Anda di halaman 1dari 15

Dyspepsia (atau, seperti yang seringkali dirujuk oleh dokter, non-ulcer

dyspepsia atau dyspepsia tidak berborok) adalah satu dari penyakit-penyakit


(ringan) yang paling umum dari usus-usus, mempengaruhi suatu perkiraan
dari 20% dari orang-orang di Amerika. Mungkin hanya 10% dari mereka yang
terpengaruh sebenarnya mencari perhatian medis untuk dyspepsia mereka.
Dyspepsia bukanlah suatu istilah yang terlalu baik untuk penyakit ringan
karena ia menyiratkan bahwa ada "dyspepsia" atau pencernaan makanan
yang abnormal, dan ini kemungkinan besar adalah bukan kasusnya.
Sesungguhnya, nama umum lain untuk dyspepsia adalah gangguan
pencernaan (indigestion), yang, untuk sebab yang sama, adalah tidak lebih
baik daripada istilah dyspepsia!

Dyspepsia digambarkan paling baik sebagai suatu penyakit fungsional.


Adakalanya ia disebut dyspepsia fungsional. Konsep dari penyakit fungsional
terutama bermanfaat ketika mendiskusikan penyakit-penyakit saluran
pencernaan. Konsep berlaku pada organ-organ berotot dari saluran
pencernaan - kerongkongan (esophagus), lambung, usus kecil, kantong
empedu, dan kolon (usus besar). Apa yang diartikan oleh istilah, fungsional,
adalah bahwa salah satu dari keduanya yaitu otot-otot dari organ-organ atau
syaraf-syaraf yang mengontrol organ-organ tidak bekerja secara normal,
dan, sebagai akibatnya, organ-organ tidak berfungsi secara normal. Syaraf-
syaraf yang mengontrol organ-organ termasuk tidak hanya syaraf-syaraf yang
terletak didalam otot-otot dari organ-organ namun juga syaraf-syaraf dari
sumsum tulang belakang (spinal cord) dan otak.

Pada umumnya, dyspepsia merupakan sekumpulan sindrom yang


mengindikasikan suatu masalah di kerongkongan, perut, atau usus duabelas
jari. Gejala utamanya adalah rasa sakit atau tidak nyaman di perut bagian
atas. Tetapi, ada pula gejala-gejala lain yang menyertai gejala utama
tersebut, seperti:

1. heartburn (rasa panas seperti terbakar di dada bagian bawah)


2. kembung
3. sendawa
4. cepat merasa kenyang
5. mual atau muntah Dyspepsia disebabkan oleh beragam hal yang dapat
ditelusuri berdasarkan kategorinya.
6. Non-ulcer dyspepsia adalah dyspepsia yang tidak diketahui
penyebabnya karena - bila diendoskopi - bagian kerongkongan, perut,
atau duodenum terlihat normal, tidak menunjukkan borok sama
sekali. Diperkirakan 6 dari 10 penderita dyspesia tergolong dalam
kategori ini.
7. Duodenal and stomach (gastric) ulcers yakni dyspesia yang disebabkan
oleh borok di usus duabelas jari atau lambung. Jenis ini kerap
dinamai peptic ulcer.
8. Duodenitis and gastritis atau radang di usus duabelas jari dan/atau
lambung. Radang tersebut bisa saja ringan atau parah, tergantung
boroknya.
9. Acid reflux, oesophagitis and GORD. Acid reflux terjadi ketika zat
asam keluar dari lambung dan naik ke kerongkongan. Acid reflux bisa
menyebabkan esofagitis (radang kerongkongan) atau gastro-
oesophageal reflux disease (GORD - acid reflux, dengan atau tanpa
esofagitis).
10.Hiatus hernia atau lambung bagian atas menekan dada bagian bawah
melalui bagian diafragma yang bermasalah. Biasanya hiatus hernia
hanya menyebabkan GORD.
11.Infeksi bakteri H. pylori.
12.Efek samping obat-obatan tertentu, misalnya obat-obatan anti
peradangan atau obat-obatan lain (misalnya antibiotik dan steroid).

