Anda di halaman 1dari 13

1

KECENDERUNGAN GLOBAL PENJAMINAN MUTU DAN


KEAMANAN PANGAN*
I Made Supartha Utama,
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana dan
Sekretaris Ekskutif, Pusat Pengkajian Buah-buahan Tropika, Universitas Udayana

Pendahuluan

Konsumen atau pelanggan membutuhkan jaminan keamanan pangan dan sangat jelas di
Negara-negara maju. Masih terjadi kesenjangan pemahaman antara pandangan produsen
dan pengolah yang suharusnya memperhatikan kebutuhan konsumennya yang dinamis.
Melalui rantai signal sampai sekarang ini telah menyebar diluar dari sejarah kebutuhan akan
pangan perishable. Kebutuhan akan jaminan keamanan pangan sekarang ini merupakan
hal yang mendasar untuk perdagangan dan bahkan untuk supplier yang telah meningkatkan
kebutuhannya untuk menadopsi mekanisme jaminan dalam industri dengan orientasi
komoditi seperti hortikultura dan biji-bijian.

Tiga faktor yang dipertimbangkan dalam diskusi ini, yaitu; apa saja yang dimaksud dengan
komponen-komponen mutu instrinsik dan ekstrinsik yang diminta oleh pasar dalam jangka
waktu dekat dan waktu medium; dan jenis-jenis mekanisme jaminan apa saja yang
diperlukan untuk mengantarkan dengan baik suatu produk sampai ke konsumen?
Bagaimana factor-faktor ini mampu membangun kebutuhan mendasar untuk produksi
pangan yang aman? Pertanyaan-pertanyaan ini akan sangat penting untuk usaha kecil dan
menengah, termasuk produsen primer, selama 10 tahun kedepan hal ini akan merupakan
pusat penelitian dari beberapa Negara.

Perubahan Preferensi Konsumen, Penjaminan Mutu dan Keamanan Pangan

Di dalam suatu Negara, provinsi, kota atau desa terdapat suatu spectrum preferensi
konsumen berkisar dari preferensi yang rendah sampai yang canggih. Jumlah konsumen
dalam setiap segmen akan mempengaruhi kisaran ketersediaan pasar, dan ini akan
mempengaruhi efisiensi rantai nilai dan sistem manajemen mutu dalam melayani berbagai
pasar. Tingkat kecanggihan preferensi konsumen dalam pasar mempengaruhi efisiensi dari
rantai nilai makanan. Pada pasar dimana kecanggihan konsumen rendah, efisiensi dari
rantai nilai adalah rendah dan terfragmentasi dalam lapisan-lapisan pedagang perantara
(Gambar 1).

*Makalah disampaikan pada “Pertemuan Integrasi Sistem Mutu” diselenggarakan oleh


Direktorat Budidaya Tanaman Buah, Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian,
di Denpasar 30-31 Juli 2007.
2

HIGH
Active decision making :
brands, but actively
Consumer Sophistication

seeking documented Japan


information on social &
environmental concerns Korea
USA
MEDIUM
Less active decision Australia
Hong Kong
making:
Singapore
brands, but largely
perceived quality, and
health & nutritional Taiwan
values

LOW Vietnam Malaysia


Price -driven decision Thailand
making : Philippines China
brands but affordability, Pakistan
basic concerns on safety India
& nutritional values Bangladesh Indonesia

LOW MEDIUM HIGH


• Fragmented supply chain • Supply chain bottlenecks • Supply chain integration
• Multi -layers of intermediaries • Large distributors control, • Retailer directly influence production
• Retailer remote from crop production protectionist regulations • Protocol control, contract growing
base • Protocol control, contract farming

