Anda di halaman 1dari 3

Summary of Communication Richness in Electronic Mail

Critical Social Theory and the Contextual Meaning

Penulis : Ojelanki K. Ngwenyama dan Allen S.Lee


Peringkas : kelompok 276
Imairi Eitiveni-1205000452 & Nur Asyiah-120500069X

PENDAHULUAN
Sejak awal, penelitian dalam bidang manajerial dan juga organisasi telah menggunakan
teknologi informasi sebagai sentral dari sistem informasi (SI). Salah satu teori pentingnya
adalah information richness theory (IRT). Namun, teori ini dianggap telah mengalami
pergeseran definisi terhadap information richness yang terdapat dalam e-mail. IRT juga
telah mendapat banyak kritikan karena pergesaran konteks yang awalnya adalah organisasi
menjadi konteks perorangan dan juga media-media yang digunakan. Padahal yang
dibutuhkan bukanlah sekedar media saja melainkan juga interaksi yang terjadi didalamnya.
Paper ini menawarkan presfektif baru terhadap richness dalam managerial communication
dan melakukan pendekatan terhadap isu tersebut.

KRITIK TERHADAP INFORMATION RICHNESS THEORY

Pada awalnya, IRT dirumuskan untuk membantu menjawab pertanyaan, “Mengapa


organisasi perlu mengolah informasi?”. Definisi awal dari information richness itu sendiri,
yang diambil dari kutipan asli rumusan tersebut, adalah suatu kemampuan informasi dalam
mengubah pemahaman dalam jarak waktu terentu. Namun, dari sejumlah empirikal studi
terhadap teori tersebut didapat bahwa penggunaan beberapa media komunikasi tidak
konsisten dengan teori IRT. Akibat hal ini muncul pendapat untuk menolak ide bahwa
richness communication bersifat invarian, dan hanya sebagai properti dari media
komunikasi itu sendiri.

PRESPEKTIF POSITIVISME DAN INTERPRETIVE

Penelitian-penelitian mengenai communication richness dalam media elektronik dapat


diklasifikasikan menjadi penelitian positivisme dan interpretive. Positivisme pada dasarnya
adalah suatu model penelitian natural science yang diterapkan dalam bidang social
science. Berdasarkan presfektif ini, interaksi face-to-face dianggap sebagai media
komunikasi yang paling kaya dan interaksi melalui e-mail sebagai yang paling miskin.
Mengetahui keterbatasan dari perspektif positivisme, beberapa peneliti SI mengenalkan
perspektif baru dalam memandang communication richness, presfektif interpretive.
Perspektif ini memperhitungkan kapasitas pengirim dan penerima dalam mengolah pesan.
Ide sentral dari perspektif ini dalah pemahaman dari kedua belah pihak yang saling bertukar
pesan.

PRESPEKTIF CRITICAL SOCIAL THEORY

Tidak seperti perspektif positifisme, Critical Social Theory (CST) tidak melihat individu
sebagai aktor pasif yang hanya menerima data atau informasi, tetapi sebagai aktor
intelligent yang dapat mengukur trutfullness, completeness, sincerity, dan

© Nur Asyiah & Imairi Eitiveni.2008.


GNU Free Documents License – Silahkan secara bebas menggandakan dokumen ini.
contextuality. Teori ini juga tidak seperti perspektif interpretive yang berhenti sampai
pemahaman masing-masing pihak tetapi mengambil langkah lebih jauh dengan
memperhitungkan emansipasi pelaku organisasi, asumsi, dan juga batasan-batasan yang
ada. Teori ini mengemukakan empat jenis social action, yaitu:
1. Instrumental Action
Perilaku yang menganggap bahwa orang lain yang berkomunikasi dengannya adalah
bawahannya dan ia berusaha untuk membuat orang tersebut melakukan apapun
permintaannya.
2. Communicative Action
Perilaku yang berusaha mengerti apa yang orang lain maksudkan tanpa adanya pemaksaan
kehendak.
3. Discrusive Action
Perilaku yang biasanya terdapat dalam komunikasi yang bertujuan untuk mendapatkan
persetujuan dari pihak lain dalam suatu hal. Jenis perilaku ini biasanya ditandai dengan
adanya debat.
4. Strategic Action
Perilaku yang biasanya terdapat pada komunikasi untuk tawar menawar atau negosiasi.
Jenis perilaku ini memiliki kecenderungan untuk mempengaruhi orang lain.

