Anda di halaman 1dari 2

Desalinasi: Menguapkan Air Laut Menjadi Air Bersih

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Memiliki luas wilayah 5.193.252 km2
dua per tiga luas wilayahnya merupakan lautan, yaitu sekitar 3.288.683km2. Sehingga Indonesia
juga memiliki julukan sebagai benua maritim.Ironinya–di tengah kepungan air laut itu–ternyata
masih ada beberapa tempat yang mengalami kekurangan air, terutama mengenai ketersedian air
bersih. Akibatnya, di tempat seperti itu air menjadi barang eksklusif. Masyarakatnya harus
membeli untuk mendapatkan air bersih.Ironi inilah yang menimpa masyarakat Kepulauan Seribu.
Di kepulauan yang berada di utara kota Jakarta itu air bersih menjadi barang langka. Bupati
Kepulauan Seribu, Kamil Abdul Kadir beberapa waktu yang lalu menuturkan bahwa
ketersediaan air bersih adalah masalah utama bagi daerahnya. Setidaknya, untuk mendapatkan
satu liter air bersih, masyarakat harus membayar Rp 50 sampai Rp 75.”Air bersih memang masih
menjadi masalah. Selama ini, untuk memperoleh air bersih tersebut kita mendapatkannya dari 5
instalasi Reverse Osmosis (RO) yang terdapat di lima pulau berpenghuni,” ujarnya. Sementara
pulau berpenghuni itu jumlahnya sebanyak 11 pulau dengan jumlah penduduk 18 ribu
jiwa.Melihat kondisi itulah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tertarik
mengembangkan teknologi untuk mengatasi krisis air. Setelah melakukan serangkaian kajian,
BPPT mengembangkan teknologi desalinisasi di kabupaten yang masuk wilayah propinsi DKI
Jakarta ini.Menurut Rohmadi Ridlo dari tim desalinasi BPPT memaparkan bahwa desalinasi ini
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan proses destilasi dan Reverse Osmosis. Secara
prinsip, menurut Ridlo, proses destilasi merupakan perubahan fase cair menjadi fase uap.
Dimana pada tahap akhir, air laut akan mengalami kondensasi menjadi air murni.Sementara,
pada proses RO–air yang selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat Kepulauan Seribu–dalam
prosesnya tidak ada perubahan fase. ”Pada proses RO yang terjadi hanya fase cair saja. Dimana
untuk memisahkan air tawar dengan air laut di dapat dari adanya perbedaan tekanan yang
menggunakan membran semi permeablenya saja.”Namun, Ridlo mengakui bahwa masing-
masing teknologi pemisahan air tawar dengan air laut itu memiliki keunggulan dan kelemahan
masing-masing. Kelemahan pada proses desalinasi yang menggunakan teknologi RO diantaranya
adalah adanya kemungkinan penyumbatan pada selaput membran oleh bakteri, kerak kapur atau
fosfat dari air laut.Selain itu, pemanfaatan teknologi RO untuk menghasilkan air tawar di
Indonesia pun masih menghadapi beberapa kendala. Diantaranya, mengenai bahan baku air laut
yang sudah relatif kotor. Sehingga, jika penggunaaan bahan baku semacam ini dipaksakan tentu
akan berpotensi untuk menyumbat membran.Menurut Ridlo ada beberapa peralatan yang
mendukung proses destilasi ini. Ia menyebutkan antara lain adalah heater, kondensor, ejektor air,
pompa ejektor, pompa kondensat, indikator salinitas, dan peralatan kontrol.Proses kerja destilasi
ini mulanya air laut dihisap oleh pompa ejektor yang terdapat dipantai. Kemudian, air laut
tersebut dimasukan ke dalam alat penukar gas (heat exchanger). Pada tahap ini, air laut dipanasi
oleh air panas dari panas buang diesel atau boiler limbah biomassa pada suhu 80 derajat C.
Selanjutnya, air tersebut divakumkan pada tekanan udara kurang dari 1 atm.Pada kondisi hampa
udara (vakum) yang tinggi dan suhu rendah itulah, jelasnya lagi, sebagian dari air laut menguap.
