Anda di halaman 1dari 12

BAB I

ILUSTRASI KASUS

1. Identitas pasien
 Nama : Ny. D
 Usia : 36 tahun
 Jenis kelamin : perempuan
 Alamat : taman wisma blok TggA, Gamur No. 69 Bekasi
 Agama : Islam
 Pangkat : Honor
 Kesatuan : RSGS
 Tanggal masuk rumah sakit : 28 Februari 2010
 Nomor Catatan Medik : 34.53.53

2. Anamnesis
 Keluhan : Pasien datang dengan keluhan benjolan di payudara kiri
 Riwayat Operasi : Caecar, 4 tahun yang lalu
 Riwayat anestesi : spinal
 Riwayat penyakit penyerta :
o Riwayat asma/ hipertensi/ diabetes melitus : tidak ada
o Riwayat nyeri dada/ sesak nafas/ penyakit paru/ jantung : tidak ada
o Riwayat sakit kuning : tidak ada
o Riwayat kejang/ pingsan : tidak ada
o Saat ini : tidak ada gigi goyang, tidak memakai gigi palsu
Tidak demam, tidak pilek
Batuk berdahak sejak 2 hari lalu, dahak tidak berwarna
 Kebiasaan : pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi minuman keras ataupun
narkotika.

3. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : baik
 Kesadaran : composmentis
 Tinggi dan berat badan : 158 cm/ 48 kg
 Tanda vital :
o Tekanan darah : 100/70 mmHg
o Nadi : 88x/menit
o Suhu : 36oC
o Respirasi : 16x/menit
 Kepala : normosefal
 Mata : sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
 THT :
o Telinga : bentuk normal, tidak ada nyeri tekan, terdapat serumen
o Hidung : bentuk normal, tidak ada sekret, septum tidak deviasi
o Tenggorok : Mallampati 1
o Leher : tidak ada pembesaran KGB leher
 Thoraks :
Paru : vesikuler pada semua lapang paru, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing
Jantung : bunyi jantung I dan II normal, tidak ada murmur dan gallop
 Abdomen :
Bising usus : normal, positif
Tidak ada nyeri tekan
 Ekstremitas :
o Akral hangat
o Tidak ada udem

4. Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium :
o Hb : 13,3 g/dl
o Ht : 41%
o Trombosit : 300.000/uL
o Eritrosit : 5,3 juta
o Leukosit : 15.300/uL
o Waktu perdarahan : 1’45’’
o Waktu pembekuan : 3’15’’
o Ureum : 11 mg/dL
o Kreatinin : 0,8 mg/dL
 Roentgen Thoraks :
o CTR < 50%, tidak ada infiltrat
o Kesan : Cor Pulmo Normal
5. Diagnosis bedah
Tumor Mammae Sinistra susp. FAM
6. Rencana Operasi
Biopsi excisi
7. Diagnosis Anestesi :
Kesan : pasien ASA 1
8. Rencana Anestesi
Anestesi umum dengan ETT, Nafas Kendali
9. Anestesia
-Persiapan
Persiapan di ruang perawatan :
1. Persiapan psikis : menjelaskan kepada pasien dan atau keluarga agar mengerti
rencana anestesi dan pembedahan
2. Persiapan fisik : tidak memakai asesoris dan cat kuku, puasa 6- 8 jam sebelum
operasi
3. Membuat surat persetujuan tindakan medik

Persiapan di Instalasi Bedah Sentral


Pasien diterima oleh petugas khusus kamar persiapan
1. Evaluasi ulang catatan medik pasien
2. Mengganti pakaian dengan pakaian khusus kamar operasi
3. Memasang infus

Persiapan di kamar operasi


1. Meja operasi
2. Mesin anestesia dengan sistem aliran gasnya
3. Alat- alat resusitasi
 Peralatan intubasi : laringoskop,pipa endotrakea no. 6,5- 7,5, stetoskop, spuit
20 cc, gel, plester
 Suction
 Sungkup muka
4. Obat- obat anestesia
a. Premedikasi
Fentanyl, dosis : 1- 2 mcg/kgBB
Dosis untuk pasien : 2 mcg x 48 kg = 96 mcg  100 mcg
b. Induksi
Propofol, dosis : 2- 2,5 mg/kgBB
Dosis untuk pasien: 2 mg x 48 kg = 96 mg
c. Muscle Relaxan
Atrakurium bessylat, dosis : 0,4- 0,6 mg/kgBB
Dosis untuk pasien : 0,5 mg x 48 kg = 24 mg
d. Maintanance anastesia : gas N2O : O2 (2:2), isofluran 1-2%V
e. Analgesia : ketolorak, dosis : 30- 60 mg