Food Supply Chain Efficiency


Source: Lojo, 2003

Gambar 1. Efisiensi rantai suplai dan sophistifikasi konsumen

Peritel sering terisolasi atau terpisahkan dari produsesn. Pada pasar dengan sophistikasi
medium, efisiensi dari ranta nilai (value chains) juga intermediet. Bottlenecks adalah umum
saat distributor-distributor besar beroperasi dan mengendalikan dengan kekuatan kontrak.
Protokol dan kontrak farming adalah umum. Pada mana konsumen adalh sophitakasi tinggi,
seperti di Australia dan Jepang, efisiensi dari rantai makanan adalah tinggi pada ujungnya.
Disini rantai nilai diintegrasikan dan peritel secara langsung mempengaruhi produksi melalui
kolaborasi dengan produsen (Lojo 2003). Lojo telah mengklasifikasikan berdasarkan tingkat
perkembangan pasar, sophistikasi konsumen dan efisiensi rantai suplai. Stadia
pengembangannya adalah dari yang embryonic, bersifat pengembangan (developmental),
mengintegrasikan-terintegrasi (integrating-integrated) dan tingkat lanjut (advance) (Gambar
2). Pada yang embryonic dimana pasarnya sedang berkembang, pengenalan dan
implementasi aturan-aturan legislative sepertinya sebagai kendali paling signifikan terhadap
program-program pengembangan mutu dan keamanan pangan. Dimana harga rendah
sebagai kendali pembelian, hanya sedikit insentif diberikan untuk implementasi manajemen
mutu dan keamanan pangan karena terkait dengan kemampuan konsumen untuk membeli.
Implementasi dari program-program mutu dan keamanan pangan adalah market driven dan
dapat pula merupakan mandat dari regulasi-regulasi pangan dari masyarakat yang
mengendalikan proses, keamanan pangan atau pertangungjawaban masyarakat.
3

Embryonic Advanced
2002
USA
Bangladesh
Australia
Pakistan
Japan
Indonesia

Vietnam Korea

Hong Kong
India
Taiwan
Philippines
Singapore

China
Malaysia

Thailand
Developmental Integrating - integrated
Source: Lojo 2003

Gambar 2. Klasifikasi dan distribusi pasar-pasar bahan pangan

Apa yang Konsumen Lakukan untuk Mendapatkan Penjaminan Mutu dan


Keamanan Pangan?

Skenario akan pentingnya makanan aman dan sehat telah secara luas didiskusikan dari
perspektif tradisional tentang pengendalian kontaminasi biologis, kimia dan fisik. Kebutuhan
pengendalian berjalan berlanjut karena data-data dari AS sangat menyarankan penurunan
insiden Campylobacter and Salmonella spp’s (Pearson, 2004); bukti penting lainnya adalah
penyakit disebabkan oleh makanan akan berlanjut meningkat di Negara-negara berkembang
ataupun sedang berkembang (Noonan, 2004). Kenyataan ini akan sangat menekan peritel
bahan pangan untuk menempatkan suatu prioritas yang tinggi terhadap pengelolaan risiko
untuk menghindari sangsi aturan legal pemerintah dan memenuhi permintaan serta tuntutan
konsumen (Spriegel 2003). Australia contohnya, compliance baik on-farm dan post-farm
dengan beberapa bentuk pelaksanaan program keamanan pangan serta tracability yang
hampir menyeluruh untuk kelompok-kelompok risiko pangan tinggi seperti produk
hortikultura, sama halnya dengan kasus pangan non-perishable yang berisiko rendah dan
kelompok komoditi besar, seperti industri biji-bijian.

Tekanan permintaan terhadap produsen primer dan pengolah pangan untuk merespon
permintaan konsumen seluruh dunia tentang makanan aman dan mutu yang konsisten akan
diperkirakan terus meningkat. Janes (2003) mendiskusikan bagaimanan menjembatani
kesenjangan informasi yang terjadi antara kebutuhan konsumen dan produsen adalah suatu
kebutuhan yang mendasar dari rantai nilai untuk merespon berkembanganya permintaan
konsumen.
4

Faktor Ekstrinsik: Perubahan Mutu

Faktor mutu instrinsik seperti jumlah; ukuran; bentuk; warna dan bebas dari bahan asing
telah lama ditetapkan sebgai pertimbangan mendasar untuk program-program penjaminan
mutu dari tingkatmedium sampai tingkat tinggi. Akan tetapi, sekarang terlihat jelas bahwa
berbagai fator eksternal menjadi penting. Dengan menfokuskan pada aspek-aspek negative
seperti makanan siap saji, Eric Schlosser’s (2002) memandang pentingnya kampanye
kandungan energi dan komponen-komponen diet makanan tersebut. Dampak dari ekspose
ini adalah bukti jelas terhadap meningkatnya kunjungan pada restoran makanan siap saji
multinasional seperti Mc Donalds. Ini juga merupakan kasus bagi suppliers dari McDonalds
untuk mengkaji kebutuhan-kebutuhannya untuk menerapkan metode-metode peroduksi
yang berkelanjutan untuk suplainya.

