TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
a. Hernia adalah protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemak dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat, 1997, hal 700).
b. Hernia ingunialis sinistra adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus
yang terletak di sebelah lateral vasa efigastrika inferior, menyusuri kanalis
ingunialis dan keluar ke rongga perut melalui anulus ingunalis eksternus
(Mansjoer, 2000).
c. Kata hernia pada hakekatnya berati penonjolan suatu kantung peritoneum, suatu
organ atau lemak pra-peritoneum melalui cacat konginetal atau akusita dalam
parietes muskuloaponeuretik dinding abdomen, yang normalnya tak dapat
dilewati. Sebagian besar hernia timbul dalam regio inguinalis dengan dengan
sekitar 50 % dari ini merupakan hernia inguinalis indereks dan 25 % sebagai
inguinalis direk. (www.indonesiaindonesia.com)
2. Klasifikasi hernia
a. Menurut lokalisasi
1) Hernia Inguinalis
a) Indirek: batang usus melewati cincin abdomen dan mengikuti saluran
sperma masuk ke dalam kanalis inguinalis.
b) Direk: batang usus melewati dinding inguinalis bagian posterior.
2) Hernia Diafragma
Hernia yang melalui diafragma.
3) Hernia Umbilikal
Batang usus melewati cincin umbilikal.
4) Hernia Femoralis
Batang usus melewati femoral ke bawah ke dalam kanalis femoralis.
5) Hernia Skrotalis
Batang usus yang masuk ke dalam kantong skrotum.
b. Hernia insisi menurut sifatnya
1) Hernia Reponibel
Isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika mengedan, dan
masuk jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan
nyeri/gejala.
2) Hernia Ireponibel
Kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga, ini
disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritonial.
3) Hernia Inkaserada/Hernia Stragulata
Isi hernia terjepit oleh cincin hernia/terperangkap, tidak dapat
kembali ke dalam rongga perut.
3. Etiologi
4. Anatomi fisiologi
g. Anatomi panggul
5. Patofisiologi
Hernia adalah potrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan (R. Sjamsuhidjat, 1997). Hernia inguinalis
dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena yang didapat (mengangkat beban
berat, ngedan), hernia dapat terjadi pada semua umur, lebih banyak pada pria dari
wanita.
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang
terbuka, dan kelemahan otot dinding perut karena usia.
Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus kurang lebih 90%
prosesus vaginalis tetap terbuka sedangkan pada bayi umur satu tahun sekiar 30%
prosesus vaginalis belum tertutup. Tetapi kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa
persen. Tidak sampai 10% anak dengan prosesus vaginalis paten menderita hernia.
Pada anak dengan hernia unilateral dapat dijumpai prosesus vaginalis paten
kontralateral lebih dari separo, sedangkan insidens hernia tidak melebihi 20%.
Umumnya disimpulkan bahwa adanya prosesus vaginalis yang paten bukan merupakan
penyebab tunggal terjadinya hernia tetapi diperlukan faktor lain seperti anulus ingunalis
yang cukup besar.
Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik,
hipertrofi prostat, konstipasi, dan asites sering disertai hernia ingunalis.
Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya
penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen dan jaringan penunjang berkurang
kekuatannya.
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus
internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intraabdomen tidak tunggu dan kanalis
inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi,
kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga
dapat mencegah masuknya usus kedalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding
perut antara lain terjadi akibat kerusakan n.ilioinguinalis dan n.iliofemoralis setelah
apendektomi.
Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum disebut hernia skrotalis.
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut lateral pembuluh epigastrika
inferior. Disebut indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu anulus dan
kanalis inguinalis; berbeda dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui
segitiga Hesselbach dan disebut sebagai hernia direk. Pada pemeriksaan hernia lateralis,
akan tampak tonjolan berbentuk lonjong sedangkan hernia medial berbentuk tonjolan
bulat.
Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa
tidak menutupnya prosesus vaginalis peritonium sebagai akibat proses penurunan
testis ke skrotum. Hernia geser dapat terjadi disebelah kanan atau kiri. Sebelah kanan
isi hernia biasanya terdiri dari sekum dan sebagian kolon asendens, sedangkan sebelah
kirinya terdiri dari sebagian kolon desendens.
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha yang
timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat, dan menghilang
waktu istirahat baring. Pada bayi dan anak-anak adanya benjolan yang hilang timbul
di lipat paha biasanya diketahui oleh orang tua. Jika hernia mengganggu dan anak atau
bayi sering gelisah, banyak menangis, dan kadang-kadang perut kembung, harus
dipikirkan kemungkinan hernia strangulata (R. Sjamsuhidajat, 1997).
Patoflowdiagram
Anomali Kongenital-sebab yang didapat
Penyebab
Kanalis inguinalis yang Adanya struktur ablikus internus yang Fasia transversa yang
berjalan miring abdominis yang menutupi anulus ketika kuat yang menutupi
berkontraksi trigonum Hasselbach
Bentuk kronik Hipertrofi prostat Konstipasi asites Hernia scrotalis dextra reponibel
Kurang pengetahuan
b. Tanda
7. Tes Diagnostik
Diagnosis pada hernia dapat ditegakan dengan cara sebagai berikut:
a. Hernia femoralis: limfadenitis yang disertai tanda radang lokal umum dengan
sumber infeksi ditungkai bawah, perineum, anau, atau kulit tubuh kaudal.
b. Hernia inguinalis dapat ditegakan diagnosis berdasarkan atas besar
benjolan yang direposisi atas dasar tidak adanya pembatasan jelas di sebelah
kranial dan adanya hubungan ke kranial melalui anulus eksternus.
c. Hernia obturatoria di diagnosis dengan adanya keluhan nyeri seperti
ditusuk-tusuk dan parastesia di daerah lutut.
d. Hernia pantolan didiagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan
(tanpak dan teraba benjolan diperineum yang mudah keluar masuk dan jarang
mengalami inkarserasi ).
e. Hernia spiegel di diagoisis dengan ditemukannya benjolan di sebelah
atas titik Mc. Burney kanan atau kiri, pada lateral muskulus rektus abdominis.
Pada hernia inguinalis didiagnosis ditegakan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik. Benjolan akan membesar jika penderita membungkuk,
batuk, mengejan atau mengangkat beban berat. (www.medicastore.com)
8. Penggelolaan Medik
Penggelolaan terhadap hernia dibagi menjadi dua cara, yaitu:
a. Operasi
Dilakukan operasi yaitu mengembalikan (reposisi) terhadap benjolan hernia
tersebut. Dua prinsip yang digunakan dalam operasi hernia, yaitu herniotomi
dengan memotong kantung hernia lalu mengikatnya dan herniorafi dengan
memperbaiki defek perbaikan dengan pemasangan jaringan melalui operasi
terbuka (laparoskopik). Sedangkan hernoplasti memindahkan fasia pada
dinding perut yang lemah, hernoplasti sering dilakukan pada anak-anak.
b. Terapi hernia
1) Terapi umum
a). Terapi konservatif berupa penggunaan alat penyanggah dapat di pakai
sebagai pengelolaan sementara, misalnya pemakaian korset pada hernia
ventralis. Sementara itu pada hernia inguinalis pemakaian korset tidak
di anjurkan karena selain tidak dapat menyembuhkan, alat ini dapat
juga melemahkan otot dinding perut.
b). Setiap hernia femoralis memerlukan tindakan operasi, kecuali kalau
ada kelainan lokal atau umum yang merupakan kontra indikasi operasi.
c). Pada hernia ventralis, pengelolaan konservatif menggunakan alat
penyanggah luar korset elastis khusus untuk sementara atau lebih lama
bila ada kontra indikasi pembedahan.
