru duri dalam daginya. yaitu para pandawa.
siang itu paseban dibuka dengan hadirnya dan menghadapnya 2 orang begawan. yang pertama adalah
begawan drona dr pertapan soka lima dan panembahan wiso sejati dari talang gantungan. bengawan drona
menceritakan bagaimana keskatian panembahan wisno sejati pada sang prabu joko pitono. saat itu di
paseban hadir juga patih sengkuni dari ploso jenar dan prabu baladewa dari kerajaan mandura.

prabu jaka pitana mengutarakan mengapa keadaan dirinya sering dalam keadaan gelisah selalu. sang
panembahan menjelaskan bahwa karena sang baginda selalu memikirkan kekuatiran bahwa para pandawa
akan merebut dampar kerajaan. karena itu sang panebahan menawarkan untuk ikut berbakti dengan
mengupayakan kematian para pandawa. sang prabu jaka pitana sangat gembira sekali dan menerima
usulan dari sang panembahan. sang panembahan mengatakan bahwa pandawa itu kekuatanya dari sri
bhatara kresna karena itu untuk memudahkan membunuh pandawa maka harus dilenyapkan dahulu sang
bhatara kresna. sang panembahan menanyakan apakah sang prabu menyetujui akan usulan dr dirinya.

Sang prabu jaka pitono memberikan isyarat beliau sangat setuju terhadap usulan panembahan. bahkan
meberikan suatu harapan bagi panembahan agar bisa membantunya melenyapkan para pandawa. tetapi
sang panembahan kemudian berkata bahwa di dlm istana hastina ada mata mata pandawa. yaitu sang
prabu baladewa yang dianggap adalah mata mata karena beliau pasti tak akan setuju dengan usulan untuk
membunuh sri bhatara kresna. mendengar itu sang prabu baladewa menahan amarahnya dan berkata,
sebaiknya sang prabu joko pitono berpikir ulang. agar wening pikiranya. tidak hanya memusatkan pada
keinginan membunuh para pandawa saja. tetapi usulan itu tidak diperhatikan sang prabu jaka pitana.
bahkan resi drona menyumbari akan membantu penuh teman barunya itu dalam mengupayakan kematian
sri kresna dan pendawa. Sang prabu jaka pitana menyetujui hal tersebut dan meminta segera dilaksanakan
perbuatan tersebut secara nyata. maka sang panembahan memanggil muridnya dr ngeri talang gantungan
yaitu prabu dosokendro. prabu doso kendro datang menghadap dan berkata sanggup untuk menjadi jago
kurawa dalam membunuh sri kresna. setelah direstui sang prabu maka berangkatlah rombongan. dengan
dikawal oleh patih sengkuni, resi drona dan para korawa. setelah rombongan berangkat prabu baladewa
pamit pulang dengan lasan istrinya sakit. tetapi sang prabu sebenarnya sangat marah dan berniat mencegat
rombongan prabu dosokendro. Paseban dibubarkan. lalu sang prabu joko pitono masuk ke dalam istana.
berganti baju serba putih dan masuk sanggar pemujaan. niat minta kepada dewata agar niatnya berjalan
lancar. disanggar pamujaan gangguan banyak terjadi. karena niat sang prabu yang jelek dan tak direstui
dewa. kemenyan yg dibakar tak nyala nyala. bahkan cuma menetes mematikan apinya. kukus kemenyan
berwarna hitam dan bolak balik membuat sang prabu bangkis bangkis dan mata merah perih. marah sang
prabu duryodana. kemenyan ditendang sampe mencelat jauh ke pelataran. lalu sang prabu keluar saggar
pamujaan. ratu banowati yg tau suaminya lg marah menyambutnya dengan senyuman. dan luluhlah marah
sang prabu, mereka pun berasmara ria. tak peduli lg dengan niatan membunuh pandawa….

Prabu dasakendra diiringi oleh togog dan mbilung. mereka jalan didepan mendahuli begawan drona dan
panembahan wisno djati yg berjalan di belakang. lalu di belakangnya lg agak jauh patih sengkuni dengan
para kurawa mengawasi. sementara lg enaknya berjalan prabu dasa kendra menanyaan pd togog apa sih
kelebihan prabu bhatara kresna itu?. lalu togogo menjelaskan agar sang prabu jangan berani melawan sri
kresna karena beliau adalah titisan wisnu, memiliki senjata chakra dan bisa tiwikrama menjadi raksasa
sebesar jagad. tapi dasar kesombongan memenuhi dada dasa kendra sehingga tak mau mendengar
penjelasan dari togog dan memilih terus berjalan akan membunuh sri kresna. Belum jauh melangkah jalan
dihadang oleh prabu baladewa. yang kemudian menantang dasakendra. boleh membunuh sri kresna jika
bisa melangkahi bangkai baladewa kata raja mandura itu sangat marah. perkelahian pun terjadi. prabu
baladewa mengamuk sejadi jadinya. dasa kendra dihantam dipukul dan diinjak injak. sampe babak belur
klenger. kemudian mundurlah dasa kendra dan bertemu dengan rombongan resi drona dan panembahan
wisno djati. sengkuni menyusul dan dengan mengejek dia berkata kepada resi drona. kakang drona, ini
jagoanmu?masa belom apa apa saja sudah babak belur begini?. drona sesumbar bahwa itu baru awal.
Prabu dasa kendra mengeluarkan pusaka kemlandingan putih. yang dilempar ke arah prabu baladewa
yang segera mebentuk tali yang mengikat tangan ratu mandura. marahlah prabu baladewa meledak ledak
suaranya. sambil mencabut senjata saktinya neggala. neggala membuat pusaka kemlandingan putih
hancur berantakan dan dasa kendra jadi bulan bulanan dan hampir saja tewas kalo tidak melarikan diri.
oleh panembahan dsuruh agar melanjutkan jalan dan jangan ngurusi baladewa. resi drona lalu
menggunakan cara licik dengan mencipta agar dasa kendra bisa salin rupa sama persis dengan hyang
kaneka putra bhatara narada. karena nesehat dr panembahan bahwa kresna itu tak takut apa apa. dia cuma
takut kepada bhetara. Oleh panembahan kaneka putra palsu ini disuruh ke dwarawati dan meminta
mustika wijaya kesuma. dengan prediksi kresna tak akan bisa mati jika mustika wijaya kesuma masih ada
ditangan sri kresna. karena mustika wijaya kesuma dikenal mampu membangunkan orang mati separah
apapun lukanya. maka berangkatlah narada palsu ke dwarawati. sementara itu drona dirubah oleh
panembahan salin rupa jadi prabu kresna. untuk pergi ke ngamarta dan meminta layang kalimasada dari
prabu puntadewa. karena ga mungkin minta paksa dan mengetahui pandawa cuma patuh pd kresna maka
drona salin rupa jd kresna. cuman panembahan mengingatkan agar hati hati pada sadewa. karena sadewa
itu yg paling waspada dan akan mengetahui jika ada yg pake ilmu salin rupa. Juga diperintahkan agar
membawa arjuna dan werkudro untuk diperdaya dengan sebuah asumsi bahwa benteng pandawa ya cuma
bima dan arjuna yang paling sakti. maka berangkatlah sri kresna palsu ke ngamarta. merasa belom aman
panembahan memanggil buto yg tak tampak karena ahli panlimunan, bernama yaksa kala jambe rupekso.
diperintahkan dengan halimunan selalu mengikuti resi drona aka krena palsu. jika ada yang mau
menyusul untuk menggagalkan jalan sri kresna palsu ditugaskan pada buto tersebut untuk menghadapi
sang pengganggu siapapun itu. maka berangkatlah sang raksasa, yang wujudnya tak terlihat. ibarat kata
hanya suara tanpa wujud karena ahlinya dlm halimunan.

Baladewa mencari lari kemana musuhnya. tiba tiba saja menghilang. hatinya merasa sangat tak enak.
kemudian segera bladewa melaju ke dwarawati. untuk mengingatkan bahwa bahaya sedang mengancam
adiknya prabu bhatara kresna. kisah berpindah ke ngamarta. kerajaan ngamarta aka indraprasta
mengalami masa suram. terkena pagebluk karena hawa hilangnya pamomong pandawa yaitu aki semar
badranaya. ibarat kata keadaan morat marit. banyak penyakit. pagi sakit sore mati, sore sakit pagi mati.
dan para pandawa merasa sangat sangat prihatin sekali. Di paseban para pandawa tampak murung. tiba
tiba datanglah sri kresna palsu resi drona yang langsung masuk sitinggil. sri kresna palsu di sambut
dengan bahagia. para pandawa merasa bahagia karena dengan kehadiran sri kresna dianggap akan mampu
memberikan jawaban atas apa yang terjadi di negeri ngamarta. sri kresna menyampekan jangan sedih dan
konyol, semar itu wong cilik bodoh dan ga bs apa apa jangan dimulia muliakan katanya. lalu sri kresna
meyampekan ada topo yang gede banget penguwasanya. namanya panembahan wisno djati. dan
menganjurkan pandawa berguru padanya. sri kresna mengatakan bahwa pandawa mengalami pagebluk
karena kurang paham isi layang kalimasada. dan sri kresna menganjurkan agar layang kalimasada
diberikan padanya dan arjuna wkudoro agar ikut untuk diwejang sang panembahan. hal ini disetujui oleh
prabu puntadewa. maka berangkatlah rombongan sri kresna palsu dan layang kalimasada disertai harjuna
dan werkudoro.

Sadewa merasa curiga dan tau bahwa sri kresna bukanlah sri kresna asli. melainkan jelmaan orang lain.
dia berkata kepada prabu puntadewa untuk menyusul dan merebut jamus kalimasada. tetapi dilarang oleh
prabu puntadewa. sadewa pun dengan cerdiknya pamit memeriksa pasukan di luar. prabu mengijinkan
sambil tetep merasa agak kuwatir sadewa akan menyusul sri kresna. tetapi sadewa menyakinkan sang
prabu bahwa dirinya cuma akan keluar ke pelataran liat prajurit. di luar sadewa mengumpulkan gatotkaca,
antaredja, antasena untuk diajak rembugan. mereka sadar bahwa sri kresna yg tadi itu palsu dan hanya
jelmaan dan bertekad untuk merebut kembali layang jamus kalimasada. Gatotkaca bagi tugas, di angkasa
gatotkaca akan menyusul. antaredja liwat tanah dan antasena mengawasi di belakang rupanya buto
panglimunan jambe rupekso mengetahui. berniat menghalangi tindakan para putra yodipati. buto gandrwo
ini lalu merasuk ke dalam tubuh antaredja sampe antaredja kesurupan dan memukul gatotkaca sampe
pingsan. gatotkaca bangun dan bertanya kenapa kakanya memukulnya. antaredja yg kesurupan
mengatakan bahwa sadewa sedeng karena berani melawan sri kresna. lalu berantemlah keduanya. sampe
pukulan gatotkaca telak menjatuhkan antaredja saat itu jin kolo jambe mencelat keluar dr tubuh antaredja.
dan antaredja bingung kenapa kok dipukul oleh gatotkaca. datanglah antasena. mereka lalu rembugan apa
yg sih yg sebenrnya terjadi. mereka lalu waspada. ada yg ga beres disini kata antasena.

antasena meminta gatotkaca menggunakan pemberian bhatara guru berupa mustika rumput suket
kalanjana. dioleskan ke mata sanggup liat ghoib. tampalah buto gandarwa kolo jambe. pertarungan terjadi
antasena dan antaredja menggunakan suket kalanjana juga sehingga bisa ikutan berantem. dlm
pertempuran ini raksasanya kewalahan. karena tandang dr ke 3 putra yodipati. gatotkaca menyerang dr
atas, antaredja dr dalam tanah dan antasena menendang langsung tubuh raksasa itu sehingga seperti bola
sepak. karena kewalahan maka raksasa itu memilih mundur sambil menebar kabut.

Kembalilah ke 3 satria yodipati karena ga berhasil mengejar kresna palsu. dan juga ga berasil nangkep
gandarwa td. menghadap sadewa, oleh sadewa diminta antasena antaredja menjaga ngamarta sementara
gatotkaca diminta terbang di udara. jika ada sorot terang segera turun ke bumi. semoga itu jawaban dr
masalah. dan sadewa segera ke dwarawati mengadukan masalah yg terjadi kepada sri baginda bhatara
kresna. maka berangkatlah sadewa dan gatotkaca dengan tugas masing masing. Keraton dwarawati, prabu
sri kresna tampak murung dipaseban bersama patih udawa dan setyaki. prabu bhatara memikirkan tentang
keadaan pagebluk yg menimpa dwarawati. tiba tiba datanglah baladewa dan sadewa secara bersamaan.
maka sang prabu pun menyambut tamu saudara saudaranya ini. prabu baladewa mengingatkan sri bhatara
kresna agar waspada. karena ada yang mau membunuh sri bhatara kresna. sedang sadewa menyampaikan
kabar bahwa sri kresna asli menyuri jimat kalimasada serta membawa arjuna dan werkudoro tanpa
diketahui akan dibawa kemana. Geger tiba tiba bhatara narada palsu datang. semua menghaturkan
sembah. bhatara narada berkata bahwa ada perintah bhatara guru untuk meminta kembang wijayakusuma.
tapi karena kecerdikan sri kresna maka sri kresna menolak secara halus. tetapi bhatara narada palsu
berkata akan merebut sendiri liwat perang jika kembang wijaya kusuma tak diberikan. sri rkesna erasa
janggal dan tau kalo ini bhatara narada palsu. segera memanggil senjata chakra dan dihantamkan ke leher
bhatara narada. seketika terbuka kedoknya balik ke wujud asal yaitu prabu dasa kendra yg segera lari ke
luar sitinggil. yg lain akan mengejar tapi di cegah sri kresna. ini musuhku kalian disini jaga baik baik
kerajaan berkata sri kresna. dan segera sri kresna mengejar dasa kendra.

Pertempuran terjadi. anehnya setiap terkena chakra tewaslah prabu dasa kendra terkena tanah hidup lagi,
terus begitu ahirnya larilah prabu kresna. pertapaan wukir retawu kedatangan tamu. yaitu pangeran
ongkowidjoyo aka abimanyu dan punokawan dr kesatrian plongkowati. kedatangan untuk meminta
begawan abyasa memberikan pencerahan dimana lurah semar berada. oleh begawan abyasa disuruh cari
ke kaki pegunungan di sebelah timur. maka berangkatlah rombongan dihadang oleh raksasa baju barat.
terjadilah perang tanding. dan saat berperang gatotkaca melihat dr angkasa adiknya dikeroyk banyak
raksasa. segera turun membantu menumpas para raksasa. segera setelah semua raksasa berlarian maka
gatotkaca ikut dlm rombongan abimanyu mencari kaki semar badranaya. Cerita beralih ke kayangan
ondar andir. tempat sang hyang wenang. sang hyang wenang lg ada tamu, ismaya ki semar. kisemar
mengadu kenapa kejahatan meraja lela. sang hyangw enang bilang ini ujian untuk pembela kebajikan. lalu
diberikan trisoro oleh sang hyang wenang kepada ismaya. untuk melawan kejahatan dan hanya boleh
digunakan oleh mereka yang memiliki jika senopati. kembalilah ismaya ke ngarcapada setelah
berterimakasih kepada sang hyang wenang. Di kaki gunug ditimur jazad ki semar ditunggu oleh
hanoman. datanglah abimanyu gatotkaca dan punokawan. mereka diberi tahu semar sedang menghadap
hyang wenang. maka mereka menunggu disisi tubuh semar. masuklah sang hyang ismaya. ki semar
segera bangkit sadar. lalu segera meminta rombongan menuju suatu tempat yang telah diketahui untuk
menyelamatkan pusaka jimat kalimasada dan arjuna serta werkudoro.
Sri kresna palsu membawa arjuna dan werkudoro ke sebuah pertapan. ketemu dengan panembahan wisno
jati. diberi air untuk membersihkan jiwa. air yg diracun. karena percaya saja arjuna da bima
meminumnya. dan lumpuh lemaslah keduanya. lalu di bawa ke dalam penjara. sri kresna palsu diminta
kembali ke pandawa untuk mengambil putadewa dan sisa pandawa. sementara jin jambe disuruh
memasukan arjuna dan bima ke penjara. saat itu datang rombongan semar. hanoman dengan seluruh
kesaktianya memukul sampe hancur berantakan tubuh dr jin jambe. gandarwa kala jambe tewas seketika.
lalu penjara di hantam pusaka trisoro yg diberikan semar kepada gatotkaca.lebur penjara itu, bima dan
arjuna ditolong keluar.

Datanglah prabu kresna asli dikejar oleh dasa kendra. semar meminta hanoman menghadapi dasa kendra
sementara kresna diminta merebut jamus kalimasada dari kresna palsu. pertarungan terjadi dan hanoman
berhasil mengenali dasa kendra sebagai sukma dosomuka yg lari dr gunung pangukuman argokiloso.
setelah berantem seru maka terpeganglah sukma dasamuka dan dikembalikan ke penjara. sri kresna asli
terdesak oleh sri kresna palsu. oleh semar gatotkaca diminta menghantamkan senjata trisoro. dan badar sri
kresna palsu kembali ke wujud drona. drona menyerah dan mengembalikan kembali jamus kalimasada.

Sementara panembahan wisno jati dihadapi semar. setelah perang tanding badar wujud panembahan
menjadi bhetari durga. bhetari durga meyerah dan mohon diampuni. oleh semar diampuni dan bhetari
kembali ke khayangan sentra gondo mayit. semua pasukan baju barat dan penyakit yg menyatroni
ngamarta dan juga dwarawati ditarik. dan keadaan kembali tenang. senjata trisoro itulah purbodjati yg
diberikan sang hyang wenang kepada ismaya untuk melenyapkan ke angkara murkaan.

Syang Hyang Kuncir Sakti

Di Negara Astina Prabu Suyudana kedatangan seorang Resi sakti yang resi bernama Raksa Buana. Ia
akan menurunkan ajian Aji Jaya Kamijaya. Barang siapa yang memiliki ajian tersebut ia akan menjadi
orang yang paling sakti di Jagat raya. Untuk memiliki ajian tersebut diperlukan persyaratan yakni tumbal
darah Uudawala putra ki Semar. Untuk memenuhi persyaratan tersebut Prabu Suyudana memerintahkan
Resi Drona untuk menangkap Udawala. Dengan tipu dayanya Drona, ia membujuk Arjuna untuk
membantu memperoleh tumbal tersebut.

Bersamaan dengan itu Udawala sedang sakit, maka dengan alasan untuk pengobatan, Arjuna membawa
Udawala ke Astina. Namun Semar mempunyai firasat bahwa ada sesuatu yang tidak semestinya dengan
sikap Arjuna yang memaksakan kehendaknya akan membawa Udawala ke Astina. Cepot dan Gareng
diperintah Semar untuk membuntuti Arjuna. Udawala ditempatkan pada kerangkeng besi, menunggu saat
yang tepat diadakannya upacara menurunkan Ajian Jaya Kawijaya,. Di dalam ketidakberdayaannya,
Udawala memohon pertolongan Dewata. Sang Hyang Wenang menjelma lalu datanglah Sang Hyng
Kuncir Sakti untuk menyelamatkan Udawala.

Bathara Kamajaya Dadi Pralambang Prayi Kang Sampurna

Bathara Kamajaya iku putrane Sanghyang Ismaya lan Dewi Sanggani. Dewi Sanggani dhewe ora liya
putrane putri Sanghyang Wenang kang kaping sanga. Bathara Kamajaya iku kondhang duwe pasuryan
kang bagus banget, dedeg piyadege uga sampurna. Yen ing arcapada ana Arjuna kang dadi pralambange
priya kang sampurna pasuryan lan dedeg piyadege, ing Suralaya ana Bathara Kamajaya. Kayangane
sinebut Cakrakembang. Prameswarine asma Dewi Ratih, yaiku putrane putri Bathara Soma.
Miturut andharan ing buku Ensiklopedi Wayang Purwa, weton Balai Pustaka, pasangan Bathara
Kamajaya lan Dewi Ratih kondhang rukune, ora tau cecongkrahan, siji lan sijine padha percayane, siji lan
sijine padha tresnane, saengga menjila dadi pralambang wong mbangun bale somah kang samesthine.
Bathara Kamajaya iku tresna banget marang Arjuna, lan tansah sumadya mbela lan mbiyantu Arjuna. Ing
lakon Cekel Indralaya, Bathara Kamajaya njaga ajining dhiri Dewi Wara Sumbadra, amarga Arjuna
katemben nglakoni tapa brata ing pertapan utawa padhepokan Banjarmelati. Ora anane Arjuna ing sisihe
Dewi Wara Sumbadra dimumpangatake dening para Kurawa kanggo nggodha Dewi Wara Sumbadra
kang dumunung ing Banoncinawi. Ing lakon Partadewa, nalika Pandhawa murca lan Arjuna jumeneng
nata ing Kaindran, Bathara Kamajaya mbela krajan Amarta saka pangrabasane Kurawa.

Bathara Kamajaya lan Dewi Ratih kondhang lan dikenal banget dening sakabehing warga Nuswantara,
saengga menjila panemu kang dadi perangane kapercayan yen ana sawijining wanita kang ngandhut
jabang bayi sepisanan, diprelokake sarat arupa woh klapa gadhing kang isih enom utawa cengkir gadhing
kang banjur kudu digambari Bathara Kamajaya lan Dewi Ratih. Pangajabe, murih anak turun kang bakal
lair saka guwa garbane wanita mau yen lair priya bisaa bagus banget kayadene Bathara Kamajaya, lan
yen lair wanita bisaa sulistya ing rupa kayadene Dewi Kamaratih. Sarat cengkir gadhing digambari
Bathara Kamajaya lan Dewi Ratih iki kudu disumadiyakake ing adicara tingkeban, yaiku slametan nalika
kandhutan umur pitung sasi lan wolung sasi. Pusakane Sanghyang Kamajaya arupa arupa panah kemayan
cakrakembang, yaiku panah kang wujude kayadene kembang pancawisaya. Ing lakon Cakrakembang,
Bathara Kamajaya antuk jejibahan nggugah Bathara Guru kang katemben mbangun tapa. Bathara Guru
kudu digugah saka tapane amarga Suralaya katekan wadyabalane raseksa Kala Nilarurdaka kang gawe
dredah lan rusaking Suralaya.

Kanthi sarana panah sekti kemayan kembang pancawisaya, Bathara Kamajaya kasil nggugah Bathara
Guru kang gentur tapane iku. Bathara Kamajaya asring mudhun ing arcapada kanggo mbiyantu Arjuna
lan paring pituduh marang Arjuna yen satriya Pandhawa iku katemben ngadhepi reridhu. Yen katemben
mudhun ing arcapada, Bathara Kamajaya tansah malih rupa dadi raseksa alasan kang dikantheni sisihane
kang arupa raseksi. Ananging kadhangkala Bathara Kamajaya uga malih rupa dadi macan kumbang. Ing
lakon Partadewa, nalika Arjuna dadi raja tumrap para widadari ing kayangan Tinjamaya, jejuluk Prabu
Kiritin, ndadekake praja Amarta ora ana kang mimpin. Jumenenge Arjuna dadi raja ing kayangan
Tinjamaya nyebabake Puntadewa, Werkudara, Nakula lan Sadewa ninggalaka karaton Amarta kanggo
ngudi dununge Arjuna.

Nguningani yen krajan Amarta ora ana sing mimpin, Bathara Kamajaya ora tega, wusanane Sanghyang
Kamajaya mudhun ing arcapada lan jumeneng nata sauntara ing krajan Amarta, jejuluk Prabu Partadewa.
Ancase mung pengin njaga nagara Amarta supaya ora dirabasa lan dijeki dening para Kurawa. Sawise
Puntadewa, Werkudara, Nakula lan Sadewa kasil nemokake Arjuna lan padha nglumpuk maneh ing
Amarta, Bathara Kamajaya masrahake kalenggahan nata ing Amarta marang Prabu Puntadewa. Wandane
Bathara Kamajaya iku Kinanti.

Srikandi Daup

Negara pancala dipenuhi oleh kadang pandawa. karena pancala atau cempala mengadakan sayembara.
bahwa srikandi akan menikah dengan siapa saja yang sanggup membuat atau memperbaiki taman
mowokoco. saat itu semua dr pandawa tahu bahwa arjuna menginginkan bersanding dengan srikandi.
tetapi rupanya hal ini membuat cemburu larasati istri ke 2 arjuna. sebenernya larasati disuruh oleh
sembadra istri pertama arjuna untuk menguji srikandi dalam olah kaprigelan. ternyata kemampuan
srikandi dan larasati sama dan sebanding. karena tidak menginginkan geger berlanjut maka dibuatlah
sayembara tersebut. Rupanya sayembara ini membuat kerajaan ceti mengirimkan dutanya. duta tersebut
berwujud raksasa datang ke paseban agung dan menyatakan ingin melamar srikandi. belum memutuskan
raja drupada raja agung cempala, sudah ditengahi oleh drestajumna saudara srikandi. drestajumna
menantang kepada duta tersebut agar balik ke cethi dan mengurungkan niatnya. lalu terjadilah saling adu
emosi yang berahir tantang menantang. raksasa keluar diiringi drestajumna. rupanya prabu drupada
merasa sangat kuatir dan meminta gatotkaca, setyaki dan antaredja yg hadir untuk mendampingi
drestajumna.

Perang terjadi dan drestajumna berhasil sementara waktu menang. lalu dilanjutkan perang dengan setyaki,
gatotkaca dan antaredja. duta itu walo berkali kali kalah tetep memaksa maju. sampai ahirnya dengan
nasehat dr togog sang duta memilih pulang. karena serangan gabungan dari gatotkaca di udara dan
antaredja di bumi membuat bingung sang duta. kembalilah duta raksasa tersebut kenegeri cethi. alkisah di
negeri cethi baginda raja supala sedang muram. karena adiknya supali menginginkan menikah dengan
srikandi. sedangkan baginda supala sangat membenci kresna. dia tau cempala sangat dekat dengan
pandawa, dan pandawa itu dekat dengan sri kresna. kembali baginda supala memberikan nasehat agar
supali mengurungkan niat menikah dengan srikandi. Datanglah sang duta menyatakan lamaran ditolak
bahkan dia dikerubut oleh 3 satria pandawa. karena merasa emosi kembali prabu supala berkata agar
supali mengurungkan niatnya. supali tiba tiba menjadi nekad. dan berkata akan merebut srikandi dengan
cara mencurinya dr kerajaan cempala. lalu supali segera melesat meninggalkan paseban. supala geleng
geleng kepala. dia mengutus patihnya dan pasukanya untuk menyusul ke cempala. dan melihat serta
mendengar kabar disana. kalo sampe ada berita kemalingan dan malingnya ga ketemu, berarti supali
selamat. tp kalo ada berita kemalingan dan malingnya ditangkap. maka intruksi supala jelas. patih harus
berperang menyelamatkan supali.

Di tengah alas arjuna sedang bertirakat dibarengi oleh punakawan. arjuna menjelaskan ke ki semar kalo
dirinya merasa bingung bagaimana cara membangun taman mmowo koco tersebut. karenanya arjuna
menggelar laku prihatin dengan masuk alas dan bertirakat minta petunjuk dewata. punakawan menghibur
dengan gending dan juga guyonan guyonan. lalu tiba tiba saja datanglah raksasa. raksasa ini sebagian
pasukan dr patih negera cethi. terjadi pertarungan seru dan sebagian pasukan raksasa tumpas. yang lain
lari kocar kacir. sementara itu turunlah betara kamajaya. beliau memberi hormat kepada semar ayahnya
dan memebrikan air kehidupan dalam cupu kepada arjuna. kasiatnya bisa menghidupkan kembali apapun
yg musnah. disuruhnya untuk menyiramkan di taman mowo koco pada hari anggara kasih pas bulan
purnama. dan setelah itu betara kamajaya balik. sementara arjuna dan punakawan bergegas ke cempala.
karena waktu yg ditentukan sudah dekat. Sementara itu para para pandawa menuju ke hastina. karena
mereka akan minta bantuan danyang drona. karena dlm perkiraan mereka hanya danyang drona yang akan
bisa membantu. kasak kusuk terjadi ketika prabu duryodana menerima sri kresna dan pandawa. mereka
merencanakan sebuah siasat licik. dan menerima permintaan pandawa tadi. lalu bersama prabu baladewa
kurawa bergegas menuju cempala. sementara danyang drona kebingungan karena ga ngerti sebenernya
bagaimana menghidupkan kembali taman murwo koco itu.

Arjuna sampe di cempala langsung ke kaputren dan ketemu dengan srikandi bermadu kasih. lalu arjuna
ke taman dan menaburkan air kehidupan. sehingga taman bener bener indah luar biasa. sementara itu
kurawa sampe di cempala. lalu beristirahat. tanpa dinyana ketika tidur karena kecapekan supali berhasil
mengambil senjata neggala prabu baladewa. tak berapa lama gegerlah cempala dan drestajumna
mengambil keputusan siapa saja yang memiliki senjata nenggala akan dijatuhi hukuman mati. sementara
itu supali berhasil menyusup masuk ke taman hendak nyolong srikandi. ketemulah dia dengan arjuna.
Arjuna melihat senjata neggala berhati hati. dan mengatakan kepada supali bahwa dia cuma seorang juru
taman. lalu arjuna meminta senjata di tangan supali. diserahkan karena supali tak mengerti kehebatan
nenggala. lalu oleh arjuna ditusukan ke dada supali. dan tewaslah supali. oleh arjuna mayat supali di
terbangkan dengan sepi angin ke neegra asalnya. datanglah tergopoh gopoh petruk. dia berkata bahwa ada
woro woro siapa memegang nenggala akan dijatuhi hukuman mati. arjuna tertuduh karena memegang
senjata neggala. maka bingunglah arjuna. Kebetulan di sekitar situ datanglah werkudoro dan punta dewa.
lalu petruk mengajak arjuna ketemu 2 kakaknya tersebut. arjuna menceritakan apa yang terjadi pada 2
kakanya. puntadewa tak bisa ambil keputusan. ahirnya werkudoro mengambil nenggala dan menusukan
ke dada arjuna. tewaslah arjuna. petruk protes kenapa arjuna dibunuh. werkudoro cuma bilang agar petruk
nantinya menurut saja kalo disuruh jd saksi. lalu kentongan tanda bahaya di tabuh.

Datanglah raja cempala prabu drupada, drestajumna, sri baginda kresna, sri baginda baladewa, mereka
datang ke tempat kentongan ditabuh. lalu mereka bertanya ada apa, dan kenapa arjuna bisa terbunuh.
werkudoro bilang tadi ada suara gedebuk, lalu pas dilihat ternyata arjuna sudah mati. maka disepakati
melihat senjatanya. dr senjatanya nanti bisa diketahui siapa pembunuhnya. ketika dilihat senjatanya
nenggala, maka werkudoro berpura pura menuduh baladewa membunuh arjuna. baladewa ketakutan dan
bilang dia baru aja kecurian. Akhirnya drpada ribut maka sri kresna diminta menghidupkan arjuna untuk
ditanyain ada apa sebenernya. sebelum dihidupkan werkudoro minta peraturan kalo kedpatan nenggala
akan dihukum mati supaya dicabut. prabu drupada sedia mencabut putusan drestajumna dan sekaligus
menegur drestajumna agar tidak sembarang mengeluarkan keputusan. dengan kembang wijaya kesuma
kresna menghidupkan arjuna. arjuna menceritakan kejadianya. arjuna ga jd dihukum mati. tetapi diminta
membuktikan keberadaan mayat supali. arjuna segera berangkat ke negeri cethi. Nah disana mayat supali
diterbangkan ajian mendarat di negeri cethi. supala sangat marah dan berniat menyerbu cempala. lalu
dipapak oleh arjuna terjadi perkelahian dan supala bisa dibekuk. lalu dibawa ke cempala. disana cempala
mengakui suplai adiknya yg mau menyolong dewi srikandi. didepan prabu drupada dan arjuna supala
memaki maki kresna. keresna tak menjawab dan meminta kepada prabu drupada supala dibebaskan.
ketika ditanya kenapa prabu kresna tak menjawab ketika dimaki maki maka prabu kresna menjawab
selama supala tak menghinaku di depan 100 orang tak akan kubunuh. karena supala masih saudara
denganku. supala dilepas dan wadya balanya kembali ke negeri cethi (supala dichakra kepalanya oleh sri
kresna di lakon rajasuya karena menghina kresna didepan 100 orang). Srikandi pun ahirnya didaupkan
dengan arjuna. pernikahan dilakukan di cempala. sementra romobongan hastina kembali tanpa pamit
karena malu. karena danyang drona rupanya karena malu diam diam tanpa pamit kembali ke soka lima.
dia merasa ga mampu membangun taman morwa kaca. dan karena arjuna yang berhasil membangun,
maka arjuna dinikahkan dengan srikandi.

Bathara Narada Patih ing Suralaya

Sang Hyang Narada utawa Bathara Narada iku putrane Sang Hyang Caturkanwaka lan Dewi Laksmi.
Karana iku Narada uga sinebut Hyang Kanwakaputra utawa Sang Hyang Kanekaputra. Miturut andharan
ing buku Ensiklopedi Wayang Purwa weton Balai Pustaka, ing jagad pedhalangan Bathara Narada asale
saka Kayangan Siddi Udhaludhal. Dheweke duwe sedulur telu yaiku Sang Hyang Pritanjala, Dewi
Tiksnawati lan Sang Hyang Caturwarna. Bathara Narada duwe sisihan aran Dewi Wiyodi. Ing
palakramane kalawan Dewi Wiyodi iku, Narada peputra Dewi Kanekawati kang sabanjure kapasrahake
marang Resi Seta putrane Prabu Matswapati, raja ing nagara Wirata. Saliyane Dewi Kanekawati, Narada
uga peputra Bathara Malangdewa.