5. Obat- obat resusitasi


a. Atropin, dosis : 0,01 mg/kgBB
b. Efedrin, dosis : 5- 10 mg IV

6. Obat- obatan lain yang disiapkan :


a. Antibiotik : Cefotaxime 1 gr
b. Antiemetik : Ondansentron 8 mg
c. Dexamethasone 5 mg
7. Cairan
Perhitungan kebutuhan cairan pasien :
Maintananace :
1. 4 x 10 kg I = 40
2. 2 x 10 Kg II = 20
3. 1 x 20 kg = 20
4. 1 x 8 kg =8 +
88
Puasa : 88 x 6 jam = 528 ml
Stress operasi : 4 x 48 kg = 192 ml
Cairan masuk :
I. 88 + 192 + (1/2 x 528) = 544 ml
II. 88 + 192 + (1/4 x 528) = 412 ml
III. 412 ml
IV. 88 + 192 = 280 ml
Disiapkan cairan ringer laktat 3 x 500 ml
8. Alat pantau tekanan darah, EKG, pulse oxymeter
9. Kartu catatan medik anestesia

Rencana anestesi : anestesia umum dengan ETT, nafas kendali

10.Pelaksanaan Operasi
Pada Pk. 10.45 dilakukan anestesia umum dengan premedikasi fentanyl 100mcg,
induksi dengan propofol 100 mg, maintance N2O : O2 (2:2), isofluran 1-2%v, muscle relaxan
atrakurium 30 mg, intubasi ETT no. 7,0 dengan cuff. Tidal Volume : 420 ml, respirasi rate :
12x/menit, saturasi O2 : 98%. Pembedahan dimulai Pk. 11.00.

Obat- obatan yang digunakan pada intraoperatif :


1. Fentanyl 100 mcg Pk. 10.45
2. Propofol 80 mg Pk. 10.45
3. Atrakurium 30 mg Pk. 10.45
4. Propofol 40 mg Pk. 10.50
5. Dexamethasone 5 mg Pk. 10.55
6. Ondansentron 8mg Pk. 11.00
7. Ketorolak 30 mg Pk. 11.00
8. Cefotaxime 1 gr Pk. 11.20

Pembedahan selesai pada pk. 11.35, pasien nafas spontan, pk. 11.40 dilakukan ekstubasi.

Pasien tiba di recovery room pk. 11.50, tekanan darah 120/66 mmHg, nadi 120x/menit,
dengan penilaian pulih sadar menggunakan skor aldrete :
- Kesadaran : sadar setelah dipanggil – skor 1
- Pernapasan : mampu nafas dalam – skor 2
- Tekanan darah : berubah sampai 20% dari prabedah – skor 2
- Aktivitas : mampu menggerakkan empat ekstremitas – skor 2
- Warna kulit : kemerahan, tidak pucat – skor 2
Jumlah skor aldrete adalah 9. Pasien kembali ke ruang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Stadia anestesia menurut Guedel

Stadia Respirasi Pupil Depresi


refleks
Ritme Volume Ukuran Letak

I.Analgesia Tidak teratur Kecil Kecil Divergen Tidak ada


sampai tidak
sadar

II.Sampai Tidak teratur Besar Lebar Divergen Bulu mata


pernafasan kelopak mata
teratur/otomatis

III.
P1.Sampai Teratur Besar Kecil Divergen Kulit
gerakan bola konjungtiva
mata hilang

P2.Sampai Teratur Sedang ½ lebar Menetap Kornea


awal parese ditengah
otot lurik

P3.Sampai otot Teratur Sedang ¾ lebar Menetap Faring


nafas lumpuh parese ditengah peritonium

P4.Sampai Tidak Kecil Lebar Menetap Sfingter ani


diafragma teratur, maksimal ditengah dan karina
lumpuh jerky, nafas
cepat &
panjang

IV.Henti nafas- - - - - -
henti jantung

Mangku, Gde, Tjokorda Gde Agung Senapathi. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi,
Jakarta. PT. Macanan Jaya Cemerlang. 2010

Intubasi Endotrakea
Intubasi endotrakeal adalah proses memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea pasien.
Bila pipa dimasukkan melalui mulut disebut intubasi orotrakea, bila melalui hidung disebut
intubasi nasotrakea. Intubasi di dalam trakhea ini termasuk tata laksana jalan nafas lanjut.