Blandford et al. (2002) mendiskusikan dampak dari “best seller” sebagai yang telah
dilaporkan ‘an increasing number of initiatives by food producers, processors, and
distributors to address these concerns’ with specific reference to ‘animal welfare….
agriculture’s environmental role and methods of food production’. Dua area yang
memutuskan konsumen membeli adalah didasarkan pada pertimbangan sistem produksi;
animal welfare dan manajemen lingkungan adalah meningkat penting. Ini sepertinya
produsen pangan melakukan analisis siklus hidup atau life cycle analysis (LCA) mengikuti
pendekatan ISO 14040 adalah bukan merupakan hal yang umum. LCA adalah merupakan
perpanjangan dari filosofi Total Quality Management (TQM) dan ini dapat merupakan
mekanisme yang emungkinkan suppliers untuk lebih ketat menguji metodologi produksinya.

Meningkatnya pertimbangan faktor ekstrinsik dalam keputusan konsumen untuk membeli


mempunyai dampak terhadap rantai nilai. Pasar Eropa, Amerika Utara menunjukkan
kisaran keperluan dari jenis-jenis factor ini (Noonan 2004). Di Eropa faktor-faktor seperti
rasa, kondisi menyenangkan dan karakteristik nutrisi (Baines, 2002) animal welfare dan
brand loyalty issues merupakan hal terdepan yang menjadi perhatian. Banyak faktor
diidentifikasi oleh Boehlje et al (1999) yang telah mengendalikan keinginan konsumen di US:
seperti Integeritas produk, identifikasi dan Traceability (Farm Foundation, 2004). Isu-isu
lingkungan dan sistem produksi yang intensif di daerah pedesaan atau rural merupakan
perhatian isu yang penting bagi produsen-produsen di Amarika Utara (Stalder, Powers,
Burket and Pierce 2004).

Blandford et al (2003) memperkenalkan isus-isu yang menjadi pertimbangan penting dengan


menekankan kepada Negara kaya berkembang, - keterkaitan antara pertanian dan
5

lingkungan serta animal welfare. Isu lingkungan adalah penting di Asia, Eropa, dan
meningkat di Amerika Utara, sementara animal welfare merupakan isu utama di Eropa.

Asia memperlihatkan banyak skenario. Dengan meningkatknya pendapatan masyarakat


serta meningkatnya perdagangan dengan Eropa, Amerika Utara dan Australia, terdapat
pengaruh terhadap jenis-jenis sistem mutu yang sekarang lagi disusun (Tan & Muhyiddin,
2004). Produksi berkelanjutan adalah isu yang sedang berkembang (Broom, 2004). Dalam
beberapa pola telah diidentifikasi oleh multinational food companies (MFC’s) yang
menentukan keberadaan kawasan ekonomi yang bergerak dari ‘predominantly subsistence
agriculture, into a rapidly modernising system of agribusiness, agrifood processing and
distribution’ (DFAT, 2001).

Apa itu “Faktor Ekstrinsik”?

Suatu kumpulan faktor-faktor yang telah didiskusikan dalam literature – beberapa


diantaranya dipandang sebagai diskusi berlanjut – dalam dasa warsa belakangan ini
berkaitan dengan mutu dan keamanan pangan instrinsik, dan keputusan membeli konsumen
adalah berdasarkan pada sistem-sistem produksi (extrinsic atau triple-bottom-line factors),
lihat Table 1.

Dalam skenario yang sedang berjalan terdapat dua atau tiga skenario penjaminan yang
harus dipertimbangkan. Pertama, mungkin ada suatu kebutuhan pada beberapa pasar
untuk pendekatan kendali yang menekankan code of practices ditempat tersebut. Seperti
®
contohnya pengemas buah di Victoria yang telah menambahkan protocol EurepGAP
kepada supliernya, menghubungkan mereka dengan CIES (The Global Food Business
Forum) Global Food Safety Initiative (Byrnes, 2003) compliant systems – seperti BRC
standard– diikuti dengan brand ‘Natures Choice’ untuk mensuplai ke rantai supermarket di
UK Tesco’s. George Wilson (2004) dalam laporannya ke Australian National Food Industry
Strategy menyediakan pengujian detail dari sejumlah kebutuhan rantai supermarket.