2) Hernioplastik endoskopik
Hernioplastik endoskopik merupakan pendekatan dengan penderita
berbaring dalam posisi 40º. Digunakan tiga trokar, yang pertama di garis
tengah dekat umbilikus, dan dua lainnya di lateral. Keuntungan metode
ini yaitu, morbiditas ringan, penderita kurang merasa nyari, dan keadaan
umum kurang terganggu di bandingkan dengan operasi dari luar.
(Sjamsuhidayat, 2003)
9. Komplikasi
a. Terjadi perlengkatan dengan isi hernia dengan dinding kantong hernia,
sehingga isi hernia tidak dapat dimasukan kembali.
b. Obstruksi usus.
c. Gangguan perfusi jaringan.
d. Perforasi.
e. Nekrosis isi hernia dan kantong hernia akan berisi transudat berupa cairan
serosanguinus.
f. Nyeri hebat di tempat hernia.(Mansjore, 2000)
10. Prognosis
11. Pencegahan
a. Hindari obesitas atau kelebihan berat badan, usahakan agar berat badan
sesuai standar yang sesuai dengan tinggi badan dan tipe badan.
b. Menghindari agar tubuh tidak mengalami konstipasi (ketegangan) dan
tarikan dengan banyak makan makanan yang berserat.
c. Hindari kegiatan mengangkat beban terlalu berat.
d. Melakukan pengobatan hernia, seperti batuk menahun dan sembelit
menahun.
(www.sehatgroup.web.id)
1. Pengkajian
Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan menentukan
hasil dari tahap berikutnya. Pengkajian dilakukan secara sistematis mulai dari
pengumpulan data, identifikasi dan evaulasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Tahap pengkajian ini merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan
keperawatan dengan kebutuhan individu, sehingga pengkajian akurat, lengkap, sesuai
kenyataan dan kebenaran data sangat penting dalam merunuskan diagnosa
keperawatan.
Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data yang terdiri dari tiga metode
yaitu komunikasi efektif, observasi dan pemeriksaan fisik. Data yang dikumpulkan
terdiri atas data dasar dan data fokus. (Dikutip dari Iyer, et. al, 1996 oleh Nursalam,
2001)
Untuk membantu klien dalam mengutarakan masalah atau keluhannya secara
lengkap, maka perawat dianjurkan menggunakan analisa simptom PQRST. Anailisa
simptom menguraikan sebagai berikut:
P : Provokativ atau paliatif
Apakah yang menyebabkan gejala? Apa saja yang mengurangi atau
memperberatnya?
Q : Kualitas atau kuantitas
Bagaimana gajala dirasakan nampak atau terdengar? Sejauh mana anda
merasakannya sekarang.
R : Regional atau areal radiasi
Dimana gejala terasa? Apakah menyebar?
S : Skala keparahan
Seberapa keparahan dirasakan dengan skala 1sampai 10 (paling parah)
T : Timing (waktu)
Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala terasa? Apakah tiba-tiba
atau bertahap? (Periharjo, 1996)
Untuk kasus hernia pengkajian data dasar (Lemone & Burke, 1996),
meliputi:
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Data subjektif:
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang pengobatan dan
pemeliharaan kesehatan.
2) Kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya.
3) Apa upaya untuk mempertahankankesehatan dan mencegah penyakit.
4) Apa yang dilakukan klien bila mengalami gangguan kesehatan.
Data objektif:
1) Observasi penampilan dan keadaan fisik klien
2) Kaji kebutuhan klien dan kebutuhan ADL sehari-hari
b. Pola nutrisi metabolik
Data subjektif:
1) Tanyakan makanan dan minuman sehari-hari dalam 24 jam.
2) Kaji makanan kesukaan atau yang tidak disukai klien.
3) Kaji adanya gangguan menelan, mual, dan muntah.
4) Apakah ada alergi atau pantangan terhadap suatu makanan?
5) Tanyakan frekuensi makan dan jumlah makanan yang mampu dihabiskan.
