Sebagai bahan material pembentuk perkerasan jalan, Campuran Aspal Berbatuan Besar
(CABB) relatif jarang digunakan untuk lapis struktur perkerasan jalan di Indonesia.
Campuran aspal ini termasuk jenis campuran aspal panas bergradasi menerus, hanya saja
diameter maksimum agregat yang digunakan berukuran > 2.5 Cm. Oleh sebab itu di
mancanegara campuran ini dinamakan Large Stone Asphalt Mixes (LSAMs). Pustaka
menyebutkan bahwa keengganan dan kurang antusias pemakaian CABB pada industri
aspal disebabkan oleh kekhawatiran pengguna terhadap kesulitan-kesulitan yang mungkin
terjadi saat proses pencampuran, penanganan, pemadatan, perencanaan, maupun proses
karakterisasi sifat-sifat CABB tersebut (Davis, 1988, Davidson, 1991, Wolters, 1992).
Sebaliknya, campuran aspal panas dengan ukuran diameter agregat maksimum < 2.5 Cm
secara meluas dipakai di sektor ke-Bina Marga-an, dan seakan-akan diberlakukan sebagai
batasan standar agregat untuk perkerasan lentur jalan.
Pesatnya pertumbuhan muatan komersial dan/atau lalu lintas kendaraan berat beberapa
dasawarsa terakhir menyebabkan peningkatan beban berat yang dramatis pada struktur
perkerasan lentur jalan (Molenaar, 1992). Dampak dari peningkatan beban perkerasan ini
mengakibatkan munculnya fenomena kerusakan dini dimana-mana, terutama bagi jenis
campuran aspal panas konvensional (diameter maksimum agregat < 2.5 Cm), meskipun
secara teknis baik desain campuran maupun pelaksanaan pembangunan memenuhi
persyaratan dan spesifikasi yang telah ditentukan. Fenomena kerusakan dini tersebut
merupakan tantangan bagi praktisi, perencana, dan pelaksana baik di sektor industri aspal
maupun ke-Bina Marga-an. Upaya untuk menanggulangi, menemu kenali, dan mencarikan
solusi inovatif dari permasalahan kritis tersebut diatas tentunya sangat dibutuhkan.
Penelitian terdahulu (Khalifa dan Herrin, 1970; Kalcheff dan Tunicliff, 1982; Kandhall,
1990) menyatakan bahwa lapis perkerasan yang dibangun dengan bahan CABB
memperlihatkan kinerja yang sangat memuaskan ketika jalan raya tersebut dilewati lalu-
lintas berat. Pemakaian butiran agregat berdiameter maksimum antara 2.5 Cm – 5.0 Cm
ternyata dapat meningkatkan sifat - sifat mekanistik campuran aspal panas maupun
kinerjanya di lapangan (Asphalt Institute, 1989; Prendergast, 1992, Kennedy dkk., 1994).
Akan tetapi, kajian lebih lanjut masih menunjukkan kelemahan / kekurangan pada
spesifikasi CABB yang lama. Kelemahan tersebut antara lain: a) keterpautan antar partikel
agregat tidak cukup untuk menimbulkan geseran dalam antar agregat, dan b) prosedur
desain campuran yang dipakai tidak mengukur parameter-parameter utama yang terkait
dengan penyebab kerusakan struktur perkerasan. Hal ini terlihat dari problematik alur
plastis (rutting) pada perkerasan jalan masih muncul ketika jalan tersebut dilalui kendaraan
komersial yang bermuatan sangat berat akhir-akhir ini (Anderson dkk., 1987; Mahboub
dan William, 1992).
Untuk itu, peningkatan proporsi agregat kasar menjadi sekitar 60% - 80% dari total
campuran aspal panas, pemakaian aspal bitumen yang bermodulus kekakuan tinggi dan
diameter maksimum butiran agregat = 3.75 Cm, dihipotesiskan dapat meningkatkan kinerja
CABB yang lama. Meskipun masih memerlukan keabsahan lanjut bagi CABB modifikasi,
campuran aspal panas inovatif ini diusulkan sebagai alternatif bahan pembentuk struktur
perkerasan jalan dalam rangka eliminasi fenomena kerusakan dini pada lapis perkerasan
jalan yang dilewati lalu lintas kendaraan bermuatan sangat berat.