Kedua, terdapat indikasi kepada rantai nilai untuk memfokuskan pada proses perbaikan
penjaminan berkelanjutan yang sesuai dengan Codex (1997) atau NACMCF (1997)
prinsisp-prinsip HACCP. Contohnya bisnis hortikultura di Australia Barat dan pengolahan
daging di Tasmania, yang menggunakan SQF Codes – SQF 1000CM dan SQF2000CM
sebagai respon langsung terhadap supermarket Jepang seperti Aeon,dan suppliers seperti
Starzen group, dan kebutuhannya akan sertifikasi SQF.
6

Terakhir, akan berlanjut adanya kebutuhan dan keharusan pemerintah dan antar pemerintah
untuk menyikapi isu jaminan keamanan pangan, sanitasi dan phytosanitary. Martin et al
(2003) mendiskusikan bagaimana kondisi aturan bergerak menuju suatu kerangka kerja
penjaminan; dikelola oleh mekanisme konstitusional untuk mendukung atau dalam hal ini
meminimalkan keperluan proses inspeksi pemerintah di Australia.

Implikasi untuk Rantai Nilai

Di seluruh dunia terdapat lebih dari 800 program ( (Baines, Davies and Ryan, 2000) untuk
mempersiapkan beberapa untuk keamanan pangan dan penjaminan mutu. Akan tetapi,
kasus di Australia terdapat kosentrasi terhadap perspektif program on-farm dari ‘Care COP’
family dan program fokus pada SQF dan Woolworth’s sebelum dan sesudah farm gate.
Banyak program ini berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap rantai
nilai; kapasitas perdagangan di pasar internasional, kondisi perdagangan untuk produsen,
akses pasar berkelanjutan dan struktur-struktur produksi.

Pada November 2003 Kelompok Woolworths di Australia mengumumkan bahwa supplier


harus mempunyai sertifikat untuk program keamanan pangan dan penjaminan mutu sampai
akhir 2004. Kemudian Woolworths telah bergerak diluar scenario akses pasar untuk
mengimplementasikan barier untuk mensuplai berdasarkan proses penjaminan mutu
tersertifikasi. Dan pada versi kedua dari Woolworths Quality Assured (WQA) Standard
(Woolworths 2005) sekarang menggabungkan lebih banyak factor ekstrinsik. Sebagai
contoh, dampak lingkungan sekarang ini sebagai suatu pertimbangan di WQA.

Baines (2002) mengindikasikan bahwa ‘Retailers are generally requiring this (food safety
and quality assurance) to be addressed through HACCP or equivalent, and that these
systems are independently certified (3rd party audit). As retailers accept independently
audited HACCP systems, then this should not be a barrier to Australian suppliers’.
Keterkaitan CIES Global Food Safety Initiative dan sertifikasi standard memenuhi criteria
GFSI, yang merupakan pendekatan penjaminan yang paling harmonis akan menjadi penting
bagi agribisnis Australia. Karena SQF 1000CM dan SQF2000CM telah diperkuat oleh GFSI,
menempatkan kedua codes tersebut pada posisi yang kuat. Ini lebih berarti karena SQF
1000CM, yang hanya merupakan satu program on-farm yang menerima penguatan.
Tabel 1. Faktor-faktor Instrinsik dan ekstrinsik untuk mutu dan keamanan
Faktor Instrinsik Faktor eskternal
Keamanan Pangan Kebutuhan legal untuk utu Parameter mutu konsumen untuk system
Mutu Pangan
ekstrinsik produksi pangan
i. Biological a. duty of care/due diligence a. protect brand integrity
ii. Chemical organoleptic b. Labelling b. customer driven production protocols
iii. Physical i. Recommended daily 1. customer driven reductions in pesticide
characteristics
intake/consumption residue limits
ii. energy content (Joules 2. customer driven reductions in levels of heavy
(flavour/taste/smell)
/Calories) metals residues
Isu-isu khusus iii. food additives 3. customer driven bans on chemical use
1. adanya dioksin dan PCBs iv. food preservatives i. replacement of CFC refrigerants
2. allergens v. flavour enhancing components ii. minimising fuel emissions
3. carcinogens vi. probiotics iii. water use and pollution
4. nitrates vii. saturated fats and cholesterol iv. salinity and land degradation
5. hormones dan growth promoters viii. sugar v. chemicals and pollution
6. vaccines dan antibiotics ix. salt vi. recyclable packaging
x. presence of genetically modified
Spesifikasi produk vii. life cycle energy debt
ingredients
Faktor Qualitative
xi. country of origin c. animal welfare
dan Quantitative
xii.provenance d. social responsibility
xiii. vulnerable consumers viii. ethical trading
Ý Ukuran c. irradiation ix. worker welfare
( Product identification, traceability Bentuk d. external threats x. equitable sharing of value in supply chains
dan identity preservation) Warna i. bio-terrorism xi. community development programs
Julah ii. bio-security xii. consumer education
Ü Berat iii. exotic pest and disease control a. obesity
iv. containment vs prevention b. in-home food storage and preparation
e. Animal Welfare b. organics
f. Environmental Impact c. GMO’s and nutriceuticals
g. Worker safety d. eco-labelling