Kegunaan pipa endotrakea adalah :


1. Memelihara jalan nafas atas terbuka (paten)
2. Membantu pemberian oksigen konsentrasi tinggi
3. Memfasilitasi pemberian ventilasi dengan volume tidal yang tepat untuk memelihara
pengembangan paru yang adekuat
4. Mencegah jalan nafas dari aspirasi isi lambung atau benda padat atau cairan dari
mulut, kerongkongan atau jalan nafas atas
5. Mempermudah penyedotan dalam trakea
6. Sebagai alternatif untuk memasukkan obat (atropin, vasopresin, epinefrin dan
lidokain) pada watu resusitasu jantung- paru bila akses intravena atau intraosseus
belum ada.

Indikasi
1. Henti jantung, bila ventilasi kantong nafas tidak memungkinkan atau tidak efektif
2. Pasien sadar dengan gangguan pernafasan dan pemberian oksigen yang tidak adekuat
dengan alat- alat ventilasiyang tidak invasif
3. Pasien tidak bisa mempertahankan jalan nafas (pasien koma)

Komplikasi
1. Trauma
2. Intubasi esofagus
3. Intubasi satu bronkus : terjadi lebih sering pada bronkus kanan dibandingkan bronkus
kiri, dan dapat berakibat hipoksemia karena tidak terdapat ventilasi pada salah satu
paru

Karo- karo, Santoso, Anna Ulfah Rahajo, Sigit Sulistyo, dkk. Buku Panduan Kursus Bantuan
Hidup Jantung Lanjut, Jakarta. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia.
2008

Alat Bantu Nafas Mekanik


Ventilasi mekanik adalah upaya bantuan nafas dengan alat bantu nafas mekanik
(ABNM) atau “ventilator” sebagai alat pengganti fungsi pompa dada yang mengalami
kelelahan atau kegagalan. Alat bantu nafas mekanik juga digunakan dalam mengatasi
gangguan ventilasi-perfusi paru.
Tujuan utama ventilasi mekanik adalah untuk menjamin ventilasi oksigenasi yang
adekuat, mengurangi kerja nafas atau “Work of Breathing”, dan memperbaiki gangguan
pertukaran oksigen di alveoli.

Indikasi
Ventilasi mekanik diberikan pada penderita :
1. Kegagalan pungsi pompa dada akibat depresi nafas, misalnya : intoksikasi, trauma
kepala, infeksi intrakranial, stroke dan tumor otak,
2. Depresi pada dada, misalnya : trauma thoraks,
3. Kegagalan fungsi pertukaran gas di alveoli, misalnya pada edema paru, pneumoni,
atelektasis dan lain- lain,
4. Hipoksia jaringan, karena hipoksemik, anemik, syok dan histotoksik,
5. Pasca iskemia otak, akibat henti jantung.