Bathara Narada iku disuyudi dening sapa wae kang srawung kalawan dheweke. Iku amarga Narada iku
watake grapyak semanak. Narada uga kondhang alim, pinter ing maneka warna ilmu, jujur, atine resik,
pikirane lantip, seneng gegojegan, prigel olah kaprajuritan ananging uga temen-temen mandhita saengga
antuk jejuluk resi. Saliyane iku praupane Narada uga bagus. Ing sawijining wektu nalika Narada mbangun
tapa ing sandhuwure banyu samodra, tangane nggegem sawijining cupu aran Linggamanik. Nalika iku
Narada mertapa kanthi pangajab antuk kasekten lan kawibawan kang luwih. Patrape Narada iku
kaweruhan dening Sang Hyang Manikmaya kang sabanjure tumeka ing papan mertapane Narada. Sawise
sapatemon, kalorone banjur andon wasis maneka ilmu, ananging Sanghyang Manikmaya ora bisa
ngasorake. Kalorone banjur prang tandhing adu kekuwatan lan kasekten.

Wusanane Sanghyang Kanekaputra bisa diasorake dening Manikmaya kanthi sarana aji Kemayam
saengga Kanekaputra malih rupa dadi cendhek awake lan ala praupane Wiwit kedadeyan iku Sang Hyang
Kanekaputra antuk sesebutan Narada. Sabanjure sinengkakake minangka tuwangga utawa patih ing
Suralaya. Kabeh Dewa lan Dewaputra suyud lan manut marang Narada karana kalantipan lan kapinterane.
Malah Sang Hyang Manikmaya dhewe tansah antuk pituduh lan pamrayoga saka Narada. Tanpa Narada
ing Suralaya, Ngarcapada bakal tansah kisruh. Kacihna akeh prekara kanggo ngatur Tribuwana lan racake
uga angel ngudhari maneka prekara iku, Bathara Narada tansah seneng atine ngadhepi maneka prekara
iku lan tansah kasil antuk dalan kanggo ngrampungi. Narada tansah bisa ngrampungi maneka prekara
kanthi pratitis. Dening Batara Guru, Narada asring sinebut ”kakang”. Mula bukane nalika andon wasis
maneka rupa ngelmu, Bathara Guru tansah kalah saengga nuwuhake rasa nesu marang Narada lan banjur
nyepatani Narada.

Ananging karana Narada duwe ngelmu kang luwih dhuwur, dheweke banjur sinengkakake minangka
tuwangga utawa patih ing Suralaya lan dianggep luwih tuwa. Wiwit iku Sang Hyang Manikmaya utawa
Bathara Guru tansah nyeluk Narada kanthi sesebutan ”Kakang Narada”. Ing crita liyane, nalika Bathara
Narada sapatemon kalawan Bathara Guru, Narada diece dening Bathara Guru kanthi ukara yen Bathara
Narada iku tangane papat. Nalika mertapa ing sandhuwure banyu samodra iku, Narada nganggo klambi
ananging tangane sing loro ora dilebokake ing lengene klambi, saengga katon kaya-laya tangane papat.
Saka pangecene Bathara Guru marang Narada iku malah Bathara Guru dhewe kang kena sepata, saengga
tangane dadi papat.

Wahyu Cakraningrat

Siapa yang tidak tergiur mendapatkan wahyu atau berkat khusus untuk bisa menjadi raja bagi seluruh
umat manusia di bumi? Banyak orang mungkin akan berlomba-lomba mencari dan merebut berkat itu.
Tetapi, sayangnya berkat atau wahyu tidak bisa diperoleh sembarangan. Hanya orang tertentu yang
mampu mendapatkan wahyu itu. Biasanya, Tuhan memberi wahyu pada orang yang memiliki hati bersih
dan berbudi luhur. Cobaan, godaan, dan tantangan hidup harus bisa dilalui oleh setiap orang yang ingin
mendapatkan wahyu. Jadi, tidak mudah untuk mendapatkannya. Perebutan mendapatkan wahyu disajikan
dalam pementasan wayang orang berjudul Wahyu Cakraningrat di Gedung Kesenian Jakarta, pada Kamis
(24/2) malam. Cerita ini mengisahkan upaya tiga pemuda yang berambisi menjadi raja atau pemimpin
negara. Tetapi untuk bisa menjadi raja, tiga pemuda tersebut harus mendapatkan wahyu keraton atau
wahyu kerajaan. Dalam cerita perwayangan ini, wahyu keraton atau wahyu kerajaan ada di negeri
khayangan. Wahyu berwujud seorang pria bernama Batara Cakraningrat. Sang wahyu akan turun ke bumi
mencari sosok pemuda atau “Kurungan Kencana” yang pantas dijadikan raja untuk negeri di masa datang.

Berbekal tekad bulat, Batara Cakraningrat ditemani Dewi Maninten turun ke bumi. Kedatangan mereka
sudah ditunggu-tunggu oleh tiga pemuda yang berambisi menyandang gelar raja. Tiga pemuda itu, yakni
Raden Lesmana Mandrakumara putra Prabu Duryudana dan Ratu Banowati, Raden Samba putra dari raja
Dwarawati dan Sri Kresna, serta Raden Abimanyu putera Arjuna. Karakter ketiga pemuda tersebut
disajikan berbeda oleh sutradara D Supono. Seperti Raden Lesmana, yang memiliki karakter manja dan
mudah tergoda dengan hal-hal duniawi. Ketika Lesmana bertapa di hutan Ganggowirayang, wahyu
Cakraningrat masuk ke dalam dirinya. Sayangnya, Lesmana tidak bisa mengontrol diri ketika digoda putri
cantik Pamilutsih yang merupakan jelmaan Dewi Maninten. Alhasil wahyu itu pergi meninggalkannya.

Tidak jauh berbeda dengan karakter Lesmana, Raden Samba juga tidak memiliki pengendalian diri yang
kuat. Samba dikenal sebagai putera raja yang arogan. Seperti halnya Lesmana, Samba pun bertapa di
hutan untuk mendapatkan wahyu. Ketika sang wahyu datang menghampirinya, Samba lengah mengontrol
hawa nafsunya. Lagi-lagi kehadiran puteri Pamilutsih menggoda Samba, sampai akhirnya sang wahyu
pergi. Sampai di sini cerita sudah bisa ditebak. Dari tiga pemuda itu, hanya satu yang berhasil
mendapatkan wahyu, yakni Raden Abimanyu. Ia berhasil mengontrol diri, bahkan tidak tergoda dengan
godaan wanita cantik. Bahkan Abimanyu beberapa kali menolak tawaran Dewi Maninten untuk
menikahinya. Ia konsisten mempertahankan wahyu yang ada dalam dirinya. Oleh karena itu, ia terpilih
dan dinobatkan menjadi raja bagi alam semesta.

Wahyu Makuta Rama

Prabu Suyudana mengutus Adipati Karna, Patih Sengkuni dan para Kurawa pergi ke Gunung Kutarunggu
atau Pertapaan Swelagiri, karena dewa memberikan penjelasan bahwa barang siapa memiliki makuta Sri
Batararama akan menjadi sakti, serta akan menurunkan raja-raja di Tanah Jawa. Dalam perjalanannya
Adipati Karna pergi ke Pertapaan Duryapura Dimana Anoman, saudaranya Kesaswasidi bertempat di situ
yang ditemani raksasa Gajah. Wreksa, Garuda Mahambira, Naga Kuwara dan Liman Situbanda. Karma
mengutarakan maksudnya tetapi di tolak Anoman sehingga terjadi peperangan. Karena terdesak Karna
melepaskan panah Wijayadanu tetapi dapat ditangkap Anoman dan dibawa ke Swelagiri.

Pihak Pandawa sang Arjuna juga mencari Makutarama, ia dating di Gunung Swelagiri bertemu dengan
Kesaswidi menerangkan maksudnya dan oleh sang Begawan dijelaskan bahwa Makutarama itu
sebenarnya bukan barang kebendaan, tetapi merupakan pengetahuan budi pekerti bagi raja yang sempurna
atau ajaran yang disebut Astabrata. Lebih jauh Begawan Kesaswidi menjelaskan bahwa kelak cucunya
yang bernama Parikesit akan berkuasa sebagai raja besar di Jawa dan ia akan menjelma kepadanya.
Sedangkan Anoman diperintah untuk meneruskan bertapa di Kendalisada dan kelak pada pemerintahan
Prabu Jaya Purusa dari kediri ia akan naik surga. Arjuna kembali dengan membawa panah Wijayadanu
untuk diserahkan Adipati Karna. Dewi Subadra yang sangat khawatir kepergian suaminya lalu
mengembara mencari Arjuna, dan diperjalanan bertemu Batara Narada yang memberikan busana pria,
maka Dewi Subadra berubah ujud pria bernama Bambang Sintawaka kemudian ia pergi ke pesanggrahan
Kurawa dan sanggup membantu melawan Ajuna. Bima dan Gatotkaca juga mencari Ajuna di perjalanan
mereka dihadang Kumbakarna. Menurut nasihat Wibisana Kumbakarna harus menjelma pada Bima maka
terjadi perkelahian yang seharusnya Kumbakarna merasuk pada paha kiri Bima. Kurawa yang dibantu
Sintawaka menentang Arjuna dan peperangan terjadi. Arjuna dapat mengenali musuhnya itu adalah
istrinya dan akhirnya kembali ke ujud semula, Dewi Subadra. Para Kurawa menyerang tetapi dapat
dihalau Gatotkaca.

Bathara Sambu Nate Kajabah Ngebur Samodra Susu

Bathara Sambu utawa Sambo iku putra pambarepe Sanghyang Manikmaya, panguwasa Tribuwana, saka
garwa sepisanan, Dewi Umayi. Tembung Sambo tegese ambu utawa ganda, tanggung jawab, cukat
trengginas, sinandhi, tangeh lamun, cetha lan tongkat utawa teken. Papan dununge Bathara Sambu ing
Kayangan Swelagringging. Prameswarine Bathara Sambu jenenge Dewi Hastuti, putrane putri Sanghyang
Darmastuti, ateges uga putune Sanghyang Tunggal lan Dewi Darmani. Bathara Sambu peputra cacah
papat, yaiku Bathara Sambosa, Bathara Sambawa, Bathara Sambujana lan Bathara Sambodana. Bathara
Sambo duwe hak pinuja dening para kang nganut agama Sambo (Hindhu) kanthi paugeran-paugeran kang
mligi.

Ing kitab Pustakaraja kayadene kang kapethik ing buku Ensiklopedi Wayang Purwa, weton Balai Pustaka,
dijlentrehake yen Bathara Guru ngutus Bathara Narada supaya ngandharake babagan agama cacah wolu
marang Maharaja Kano/Kanwa kang jumeneng nata ing nagara Purwacarita.
Ing wektu iku Bathara Narada nampa katrangan babagan paugeran-paugeran ing agama Syiwa, Sambo,
Brahma, Indra, Bayu, Wisnu, Kala lan Durga. Bathara Sambo nate jumeneng nata ing nagara
Mendhangprawa lan jejuluk Sri Maharaja Maldewa. Patihe aran Resi Acrakelasa kang watake jujur lan
pinitaya.Ngebur Samudra Ing lakon Tirta Amerta, Bathara Sambo dadi paraga baku karana nampa
jejibahan saka Bathara Guru supaya mimpin upaya ngebur samodra susu ing Kisranawa.
Miturut andharan ing buku Bunga Rampai Wayang Purwa Beserta Penjelasannya, jilid 1, anggitane
Bondhan Harghana SW lan Muh Pamungkas Prasetya Bayu Aji, weton Cendrawasih, nalika ngebur
samodra iku Bathara Wisnu dadi landhesan kanthi cara njilma dadi kewan bulus aran Akupa. Tindhihe
Gunung Mandara lan Bathara Basuki kang arupa kewan ula dadi taline. Dene tenagane dipasrahake
marang para raseksa kang dipimpin dening Kala Pracinti lan Kala Rau.

Dene lakune ngebur samodra iku dicritakake kaya mangkene. Sirahe Bathara Basuki kang arupa kewan
ula dicekel dening para raseksa lan buntute dicekel dening para dewa. Sala bolongan kang dibur metu
mbulan kang dikantheni Dewi Laksmi, omben-omben anggur, jaran putih aran Uceswara, manik kestuba
kanggo kalung Bathara Wisnu, bokor putih isi banyu Amerta kang digawa dening Bathari Danwantari,
gajah putih aran Herawana kang sabanjure diingu dening Bathara Indra lan sing pungkasan banyu racun
calakuta. Para dewa ora nglegewa yen banyu calakuta iku bisa mateni, lan nalika para dewa ngelak banjur
rebutan banyu racun calakuta iku. Wusanane akeh dewa kang mati. Bathara Guru uga ngombe banyu iku,
nanging isih kuwawa mutahake. Kahanan iku ndadekake gulune Bathara Guru dadi werna biru karana
racun kang dikandhut banyu calakuta iku. Ing wektu iku Bathara Guru banjur jejuluk Nilakanta. Nalika
Dewi Laksmi metu saka samodra susu lan nggawa bokor putih isi banyu Amerta, banyu iku banjur dadi
rebutan ing antarane para raseksa lan dewa. Para raseksa kasil ngrebut banyu Amerta iku.

Bathara Wisnu banjur ngupaya murih bisa ngrebut banyu iku. Kanthi cara malih wujud dadi raseksa
wusanane Bathara Wisnu kasil ngrebut tirta Amerta lan bisa kanggo ngusadani para dewa kang keracunan
banyu calakuta. Para dewa kang mati uga bisa urip maneh sawise ditetesi tirta Amerta. Raseksa Kala Rau
kang kepengin ngrebut bokor putih isi tirta Amerta banjur memba-memba dadi dewa. Nanging nalika
Kala Rau sedya ngombe banyu Amerta iku, Bathara Wisnu kasil manah gulune Kala Rau nganggo
Sanjata Cakra. Gulune Kala Rau pedhot saknalika, ananging ora mati. Gembunge Kala Rau tiba ing bumi
dadi lesung. Dene sirahe kang tetep urip pengin males Bathara Surya lan Bathara Wisnu. Nalika Kala Rau
kasil minangkani sumpahe bakal males marang para dewa iku, dumadi kedadeyan grahana.

Werkudara Meruwat

Karena terlampau menuruti anaknya dewa srani maka bhatara guru memberikan wahyu kepada dewa
srani yang bukan haknya. lalu dengan bantuan dewi durga ibunya dewa srani turun ke bumi menimpakan
bencana kepada banyak orang. yang dia cari tentu saja pandawa. dewi durga menjelma jd senjata yang tak
mampu di hadapi oleh siapa pun karena kesaktianya. goro goro menjelma di ngarcapada.
Semar marah dan gugat ke kayangan. bhatara guru disot (dikutuk) menjadi raksasa. bhatara guru dlm
wujud raksasa meminta ampun minta dikembalikan. tapi semar berkata carilah orang yg bisa meruwat
kesalahanmu. lalu bhatara guru turun ke ngarcapada. di ngarcapada dewa srani bener bener mengincar
arjuna. karena arjuna adalah pemegang title lanange jagad yang ingin direbut dewa srani.

Ketika arjuna hampir kalah dia melarikan diri dari perang karena ga kuat menghadapi senjata pusaka
jelmaan betari durga. sementara itu bhatara guru raksasa turun ke ngarcapada ketemu bhatara kresna dan
werkudoro. bhatara guru minta bantuan supaya werkudoro mau meruwat sengkala bhatara guru. tiba tiba
datanglah arjuna berlari minta perlindungan. oleh werkudoro bhatara guru disuruh menghadapi dewa
srani. Mengira raksasa yang datang adalah tiwikrama kresna dewa srani melemparkan senjatanya ke arah
bhatara guru. seketika keduanya berubah. raksasa berubah bhatara guru sementara senjata berubah bhatari
durga. werkudoro tela meruwat sang bhatara guru dengan caranya yang unik. sementara ahir cerita wahyu
yg manjing did ewa srani lepas dan masuk ke tubuh abimanyu alias ongkowijoyo.

Wirata Purwa 1/6


Lakon Wiratha Parwa ini mengisahkan ketika Pandawa menghadapi masa penyamaran satu tahun setelah
sebelumnya harus mengasingkan diri ke tengah hutan selama 12 tahun. Ini akibat Puntadewa yang sangat
suka bermain dadu kalah dengan Duryudana dalam adu dadu. Saat itu menjelang sepuluh hari berakhirnya
masa penyamaran. Pandawa menyamarkan diri di Negari Wiratha. Puntadewa, Kakak tertua Pandawa
menyamar menjadi Lurah Pasar dengan nama Wija Kangko, Wrekudara menyamar menjadi petugas
penjagal hewan ternak dengan nama Jagal Abilowo. Janaka menjadi waria yang mengajar karawitan dan
tari di Keputrian Kerajaan Wiratha. Nakula menjadi penggembala dan pengurus Kuda, namanya Kinten.
Sadewa jadi penggembala hewan ternak unggas menggunakan nama Pangsen. Layar tengah sebagai kelir
utama mementaskan sidang Kerajaan Astina Pura dipimpin Duryudono yang sedang marah – marah
karena misi memusnahkan Pandawa tidak pernah berhasil. “Paman Sangkuni…!” “Dalem Angger Prabu”

“Paman itu sudah tua, tapi tetap saja bodho…Nggak becus, buat paman sudah saya sediakan semua
fasilitas yang paman minta, uang saku, komisi, bonus meskipun belum kerja. Apa lagi yang kurang???.
Tunjangan tiap proyek juga tidak pernah telat ! Tapi mengapa proyeknya tidak pernah close ?!!! Selalu
over time, over budget, bahkan never ending story !!. Proyek pertama, katanya akan meracuni Pandawa,
bukan teler yang didapat Pandawa tetapi mereka malah kuat! Proyek ke dua, Pandawa dan Drupadi
dibakar hidup – hidup dalam edisi Balai Sigolo – golo. Fail!!!! Bukan pandawa yang mati terbakar hidup
– hidup, malah lima kere yang nggak berguna tewas. Tapi dengan bangganya sampeyan laporan proyek
berhasil dengan sukses dan seksama. Karena sesuai estimasi dan selesai lebih cepat dari rencana,
sampeyan minta tambahan bonus. Saya Kasih…..Tapi, apa kenyataannya… Pandawa masih hidup dan
sehat wal afiat. Paman minta satu kesempatan lagi untuk mengajukan proyek berikutnya, sebenarnya saya
males. Tapi karena tidak ada yang lebih dari sampeyan, paling tidak lebih licik dan cerdik, maka saya
ikuti proposal dan bugdet sampeyan. Saya langsung paraf dan tanda tangan. RKS/TOR dan HPS Proyek
penjerumusan Pandawa di Hutan Amarta saya setujui …!!! Di Proposal sampeyan, dengan
meyakinkannya Pandawa pasti akan tewas karena hutan itu terkenal wingit, gung liwang – liwung,
banyak demit dan memedi yang siap memusnahkan jalma manusia.

Hutan itu terkenal dengan keangkerannya, siapapun yang ke sana, pasti hanya tinggal nama !!! Gila…
gila. Proyek fail, gagal total. Budget habis, hasil nol besar. Padahal aku tahu, banyak unsur yang Paman
Mark Up…Uang SPPD tidak sesuai aturan, kuitansi kosong, tiket palsu….Oakay.. saya tutup mata.
Karena memang tidak ada yang lebih dari Paman. Semua prajurit dan punggawa juga sesepuhku bodho
semua. Paman juga bodho, tapi kelebihan paman karena sampeyan licik dan culas saja. Yang saya dapat,
pandawa lecet sedikitpun tidak. Malah dapat kerajaan Jin Amarta dan kekuatannya berlipat – lipat karena
masing – masing pandawa dapat tambahan kekuatan dan kesaktian satu jin.” ”Mohon maaf angger, saya
tidak akan mengulangi lagi…” ”Mblegedhesssss……………..Hanya maaf dan sorry yang bisa paman
sampaikan, katakan. Tidak adakah kata – kata yang lebih bernas !!!” Sangkuni diam seribu basa! ”Bapa
Drona !!!” Duryudona mengalihkan sasaran kepada Begawan Drona ”Sendika Anak Prabu…” ”Saya
tahu….Sebenarnya Bapa Drona lebih sayang dan cinta kepada adik – adik pandawa daripada kepada
Kurawa. Badan dan raga paman di Astina, tetapi hati dan pikiran Paman di Amarta…, saya tahu itu.
Katanya Bapa itu guru sebala guru…”

Wirata Purwa 2/6

Duryudona masih dalam kemarahannya, giliran ke Pandita Druna… ”Bapak Guru, katanya sampeyan
adalah Guru segala Guru…Tapi mengapa hanya mengeliminasi Arjuna saja, sampeyan tidak mampu.
Malah dia lolos terus melewata babak audisi, babak semi final, babak final dan akhirnya menjadi juara
memanah antar Jawa Dwipa…Ada apa ini…..????, saya sangat curiga Bapak Guru ada main dengan
mereka para Pandawa. Bapak Guru….., setahu saya dan atas laporan para punggawa, semua kebutuhan
Bapak Guru sudah kami penuhi. Tunjangan mengajar sudah kami lebihkan. Biarpun Bapak Guru jarang
mengajar karena kebanyakan proyek di luar, saya kasih dispensasi. Gaji tetap penuh, tunjangan tidak
dipotong. Proyek pribadi selalu sukses, tapi giliran proyek untuk kepentingan kerajaan
….MEMBLE….Perlu contoh proyek kerajaan yang Bapak handle tapi gagal ???, wah buanyak Bapak.
Saya sebutin satu saja. Bapak pasti ingat proyek ’PEKERJAAN PERENCANAAN DAN
PELAKSANAAN ELIMINIASI BRATA SENA’ beberapa tahun yang lalu ??. Bapak, berapa budget
yang bapak habiskan dengan janji Bratasena akan tewas di Gunung [waduh lupa namanya apa ]? Bapak
bilang Bapak bisa menjerumuskan Bratasena dengan menyuruhnya mencari Kayu Susuhing Angin di
Gunung itu? Apa yang terjadi kemudian ? Bratasena tidak mati, malah pulang mendapat kesaktian berupa
cincin yang bisa membuatnya mengarungi samudra !!!!! Ada proyek lain, penghilangan Bratasena di
Samudra, gagal juga. Malah bratasena tambah kuat karena mendapat kesaktian dari Bethara Ananta Boga.
Dapat istri cantik lagi, anaknya ananta Boga itu…Wah kurang ajarr !!!!. Sekarang Bapak mau bilang
apa ? Masih ingin kompensasi lagi, kenaikan tunjangan mengajar, dispensasi proyek pribadi ??”

Pandita Druno adala professor di Astina. Dia adalah guru Pandawa dan Kurawa. Sebagai professor, selain
pintar dia juga bijaksana, wise. Dia tahu, percuma menanggapi orang marah dan agak sedeng seperti
Duryudono saat ini. Hanya kerena hutang budi yang tidak seberapa saja, dia mau bertahan di Kampus
Sukolimo yang masuk area Astina. Maka dengan kesabarannya, Pandita Drona hanya bilang “Mohon
maaf dan mudah – mudahan masih bersarabar Anak Prabu…”. “Maaf dan sabar lagi, kapan saya dapat
hasil yang saya inginkan……?”. Giliran Adipati Awangga Basukarno kena semprot. “Kakang Karno….,
Saya sangat membanggakan Kakang sebagai senopati unggul di Astina. Saya sangat percaya dengan
kesaktian dan kemampuan Kakang dalam berperang. Tapi Kakang sama saja dengan yang lain, dalam hati
lebih sayang pada Arjuna daripada kepada kami para Kurawa. Itulah kenapa hanya untuk seorang Arjuna
saja Kakang tidak bisa mengatasi. Atau lebih tepatnya pura – pura tidak bisa mengatasinya. Kalian semua
hanya bisa ngomong kosong…..!”. “Oakay Guys….!” Duryudono keluar gaya premannya, dan
melanjutkan kemarahannya. “Sekarang tinggal sepuluh hari lagi Pandawa akan sukses dalam
penyamarannya. Dan kita harus mengembalikan Amarta dan separo Astina. Saya sudah kasih waktu satu
tahun untuk menemukan Pandawa. Tapi hasilnya nihil. Jadi kerjaan intelejen kita itu ngapain saja ??
Budget dan Anggaran selama setahun ini, larinya kemana ????. Jangankan bagaimana Pandawa, indikasi
lokasi Pandawa saja kita tidak tahu!!!. Apa yang saya harapkan lagi dari kalian…Sudah kalian istirahat
yang tenang, tidur yang nyenyak, makan yang enak…..Saya akan tangani sendiri Pandawa…!!!!…
Minggirrrrrrrrrr”. Druyudono menghunus pedang, menerjang rapat agung. Belum sampai keluar
balairung, datang Resi dari Talkanda, Resi Bisma yang sebenarnya eyang Para Kurawa dan Pandawa.
Resi Bisma mencoba menenangkan Duryudono.

”Ngger, cucuku yang paling gagah, nggantheng dan perkasa. Yang sabar nak, jangan seperti anak kecil
begitu to ah. Kamu itu khan raja besar dengan kekuasaan luas, jajahan banyak, pendudukmu banyak,
kekayaan alam melimpah. Ah tapi mbok ya jangan gampang marah begitu to. Yang sabarrr.. Terus kamu
bawa – bawa pedang terhunus seperti itu, ya malu lah…Nanti apa kata orang, kemana saja punggawa dan
prajuritmu yang berlimpah dan sakti – sakti itu, kok Rajanya turun gelanggang sendiri ???. Sarungkan
dulu pedangmu itu, duduk yang tenang kita bicarakan dengan kepala dingin apa permasalahan dan
bagaimana cara mengatasinya”. Resi Bisma adalah Begawan syarat pengalaman, kesaktian,
kebijaksanaan, dan kepandaiannya tiada banding. ”Cucuku Prabu, apa permasalahan yang kamu hadapi
Ngger??” ”Eyang Bisma, sebenarnya simple saja. Para punggawa kerajaan bodho semua. Atau mungkin
tidak ada niat untuk bekerja secara serius dan professional. Kakek Bisma tahu, sekarang ini sepuluh hari
lagi Pandawa selesai masa satu tahun penyamarannya. Dan kalau penyamaran itu sukses tanpa di ketahui
oleh Kurawa, maka saya harus mengembalikan Amarta dan separo Kurawa !!!. Wah saya tidak mau itu
terjadi, karena para punggawa tidak tahu di mana Pandawa berada, saya akan mencari sendiri..” ”Kemana
kamu mencari ? Apa kamu tahu kira – kira ada di mana adik – adikmu Pandawa ???” ”Tidak…!!!”

”He he..he…, la terus kamu mau ke mana ???. Cucu Prabu, kalau masalahnya simple seharusnya
solusinya tidak rumit juga. Adik – adikmu Pandawa sudah memenuhi komitmen awal yang kalian
sepakati bahwa karena mereka kalah main dadu maka mereka sanggup menjalani konsekuensi akibat
kekalahannya itu. Mereka tidak pernah mempermasalahkan bahwa permainan dadu itu sendiri pantas
digugat karena Kurawa sebenarnya bertindak curang. Iya apa tidak ???…… Sangkuni telah membuat
siasat untuk mencurangi Puntadewa sehingga Puntadewa kalah. Cucu Prabu……., Pandawa telah
memenuhi janjinya, maka kamu sebaiknya juga harus bersikap legawa dan menerima kenyataan Amarta
harus kamu kembalikan. Apalagi Amarta sejatinya adalah tanah dan kerajaan empunya Pandawa. Mereka
dengan susah payah dan menerjang segala risiko, memeras keringat, menahan lapar dan haus, menjalani
perang tanding yang tidak ringan guna membabat hutan Amarta menjadi Kerajaan Amarta. Kemudian
mereka membangunnya sehingga kegemilangannya mengalahkan Astina yang ratusan tahun lebih dulu
didirikan dan dibangun…………. Astina Pura, kalau dirunut – runut, sebenarnya kamu wajib
mengembalikannya bukan hanya separo kepada Pandawa tetapi seutuhnya. Karena memang kerajaan ini
hak mereka….., kamu tahu itu. Orang tuamu hanya menerima titipan saja dari Pandu, karena Pandawa
masih belum akhil balik, Bapakmu yang memangku Pejabat Kerajaan. Dulu janjinya, kalau Pandawa
sudah akhil balik kerajaan akan dikembalikan kepada mereka. Tapi apa yang terjadi ??? Karena pengaruh
adik iparnya ya Sangkuni itu, Bapakmu tidak mengembalikan kerajaan kepada Pandawa tetapi malah
mengangkat kamu menjadi Raja dan Kurawa berkuasa atas tanah dan kerajaan titipan pamanmu itu.
Karena itu Ngger….., menerima dan legawa lah untuk mengembalikan hak Pandawa yang memang bukan
milik kalian Para Kurawa. Dengan demikian permasalahan akan selesai, dan saya jamin kalian akan
mendapatkan perlakuan yang baik dari Pandawa. Toh mereka hanya meminta separo kerajaan. Separo
kerajaan lagi tetap dapat kalian miliki dengan tenang serta berketetapan hukum yang sah. Separo kerajaan
Astina bukan main main, meskipun separo masih terbilang sangat luas. Masih ribuan pulau dengan luas
samudra yang tidak terkira. Barang tambang padat maupun cair, kalian tinggal mengeruk. Tidak akan
habis ratusan tahun ke depan…Apa lagi yang kalian harapkan, cucuku ………..????”

“Wahhhhh, Kakek ….!!! Sampeyan tidak perlu memberikan kuliah umum buat saya. Percuma, jangankan
Kakek yang hanya Resi, Kepala Negara tetangga kita menguliahi kami para kurawa pun, kami tidur.
Kakek…!!!!!! konon khabar yang terdengar di luaran Kakek punya kesaktian linuwih. Mengerti sebelum
terjadi, tajam penglihatannya, peka pendengarannya, sekarang saya mau tanya, Apakah kakek tahu di
mana Pandawa saat ini berada ??? Saya hanya butuh jawaban itu, tidak kuliah umum yang panjang lebar.”

“Oalah Ngger – nger…, Baiklah tapi aku tidak tahu di mana Pandawa. Kalaupun aku tahu di mana
mereka berada, aku tidak akan mengatakannya kepadamu. Tapi Duryudono, Kakek tahu bagaimana tanda
– tanda suatu tempat di mana kemungkinan para pandawa ada di situ” “Bagus….!!!!! Kalau begitu
ceritakan saja tanda – tandanya…Dengan begitu seharusnya pasukan intelejen Astina dengan pasti dapat
mengetahui di mana para Pandawa berada” “Begini kira – kira tanda – tanda itu. Kalau di suatu negeri,
pemimpin dan penduduknya dekat dengan Allah, kalau pemimpin dan penduduknya rajin beribadah,
bersikap jujur dan sederhana, dapat memegang amanat masing – masing, di situlah kemungkinan besar
Pundatewa berada. Kalau di suatu negeri, para pemudanya rajin bekerja, para pemudanya terampil dan
trengginas, tidak hanya mengandalkan relasi dan koneksi serta potensi orang tua atau mertuanya untuk
mendapatkan proyek, cepat bangkit dan tidak mudah putus asa, di situlah kemungkinan besar Bratasena
berada. Lalu…..jika di suatu negeri, kebudayaan, kesenian tumbuh subur dan diberi tempat yang layak
oleh penguasa. Pencari dan pewarta berita dapat menunaikan tugasnya dengan tenang dan bertanggung
jawab tanpa takut diberangus oleh penguasa, kira – kira di situlah Arjuna bertempat tinggal. Selanjutnya,
jika pertanian, peternakan dan perikanan di suatu negeri berkembang dengan baik. Bahan pangan nabati
maupun hewani tersedia berlimpah dengan harga terjangkau, bahan bakar tersedia mencukupi dengan
harga yang wajar, maka dapat diduga kuat Nakula dan Sadewa ada di situ….” Belum sempat Resi Bisma
menuntaskan pituturnya, tiba – tiba, menyeruak tamu yang tidak diundang ke tengah – tengah
persidangan.
“Misi, misi, misi, saya mohon ijin untuk bertemu Sang Prabu Astina Pura. Perkenalkan nama saya [wah,
saya harus inget2 lagi, lupa, sebut saja raja X] X, dari kerajaan Tri Hargo. Maksud kedatangan saya ke
Astina untuk mengabdi dan mengajak bersekutu Raja Astina Pura”, begitu Si Raja ini menyerocos saja
tanpa perlu ditanya – tanya dulu. “He…ki sanak…Saya Raja Astina Prabu Duryudono! Tolong jelaskan
apa maksudmu mengabdi dan mengajak bersekutu. Untuk apa dan dalam hal proyek mana ???”
“Waduh….Sinuwun, kebetulan saya langsung dapat berhadapan dengan Raja Astina. Begini Prabu…..,
saya dengar dari dulu Kerajaan Astina itu kerajaan besar, wilayahnya luas, pulaunya banyak, lautannya
subur dengan sumber daya perikanan dan barang tambang tak terkira. Hutannya luas terbentang,
penduduk berkecukupan hidupnya tanpa pernah kurang pangan dan sandang. Sudah sejak lama saya
terkagum – kagum dengan kewibawaan dan kebesaran Kerajaan Astina. Sudah sejak lama saya ingin
berkunjung, belajar dan magang bagaimana menjadikan kerajaan maju dan berkembang seperti Astina.
Hanya saja…, mohon maaf Prabu, saat sekarang pamornya sudah agak memudar. Ibarat Matahari,
sinarnya tidak terlalu terang lagi karena memasuki senja hari dan tertutup awan mendung. Kebesaran dan
kemegahan Astina Pura tertutup dan terhalang kerajaan lain yang sebenarnya tidak terlalu besar dari sisi
luas wilayah. Mungkin hanya sekitar kurang dari seperempat wilayah Astina. Saya dengar, dulu kerajaan
ini belajar dari apa yang dilakukan oleh Astina. Sekarang….kenyataanya kerajaan ini jauh meninggalkan
Astina. Bahkan saya dengar banyak seniman dan hasil kesenian Astina yang lebih berkembang di
Kerajaan ini, Kerajaan ini pun dengan terang – terangan mengklaim bahwa beberapa hasil seni dan
budaya Astina adalah milik dan hasil karyanya…..” “Hei…hei….Sampeyan yang hati – hati kalau bicara.
Kalau terbukti bicara sampeyan tanpa fakta saya bisa musnahkan sampeyan saat ini juga”. Dursasana
kebakaran jenggot merasa tersinggung negaranya dilecehkan seperti itu. Biasa, memang wataknya untuk
pukul dulu urusan belakangan.