Sumber: Noonan (2004)


8

Gambaran yang lebih jelas mulai dibentuk dalam dua segment dalam rantai nilai dan
mekanisme penjaminan dapat diterapkan dalam kedua segmen tersebut (Gambar 3).
Pengolah atau pengemas, dipaksa untuk menerapkan penjaminan kepada supplier (petani).
Rantai nilai sampai ke ritel dipaksa menerapkan penjaminan kepada pengolah dan
pengemas. Akibatnya, engolah dan pengemas membuat keputusan-keputusan bagaimana
caranya konsumen akhir atau kebutuhan akan penjaminan konsumen dapat ditransfer
kembali ke supplier (petani). Gambar 4 sebagian mendemonstrasikan isu ini.

Pra-panen Pasca- Panen dan Pengolahan Distribusi dan Ritel

HACCP berbasis HACCP penuh QA Peritel QA


On-Farm QA

Ekstrinsik atau Fakto Mutu Kredibel

Gambar 3. Mekanisme Penjaminan dalam Rantai Nilai.

HACCP: Perspektif atau berorientasi Dampak?

Telah disarankan bahwa komplian terhadap HACCP pada basis produksi adalah ‘unrealistic
dan unworkable’. Pengalaman di Australia dan di Negara lainnya bahwa ini bukan kasus.
Mungkin pengalaman di Amerika Utara dengan HACCP dan pengaruh dari pengalaman
tersebut, seperti Ross Peters of Advancing Food Safety menggambarkannya pada the 1st
Global HACCP Alliance Conference sebagai "users and the bureaucracy taking a very
simple concept and making it very difficult for themselves" (Peters, 2002), yang berakibat
pada kondisi unrealistic dan unworkable. Ini akan baik disarankan khususnya untuk kasus
pada industri-industri daging US, poultry dan seafood dimana implementasinya dengan apa
yang disebut sebagai ‘Regulatory HACCP’ (Kvenberg, et al, 2000) telah memberikan
persepsi pengaruh negative terhadap penerapan HACCP ditempat lainnya. Peters lebih
lanjut memberi komentar bahwa "Australia continues to lead the world in the use of the
HACCP methodology through programs such as SQF and the Woolworths Quality Vendor
Management System (WVQMS)” – sekarang WQA. The US Assistant dibawah Secretaris
untuk Pertanian - Keamanan Pangan, Professor Merle Pierson (2002) setuju dengan
komentar Peter's. Waktu sekarang ini, ada suatu kisaran kelemahan dalam keamanan
9