Bila Anda merasakan sakit yang tidak biasa di bagian perut Anda, segera
temui dokter Anda. Sebaiknya jangan mengonsumsi obat secara
sembarangan. Bisa jadi Anda mengalami apa yang dialami oleh seorang
teman itu: sindrom dyspepsia.

Untuk mempercepat proses penyembuhan maupun pencegahan, HD Dynamic


Trio + Enzymeminerals sangat dianjurkan. Alasannya, produk ini sangat
berkhasiat membantu memperbaiki sistem pencernaan, membantu
mengatasi masalah pencernaan, membantu mendetoksifikasi sistem
pencernaan, membantu meningkatkan penyerapan nutrisi secara efektif,
membantu memberikan nutrisi yang penting bagi tubuh, serta meningkatkan
sistem kekebalan tubuh.

Dispepsia
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "δυς-" (Dys-), berarti sulit , dan "πέψη" (Pepse),
berarti pencernaan Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri
dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada
(heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.
Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata
terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari,
radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.

2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus


(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai
kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,
laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan).

Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau
dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau
rasa terbakar di perut. Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik
pria maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam
beberapa waktu

Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika
anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus
(saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal
ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory,
dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan.

Penyebab dispepsia secara rinci adalah:

1. Menelan udara (aerofagi)

2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung

3. Iritasi lambung (gastritis)

4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis

5. Kanker lambung

6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)

7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)

8. Kelainan gerakan usus


9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi

10. Infeksi Helicobacter pylory

3. Manifestasi Klinis

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi


dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala:

a. Nyeri epigastrium terlokalisasi

b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid

c. Nyeri saat lapar

d. Nyeri episodik

1. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia),


dengan gejala:

a. Mudah kenyang

b. Perut cepat terasa penuh saat makan

c. Mual

d. Muntah

e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)

f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

1. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) .

Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau
kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan
atas jangka waktu tiga bulan.

Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan
sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan
dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya.

Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi
(perut kembung).

Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon
terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak
biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.

4. Pemeriksaan

Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:

1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang


lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan
darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada
pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak
berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita
dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung Pada karsinoma saluran
pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon
perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9
2. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah,
penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk
bila penderita makan
3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus
kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan
lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk
mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi
merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus
terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:

a. CLO (rapid urea test)

b. Patologi anatomi (PA)

c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan

d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian

Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan atau


respon kerongkongan terhadap asam.

7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan
cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang
muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi

PENDAHULUAN
Dispepsia merupakan keluhan yang sangat umum, terjadi pada lebih dari
seperempat populasi, tetapi hanya kurang lebih seperempatnya berkonsultasi
ke dokter. Dalam suatu penelitian mengenai dispepsia kronis yang belum
diketahui penyebabnya dengan bantuan endoskopi, ternyata sebagian besar
adalah termasuk Dispepsia Non Ulkus (DNU). (7,9 )

Sejak dulu DNU sering dihubungkan dengan psikosomatis terutama apabila


gejala tersebut berhubungan dengan kecemasan, kelelahan, depresi atau stres
emosional sehingga disebut dengan Dispepsia Fungsional. (3)

Pengetahuan baru mengenai peranan Helicobacter Pylori (HP) dalam


patogenesis penyakit ulkus peptikum telah mendorong evaluasi kembali
pendekatan klinik yang optimal terhadap DNU.(9)

DEFINISI DAN KLASIFIKASI


Dispepsia adalah istilah non spesifik yang dipakai pasien untuk menjelaskan
keluhan perut bagian atas. Gejala tersebut bisa berupa nyeri atau tidak
nyaman, kembung, banyak flatus, rasa penuh, bersendawa, cepat kenyang
dan borborygmi ( suara keroncongan dari perut ). Gejala ini bisa akut,
intermiten atau kronis.(3,4,7,9)

Istilah gastritis yang biasanya dipakai untuk menggambarkan gejala tersebut


di atas sebaiknya dihindari karena kurang tepat.(7,9)