Fisiologi Ventilasi Mekanik


Pada saat inspirasi pernafasan normal spontan, terjadi kontraksi diafragma dan otot
pernafasan yang lain, sehingga dada mengembang dan terjadilah tekanan negatif dalam
rongga dada. Hal ini menyebabkan udara mengalir dari luar melalui jalan nafas dan
selanjutnya masuk ke paru. Aliran udara ini akan berhenti setelah diafragma dan otot
pernafasan mulai relaksasi dan tekanan dalam rongga dada sama dengan di luar. Selanjutnya
diafragma dan otot pernafasan kembali pada keadaan semula dan terjadilah proses ekspirasi
karena tekanan di dalam rongga dada lebih tinggi dari udara luar.
Pada pemberian nafas buatan, aliran udara ke dalam paru terjadi karena tekanan positif
yang dibuat oleh ventilator, selanjutnya fase ekspirasi terjadi secara pasif. perbedaan pada
pola tekanan baik pada proses inspirasi maupun pada proses ekspirasi, menimbulkan dampak
pada kondisi homeostatik yang fisiologik.
1. Efek pada kardiovaskular
Tekanan positif dalam rongga dada menyebabkan penurunan aliran darah balik ke
jantung sehingga curah jantung akan menurun. Penderita dengan status hemodinamik
yang masih baik, akan mengkompensasi keadaan ini dengan refleks venokonstriksi
untuk meningkatkan aliran darah balik ke jantung, sedangkan pada penderita dengan
gangguan saraf simpatis dan hipovolemik, refleks ini sangat terganggu sehingga aliran
darah sangat menurun pada penderita jatuh pada keadaan syok.
2. Efek pada paru
Perubahan pada paru sangat bervariasi, tergantung pada keadaan paru itu sendiri.
Tekanan inflasi tinggi dan lama menyebabkan menurunnya daya regang paru, bisa
terjadi kerusakan membran kapiler paru, kerusakan surfaktan, atelektasis, barotrauma,
maldistribusi gas, perubahan ratio V/Q dan penurunan kapasitas residu fungsional.
3. Efek pada keseimbangan asam basa
Penggunaan volume ventilasi yang besar, menyebabkan hipokarbia dan alkalosis
respiratorik. Keadaan ini menyebabkan vasokonstriksi serebral dan peningkatan
afinitas oksigen-hemoglobin. Hipokarbia tersebut dapat diatasi dengan menggunakan
ruang rugi tambahan.
4. Efek pada organ lain
Penurunan curah jantung menyebabkan aliran darah ke hati dan ginjal menurun.
Penurunan aliran darah ke ginjal akan merangsang sekresi ADH dan aldosteron
sehingga terjadi retensi air dan natrium sehingga penurunan produksi urin.

Tipe ventilasi mekanik


1. Negative Pressure Tank Respiratory Support
Pertama kali diperkenalkan oleh dr. Phillip Drinker, Boston tahun 1928, kemudian
dimodifikasi oleh Emerson pada tahun 1931.
Mekanismenya :
Penderita diletakkan di dalam sebuah silinder yang bertekanan udara sub-atmosfer
(tekanan negatif) sehingga mengakibatkan dada mengembang dan tekanan jalan nafas
negatif. Keadaan ini menyebabkan udara luar masuk ke dalam paru secara pasif
sampai tekanan udara luar sama dengan di dalam paru.
Keuntungan cara ini tidak memerlukan pemasangan pipa endotrakhea, akan tetapi
kelemahannya adalah alat ini terlalu besar, volume semenit tidak pasti dan kesulitan
dalam perawatan penderita, sehingga dengan demikian alat ini kurang populer
aplikasinya di klinik.
2. Possitive Pressure Ventilation
Ventilator tipe ini akan memberikan tekanan positif di atas tekanan atmosfer sehingga
dada dan paru mengembang pada fase inspirasi, selanjutnya pada akhir inspirasi
tekanan kembali sama dengan tekanan atmosfer sehingga udara keluar secara pasif
pada fase ekspirasi. Metode ini merupakan pemgembangan dari metide nafas buatan
klasik yaitu dari mulut ke mulut seperti pada resusitasi jantung paru.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, ventilasi jenis ini dibagi menjadi beberapa jenis :
a. Pressure Limited/ Pressure Cycled
Mekanisme kerja ventilator ini diatur berdasarkan pembatasan tekanan yang
disesuaikan dengan kondisi pasien. Fase inspirasi akan berlangsung sampai
mencapai tekanan inspirasi secara pasif. dalam aplikasinya alat ini lebih
mudah dipacu oleh usaha nafas pasien, namun pada peningkatan tahanan jalan
nafas pasien, namun pada peningkatan tahanan jalan nafas atau penurunan
daya regang dada atau paru, akan terjadi penurunan volume tidal dan volume
semenit.
b. Time Cycled
Mekanisme kerja ventilator ini diatur berdasarkan waktu hantaran tekanan dari
ventilator kepada pasien, sesuai dengan periode inspirasi dan ekspirasi.
Dewasa ini kedua jenis ventilator tersebut diatas, penggunaannya lebih
terbatas terutama pada kasus gawat darurat dan hanya digunakan dalam waktu
singkat.
c. Volume Cycled Ventilator
Ventilator jenis ini dapat menghasilkan volume tertentu yang disesuaikan
dengan kebutuhan penderita. Apabila volume yang ditentukan sudah dicapai,
fase inspirasi akan berakhir.
Ventilator jenis ini mulai diperkenalkan pada tahun 1960 dan pada
perkembangan selanjutnya sudah dilengkapi alat pantau tekanan jalan nafas,
model ventilasi dan sistem alarm sehingga aplikasinya lebih aman untuk
pemakaian jangka lama.