Gambar 4: Kondisi masuk ke pasar Eropa dan pasar ritel untuk produk pangan aman dan bermutu. Model ini juga
menunjukkan pendekatan dari penjaminan mutu Eropa dan Australia yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan ritel.
Diadopsi dari: (Baines, 2002)

pangan AS (De Waal, 2003) dan aturan mutu (Gardner, 2003) telah diidentifikasi karena
sistem-sistem tersebut masih barbasis inspeksi dan atau regulasi. Program-program seperti
yang diimplementasikan pada Australian Pork Industry, Grains Industry (GreatGrain™) dan
SQF dirancang untuk menyediakan standard terbuka yang fokus pada bagaimana
mengantarkan produk yang aman yang memenuhi spesifikasi konsumen melalui rantai
suplai yang komplian terhadap prinsip-prinsip HACCP. Baik SQF1000CM dan SQF2000CM
Codes (Anon, 2005a&b) menyediakan kendali proses dan inspeksi produk akhir untuk
meyakinkan pada konsumen bahwa makanan yang mereka terima adalah sesuai dengan
10

maksud penggunaan tertentu. Ini adalah hal mendasar untuk dipahami bahwa apapun
sistemnya semestinya dikonstruksi melalui suatu pendekatan non-prescriptive.

Sistem Sertifikasi Ada Dibagian Depan; Kasus di Australia

Tampak akan ada sustu kisaran preferensi system untuk pebisnis di Australia, dan untuk
segala bisnis adalah tergantung pada pasar mana produk yang dihasilkan akan dituju.

Sistem penjaminan yang memenuhi secara global yaitu CIES-GFSI sepertinya yang paling
popular, dengan demikain, BRC Technical Standard; Dutch HACCP Code; EFSIS Standard;
International Standard for Auditing Food Suppliers dan SQF akan menjadi sistem yang
dominant. Program sertifikasi HACCP dipersiapkan oleh certification bodies atau audit
companies (seperti; Bureau Veritas, ICS, Lloyds, NCIS, SAI Global, SciQual & SGS)
umumnya melakukan sertifikasi diluar farm gate. Sebagai tambahan, akan ada preferensi
regional yang kuat untuk skim-skim tertentu. Sebagai contoh, American Institute of Baking
(AIB) dan National Food Processors Association (NFPA) mungkin keberadaannya kuat di
AS. Di Eropa, EurepGAP® keberadaanya kuat sebelum farm gate. The BRC standard
sepertinya merupakan system dominant di UK, dengan penambahan pada retailer khusus.
Woolworth’s WQA, the ‘Care COPs’ dan SQF merupakan mekanisme penjaminan yang
prevalen di Australia.

ISO 9000 series (Anon, 1999) adalah telah lama dibuat dan pendekatan akreditasi-sertifikasi
paling diakui, keberadaanya kuat dinegara-negara dengan tradisi koneksi dengan Eropa.
ISO 22000 standard, dengan peluncuran akhirnya akhir 2005, akan merupakan hal pertama
memasukkan HACCP kedalam standr ISO.

Akankah Australia mengikuti dan bergerak untuk menyebarkan sertifikasi ISO 22000?
Seperti dijelaskan sebelumnya, Australia telah terdepan untuk beberapa tahun untuk
sertifikan terhadap metodologi HACCP dan menyediakan penjaminan keamanan pangan
melalui rantai nilai. Program-program seperti SQF, APIQ, GreatGrain™, Grapes to Glass™
dan WQA telah menyediakan dampak dimana ISO 22000 teraspirasikan. Dalam realitasnya
program-program ini lebih cepat menggabungkan factor mutu instrinsik dan ekstrinsik,
dimana seri ISO dapat mengantarkan segala dampak dengan menyertakan sejumlah
standard seperti ISO 9001 and ISO14001 with ISO 22000.

ISO 22000 mungkin mendapatkan tempat yang baik dalam domain dari korporasi multi
nasional yang besar dan bisnis pangan dengan suatu penemuan padat dalam standard ISO
11

seperti ISO 9001 atau 14001. Banyak persyaratan sertifikasi ISO, khususnya untuk
produses primer (Noonan & McAlpine, 2003) dan pebisnis kecil, tampaknya didapat at pula
dalam ISO 22000.

Isu tentang kompleksitas dan demikian adanya biaya tambahan adalah kebutuhan
kompetensi untuk seri auditor ISO 14000, dan dengan kealamiahan Australia mengarah
pada struktur pembiayaan yang tampaknya tidak atraktif untuk SME’s.