“Sabar Raden, saya berbicara seperti ini tidak bermaksud merendahkan Astina. Justru saya ke sini untuk
mengabdi dan bersekutu guna mengembalikan pamor Kerajaan Astina dibanding kerajaan tetangga ini”
“Kalau begitu, katakan Negara mana itu ? Dan bagaimana kamu membantu kami ?”, sergah Duryudono
meredakan ketegangan antara tamu tak diundang ini dengan adik – adiknya yang mulai naik pitam. “Baik
Sang Prabu… Negara ini tidak lain adalah Wiratha. Di luar beredar khabar Negara ini lebih makmur dan
berjaya daripada Astina Pura. Di pergaulan dunia, Wiratha disebut terdepan dari pada Astina…” “Lalu,
bagaimana caranya mengembalikan pamor Astina menurutmu ???” “Solusi yang paling cepat adalah
dengan menyerbu dan menghancurkan Wiratha. Ini sekaligus memperluas jajahan Astina Pura… ”
“Hmm…..menarik juga usulanmu itu. Tapi pamrih apa kamu dengan menyerbu Wiratha ??” “Ha…
ha….saya tidak pamrih apapun Prabu. Saya tidak hendak memperluas wilayah Tri Hargo, saya sudah
merasa cukup dengan wilayah kerajaan saya meski tidak punya pantai dan laut. Saya hanya dendam dan
sakit hati saja dengan Raja Wiratha. Tahun lalu, lamaranku terhadap putri satu – satunya Raja Wiratha
ditolak. Saya merasa dipermalukan dan sakit hati sampai dengan saat ini. Oleh karena itu, saya ajak
paduka bersama menyerang Wiratha, silakan ambil harta jarahan, wilayah jajahan, dan rampasan perang
lainnya. Saya cukup memaksa putri kerajaan untuk menjadi istriku saja. Bagaimana, menarik bukan ??
Deal ???”

“Wahhh, iya sangat menarik itu. Tapi seyakin apa kita bisa mengalahkan Wiratha ? Apa kamu tahu
mereka punya senopati kembar yang sulit ditandingi. Raden Rupa Kenca dan Kencaka Pura ???”
“Ha..ha….., jangan khawatir Prabu…Kedua senopati andalan Wiratha itu suah mampus, meninggal, was
death. Konon kabarnya dibunuh oleh Gondoruwo, tapi Raja tidak percaya dia menuduh danyang kerajaan
yang membunuh. Sekarang, danyang kerajaan itu sedang menunggu vonis hukuman mati…” “Ah
masak…, yang bener, kedua satria itu begitu sakti, bagaimana bisa tewas semudah itu???” “Sang
Prabu…, begini ceritanya…” Dalang di layar tengah menghentikan adegan ini, cerita flashback Raja X
digambarkan di pantulan bayangan pada layar dengan bantuan proyektor. Penonton melihat kelebatan
bayang – bayang adegan cerita bagaimana meninggalnya kedua senopati kembar itu. Saya akan
melanjutkan tulisannya lain kali….
Patih Sengkuni Duwe Gegayuhan Nguwasani Ngastina

Sengkuni utawa Sakuni ing Mahabarata dikenal minangka raja ing krajan Gandaradesa lan jejuluk Prabu
Gandara. Ananging ing pedhalangan mung sinebut Sengkuni. Ing Purwacarita dikenal kanthi aran
Trigantalpati. Dene ing Pustakaraja jenenge Arya Suman. Ing crita wayang Jawa, Sengkuni kuwi anake
Prabu Keswara, raja nagara Gandaradesa. Anake Keswara yaiku Arya Gandariya, Dewi Gendari/Gandari,
Arya Sarabasata, Arya Sakuni lan Arya Gajaksa. Arya Sakuni duwe sisihan aran Dewi Sukesti lan duwe
anak Surakesti. Dene ing jagad pedhalangan, Sakuni duwe anak telu yaiku Arya Antisura, Arya Surabasa
lan Dewi Antiwati kang banjur dadi sisihane Udawa, patih ing krajan Dwarawati. Miturut andharan ing
buku Ensiklopedi Wayang Purwa, weton Balai Pustaka, sawijining dina Arya Sakuni antuk warta yen ing
nagara Mandura/Matura ana sayembara perang tandhing kanthi bebana Dewi Kunti/Dewi Prita kang
banget sulistya ing rupa. Sakuni kepengin melu mupu sayembara iku. Sabanjure Sakuni mangkat
menyang nagara Mandura dikancani sedulure wadon, Dewi Gendari. Ananging tekane telat, sayembara
wus kasil dimenangake dening Pandhu lan Dewi Kunti wus kaboyong tumuju Astina.

Sakuni banjur nyusul lan kasil nemoni Pandhu ing dalan. Dewi Kunti banjur dijaluk dening Sakuni,
ananging Pandhu tetep ora gelem masrahake. Wusanane dadi perang tandhing antarane Pandhu lan
Sakuni. Sakuni kalah lan banjur masrahake sedulure, Dewi Gendari, marang Pandhu. Pangajabe, Dewi
Gendari bisa palakrama kalawan Pandhu, kang ing tembe mburi bakal sinengkakake nglenggahi dhampar
keprabon Astina. Ananging, wusanane Dewi Gendari dipilih dening Drestarastra supaya dadi sisihane.
Karana iku Sakuni banjur dumunung ing Astina. Sakuni krasa wis digawe gela dening Pandhu. Dene
Pandhu dhewe sabanjure diangkat dadi raja Astina jejuluk Prabu Pandhudewanata. Ananging
paprentahane ora suwe. Sawise Pandhu surut, dening Begawan Abiyasa krajan Astina dipasrahake
marang Drestarastra. Sakuni banjur nyumadhiyakake sakabehe kanggo minangkani gegayuhane
nguwasani krajan Astina.

Lumantar maneka rupa akal, apus-apus lan pitenah, Sakuni kasil nyingkirake menteri Purocana kang mati
kobong ing lakon Bale Sagalagala. Kanthi mangkono Sakuni kasil nglenggahi kursi mahapatih Astina
nalika Drestarastra nyekel paprentahan krajan Astina sakpatine Pandhu. Anak turune Drestarasta, ya Sata
Kurawa, sabanjure sinengkakake ngaluhur minangka para pangeran Astina. Pambarepe Kurawa,
Duryudana, sinengkakake minangka Prabu Anom/Pangeran Adipati, calon raja Astina. Dene para
Pandhawa kasil disingkirake saka Astina, saengga Prabu Duryudana bisa nyekel paprentahan Astina.
Sakuni ora mung prigel lan wasis babagan paprentahan lan tatapraja, ananging uga prigel olah
kaprajuritan. Sakuni duwe pusaka arupa cis utawa tombak cendhek kang duwe kasekten bisa nekakake
banyu yen ditancepake ing lemah.

Nalika prastawa pahargyan Krukmandala, Sakuni wani nerak paugeran tata susila tumrap Dewi Kunti.
Kembene Dewi Kunti mbukak nalika mberot saka cekelane Sakuni. Dewi Kunti banjur ngucap sumpah
ora bakal nutupi dhadhane yen durung disarati kemben saka kulit awake Sakuni. Ing tembe mburine, ing
perang Baratayuda, Sakuni kasil diperjaya dening Bima. Sumpahe Dewi Kunti bisa kasembadan ing
babak pungkasan perang Baratayuda kang sinebut lakon Rubuhan. Sakuni metu ing palagan perang
Baratayuda mimpin wadyabala saka Gandaradesa. Ing paprangan iku, sedulur lan wadyabala senapati
andhahane akeh sing mati. Kanthi numpak kreta perange, kang sawanci-wanci bisa dadi prau, Sakuni
banjur nancepake sanjatane arupa cis ing lemah. Saknalika palagan perang katekan banyu kayadene
banjir. Palagan paprangan banjur malih kayadene samodra. Sahadewa kang meruhi klelepe para prajurit
Pandhawa banjur nglepasake panahe. Saknalika palagan perang dadi garing maneh. Wusanane Sahadewa
kasil njebol kreta perange Sakuni. Sakuni banjur diglandhang metu lan banjur diajar dening Sahadewa.
Ananging karana culikane, Sakuni kasil mlayu lan ngendhani cengkremane Sahadewa.
Bima kang tansah waspada meruhi polah tingkahe Sakuni lan banjur ngoyak playune. Bima kasil
ngrangket Sakuni, sabanjure Sakuni diperjaya dening Bima lan kulit awake banjur dibeset. Kulite Sakuni
dipasrahake marang Dewi Kunti kanggo minangkani sumpahe. Mayite Sakuni banjur dijur kanthi gada
sektine Bima, gada Rujakpolo. Wandane Sakuni iku Boreh, Tanggap, Climut, Mlenyak kang
nggambarake watake kang trengginas, pinter micara, ala atine, culika, julig, candhala, dengki, jahil
methakil, srei lan dahwen open. Dedeg piyadege wungkuk, kempong, perot lan thuyuk-thuyuk. Kridhane
Sakuni dicritakake ing lakon Pandhawa Dhadhu, Gandamana Luweng, Duryudana Gugur utawa Rubuhan
lan Sengkuni Gugur.

Wisanggeni Lahir

Tersebutlah dewi dresnala dewi cantik yang dihadiahkan pada ahrjuna beserta keenam dewi lainya karena
arjuna berhasil membunuh raja raksasa yang meminta dewi supraba sebagai istrinya. rupanya anak betari
durga dewa srani menginginkan juga dewi cantik dresnala ini. tapi apa lacur?sang dewi beserta 7 dewi
laninya telah mengandung bibit benih arjuna. dan kayaknya arjuna sayang juga terhadap sang dewi,
arjuna sering menyambangi dewi cantik ini di kayangan. Tersebutlah sang dewa srani mengadu kepada
ibunya betari durga, ibunya kemudian berkata, menghadaplah kepada betara guru aku akan mencoba
untuk membantumu, maka berangkatlah dewa srani diiringi oleh sang ibu betari durga ke paseban agung
tempat bhetara guru dan para dewa bertemu.

Di paseban agung ahdir dewa dewa dan terutama bhatara guru sebagai rajanya para dewa, lalu bhatara
narada sebagai patihnya para dewa, dan bhetara penyarikan, bhetara indra, bhetara kamajaya dan
bermacam macam dewa hadir dalam pertemuan agung itu. nah saat itu menghadaplah dewa srani,
mengutarakan maksudnya untuk “mengawini” dewi dresnala, dengan didampingi betari durga yang juga
ikut melobi kepada bhatara guru. Seperti biasa bhetara guru termakan omongan betari durga dan dewa
srani, maka betara guru mengeluarkan titah untuk mengusir arjuna dan kayangan (kebetulan arjuna
sedang di kayanan mengunjungi dewi dresnala), menggugurkan semua kandungan bidadari yg bersal dari
benih harjuna, dan mengawinkan dresnala dengan dewa srani.

Bhatara narada dan kamajaya berusaha mencegah, tapi malah diberi pidana dengan dilepas pangkat dan
kedudukanya sebagai dewa, bhatara narada marah dan turun ke bumi bersama kamajaya. sementara itu
pasukan dewa dibawah pimpinan betara penyarikan dan batara indra segera diutus untuk menjalankan
perintah, menggugurkan semua kandungan bidadari, mengusir harjuna dari kayangan dan membawa
paksa. Terkisahkan pasukan dewa sampai di kediaman dewi dresnala, harjuna diusir dengan kasar dan
kembali ke ngarcapada dengan sedih. dewi dresnala dipaksa untuk ikut ke kediaman dewa srani, sangking
sedihnya dewi dresnala berteriak nyaring, lalu lahirlah jabang bayi dari perutnya bersamaan dengan
teriakan itu. Sementara di ngarcapada semar dilapori harjuna kejadian yang terjadi, apalagi pasukan baju
barat dari sentra gandamayit kediaman dewi durga sempet menghambat langkah arjuna, untung bisa
dimusnahkan. semar naik darah dan pergi ke khayangan untuk melihat apa yang terjadi.
bayi yg masih orok itu anak dresnala seharusnya dilihat dengan penuh kasih sayang, tapi tidak dengan
pasukan dewa. mereka justru memukuli bayi merah itu. anehnya bukanya mati, justru bayi merah itu jadi
bisa merangkak. bahatara indra dan bhatara penyarikan bingung, maka disiapkanlah pusaka.
dihantamkanya ke bayi merangkak tadi. keajaiban kembali terjadi, bayi itu berubah jadi anak kecil yang
bisa berjalan. kehilangan akal sehatnya bayi itu dimasukan kedalam kawah candradimuka.

Semar melihatnya dengan penuh gregetan, dia dah gak sabar pengen manampar dewa dewa tanpa rasa
kasihan itu, lalu semar turun dan berdiri di samping kawah candradimuka. tiba tiba keluarlah anak muda
dari dalam kawah dengan tubuh berwarna merah api. dia kemudian menghampiri semar dan bertanya
siapa dirinya dan siapa ayah ibunya. Semar memberi nama wisanggeni kepadanya. begitu diberi nama
wisanggeni si pemuda ini menjadi sehat badanya, segar dan penuh dengan kekuatan. dia berterimakasih
kepada semar. lalu olehs emar disuruh untuk bertanya kepada pasukan dewa siapa ayah ibunya.
bagaimana kalo tak dijawab?kata si wisanggeni, gebuki aja kata semar. Wisanggeni menghadang pasukan
dewa, dan seperti disinyalir, pasukan dewa gak tau siapa ayah ibu anak ini, maka wisanggeni mengamuk
dan dihajarlah pasukan dewa sampai kocar kacir, dan alri menghadap ke bhatara guru. wisanggeni
mengikuti ke hadapan bhatara guru diiringi oleh semar dari jauh.

Batara guru marah, semar menyuruh wisanggeni berbuat sama pada bhatara guru, bertanya siapa ayah
ibunya kalo gak dijawab gebuki. dan bhatara guru bertanding melawan wisanggeni, dan kalah. cis di
tangan kanan kirinya tak mampu menembus kulit wisanggeni. bhatara guru melarikan diri ke dunia….

Wisanggeni mengikuti larinya bhatara guru ke dunia. di dunia bhatara guru menemui arjuna yang lagi
bersedih bersama werkudoro. dia dibarengi oleh 2 orang petapa yang membimbing arjuna. bhatara guru
datang dan meminta bantuan. bahwa ada anak setan yang mengacak acak khayangan. walo arjuna sedih
akrena diperlakukan buruk oleh para dewa, dia siap maju. tapi werkudoro mencegah dan maju terlebih
dahulu. Wisanggeni melihat ada satria tinggi besar bertanya pada semar, siapa itu?dijawab ole semar,
satria yodipati werkudoro. ketika akan dihajar oleh wisanggeni, semar melarang dan menyuruh
wisanggeni menghantam kuku pancanaka werkudoro, akrena itu kelemahanya. dan benar, setelah tantang
menantang terjadilah perkelahian antara wisanggeni dan werkudoro. werkudoro mundur ketika
wisanggeni menghantam kukunya. sambil menahan sakit werkudoro menyuruh arjuna maju.

Melihat ada satria bagus maju bertanya wisanggeni siapa dia?maka dijawab oleh semar itu ayahmu,
janganlah melawanya. dan wisanggeni pun berkelahi tanpa kekuatan, dia hampir dikeris oleh arjuna, tapi
dihalangi semar. semar berkata lebih baik bunuh saya,karena dia itu anakmu, dan berangkulanlah dua
orang ayah anak itu sambil menangis. Bima ngamuk ngamuk setelah tau bhatara guru salah, dia berkata
pantas saja aku kalah, la aku mbela orang yg salah. 2 pertapa berubah jadi kamajaya dan narada setelah
gak kuat berhadapan dengan semar.bhatara guru minta maaf pada semar, bhatara narada dan juga arjuna
wisanggeni. dan ebrjanji gak akan mengulangi. Wisanggeni melabrak tempat kediaman dewa srani, dewa
srani digebuki oleh wisnaggeni, dewi dresnala diajak pulang, sementara ibunya bhetari durga di hadapi
semar, maka lunglailah sang betari, dia gak ebrani melawan semar.pasukan baju barat yg tadinya
mengacau dibawa balik setelahs emar meaafkan si betari durga. ahirnya berkumpulah, dresnala, arjuna,
wisanggeni

Wisanggeni Lahir Wujude Geni

Wisanggeni iku anake Arjuna lan Dewi Dresanala. Dewi Dresanala iku anake Bathara Brahma. Arjuna
duwe sisihan Dewi Dresnala nalika Arjuna dadi raja ing Kaindran, jejuluk Prabu Kiritin. Arjuna bisa
jumeneng dadi raja ing Kaindran amarga antuk kanugrahan saka dewa sawise kasil ngalahake Prabu
Niwatakawaca, raja ditya sing sekti mandraguna saka nagara Imaimantaka. Wisanggeni lair saka guwa
garbane Dewi Dresanala wujud geni, sabanjure malih lan ngrembaka dadi satriya sing pinunjul.
Wisanggeni dadi satriya sing pinunjul kapinterane, kawegigane lan kasektene. Wisanggeni uga kondhang
minangka wayang sing mbranyak, raine bagus nanging sakmadya banget anggone nyenyandhang. Marang
sapa wae Wisanggeni tansah mungkak krama utawa caturan tanpa nggunakake basa krama sing alus.

Kepara yen guneman kalawan Sanghyang Wenang wae Wisanggeni uga tansah mungkak krama. Dening
para dhalang Wisanggeni arang banget diwetokake ing pakeliran. Wisanggeni duwe sisihan sing jenenge
Dewi Mustikawati. Dewi Mustikawati iku anake Prabu Mustikadarwa, raja ing Krajan Sonyapura. Ing
lakon Wisanggeni Krama, Wisanggeni kudu ngadhepi Prabu Sitija utawa Prabu Bomanarakasura kanggo
mupu Dewi Mustikawati ing sawijining patembayan. Dewi Mustikawati njaluk wewaton gambaring jagad
marang Wisanggeni lan Prabu Sitija. Yen Wisanggeni utawa Prabu Sitija bisa minangkani penjaluke iku,
Dewi Mustikawati saguh dadi sisihane. Wusana Wisanggeni sing kasil nggawa gambaring jagad lan
banjur dipasrahake marang Dewi Mustikawati. Kasile Wisanggeni amarga dibiyantu dening Sanghyang
Wenang sing nyumadhiyakake gambaring jagad kaya panjaluke Dewi Mustikawati. Ing lakon
Wisanggeni Takon Bapa, ing laku nggoleki bapake, Wisanggeni kasil mbiyantu bapake lan nagara
Amarta bisa nemokake maneh pusaka-pusaka piyandel sing ilang.

Dene pusaka-pusaka piyandele Krajan Amarta sing ilang lan kasil dibalekake maneh dening Wisanggeni
yaiku Kalimasada, Sarotama, Hrudadali, Anantakusuma, payung Tunggulnaga lan Pasopati. Kabeh
kulawarga Pandhawa, kalebu Prabu Kresna, ora ana sing wani tumindak sakepenake dhewe marang
Wisanggeni. Salawase uripe Wisanggeni dedunung ing kayangan Daksinageni bebarengan ibune, Dewi
Dresanala, lan kabeh kulawargane. Wandane Wisanggeni iku Rungsit.n Dene kawitane Arjuna rabi
kalawan Dewi Dresanala sing sabanjure nurunake Wisanggeni yaiku nalika Prabu Niwatakawaca pengin
ngrabi Dewi Supraba. Niwatakawaca sing jeneng enome Nirbita iku banjur tumuju suralaya kanggo
nglamar Dewi Supraba. Ananging para dewa ora ana sing nglilani yen Dewi Supraba rabi kalawan
Niwatakawaca. Wusana Niwatakawaca banjur ngrabasa ing suralaya. Kasektene ora ana sing bisa
nandhingi, para dewa kabeh kasoran. Sanghyang Girinata banjur mrentahaka Arjuna supaya ngadhepi
Niwatakawaca. Nalika iku Arjuna nembe mertapa ing pertapan Indrakila lan jejuluk Begawan Ciptaning
Mintaraga utawa Cipta Ening Mintaraga. Arjuna sing dibiyantu Dewi.

Prabu Kalimantra

Uwong yen wis darbe samubarang tur rumangsa digdaya kerep-kerepe banjur takabur. Semono uga Prabu
Kalimantara, ratu saka nagara Nusantara utawa Cempaka Kawedhar iki. Wujude buta, sekti mandraguna.
Isih enom, gegayuhane ngrabi widadari lan nguwasani tribawana. Ana ing negarane sing gedhe lan
jembar laladane, Prabu Kalimantara mbawahake wadyabala raseksa kang seneng ulah kaprajuritan,
prigel-prigel nggunakake sanjata lan kedhotan. Para nayakane prasasat ora ana kang ora duwe kasekten.
Para agul-aguling praja mau, ing antaraning kaya ta Arya Sarotama, Ardadhedhali, Tunggulnaga, lan
Karawelang. Sang nata uga kagungan titihan garudha yaksa aran Banarata, ndadekake Prabu Kalimantara
saya diwedeni dening para ratu saindenging ndonya.

Ringkesing crita lelakone Prabu Kalimantara iki, nuju sawijining dina sang prabu nglurug perang
menyang Suralaya ngirid bala yaksa sagelar-sapapan. Sang Prabu nedya nyuwun widadari sajodho kang
bakal dikarsakake minangka garwa prameswari. Para wadya dorandara maune iya padha nyoba arep
mbalekake bala raseksa kang nggunggahi kahyangan iku. Nanging wadya dorandara tetela ora kongang
nadhahi yudane para manggala perang wadyabalane Prabu Kalimantara sing racak-racake padha
dhugdheng kuwi. Wadya dorandara keseser perange, dhinawuhan padha mundur. Kori Selamatangkep
age-age ditutup. Para raseksa ngepung rapet Repatkepanasan. Bathara Guru lan Bathara Narada banjur
nganakake pirembugan, netepake manawa perlu golek jago kanggo ngundurake para raseksa Prabu
Kalimantara sawadya iku. Untung dene wadya raseksa kang ngepung Repatkepanasan kuwi isih bisa
disemayani. Bathara Narada banjur golek sraya marang Wukir Retawu padhepokane Begawan
Manumayasa. Sang begawan iku apeputra loro, yakuwi Bambang Sekutrem lan Bambang Sriyadi utawa
Bambang Sriyati. Kekarone marisi sipat lan budi luhure kang rama. Hyang Narada, sarawuhe ing
Pratapan Wukir Ratawu banjur ngendika marang Begawan Manumayasa yen ngersakake mundhut
putrane Begawan Manumayasa, ya Bambang Sekutrem, kinarsakake minangka jago kanggo munah satru
sekti Prabu Kalimantara sawadya kang ngunggahi Suralaya. Sadurunge budhal, dewa maringi nugraha
sanjata panah aran Pasopati marang Bambang Sekutrem.

Sawise matur sendika, Sekutrem banjur methuki Prabu Kalimantara sawadyabalane kang kandheg ana
jaba amarga gapura lawang seketheng Selamatangkep ditutup dening Bathara Cingkarabala lan Bathara
Balaupata, dewa loro kang tugase njaga gapurane kahyangan. Bareng weruh ana satriya ijen tanpa rowang
marepegi, Prabu Kalimantara cingak. “We lha dalah! Kok iki para dewa mung ngajokake jago manungsa
lumrah. Sing jenenge para dewa dhewe, kang padha nduweni kadigdayan wae wis ora ana sing kuwawa
nandhingi yadaningsun, kok iki.…” mangkono batine Prabu Kalimantara. Prabu Kalimantara banjur
ndhawuhi titihane, garudhayaksa Banarata supaya nladhung Sekutrem. Ananging Sekutrem wis siap.
Jemparing Pasopati linepasake ngenani Garudha Banarata lan Prabu Kalimantara pisan. Prabu
Kalimantara nggereng sarosane, banjur ambruk ndhepani bantala, nemahi pati bebarengan karo titihane.
Kaget semu gumun weruh ratu-gustine tiwas, para manggalayuda, Arya Sarotama lan Ardadhedali
sawadya ngroyok Sekutrem. Ananging sing dikroyok iku satriya srayaning dewa sing banget prigel ulah
sanjata. Wadya raseksa padha sirna gempang tan mangga puliha. Lan eloking lelakon, dene kuwandane
Prabu Kalimantara banjur malih dadi senjata pusaka Jamus Kalimasada. Kuwandane para manggala uga
dadi gegaman kang tembene dadi pusakane Pandhawa.

Widura Ora Kendhat

Widura ing jagad pedhalangan kondhang kanthi sesebutan Yamawidura. Dheweke iki anake Prabu
Kresna Dwipayana/Abiyasa/Wiyasa, raja nagara Astina lan prameswarine Dewi Datri. Arya Widura duwe
sisihan sing jenenge Dewi Padmarini, anake Prabu Dipacandra. Kekarone nurunake anak sing jenenge
Sanjaya lan Yuyutsuh. Dene sedulur tunggal bapa beda ibu yaiku Drestarastra lan Pandu. Ing
cecongkrahan antarane Pandhawa lan Kurawa, rebutan nagara Astina, Widura kanthi kupiyane ngupaya
supaya antarane Pandhawa lan Kurawa bisa bedhamen. Widura tansah nandhesake yen Pandhawa lan
Kurawa iku isih sedulur lan ora liya anak-anak sedulure. Ing kupiyane iki, Widura dibiyantu Sanjaya.
Widura sabanjure nemoni Begawan Wiyasa, Prabu Matswapati, Resi Bisma, Resi Krepa, Pandhita Durna,
Prabu Drupada, Prabu Drestarastra, Sri Kresna, Prabu Yudhistira lan Prabu Suyudana kanggo mujudake
bedhamen antarane Pandhawa lan Kurawa.

Widura uga sing nulis piagam sing wose masrahake Astina saka Wiyasa/Prabu Kresna Dwipayana
matang pamangku krajan, yaiku Prabu Drestarastra, sawise Prabu Pandudewanata mangkat. Bab iki
dilakoni Widura kanggo mujudake bedhamen lan nyawijine kabeh kulawarga Astina. Arya Sakuni,
tukang mitenah, lan Karna sing duwe rasa sengit kepati-pati marang Pandhawa kasil merbawani kabeh
sikep lan panemune Prabu Duryudana/Droyudana, nanging amarga trampil lan pintere Widura, Pandhawa
ngalah lan njaluk marang Kurawa kanthi lantaran Sanjaya yen Pandhawa gelem nampa separo krajan
Astina, yaiku Awistala, Wrekastala, Waranawata, Mukandi lan Amasana. Ananging, Prabu Duryudana
ora sarujuk lan nulak sikep Pandhawa sing gelem ngalah kasebut. Wiwit kawitane, Kurawa pancen duwe
karep kanggo nyirnakake Pandhawa. Ing kedadeyan Krukmandala, Widura nulungi Pandhawa kanthi cara
nggawe trowongan saengga Pandhawa bisa kalis saka bebaya kobongan sing digawe dening Kurawa.
Kedadeyan iki dicritakake ing lakon Bale Sigala-gala.

Ing kedadeyan toh-tohan dhadhu, lakon Pandhawa Dhadhu, Widura wus ngelingake Yudhistira supaya
ora nampa panantange Duryudana, ananging Yudhistira ora nggape, saengga Pandhawa lan Dewi Drupadi
kelangan kabeh kaskayane lan diina entek-entekan dening Kurawa lan kudu urip kaningaya mataun-taun.
Kanggo nuduhake bektine marang kakange sing wuta, Drestarastra, Widura mrentahake Sanjaya supaya
tansah ngantheni, njaga lan ngladeni. Sawise tandha-tandha bakal pecahe perang Baratayuda sansaya
cetha, Widura banjur rundhingan kalawan anake, Sanjaya lan Yuyutsuh kanggo nemtokake sikep. Sawise
rundhingan wola-wali, wusana Widura lan anak-anake netepake putusan sing manteb. Lan wusana,
Widura lunga ninggalake kedhaton lan mbangun tapa ing satengahing alas. Widura duwe papan dunung
ing wewengkon kedhaton Astina sing dumunung ing mburi wewangunan kedhaton, jenenge papan
kasebut Pagombakan. Sawise perang Baratayuda rampung, Pandhawa nguwasani krajan Astina lan
ngupaya mbangun maneh kabeh tinggalane Kurawa. Pandhawa ngudi wong sing kudu dimulyakake lan
antuk pakurmatan tanpa pepindhan amarga kridhane, yaiku Widura, amarga pancen gedhe labuh-labete
tumrap Astina lan Pandhawa. Ananging, Pandhawa ora kasil nemokake ana ngendi dununge Widura.
Sawijining dina, nalika Pandhawa kasil nemoni Widura sing nembe mertapa lungguh sendhen mandira
(wit gedhe), para Pandhawa banjur ngresiki suket lan tetuwuhan sing ngupengi. Pandhawa nyedhak sedya
ngaturake urmat. Yudhistira amarga saking ngurmati marang Widura arep sujud ing dhengkule Widura,
ananging diwurungake amarga keprungu swara sing nyegah. Wose, swara sing keprungu iki nerangake
yen Widura wus moksa lan butuh disampurnakake wadhage. Para Pandhawa banjur ngrakit pancaka lan
nyulet geni kanggo ngobong badan wadhage Widura. Pandhawa kasil nyampurnakake jasade Widura
tumuju alam Nirwana kairingan rasa dhuhkita kang temen-temen. Widura duwe watak jujur, adhil, tliti,
limpat lan anteng ngadhepi sakehing reridhu lan bebaya ing uripe. Widura nguwasani maneka basa lan
tulisan, wegig maca kakawin lan nguwasani.

Wahmuka lan Arimuka SedulurKakang Kawah Ari-ari

Ditya Wahmuka ora bisa dipisahake kalawan Ditya Arimuka. Kekarone awujud raseksa kembar sing
riwayat asal-usule siji. Kekarone metu ing lakon Alap-alapan Triputri, yaiku kedadeyan nalika ana putri
telu kembar arep ningkahan bareng. Telu putri kasebut yaiku Dewi Amba, Dewi Ambika lan Dewi
Ambiki. Ditya Wahmuka lan Ditya Arimuka dadi pasanggiri nagara Pandansurat. Saksapaa sing bisa
ngalahake raseksa kembar iki bakal bisa mboyong putri kembar telu, ya Dewi Amba, Dewi Ambika lan
Dewi Ambiki.

Patembayan kasebut kasil narik kawigatene para raja lan satriya sing rata-rata pancen padha kapencut
marang kasulistyane putri telu kembar kasebut. Ananging saka raja-raja lan satriya sing melu patembayan
ora ana sing bisa ngalahake kasektene Wahmuka lan Arimuka. Nalika iku Dewabrata utawa Resi Bisma
diutus bapake, Prabu Santanu raja Astina kanggo melu ing patembayan kanggo adhine, Citragada lan
Wicitrawirya. Bisma banjur adhep-adhepan kalawan Wahmuka lan Arimuka. Katelune banjur perang
tandhing rame banget. Kanthi pusaka lembing Kyai Salukat, Dewabrata kasil ngalahake Ditya Wahmuka
lan Arimuka. Wahmuka banjur bali marang wujud asale yaiku kawah, dene Ditya Arimuka uga bali
marang wujud asale, yaiku ari-ari. Dewi Amba, Dewi Ambika lan Dewi Ambiki iku anake Prabu
Darmahambara, raja ing Giyantipura. Dewi Amba wus dipacangake lan Prabu Citramuka, raja nagara
Srawantipura. Nalika Bisma kasil mupu patembayan lan mboyong Dewi Amba, Dewi Ambika lan Dewi
Ambiki, ing tengah dalan Dewi Amba njaluk marang Bisma supaya diluwari amarga wus dipacangake lan
Prabu Citramuka saka nagara Srawantipura.