Metode ventilasi mekanik


1. Controlled Mechanical Ventilation (nafas kendali)
Teknik ini merupakan cara yang paling umum diaplikasikan terutama pada unit terapi
intensif dan di kamar operasi untuk fasilitas anestesia. Pola nafas penderita secara
keseluruhan diambil alih oleh alat bantu nafas mekanik, pusat nafas dilumpuhkan
dengan hiperventilasi, sedativa dan narkotik, sedangkan otot pernafasan dilumpuhkan
dengan obat pelumpuh otot. Aplikasi metode ini memberikan kesempatan otot
pernafasan istirahat, namun aplikasinya tidak dianjurkan lebih dari 48 jam.
Kelemahan dari aplikasi ini adalah apabila terjadi diskoneksi antara penderita dengan
alat bantu nafas mekanik tanpa adanya sistem alarm akan berakibat fatal bagi
penderita, disamping itu sering terjadi ketidakserasian antara mesin dan penderita
apabila penderita mulai ada reaksi nafas spontan. Penurunan aliran darah balik dan
curah jantung, penurunan aliran life paru, oliguri, kerusakan surfaktan, fibrosis paru,
perubahan rasio V/Q dan atropi ototnafas, merupakan risiko atau penyulit berikutnya
dari aplikasi ventilasi mekanik. Oleh karena itu aplikasinya dibatasi hanya pada
keadaan tertentu yang sangat khusus sesuai dengan indikasi, antara lain pada pasien
yang mengalami henti nafas akibat depresi pusat nafas, gangguan saraf otot dan pada
keadaan tertentu misalnya untuk homeostasis ekstrakranial pasca iskemi otak global.
2. Assist Controlled Ventilation (nafas bantu)
Merupakan pilihan lain setelah nafas kendali. Pada metode ini penderita sudah
menunjukkan tanda- tanda pemulihan aktivitas nafas spontan yang diharapkan mampu
merangsang alat bantu nafas mekanik untuk membantu nafas penderita. Rangsangan
terhadap alat bantu nafas mekanik dilakukan oleh daya/ kekuatan inspirasi penderita
dengan kepekaan antara minus 1 sampai 25 cm H2O. Pada saat awal tarikan udara
inspirasi penderita, terjadi tekanan negatif yang men”trigger’ ventilator untuk
memberikan tekanan positif sampai batas yang ditentukan sesuai dengan dengan tipe
ventilator. Selanjutnya proses ekspirasi terjadi secara pasif. frekuensi nafas yang
diberikan, mengikuti frekuensi nafas penderita. Apabila penderita tidak bernafas atau
tidak mampu men”trigger”, maka ventilator akan mengambil alih pernafasan
penderita dengan frekuensi sesuai dengan frekuensi yang ditentukan.
3. Intermittent Mandatory Ventilation
Metode ini memberikan kesempatan penderita untuk bernafas spontan, sedangkan
mesin hanya memberikan sejumlah frekuensi tertentu sebagai “ventilasi mandat”
sesuai dengan frekuensi yang telah ditentukan. Apabila keadaan membaikfrekuensi
mandat diturunkan secara bertahap, sehingga penderita lebih banyak bernafas spontan