Penutup

Banyak isu telah didiskusikan, beberapa adalah hal yang lama dan beberapa adalah hal
baru dan tidak ada keinginan untuk menyeluruh; hanyalah untuk mengindikasikan apa yang
telah terjadi dilapangan.Secara jelas di Australia adalah perduli terhadap kebutuhan untuk
agribisnis mengasesmen penjaminan pasar yang semestinya mereka menyesuaikannya
untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Banyak system penjaminan mutu telah dikembangkan khususnya di Negara-negara sedang


dan sudah berkembang. Di Indonesia penjaminan mutu dan keamanan pangan serta
komplian terhadap system yang dikembangkan sedang berkembang menyangkut Program
Prima yang dikembangkan oleh Deptan untuk produk hortikultura, serta program STAR yang
dikembangkan oleh BPOM untuk keamanan pangan. Kedua system tersebut perlu
didukung oleh semua lapisan masyarakat.

Bahan Pustaka

Anon, (1999). HB66:2000, Implementing ISO 9000 in Small Business. Standards Australia, Strathfield,
New South Wales, Australia.

Anon, (2005a). SQF 2000cm Quality Code. A HACCP Quality Code for the Food Industry. 4th Edition,
Amended Feb 2005. FMI. Washington. http://www.sqfi.com

Anon, (2005b). SQF 1000cm Quality Code. A HACCP Based Supplier Assurance Code for the Food
Industry. 3rd Edition. Amended Feb 2005. FMI. Washington.

Baines, R.N., Davies W.P. and Ryan P., (2000). Reducing Risks in the Agri-Food Supply Chain – Co-
Recognition of Food safety Systems of a Global Scheme. 10th IAMA World Food Congress, Chicago,
USA.

Baines, R.N., (2002). The Impact of Global Retailer Initiatives on their Supply Chains: what lessons
for Australian producers, exporters and retailers? Paper presented at Muresk 75th Anniversary
Conference, From Farm to Fork – Linking producers to consumers through value chains, Perth, 03-04
October 2002.

Baines, R.N., (2003). Safety in the Supply Chain. Global Food Safety: Safety on the Shelf. 2003
Seminar Series. Food and Agriculture Business Group. DAFF. Canberra. 2003.
12

Blandford, D., Boisvert, R.N. and Fulpon,i L., (2003). Nontrade Concerns: Reconciling Domestic
Policy Objectives with Freer Trade in Agricultural Products. Am J. Agr. Econ. 85(3). (August 2003):
668-673.

Blandford, D., Bureau, J.C., Fulponi, L., and Henson, S., (2002). Potential Implications of Animal
welfare Concerns and Public Policies in Industrialised Countries for International Trade. In, Krissoff,
B., Bohman, M., and Caswell, J.A., eds Global Free Trade and Consumer Demand for Quality. New
York: Kluwer. 2002.

Boehlje, M.D., Hofing, S.L. and Schroeder, R.C., (1999). Farming in the 21st Century. Staff Paper #
99-9, August 31, 1999, Department of Agricultural Economics, Purdue University.

Byrnes, H., (2003). Global Food Safety Initiative. In, Safety on the Shelf. 2003 Seminar Series. Food
and Agriculture Business Group. Australian Government, Department of Agriculture, Fisheries and
Forestry. Canberra. 2003.

Bussian, R., (2004). Managing the integration of food safety programs during a company restructure -
a case study. Unpublished presentation to the 11th Australian HACCP Conference, September 2004,
Adelaide, South Australia.

CODEX, (1997). Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) System and Guidelines for its
Application, CODEX Alimentarius Commission Annex to CAC/RCP 1-1969, Rev. 3 (1997). FAO/WHO,
Rome.

DeWall, C.S., (2003). Safe Food from a Consumer Perspective. Food Control 14 (2003) 75-79.
DFAT, (2001). Agrifood Globalisation and Asia. Volume 1: Agrifood Multinational Corporations in Asia.
Australian Government, Department of Foreign Affairs and Trade, Canberra, 2001, ISBN 0-642-
76909-5
EurepGAP, (2004). EurepGAP standards. http /:www.eurepgap.org accessed

Farm Foundation, (2004). Food Traceability and Assurance in the Global Food System. Food
Foundation Traceability and Assurance Panels Final Report, July 2004. Food Foundation, Oak Brook,
Illinois. 2004. http://www.farmfoundation.org

Gardner, B, (2003). U.S Food Quality Standards: Fix for Market Failure or Costly Anachronism? Amer.
J Agr. Econ. 85(3) ( August 2003): 725-730

Janes, J., (2003). An Overview of Quality Management Systems. 21ts ASEAN/ 3rd APEC Post
Harvest Technologies Conference. Bali, Indonesia, August 2003.