Dimana, uap bertekanan rendah dari tempat lain mendapat pendinginan dari air laut yang
dimasukkan dari cerobong terpisah. Pada saat itulah, uap berkondensasi menjadi air tawar.Lebih
lanjut Ridlo menjelaskan, air laut yang sudah hangat akan mengalir dari saluran keluar
pendingin. Dan selanjutnya akan masuk ke dalam heat exchanger sebagai air umpan. Uap
tekanan rendah yang timbul di dalam heat exchanger mengalir masuk ke dalam evaporator.
Begitu pula dengan air sisa buangan yang kental.Selanjutnya, uap air itu didinginkan oleh air laut
dan berkondensasi menjadi air tawar. Hasil air tawar di kondensor itu kemudian dipompa keluar
oleh condensatepump. Kemudian, air tersebut dialirkan ke tangki persedian air tawar. Sementara
sisa air buangan dikeluarkan secara teratur oleh water ejector.Sedangkan mengenai kadar garam
dari air destilat (air yang dihasilkan dari proses destilasi ini–red) secara terus menerus dipantau
oleh salinity indicator. Sebuah solenoid valve dipasang pada saluran keluar pompa air
destilasi.”Nah untuk menentukan kadar garam air destilatnya kita bisa mensetnya,” kata Ridlo.
Diungkapkan pula umumnya kadar garam yang dimiliki oleh air destilat ini maksimal sebesar 10
ppm. Artinya, kualitas air yang dihasilkan dari proses ini sangat bagus.Menurut Ketua Pelaksana
Program Desalinasi-BBPT Bambang Gambiro air tawar yang dihasilkan dari mesin diesel
bertenaga 2×250 Kw dan 2×500 Kw mampu menghasilkan 5.000 liter air dalam 24 jam. ”Tetapi
sebenarnya kita masih bisa memaksimalkannya lagi hingga 15 ribu liter,” ujarnya dengan nada
yakin.Mengenai kualitas air tawar yang dihasilkan dari proses destilasi ini, Bambang
mengatakan,”Kualitasnya sudah terjamin.” Jadi, katanya, setelah proses destilasi usai, air tawar
yang dihasilkan telah siap untuk diminum. Ini disebabkan karena air tawar ini sudah memenuhi
standar air bersih yang ditetapkan oleh Lembaga Kesehatan Dunia (WHO).Berdasarkan hasil
penelitian, air destilasi ini memiliki pH 8,5 pada suhu 25 derajat. Selain itu, tingkat
alkalinitasnya sekitar 3 CaCO3 miligram per liter. Kemampuan daya hantar listriknya sebesar 4,1
mg/l. Kandungan ion klorida, ion besi masing-masing sebanyak kurang dari 2 mg/l Cl- dan
kurang dari 0,05 mg/l Fe.Sementara itu kualitas air yang ditetapkan WHO, pH yang baik berkisar
antara 5,8-8,6. Kemampuan daya hantar listriknya sebesar kurang dari 700 mg/l. Kandungan ion
klorida kurang dari 200 mg/l Cl-. Dan kandungan ion besinya adalah kurang dari 0,3 mg/l Fe.
”Jadi jelas air ini memang berkualitas,” tandasnya optimis.Selama ini, kata Bambang,
pemanfaatan teknologi desalinasi ini banyak digunakan pada kapal-kapal tanker. Keberadaan
desalinasi disana, untuk menyuplai air bersih bagi awak kapalnya. ”Namun, hingga saat ini di
Indonesia pemanfaatan desalinasi untuk keperluan di darat masih belum ada,” tukasnya.Ia
berharap desalinasi di Kepulauan Seribu itu nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
Bambang mengungkapkan pula pilot project yang akan dilakukan di Pulau Pramuka yang
memiliki kepadatan penduduk sekitar 1.500 jiwa ini akan dilakukan selama dua tahun.
Sedangkan dana yang dianggarkan untuk pilot project ini jumlahnya sebesar Rp 260 juta yang
didapat dari Daftar Isian Proyek Anggaran Pendapatan Belanja Negara (DIK-APBN)
2002.Selain itu Bambang juga mengatakan bahwa pihak BPPT dalam melaksanakan pilot
porjectnya di Kepulauan Seribu ini menggandeng pihak produsen desalinasi dari PT Sasakura,
Jepang. ”Dan saat ini Italia dan Korea juga tertarik untuk ikut serta mengembangkan teknologi
desalinasi ini.” tandas Bambang.

Anda mungkin juga menyukai