LANDASAN TEORI
a A" A
o
Stress, (in kPa)
A'
O p
C d B
e
a
ve
IR R
Strain, (in 10^-6 strain) T
Seperti terlihat pada Gambar 1, luasan (O-A-A’-O) dapat me-representasi-kan energi yang
diserap selama pembebanan. Kurva fungsi tegangan-regangan O-A diperoleh dengan
menghubungkan titik-titik yang berawal dari dari nol (tanpa beban) sampai dengan beban
maksimum a . Sehingga, energi regangan (the strain energy) yang terserap WL persatu
putaran deformasi dengan tegangan axial , per unit volume, dirumuskan sebagai berikut
(Wahyudi, 1997) :
n
WL . . (2)
n 1 a a
Energi yang dilepas pada saat tidak ada beban (juga disebut energi regangan pegas) dapat
di-idealisasi-kan dengan luasan total (C-A-A’-C). Kurva fungsi regangan-tegangan C-A
diperoleh dengan menghubungkan titik-titik yang berawal dari regangan maksimum
sampai dengan nilai tegangan nol. Analog proses penurunan rumusan energi regangan
yang terserap, maka energi regangan yang dilepas dapat dinyatakan dalam persamaan
berikut
1
WUL . . (3)
n'1 a R
Sehubungan dengan jenis peralatan laboratorium yang dipakai, pendekatan teori energi
sangat menguntungkan untuk karakterisasi bahan. Apabila komponen visco-elastis bahan
tidak dapat diukur, maka energi yang dilepas WUL dapat disederhanakan secara geometrik
setara dengan luas segitiga (Ft) dibawah garis tangen modulus (B-A), yang sama dengan:
a . e
WUL Ft (4)
2
Sebaliknya, jika komponen visco-elastis dan elastis dari regangan dapat diukur, bagian
visco-elastis dari energi yang dilepas setara dengan pengurangan luas total energi yang
dilepas ( WUL ) dengan luas segitiga (Ft ). Jadi komponen bagian visco-elastis dari energi
yang dilepas adalah proporsional dengan luasan :
a . e
Fve = WUL (5)
2
Kehilangan energi selama satu putaran deformasi per unit volume, W , inilah yang
dinamakan pula sebagai ekivalensi peredaman energi, yang dapat dituliskan sebagai
berikut :
W WL WUL (6)
Substitusi pers. 2 dan 3 kedalam pers. 6, dan dilakukan pengurangan aljabar, akan
diperoleh :
n a .R
W . . (7)
n 1 a a n'1
1
Untuk hal yang spesifik tatkala exponen penguatan regangan n' , dan diambil nilai
n
p IR a R , maka ekivalensi peredaman energi W secara sederhana dapat
dirumuskan sebagai berikut
W Cm . a . p (8)
yang mana:
n
Cm
n 1 , adalah konstanta yang tergantung kepada bentuk putaran
histeresis (hysteretic loops), dan a 1 3 , adalah tegangan deviator.
Menarik untuk diketahui bahwa ekivalensi peredaman energi per unit volume, per satu
putaran deformasi, dengan tegangan sebesar a dan menimbulkan regangan tetap IR ,
adalah hasil perkalian dari tegangan dan regangan, dan dikalikan konstanta kurang dari 1
yang tergantung pada bentuk kurva putaran histeresis deformasi. Bentuk kurva putaran
deformasi ini sangat dipengaruhi oleh bahan material, besar dan perilaku pembebanan,
serta temperatur.
Hal yang khusus jika n = 1, maka konstanta Cm = 0.50. Ekivalensi peredaman energi
(pers. 8) bernilai sama dengan luas segitiga dengan tinggi a dan alas p , sebagaimana
terlihat pada Gambar 1. Oleh karena itu, hal ini dapat diasumsikan bahwa peredaman
energi dari campuran aspal panas adalah bersifat linier, meskipun kurva tegangan-regangan
(putaran histeresis deformasi) bahan tersebut bersifat tidak linier. Hasil temuan yang
serupa juga dilaporkan oleh Khedr (1984). Dari titik temuan ini, suatu pendekatan teori
peredaman energi yang sederhana diusulkan untuk evaluasi dan prediksi sifat-sifat
mekanistis dari campuran aspal panas, terutama untuk CABB (Wahyudi, 1997).