Dispepsia Non Ulkus (DNU) atau Dispepsia Idiopatik adalah dispepsia


kronis atau berulang berlangsung lebih dari 1 bulan dan sedikitnya selama
25% dalam kurun waktu tersebut gejala dispepsia muncul, tidak ditemukan
penyakit organik yang bisa menerangkan gejala tersebut secara klinis,
biokimia, endoskopi (tidak ada ulkus, tidak ada oesophagitis dan tidak ada
keganasan) atau radiografi.(6,14)

Dispepsia tanpa kelainan endoskopi yang bukan diklasifikasikan sebagai


DNU dapat pula ditemukan pada Sindrom Kolon Iritatif, refluks
gastroesofageal, penyakit saluran empedu, penggunaan obat, intoleransi
makanan dan penyakit sistemik lainnya. (6,9) (lihat Tabel 1.). Penggunaan
obat seperti OAINS dan kortikosteroid dapat pula menyebabkan kelainan
struktural mulai dari gastritis(erosif dan hemorhagik) sampai dengan ulkus
gaster / duodenum. (1)

Tabel 1. Klasifikasi Dispepsia Berdasarkan Etiologi

A. Idiopatik atau DNU

B. Organik

I. Obat-obatan

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik (makrolides, metronidazole),


Besi, KCl, Digitalis, Estrogen, Etanol (alkohol), Kortikosteroid, Levodopa, Niacin,
Gemfibrozil, Narkotik, Quinidine, Theophiline

II. Idiosinkrasi makanan (intoleransi makanan)

a. Alergi

susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis produk kedelai dan
beberapa jenis buah-buahan

b. Non-alergi

• produk alam : laktosa, sucrosa, galactosa,


gluten, kafein, dll.
• bahan kimia : monosodium glutamate
(vetsin), asam benzoat, nitrit, nitrat, dll.

Perlu diingat beberapa intoleransi makanan diakibatkan oleh penyakit dasarnya,


misalnya pada penyakit pankreas dan empedu tidak bisa mentoleransi makanan
berlemak, jeruk dengan PH yang relatif rendah sering memprovokasi gejala pada
pasien ulkus peptikum atau esophagitis.

III.Kelainan struktural

A. Penyakit oesophagus
• Refluks gastroesofageal dengan atau
tanpa hernia
• Akhalasia
• Obstruksi esophagus

B. Penyakit gaster dan duodenum

• Gastritis erosif dan hemorhagik; sering


disebabkan oleh OAINS dan sakit keras (stres
fisik) seperti luka bakar, sepsis, pembedahan,
trauma, shock
• Ulkus gaster dan duodenum
• Karsinoma gaster

C. Penyakit saluran empedu

• Kholelitiaasis dan Kholedokolitiasis


• Kholesistitis

D. Penyakit pankreas

• Pankreatitis
• Karsinoma pankreas

E. Penyakit usus

• Malabsorbsi
• Obstruksi intestinal intermiten
• Sindrom kolon iritatif
• Angina abdominal
• Karsinoma kolon

IV.Penyakit metabolik / sistemik

a. Tuberculosis
b. Gagal ginjal
c. Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar
d. Diabetes melitius
e. Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid
f. Ketidakseimbangan elektrolit
g. Penyakit jantung kongestif

V. Lain-lain

a. Penyakit jantung iskemik


b. Penyakit kolagen

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi DNU masih sedikit diketahui, beberapa faktor berikut mungkin
berperan penting (multifaktorial): (5,9,14)