sampai akhirnya lepas dari mesin. Pada perkembangan selanjutnya, metode IMV
dimodifikasi menjadi “Synchronized IMV” (SIMV), sehingga antara mesin dan
penderita senantiasa padu setiap ada mandatventilasi mesin. Keterpaduan ini diatur
dengan menerapkan sensor “trigger” seperti pada nafas bantu di atas. Apabila tidak
ada “trigger” dari penderita dalam periode yang telah ditentukan, maka secara
otomatis mesin memberikan mandat ventilasi. Pada umumnya metode ini digunakan
untuk proses penyapihan penderita dari alat bantu nafas mekanik.
Metode ini bisa juga digunakan sebagai alternatif lain dari nafas kendali, karena ada
berbagai keuntungan, antara lain : tidak memerlukan sedativa maupun pelumpuh otot,
mengurangi barotrauma karena frekuensi rendah, otot pernafasan dilatih dan
hemodinamik relatif stabil. Apabila digunakan sebagai alternatif nafas kendali,
dimulai dengan volume semenit 100ml/kgBB dan frekuensi 8-10/menit, selanjutnya
diatur berdasarkan hasil evaluasi analisis gas darah dan respon pasien. Metode ini bisa
dikombinasi dengan aplikasi metode “Positive End Expiratory Pressure” atau
“Pressure Support Ventilation”.
4. Possitive End Expiratory Pressure
Metode ini mempertahankan tekanan akhir ekspirasi positif dengan mempergunakan
katup yang tekanannya bisa diatur. Tekanan positif akhir ekspirasi meningkatkan
kapasitas residu fungsional dan mencegah mikro-atelektasis alveolus sehingga
ventilasi alveolar dan proses difusi bisa ditingkatkan atau selisih O2 alveoli-kapiler
paru (A-aDO2) bisa diturunkan.
Metode PEEP diaplikasikan apabila dengan FiO2 sampai 60% tidak mampu mencapai
PaO2 >60 MMHg, misalnya pada kasus edema paru akut, untuk melawan tekanan
hidrostatik atau mendorong cairan dari alveoli ke kapiler. Tekanan yang biasa
digunakan antara 5-15cmH2O, lebih tinggi dari 15 cm H2O akan meningkatkan
tekanan intratoraks, menyebabkan aliran darah balik menurun dan drainase cairan
likuor terhambat. Oleh karena itu aplikasinya perlu dipertimbangkan pada kasus
hipovolemik dan pada hipertensi intrakranial.
Pada setiap aplikasi PEEP, sangat diperlukan pemantauan tekanan udara inspirasi.
Tekanan intratoraks yang tinggi yang terjadi secara mendadak akibat aplikasi PEEP
yang tinggi disertai dengan usaha perlawanan penderita, dapat menimbulkan
barotrauma. Aplikasi metode ini dapat dikombinasi dengan metode ventilasi yang lain
atau nafas spontan.
5. Continuous Positive Airway Pressure
Metode ini mempertahankan tekanan jalan nafas tetap positif sepanjang siklus
pernafasan. Mekanismenya hampir sama dengan PEEP, hanya aplikasinya berbeda.
Metode CPAP hanya digunakan pada penderita dengan nafas spontan dan hanya dapat
dikombinasikan dengan IMV. Efek fisiologik pada paru dan kerugian CPAP, mirip
dengan PEEP.