Nanging nalika Dewi Amba kasil sapatemon kalawan Citramuka, raja nagara Srawantipura iku wus ora
gelem maneh nganggep Amba minangka pacanange. Miturut Citramuka, Amba wus dadi hake Bisma sing
menang ing patembayan kanthi ngalahake pasanggirine Wahmuka lan Arimuka. Amba banjur nyusul
Bisma maneh lan njaluk supaya entuk melu tekan Astina. Nanging Bisma ora gelem nampa baline Amba
minangka putri Boyongan. Dene Amba dhewe tetep ndhesek Bisma supaya gelem ngejak tekan Astina.
Bisma banjur nesu lan ngancam Amba nganggo sanjatane. Lan tanpa sengaja, panah sing pinenthang ing
gandhewane Bisma kanggo ngagar-agari Amba ucul saka jepitan drijine Bisma. Panah iku ngenani
dhadhane Amba. Sadurunge mati Amba nyepatani Bisma yen dheweke bakal males patine lumantar
sawijining prajurit wanita titisane. Sepatane Amba kawujud ing perang Bharatayuda babak kapindho
utawa Tawur. Bisma gugur ing tangane Srikandhi, prajurit wanita saka Pandhawa, sisihane Arjuna.
Nalika iku Srikandhi kasusupan sukmane Dewi Amba.

Pregawa-Pregiwati Anake Arjuna lan Endang Manuhara

Ing lakon Pregiwa-Pregiwati, kekarone bebarengan lunga nggoleki bapakne menyang Amarta, kairingan
Cantrik Janaloka minangka pangiringe. Ing tengahing laku ngupadi bapakne iku, katelune sapatemon
kalawan Kurawa sing nembe ngupadi patah kembar kanggo minangkani wewaton nglamar Dewi Siti
Sendari. Ancase Kurawa, Dewi Siti Sendari bakal didhaupake kalawan pangeran pati Astina sing jenenge
Leksmanamandrakumara. Nalika Janaloka kacipuhan ngadhepi Kurawa ing sawijining andon yuda sing
ora imbang, Endang Pregiwa banjur ngejak mlayu Endang Pregiwati, nyingkir saka papan andon yuda.
Endang Pregiwa lan adhine wusana sapatemon kalawan Abimanyu. Sabanjure Abimanyu ngadhepi
Kurawa sawise Janaloka nemahi pati. Lan nalika iku Gathotkaca mbiyantu Abimanyu saengga kekarone
kasil ngasorake para Kurawa. Gathotkaca sing weruh Pregiwa lan Pregiwati banjur tuwuh rasa tresna ing
atine. Endang Pregiwa nglanggati krenteging rasa tresa ing atine Gathotkaca lan wusana kekarone
didhaupake. Gathotkaca lan Endang Pregiwa nurunake anak siji sing jenenge Arya Sasikirana utawa
Sasikirna.

Dene Endang Pregiwati sabanjure dilamar dening Pancawala sawise kedadeyan rajapati. Gathotkaca
ditutuh mateni Pancawala nggunakake keris sing disilih saka Arjuna, saengga antuk paukuman kanthi
cara dirante. Nanging Gathotkaca kasil ndhudhah sejatining kedadeyan rajapati iku. Gathotkaca kasil
nemokake bukti yen sing mateni Pancawala ora liya Leksmanamandrakumara, anake Duryudana utawa
Suyudana, sing pancen pengin sesandhingan kalawan Endang Pregiwati. Wusana, Gathotkaca diluwari
saka paukuman lan Pancawala diwaluyakake maneh dening Sri Kresna amarga pancen durung tekan
pepesthene nemahi pati. Dhaupe Endang Pregiwati lan Pancawala, anake Prabu Yudhistira, lumaku kanthi
regeng lan agung kadidene dhaupe anak raja.

Pancawala ing crita pedhalangan Jawa mujudake anake Prabu Yudhistira utawa Puntadewa, raja ing
Indraprasta/Amarta/Amerta, lan Dewi Drupadi, anake Prabu Drupada raja ing Pancala. Miturut crita
Hindhu, Dewi Drupadi duwe sisihan akeh utawa nglakoni poliandri, yaiku dadi sisihane Pandhawa sing
nurunake anak dhewe-dhewe. Ing Mahabarata, Pancawala uga sinebut Pancakumara utawa
Pandhawasuta, tegese anake para Pandhawa. Lan saka dhaupe Dewi Drupadi kalawan para Pandhawa
banjur nurunake Pratiwindya (anake Yudhistira), Srutasoma (anake Bima), Srutakirti (anake Arjuna),
Srutanika (anake Nakula) lan Srutakarman (anake Sadewa). Pancawala banjur dhaup karo Dewi
Pregiwati. Ing perang Baratayuda, Pancawala mehak Pandhawa. Pancawala urun kridha mbela Pandhawa
nalika pasanggrahane Pandhawa dirabasa Kurawa, yaiku ing Baratayuda babak katelu utawa Ranjapan.
Pancawala bebarengan para senapati Pandhawa ngadhepi panempuhe Kurawa. Nalika Aswatama
nylundup mlebu wewengkon Karaton Astina sedya mateni Parikesit, Pancawala mati dening Aswatama.
Pancawala raket pasedulurane karo Anantasena, anake Bima lan Dewi Urangayu, anake Hyang Mintuna.

Pracona kang Saktimandraguna

Prabu Pracona iku raja ing nagara Tasikwaja. Wujude raseksa sing sekti mandraguna utawa widigjaya.
Prabu Pracona pengin duwe prameswari sawijining widadari ing Suralaya. Prabu Pracona banjur pengin
nglamar Dewi Gagarmayang. Dheweke ngutus ditya Kasipu kanggo mujudake gegayuhane. Nanging
panglamare ditulak para dewa. Pracona banjur mrentah Kasipu supaya ngrabasa Suralaya. Wusana pecah
paprangan antarane wadyabalane Pracona sing ditindhihi ditya Kasipu kalawan para dewa ing Suralaya.
Paprangan lumaku rame lan suwe. Wadyabala dewa krasa kasoran ngadhepi panempuhe wadyabalane
Pracona lan pangamuke ditya Kasipu. Ditya Kasipu dhewe pancen sekti mandraguna, ora beda kalawan
Prabu Pracona.

Para dewa sing kasoran temen-temen banjur ngudi jago sing bisa ngimbangi pangamuke ditya Kasipu
sakwadyabalane. Prabu Pracona ing jagad pedhalangan Jawa kondhang minangka raja krajan Gilingwesi.
Dene ditya Kasipu ing jagad pedhalangan Jawa kondhang kanthi jeneng ditya Sekipu. Amarga kadhesek
lan sansaya kasoran, para dewa banjur mundur saka pabaratan. Dewa banjur mintasraya Pandhawa
kanggo ngadhepi panempuhe ditya Kasipu sakwadyabalane. Ananging amarga kuwat lan sektine ditya
Kasipu sakwadyabalane, para Pandhawa uga kasoran lan ora kasil ngadhepi panempuhe wadyabalane
Pracona ing Suralaya. Daya lan kasektene Pandhawa imbang kalawan daya lan kasektene wadyabalane
Pracona lan tetindhihe saka krajan Tasikwaja. Wusana, para dewa bisa nemokake jago kang bakal bisa
nandhingi lan ngadhepi pangamuke ditya Kasipu. Jago kasebut ora liya Gathotkaca sing isih bayi, anake
Arya Sena utawa Werkudara lan Dewi Arimbi saka Pringgadani. Gathotkaca banjur dijaluk dening para
dewa lan bakal digegulang supaya menjila dadi sekti mandraguna minangka satriya ampuh pilih tandhing.
Sawise digegulang ing kawah Candradimuka lan antuk kasekten saka para dewa arupa daya ora tedhas
tapak paluning pandhe sisaning gurenda, Gathotkaca banjur antuk prentah kanggo ngadhepi pangamuke
wadyabalane Pracona.

Nalika iku awake Gathotkaca dadi sansaya gedhe lan uga nuduhake kasekten sing ngedab-edabi. Lan
wusana Gathotkaca kasil ngasorake lan mateni ditya Kasipu. Krungu patine ditya Kasipu, Prabu Pracona
dadi nesu lan banjur metu ing pabaratan, mimpin dhewe wadyabalane lan bali ngrabasa Suralaya.
Kridhane Prabu Pracona nggegirisi temen-temen, kabeh dewa sing ngadhepi padha kaweden lan kasoran.
Gathotkaca banjur ngadhepi kridhane Prabu Pracona. Kekarone andon yuda rame banget. Nanging
amarga saka daya kasektene sing pancen kaluwih-luwih awit digegulang para dewa ing kawah
Candradimuka, Gathotkaca bisa ngatasi kridhane Prabu Pracona. Lan nalika Pracona lena, Gathotkaca
kasil ngrangket awake Pracona lan banjur dipateni pisan. Sabanjure Gathotkaca dibiyantu para Pandhawa
banjur ngadhepi prajurit-prajurit saka Tasikwaja. Para prajurit iku sawise weruh yen rajane wus mati
banjur padha mlayu salang tunjang, golek slamet dhewe-dhewe. Gathotkaca lan para Pandhawa kasil
nylametake Suralaya saka pangamuke para prajurit krajan Tasikwaja.

Sarindhri (Wirataparwa)

Sudah hampir setahun Drupadi menyamar sebagai Sarindhri. Mereka berenam memasuki Wirata dengan
menyamar. Inilah syarat terakhir yang terberat. Mereka telah 12 tahun mengembara dari hutan ke hutan.
Apabila penyamaran ini terbongkar, mereka harus mengulangi pembuangan selama 12 tahun, baru
kemudian Indraprastha akan dikembalikan.”O Yudhistira,” batin Drupadi, “begitu cendekia dirimu,
begitu bodoh dirimu.” Sebenarnya Destarastra yang buta, ayah para Kurawa, telah mengembalikan
seluruh kekalahan Pandawa di meja judi, semuanya dikembalikan kepada Drupadi.Atas nama
kehormatan, bahwa Pandawa tidak ingin berada di bawah ketiak Drupadi, Yudhistira terjebak untuk main
dadu sekali lagi, dan tentu saja dilibas Sangkuni. Takdir menancap, kodrat tak terhindarkan, mereka
sekali lagi mengembara.

Untuk Drupadi, inilah pengembaraan yang pertama. Pengembaraan Pandawa sebelumnya berlangsung
setelah Peristiwa Bale Sigala-gala, yang berakhir dengan pemunculan mereka dalam sayembara Pancala,
tempat kemudian kelima Pandawa menikahi Drupadi bersama-sama. “Sarindhri!” “Ya?” “Ratu Sudhesna
mencarimu.”.“Ah, kalau saja Sudhesna tahu aku pun seorang ratu,” pikirnya, “apa kiranya yang akan
terjadi?”Sarindhri berjalan sepanjang taman di keputren. Di kejauhan dilihatnya Tantripala sedang
mengatur taman. Ia tersenyum. “Kini Sadewa bisa mengembangkan bakatnya,” batin Sarindhri.

Pandawa memasuki Wirata dengan penyamaran yang diarahkan oleh Kresna. Yudhistira menyamar
sebagai Kanka, seorang cendekiawan, mengenakan pakaian sanyasin, dan mendapat pekerjaan sebagai
penasehat Matsyapati raja Wirata. Bima datang dengan nama Abilawa, mengenakan ikat kepala dan
memasang anting-anting di telinga, mendapat pekerjaan sebagai tukang jagal untuk hewan-hewan yang
akan dimasak untuk hidangan istana. Arjuna menyulap diri sebagai wanita-pria bernama Wrehanala,
bergerak bebas di antara sida-sida istana, dengan busana berwarna-warni menyala, keahlian utamanya
merancang tari-tarian untuk hiburan istana. Nakula sang penunggang kuda melamar sebagai pelatih kuda
pasukan kavaleri Wirata, dan ia menyebut dirinya Grantika.Sedangkan Sadewa yang sejak lama
menyukai tanaman dan segala jenis tumbuhan mendapat kerja sebagai ahli pertamanan istana. Sungguh
penyamaran yang sempurna, karena dengan bekerja di dalam istana, mereka tak tersentuh pengamatan
mata-mata Hastina. Sarindhri melangkah dengan berat sepanjang boulevard yang rindang oleh pepohonan
menuju keputren. Ia tahu Ratu Sudhesna akan menanyakan persoalan yang sama, sudikah kiranya ia
menjadi istri Kencaka. Persoalan ini sulit diatasinya sendiri. Kencaka adalah mahapatih Wirata, yang
bukan hanya berkuasa tapi juga sakti mandraguna.

“Suaminya yang pertama, Yudhistira, hanya merasa permainan caturnya terganggu ketika aku mengadu
kepada Raja. Aku tahu engkau akan membelaku, namun Batara Surya yang kurapal mantranya telah
melindungiku. Kutahu Kanka berkata, ‘Kembalilah ke tempatmu wahai jagal,’ dan engkau menurutinya.
Inilah kesempatanmu, bunuhlah Kencaka untukku. Aku telah begitu menderita demi dan karena kalian,
janganlah engkau menambah penderitaanku dengan kegagalan. Jangan.” “Aku telah selalu merindukanmu
Sarindhri, hanya ada engkau dan aku di sini.”Di bangsal istana yang gelap, di mana Wrehanala selalu
mengajarkan tari-tarian, mereka bercinta dalam kerinduan meluap.”Sebelas bulan aku tidak bertemu
denganmu istriku.” “Dan aku tidak bertemu satupun dari lima suamiku.” Wrehanala yang sudah sampai di
pintu tak jadi masuk. Ia meminta Grantika serta Tantripala menunggu di luar saja. Mereka bertiga
menghilang ketika Kencaka datang memasuki kegelapan bangsal. “Sarindhri! Sarindhri! Ini aku datang
membawakan bunga untukmu.”

Kencaka telah membasuh tubuhnya dengan parfum. Di lihatnya sebuah ranjang, dan mengira Sarindhri
menanti di sana seperti telah dijanjikannya.Tangannya terulur, mengira akan menyentuh tubuh Sarindhri
ketika sebuah tangan bergerak cepat membantingnya. Dengan gerakan yang sangat cepat dan sangat
kejam, Abilawa menghabisi riwayat Kencaka. Mahapatih ternama yang sakti mandraguna itu tak berdaya
melawan murid terkuat Mahaguru Dorna. Abilawa memperlakukan Kencaka seperti hewan-hewan yang
dijagalnya. Ketika tubuh Kencaka terlempar keluar jendela, orang-orang hanya melihat gumpalan daging
tanpa kepala dan anggota badan. “Telah kulakukan semuanya untukmu Sarindhri,” ujar Abilawa dalam
kegelapan bangsal,” berikanlah dirimu sekali lagi untukku.”"Hari sudah terang Abilawa,” ujar Sarindhri,
“lagipula di luar ada tiga suamiku berjaga, mereka telah mengusir para pengawal pribadi dan saudara-
saudara Kencaka. Mereka berhak menghendakiku juga.” Kematian Kencaka mengguncangkan Wirata.
Raja Matsyapati mendapat tekanan dari segala pihak untuk mengusir Sarindhri. “Perempuan itu
bersuamikan lima gandarwa yang mampu membunuh Kencaka. Ia telah menyulitkan Raja, maka ia juga
bisa menyulitkan Wirata.” “Kencaka mencari kesulitan sendiri, kami telah memperingatkannya.” “Ya,
tetapi perempuan yang telah menyebabkan kematian Kencaka tak seharusnya berada di Wirata.”Sudhesna
berkata kepada Sarindhri.”

Kita harus berpisah Sarindhri, betapa pun Kencaka adalah adikku, kelakuannya buruk, tapi dialah
pembela negara.” Sarindhri menghitung hari. Penyamaran mereka tinggal 13 hari lagi. Betapa sialnya jika
terbongkar. Ia tak sudi terbuang ke hutan 12 tahun lagi. “Beri saya waktu 13 hari wahai Permaisuri, suami
saya akan sangat berterima kasih kepada Puanku dan Raja. Pada hari itu kelima suami saya akan
menjemput dan menampakkan diri,” Sudhesna yang selalu bersimpati kepada Sarindhri setuju, dan akan
terbukti betapa hal ini sangat berarti.Dalam 13 hari terakhir mata-mata Hastina bekerja sangat keras.
Mereka melapor kepada Sangkuni tanpa hasil apa-apa, kecuali berita bahwa tiada lagi yang sakti
mandraguna di Wirata, karena Kencaka mati dibunuh gandarwa.

“Kita rebut Wirata,” ujar Sangkuni kepada Duryudhana, “biarlah Indraprastha kembali kepada Pandawa,
tapi kita mendapatkan Wirata. Panglima Karna dari Awangga diminta memimpin balatentara. Seribu ekor
pasukan gajah, sepuluh ribu pasukan berkuda, dan seratusribu pasukan aneka senjata siap menggilas
Wirata. Tanpa sopan santun dan tanpa tantangan perang pasukan Hastina melewati perbatasan. Orang-
orang kampung dibunuh, dirampok, dan dibakar rumahnya tanpa sepengetahuan Karna. Pasukan penjaga
perbatasan Wirata yang murka mengamuk dengan sergapan kilat. Pisau kukri pasukan Wirata yang
terkenal merobek-robek perut pasukan Hastina. Namun seribu gajah menghancurkan desa-desa. Di istana
Wirata berlangsung kegemparan yang amat sangat. “Biarlah aku memimpin balatentara,” kata Utara.
“Utara, kamu masih terlalu muda,” ujar Matsyapati. Wratsangka dan Seta sedang berada di Mongolia,
tiada lagi yang mampu memimpin balatentara. Utara bergegas. Di luar, Wrehanala mencegatnya. “Aku
dulu sais Arjuna,” katanya, “biarlah aku menjadi sais kereta perangmu.” Utara menahan tawa.”Ini
berperang bukan menari, Wrehanala.” Sarindhri muncul entah darimana. “Percayalah kepadanya Utara,
seperti Arjuna telah mempercayainya.” Tiada waktu berpikir bagi Utara, namun saisnya memang entah di
mana, jadi dianggukkanlah kepalanya.Kereta perang Utara melaju diikuti seratus ribu balatentara yang
semuanya berkuda. Di perbatasan mereka menggasak balatentara Hastina. Pertempuran berlangsung
seimbang dan Utara mengamuk seperti singa. Pedangnya merah bersimbah darah. Namun ketika Karna
melepaskan senjata-senjata pemusnah dunia yang membunuh beribu-ribu manusia dengan seketika,
Wrehanala melarikan kereta keluar medan peperangan.

“Wrehanala, kamu mau ke mana? Aku siap untuk mati. Biarlah kuhadapi Karna yang perkasa.” Di bawah
sebuah pohon, Wrehanala berhenti. Ia turun dari kereta dan menggali. Lantas membuka sebuah
peti.”Inilah senjataku Utara, aku adalah Arjuna.” Utara ternganga, Arjuna segera menyadarkannya.
“Ayolah, biar kuhadapi Karna.” Dari luar medan, Arjuna memasuki pertempuran dengan Utara sebagai
saisnya. Dengan segera dipunahkannya senjata-senjata Karna, dan dirusaknya formasi perang tentara
Hastina. Mahaguru Dorna yang mengenal segala macam bentuk kesaktian segera waspada. “Ajooowww!
Arjuna! Mengapa membela Wirata?” Dicegahnya Karna yang bersiap maju dengan dada membara.
“Biarkan saja Karna, ini belum waktunya.”

“Mereka telah menyalahi perjanjian,” ujar Sangkuni, “kenapa mereka harus bertempur melawan kita?”Di
ujung lain, Abilawa mengamuk dengan sepotong kayu. Pasukan gajah Hastina rusak hancur porak
poranda. Balatentara Wirata mendesak mereka dengan sisa gajah-gajahnya sampai kembali ke perbatasan
Hastina. Tidak ada yang bisa mereka lakukan lagi selain pulang dengan kekalahan. Pasukan Wirata
melihat Arjuna di kereta perang Wirata. Seluruh dunia mengenal dan mengerti kisah pengusiran Pandawa.
“Astaga! Jadi Arjuna yang menyamar sebagai Wrehanala?” Arjuna bersinar seperti Dewa Indra. Di
sepanjang jalan orang-orang mengelu-elukannya. Setiba di istana, Sarindhri menariknya ke balik tirai.
Tak seorangpun mengetahuinya.”Arjuna, sudah lama kita tidak bercinta.”Arjuna merengkuhnya tanpa
berkata-kata.Itulah cara mereka merayakan berakhirnya penderitaan Pandawa.

Resi Seta gugur (Barathayudha 1)

Dikisahkan, Bharatayuddha diawali dengan pengangkatan senapati agung atau pimpinan perang kedua
belah pihak. Pihak Pandawa mengangkat Resi Seta sebagai pimpinan perang dengan pendamping di
sayap kanan Arya Utara dan sayap kiri Arya Wratsangka. Ketiganya terkenal ketangguhannya dan berasal
dari Kerajaan Wirata yang mendukung Pandawa. Pandawa menggunakan siasat perang Brajatikswa yang
berarti senjata tajam. Sementara di pihak Kurawa mengangkat Bisma (Resi Bisma) sebagai pimpinan
perang dengan pendamping Pendeta Drona dan prabu Salya, raja kerajaan Mandaraka yang mendukung
Korawa. Bisma menggunakan siasat Wukirjaladri yang berarti “gunung samudra.”

Pasukan dari negara-negara baik yang mendukung Pandawa maupun yang mendukung Kurawa telah
berdatangan di Tegal Kurusetra. Mereka telah mendirikan perkemahan-perkemah an.Malam ini mereka
mulai berjaga jaga, karena esok hari Perang Barata Yuda, akan dimulai. Hati dan perasaaan mulai
bergetar, mengapa harus berperang, yang akan mengorbankan banyak orang tewas, mengapa tidak
memilih damai, berdasar kan pembagian tanah Astina yang telah dibagi secara adil oleh Resi Bisma
waktu itu, Kembalikanlah Indraprasta ke Pandawa. Perda maian telah diajukan kepada Kurawa, namun
ditolak.Besok pagi Bisma menjadi Panglima Perang Kurawa melawan Pandawa. Sementara itu Prabu Sri
Bathara Kresna meminta Pandawa bersiap-siap memasuki medan laga Kurusetra. Seta ditun juk menjadi
Senapati perang Pandawa. Sedang kan kedua adiknya Utara memimpin pasu kan disayap kanan dan
Wratsangka pendamping kiri, memimpin pasukan disayap kiri. Matahari mulai bersinar, suara sangkakala
menyayat nya yat. Bergetar jiwa dan raga. Semua prajurit bersi ap berperang. Kedua belah pihak telah
mengatur strategi perang.Resi Bisma telah memasuki me dan laga dan melayangkan beberapa senjata
pada Perajurit Pandawa. Arjuna menangkis serangan senjata Bisma.Sementera itu kereta perang Bisma
melaju cepat ketengah prajurit Pandawa. Resi Bisma bertemu dengan Abimanyu, dimintanya Abimanyu
mundur saja, karena masih terlalu muda. Kereta Perang Resi Bisma bertemu dengan kereta perang
Arjuna, yang di saisi Prabu Kresna.Resi Bisma memberi pesan agar Prabu Kresna memerintahkan
Srikandi maju ke medan laga, Srikandi lah orang yang bisa menghantarkan kematian Resi Bisma.
Sementara kereta perang Prabu Salya mengawal kereta perang Resi Bisma dari arah kiri. Sedangkan
disebelah kanan kereta perang Resi Bisma disebelah kanan adalah Kereta perang Pandita
Durna.Sementara itu Arjuna kehilangan daya juang, melihat senapati Astina adalah kakeknya yang sangat
disayangi, Sejak masih kecil kakek Bisma menyayanginya. Disnilah timbul dialog antara Arjuna dan
Prabu Kresna.Untuk menggugah kembali semangat Arjuna.Dialog ini dikenal dengan Bagawad Gita.

Balatentara Korawa menyerang laksana gelombang lautan yang menggulung-gulung, sedang pasukan
Pandawa yang dipimpin Resi Seta menyerang dengan dahsyat seperti senjata yang menusuk langsung ke
pusat kematian. Sementara itu Rukmarata, putra Prabu Salya datang ke Kurukshetra untuk menonton
jalannya perang. Meski bukan anggota pasukan perang, dan berada di luar garis peperangan, ia telah
melanggar aturan perang, dengan bermaksud membunuh Resi Seta, Pimpinan Perang Pandawa.
Rukmarata memanah Resi Seta namun panahnya tidak melukai sasaran. Setelah melihat siapa yang
memanahnya, yakni seorang pangeran muda yang berada di dalam kereta di luar garis pertempuran, Resi
Seta kemudian mendesak pasukan lawan ke arah Rukmarata. Setelah kereta Rukmarata berada di tengah
pertempuran, Resi Seta segera menghantam dengan gada (pemukul) Kyai Pecatnyawa, hingga hancur
berkeping-keping. Rukmarata, putera mahkota Mandaraka tewas seketika.

Kereta perang Resi Bisma bertemu Senapati Pandawa, Seta. Terjadilah adu panah antara Seta melawan
Resi Bisma. Namun walaupun Bisma sudah berusia lanjut, ia masih lincah memainkan panah dan
pedangnya. Keduanya masih berim bang. Sementara itu Werkudara dengan gadanya menyambar nyambar
kepala Para Kurawa, Arjuna dengan panahnya melesat ke semua arah penjuru musuh,dan Nakula serta
Sadewa membabat Kurawa dengan pedang kembarnya. Gatut kaca menyambar Nyambar-nyambar
lawannya dari angkasa. Para Kurawa banyak yang ketakutan dengan kegesitan para Pandawa. Sementara
Putera Wirata, Utara sebagai pendamping Senapati sayap Kanan dan Wratsangka disayap kiri terus
melaju ketengah medan pertempuran. Resi Bisma merasa mulai terdesak. Resi Bisma meninggalkan
medan laga. Resi Seta mengejarnya.Resi Bisma berlari ke Sungai Gangga dan masuk kedalam Sungai
Gangga menemui ibunya. Resi Bisma pamit mati pada ibunya, Dewi Gangga merasa sedih, karena
seingatnya Resi Bisma, yang sewaktu muda bernama Dewabrata, sampai sekarang hidupnya tidak pernah
bahagia, Bisma mestinya yang ber tahta di Astina menggantikan ayahnya. Dewi Gangga memberikan
cundrik. Resi Bisma berpamitan dan keluar dari sungai Gangga, ternyata di luar sudah ditunggu Seta.
Resi Bisma meloncat dan menusukan cundrik di dada Seta, yang membuat Seta Gugur.
Dalam peperangan tersebut Arya Utara gugur di tangan Prabu Salya sedangkan Arya Wratsangka tewas
oleh Pendeta Drona. Bisma dengan bersenjatakan Aji Nagakruraya, Aji Dahana, busur Naracabala, Panah
kyai Cundarawa, serta senjata Kyai Salukat berhadapan dengan Resi Seta yang bersenjata gada Kyai
Lukitapati, pengantar kematian bagi yang mendekatinya. Pertarungan keduanya dikisahkan sangat
seimbang dan seru, hingga akhirnya Bisma dapat menewaskan Resi Seta. Bharatayuddha babak pertama
diakhiri dengan sukacita pihak Korawa karena kematian pimpinan perang Pandawa.

Resi Bisma Gugur (Barathayudha 2)

Sementara perang semakin sengit, kini Prabu Salya telah dapat lawan yang seimbang, Prabu Salya
bertemu dengaan putera Wirata, Utara. Keduanya duanya sama sama gesit dalam memainkan segala
senjata, dari panah, pedang dan adu kesaktian. Namun ketika terdengar sorak sorai Seta Gugur, Utara
terlena, terperanjat, dan Utara tidak teringat lagi kalau masih di medan perang,Kesempatan baik itu tidak
disia siakan oleh Prabu Salya, sehingga dengan mudah membidikkan senjatanya kepada Raden Utara.
Senjata Prabu Salya mengenai dada Utara, maka gugurlah Raden Utara ditangan Prabu Salya.
Demikian juga Raden Wratsangka mendapat lawan tangguh yaitu dengan Pendita Durna. Yang gesit dan
pandai olah senjata dan kanuragan,maka dengan mudah Pendita Durna membunuh Wratsangka. Pihak
Kurawa bersorak sorai dengan gugurnya tiga Satria Wirata. Kubu Pandawa sangat berduka dengan
kematian tiga satria Wirata.Sementara itu pada hari kesepuluh Perang Barata Yudha, Prabu Kresna
meminta Srikandi segera bersiap untuk melawan Resi Bisma. Resi Bisma juga telah siap kembali
bertempur, setelah berhasil mengalahkan Seta ditepi Sungai Gangga.Dewi Srikandi sudah berhadapan
dengan Eyang Bisma. Dewi Srikandi berkali kali dipukul, oleh Resi Bisma, namun tidak membalas.Tiba-
tiba Resi Bisma terkesima, waktu memandang Dewi Srikandi, seperti berhadapan dengan Dewi Amba.

Resi Bisma tidak bisa berbuat apa-apa, ia teringat sekali waktu Dewi Amba dengan manja mempesona
Resi Bisma. Rupanya Dewi Amba telah memasuki tubuh Dewi Srikandi. Melihat situasi yang sede
mikian rupa,Prabu Kresna langsung memerin tahkan Dewi Srikandi untuk memanah Resi Bisma, Dewi
Srikandi segera memanah Resi Bisma, panahpun dengan cepat melesat kearah Resi Bisma, tetapi apa
karena ia seorang wanita atau ia ragu ragu terhadap Resi Bisma, panah Dewi Srikandi hampir tidak
sampai kepada Resi Bisma. Dengan cepat Arjuna melayangkan sebuah panah, dengan kekuatan tinggi
mendorong panah Srikandi melaju dengan cepat dan mengenai dada Resi Bisma. Resi Bisma , jatuh ke
bumi. Sasangkala berbunyi seiring dengan tumbangnya Resi Bisma di Tegal Kurusetra. Untuk menghor
mati Resi Bisma, seseorang yang telah banyak berbuat baik kepada Pandawa maupun Kurawa, yang
merelakan melepas tahta Astina demi adik-adiknya, tetapi malah menjadikan Negeri Asti napura hancur
lebur, Demikianlah nasib Negeri Astinapura, peninggalan ayahanda Bisma yaitu Prabu Sentanu.

Resi Bisma ingin tidur diatas bantal. Prabu Suyudana memerintahkan Dursasana mengambil tilam
bersulam emas dari istana Astina. Tetap Resi Bisma tidak mau, Resi Bisma minta pada Arjuna untuk
mengambilkan bantal pahlawan. Secepat kilat Arjuna mengambil busurnya dan menancapkan beberapa
anak panah di dekat Resi Bisma tidur. Kepala Resi Bisma disangga diatas panah Arjuna yang menancap
di tanah dibawah kepalanya. Sedangkan Werkudara memberikan perisai-perisai perajurit yang telah gugur
untuk menyelimuti Resi Bisma. Resi Bisa mmeminta pada Dewa untuk memberikan umur sampai akhir
Perang Barata Yudha. Karena ia ingin melihat akhir perang Barata Yudha.Kemudian oleh Pandawa, Resi
Bisma dibuatkan penutup kelambu untuk menghormati Resi Bisma. Pandawa dalam perang Barata Yudha
ini kehilangan banyak tokoh-tokoh berguguran. Karena Resi Bisma adalah ahli strategi Perang yang
handal. Resi Bisma bertahan selama 10 hari menjadi senapati pihak Kurawa.

Paluhan Bogadenta Gugur (Barathayudha 3)

Sepeninggal resi Bisma, prabu Bogadenta diangkat menjadi senopati pengganti dengan pengapitnya
kertipeya. Untuk menghadapinya, pandawa menampilkan arjuna sebagai senopti dengan werkudara
sebagai pengapitnya. dengan mengendarai gajah murdaningkung dengan sratinya dewi murdaningsih,
prabu bogadenta mengamuk dengan hebatnya. Melihat keadaan itu, arjuna dengan kereta perangnya
menempuh aliran wadyabala astina dan membawa pasukannya menerobos masuk ke dalam pertahanan
kurawa sehingga barisan lawan terdesak mundur. arjuna berhadapan langsung dengan prabu bogadenta.
perang tanding antara 2 panglima ini dimenangkan oleh arjuna. prabu bogadenta beserta gajah dan
sratinya mati sekaligus.

Werkudara dengan gada pusakanya membabat hancur wadyabala astina, bergerak seperti banteng luka. ia
mendesak senopati pengapit kurawa, kertipeya, dan menghantamkan gadanya hingga dada kertipeya
hancur. Prabu duryudana menyaksikan senopatinya gugur segera menunjuk penggantinya dan
mengangkat prabu gardapati, raja puralaya sebagai senopati dan wresaya sebagai pengapitnya.
mengetahui perubahan siasat kurawa, pandawa lalu menggeser kedudukan senpati dan pengapitnya.
werkudara menjadi panglima dan arjuna sebagai pendamping. Akibat siasat prabu gardapati, yang
memancing bima bergeser dari tempat kedudukannya ketempat yang tidak dikenal, maka werkudara dan
arjuna terjebak ke dalam tempat yang berlumpur/embel/paluh. tapi pada saat terakhir, werkudara dapat
menangkap prabu gardapati dan wresaya untuk berpegangan naik keatas, sehingga keduanya terjerembab
masuk ke dalam lumpur. Werkudara yang menggendong arjuna dengan memanjat punggung kedua
lawannya segera meloncat keluar dari lumpur berbahaya itu. prabu gardapati dan wresaya mati tenggelam
dalam lumpur.

Abimanyu Gugur (Barathayudha 4)

Abimanyu (Sansekerta: abhiman’yu) adalah seorang tokoh dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah putera
Arjuna dari salah satu istrinya yang bernama Subadra. Ditetapkan bahwa Abimanyu-lah yang akan
meneruskan Yudistira. Dalam wiracarita Mahabharata, ia dianggap seorang pahlawan yang tragis. Ia
gugur dalam pertempuran besar di Kurukshetra sebagai ksatria termuda dari pihak Pandawa, karena baru
berusia enam belas tahun. Abimanyu menikah dengan Utara, puteri Raja Wirata dan memiliki seorang
putera bernama Parikesit, yang lahir setelah ia gugur. Abimanyu terdiri dari dua kata Sansekerta, yaitu
abhi (berani) dan man’yu (tabiat). Dalam bahasa Sansekerta, kata Abhiman’yu secara harfiah berarti “ia
yang memiliki sifat tak kenal takut” atau “yang bersifat kepahlawanan”.