• Abnormalitas Motorik Gaster


Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50%
pasien DNU mempunyai keterlambatan pengosongan makanan
dalam gaster. Demikian pula pada studi monometrik
didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi
hubungan antara kelainan tersebut dengan gejala-gejala
dispepsia tidak jelas.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang
"kaku" bertanggung jawab terhadap sindrom dispepsia. Pada
keadaan normal seharusnya fundus relaksasi, baik saat
mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum.
Pengosongan makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke
bagian fundus dan duodenum diatur oleh refleks vagal. Pada
beberapa pasien DNU, refleks ini tidak berfungsi dengan baik
sehingga pengisian bagian antrum terlalu cepat.
• Perubahan sensifitas gaster
Lebih 50% pasien DNU menunjukkan sensifitas terhadap
distensi gaster atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat:
makanan yang sedikit mengiritasi seperti makanan pedas,
distensi udara, gangguan kontraksi gaster intestinum atau
distensi dini bagian Antrum postprandial dapat menginduksi
nyeri pada bagian ini.
• Stres dan faktor psikososial
Penelitian menunjukkan bahwa didapatkan gangguan neurotik
dan morbiditas psikiatri lebih tinggi secara bermakna pada
pasien DNU dari pada subyek kontrol yang sehat.
Banyak pasien mengatakan bahwa stres mencetuskan keluhan
dispepsia. Beberapa studi mengatakan stres yang lama
menyebabkan perubahan aktifitas vagal, berakibat gangguan
akomodasi dan motilitas gaster.
Kepribadian DNU menyerupai pasien Sindrom Kolon Iritatif
dan dispepsia organik, tetapi disertai dengan tanda neurotik,
ansietas dan depresi yang lebih nyata dan sering disertai
dengan keluhan non-gastrointestinal ( GI ) seperti nyeri
muskuloskletal, sakit kepala dan mudah letih. Mereka
cenderung tiba-tiba menghentikan kegiatan sehari-harinya
akibat nyeri dan mempunyai fungsi sosial lebih buruk
dibanding pasien dispepsia organik. Demikian pula bila
dibandingkan orang normal. Gambaran psikologik DNU
ditemukan lebih banyak ansietas, depresi dan neurotik.
• Gastritis HP
Gambaran gastritis HP secara histologik biasanya gastritis non-
rosif non-spesifik. Di sini ditambahkan non-spesifik karena
gambaran histologik yang ada tidak dapat meramalkan
penyebabnya dan keadaan klinik yang bersangkutan. Diagnosa
endoskopik gastrtitis akibat infeksi HP sangat sulit karena
sering kali gambarannya tidak khas. Tidak jarang suatu
gastritis secara histologik tampak berat tetapi gambaran
endoskopik yang tampak tidak jelas dan bahkan normal.
Beberapa gambaran endoskopik yang sering dihubungkan
dengan adanya infeksi HP adalah (Malfertheimen, 1994):

a. Erosi kronik di daerah antrum.


b. Nodularitas pada mukosa antrum.
c. Bercak-bercak eritema di antrum.
d. Area gastrika yang menonjol dengan bintik-bintik
eritema di daerah korpus.

Peranan infeksi HP pada gastritis dan ulkus peptikum sudah diakui, tetapi
apakah HP dapat menyebabkan DNU masih kontroversi. Pravelensi HP
pasien DNU tidak berbeda dengan kontrol. Di negara maju, hanya 50%
pasien DNU menderita infeksi HP, sehingga penyebab dispepsia pada DNU
dengan HP negatif dapat juga menjadi penyebab dari beberapa DNU dengan
HP positif. Bukti terbaik peranan HP pada DNU adalah gejala perbaikan
yang nyata setelah eradikasi kuman HP tersebut, tetapi ini masih dalam taraf
pembuktian studi ilmiah. Banyak pasien mengalami perbaikan gejala dengan
cepat walaupun dengan pengobatan plasebo. Studi "follow up" jangka
panjang sedang dikerjakan, hanya beberapa saja yang tidak kambuh.