Kvenberg, J., Stolfa, P., Stringfellow, D. and Garrett, E.S., (2000). HACCP Development and
Regulatory Assessment in the United States of America. Food Control 11(2000) 387-401.
st
Lojo, H.M., (2003), Challenges in Agribusiness Supply Chain, Presentation to 1 Mindanao Policy
Research Forum, Davao City, Philippines.

Martin, T., Dean, E., Hardy, B., Johnson, T., Jolly, F., Mathews, F., McLKay, I., Souness, R., and
Williams, J., (2003). A New Era for Food Safety Regulation in Australia. Food Control 14(2003) 423-
429.

McAlpine G.A., and Noonan, J.D. (2004), Good Management Practices On-Farm: The Basis of a
Quality Assured Food Chain. Proceedings of Agriculture Congress 2004. : Innovation Towards
Modernized Agriculture. October 4-7 , 2004 . MIECC, Selangor, Malaysia.
®
McBride, W., (2004). Guidelines for Implementing EurepGAP for Australian Fresh Fruit and
Vegetable Producers. Australian Government, Department of Agriculture, Fisheries and Forestry.
Canberra. 2004.
13

NACMCF, (1997). National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods (NACMCF),
Hazard Analysis Critical Control Point Principles and Applications Guidelines, Adopted August 1997,
Washington D.C.

Noonan, J.D., (2004). What assurance does your customer want? Current and emerging international
trends. Proc 4th TQA On-farm Assurance Conference. Hobart, Tasmania, November 2004

Noonan, J.D. and McAlpine, G.A. (2003). Food Safety and Quality Management: Can SQF
Certification help meet the challenges? Invited lecture to the Kagoshima Prefecture Food Safety
Committee and JETRO. Kagoshima University. Japan. December 2003.
Peters, R., (2002). International Concepts of HACCP. 1st Global HACCP Alliance Conference.
International HACCP Alliance. Chicago, May 2002.

Pierson, M., (2003). A Review of Current US Food Safety Policies in Relation to Global Food safety
Initiatives . Proc 10th Australian HACCP Conference, 30-31 July, 2003, Brisbane, Queensland.

Pierson, M., (2004). Managing Food Safety with Global Hazards – The implications of BSE for Global
Trade, and Public Health. Proc 11th Australian HACCP Conference, September, 2004, Adelaide,
South Australia.

Spriegel, G (2004). Food Safety Barriers to International Trade. Proc 11th Australian HACCP
Conference, September, 2004, Adelaide, South Australia.

Stalder, K.J., Powers, W.J., Burket, J.L., and Pierce, J.L., (2004). Reducing the environmental impact
of swine production through nutritional means. In: Re-imaging the feed industry. Nutritional
Biotechnology in the Feed and Food Insustries. Proceedings of Alltech’s 20th Annual Symposium.
Lyons, T.P., and Jacques, K.A., eds. Nottingham University Press. 2004

Tan, Y.B., and Muhyidden, Y., (2004). Globalisation and its Impact on Agriculture with Special
Reference to Developing Countries and Malaysia. Proceedings of Agriculture Congress 2004. :
Innovation Towards Modernized Agriculture. October 4-7 , 2004 . MIECC, Selangor, Malaysia.

Van Berkel, R. and McGregor, M. (2002). Cleaner production: The Application of Life Cycle
Assessment for Improving the Eco Efficiency of Supply Chains. Paper presented at Muresk 75th
Anniversary Conference, From Farm to Fork – Linking producers to consumers through value chains,
Perth, 03 -04 October 2002.

Wilson, G.R., (2004). Sustainability Initiative Indicators in Production Process. A Report to National
Food Industry Strategy Ltd. Canberra. March 2004.

Woolworths, (2005). Woolworths Quality Assurance Standard.


http:/ www.woolworths.com.au / suppliers/ quality assurance

Anda mungkin juga menyukai