 Kelahiran, pendidikan, dan pertempuran

Saat belum lahir karena berada dalam rahim ibunya, Abimanyu mempelajari pengetahuan tentang
memasuki formasi mematikan yang sulit ditembus bernama Chakrawyuha dari Arjuna. Mahabharata
menjelaskan bahwa dari dalam rahim, ia menguping pembicaraan Kresna yang sedang membahas hal
tersebut dengan ibunya, Subadra. Kresna berbicara mengenai cara memasuki Chakrawyuha dan kemudian
Subadra (ibu Abimanyu) tertidur maka sang bayi tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara
meloloskan diri dari formasi itu. Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwaraka, kota tempat tinggal
ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya yang bernama Arjuna yang merupakan seorang ksatria besar dan diasuh di
bawah bimbingan Kresna. Ayahnya menikahkan Abimanyu dengan Uttara, puteri Raja Wirata, untuk
mempererat hubungan antara Pandawa dengan keluarga Raja Wirata, saat pertempuran Bharatayuddha
yang akan datang. Pandawa menyamar untuk menuntaskan masa pembuangannnya tanpa diketahui di
kerajaan Raja Wirata, yaitu Matsya. Sebagai cucu Dewa Indra, Dewa senjata ajaib sekaligus Dewa
peperangan, Abimanyu merupakan ksatria yang gagah berani dan ganas. Karena dianggap setara dengan
kemampuan ayahnya, Abimanyu mampu melawan ksatria-ksatria besar seperti Drona, Karna, Duryodana
dan Dursasana. Ia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa setia yang tinggi terhadap ayahnya,
pamannya, dan segala keinginan mereka.

 Kematian Abimanyu

Pada hari ketiga belas Bharatayuddha, pihak Korawa menantang Pandawa untuk mematahkan formasi
perang melingkar yang dikenal sebagai Chakrawyuha. Para Pandawa menerima tantangan tersebut karena
Kresna dan Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan berbagai formasi. Namun, pada hari itu, Kresna dan
Arjuna sibuk bertarung dengan laskar Samsaptaka. Oleh karena Pandawa sudah menerima tantangan
tersebut, mereka tidak memiliki pilihan namun mencoba untuk menggunakan Abimanyu yang masih
muda, yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mematahkan formasi Chakrawyuha namun
tidak tahu bagaimana cara keluar dari dalamnya. Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan
terperangkap dalam formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka dan sekutu mereka
akan mematahkan formasi itu bersama Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari formasi
tersebut.
Pada hari penting itu, Abimanyu menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasi tersebut.
pandawa bersaudara dan sekutunya mencoba untuk mengikutinya di dalam formasi, namun mereka
dihadang oleh Jayadrata, Raja Sindhu, yang memakai anugerah Siwa agar mampu menahan para Pandawa
kecuali Arjuna, hanya untuk satu hari. Abimanyu ditinggal sendirian untuk menangkis serangan pasukan
Korawa. Abimanyu membunuh dengan bengis beberapa ksatria yang mendekatinya, termasuk putera
Duryodana, yaitu Laksmana. Setelah menyaksikan putera kesayangannya terbunuh, Duryodana marah
besar dan menyuruh segenap pasukan Korawa untuk menyerang Abimanyu. Karena gagal
menghancurkan baju zirah Abimanyu, atas nasihat Drona, Karna menghancurkan busur Abimanyu dari
belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya dibunuh, dan seluruh senjatanya
terbuang. Putera Dursasana mencoba untuk bertarung dengan tangan kosong dengan Abimanyu. Namun
tanpa menghiraukan aturan perang, pihak Korawa menyerang Abimanyu secara serentak. Abimanyu
mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai hancur berkeping-
keping. Tak berapa lama kemudian, Abimanyu dibunuh oleh putera Dursasana dengan cara
menghancurkan kepalanya dengan gada.

 Arjuna membalas dendam

Berita kematian Abimanyu membuat Arjuna sangat sedih dan sakit hati. Ia sadar, bahwa seandainya
Jayadrata tidak menghalangai para Pandawa memasuki formasi Chakrawyuha, Abimanyu pasti mendapat
bantuan. Ia kemudian bersumpah akan membunuh Jayadrata pada hari berikutnya sebelum matahari
tenggelam. Menanggapi hal itu, pihak Korawa menempatkan Jayadrata sangat jauh dari Arjuna. Ribuan
prajurit dan ksatria mengelilingi dan melindungi Jayadrata. Arjuna berusaha menjangkau Jayadrata,
namun ribuan pasukan Korawa mengahalanginya. Hingga matahari hampir terbenam, Jayadrata masih
jauh dari jangkauan Arjuna. Melihat hal ini, Kresna menggunakan kecerdikannya. Ia membuat gerhana
matahari, sehingga suasana menjadi gelap seolah-olah matahari sudah tenggelam. Pihak Korawa maupun
Pandawa mengira hari sudah malam, dan sesuai aturan, mereka menghentikan peperangan dan kembali ke
kubu masing-masing. Dengan demikian, pihak Korawa tidak melanjutkan pertarungan dan Jayadrata tidak
dalam perlindungan mereka lagi. Saat kereta Arjuna dekat dengan kereta Jayadrata, matahari muncul lagi
dan Kresna menyuruh Arjuna agar menggunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Jayadrata.
Arjuna mengangkat busurnya dan meluncurkan panah, memutus leher Jayadrata. Tepat pada saat tersebut,
hari sudah sore, matahari sudah tenggelam dan Arjuna berhasil menuntaskan sumpahnya untuk
membunuh Jayadrata. Abimanyu adalah inkarnasi dari putera Dewa bulan. Ketika Sang Dewa bulan
ditanya oleh Dewa yang lain mengenai kepergian puteranya ke bumi, ia membuat perjanjian bahwa
puteranya tinggal di bumi hanya selama 16 tahun sebagaimana ia tak dapat menahan perpisahan dengan
puteranya. Abimanyu berusia 16 tahun saat ia terbunuh dalam pertempuran. Putera Abimanyu, yaitu
Parikesit, lahir setelah kematiannya, dan menjadi satu-satunya kesatria Keluarga Kuru yang selamat
setelah Bharatayuddha, dan melanjutkan garis keturunan Pandawa. Abimanyu seringkali dianggap
sebagai ksatria yang terberani dari pihak Pandawa, yang sudi melepaskan hidupanya saat peperangan
dalam usia yang masih sangat muda.

 Abimanyu dalam pewayangan Jawa

Dalam khazanah pewayangan Jawa, Abimanyu, sebagai putra Arjuna, merupakan tokong penting. Di
bawah ini dipaparkan ciri khas tokoh ini dalam budaya Jawa yang sudah berkembang lain daripada tokoh
yang sama di India. Dikisahkan Abimanyu karena kuat tapanya mendapatkan Wahyu Makutha Raja,
wahyu yang menyatakan bahwa keturunannyalah yang akan menjadi penerus tahta Para Raja Hastina.
Abimanyu dikenal pula dengan nama Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pangalasan, Partasuta,
Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Ia merupakan putra Arjuna, salah satu dari
lima ksatria Pandawa dengan Dewi Subadra, putri Prabu Basudewa, Raja Mandura dengan Dewi Dewaki.
Ia mempunyai 13 orang saudara lain ibu, yaitu: Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa,
Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka,
Anantadewa dan Bambang Sumbada. Abimanyu merupakan makhluk kekasih Dewata. Sejak dalam
kandungan ia telah mendapat “Wahyu Hidayat”, yang mamp membuatnya mengerti dalam segala hal.
Setelah dewasa ia mendapat “Wahyu Cakraningrat”, suatu wahyu yang dapat menurunkan raja-raja besar.

Abimanyu mempunyai sifat dan watak yang halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya keras,
besar tanggung jawabnya dan pemberani. Dalam olah keprajuritan ia mendapat ajaran dari ayahnya,
Arjuna. Sedang dalam olah ilmu kebathinan mendapat ajaran dari kakeknya, Bagawan Abiyasa.
Abimanyu tinggal di kesatrian Palangkawati, setelah dapat mengalahkan Prabu Jayamurcita. Ia
mempunyai dua orang isteri, yaitu: Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna, Raja Negara Dwarawati
dengan Dewi Pratiwi, Dewi Uttari, putri Prabu Matswapati dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara
Wirata, dan berputra Parikesit.

 Bharatayuddha

Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuddha setelah sebelumnya seluruh saudaranya mendahului
gugur, pada saat itu ksatria dari Pihak Pandawa yang berada dimedan laga dan menguasai gelar strategi
perang hanya tiga orang yakni Werkodara, Arjuna dan Abimanyu. Gatotkaca menyingkir karena Karna
merentangkan senjata Kuntawijayandanu. Werkodara dan Arjuna dipancing oleh ksatria dari pihak
Korawa untuk keluar dari medan pertempuran, maka tinggalah Abimanyu.

Ketika tahu semua saudaranya gugur Abimanyu menjadi lupa untuk mengatur gelar perang, dia maju
sendiri ketengah barisan Kurawa dan terperangkap dalam formasi mematikan yang disiapkan pasukan
Korawa. Tak menyiakan kesempatan untuk bersiap-siap, Korawa menghujani senjata ketubuh Abimanyu
sampai Abimanyu terjerembab dan jatuh dari kudanya (dalam pewayangan digambarkan lukanya “arang
kranjang” (banyak sekali) dan Abimanyu terlihat seperti landak karena berbagai senjata ditubuhnya)
sebagai risiko pengucapan sumpah ketika melamar Dewi Uttari bahwa dia masih belum punya istri dan
apabila telah beristri maka dia siap mati tertusuk berbagai senjata ketika perang Bharatayuddha, padahal
ketika itu sudah beristrikan Dewi Siti Sundari. Dengan senjata yang menancap diseluruh tubuhnya
sehingga dia tidak bisa jalan lagi tidak membuat Abimanyu menyerah dia bahkan berhasil membunuh
putra mahkota Hastina (Lesmana Mandrakumara) dengan melemparkan keris Pulanggeni setelah
menembus tubuh empat prajurit lainnya, pada saat itu pihak Korawa tahu bahwa untuk membunuh
Abimanyu harus memutus langsang yang ada didadanya, kemudian Abimanyupun gugur oleh gada Kyai
Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata, ksatria Banakeling.

Buriswara Gugur (Barathayudha 5)

Prabu Matswapati Tanya kepada Raden Wrekudara bagaimana dalam menghadapi Prabu Partipa, Raden
Wrekudara bilang bahwa Prabu Pratipa sudah gugur beserta gajahnya Kyai Jayamaruta. Belum nyampai
selesai dalam berbicara, Patih Udakawara datang, melaporkan bahwa Ngastina sudah ada senopati lagi
yaitu raden Harya Burisrawa dan Senopati Pendamping Raden Windandini. Prabu Matswapati minta
petunjuk kepada Prabu Kresna, siapa tandingannya, tiada lain adalah raden Harya Sencaki Romo Prabu.
Sebetulnya Raden Harya Wrekudara tidak setuju bila Raden Harya Sencaki yang mnejadi tandingannya.
Sebaiknya saya saja, karena yang sama-sama tingginya, perkasanya. Tetapi Bathara Kresna tetap
menunjuk Raden Harya Sencaki, karena sebelumnya keduanya sudah ada perjanjian, bila Baratayuda
terjadi akan saling ketemu sebagai tandingannya. Akhirnya Raden Wrekudara setuju tapi dengan satu
syarat asalkan kuat menerima lemparan gada dari Raden Wrekudara.
Akhirnya antara Raden Wrekudara dengan Raden Harya Sencaki terjadi lempar-lemparan gada. Raden
Harya Sencaki dinilai kuat menerima lemparan gada dari Harya Wrekudara dan kuat melempar, akhirnya
Raden Harya Wrekudara setuju bila sebagai tandingannya Raden Burisrawa Raden Sencaki. Setelah
minta do’a restu kepada Prabu Matswapati dan yang hadir, Raden Harya Sencaki segera berangkat ke
medan perang. Dari kejauhan sudah terdengar tantangan-tantangan dari prajurit-prajurit Ngastina, raden
Janaka yang kadang masih lupa ingatannya karena masih sedih akibat kematian abimanyu, ketemu
dengan Senopati Pendamping Raden Windandini, terjadi pertempuran, sama-sama kuatnya, tetapi Raden
Janaka melepaskan Jemparing, gugurlah Raden Windandini.

Raden Sencaki sudah saling menyapa dengan Raden Harya Burisrawa. Sama-sama puasnya bisa ketemu
untuk bertanding sesuai dengan janjinya. Terjadi pertempuran sengit, Raden Sencaki semakin lama
semakin menurun staminanya, kewalahan menghadapi keerkasaannya Raden Burisrawa. Prabu Bathara
Kresna melihat Adindan Raden Harya Sencaki kerepotan dalam menghadapi musuh, lalu memerintahkan
kepada Raden Janaka supaya Njemparing rambut yang dipegangnya, tapi rambut yang dipegang sejajar
dengan lehernya Raden Burisrawa. Akhirnya Raden Janaka melepaskan jemparing pasopati, karena
Raden Janaka kadang masih lupa ingatan, jemparing meleset kena pinggir tidak kena tengah-tengah,
rambut tatas putus bablas mengenai bau Raden Burisrawa sampai timpal, maka tema ini juga disebut
TIMPALAN. Sesudah Raden Burisrawa kena pasopati, Raden Sencaki melepaskan jemparing kena
lehernya Raden burisrawa sampai putus, akhirnya gugur di palagan Raden Burisrawa.

Raden Sencaki besar kepala karena bisa membunuh Raden Burisrawa akhirnya sombong tidak tahunya
pada waktu Raden Sencaki kerepotan dalam perang telah dilepasi pasopati oleh Raden Janaka, yang
membuat Raden Burisrawa lemah karena timpal baunya. Lalu Raden Sencaki mudah keluar dari
cengkraman musuh akhirnya melepaskan jemparing sampai gugur Raden Burisrawa terkena lehernya.
Padahal sebelumnya sudah mendapat perhatian dari Bathara Kresna, jangan sombong. Tetapi karena
merasa menang dalam pertandingan melawan Raden Burisrawa, sampai tidak ingat kata welingnya Prabu
Bathara Kresna jangan sombong. Setelah tahu Raden Sencaki sombong Prabu Bathara Kresna mendekati
dan menceritakan apa adanya tentang gugurnya Burisrawa. Raden Sencaki merasa malu, diam saja lalu
pergi meninggalkan Prabu Bathara Kresna tanpa minta ijin. Para prajurit dari Ngastina tahu yang tadinya
Raden Burisrawa unggul dalam peperangan tapi baunya bisa timpal lalu pada bilang kalau Pandawa
curang dalam peperangan. Prabu Bathara Kresna mendengar berita bahwa pandawa curang dalam
peperangan, akhirnya mendekati para Kurawa memberi keterangan bahwa timpalnya bau dari harya
Burisrawa tidak ada unsur kesengajaan. Itu kena pasopati pada waktu Raden Janaka gladi melepas
jemparing. Prabu Salya marah akan membunuh para Pandawa, tetapi dihalang-halangi Patih Harya
Sengkuni, supaya mundur melaporkan bahwa Raden Burisrawa gugur di medan perang.

Suluhan-Gathotkaca Gugur (Barathayudha 6)

Setelah burisrawa gugur, kurawa mengangkat adipati karna dari awangga sebagai senopati. Hari sudah
gelap, sang surya sudah lama meninggalkan jejak sinarannya di ladang Kurusetra. Harusnya perang
dihentikan, masing – masing pihak beristirahat dan mengatur strategi untuk perang esok hari. Namun
entah mengapa Kurawa mengirim senopati malam – malam begini. Adipati Awonggo ngamuk punggung
menerabas dan menghancurkan perkemahan pasukan Pandawa di garda depan. Penjaga perkemahan
kalang kabut tidak kuasa menandingi krida Sang Adipati Karno. Secepat kilat berita ini terdengar di
perkemahan Pandawa Mandalayuda. Sri Kresna tahu apa yang harus dilakukan. Dipanggilnya Raja
Pringgondani Raden Haryo Gatotkaca, putra kinasih Raden Brataseno dari Ibu Dewi Arimbi. Disamping
Sri Kresna, Raden Brataseno berdiri layaknya Gunung memperhatikan dengan seksama dan waspada
pembicaraan Sri Kresna dengan putranya. ”Anakku tersayang Gatotkaca….Saat ini Kurawa mengirimkan
senopati nya di tengah malam seperti ini. Rasanya hanya kamu ngger yang bisa menandingi senopati
Hastina di malam gelap gulita seperti ini”
”Waduh, wo prabu…..terimakasih Wo. Yang saya tunggu – tunggu akhirnya sampai juga kali ini. Wo
prabu, sejak hari pertama perang baratayuda saya menunggu perintah wo prabu untuk maju ke medan
perang. Wo prabu Kresna, hamba mohon do’a restu pamit perang. Wo hamba titipkan istri dan anak kami
Danurwindo. Hamba berangkat wo, Rama Wrekudara mohon pamit….” “Waaa………Gatot iya…..“
Sekejap Gatotkaca tidak terlihat. Sri Kresna merasakan bahwa inilah saatnya Gatotkaca mati sebagai
pahlawan perang Pandawa. Dia tidak mau merusak suasana hati adik – adiknya Pandawa dengan
mengutarakan apa yang dirasakannya dengan jujur. Namun perasaan wisnu nya mengatakan Wrekudara
harus disiapkan untuk menerima kenyataan yang mungkin akan memilukannya nanti. “Wrekudoro…“

“Kresna kakangku, iya ….“ “Aku kok agak merasa aneh dengan cara pamitan Gatotkaca, mengapa harus
menitipkan istri anaknya ??“ “Wah…Kakang seperti anak kecil. Orang berperang itu kalau nggak hidup
ya mati. Ya sudah itulah anakku Gatotkaca, dia mengerti tugas dan akibatnya selaku satria.“ “Oo..begitu
ya, ya sudah kalau begitu. Kita sama – sama doakan mudah-2an yang terbaik yang akan diperoleh
anakmu Gatotkaca.“. Sebenarnya Kresna hanya mengukur kedalaman hati dan kesiapan Wrekudara saja.
Paling tidak untuk saat ini, Wrekudara terlihat sangat siap dengan apapun yang terjadi.

Malam gelap gulita, namun di angkasa ladang Kurusetra kilatan ribuan nyala obor menerangi bawana.
Nyala obor dari ribuan prajurit dua belah pihak yang saling hantam gada, saling sabet pedang, saling
lempar tombak, saling kelebat kelewang dan hujan anak panah. Gatotkaca mengerahkan semua kesaktian
yang dimilikinya. Dikenakannya Kutang Antakusuma, dipasangnya terompah basunanda, dikeluarkan
segala tenaga yang dimilikinya. Terbang mengangkasa layaknya burung nazar mengincar mangsa.
Sesekali berkelebat menukik merendah menyambar buruannya. Sekali sambar pululan prajurit Hastina
menggelepar tanpa daya disertai terpisahnya kepala – kepala mereka dari gembungnya. Semenjak lahir,
Gatotkaca sudah menunjukkan tanda-tanda kedidgyaannya. Ari – arinya berminggu – minggu tidak bisa
diputus dengan senjata tajam apapun. Kuku pancanaka Wrekudara mental, Keris Pulanggeni Arjuna tiada
arti, Semua senjata Amarta sudah pula dicobai. Namun ari – ari sang jabang bayi seperti bertambah alot
seiring bertambahnya usia si jabang bayi. Para pinisepuh Amarta termasuk Sri Kresna pun kehabisan reka
daya bagaimana menolong Sang jabang bayi Dewi Arimbi ini. Maka lelaki kekasih Dewata – Sang
Paman Raden Arjuna – menyingkirkan sejenak dari hiruk piruk dan kepanikan di Kesatrian Pringgondani.
Atas saran Sri Kresna, Raden Arjuna menepi. Semedi memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar
kiranya memberikan kemurahannya untuk menolong Pandawa mengatasi kesulitan ini.

Di Kayangan Suralaya, permintaan Arjuna didengar oleh para dewa. Bethara Guru mengutus Bethara
Narada untuk memberikan senjata pemotong ari – ari berupa keris Kunta Wijayandanu. Bethara Narada
turun dengan membawa senjata Kunta bermaksud menemi Arjuna yang kala itu diiringi oleh para
punakawan, abdi tersayang. Sahdan di tempat lain, Adipati Karno sedang mengadu kepada Ayahnya
Dewa Surya, dewanya Matahari. Adipati Karno, memohon welas asih kepada Sang Ayah untuk
memberikan kepadanya senjata andalan guna menghadapi perang besar nanti. Dewa Surya menyarankan
anaknya untuk merampok Senjata Kunta dari Bethara Narada. Karno dan Arjuna adalah saudara seibu
yang wajah dan perawakkanya sangat mirip melebihi saudara kembar. Hanya suara saja yang
membedakan keduanya. Maka ketika Adipati Karno dirias oleh Dewa Surya menyerupai Arjuna, Bathara
Narada tidak akan mengenal Adipati Karno lagi melainkan Arjuna.

Kelicikan Dewa Surya tidak cukup di situ. Siang yang terik dan terang benderang itu tiba – tiba meredup
seolah menjelang malam. Dengan upaya dan rekayasanya, terjadilah gerhana surya. Narada, dewa yang
sudah tuwa dengan wajah yang selalu mendongak ke atas itu, semakin rabun karena gerhana ini. Adipati
Karno mencegat Bethara Narada, tanpa perasaan curiga diberikannya senjata Kunta kepada ”Arjuna”.
Merasa tugas selesai Narada berniat kembali ke Kahyangan. Ternyata masih ditemuinya Arjuna lagi yang
kali ini tidak sendiri melainkan diiring para punakawan. Sadar Narada tertipu, diperintahkannya Arjuna
untuk merebut senjata kunta dari Sang Adipati Karno. Perang tanding tak bisa dielakkan, namun hanya
warangka senjata yang dapat direbut oleh Arjuna dari kakak tertuanya itu. Dengan warangka senjata
itulah ari – ari jabang bayi arimbi yang kelak bernama Raden Gatotokaca dapat diputus. Keanehan terjadi
ketika sesaat setelah ari – ari jabang bayi diputus, seketika warangka hilang dan menyatu ke badan si
jabang bayi.

Sekarang, saat perang besar terjadi takdir itu sudah sampai waktunya. Senjata Kunta mencari
warangkanya, di tubuh Raden Gatotkaca. Tidak berarti sesakti apapun Gatotkaca, setajam pisau cukur
tangannya memancung leher musuhnya. Konon pula otot gatotkaca sekuat kawat tembaga, tulangnya
sealot besi tempa. Kesaktiannya ditempa di Kawah Candradimuka. Namun garis tangan Gatotkaca
hanyalah sampai di sini. Di gerbang yang memisahkan antara alam fana dengan alam baka, sukma
Kalabendono, paman yang sangat menyawangi Gatotkaca menunggu “sowan ke pengayunan yang Maha
Pemberi Hidup”. Begitu sayangnya Kalabendono kepada keponakannya, sukmanya berjanji tidak akan
kembali ke asal kehidupan jika tidak bersama sang keponakan.

Di sisi seberang ladang pertempuran, Karno telah siap dengan busur panahnya dengan anak panah Kunta
Wijayandanu. Dalam hatinya berbisik “Anakku bocah bagus, belum pupus bekas ari – arimu….berani –
beraninya kamu menghadapi uwakmu ini. Bukan kamu yang aku tungggu ngger…Arjuna mana? Ya ya
..sama – sama menjalani darma satria, ayo aku antarkan kepergian syahidmu dengan Kunta
Wijayandanu”. Gatotkaca, mata elangnya sangat tajam melihat gerak – gerik seekor tikus yang baru
keluar dari sarangnya. Pun meski dia melihatnya dari jarak ribuan tombak diatas liang tikus itu. Begitu
pula, dia tahu apa yang sedang dilakukan Sang Adipati Karno. Dia tahu riwayatnya, dia tahu bahwa
warangka senjata Kunta ada di tubuhnya dan menyokong kekuatannya selama ini. Dicobanya mengulur
takdir. Dia terbang diantara awan – awan yang gelap menggantung nun di atas sana. Dicobanya
menyembunyikan tubuhnya diantara gelapnya awan yang berarak – arakan di birunya langit.

Namun takdir kematian sama sekali bukan di tangan makhluk fana seperti dia. Takdir itu sejengkal pun
tidak mungkin dipercepat atau ditunda. Sudah waktunya Gatotkaca, sampai di sini pengabdian
kesatriaanmu. Kunta Wijayandanu dilepaskan dari busurnya oleh Adipati Karno. Di jagad ini hanya
Arjuna yang mampu menyamai keahlian dan ketepatan Basukarno dalam mengolah dan mengarahkan
anak panah dari busurnya. Kuntawijandanu melesat secepat kilat ke angkasa, dari Kereta perang
Basukarno seolah keluar komet bercahaya putih menyilaukan secepat kilat melesat. Di
angkasa….Kalabendono yang sudah siaga menunggu tunggangan, dengan sigap menumpang ke senjata
Kunta. Senjata kunta dan Kalabendono, menghujam ke dada Gatotkaca, membelah jantung Sang Satria
Pringgandani. Dalam sekaratnya, Gatotkaca berucap ”Aku mau mati kalau dengan musuh ku….”. Seperti
bintang jatuh yang mencari sasaran, jatuhnya badan Gatotkaca tidak lah tegak lurus ke bawah, namun
mengarah dan menghujam ke kereta perang Basukarno. Basukarno bukanlah prajurit yang baru belajar
olah kanuragan setahun dua tahun. Dengan keprigelan dan kegesitannya, sebelum jasad Gatotkaca
menghujam keretanya dia melompat seperti belalang menghindar dari sergapan pemangsa.

Jasad gatotkaca menimpa kereta, Keretapun hancur lebur, pun delapan kuda dengan kusirnya tewas
dengan jasad tidak lagi bebentuk. Selesailah episode Gatotkaca dengan perantaraan Uwaknya, Adipati
Karno Basuseno. Gugurnya Gatotkaca menjadi berita gembira di kubu kurawa. Para prajurit bersorak
sorai mengelu – elukan sang Adipati Karno. Kepercayaan diri mereka berlipat, semangat perang mereka
meningkat. Keyakinan diri bertambah akan memenangi perang dunia besar yang ke empat ini.
Sebaliknya, kesedihan mendalam tergambar di kubu Pandawa. Wrekudara hampir – hampir tidak mampu
menguasai diri ”Gatot…, jangan kamu yang mati biar aku saja bapakmu…Hmmm Karno…..!!! beranimu
hanya dengan anak kemarin sore..Ayo lawanlah Bapaknya ini kalau kamu memang lelaki sejati…!”.
Arimbi, sang ibu, tidak kuasa menahan emosi. Selagi para pandawa meratapi dan merawat jasad
Gatotkaca, Arimbi menceburkan ke perapian membara yang rupanya telah disiapkannya. Sudah menjadi
tekatnya jika nanti anak kesayangannya mati sebelum kepergiannya ke alam kelanggengan, dia akan
nglayu membakar diri. Dan itu dilakukannya sekarang. Pandawa, dengan demikian kehilangan dua
keluarga dekat sekaligus di malam menjelang fajar ini. Wrekudara kehilangan anak tersayang dan istri
tercintanya. Namun keturunan tidaklah terputus, karena baik Antareja maupun Gatotkaca telah
mempunyai anak laki – laki sebagai penerus generasi Wrekudara. Fajar menjelang, jenazah Gatotkaca dan
abu Arimbi telah selesai diupakarti sesuai dengan ageman dan keyakinan mereka. Sri Kresna sudah bisa
menenangkan Wrekudara dan para pandawa yang lain. Sekarang saatnya mengatur strategi. Tugas harus
dilanjutkan. Pekerjaan harus diselesaikan, perang harus dituntaskan. Dunia akan segera mengetahui,
gunjingan dunia mengenai perang besar antar dua saudara kembar akan segera terjadi siang ini.

 Dursasana gugur

Werkudara melihat anaknya, Gatutkaca gugur di Tegal Kurusetra menjadi marah. Werkudara menyapu
para Kurawa dengan gada Rujakpolonya. Banyak korban berjatuhan. Akhirnya Werkudara mendapatkan
Dursasana dalam posisi sudah terpojok. Dursasana adalah pendamping Senapati Adipati Karna.
Werkudara dan Dursasana berkelahi habis-habisan. Werkudara teringat waktu Perang dadu. Yaitu
tantangan Kurawa bermain judi kepada Pandawa, namun dengan kecurangan Patih Sengkuni maka semua
harta benda, Istana sampai dengan Dewi Drupadi menjadi taruhan. Sampai Pandawa menjadi budak.
Harus melepaskan seluruh pakaian kerajaan. Sedangkan Dursasana belum puas dengan itu, masih berbuat
kurang ajar. Ia menjambak rambut Dewi Drupadi dan menyeret Dewi Drupadi ketengah tengah
jkerumunan Kurawa sampai sanggulnya lepas, dan Dursasana berusaha menelanjangi Dewi Drupadi.

Para Pandawa yang telah menjadi budak tidak bisa berbuat apa-apa, mereka tidak bisa menolong Dewi
Drupadi.Namun atas pertolongan Sanghyang Wisnu, maka setiap lapis kain yang lepas selalu diganti ,
sehingga Dursasana sampai bercucuran keringat ketika melepas kain Dewi Drupadi. Pakaian Drupadi
sudah menumpuk, namun kain yang dibadan Dewi Drupadi tidak pernah habis. Disinilah Dewi Drupadi
bersumpah, bahwa selama hidupnya tidak akan menyanggul rambutnya, sebelum keramas dengan darah
Dursasana Sedangkan Werkudara bersumpah untuk membunuh Dursasana dan menghirup darahnya.
Ahirnya Werkudara dengan kekuatan amarah, bagai serigala hutan, memukul Dursasana dengan Gada
Rujakpolo. Berkali kali dihantamkannya Gada Rujakpala ke tubuh dan kepala Dursasana, sehingga tubuh
dan kepalanya hancur. Werkudara menghirup darah Dursasana untuk memenuhi sumpahnya. Setelah itu
dengan sebuah topi baja prajurit,yang tergeletak didekatnya, Werkudara mengambilnya, untuk dijadikan
sebagai bokornya, untuk menampung darah Dursasana dan dibawanya pergi menjumpai Dewi Drupadi
yang sedang menunggu di perkemahan Tegal Kurusetra. Werkudara memberikan bokor berisi darah
Dursasana kepada Dewi Drupadi. Dewi Drupadi segera membasuh rambutnya dengan darah Dursasana,
maka Dewi Drupadi telah memenuhi sumpahnya. Dewi Drupadi berterima kasih kepada Werkudara.

Karna Tanding (Barathayudha 7)

Adipati karno tetap menjadi senopati kurawa, sementara pengapitnya adalah durgandasena, durta, dan
jayarata. Pandawa mengangkat arjuna sebagai senopati dan werkudara sebagai pengapitnya.
Raden Arjuna, satria panengah Pandawa telah berganti busana bagai seorang Raja, mengenakan busana
keprabon. Karena keahlian Prabu Kresna dalam ndandani sang adik ipar Arjuna pada kali ini jika diamati
tidak ada bedanya dengan kakak tertuanya Adipati Karno. Saking miripnya, Arjuna dan Karno ibarat
saudara kembar. Meskipun mereka hanya saudara seibu lain Bapak keduanya bagai pinang dibelah dua.
Bahkan karena begitu miripnya, Dewa Kahyangan Bathara Narada pun tidak mampu membedakan mana
Arjuna yang mana Basukarno kala itu. Kedua senopati perang telah bersiap di kereta perang masing –
masing. Basukarno dikusiri oleh mertuanya Prabu Salya. Basukarno tahu bahwa Prabu Salya tidak dengan
sepenuh hatinya dalam mengendalikan kereta perangnya. Prabu Salya, juga tidak sepenuh hatinya dalam
mendukung Kurawa dalam perang ini. Hati dan jiwanya berpihak kepada Pandawa meskipun jasadnya di
pihak Kurawa. Karena putri – putrinya istri Duryudono dan Karno, maka dengan keterpaksaan yang
dipaksakan Prabu Salya memihak Kurawa pada perang besar ini.

Meskipun demikian, berulang kali sebelum perang terjadi Prabu Salya membujuk Duryudono agar perang
ini dibatalkan. Bahkan dengan memberikan Kerajaan Mandaraka kepada Duryudono pun, Prabu Salya
merelakan asal perang ini tidak terjadi. Namun tekat dan kemauan Duryodono tidak dapat dibelokkan
barang sejengkal pun. Tekad Duryudono yang keras dan kaku ini juga karena dukungan Adipati Karno
yang menghendaki agar perang tetap dilaksanakan. Adipati Karno, berkepentingan dengan kelanjutan
perang ini demi mendapatkan media balas budi kepada Duryudono dan kurawa yang telah mengangkat
derajatnya dan memberikan kedudukan yang terhormat sebagai Adipati Awangga yang masih bawahan
Hastina Pura. Maka latar belakang ini pula yang menambah kebencian Salya kepada menantunya, Adipati
Karno. Di seberang sana, Kresna telah bersiap sebagai kusir Arjuna. Kereta Kerajaan Dwarapati Kyai
Jaladara telah siap menunaikan tugas suci. Delapan Kuda penariknya bukanlah turangga sewajarnya.
Kedelapan kuda itu adalah kuda – kuda pilihan Dewa Wisnu yang dikirim dari Kahyangan untuk
melayani Sri Kresna. Turangga – turangga itu telah mengerti kemauan dari tuannya, bahkan jika tanpa
menggunakan isyarat tali kekang pun. Berbagai medan laga telah dilalui dengan kemengan – demi
kemenangan. Bahkan saat Raden Narayana, Kresna di waktu muda, menaklukkan Kerajaan Dwarawati
ketika itu. Atas permintaan Prabu Kresna, Arjuna menghampiri dan menemui Adipati Karno untuk
mengaturkan sembah dan hormatnya.