• Kelainan GI fungsional
DNU cenderung dimasukkan sebagai bagian kelainan
fungsional GI, termasuk di sini Sindrom Kolon Iritatif, nyeri
dada non-kardiak dan nyeri ulu hati fungsional. Lebih dari 80%
dengan Sindrom Kolon Iritatif menderita dispepsia dan lebih
dari sepertiga pasien dengan dispepsia kronis juga mempunyai
gejala Sindrom Kolon Iritatif. Pasien dengan kelainan seperti
ini sering ada gejala extra GI seperti migrain, myalgia dan
disfungsi kencing dan ginekologi.
Pada anamnesis dispepsia jangan lupa menanyakan gejala
Sindrom Kolon Iritatif seperti nyeri abdomen mereda setelah
defikasi, perubahan frekuensi buang air besar atau bentuknya
mengalami perubahan, perut tegang, tidak dapat menahan
buang air besar dan perut kembung. Beberapa pasien juga
mengalami aerophagia, lingkaran setan dari perut kembung
diikuti oleh masuknya udara untuk menginduksi sendawa,
diikuti oleh kembung yang lebih parah. Ini memerlukan
perbaikan tingkah laku.
Abnormalitas di atas belum semua diidentifikasi oleh semua
peneliti dan tidak selalu muncul pada semua penderita. Hasil
yang kurang konsisten dari bermacam terapi yang digunakan
untuk terapi DNU mendukung keanekaragaman kelompok ini.

DIAGNOSIS
Sebelum diagnosis DNU dibuat, kita harus menyingkirkan kemungkinan
dispepsia organik yang mempunyai banyak penyebab seperti tampak pada
Tabel 1. Diagnosis yang dihubungkan dengan penyebab ini didapat secara
sistematis, yaitu dengan anamnesis yang teliti dan terarah, pemeriksaan
fisik, laboratorium yang disesuaikan dengan hasil anamnesis dan
pemeriksaan penunjang (endoskopi dan radiografi).

Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya dari satu sisi akan


memberikan hasil yang baik, akan tetapi pemeriksaan lengkap akan
mengakibatkan biaya yang harus dikeluarkan pasien akan tinggi, sehingga
dalam menentukan penyebab sindrom dispepsia ini para dokter harus dapat
memilih pemeriksaan yang tepat dan terarah tanpa harus melakukan semua
pemeriksaan (7). Beberapa faktor yang menentukan perlu tidaknya
pemeriksaan penunjang adalah tingkat kroniksitas gejala, kemungkinan
penyakit organik yang serius, respon pasien terhadap terapi empirik dan
tingkat kecemasan pasien. (9)

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK


Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol (Tabel-
1.) dan jamu yang dijual bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau
mungkin harus dihentikan. Hubungan dengan jenis makanan tertentu (Tabel
1.) perlu diperhatikan. Tanda dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia,
berat badan turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri yang menjalar ke
punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena atau jaudice
kemungkinan besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan
pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau "USG" atau "CT Scan" untuk
mendeteksi struktur peptik, adenokarsinoma gaster atau esophagus, penyakit
ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan pankreas empedu.(9)
Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial
misalnya: masalah anak (meninggal, nakal, sakit, tidak punya), hubungan
antar manusia (orang tua, mertua, tetangga, adik ipar, kakak), hubungan
suami-istri (istri sibuk, istri muda, dimadu, bertengkar, cerai), pekerjaan dan
pendidikan (kegiatan rutin, penggusuran, PHK, pindah jabatan, tidak naik
pangkat). Hal ini berakibat eksaserbasi gejala pada beberapa orang.(7)

Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dispepsia. Pasien


ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri
berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid. Nyeri sering
membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada ulkus
duodenum (4,9) Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan
membungkuk setelah makan kenyang yaitu perasan terbakar pada dada,
nyeri dada yang tidak spesifik (bedakan dengan pasien jantung koroner),
regurgitasi dengan gejala perasaan asam pada mulut.(4,8). Bila gejala
dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit
esofagus, gastritis erosif dan karsinoma. Sebaliknya bila muncul setelah
beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus duodenum (4). Pasien
DNU lebih sering mengeluhkan gejala di luar GI, ada tanda kecemasan atau
depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik (9). Pemeriksaan
fisik untuk menemukan organomegali, tumor abdomen, ascites, jaudice tetap
penting dikerjakan untuk menyingkirkan penyakit organik.