Pengelolaan penderita dengan ventilator


1. Intubasi endotrakeal dan trakeostomi
Penderita yang akan diberikan ventilasi mekanik harus dilakukan intubasi endotrakeal
baik oral maupun nasal dengan pipa endotrakea yang mempunyai balon bertekanan
rendah. Bahkan pada kasus yang diperkirakan diberikan tunjangan ventilasi mekanik
lebih dari 5- 7 hari, dilakukan trakeostomi primer.
2. Penataan (“setting”) awal ventilator
Setelah pipa endotrake atau trakeostomi terpasang baik, dilanjutkan pemberian nafas
buatan dengan pompa manual, sambil menilai masalah sistem organ yang lain.
Kemudain dilanjutkan dengan metode nafas kendali dengan penataan ventilator:
Volume tidal, frekuensi nafas, rasio waktu inspirasi dan ekspirasi, fraksi inspirasi
oksigen, tekanan inflasi.
3. Pemantauan
Pemantauan dilakukan secara ketat dan kontinyu, baik pada pasien maupun pada kerja
alat bantu nafas mekanik. Parameter respirasi dan non respirasi pasien, keterpaduan
gerak nafas antara penderita dengan mesin, aktivitas pasien dan otomatisasi mesin
selalu diperhatikan serta sistem alarm mesin selalu harus “on”. Pantau beberapa
penyulit yang mungkin terjadi, misalnya barotrauma yang bisa menyebabkan keadaan
memburuk. Pada penderita sadar, komunikasi perlu dilakukan terutama untuk
tindakan- tindakan yang akan dilakukan padanya.
Keadaan penyulit yang berhubungan dengan masalah ventilasi, paling sering
disebabkan karena diskoneksi antara penderita dan mesin atau kebocoran pada sirkuit
pernafasannya.
4. Kebersihan saluran nafas
Pipa endotrakea yang dipasang dan aplikasi ventilasi mekanik menimbulkan
hipersekresi kelenjar jalan nafas. Apabila tidak bisa dikeluarkan, timbunan sekresi ini
dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas dan atelektasis, menyebabkan timbulnya
gangguan pertukaran gas serta bisa merupakan media infeksi. Oleh karena itu,
tindakan asepsis dan kebersihan jalan nafas selalu harus diperhatikan.
Upaya cuci bronkus baik secara buta maupun mempergunakan fasilitas bronkoskopi
merupakan tindakan rutin dalam upaya pemeliharaan kebersihan jalan nafas.
5. Penderita melawan (“fighting”)
Pasien melawan mesin berarti antara pasien dan mesin tidak padu lagi. Ketidakpaduan
ini bisa disebabkan oleh karena pasien tidak nyaman, nyeri, hipoksemia, hiperkarbia,
pneumothoraks dan kemungkinan kerusakan pada ventilator. Perlawanan pasien
menyebabkan proses ventilasi-oksigenasi tak teratur, kebutuhan oksigen meningkat
dan risiko komplikasi meningkat.
Upaya penanggulangannya adalah ambil alih ventilasi sementara dengan pompa nafas
manual oleh tenaga terampil.
6. Waspadai penyulit
a. Infeksi nosokomial
b. Pneumotoraks
c. Atelektasis
d. Luka dekubitus
7. Tunjangan nutrisi
Penderita dengan ventilasi mekanik tidak bisa makan sendiri. Tetapi mungkin boleh
makan karena fungsi saluran cerna masih normal. Oleh karena itu kebutuhan
nutrisinya harus dipenuhi dengan cara alternatif melalui pipa nasogastrik. Pada
penderita yang tidak boleh makan karena fungsi saluran cerna tidak berfungsi normal,
diberikan tunjangan nutrisi melalui parenteral. Kebutuhan kalori perhari berkisar
antara 30- 40 kal/kgBB, protein 1-2 gr/kgBB dan kebutuhan elemen- elemen lain
seperti mineral dan vitamin.

Penyapihan (“Weaning”)
1. Kriteria penyapihan
 Penyakit primer sebagai penyebab telah membaik
 Tonus otot pernafasan masih cukup kuat
 Memenuhi kriteria yang berlawanan dengan kriteria untuk aplikasi ventilasi
mekanik
 Kondisi faktor non respirasi, seperti kesadaran, perangai hemodinamik,
metabolik dan suhu tubuh, keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa serta
normalisasi sistem organ yang lain.
2. Syarat- syarat penyapihan
 Memenuhi kriteria penyapihan
 Pasien bebas dari pengaruh sisa obat pelumpuh otot atau sedativa atau
narkotik
 Sebaiknya dimulai pada siang hari
 Dipantau dokter spesialis yang terkait
 Disiapkan alat atau obat untuk mengantisipasi kegagalan proses penyapihan
3. Prosedur penyapihan
Prosedur penyapihan dilakukan secara bertahap, terutama pada penderita yang
diberikan ventilasi mekanik dalam jangka waktu lama.
Metode yang dipergunakan untuk program penyapihan adalah :
 IMV/ SIMV, yang frekuensinya diturunkan secara bertahap
 PSV, yang tekanannya diturunkan secara bertahap
 CPAP, secara bertahap tekanan positif diturunkan
 T piece, dengan humidifier

Selama proses penyapihan dipantau : keluhan umum, tanda vital respirasi dan non
respirasinya antara lain tanda- tanda aktivitas simpatis misalnya berkeringat, gelisah,
takikardia, dan tekanan darah.

Mangku, Gde, Tjokorda Gde Agung Senapathi. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi,
Jakarta. PT. Macanan Jaya Cemerlang. 2010

DAFTAR PUSTAKA

Karo- karo, Santoso, Anna Ulfah Rahajo, Sigit Sulistyo, dkk. Buku Panduan Kursus Bantuan
Hidup Jantung Lanjut, Jakarta. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia.
2008

Mangku, Gde, Tjokorda Gde Agung Senapathi. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi,
Jakarta. PT. Macanan Jaya Cemerlang. 2010

Anda mungkin juga menyukai