Dengan menahan tangis sesenggukan Arjuna menghampiri kakak tertuanya ”Kakang Karno salam hormat
saya untuk Kakanda. Kakang, jangan dikira saya mendatangi Kakang ini untuk mengaturkan tantangan
perang. Kakang, dengan segala hormat, marilah Kakang saya iringkan ke perkemahan Pandawa kita
berkumpul dengan saudara pandawa yang lain layaknya saudara Kakang…” Adipati Karno ”Aduh
adikku, Arjuna…Kakang rasakan kok kamu seperti anak kecil yang kehilangan mainan. Menahan tangis
sesenggukkan, karena perbuatan sendiri. Adikku yang bagus rupanya, tinggi kesaktiannya, mulya budi
pekertinya. Sudah berapa kali kalian dan Kakang Prabu Kresna membujuk Kakang untuk meninggalkan
Astina dan bersatu dengan kalian Para Pandawa. Aduh..adikku, jikalau aku mau mengikuti ajakan dan
permintaan itu, Kakang tidak ada bedanya dengan burung dalam sangkar emas. Kelihatannya enak,
kelihatannya mulia, kelihatannya nyaman. Tapi adikku, kalau begitu, sejatinya Kakang ini adalah
seorang pengecut, seseorang yang tidak dapat memegang omongan dan amanah yang telah diniatinya
sendiri. Adikku…bukan dengan menyenangkan jasad dan jasmani Kakang jikalau kalian berkehendak
membantu Kakang mencari kebahagiaan sejati. Adikku..Arjuna, jalan sebenarnya untuk mendapatkan
kebahagiaan sejatiku adalah dengan mengantarkan kematianku di tangan kalian, sebagai satria sejati yang
memegang komitmen dan amanah yang Kakang menjadi tanggung jawab Kakang. Oleh karena itu
Adikku, ayo kita mulai perang tanding ini layaknya senopati perang yang menunaikan tugas dan tanggung
jawab yang sejati.

Ayo yayi, perlihatkan keprigelanmu, sampai sejauh mana keprawiranmu, keluarkan semua kesaktinmu.
Antarkan kakangmu ini memenuhi darma kesatriaannya. Lalu sesudah itu, mohon kanlah pamit Kakang
kepada ibunda Dewi Kunti. Mohonkan maaf kepadanya, dari bayi sampai tua seperti ini belum pernah
sekalipun mampu membuatnya mukti bahagia meskipun hanya sejengkal saja.” ”Aduh Kakang Karno
yang hamba sayangi, adinda mohon maaf atas segala kesalahan. Silakan Kakang kita mulai perang
tanding ini” Setelah saling hormat antara keduanya, perang tanding kedua senopati perang yang mewakili
kepentingan berbeda namun demi prinsip yang sama secara substansi itu dimulai. Keduanya mengerahkan
segala kemampuan perang darat yang dimiliki. Sekian lama adu jurus kanuragan ini berlangsung. Saling
menerjang, saling menghindar dan berkelebat ibarat burung Nasar yang menyasar mangsanya di daratan.
Bagi siapa yang melihat, keduanya sama – sama prigel, keduanya sama – sama tangkas dan keduanya
sama – sama sakti. Kelebat mereka demikian cepat seperti kilat.
Ribuan prajurit kedua pihak menghentikan pertempuran demi melihat hebatnya adegan perang kedua
satria bersaudara ini. Namun bagi mereka yang melihat, kabur sama sekali tidak mampu membedakan
yang mana Arjuna dan yang mana Karno. Keduanya mirip, keduanya menggunakan busana yang sama.
Perawakan dan pakulitannya sama. Hanya desis suara masing – masing yang sesekali terucap yang
membedakan keduanya. Perkelahian tangan kosong ini telah berlangsung sampai matahari sampai di
tengah kubah langit. Tidak ada yang kalah tidak ada yang unggul sampai sejauh ini. Keduanya menyerang
dengan sama baik, keduanya menghindar dengan sama sempurna. Keduanya menghunus keris masing –
masing. Pertarungan tangan kosong dilanjutkan dengan pertarungan dengan senjata keris. Karno memulai
dengan menerjang mengarahkan keris ke ulu hati Arjuna. Secepat kilat arjuna menghindar melompat
vertikal layaknya belalang menghindar dari sergapan burung pemangsa, Keris Adipati Karno menerjang
sasaran hampa, berkelebat berkilat diterpa sinar panas matahari tengah hari. Sejurus kemudian posisi
mereka saling bertukar, Arjuna kini menyerang, leher Karno menjadi incaran. Demikian cepat tusukan ini
menerobos udara panas menerjang leher Adipati Karno. Namun Adipati Karno tidak kalah cepat dalam
berkelit, digesernya leher dan kepalanya menyamping kiri. Tidak hanya menghindar yang dilakukan,
penyeranganpun dapat dilakukannya. Sambil menyempingkan badan dan kepalanya ke kiri, tangan
kirinya mengirimkan pukulan ke dan mengenai bahu kanan Arjuna. Sedikit terhuyung Arjuna saat
mendaratkan kakinya di tanah, meskipun tidak sampai membuatnya roboh. Adipati Karno tersenyum
kecil, melihat adiknnya terhuyung. Kini keduanya saling menerjang dengan keris terhunus di tangan.
Masing – masing mencari sasaran yang mematikan sekaligus menghindar dari sergapan lawan. Adu
ketangkasan keris ini berlangsung sampai matahari condong ke barat, hampir mencapai paraduannya di
akhir hari. Tidak ada yang cedera dan mampu mencedarai, tidak ada yang kalah dan mampu
mengalahkan.

Keduanya memutuskan perang tanding dilanjutkan dari atas kereta. Arjuna sekali melompat sudah sampai
pada kereta Jaladara. Demikian juga Karno, sekali langkah dalam sekejap sudah bersiap di kereta
perangnya. Di kereta perang Karno, Karno meminta nasehat sang mertua ”Rama Prabu, saya tidak dapat
mengalahkan Arjuna saat perang di daratan Rama” ”Karno, aku ini hanyalah Kusir, tanggung jawabku
hanyalah mengendalikan kuda. Asal kudanya tidak bertingkah tugasku selesai.” ”Iya benar Romo, namun
putra paduka ini mohon pengayoman Rama Prabu Salya” ”E lah, apa kamu lupa kondangnya Raja
Awangga itu kalau perang menerapkan kesaktian aji Naraca Bala” ”Terimakasih Rama”

Adipati Karna menyiapkan anak panah dengan ajian Naraca Bala, begitu dilepaskan dari busurnya
terjadilah hujan panah yang mengerikan. Kyai Naraca Bala yang telah ditumpangkan pada anak panah
menyebabkan anak panah terlepas dan menjadi hujan ribuan anak panah di udara. Anak panah itu
berkilatan seperti kilat menjelang hujan turun di musim pancaroba. Tidak cukup itu, ribuan anak panah
itu juga mengandung racun mematikan. Jangankan menghujam ke tubuh, hanya menyenggol kulit pun
dapat mengakibatkan kemaitan. Tidak heran para prajurit lari tunggang langgang menyelamatkan diri dari
hujan anak panah itu. Pun demikian ratusan prajurit menemui ajal tanpa mampu menyelematkan diri.
Namun di sisi lain, Arjuna adalah satria kinasih Dewata dengan kesaktian tanpa tanding. Meski terkena
ratusan anak panah Naraca Bala, tiada gores sedikitpun kulit sang Panengah Pandawa. Baginya ratusan
anak panak yang menghujam ke tubuhnya tiada beda dirasakan layaknya digiit semut hitam. Penasaran
Adipati Karno melihat kesaktiannya tidak berarti apa – apa bagi Arjuna, maka dihunusnya Anak Panak
Kunta Drewasa pemberian Dewa Surya. Jagad sudah mendengar bagaimana kesaktian anak panah ini,
jangankan tubuh manusia gunung pun akan hancur lebur jika terkena anak panah ini. Secepat kilat anak
panah Kunta Drewasa sudah terpasangkan di busurnya.

Seperti halnya Arjuna, keahlian Karno dalam memanah tiada tanding di dunia ini. Jangankan sasaran
diam, nyamuk yang terbang pun dapat dipanah dengan tepat oleh Sang Adipati. Prabu Salya, hatta
melihat anak panah sudah siap dilepaskan dan dapat dipastikan tidak akan bergeser seujung rambutpun
dari sasaran leher Arjuna, timbul rasa dengki dan serik nya kepada Karno. Prabu Salya tidak rela anak –
anaknya Pandawa kalah dalam perang ini. Maka disentaknya kendali kerata perang bebarengan dengan
dilepaskannya Kunta Drewasa, akibatnya kureta perang mbandang tidak terkendali. Tangan Karno pun
goyah, dan lepasnya anak panah meleset dari sasaran. Di sisi lain, Kresna adalah kusir bukan sembarang
Kusir. Penghlihatannya sangat presisi, dia tahu apa yang akan dilepaskan oleh Karno. Dia tahu kesaktian
dan apa yang akan terjadi kepada Arjuna jika Kunta Drewasa tepat mengenai sasarannya. Maka
dihentaknya kereta kuda dengan kaki dan kesaktannya. Roda kereta amblas dua jengkal menghujam
bumi. Anak panah Kunta Drewasa terlepas, namun meleset dari leher dan mengenai gelung rambut
Arjuna. Jebolnya gelung rambut Arjuna disertai dengan lepasnya topong keprabon yang dikenakannya.

Malu Arjuna karena gelung rambutnya ambrol dan topongnya terlepas. Dia juga was – was jangan –
jangan ini pertanda kekalahannya dalam perang tanding ini. Namun Kresna sekali lagi, bukan hanya
pengatur strategi dan penasehat perang bagi Pandawa. Dia juga adalah pamong dan guru spiritual para
Satria Pandawa. Dihiburnya Arjuna bahwa ini hanyalah risiko perang. Disambungnyanya rambut Arjuna
dengan rambutnya sendiri. Digantikannya topong harjuna dengan yang lebih bagus.
”Arjuna…,kelihatannya ini sudah sampai waktunya Adi Prabu Karno menyelesaikan darma baktinya.
Semoga Tuhan menerima bakti dan darmanya adikku. Siapkanlah anak panah pasopati yang busurnya
berupa bulan tanggal muda itu. Kiranya itu yang akan menjadi sarana menghantarkan Kakangmu Karno
menuju kebahagiaan sejatinya” ”Sendiko dawuh Kakanga Prabu, mohon do’a restu Kakang Prabu”
Arjuna menghunus Panah Kyai Pasopati yang anak panahnya berbentuk bulan sabit. Ketajaman bulan
sabit ini tidak ada makhuk jagad yang meragukannya. Galih kayu jati terbaik di jagad pun akan teriris
layaknya kue lapis diterjang pisau cukur. Arjuna adalah satria dengan tingkat keahlilan memanah
mendekati sempurna. Ibaratnya, Arjuna mampu memanah sasaran dengan membelakangi sasaran itu. Dia
membidik bukan dengan mata lahirnya namun dengan mata batinnya. Oleh karena itu, meski matanya
ditutup rapat dengan kain hitam berlipat – lipat, dia akan mampu mengenai sasaran dengan tepat.

Sekarang anak panah telah siap di busurnya. Ditariknya tali busur, dikerahkan segala konsentrasinya,
dibidiknya leher Sang Kakak, Adipati Karno. Dalam konsentrasi yang dalam ini, sebentar – sebentar dia
menarik napas. Sebentar – sebentar menata hati dan pikirannya. Saat ini yang dituju anak panah adalah
leher Adipati Karno. Saudara sekandung lain bapak. Bagaimanapun, susunan tulang, urat, darah dan leher
itu dari benih yang sama dengan lehernya. Darah yang mengalir pada Karno adalah dari sumber yang
sama dengan darahnya. Putih tulang leher itu dari jenis yang sama dengan putih tulangnya. Urat leher itu,
tiada beda dengan bibit pada urat lehernya. Namun, tugas adalah tugas. Darma adalah darma yang harus
dilaksanakan dengan sepenuh hati. Dibulatkan tekatnya, dimantapkan hatinya bahwa bukan karena ingin
menang dan ingin mengalahkan dia melakukan ini. Ditetapkannya hatinya, inilah cara yang dikehandaki
sang Kakak untuk membuatnya bahagia. Dalam hati dia berdoa kepada Tuhan Yang Maha tunggal, agar
kiranya mengampuni kesalahannya ini. Di seberang sana, Adipati Karno tahu apa yang akan dilakukan
adiknya. Dia sudah dapat mengira apa yang akan terjadi padanya. Kesaktian dan ketajaman pasopati,
sudah tidak perlu diragukan lagi. Kulit dan dagingnya tidak akan mampu melawannya. Namun, tidak ada
rasa takut dan khawatir yang terlihat pada ronanya menghadapi akhir hidupnya ini. Yang adalah senyum
kebahagiaan, karena adik yang dicintainya yang akan mengantarkannya menemuai kebahagian sejati.
Sebaliknya bukan rona takut dan pucat terpancar pada wajahnya, namun senyum manis dan bersinar
wajah yang terlihat. Semakin kentara indahnya wajah sang Adipati Karno. Sang Kusir, Prabu Salya
melihat apa yang akan dilakukan Arjuna. Ketakutan dan khawatir nampak pada wajah dan sikapnya.

Anak panah dilepaskan dari busurnya oleh Arjuna. ”Ssseeeettttttt”, begitu suaranya tenang setenang
Karno dalam menerimanya. Lepasnya panah seperti kilatan petir dari kereta Jaladara. Secepat dia mampu,
Prabu Salya melompat dari kereta mengindari bahaya. Anak panah tepat mengenai leher Adipati Karno,
putus seketika. Kepala menggelinding ke tanah, badanya menyampir di kereta. Adipati Karno telah
sampai pada garis akhir kesatraiannya. Dia telah mendapatkan apa yang diharapkannya. Kematian yang
terhormat dalam menegakkan darma bakti satria. Basukarno adalah satria sejatinya satria. Duka
menyelimuti Kurusestra dari pihak Pandawa. Lagi mereka kehilangan saudara yang dicintainya.
Meskipun Karno di pihak musuh, sejatinya dia adalah saudara kandung mereka. Tidak terkira bagaimana
pedih dan perih yang dirasakan Dewi Kunti. Semenjak lahir, anak sulungnya itu telah dibuangnya ke
Sungai Gangga. Jangankan memelihara dan membesarkan, menyusui dan membelai bayinyapun tidak
pernah dirasakannya. Belasan tahun dia tidak pernah mendengar kabar lagi mengenai anaknya. Setelah
sekian belas tahun tidak ada khabar berita, begitu berjumpa anaknya telah memihak musuh Pandawa,
anak – anaknya yang lain. Sekarang saat perang ini terjadi, putra bungsunya telah menjadi bangkai di
tangan Arjuna anaknya yang lain.

Rubuhan-Duryudhana Gugur (Barathayudha 8)

Dengan tewasnya adipati karna, kurawa mengangkat resi durna menjadi senopati kurawa yang
disampaikan oleh kartamarma. Kartomarmo mulai menyampaikan kabar yang dibawanya… “Sinuwun
mohon maaf, hari ini seperti yang Paman Sangkuni perintahkan hamba mendampingi Sang Senopati
Agung Bapa Begawan Druna maju ke medan laga Baratayudha….”.
Dengan gaya dan cengkok suara yang khas, Sengkuni menyela “Iya, kowe paman kasih pekerjaan enteng
Kartomarmo, mendampingi Senopati Agung yang jelas tidak terkalahkan…” “Inggih Paman…”
“Kartomarmo, teruskan ceritamu adikku”, perintah Prabu Duryudono

“Terlaksana Bapa Druna maju sebagai senopati perang Astina. Pandawa menggunakan konfigurasi
pasukan berupa bulan sabit, Permadi di sisi kiri, Bratasena di sisi kanan. Keduanya sebagai ujung
konfigurasi bulan sabit itu. Bapa Druna menggunakan konfigurasi Bangau Terbang, dengan pucuk perang
Bapa Druna sendiri. Terbukti gunjingan dunia bahwa Bapa Druna tanpa tanding. Tanpa waktu lama
barusan pasukan bulan sabit pandawa diterjang, diterabas seolah tanpa perlawan. Konfigurasi pasukan
wulan tinanggal itu kocar – kacir, morat marit terkena badai panah dan lautan api dari Sang Pandita
Sukalima itu”. Sangkuni “He..he…he…, ya sudah paman perkirakan kok ngger. Kalau Bapa Druna
bertindak lama mijit buah ranti, dalam sekejap Pandawa akan takluk..terus lanjutannya gimana le ??”
”Melihat pasukannya kocar – kacir, hamba lihat Arjuna bertindak. Busur panah disiapkan, panah
andalannya kiai Pasopati dihunus, dipasangkan di busur panah siap dilepaskan ke arah Bapa Druna. Tiba
– tiba gemetar tangan Arjuna, keringat dinginnya keluar, otot dan tulangnya seperti di-lelesi. Tanpa daya,
Arjuna lemas ambruk dan semaput…”

Duryudana ”Ha..ha…wah harusnya aku ada di sana. Aku akan bertepuk tangan dan kalau perlu sekalian
tepuk kaki untuk menyemangati Bapa Druna dan mempermalukan Arjuna. Terusannya gimana
Kartomarmo ? Pandawa menyerah tentunya…”. ”Belum kakang prabu. Melihat adiknya pingsan,
Wrekudara siap tumandang. Diayunkannya Gada Rujakpolo ke kiri dan ke kanan. Beberpa prajurit Astina
yang dekat dengan Wrekudara terlempar dan terluka. Bapa Druna memang memiliki daya magis yang
luar biasa, belum sampai jarak selemparan tombak Wrekudara mengarah ke Bapa Druna, seolah
dipakukan di bumi, kaki Wrekudara tidak bisa digerakkan. Wrekudara termangu seperti patung, balik
kanan ketika dipanggil oleh Prabu Kresna..”. Sengkuni ”He..he…ya pasti begitu, Druna itu gurunya, jadi
Wrekudara tidak akan berani melawan. Sudah saya duga kok ngger..terus Puntadewa nongol juga?? Atau
menyerah pastinya ”.”Belum paman. Nggih..puntadewa mencoba maju perang…”.”Alah anak itu nggak
pernah perang kok, ya pasti kalahnya sama Pandita Druna” .”Iya dicegah oleh Prabu Kresna, Puntadewa
tidak jadi maju. Pandita Druna terus menerus mengamuk mengeluarkan kesaktiannya. Ratusan prajurit
pandawa tewas. Tetapi tiba – tiba Wrekudara kembali ke arena lagi berteriak ’Swatama mati – swatama
mati’”.Sengkuni”Loh, padahal Aswatama khan gak ikut perang dan belum mati ?”.”Iya paman
Sangkuni”.”We lah, teriakan tipuan itu. Apus krama namanya…”.”Inggih Paman…teriakannya begitu
nyaring dan disambut gemuruh oleh seluruh pasukan Pandawa…Teriakan ini terdengar oleh Paman
Druna. Mendengar isu yang beredar di arena pertempuran ini, Bapa Druna seperti kehilangan tenaga,
linglung, bingung kehilangan daya sangga tubuhnya. Beliau menangis gero – gero seperti anak kecil.
Begawan Druna menyingkir dari arena perang, sembunyi di balik bukit. Badannya lemas ditumpukan
pada lututnya yang bersandar di tanah merah. Tanpa diketahuinya, ada satria bertindak curang.
Drestajumena menebas leher Pandita Druna dari belakang. Putus leher Pandita Druna, kepalanya
menggelinding, ditendang – tendang oleh pasukan Pandawa, Kakang Prabu…hu..hu…..tidak tega saya
melihatnya….oh ho…ho…”

Sampai di sini cerita Kartomarmo, tangis yang tadi ditahannya tidak bisa dia bendung. Rebah badannya
seketika…

Demikian juga semua yang hadir diterpa kesedihan, kekecewaan, penyesalan dan rasa amarah tidak tahu
kepada siapa. Tidak terlukiskan bagaimana perasaan kesedihan, kekecewaan dan kepedihan Prabu
Suyodono mendengar kabar ini. ”Aduhh……Gustiii…gusti…, betapa tidak adilnya Engkau….Mengapa
selalu kami yang tertima nestapa, mengapa hanya Pandawa yang engkau kasihi…..” Setelah resi durna
gugur, kurawa mengangkat prabu salya menjadi panglima dan sebagai pendampingnya diangkat
kartomarmo. sebelum tampil perang untuk keesokan harinya, prabu salya telah membeberkan rahasia
kelemahannya kepada kemenakannya nakula dan sadewa. karena ia telah merasa tiba saatnya. ia sekaligus
menyerahkan kerajaan mandaraka kepada nakula, putra dewi madrim adiknya. selanjutnya ia mengatakan
bahwa orang yang berdarah putihlah yang bisa mengalahkan ajian candrabirawa nya yaitu prabu
yudhistira. Keesokan harinya Di ladang Kuru setra. Bau busuk bangkai hewan tunggangan perang yang
berserakan semakin menusuk hidung.

Darah para prajurit, senopati, dan agul agul pandawa maupu kurawa yang gugur sebagian mengering,
sebagian masih terasa basah berjampur rereumputan kering dan debu musim kemarau. Semilir angin pagi
hari mendendangkan senandung kepedihan, kesedihan. Rumput rumput kering berserakan tercerabut dari
tanah berpijak, begitu pula nyawa para prajurit yang telah gugur terpisah dari raganya. Ladang Kurusetra,
sejak jaman kuno ketika Hutan Hastinapura diubah menjadi kerajaan oleh Prabu Gajah Hoyo (oleh karena
itu jagad mengenal Hastinapura dengan sebutan Kerajaan Gajahoyo) telah menjadi saksi puluhan perang
besar. Perang besar dunia pertama juga terjadi di sini. Ketika Prabu Tremboka dari Pringgandani mati
sampyuh bersama Prabu Pandu kala itu. Pandu mati muda meninggalkan dua orang istri dengan anak2
yang masih kecil, bahkan Nakula Sadewa belum putus tali pusarnya.
Hari ini ternyata Sangkuni tidak mematuhi pesan Salya kemarin sore. Paling tidak itulah yang dilihat
Salya. Kurawa telah memulai formasi perangnya dan menyerang prajurit Kurawa. Dari kejauhan Salya
melihat Setyaki bertempur melawan…siapa di sana? Salya tidak mengenalinya. Namun perkiraannya
mengatakan, pastilah lawan Setyaki itu adalah salah satu sekutu Duryudono dari Kerajaan sebrang.
Drestajumena, senopati Pandawa itu, melawan musuh lain yang juga tidk dikenalnya. Begitu pula para
prajurit tingkat bawah saling beradu satu sama lain. Salya belum lagi beranjak untuk memerintahkan
pasukan setianya maju menggempur formasi Pandawa. Dalam hati dia mengumpat, Sangkuni memang
tidak tahu tata krama. Sudah dipesannya jangan sampai tanpa perintahnya digelar formasi perang. Sebab
dia adalah Senopati Agung. Di bawah kendalinya lah seharusnya segala pergerakan perag hari ini berada.
“Duwoyoto…!” “Hamba sinuwun prabu..” “Sangkuni dan para kurawa memang tidak tahu tata krama dan
sopan santun. Sudah aku pesankan, jangan sampai menggelar pasukan hari ini tanpa seijinku. Tapi
mengapa mereka lancang mendahului perintah senopati??” “Sinuwun Prabu memang benar adanya,
namun lama lama saya amati, kelihatannya mereka bukan pasukan Kurawa sinuwun. Hamba tidak
melihat pasukan kurawa dan kurawa ada di medan laga..”
“Oh ya…we la…siapa mereka Duwayata? Kelihatannya memang mereka sekutu Kurawa. Tetapi
mengapa tidak terlihat Kurawa di sana? Hmm….ya sudah biarkan saja. Tahan pasukanmu, tidak perlu
melakukan gerakan apapun” “Sendika sinuwun…” Maka demikianlah, Salya dan pasukan Mandaraka
hanya diam menunggu dan mengamati apa yang terjadi di medan laga. Debu bergulung gulung
beterbangan karena sapuan kaki kaki prajurit yang sedang bertempur, atau karena hentakan kaki kuda,
gajah dan tunggangan yang lain. Suara gemuruh terdengar riuh rendah. Teriakan kemenangan berselang
seling dengan jerit kesakitan. Sorak sorai yang berhasil merobohkan ditimpali erangan mereka yang
dirobohkan. Pedang beradu dengan tameng, tusukan tombak mendesis menerjang sasarang. Anak panah
bagai guyuran hujan dari dan menuju kedua belah pihak yang berlawanan.

Teriakan sorak sorai dari arah pandawa tiba tiba membahana. Setyaki berhasil merobohkan lawannya.
Dengan ketangkasan dan keprigelannya, Si Bima Kunting ini berhasil merebut tombak lawannya setelah
dua tiga kali menghindar terjangan. Sambil melenting menghindari tusukan horisontal tombak sang
lawan, dikirimkannya tendangan tumit kaki kiri mengenai leher lawan. Lawan terhuyung ke belakang.
Secepat ular mematuk mangsa, tangan Setyaki menghujamkan tinju ke pergelangan lawan, tombak
terjatuh. Bersamaan dengan robohnya sang lawan. Setyaki sudah menggenggam tombak itu. Kendali
sekarang ada padanya. Lawan yang roboh mencoba bangun, dengan terhuyung dia berdiri. Dicabutnya
keris dari pinggangnya. Di sebrang sana Setyaki siaga memasang kuda kuda. Lawan melompat menerjang
dengan keris terhunus. Setyaki melemparkan tombak ke sasaran. Tepat menghujam dadanya. Darah
mengucur deras. Sang lawan sekali lagi roboh, kali ini tidak mampu bangun lagi. Sorak kemenangan
prajurit pandawa menggema menggetarkan Kurusetra. Di sisi lain, Drestajumana sibuk dengan lawan
yang lain. Namun kelihatannya, ini bukan lawan sebanding baginya. Nyalinyapun ciut. Belum lagi sampai
beradu senjata, namun begitu diketahunya bahwa senopatinya telah dikalahkan Setyaki diperintahkan
pasukannya mundur. Begitulah akhirnya, sekutu kurawa inipun kalah memalukan. Gemuruh kemenangan
prajurit pandawa. Mereka tidak mengejar pasukan musuh yang lari tunggang langgang. Sebab, meskipun
ini perang besar dan bisa jadi akan habis habisan, ada aturan yang harus dipatuhi kedua belah pihak. Salah
satunya, tidak boleh ada penyerangan bagi mereka yang mundur. Apalagi sudah di luar padang Kurusetra.
Perang ini hanya berlaku di ladang Kurusetra. “Sekarang saatnya Duwoyoto, ayo perintahkan pasukanmu
maju menerjang Pandawa..!”. Dan pasukan Mandaraka pun maju menyerbu. Sebagai incaran mereka
tentu saja jika berhasil meringkus atau merobohkan salah satu pandawa lima, sudah cukup untuk
menyatakan mereka menang. Namun tentu saja hal ini tidaklah mudah. Sudah tujuh belas hari perang ini
berlangsung. Sudah berribu2 pasukan dikerahkan, sudah berpuluh panglima perang diturunkan Kurawa.
Toh para pandawa masih segar bugar tanpa cela. Drestajumena sedikit terkejut melihat serbuan pasukan
Mandaraka. Meski sudah terdengar kabar sebelumnya, akan turun nya Salya di perang ini, tetap saja ada
rasa was was di dadanya. Dia tahu, bagaimana tingginya keahlian Salya dalam strategi perang dan
keprajuritan.

Narayana pun mengakui ini. Ajian Canda Birawa yang disandang Salya, membuat siapapun miris. Namun
dia adalah Senopati Pandawa sekarang, maka ditatanya perasaan diteguhkannya tekat. Dilihatnya wajah –
wajah cemas pasukan Pandawa. Bahkan Setyaki sekalipun miris. Kabar mengerikan yang sayup – sayup
dihembuskan Kurawa memakan mangsa. Tidak akan setengah hari, Pandawa dan seluruh pasukannya
akan tumpas oleh Canda Birawa. Drestajumena, sang senopati membangkitkan kembali semangat
pasukannya, “Kalian prajurit Pandawa…! Ingatlah kalian mengemban tugas suci saat ini. Jangan kalian
ingkari kesanggupan dan janji kalian hanya karena kengerian akan kabar kesaktia Salya yang belum tentu
benar. Aku sama sekali belum pernah melihat kebenarannya, kecuali kabar bohong yang sengaja
disebarkan Kurawa. Para pendusta itu….! Apakah kalian percaya? Apakah kalian tidak malu ngeri
dengan kabar bohong itu? Hayo tunjukkan keberanian kalian yang sudah terbukti dalam perang ini..Sudah
terbukti ribuan prajurit kita robohkan, ratusan panglima Kurawa kita lumpuhkan, bahkan Maha guru
Druno sekalipun. Tidak ada alasan untuk tidak bisa merobohkan Salya hari ini. Kembali ke formasi bunga
teratai, lindungi Pandawa…!!! “ Pasukan pimpinan Drestajumena mengikuti perintah panglimanya. Entah
sukarela atau terpaksa, hanya mereka yang tahu.

Di pihak lawan, para prajurit Mandaraka maju menyerbu. Riuh rendah suara penyemangat perang
terdengar dari arah mereka. Memang benar kondangnya, meski jumlahnya tidak seberapa ketangkasan
mereka luar biasa. Mereka yang menunggang kuda atau menyerbu dengan berlari sama tangkasnya.
Ketika jangkauan mereka sudah tercapai anak panah, ribuan anak panah menghujani pasukan Mandaraka
itu. Luar biasa, tidak satupun dari mereka terkana. Sambil tetap maju menyerbu, mereka menangkis anak
panah yang melesat dengan tameng, pedang, atau bahkan tombak mereka. Pasukan Mandaraka semakin
dekat…dan duel satu lawan satu tak terelakkan. Bergelimangan pasukan Drestajumena tak kuasa
menghadang mereka. Namun jumlah pasukan Mandaraka tidak sebanding. Perlahan mereka kewalahan
juga, satu pasukan Mandaraka kira kira berhadapan dengan sepuluh pasukan Pandawa yang juga sangat
terlatih. Melihat pasukannya berjatuhan, timbul amarah Salya. Yang tadinya sebenarnya hanya “lamis”
dia berperang, cintanya kepada pasukan dan simbul simbul Negara manadaraka yang dicederai lawan,
membuatnya marah juga. Disingkirkannya rasa ewuh pekewuh dan rasa welas kepada para pandawa
keponakannya. Di medan laga ini, tidak ada keluaarga, tidak ada sanak saudara, tidak ada pepunden
sesepuh. Yang ada hanyalah lawan, yang ada hanyalah musuh. Tidak ada kasih sayang, tidak ada welas
asih. Yang ada hanyalah melukai jika tidak ingin terlukai, yang ada hanyalah membunuh jika tidak mau
terbunuh. Dikerahkannya kesaktiannya. Panah disiapkan dibusurnya, secepat kilat panah itu terlepas dan
ribuahn panah tiba2 saja seolah menyembur dari kereta salya menghujani arah pandawa. Drestajumena
berteriak memberikan komando, “Kakang setyaki…bawa pasukanmu seutuhnya, kepung kereta
Salya..Jangan sampai dia mendekat ke arah Pandawa…!” Segera Setyaki dan ratusan pasukannya
mengepung kereta Salya. Ratusan tombak dilemparkan ke arah Salya. Tidak satupun mampu melukainya.
Bahkan kuda kuda kereta itupun seolah hanya digigit semut ketika terkena senjata dari arah pasukan
Setyaki. Setyaki dan pasukannya terdesak mundur, meski hanya menghadapi seorang Salya. Sebagian
pasukan Drestajumena membantu menghadang laju Salya. Tak kuasa, panah Salya seolah tiada henti
menyembur dan memakan korbannya. Jarak antara salya dan para pandawa di tengah formasi bunga
teratai tak lebih dari sepuluh lapis pasukan, dengen Setyaki dan Drestajumana di garis depan. Arjuna
bertindak. Dilepasknnya panah ardodedali, tidak mampu mengeni Salya. Namun menghantam payung
kereta, menyambar leher kusir Duwuyoto.