Data objektif:
1) Observasi dan kaji nilai laboratorium.
2) Timbang berat badan dan catat hasilnya.
c. Pola eliminasi
Data subjektif:
1) Tanyakan kebiasaan buang air besar, teratur atau tidak, frekuensinya dalam
sehari, warna dan konsistensinya, adakah sulit saat membuang air besar dan
bagaimana klien mengatasinya.
2) Kaji frekuensi buang air kecil, apakah sering menahan BAK ?
Data objektif:
1) Observasi dan catat intake dan output setiap shift.
d. Pola aktivitas dan latihan.
Data subjektif:
1) Kaji tingkat aktivitas klien setiap hari.
2) Tanyakan adanya keluhan lemah, nyeri untuk beraktivitas.
Data objektif:
1) Observasi tingkat aktivitas klien.
2) Kaji kemampuan memenuhi kebutuhan ADL.
e. Pola tidur dan istirahat
Data subjektif:
1) Tanyakan jumlah tidur semalam.
2) Tanyakan kebiasaan dan jumlah tidur pada siang hari.
3) Tanyakan kebiasaan sebelum tidur.
4) Adakah kesulitan untuk tidur.
Data objektif:
1) Observasi keadaan lingkungan yang dapat mengganggu istirahat klien.
2) Kaji faktor intrinsik individu yang dapat mengganggu istirahat klien.
f. Pola peran sosial
Data subjektif:
1) Tanyakan apakah penyakit ini mempengaruhi klien dan keluarga.
2) Tanyakan apakah hubungan klien dengan keluarga, teman akan mengalami
perubahan.
Data objektif:
1) Kaji interaksi klien dengan pasien di sebelah kiri, kanan dan dengan tenaga
perawat dan dokter.
g. Persepsi diri-konsep diri
Data subjektif:
1) Tanyakan pada klien bagaimana perasaannya terhadap gangguan yang di
alaminya saat ini.
2) Bagaimana masalah ini dapat membuat pandangan klien terhadap diri sendiri.
3) Tanyakan pada klien bagaimana perasaannya tentang operasi yang di
alaminya.
Data objektif:
1) Kaji adanya ungkapan rendah diri klien.
2) Kaji respon verbal dan non verbal klien.
h. Pola nilai kepercayaan
Data subjektif:
1) Tanyakan apakah klien menganut sistem kepercayaan tertentu.
2) Tanyakan kebebasan klien dalam melakukan kegiatan ibadahnya.
Data objektif:
1) Kaji respon verbal dan non verbal klien saat menanyakan nilai
kepercayaannya.
2)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia dan individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dalam memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan membatasi mencegah dan merubah (Carpenito, 2000).
Melalui pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi respon klien yang
aktual/potensial yang memerlukan suatu tindakan. Dalam menentukan perencanaan
perlu menyusun suatu “sistem” untuk menentukan diagnosa yang akan diambil
tindakan pertama kali. Salah satu sistem yang bisa digunakan adalah hirarki
“Kebutuhan Manusia” dikutip dari Iyer et. al, 1996 dalam (Nursalam, 2001, hal. 52).
1) Hirarki “Maslow”
Dalam menentukan prioritas diagnosa mengacu pada teori Abraham Maslow.
Akt
uali
sasi
diri
Harga diri
7. Dokumentasi keperawatan
Dokumentasi memberikan asuhan keperawatan penulis membuat
pendokumentasikan yang ditunjukan kepada klien dengan Hernia.
Pendokumentasian ini dilakukan dari awal pada tahap pengkajian sampai pada
tahap evaluasi. Dokumentasi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis
atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bago individu
berwenang. Dokumentasi yang baik, mencerminkan tidak hanya kualitas tindakan
keperawatan tetapi juga membuktikan pertabggung gugatan setiap anggota tim
keperawatan memberikan asuhan keperawatan.(Poter dan Pery, 2005).