Oleh karena dispepsia ini merupakan kumpulan gejala-gejala di mana pada


suatu keadaan satu gejala lebih dominan dari yang lain, sehingga para ahli
membagi gejala-gejala ini dalam beberapa sub-group: (7,9)

1. Dispepsia tipe refluks yaitu adanya rasa terbakar pada


epigastrium, dada atau regurgitasi dengan gejala perasaan asam
di mulut.
2. Dispepsia tipe dismotilitas yaitu nyeri epigastrium yang
bertambah sakit setelah makan, disertai kembung, cepat
kenyang , rasa penuh setelah makan, mual atau muntah,
bersendawa dan banyak flatus.
3. Dispepsia tipe ulkus yaitu nyeri epigastrium yang
mereda bila makan atau minum antasid dan nyeri biasanya
terjadi sebelum makan dan tengah malam.
4. Dispepsia non-spesifik yaitu dispepsia yang tidak bisa
digolongkan dalam satu kategori di atas.

Sayangnya, dengan pengecualian dispepsia tipe refluks, sub-group di atas


tidak membedakan antara DNU dan dispepsia organik.

• Dispepsia tipe refluks biasanya terbukti secara


endoskopi atau monitor PH ambulatoar sehingga sebaiknya
tipe ini langsung kita obati sebagai penyakit refluks
gastroesophageal.
• Beberapa pasien dengan dispepsia tipe dismotilitas
ternyata menderita ulkus peptikum sebaliknya penderita
dengan dispepsia tipe ulkus menderita DNU.(9)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan yang mungkin dikerjakan antara lain: darah lengkap, elektrolit,
calcium dan amylase, fungsi hati, fungsi tyroid dan ECG. Terutama untuk
pasien berumur lebih dari 45 tahun dan umur muda dengan gejala yang
sering kambuh. Kita harus selektif dalam pemeriksaan ini dengan mengingat
indikasi klinik dan pertimbangan biaya-efektifitas.(9)

PEMERIKSAAN PENUNJANG (8,9)


• Endoskopi segera dikerjakan jika memang ada gejala
"peringatan" dan pasien yang sangat kuatir tentang adanya
penyakit serius yang mendasarinya. Untuk pasien lainnya, para
klinisi harus memutuskan antara segera mengetahui diagnosa
definitif dengan endoskopi dan mengetahui dulu hasil terapi
percobaan medis empiris (therapi exjuvantivus).
• Foto seri sinar-X dengan Barium pada GI atas kurang
akurat dibanding endoskopi untuk diagnosis ulkus peptikum
dan refluks gastroesofageal.
• Test non-invasif untuk mendeteksi infeksi HP dengan
IgG serologik atau Urea Breath Test (lihat Algoritma I.)
Keduanya mempunyai sensitivitas dan spesifiksitas > 90%
• "USG dan CT Scan" hanya dilakukan bila secara klinis
atau laboratoris ada kecurigaan ke arah penyakit pankreas atau
empedu.
• Pengukuran PH Intraesophagus (monitor 24 jam)
dilakukan terhadap pasien dengan Dispepsia Non Spesifik dan
hasil endoskopi yang normal untuk mendiagnosa kemungkinan
refluks gastroesofageal. Tapi bagaimanapun hal ini tidak
praktis, untuk kasus yang dicurigai penyakit refluks
gastroesofageal langsung kita terapi imperik anti refluks.

PENATALAKSANAAN DNU
• Perbaikan kebiasaan sehari-hari, pasien harus mengerti
bahwa gejala dispepsia bisa kambuh kembali tetapi dapat
dicegah melalui perubahan gaya hidup dan pemilihan jenis
makanan. Keluhan yang timbul setelah makan sebaiknya
mencoba dengan makanan porsi kecil dan rendah lemak. Kopi
dan alkohol harus dihindari, demikian juga makanan tertentu
yang nampaknya mencetuskan gejala. Coba hentikan obat-obat
tertentu terutama OAINS.(9)
• Bila secara anamnesis ditemukan adanya stresor
psikososial, ada baiknya diatasi dulu faktor psikologiknya,
kalau perlu dengan konseling ke psikiater. Bila dengan cara ini
keluhan berkurang atau hilang sama sekali, gastrokopi tidak
diperlukan lagi.(7)