Mati seketika sang patih Duwoyoto. Semakin menjadi jadi marah Salya. Sejenak kereta kehilangan
keseimbangan karena ditinggalkan kusirnya. Sekarang Salya memegang sendiri tali kekang, sambil
sesekali tangan kanannya melempar tombak ke arah pasukan pandawa untuk mencari jalan menyerbu
Pandawa. Salya benar benar tidak lagi melihat pandwa sebagai kelurga, mereka semua dalah musuh saat
ini. Dari luar gelanggang Kresna berteriak, “Yayi Yudistira…sekarang giliran adinda…!”
Yudistira maju menerjang dengan menunggang kuda putih. Mengitari kereta salya seolah2 meledek
Salya, “Mana ajian Canda Birawa Salya yang terkenal itu? Apakah terkenal kabar dustanya saja? Sebab
sekalipun belum pernah aku melihatnya… ” Sayup sayup itulah yang didengar Salya. Meski terbersit juga
keraguan, benarkah Yudistira selancang itu kepadanya meski ini di medan perang??
Di alam tapaksuci yang memisahkan dunia dan alam baka, arwah Bagaspati yang masih menunggu anak
menantu tersayangnya mendapati momen yang dinantikan. “We lah…inilah saatku menghadap ke
pengayunan Yang Maha Menang, sudah cukup lama aku menunggu. Sekarang Narasoma sudah
berhadapan dengan manusia berdarah putih. Yudistira….jangan kaget, aku akan menyatu dengan
ragamu.” Salya semakin merasa terhina ketika kuda Yudistira hanya mengitari, mengejek dirinya.
Lemparan tombak dan lontaran panah, tidak satupun mengenai Yudistira. Dikesampingkannya rasa ragu
dan kasih sayang pada Yudistira, diucapkannya mantra ajian Candabirawa. Seketika muncul dihadappnya
monster kerdil menyeramkan,”Narasoma….mengapa kamu panggil aku hmmm?”
“Canda birawa..,berpuluh tahun kamu di ragaku baru kali ini aku menyuruhmu. Yang menunggang kuda
putih itu Ratu pandawa, hisaplah ubun2nya agar sampai pada kematiannya..”
“Wah..ha ha, jangan kuwatir tidak sampai kedip matamu usai, Yudistira akan tewas”. Dan ketika monster
itu menampakkan wujudnya benar2 membuat prajurit yang melihat heran dan ngeri. Meski secara spontan
itu membuat mereka maju menyerbu monster kecil itu. Bukan erangan kesakitan yang keluar dari mulut
monster itu ketika berbagai sanjat menghujam tubuhnya, tetapi tawa kegirangan. Dan seketika monster itu
berlipat seperti amuba membelah diri. Satu jadi sepuluh, sepuluh menjadi seratus, dan ratusan monster itu
membuat pasukan pandawa dan senopatinya tunggang langgang. Sekarang hanya Yudistira yang
menghadapi. Semua yang melihat keheranan melihat keanehan ini. Selama hidupnya, Yudistira tidak
pernah perang. Kali ini begitu gagah beraninya dia menghadang Candabirawa, yang bahkan Bima Janaka
pun ciut nyalinya.

Keajaiban itu semakin bertambah ketika ratusan monster kerdil itu mendekati Yudistira. Bukan rasa benci
apalagi amarah yang terlihat di wajah monster itu, tetapi kegembiraan yang luar biasa karena kerinduan
yang kelihatannya sangat lama terpendam. Lihatlah seolah mereka anak anak kecil yang seharian
ditinggal ibunya. Semmuanya menubruk dan ingin merangkul Yudistira. Entah apa yang terjad, ketika
tubuh2 mereka menyentuh Yudistira, seketika hilang tidak berbekas.
Tak terdengar lagi raungan monster2 canda birawa. Yudistira bersiap. Dihusnya panah dari sarungnya,
dipasangkannya ke busur. Panah itu sudah ditumpangi Jimat Kalimasada. Seolah tanpa ragu dan tetlihat
sangat terlatih, Ydistira melepaskan anak panahnya. Tepat mengenai dada Salya. Salya gugur memenuhi
janji dan melunasi hutangnya. Bagi yang melihat kasar mata mungkin itu adalah penderitaan dan aib.
Namun bagi Salya sebaliknya. Inilah bukti cintanya pada pandawa dan kebenaran. Dikorbankannya
nyawa untuk membelanya. Ini pula momen yang ditunggunya, ketika dia melunasi hutang kepada Bapak
mertuanya. Dengan demikian, dia pulang ke pangkuan yang maha sempurna, dengan kesempurnaan.
Paling tidak tiada membawa beban dan janji yang tak terlunasi. Setelah Prabu Salya gugur di Tegal
Kurusetra, kini ganti Patih Sengkuni dengan kereta pe rangnya memasuki Tegal Kurusetra, menuju
pertahanan Pandawa. Ternyata Patih Sengkuni betul betul mahir dalam memainkan segala senjata, dari
panah, pedang, juga gada.Patih Sengkuni dikala mudanya, satria dari Gandara, bernama Sri Gantalpati,
seorang pemuda yang tampan dan sakti pula. Ia mengikuti Sayembara memperebutkan Dewi Kunti di
kerajaan Mandura. Namun gagal, ia dikalahkan oleh Pandu. Berkali kali senjata senjata Pandawa
mengenai tubuh Sengkuni namun, tidak satupun bisa melukai Sengkuni. Bahkan Sengkuni melepaskan
berbagai panah ke arah Arjuna dan Patih Sengkuni berhasil mematahkan serangan panah Arjuna.

Werkudara mencegat kereta perang Sengkuni. Werkudara me maksa Sengkuni turun dari Kereta perang.
Sengkuni pun turun. Terjadi perkelahian antara Werkudara dan Sengkuni. Berkali-kali Werkudara
memukul tubuh Sengkuni dengan Gada Rujakpolo. Namun Sengkuni hanya ketawa-ketawa, ia tidak
merasakan kesakitan. Werkudara terus memukul Sengkuni dari kepala, dada, perut, sampai paha,betis dan
telapak kaki, namun kelihatannya tidak merasakan apa apa. Tidak patah semangat. Gada Rujakpolo
ditinggalkan, Werkudara maju menghadapi Sengkuni, terjadilah perkelahian, berkali-kali Werkudara
menangkap Sengkuni, namun kulit Sengkuni licin bagaikan belut, sehingga selalu lepas.

Werkudara terus melawan Sengkuni. Werkudara, teringat masa lalu, kejadian Bale Sigolo golo, yang
hampir membawa korban para Pendawa, itu karena perbuatan Sengkuni. Perang dadu, itu ide Sengkuni
yang mencurangi Pandawa, hingga Pandawa sengsara 13 tahun di hutan. Sedangkan Sengkuni merasa
kecewa ketemu Prabu Pandu di Mandura, waktu sayembara memperebutkan Dewi Kunti, Sengkuni
menyerahkan Dewi Gendari, kakaknya pada Pandu, dengan harapan agar kakaknya bisa berbahagia
bersama Pandu. tetapi ternyata kakaknya di berikan pada Drestarastra. Andaikata Dewi Gendari tidak
diberikan pada Drestarastra, Kurawa itu menjadi anak Pandu. Sehingga Pandu akan memiliki 105 anak.
Pastilah Astina sangat kuat. Dan tidak ada perang Barata Yudha. Semua ini gara-gara Pandu. Maka
Sengkuni ingin membunuh anak-anak Pandu, yang telah membikin sengsara.

Werkudara capek menghadapi Sengkuni. Tiba-tiba Werkudara ingat, bahwa kulit Sengkuni amat licin,
dan peluhnya berbau lengo tolo (mungkin, minyak tanah), ini pasti ada hubungannya waktu Kurawa dan
Pendawa masih kecil bermain di sumur tua menemukan cupu lengo tolo milik kakek Abiyasa yang berisi
minyak kesaktian. Yang akhirnya lengo tolo diambil Sengkuni dan dilumurkan keseluruh tubuhnya.
Werkudara langsung meraih leher Sengkuni, lalu dihimpitnya dengan lengannya kuat kuat, sehingga
lehernya tercekik, dan mulutnya pun membuka lebar kehabisan napas. Werkudara memasukkan kuku
Pancanaka kedalam mulut Sengkuni karena Sengkuni tidak meminum lengo tolo,maka dengan mudah
dirobek robeknya sampai kedalam leher dan menembus ke jantungnya. Namun Sengkuni masih hidup. Ia
mengerang kesakitan. Werkudara menjadi ngeri dan ketakutan. Walaupun sudah luka berat, Sengkuni
tidak mati mati.

Prabu Kresna meminta Werkudara bisa menyempurnakan kematiannya. Werkudara akhirnya mengerti
keadaan ini dikarenakan kesaktian Lengo tolo yang dioleskan kesekujur tubuh Sengkuni. Setelah
terkelupas kulitnya, akhirnya Sengkuni pun Gugur. senopati terakhir kurawa akhirnya maju ke medan
perang. werkudara menekan pasukan astina sehingga mereka terdesak. prabu duryudana lari namun dapat
ditemukan oleh bima. dua raksasa pihak kurawa dan pandawa bertemu. pertarungan berjalan seimbang.
hingga lama pertarungan belum juga dapat diketahui pemenangnya. hingga batara kresna ingat bahwa
kelemahan(pengapesan) duryudana berada di paha kanannya. ia lalu memberi tanda pada bima dengan
menepuk2 pahanya. bima segera tanggap dan menyerang paha duryudana, akhirnya duryudana kalah oleh
bima

Khrisna dan Arjuna

Saat perang dunia Baratayuda mulai, dan genderang perang ditabuh, Arjuna, pahlawan terbesar Pandawa
lumpuh. Ksatria ini berubah menjadi begitu humanis, sehingga Krishna, lambang humanisme, harus
mengajarkan Arjuna bagaimana menjadi ksatria sejati, dalam Bhagavad Gita, the Song of God. Dalam
kisah Mahabarata, perselisihan antara keluarga Kurawa dan Pandawa, yang sebenarnya bersaudara ini
keturunan Barata, tidak dapat didamaikan lagi. Kehidupan dunia memanas, seluruh aspek kehidupan
hanya tentang pertentangan kedua keluarga ini.  Tidak ada perkembangan. Tidak ada kemajuan. Maka
peperangan dengan skala global, bahkan kosmik,tidak dapat dihindari. Baratayuda, perang keluarga
Barata, dimulai.

Pihak Kurawa sangat kuat, dibantu guru-guru Pandawa seperti Bhisma dan Durna, serta ksatria putera
dewa Surya yang tidak terkalahkan, Karna. Harapan Pandawa sebenarnya hanya ada pada Arjuna.
Pahlwan terbesar, putera dewa perang Indra. Tetapi di medan perang Arjuna lumpuh. Kehilangan roh
ksatria. Kita perlu menyadari ironi dari semua ini.  Jauh sebelum peristiwa ini terjadi, dewa terbesar
adalah dewa Indra. Dewa perang. Dewa ini pemimpin dunia, dan menjadi sesembahan para ksatria,
penguasa dunia. Para ksatria ini sangat ditakuti, menjelajahi tanah India, dan merampok ke sana ke mari.
Sampai suatu hari muncul ilham humanisme, paham kebajikan, sebagai reaksi penderitaan yang
ditimbulkan kaum ksatria.  Humanisme yang kemudian berkembang nanti menjadi agama Hindu,
meletakkan kebajikan dan menahan diri di atas segala-galanya. Oleh sebab itu timbul dewa tandingan
Indra, dan dalam kosmos penduduk Kuru posisi dewa Indra tergeser oleh dewa-dewa yang baru. Dewa
yang memimpin pada kebajikan dan humanisme. seperti dewa Wishnu menjadi dewa utama melebihi
Indra.

Dan ini tercermin dalam struktur Pandawa. Kakak tertua, Yudhistira adalah anak dewa Dharma. Bima
adalah anak dewa Bayu. Barulah Arjuna, anak ketiga, adalah anak dewa Indra, dewa perang. Yudhistira
adalah pemimpin Pandawa, bukan Arjuna. Dengan kata lain, dewa Indra harus mengalah pada dewa
Dharma. Baratayuda adalah peperangan. Di sini Arjuna berkuasa, lepas bebas, menjadi seorang ksatria.
Tetapi setelah bertahun-tahun bergaul dengan Yudhistira, Arjuna mampu melihat apa yang di lihat
Yudhistira. Betapa mengerikan dan kejam peperangan itu. Betapa besar kerusakan yang ditimbulkan para
ksatria. Ia harus membunuh saudara sendiri, guru-guru yang dihormati, pahlawan, orang-orang terhormat.
Ia harus bertindak keras pada orang yang sebenarnya ia hargai, mengerti, dan cintai.

 Dan Arjuna lumpuh.

Akhirnya Krishna memperlihatkan siapa dirinya sebenarnya, dewa Wishnu. Dewa pemelihara kehidupan.
Ia mendorong Arjuma untuk berperang. Ia menjelaskan arti dharma yang sebenarnya. Ia mengajarkan
Arjuna untuk menjalankan tugas tanpa perasaan, tanpa melihat hasil, tanpa melihat konteks, tanpa
memikirkan kerugian pada diri sendiri, tanpa mementingkan diri sendiri. Ia menjelaskan apa artinya
ksatria itu, dan betapa besarnya peran seorang ksatria.  Sampai seorang Wishnu, pemelihara kehidupan,
memerlukan kepahlawanan Arjuna untuk menjaga kehidupan ini. Semua didikan dan penjelasan Krishna
itu dituangkan dalam the Song of God, Bhagavad Gita. Akhirnya Arjuna mengerti, dan iapun
mengeluarkan semua yang ia miliki untuk dipersembahkan di Kurusetra, tempat Baratyuda. Dan
peperangan yang hebat dan lama akhirnya dimenangkan oleh Pandawa. Tapi dalam kemenangan yang
anti klimaks. Karena semua, Kurawa dan Pandawa, hancur lebur. Di atas kehancuran Kurawa dan
Pandawa ini, Wishnu membangun sebuah dunia baru, yang lebih baik dari dunia yang hanya berisi
konflik antara Kurawa dan Pandawa.

Hari ini ksatria itu adalah para penegak hukum, para tentara, para pemerintah, para alat negara. Tidak
jarang ksatria jaman sekarang lumpuh. Karena ia berhadapan dengan keluarganya, saudaranya, orang
segolongan, satu suku, satu agama, satu daerah, satu bangsa. Dan ia tidak bisa menegakkan keadilan. ia
lumpuh. Semua ksatria harus mengerti esensi tugasnya, penegakan keadilan. Mampu menjalankan
tugasnya dengan teguh, tanpa terpengaruh dengan berbagai pemikiran yang melemahkan rasa
keadilannya. Keadilan yang lebih universal, bukan kepentingan kelompoknya. Di atas perjuangan para
ksatria ini dunia yang lebih baik dan indah dapat dibangun.

Wahyu Tringgolo

Marcapada geger karena mendengar kabar dewata akan memberikan wahyu tri manggolo. di kerajaan
hastina kegegeran ini dimulai dengan datangnya seorang pendeta berjuluk begawan dewa kumara,
begawan berwujud raksasa. dia mengabarkan kepada sang prabu duryodana bahwa istrinya dewi banowati
mendapatkan wahyu tri manggolo. wahyu ini konon berwujud 3 buah dan salah satunya masuk ke dalam
tubuh banowati. maka gegerlah kurawa. pertama duryodana akan mengadakan pesta besar besaran, tapi
karena diingatkan oleh prabu salya mertuanya dari mandaraka, maka hal ini dibatalkan. karena prabu
salya tahu bahwa wahyu tak akan betah jika penerima wahyu justru bersenang senang. prabu salya juga
memberikan petunjuk bahwa wahyu akan lestari masuk dalam tubuh sang penerima jika saratnya
dipatuhi. apa itu?yaitu tidak srawung atau bergaul berhubungan badan atau memegang lain jenis dalam
jangka waktu 40 hari. Saat itu dewa kumara sang begawan pembawa kabar gembira itu mengajukan suatu
usul dan pembicaraan kepada prabu duryodana, yaitu bahwa hal itu tak mutlak, tetapi bisa diakali dengan
menebus tumbal. apakah tumbalnya?kera putih, sipa kera putih?ya hanoman dari pertapaan kendali
sadha.itulah tumbalnya, dengan tumbal itu maka diharapkan wahyu akan selamanya menjadi milik
banowati. maka duryodana menyetujuinya, tapi prabu salya tiba tiba memberikan petuah kepada semua
yang hadir, bahwa tak pantas wahyu dipertahankan dengan jalan menyakiti bahkan membunuh orang lain
yang tidak berdosa. begawan dewa kumara menjawab ucapan salya dengan berkata “saya disini untuk
menghadap duryodana raja hastina, bukan salya raja mandaraka”. salya naik pitam, demikian juga prabu
karna raja ngawangga mantu salya. begawan dewa kumara ditarik oleh akrna untuk keluar ke alun alun
untuk ditantang berantem. sementara prabu salya yang menahan amarah pamit kepada duryodana dan
segera pulang ke mendaraka.

Perang tanding di alun alun terjadi. adipati karna yang merasa mertuanya dipermalukan oleh begawan
dewa kumara mengamuk. tapi segala ilmunya tidak mempan di tubuh begawan sakti tersebut. dengan
sekali gebuk, begawan dewa kumara mengeluarkan ajian saktinya gelap sayuta, dan adipati karna
terlempar jauh ke angkasa entah kemana. patih sengkuni datang menghadap, tadinya mau melerai, tapi
melihata dipati karna dikalahkan niyatnya batal. patih sengkuni meminta begawan menghadap raja
duryodana kembali di paseban agung. Di paseban duryodana memberikan wewenang kepada dewa
kumara untuk memimpin wadya bala hastina. dewa kumara menghaturkan trimakasih dan segera bersiap
bersama pasukan kurawa berangkat ke kendali sadha tempat pertapaan resi hanoman. sebelum berangkat
sengkuni mengabsen para kurawa, dan diberi tahukan oleh dursasana bahwa pendeta dorna dan anaknya
aswatama tidak hadir, demikian juga raja banakeling jayadrata juga tidak hadir.segera pasukan itu
diberangkatkan ke pertapaan kendali sadha. Di pertapaan kendali sadha anoman sedang menerima tamu
para anak pandawa, abimanyu, antasena, gatotkaca hadir. mereka hadir untuk bertanya tentang hilangnya
2 pendawa yaitu harjuna dan para punakawan serta werkudara dari kesatrian madukara dan
yodipati.perginya para kesatria tanpa pamit ini membuat anak anak mereka merasa kuwatir dan berusaha
mencari infi keberadaan mereka dimana. dan ahirnya mereka sempat datang ke dwarawati, tapi ternyata
kresna juga sedang tidak ada di tempat maka segera mereka mencoba mencari ke tempat begawan
anoman.

begawan anoman mengaku tidak mengetahui dimana ayah mereka berada, belum jauh mereka berbicara,
pasukan kurawa datang dan terjadilah pertempuran di pertapaan kendali sadha. pertama para kurawa
dapat dikalahkan, tapi ketika dewa kumara maju, maka para anak anak pendawa kewalahan dan mundur.
ahirnya hanoman yang maju dan ternyata hanoman bisa dibunuh oleh begawan dewa kumara. jazad
anoman dibawa oleh kurawa pulang ke hastina sementara anak anak pandawa kemudian bertekad
membalas dan mengambil kembali jazad anoman mengikuti ke hastinapura.

Di tengah hutan arjuna dan para punakwan berjalan, naik turun bukit masuk keluar hutan prihatin,
meminta atau nyenyuwun kelimpahan wahyu trimanggolo. sampai suatu ketika muncul macan yang besar
dan berhasil menyambar tubuh harjuna, petruk bertekad sekuat tenaga merebut harjuna dari tangan macan
dan berhasil. macan tadi ternyata bisa berbicara dan mengaku bernama singo jalmo dan bermaksud
memakan punakawan, harjuna berkata sebaiknya macan tadi memakan dirinya sebelum makan
punakawan. dan perang tanding pun terjadi. 3 panah harjuna menembus mulut macan. ketika akan
dibuang bangkai macan tersebut, macan tersebut berubah menjadi bhatara kamajaya. dan memebrikan
wangsit bahwa wahyu trimanggolo hak harjuna sekarang sudah diambil oleh ratu banowati, maka harjuna
disuruh untuk mengambil wahyu tersebut. Sepeninggal bhatara kamajaya, arjuna menangis tersedu sedu
dipangkuan semar. dia menangis karena merasa gagal emndapat wahyu dan bertekad bunuh diri karena
dia tak mungkin merampas wahyu dari tangan banowati. semar dan punakawan berusaha membujuk
harjuna tapi tak berhasil, dan arjuna mencabut kerisnya siap bunuh diri. semar mencegah dan ahirnya mau
untuk memberikan jalan agar arjuna bisa mendapat wahyu tri manggolo tersebut. punakawan dirubah
menjadi gajah raksasa oleh semar, petruk jadi kepala dan gading, gareng jadi belalai, dan bagong jadi
perut dan buntut, mereka diberi nama gajah ijo dan disuruh ngamuk di keraton hastina, dengan
permintaan dinikahkan dengan banowati. hitungan semar, wahyu akan keluar dari tubuh banowati jika
banowati bisa dikeluarkan dari kaputren keraton hatina. karena memang wahyu itu bukan hak banowati.
maka berangkatlah gajah semar dan harjuna ke hatsinapura.

Sementara di khayangan arwah anoman bertemu dengan kresna, anoman menceritakan kejadian yang
menimpanya, lalu kresna mengajak serta arwah anoman ke kayangan alang alang kumitir, tempatnya
syang hyang wenang. karena kresna akan meminta wahyu trimanggolo, rupanya kresna meninggalkan
dwarawati untuk bertapa dan hendak meminta wahyu trimanggolo jua. Sampai di hadapan syang hyang
wenang, kresna dan anoman mengatukan salam. lalu karena syang hyang wenang mengetahui maksud
kedatanagn mereka maka beliau langsung memebrikan jawaban tentang wahyu trimanggolo. Wahyu ini
ada 3 bagian, 2 bagian satria, dan satu bagian pamomong. yang satu bagian milik hanoman karena
kesetiaanya sejak jaman prabu rama sampai sekarang untuk membela yang benar. dan yang 2 untuk
werkudoro dan arjuna, sebagai manggolo atau pemimpin satria yang berbudi luhur. segera wahyu
diebrikan kepada anoman. sementara kresna dinasehati bahwa dia adalah penjelmaan wisnu oleh karena
itu tak boleh ikut ikutan meminta wahyu. kresna insyaf, lalu syang hyang wenang menitipkan wahyu
untuk werkudoro kepada kresna. hanoman disuruh kembali ke hastina dan memebrantas angkara murka
disana yang berwujud begawan dewa kumar. dan kresna disuruh untuk mencari sang werkudoro.
Maka turunlah hanoman dan kresna, mereka lalu berpisah, hanoman menuju hastina. sementara kresna ke
ngamarta. di alam ayang ayang kresna dihadang sukma lelana sukma raga sukma begawan drona. rupanya
begawan drona hendak merebut wahyu itu untuk anaknya aswatama. terjadi eprtempuran di awang
awang. dan wahyu yang dipegang kresna terlempar ke bumi. dalam hati kresna meminta supaya jatuh ke
orang yang benar benar pantas menerimanya. sementara dorna dibohongi oleh kresna, dorna merampas
bungkusan yang dikira wahyu dan cepat kembali ke bumi. kresna tertawa dalam hati melihat polah drona
dan segera memburu dimana wahyu trimanggolo asli jatuh. Di sungai suci yamuna werkudoro tampak
tekun bertapa, dia sedang melakoni tapa kungkum di tengah kali dengan cara menenggelamkan badan
sampai sedada dan terus memuji dan meninggalkan makan minum, sudah berhari hari werkudoro dalam
posisi yang sama. dan hari itu sesuai kehendak dewata dari langit turun wahyu tri manggolo yang jatuh
dan masuk ke dalam tubuh werkudoro. Kresna segera turun dan tertegun melihat werkudoro di tengah
kali, dan merasa senang karena wahyu sudah masuk dalam tubuhnya. kresna membangunkan werkudoro
dan menyadarkannya bahwa permintaannya dikabulkan dewata dia akan menjadi manggolo senopati
dalam perang bharata yudha nanti. werkudoro bersyukur atas terkabulnya permintaanya. Werkudoro dan
kresna berjalan menyusuri kali hendak menyusul saudaranya arjuna, tiba tiba bertemu begawan sempani
dan anaknya jayadrata yang juga mencari wahyu. mengetahui wahyu diterima werkudoro begawan
sempani dan jayadrata meminta dnegan paksa dari tangan werkudoro.

Tak dinyana banowati sangking takutnya lari ke luar istana, disana ketemu harjuna dan langsung
berpelukan, saat itu ketentuan wahyu dilanggar dan arjuna menerima wahyu dari banowati. duryodana
mengetahui hal ini ahirnya sadar dan minta arjuna mengusir gajah edan yang mengamuk. Anak anak
putra pandawa sampai, dan bersedia untuk menghadapi gajah. antaseno segera menyuruh punakawan
untuk kembali ke wujud asal. dan kembalilah gajah ke wujud punakawan. sementara anoman hidup
kembali setelah rohnya masuk ke dalam raganya. dan terjadilah pertarungan antara anoman dan begawan
dewa kumara. kali ini dewa kumara berubah wujud asli arwah ganda yitma, warga alengka. maka anoman
segera membawa kembali arwah ganda yitma ke penjara di gunung kendali sada. Kresna, anoman, arjuna,
werkudoro, semar, punakawan dan semua anak pandawa yang hadir mengucapkan syukur teramat sangat
kepada tuhan yang maha kuasa. karena wahyu tri manggolo telah mereka dapatkan.

Pandawa Samrat

Alkisah, setelah Pandawa berhasil membuka hutan Wanamarta dan berhasil mendirikan negara Amarta
atau Indraprastha. Sebagai tanda syukur lepada Tuhan mereka menyelenggarakan sesaji Raja Suya. Yaitu
statu selamatan yang harus dihadiri 100 raja. Pada saat yang sama Jarasanda juga mengadakan upacara,
sesaji ludra. Sesaji itu ditujukan pada Bethara Kala. Namun sesaji itu sesat. Karena yang harus
dipersembahan kepada Bethara Kala adalah berupa bekakak panggang dari 100 raja.
Jarasanda dari Magada sudah berhasil mengalahkan dan menangkap 97 raja untuk dijadikan
persembahan. Sehingga hanya tinggal 3 raja lagi yang masih perlu ditaklukkan. Yaitu raja Dwarawati Sri
Kresna, raja Madura Sri Baladewa, dan raja Amarta pura Puntodewa. Tentu saja ketiganya melawan.
Mereka menyamar menjadi Brahmana, masuk ke istana Jalatanda lewat pintu belakang. Jarasanda
dinasihati ketika Pendawa itu, namun menolak. Terjadilah perang antara Pendawa dan Jarasanda.
Jarasanda berhasil dibunuh oleh Bima.

Sehingga ke sembilan puluh tujuh raja yang ditawan dapat dibebaskan . Mereka dijadikan Sumitra
kerajaan Pendawa. Suatu ketika diadakanlah Pandawa Samrat di kerajaan Indraprasta. Pandawa Samrat
adalah pertemuan pengangkatan Pandawa menjadi pemimpin di kerajaan-kerajaan yang ada di sekitarnya.
Pada pertemuan itu, pihak Pandawa sebagai tuan rumah meminta Resi Bisma yang tertua di antara hadirin
sebagai juru bicara merangkap sebagai ketua upacara. Tapi Bisma sendiri sebagai resi melimpahkannya
kepada Sri Kresna. Bisma tahu, Kresna adalah titisan Wisnu. Tentu kebijaksanaannya melebihi seorang
resi. Pendapat Bisma ini didukung oleh Baladewa, Drupada, dan Widura yang juga mengetahui tenang
diri Kresna. Akhirnya semua undangan mendukung Kresna memegang jabatan sebagai ketua upacara.
Tiba-tiba Supala bangkit berdiri dan berbicara dengan suara lantang, “Saya tidak setuju! Dia masih muda.
Banyak yang lebih pintar bicara dan lebih terhormat di sini.” Supala memberi alasan seperti itu untuk
menutupi bahwa sebenarnya ia mendendam pada Sri Kresna. “Supala, aneh kedengarannya. Ingat, suara
terbanyak memilih Sri Kresna menjadi ketua,” kata Resi Bisma. “Pokoknya saya tidak setuju. Saya juga
tahu bahwa rajasuya ini pun merupakan rencana Kresna …,” kata Supala lagi. “supala, kamu bicara
seenaknya. Kalau tidak setuju, boleh keluar. Pergi sebelum kupatahkan lehermu!” “Saya bebas
mengeluarkan pendapat. Saya tidak ingin Kresna menjadi ketua pertemuan,” bantah Supala.

Akhirnya Kresna bangkit berdiri dan berkata dengan suara yang dalam, “Supala, kau telah menghinaku di
depan umum.” “Memang. Bahkan lebih banyak, lebih baik bagiku….” Balas Supala. “Penghinaanmu itu
harus kau pertanggungjawabkan. Kita sama-sama ksatria.” “Aku tak akan undur Kresna. Aku siap
menanggung apa yang kuucapkan.” Baladewa terkejut mendengar kata-kata Supala. Ia teringat akan
sumpah Kresna waktu masih muda di hadapan orang tua Supala. “Baik Supala, mari kita keluar untuk
menyelesaikan secara ksatria,” kata Kresna. “Aku ladeni. Akan kutunjukkan Supala tak takut pada Sri
Kresna yang terkenal digjaya.”

Kedua ksatria ini sebetulnya masih saudara misan. Tapi Supala bukan tandingan Kresna. Semua kesaktian
Supala luluh dihadapan Kresna , tetapi Supala tetap keras kepala. Ia tetap melawan secara nekad
walaupun sudah jungkir balik. Akhirnya Supala tewas di tangan Kresna. Begitulah takdir yang sudah
diduga Baladewa bahwa Supala akan mati di tangan seorang titisan Wisnu, yang sekaligus juga sebagai
orang yang menyembuhkannya dari cacat lahirnya saat ia masih sangat muda.

Pandu Surga

Alkisah werkudoro menerima wangsit bahwa ayahnya pandu tidak dapat masuk surga dan dimasukan
neraka karena dosa dosanya, maka werkudoro kemudian mengundang saudara saudaranya untuk datang
ke hutan dekat kurusetra. pandawa kemudian memenuhi panggilan werkudoro dan tanpa pamit langsung
bergegas datang ke tempat yang ditetapkan. Sementara di hastina prabu joko pitono aka duryodana
mendapat selentingan kabar bahwa pandawa berkumpul did ekat ladang kurusetra. mulailah sengkuni dan
dorna menghasut bahwa pandawa hendak memasang guna guna di aldang kurusetra agak mereka menang
ketika perang bharatayudha digelar. mendnegar itu prabu baladewa yanga da di paseban agung ikut merah
telinganya, dan ebrtekad untuk jadi penengah. jika memang benar yang dikatakan kurawa, maka baladewa
sanggup memusnahkan pandawa.

Maka rombongan kurawa pun bergerak ke alas kurusetra. diikuti dua pembesar agung yaitu adipati karna
dan sinuhun mandura prabu baladewa. sementara itu pandawa sudah sampe duluan di ladang kurusetra,
disana selain pandawa 5 juga ikut serta gatotkaca dan antareja. mulailah werkudoro membuka
pembicaraan mengenai wangsit yang diterimanya. yudistira, atjuna, sadewa dan nakula menerima usul
werkudoro untuk bersemedi meminta dewata memberikan sorga kepada orang tua mereka di kurusetra
itu. sementara itu pasukan kurawa memasuki medan kurusetra, disana mereka ditahan oleh gatotkaca dan
kocar kacir, adipati karna berhasil di kalahkan oleh antaredja dan pulang, sementara baladewa mengamuk
karena gatotkaca dan antareja tak mau menjawab pertanyaan nya mengapa pandawa ada disitu,
kecurigaan baladewa meningkat, dan gatotkaca serta antareja tak mau melawan kedigdayaan baladewa.
Baladewa kemudian dihadapi oleh werkudoro, setelah tahu kenapa pandawa ada di kurusetra maka
baladewa luruh hatinya dan berjanji akan membantu, bantuan yang dilakukanya adalah langsung
mengundurkan bala tentara kurawa. dan pandawa kembali dalam semedinya untuk meminta surga bagi
orang tuanya, pandu.
di khayangan tapa pandawa membuat gonang ganjing negeri para dewa, kawah candradimuka mublak
mublak dan membuat gempa dahsyat. bhatara guru murka, dia dihasut dewa srani yang masih saja
menginginkan dewi dresnala menjadi istrinya dan mengganti posisi arjuna. maka bhatara guru lalu
mengeluarkan perintah tidak bijaksana, yaitu mengambil nyawa pandawa untuk sekalian dimasukan ke
neraka.

Bhatara narada berusaha mencegah, tapi dimarahi oleh bhatara guru, ahirnya bhatara narada memilih
langkah mengundurkan diri dari patih jonggring salaka, silakan bhatara guru bertindak semau hati, tapi
saya gak tanggung jawab kalo kakang semar sampai marah dan membalas atas apa yang dieprbuat bhatara
guru pada pandawa. pandawa diambil nyawanya dan sirna mergo layu, gatotkaca kelabakan dan segera ke
karang kadempel tempat semar dan para punakawan. disana diceritakan segala macam yang terjadi. semar
naik darah dan segera naik ke khayangan menuntut tanggung jawab atas perbuatan bhatara guru.
Sementara itu bhatara wisnu dipanggil oleh bhatara guru, dia disuruh ke khayangan karena ada huru hara
yaitu munculnya gajah raksasa mengamuk di kayanagn, bhatara guru segera melesat ke khayangan, dan
dilihatnya gajah raksasa itu mengamuk dan membuat prahara di negeri dewata. sekejab kemudian
bertiwikramalah bhatara wisnu menjadi raksasa sebesar gunung dan bertempur melawan gajah raksasa
tadi. Sementara terlihat seseorang pemuda tampan berperawakan wanita sedang berlatih ilmu dibimbing
oleh seorang begawan tua. begawan itu berkata, anaku sekarang saatnya kamu bertugas, ayo kita naik ke
khayangan, siapa mereka?mari kita ikuti ceritanya….