KERAGAMAN KOMUNIKASI BACAAN DARI SUDUT PANDANG CST

Pendengar maupun pembaca bisa menjalin komunikasi dengan pembicara dan penulis untuk
mencapai pemahaman yang bermutu. Komunikasi ini bisa berupa mempertanyakan
kejelasan saat pendengar atau pembaca tidak melihat ekspresi wajah pembicara atau
penulis. Selain itu, pendengar dan pembaca bisa mempertanyakan kesesuaian dengan
konteks atau mempertanyakan ketiadaan latar belakang yang cukup untuk mendukung
pernyataaan atau aksi dari pembicara atau penulis. Hal ini bertujuan untuk membebaskan
pembaca dan pendengar dari pengetahuan yang salah.

Ada dua poin penting pada artikel ini tentang definisi dari communication richness.
Pertama, dari sudut pandang CST sebagai sudut pandang interpretasi, memberikan konsep
tentang isyarat sosial seperti: ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan intonasi. Hal ini dianggap
berbeda dari sudut pandang positivist. Perspektif positivist menyatakan bahwa isyarat sosial
itu adalah konsekuensi dari kurangnya communication richness.

Ilustrasi empiris tentang communication richness

Studi pada subbab ini berdasarkan kasus yang terjadi pada perusahaan HCP. Ada beberapa
pihak yang terlibat pada studi kasus ini, yaitu: Sheila, Ted, dan Mike. Ted mengirim email
ke Sheila dan Mike. Sheila mengambil peran pada aksi komunikasi. Aksi komunikasi adalah
suatu aksi untuk mencapai dan mempertahankan saling pengertian antara berbagai pihak
yang berkoordinasi dalam organisasi atau perusahaan. Aksi ini tidak hanya memberikan hasil
biasa bahwa Sheila bisa mengerti arti kata dari kekayaan bahasa dari email ini, tetapi juga
bisa menarik kesimpulan kritis dan bagaimana mengatasinya.

© Nur Asyiah & Imairi Eitiveni.2008.


GNU Free Documents License – Silahkan secara bebas menggandakan dokumen ini.
Studi kasus ini dimulai dari permintaan informasi biasa, dalam hal ini informasi
pembayaran. Sheila menanggapinya bahwa ini hanyalah rutinitas biasa. Kemudian Ted,
sebagai wakil direktur regional menyatakan bahwa ini adalah masalah yang membutuhkan
perhatian ekstra lebih daripada sekedar rutinitas harian. Sheila mengambil tanggung jawab
ini dengan mendelegasikannya kepada bawahannya.

Dari segi CST, urutan kejadian ini bisa dilihat sebagai berikut: pertama-tama saat Sheila
menerima email dari Ted, Sheila melakukan aksi komunikatif, dibuktikan dengan usahanya
untuk mencapai saling pengertian. Tidak ada hal yang mengharuskan Sheila melakukan
tuntutan validitas.

Diskusi dan Kesimpulan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk memberikan sudut pandang baru pada wacana ilmiah
tentang teori kekayaan bahasa yang dimediasi oleh teknologi informasi. Makalah ini
memberikan definisi baru tentang communication richness berdasarkan riset CST dengan
membandingkannya dengan teori communication richness terdahulu oleh positivism dan
interpretivism.

Materi empiris pada makalah ini didapatkan dari studi kasus pada perusahaan HCP. Studi
kasus ini membawa pada kesimpulan bahwa tidak ada peneliti communication richness dari
segi positivism dan interpretive yang menjelaskan validitas atau kebenaran dari apa yang
sedang dikomunikasikan. Namun, justru hal inilah yang dianggap vital pada studi CST.

Disamping itu, yang membedakan CST dengan positivism dan interpretive adalah
indentifikasi aktor dalam konteks organisasi atau sosial yang memroses data menjadi
informasi.

© Nur Asyiah & Imairi Eitiveni.2008.


GNU Free Documents License – Silahkan secara bebas menggandakan dokumen ini.

Anda mungkin juga menyukai