INTERVENSI OBAT
Sebenarnya banyak pasien DNU tidak memerlukan pengobatan (bahkan
"FDA" Amerika sudah menyetujui), tetapi pada beberapa kasus pemakaian
obat yang bijaksana dapat membantu. Lebih dari 60% pasien menunjukkan
perbaikan dengan terapi placebo. Oleh karena itu, perbaikan gejala bisa
merupakan akibat dan efek placebo atau manfaat hubungan pasien-dokter.
(9)

• Antasid dan obat anti sekresi


Efektifitas antasid untuk terapi DNU tidak nampak dalam percobaan klinik
terkontrol tetapi karena sangat aman dan tidak mahal, bisa diteruskan untuk
pasien yang berespon baik. Demikian pula efektifitas penggunaan Antagonis
Reseptor H2 ( ARH2 ) seperti : cimetidine, ranitidine dan famotidine belum
terbukti. Beberapa studi mengenai obat anti sekresi ini menyimpulkan
bahwa penggunaannya paling efektif untuk dispepsia tipe refluks (penyakit
refluks gastroesofageal) dan tipe ulkus. Obat ini jarang menimbulkan efek
samping. Pasien yang berespon sebaiknya diterapi selama 2-4 minggu.
Terapi jangka panjang dengan ARH2 sebaiknya dihindari kalau penghentian
obat gejala muncul kembali.(9,16)

Obat penyekat pompa proton (PPP) seperti Omeprazole dan Lansoprazole


tidak memberikan perbaikan gejala yang lebih besar pada pasien DNU
dibanding ARH2, sehingga tidak direkomendasikan karena harganya lebih
mahal.(9). Obat ini sangat efektif untuk terapi refluks gastroesofageal
melebihi ARH2.(8)

• Obat promotilitas
Obat seperti Metoclopramide, Cisapride dan Domperidone sangat baik
mengobati pasien dispepsia yang disertai atau disebabkan gangguan
motilitas (Dispepsia tipe dismotilitas).(7,9). Metoclopramide dan
domperidone keduanya bekerja pada antagonis reseptor D2-dopomine yang
meningkatkan motilitas gaster dan mengurangi mual. Metoclopramide
melewati sawar darah otak sehingga efek samping: anxietas, mengantuk,
agitasi, disfungsi motor extrapyramidal dan dyskinesia tarda terjadi pada
kurang lebih 20%-30% pasien. Untuk penggunaan lama hati-hati pada
pasien tua. Domperidone tidak melewati sawar darah otak sehingga efek
samping seperti di atas tidak timbul. Cisapride adalah agonis 5-HT4
serotonin bekerja meningkatkan motilitas esophagus dan gaster. Efek
samping jarang dilaporkan.(9,12)

Penelitian lebih lanjut obat promotilitas untuk DNU masih diperlukan. Data
saat ini menunjukan bahwa terapi cisapride setiap hari selama 2-4 minggu
lebih mahal dibanding pengobatan yang diperlukan selama eksaserbasi
gejala saja.(9)

PENANGANAN PENDERITA DENGAN GEJALA


REFRAKTER
Sebagian kecil pasien tidak berespon terhadap pengobatan yang diberikan
sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien ini dianjurkan "check up"
teratur untuk mengungkapkan keluhannya dan status kesehatannya. Jika
tidak ada perubahan secara klinik sebaiknya dihindari pemeriksaan
diagnostik lebih jauh karena mahal dan akan merusak kepercayaan pasien
terhadap diagnosis yang telah dibuat. Perhatian pasien perlu diarahkan dari
menemukan "penyebab" ke pembentukan strategi positif untuk melawan
gejala-gejala kronik tersebut. Konsultasi ke psikologi atau psikiater penting
untuk pasien dengan gejala refrater. Antidepressant trisiklik tidak
direkomendasikan karena dapat memperlambat pengosongan gaster
(terutama untuk pasien gastroparesis). Sebaliknya Serotonin Reuptake
Inhibitor dapat menyebabkan mual pada beberapa pasien.(9)

Anda mungkin juga menyukai