Sementara itu dewata pada lari, karena semar mengamuk, semua dewa tak berani menghadapinya, semar
masuk ke keraton para dewa dan menampar bhatara guru sampai jatuh, dilanjut lagi dengan beberapa
pukulan sampai bhatara guru kelenger dan minta ampun. semar marah besar, dengan kasar diseret bhatara
guru ke khayangan ondar andir tempat syang hyang wenang. Untuk minta keadilan. Di khayangan ondar
andir syang hyang wenang menenangkan kemarahan semar, dan memberikan petuah bahwa keputusan
bhatara guru itu tak benar, cuman menuruti hawa nafsu saja, maka diputuskan pandawa dan pandu bebas
dari neraka. semar disuruh untuk menyelesaikan masalah yang kadung berlarut larut ini. semar pun segera
melesat ke kawah candradimuka. Disana pertempuran masih terjadi antara tiwikrama dengan gajah
raksasa, sama sama kuat tak ada yang kalah tak ada yang menang. saat itu begawan dan anak muridnya
sampai disana. begawan itu memerintahkan untuk memanah gajah raksasa itu. dan sekejab panah melesat
menancap di gajah raksasa dan berubah wujud menjadi 5 pandawa beserta pandu dewanata ayahnya.
sementara begawan berubah menjadi bhatara narada, dan anak didiknya berubah menjadi subadra istri
harjuna yang mencari cari hilangnya suaminya. dan wisnu kembali ke wujud asal. semar dan pandawa,
lalu bersyukur atas ahir yang menggembirakan itu. pandu dewanata dimauskan ke dalam surga atas
pengorbanan anak anaknya yang tulus.

Pandawa Seda

Setelah Parikesit dinobatkan sebagai raja Hastina, Yudistira berniat untuk mendaki puncak Mahameru.
Saudara2nya tidak bersedia ditinggal oleh Yudistira dan ngotot untuk ikut. Sementara itu Yudistira
berusaha mencegah Drupadi untuk ikut karena mendaki Mahameru bukanlah tugas yang mudah. Tapi
Drupadi menjawab bahwa kini Pendawalah keluarganya, ayah dan saudara2nya telah gugur di
Bharatayuda, begitu juga dengan anaknya. Drupadi telah ikut dengan Pendawa sejak dibuang ke rimba
dan selamanya berniat ikut dengan mereka. Mendegar tekat istrinya yang bulat Yudistira tidak berani
memaksa. Maka bersiaplah Pendawa dan Drupadi untuk menanjak Mahameru. Di kaki gunung, mereka
bertemu dengan seekor anjing putih, bulunya bersih bagaikan salju dan matanya bersinar terang. Anjing
itu seperti tidak ada yang punya dan ingin ikut dengan Yudistira. Yudistirapun mengajak sang anjing
untuk ikut dengan mereka. Dalam perjalan ke atas, makin lama udara semakin tipis, angin semakin
bertiup kencang dan salju mulai bertebaran. Drupadi semakin lemah sehingga harus dibantu oleh Bima,
tapi akhirnya Drupadi tak sanggup lagi. Drupadi kemudian meninggal di pangkuan suaminya. Drupadi
tidak dapat mencapai puncak Mahameru karena dalam hatinya Drupadi lebih mencintai Arjuna daripada
Yudistira suaminya. Pendawa Lima kemudian lanjut memanjat. Setelah memanjat beberapa waktu terlihat
Sadewa mulai sempoyongan. Akhirnya Sadewa jatuh dan tak dapat meneruskan perjalanan. Sadewa gagal
mencapai puncak Mahameru karena dalam dirinya dia menganggap bahwa dirinya lah yang paling cakap
diantara kelima bersaudara. Keempat bersaudara kemudian melanjutkan perjalannaya, tak lama kemudian
Nakula keliatan mulai kesusahan. Akhirnya Nakula menghembuskan napas terakhirnya dan tidak
mencapai puncak Mahameru akibat dalam dirinya dia menganggap bahwa dirinyalah yang paling lincah
dan sakti. Kini tinggal tiga saudara kandung yang melanjutkan perjalanan. Bima berjalan tegak dan tegar
menunjukkan bahwa dirinya masih mampu, Yudistira berjalan pelan tapi pasti dengan anjingnya setia
disampingnya. Kini Arjuna yang tampak kesusahan melanjutkan perjalanan. Arjuna akhirnya tak dapat
menanjak lagi dan mengehembuskan napas akhirnya disebabkan oleh kesombongannya yang mengaggap
dirinyalah yang paling ganteng dan sakti dari semua Pendawa. Kini tinggal Bima, Yudistira dan sang
anjing. Bima yang berjalan dengan tegak kini mulai kesusahan, ketika melihat keatas tampaklah puncak
Mahameru. Tapi tubuhnya tidak tahan lagi dan Bimapun menghembuskan napas terakhirnya. Bima gagal
karena dalam hatinya dialah yang paling sakti gagah perkasa tak ada yang ditakuti. Kini Yudistira yang
dibilang orang lemah masih terus berjalan menuju puncak Mahameru.

Ketika sampai dipuncak, seberkas sinar terang muncul dihadapan Yudistira. Sinar itu kemudian menjelma
menjadi Betara Indra yang menyambut Yudistira. Betara Indra memberi selamat kepada Yudistira karena
dia diperbolehkan masuk kedalam kahyangan dengan jasad kasarnya. Tetapi sang anjing tidak
diperbolehkan masuk kedalam kahyangan. Mendegar itu, Yudisitra menjawab bahwa dirinya rela tidak
masuk kedalam kahyangan jika anjing yang telah setia menemaninya tidak diperbolehkan masuk.
Seketika sang anjing menjelma menjadi Betara Dharma, ternyata ayah Yudistira sedang menguji budi
luhur anaknya. Dari perkataannya itu terlihat bahwa Yudisitra merupakan orang yang berbudi luhur tanpa
cela. Kemudian Yudistira dibawa masuk kedalam Kahyangan dan ditunjukkan para Kurawa yang sedang
bersenang bersama Sangkuni menikmati makanan enak di gedung yang indah. Melihat itu Yudistira tidak
sama sekali terlihat iri dan menjawab bahwa para Kurawa telah gugur sebagai ksatria membela negeri
mereka maka mereka selayaknya mereka berhak tinggal di kahyangan.
Oleh Betara Indra, Yudistira dibawa ke Neraka yang sangat beda keadaanya dengan kahyangan. Betara
Indra kemudian menunjuk kepada seorang wanita cantik dengan berbagai perhiasan yang disekelilingnya
tertusuk oleh panah dari emas. Betara Indra bertanya apakah Yudistira mengetahui kesalahan sang
wanita ? Yudistira menjawab bahwa dalam hematnya, sang wanita bersalah karena serakah atas harta,
dalam kehidupan ini manusia perlu mementingkan budi pekerti daripada harta kekayaan. Betara Indra
mengangguk atas jawaban Yudistira kemudian menunjuk kepada orang yang mulutnya ditarik oleh
capitan sehingga mirip bebek. Yudistira berkata bahwa salah satu kejahatan yang paling terhina ialah
fitnah. Fitnah gampang disebar tapi susah untuk dihilangkan, maka orang yang menyebar fitnah dosanya
besar karena menghina sesama manusia.

Kemudian Yudistira diperlihatkan Sangkuni tersiksa dengan gembok dimulutnya sementara dihadapannya
adalah makanan yang enak2. Betara Indra menjelaskan bahwa ini adalah hukuman atas mulut Sangkuni
yang merupakan sumber kejahatan. Kemudian tampak para Kurawa yang dikelilingi api dan disekitarnya
dijaga oleh naga yang menyemburkan api. Sementara Dursanana sedang dililit oleh kain kemben
berkepala naga sebagai hukuman atas tindakannya kepada Drupadi. Sementara Duryudana terlihat dijepit
oleh dua batu panas sementara dihadapannya ada sebuah mata air dengan air yang jernih dan sejuk.
Duryudana berusaha menjulurkan lidahnya tapi tak bisa mencapai air tersebut. Di tempat lain, terlihat
juga Drupadi, Nakula, Sadewa, Bima dan Arjuna dalam keadaan dirantai dan dikelilingi oleh api.
Yudistira bersedih melihat ini tapi dalam hatinya dia tau bahwa tidak ada manusia yang luput dari dosa,
tapi dosa saudara2nya lebih sedikit daripada dosa Kurawa, sementara pahalanya lebih banyak. Maka
penderitaan saudara2nya tidak akan berlangsung lama. Benar seperti yang dikatakan Yudisitra, Betara
Indra membawanya kembali ke kahyangan dimana dia melihat Drupadi dan keempat saudaranya sedang
bercengkarama dengan Bisma dalam sebuah kamar yang megah.
Nakula-Sadewa Lahir

Raja Pandhudewanata berwawancara dengan Resi Bisma, Yamawidura, Patih Kuruncana, Puntadewa,
Sena dan Permadi. Sang raja minta petunjuk dan nasihat kepada Resi Bisma, bahwa Madrim ingin naik
Lembu Andini kendaraan Batara Guru. Resi Bisma memberi saran agar raja minta nasihat kepada
Bagawan Abyasa di Saptaarga, di pertapaan Wukir Retawu. Raja Pandhudewanata menerima saran Resi
Bisma, Patih Kuruncana diperintahkan mempersiapkan perajurit. Setelah selesai perundingan, raja masuk
ke Gupitmandragini menemui dua isteri raja memberi tahu tentang hasil pertemuan, dan rencana
kepergian raja ke Saptaarga. Yamawidura mengumumkan perintah dan rencana kepergian raja kepada
para perajurit. Para perajurit diperintah supaya menghormat keberangkatan raja. Sebagian perajurit
dipersiapkan untuk mengawal kepergian raja ke Wukir Retawu. Raja bersama perajurit berangkat ke
Saptaarga, dipimpin oleh Yamawidura. Bogadata raja negara Turilaya berunding dengan Gandapati,
Kartipeya, Patih Hanggadenta, Gendhingcaluring, Togog dan Sarawita. Mereka membicarakan amanat
Arya Dhestharastra yang disampaikan oleh Kartipeya, tentang perang Baratayuda. Mereka menginginkan
urungnya perang itu. Mereka mengambil putusan untuk menyerang negara Ngastina, membunuh raja
Pandhudewanata beserta anak-anaknya. Patih Hanggadenta ditugaskan menyerang negara Ngastina.
Gendhingcaluring ditugaskan menjaga tapal batas, dan siapa saja yang akan membantu Ngastina supaya
dihancurkannya. Raja Bogadata dan Kartipeya akan pergi ke Ngastina secara sembunyi-sembunyi.
Gandapati ditugaskan menjaga keamanan negara Turilaya. Setelah siap, mereka berangkat menjalankan
tugasnya masing-masing. Perajurit Turilaya bertemu dengan perajurit Ngastina, terjadilah pertempuran.
Pertempuran padam setelah mereka menghentikan perang. Masing-masing menyimpang jalan mencari
selamat.

Resi Darmana dan anaknya yang bernama Endang Darmi berbicara dengan para cantrik di padepokan
Hargasana. Sang Resi membicarakan surat lamaran Brahmana Kamindana. Endang Darmi menurut
kehendak ayahnya. Brahmana Kamindana datang, menagih kesanggupan dan jawaban Resi Darmana
tentang lamarannya. Brahmana Kamindana amat kasar tutur katanya, Resi Darmana marah, terjadilah
perkelahian. Para cantrik tidak mampu mengeroyok Brahmana Kamindana. Mula-mula Brahmana
Kamindana kalah, kemudian menggunakan pusaka saktinya berupa tombak pendek. Resi Darmana
ditangkap akan dibunuhnya. Sebelum terbunuh, Resi Darmana mengutuk, Brahmana Kamindana
dikatakan seperti rusa. Bersamaan dengan jatuhnya pusaka Brahmana Kamindana ke dada Resi Darmana,
Brahmana Kamindana berubah menjadi rusa dan Resi Darmana meninggal dunia.

Setelah mendengar kematian ayahnya, Endang Darmi pergi meninggalkan padepokan. Brahmana
Kamindana mengejarnya, tetapi ia tidak dapat menangkapnya. Dikatakan oleh sang brahmana, Endang
Darmi lari cepat seperti rusa. Seketika Endang Darmi berubah menjadi rusa betina. Rusa Kamindana
berhasil menangkap rusa Darmi, mereka masuk ke hutan. Raja Pandhudewanata bersama Semar, Gareng,
Petruk dan Bagong menghadap Begawan Abyasa di Saptaarga. Raja menyampaikan maksud
kedatangannya. Bagawan Abyasa memberi petunjuk dan nasihat, bahwa permintaan Madrim itu kelewat
batas, dan besar bahayanya. Bagawan Abyasa menyerahkan kepada sikap Pandhudewanata sendiri.
Pandhu ingin menuruti keinginan Madrim, lalu minta diri bersama para panakawan. Bagawan Abyasa
mengawal dari kejauhan, menuju ke Ngastina. Di tengah perjalanan Pandhu dan para panakawan bertemu
dengan perajurit raksasa dari Turilaya. Terjadilah pertempuran. Perajurit yang dipimpin
Gendhingcaluring kalah, Togog dan Sarawita kembali ke Turilaya. Pandhu meneruskan perjalanan ke
Suralaya.

Bathara Narada dan Bathara Srita, Bathara Yama, Bathara Aswi, Bathara Aswin dan Lembu Andini
menghadap Bathara Guru. Bathara Guru bertanya kepada Bathara Aswi dan Bathara Aswin, sebab apa
mereka berdua turun ke Ngastina. Mereka menjawab, bahwa mereka datang atas panggilan Madrim isteri
Raja Pandhu, yang ingin mempunyai anak. Bathara Guru menyuruh agar mereka berdua turun ke
Ngastina, untuk bertanggungjawab atas kelahiran bayi yang akan datang. Bathara Aswi dan Bathara
Aswin berangkat ke Ngastina. Sepeninggalnya Bathara Aswi dan Bathara Aswin, raja Pandhu datang,
menghadap Bathara Guru, minta pinjaman Lembu Andini. Bathara Guru marah, sebab raja Pandhu
pernah mendirikan taman larangan dewa yang disebut Taman Kadilengleng, yang mirip dengan taman
Tinjomaya. Pandhu minta maaf, tetapi Bathara Guru bertambah marah, karena ia hanya menuruti
keinginan perempuan isterinya. Pandhu minta maaf dan menyampaikan beberapa sanggahan dengan
berbagai pertanyaan. Apakah ia bersalah karena menuruti permintaan isteri? Makhluk yang mengajukan
permohonan kepada Dewa itu bersalah? Apakah salah bila raja minta perlindungan kepada raja semua
raja? Apakah sudah benar raja Tribuana menolak permintaan raja kecil? Bukankah raja besar wajib
mengabulkan permintaan raja kecil dan melindunginya? Akhirnya Bathara Guru mengabulkan
permintaan Pandhu dengan syarat, Pandhu tidak akan berbuat salah lagi. Bila berbuat salah Pandhu akan
dicabut nyawanya. Pandhu sanggup menerima hukuman bila ia bersalah, lalu mohon diri. Para
panakawan dan Lembu Andini mengikutinya.

Sepeninggal Pandhu dari Suralaya, Bathara Guru mengutus Bathara Narada supaya turun ke Ngastina.
Nyawa Pandhu harus dicabut sesudah mengendarai Lembu Andini. Bathara Yama diberi tugas untuk
mengikuti Bathara Narada. Mereka berdua berangkat ke Ngastina. Pandhu mengikuti jalannya Lembu
Andini masuk ke hutan Kandhawa. Di tengah hutan Pandhu melihat sepasang Rusa yang sedang memadu
kasih. Ia iri melihatnya. Rusa jantan dipanah, berubah menjadi Brahmana Kamindana. Brahmana
Kamindana mengutuk, pandhu akan mati bila memadu kasih dengan isterinya. Rusa betina juga
dipanahnya, lalu kembali menjadi Endang Darmi. Endang Darmi mengutuk, isteri Pandhu akan mati
setelah melahirkan bayi kandungannya. Brahmana Kamindana dan Endang Darmi musnah dari
pandangan Pandhu. Pandhu kembali ke negara Ngastina. Bagawan Abyasa dihadap oleh Resi Bisma,
Yamawidura, Patih Kuruncana dan Sena, mereka memperbincangkan kepergian Pandhu ke Suralaya.
Pandhu dan panakawan datang bersama Lembu Andini. Pandhu melapor segala usahanya, kemudian
masuk ke istana menemui Dewi Kunthi dan Dewi Madrim. Setelah memberi tahu tentang hasil yang
diperoleh, Pandhu dan Dewi Madrim naik Lembu Andini. Mereka melayang-layang di angkasa, di atas
negara Ngastina. Di atas angkasa Pandhu dan Madrim berwawan asmara, kemudian turun ke bumi
Ngastina. Lembu Andini kembali ke Suralaya. Pandhu masuk istana, bercerita kepada Begawan Abyasa,
Resi Bisma, Yamawidura, Patih Kuruncana, Sena dan Arjuna. Mereka asyik mendengarkan cerita Pandhu
di istana. Bathara Narada dan Bathara Yama menjalankan tugas mereka, nyawa Pandhu dicabutnya.
Pandhu meninggal dunia, orang seistana gempar kesedihan. Bathara Aswi dan Bathara Aswin menjelma
kepada bayi yang dikandung oleh Dewi Madrim. Setelah Dewi Madrim tahu bahwa raja Pandhu telah
meninggal, ia bunuh diri, sebuah patrem dimasukkan ke dalam perutnya. Dua bayi lahir melalui luka
perut Dewi Madrim. Bathara Narada dan Bathara Yama datang, menemui Abyasa, minta agar bayi itu
diberi nama Nakula dan Sadewa. Kemudian mereka berdua mengangkat jenasah Pandhu dan Madrim
dibawa ke Tepetloka. Begawan Abyasa meminta agar Kunthi mengasuh dua bayi itu seperti anaknya
sendiri. Kunthi menerima kedua bayi dengan senang hati.

Raja Bogadata, Kartipeya dan perajurit Turilaya bersiap-siap menggempur negara Ngastina. Bagawan
Abyasa berunding dengan Resi Bisma. Yamawidura, Sena, Patih Kuruncana dan Arjuna. Mereka
membicarakan kekacauan negara dan serangan musuh. Bogadata dan perajurit telah menyerang. Patih
Kuruncana ditugaskan untuk menyiapkan perajurit. Sena, Arjuna dan Yamawidura ikut berperang.
Bogadata dipanah oleh Arjuna, Kartipeya kena panah Yamawidura, Hanggadenta mati oleh Patih
Kuruncana, para perajurit Turilaya musnah oleh amukan Sena. Perang pun selesai. Bagawan Abyasa, Resi
Bisma, Yamawidura dan Patih Kuruncana berunding, mereka akan menobatkan Dhestharasta sebagai
pemegang pemerintahan sampai para Pandhawa dewasa. Mereka mengadakan pesta penobatan.

Perkawinan Nakula
Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh Pendeta Druna, Adipati Karna dan para
Korawa. Raja membicarakan permintaan Dursasana. Dursasana jatuh cinta kepada Dyah Suyati, putri raja
Ngawuawu Langit. Dyah Suyati disayembarakan. Barangsiapa yang dapat mengalahkan Endrakerata,
boleh memperistri Dyah Suyati. Raja menugaskan Adipati Karna dan Jayadrata untuk mengusahakan
menang sayembara. Setelah mereka berunding, raja masuk ke istana.
Kedatangan Prabu Duryodana disongsong oleh permaisuri, Lesmanawati dan para abdi. Raja bercerita
tentang rencana perkawinan Dursasana dan sayembara. Kemudian raja bersamadi.

Adipati Karna dihadap oleh Patih Sakuni, Jayadrata, Kartamarma, Citraksa dan Citraksi. Mereka bersiap-
siap ke negara Ngawuawu Langit. Setelah siap mereka berangkat. Prabu Bajrawijaya raja Selabentara
bermimpi, bertemu Dyah Suyati. Raja ingin melamarnya. Patih Kala Wisaya mengusulkan agar Kala
Kekaya, Barajamingkalpa dan Kala Minangsraya pergi ke Ngawuawu Langit, untuk menyampaikan surat
lamaran. Mereka segera berangkat, diikuti barisan perajurit raksasa. Perjalanan mereka bertemu dengan
barisan perajurit Ngastina. Terjadilah pertempuran, tetapi perajurit Selabentar meninggalkan medan
perang, menyimpang jalan.

Nakula menghadap Bagawan Abyasa di Wukir Retawu. Ia meminta doa restu untuk mengikuti sayembara
di negara Ngawuawu Langit. Sang Bagawan banyak memberi nasihat, kemudian Nakula disuruh
berangkat. Nakula berangkat, Semar, Gareng dan Petruk menyertainya. Di tengah perjalanan Nakula
bertemu dngan barisan dari Selabentar. Terjadilah perkelahian seru. Perajurit raksasa musnah. Nakula
meneruskan perjalanan. Prabu Kridhakerata raja Ngawuawu Langit duduk di atas singhasana, dihadap
oleh Jayakerata dan patih Keratabahu. Raja cemas atas sayembara yang diinginkan oleh Endrakerata.

Adipati Karna datang menyampaikan maksudnya, ia ingin mengikuti sayembara. Endrakerata telah siap
di gelanggang adu kesaktian. Pertama-tama Jayadrata yang melawan, tetapi kalah. Selanjutnya yang
melawan Kartamarma dan Adipati Karna, tetapi semua tidak mampu mengalahkan Endrakerata. Korawa
kembali ke Ngastina dengan tangan hampa. Yudisthira menerima kehadiran Kresna di Ngamarta.
Yudisthira bertanya tentang kepergian Nakula. Kresna memberi tahu, bahwa Nakula sedang mengikuti
sayembara. Yudisthira, Bima dan Arjuna diminta bantuannya. Nakula telah tiba di Ngawuawu Langit,
menghadap raja Kridhakerata. Nakula menyampaikan maksud kedatangannya, ia ingin mengikuti
sayembara. Jayakerata dan Patih Keratabasa mengawal Nakula ke arena sayembara. Endrakerata telah
diberi tahu, kemudian datang di gelanggang adu kesaktian. Endarakerata sungguh sakti. Sekali dipanah
mati, kemudian hidup kembali. Semar mendekat Nakula, dan memberitahu caranya menghadapi
kesaktian Endrakerata. Setelah diberi tahu oleh Semar, Nakula segera memanah untuk yang kesekian
kalinya. Endrakerata kena panah, seketika musnah. Nakula menang dalam sayembara, lalu dipersilakan
masuk istana.

Togog dan Sarawita datang menghadap raja Bajrawijaya, melapor tentang kematian para raksasa dan
pemimpin perajuritnya. Raja marah lalu mempersiapkan perajurit, hendak menggempur kerajaan
Ngawuawu Langit. Prabu Kridhakerata menerima kehadiran Nakula yang dikawal oleh Jayakerata. Raja
minta agar permaisuri mempersiapkan perkawinan Dyah Suyati dan Nakula. Kresna bersama Yudisthira,
Bima, Arjuna dan Sadewa tiba di istana Ngawuawu Langit, menghadap raja Kredhakerata. Sang raja
bercerita tentang Nakula yang menang sayembara dan akan dikawinkan dengan putri raja bernama Dyah
Suyati. Kresna dan Yudisthira menyetujuinya. Mereka bersiap-siap mengadakan upacara perkawinan.
Perajurit rakasa dari Selabentar datang, dipimpin oleh prabu Brajawijaya. Kresna menugaskan Bima dan
Arjuna untuk menyongsong kedatangan musuh. Prabu Bajrawijaya mati oleh Bima, sedangkan perajurit
raksasa musnah disapu oleh panah Arjuna. Nakula dan Dyah Suyati dipersandingkan di pelaminan, para
Pandhawa menghadirinya. Pesta perkawinan dilaksanakan dengan meriah.

Perkawinan Sadewa
Prabu Kresna raja Dwarawati duduk di atas singhasana, dihadap oleh Samba, Setyaki, Setyaka dan Patih
Udawa. Kresna memberi tahu, bahwa Yudisthira akan mengawinkan Sadewa dengan Retna Dewarsini.
Raja menugaskan Patih Udawa dan Setyaki untuk menyerahkan pesumbang ke Ngamarta. Patih Udawa
dan Setyaki minta diri. Kresna masuk ke istana, Jembawati, Rukmini dan Setyaboma menyongsong
kedatangan raja. Kresna berpamitan kepada isteri, akan pergi ke Ngamarta. Kresna pergi bersemadi.

Patih Udawa dan Setyaki mengumpulkan perajurit untuk mengawal utusan pergi ke Ngamarta. Setelah
siap mereka berangkat. Prabu Singamurti raja Trancang Gribig duduk di atas singhasana dihadap oleh
Patih Kala Waraha dan Inang Saparni. Raja bercerita tentang mimpinya. Sang Raja bertemu dengan Retna
Dewarsini, putri raja Banyuwangi. Raja menunjuk utusan untuk menyampaikan surat lamaran. Patih Kala
Waraha mempersiapkan perajurit raksasa, lalu berangkat ke Banyuwangi.

Di tengah perjalanan perajurit raksasa bertemu dengan barisan dari Dwarawati, perajurit raksasa
menyimpang jalan. Bathara Guru dihadap oleh Bathara Narada, Bathara Endra, Bathara Brama, Bathara
Panyarikan Bathara Yamadipati, dan Bathara Patuk. Mereka menerima kedatangan Bathara Kamajaya
dan Arjuna. Arjuna menyampaikan permohonan Yudisthira, minta diijinkan meminjam empatpuluh
bidadari untuk mengawal pengantin. Bathara Guru mengijinkan, kelak para bidadari akan datang bersama
Bathara Narada. Arjuna minta diri, meninggalkan kahyangan. Para panakawan mengikutinya. Arjuna dan
panakawan berjumpa dengan perajurit raksasa dari Trancang Gribig. Terjadilah perkelahian, perajurit
raksasa musnah. Togog lari kembali ke negara Trancang Gribig.

Prabu Salya raja Mandraka dihadap oleh permaisuri, Rukmarata dan Patih Tuhayata. Raja berkata, ingin
menghadiri perkawinan Sadewa di Ngamarta. Mereka bersiap-siap, lalu berangkat menuju
Ngamarta.Prabu Duryodana berkata kepada para warga Korawa, bahwa raja akan pergi ke Banyuwangi.
Raja dan permaisuri pergi bersama, para Korawa mengawalnya. Sadewa menghadap Bagawan Abyasa di
Wukir Retawu, minta restu atas perkawinannya. Sang bagawan merestuinya. Sadewa disuruh berangkat
terlebih dahulu, sang bagawan akan menyusulnya. Togog menghadap Prabu Singamurti di istana
Trancang Gribig. Memberitahu tentang kemusnahan para perajurit raksasa. Raja marah, lalu minta
dipersiapkan perajurit raksasa untuk menyerang Banyuwangi, merebut Retna Dewarsini. Setelah siap
mereka berangkat ke Banyuwangi. Yudhisthira menerima kehadiran Bagawan Abyasa, Kresna,
Duryodana, Salya, Baladewa, Drupada, Seta dan Untara. Mereka akan bersama-sama pergi ke
Banyuwangi. Arjuna datang dan melapor tentang ijin yang dikabulkan oleh Bathara Guru. Bathara
Kamajaya, Dewi Ratih, dan Dewi Rarasati datang beserta empat puluh bidadari dan perlengkapan upacara
perkawinan. Sadewa naik kereta bersama Bathara Kamajaya, diikuti kereta para raja, kereta para Bidadari
dan pengawal lainnya. Mereka menuju ke Banyuwangi. Bathara Endra, Bathara Brama, Bathara Bayu dan
beberapa dewa berunding akan pergi ke Banyuwangi. Setelah siap mereka berangkat bersama.
Badhwangan Nala telah duduk bersama Patih Nirbita. Bathara Endra dan beberapa dewa menanti
kedatangan calon pengantin.

Rombongan calon pengantin datang di istana Banyuwangi. Bathara Kamajaya menggandeng Sadewa.
Mereka yang hadir bersiap-siap mempertemukan kedua pengantin. Dewi Ratih dan Dewi Rarasati
menjemput Retna Dewarsini, kemudian dipersandingkan dengan Sadewa. Bathara Narada menjadi
pengacara perkawinan. Setelah upacara perkawinan selesai, para dewa kembali ke kahyangan. Para
bidadari mengikutinya. Perajurit raksasa Trancang Gribig datang menyerang Banyuwangi. Sang
Badhangwang Nala menyerahkan kebijaksanaan kepada Kresna. Kresna menugaskan Bima, Arjuna dan
Sadewa. Sadewa berhasil menaklukkan raja Singamurti. Bima dan Arjuna memusnahkan semua perajurit
raksasa. Para raja yang masih tinggal di Banyuwangi mengadakan pesta bersama.

Pandawa Apus
Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh pendeta Durna, Patih Sakuni, Dursasana,
Kartamarma, Durmagati, Citraksa dan Citraksi. Duryodana ingin membinasakan Pandhawa dengan tipu
muslihat. Pandhawa akan dijamu makanan yang mematikan. Duryodana telah mengundang Pandhawa.
Tak lama kemudian Pandhawa datang, Duryodana menyambutnya. Mereka dijamu besar-besaran, para
Pandhawa diracun, akhirnya para Pandhawa meninggal dunia. Para Korawa senang, mereka mengira,
bahwa musuh telah lenyap. Sakuni minta agar Bima dimasukkan ke dalam sumur Jalatundha, Arjuna
dibuang ke gua Sigrangga.

Setelah membuang jenasah para Pandhawa, Duryodana masuk ke istana menemui permaisuri dan
Gendari, ibunya. Raja memberi tahu tentang kematian para Pandhawa. Patih Sakuni dan para Korawa
membuang jenasah para Pandhawa. Anantasena dan Gathotkaca yang berada di Randhugumbala ingin
pergi ke Ngastina. Mereka bersiap-siap lalu berangkat.

Perjalanan mereka berdua bertemu dengan perajurit Ngastina. Mereka berselisih, dan terjadilah
perkelahian. Para Korawa kalah, Adipati Karna datang membantunya, Anantasena dan Gathotkaca
melarikan diri. Jenasah Arjuna dipungut oleh Hyang Baruna, lalu dihidupkan kembali. Arjuna dikawinkan
dengan Dyah Suyakti, kemudian disuruh pergi ke gua Sigrangga. Perjalanan Arjuna dihadang oleh
raksasa bernama Kala Sabawa bersama isterinya. Arjuna akan mereka makan, maka terjadilah
perkelahian. Raksasa dipanah, mereka kembali ke wujud asal, berubah menjadi dewa Kamajaya dan dewi
Ratih. Arjuna datang menghormat, lalu minta diri, meneruskan perjalannya. Jenasah Bima dibawa oleh
Nagagini kehadapan Hyang Antaboga. Bima dihidupkan kembali, lalu Bima bercerita asal mula
kematiannya. Kemudian Bima disuruh pergi ke gua Sigrangga.

Yudhisthira, Nakula dan Sadewa telah dihidupkan kembali oleh Dyah Suparti. Arjuna dan Bima datang di
gua Sigrangga menghadap Dyah Suparti. Dyah Suparti menyuruh agar mereka berlima kembali ke
negara, sebab kerajaan Ngamarta dikuasai oleh Adipati Karna. Bagawan Abyasa pergi ke negara
Ngamarta, atas ilham dari dewa ia disuruh melerai permusuhan Pandhawa dan Korawa Yudhisthira,
Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa bertemu dengan Anantasena dan Gathotkaca. Mereka bersama-sama
menuju ke Ngamarta. Adipati Karna yang berkuasa di Ngamarta, berunding dengan Patih Sakuni,
Dursasana, Kartamarma, Durmagati, Citraksa dan Citraksi. Mereka ingin memboyong Drupadi ke
Ngastina. Gathotkaca dan Anantasena akan masuk ke istana Ngamarta. Para Korawa meghalang-
halanginya. Terjadilah perkelahian, Korawa tidak mampu melawan mereka berdua. Adipati Karna datang
menolongnya, Gathotkaca dipanah, terpental jauh. Anantasena dilempar panah Wijayadanu, terlempar
jauh pula Gathotkaca dan Anantasena jatuh dihadapan Yudhistira. Yudhistira dan Arjuna marah, lalu
hendak menyerang kerajaan Ngamarta. Adipati Karna berhadapan dengan Arjuna. Terjadilah perkelahian
dahsyat. Bagawan Abyasa datang melerai, Arjuna dibawa lari ke Wukir Retawu. Anantasena dibawa ke
tempat Hyang Anantaboga, kemudian disembuhkannya. Para Pandhawa mengungsi ke Wukir Retawu.
Bagawan Abyasa memberi wejangan kepada mereka tentang kesabaran dan perang Baratayuda. Perajurit
Ngastina datang menyerang Wukir Retawu. Bagawan Abyasa menugaskan Bima dan Arjuna untuk
melawan serangan para Korawa. Adipati Karna memimpin perajurit Korawa. Perajurit Korawa
diceraiberaikan oleh Bima. Arjuna berhadapan dengan Adipati Karna. Masing-masing membawa panah
sakti. Arjuna melepaskan panah angin, Adipati Karna terbawa arus angin, kembali ke Ngastina bersama
perajurit Korawa. Perang pun selesai. Para Pandhawa mengadakan pesta di pertapaan Wukir Retawu.

Pandawa Papa

Anda mungkin juga menyukai