Akumulasi regangan plastis dari benda uji CABB akibat beban berulang dapat dituliskan
dalam bentuk fungsi dari tegangan , waktu t , dan temperatur T :
C f , t, T (9)
Persamaan fungsi tersebut biasanya juga dapat dirumuskan dalam bentuk terpisah sebagai
berikut
C f 1 . f 2 t . f 3 T (10)
Boyle dan Spence (1983) menunjukkan bahwa fungsi tegangan dapat dirumuskan dalam
persamaan :
f 1 K a m (11)
yang mana a 1 3 , adalah tegangan deviator, sedangkan K dan m merupakan
konstanta material
Selanjutnya, sifat ketergantungan terhadap waktu dapat dinyatakan dalam bentuk waktu
pembebanan l , dan jumlah ulangan beban, N , sebagai berikut :
f 2 t Ct . t p Ct . l. N Ct . l p . N p
p
(12)
dimana Ct adalah konstanta bahan material, dan p merupakan exponen perkuatan waktu.
f 3 T A. e R .T (13)
Maka, komponen permanen dari regangan pada pengujian rangkak dinamis dapat ditulis
dalam bentuk
C K . a m Ct . l p . N A. e
p R .T
(14)
Substitusi persamaan akumulasi regangan pada saat waktu kehancuran (Wahyudi, 1997),
2
TR p . N R . W . N R , kedalam pers. (15) dan ditambahkan konstanta non-
Cn . a
linier,
2
Cn (16)
K. a m 1
WT W . N R Ct . l p . N R p (17)
Persamaan diatas memperlihatkan hubungan yang unik, yakni jumlah total kehilangan
energi sampai dengan kondisi kehancuran (rusak) benda uji, per unit volume, adalah sama
dengan fungsi waktu yang diperlukan sampai saat benda uji tersebut rusak / hancur, yang
dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah repetisi waktu beban. Hasil temuan ini sejalan
dengan hasil penelitian terdahulu (Van Dijk dan Visser, 1977; Hopman dkk., 1992).
Jadi, komponen permanen dari akumulasi regangan akibat beban berulang dapat
dirumuskan dalam bentuk peredaman energi sebagai berikut:
2
C N W . N A. e R.T
(18)
Cn . a
Total regangan yang terjadi, seperti pada Gambar 1, dapat pula dinyatakan dalam bentuk
repetisi beban dengan menggunakan rumusan berikut :
T N e N C N (19)
dimana :
T N = total akumulasi regangan pada saat repetisi beban ke N;
e N = komponen regangan balik pada saat repetisi beban ke N,
yang dinyatakan dengan
a
e N N n (20)
E
yang mana E adalah modulus pegas (resilient modulus) dari bahan,
a adalah tegangan deviator, dan n adalah konstanta material; dan
C N = komponen permanen dari regangan pada saat repetisi beban ke N.
Substitusi pers. (18) dan pers. (20) ke pers. (19) akan mendapatkan model mekanistis dari
total akumulasi regangan yang berbasis kehilangan energi, sebagai berikut:
a n 2
T N N
W . N A. e R .T
(21)
E C n . a
Tiga jenis aspal bitumen yang dipakai adalah C-170, C-320, dan jenis Multigrade. Kadar
aspal yang diteliti meliputi kadar aspal optimum, 0.5% diatas dan 0.5% dibawah kadar
aspal optimum yang diperoleh dengan metode Marshall (75 x pukulan). Agregat kasar
berasal dari sungai Nepean di Sydney, Australia. Sebagian besar dari agregat ini
merupakan batu pecah dengan dua sisi permukaan bertekstur kasar, namun sekitar 15%
dari agregat kasar tersebut berbentuk pipih dan lonjong. Agregat halus berupa pasir alam
dan diambil dari lokasi penggalian yang sama. Agregat batu-besar berupa batu pecah, dan
termasuk jenis batuan granit diambil dari tempat penambangan EMU, New South Wales.
Upaya optimasi gradasi campuran agregat dengan proporsi agregat kasar lebih besar jika
dibandingkan dengan proporsi agregat kasar tradisional (45% - 55% dari total campuran
agregat) dilakukan dalam penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk kerangka
struktur batuan dalam campuran aspal padat. Untuk itu, proporsi agregat kasar digeser
kearah bawah garis kurva Fuller (rumusan standar gradasi yang bereksponen 0.45),
sehingga proporsi agregat kasar menjadi sekitar 65% - 80% dari total campuran agregat.
Rumusan gradasi (Brown dkk. 1991), diadopsi untuk mencampur gradasi rencana. Kadar
mineral pengisi adalah 5% sampai dengan 7% dengan memakai bahan semen.
Merujuk Standar Australia (Draft) AS-2891.13.1, uji rangkak dinamis digunakan untuk
karakterisasi ketahanan terhadap deformasi permanen benda uji. Selain metode pengujian
diatas, pengujian rangkak dinamis memakai alat uji triaxial dilakukan pula dalam rangka
analisis pengaruh kondisi yang berubah-ubah (arbitrary condition) dari prosedur pengujian
rangkak dinamis standar. Pemakaian alat uji triaxial (UMATTA) ini dimaksudkan pula
untuk mengamati pengaruh kondisi pembebanan, faktor material, dan ketahanan terhadap
deformasi permanen dari CABB. Tabel 1 memperlihatkan rancangan percobaan faktorial
dengan replikasi berfraksi yang didesain untuk penelitian CABB ini.
Untuk memperoleh nilai – nilai konstanta parameter yang dibutuhkan, benda uji CABB
dievaluasi dengan uji rangkak dinamis tertahan dan uji triaxial dengan beban berulang.
Menggunakan alat pengujian UMATTA, komponen – komponen visco-elastis dan plastis
dari regangan dapat diukur secara langsung. Selanjutnya, tipikal hasil-hasil pengamatan
laboratorium untuk pengujian rangkak dinamis dan rangkak dinamis tertahan dapat dilihat
pada gambar berikut.
0.16
Plastic strain (% strain)
0.12
0.08
0.04
E(N)=(2/Cn.Sigma-a)*(dW.N)*(A.exp(-dH/(R.T))
r^2=0.973
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000
Number of load repetitions (N)
Gambar 2 Tipikal kurva plot antara regangan plastis dengan jumlah beban berulang
Gambar diatas memperlihatkan bahwa prosedur standar pengujian rangkak dinamis yang
ada sekarang tidak mempertimbangkan efek regangan balik yang merupakan sifat khusus
material visco-elastis. Oleh sebab itu, akumulasi regangan plastis yang dihasilkan oleh
pengujian benda uji dengan metode rangkak dinamis atau metode beban uniaxial berulang
pengujian triaxial, seyogyanya tidak diperhitungkan sebagai sifat plastis murni dari
material yang dievaluasi. Hal ini disebabkan hasil pengukuran plastis benda uji tersebut
masih mengandung faktor regangan balik yang tertunda (keterkaitan dengan waktu).
Padahal regangan tersebut belum sempat bergerak balik, karena tidak cukup waktu untuk
pemulihan (healing)” setelah satu putaran deformasi akibat pembebanan.
0.04
W1
0.02
0.00
0 1000 2000 3000 4000 5000
Number of load repetitions
Gambar 4 memperlihatkan bahwa total peredaman energi dari benda uji CABB menaik
seiring dengan penambahan durasi pembebanan yang diberikan.
0.100
Total damping (kPa.cm/cu.cm)
0.010
0.001
1 10 100 1000 10000
Number of load repetitions
Dimana Y adalah nilai total peredaman dari material, N adalah jumlah repetisi beban, serta
a dan m merupakan titik perpotongan dengan sumbu vertikal (the intercept), dan
kemiringan (the slope) kurva predaman pada skala logaritma dan bersifat linier. Sekaitan
dengan benda-uji yang diamati, penambahan waktu pembebanan dari 500 ms ke 1000 ms
dan 1500 ms meningkatkan nilai intercept a , dengan faktor 0.21 dan 0.62 dari nilai awal
sebesar 0.00632, seperti tersaji pada Tabel berikut.
Tabel 3 Titik perpotongan dan kemiringan kurva peredaman energi (durasi pembebanan)
Durasi beban Intercept Slope
ms (micro-seconds) (a) (m)
500 0.00632 0.1868
1000 0.00766 0.2006
1500 0.01022 0.1861
0.5
Total damping (kPa.cm/cu.cm)
0.4
1 cycles
100 cycles
0.3
1000 cycles
5000 cycles
0.2
0.1
-0.1
0 164 308 500 1000 1242 1500
Bitumen Viscosity (Pa.s)
1.50
Total damping (kPa.cm/cu.cm)
G-I (Cc=2.05)
0.90 G-III (Cc=3.81)
0.60
0.30
0.00
0 10 20 27.5 30 40 47.5 50 55 60
The uniformity coefficient of the aggregates (Cu)
Digambarkan dalam bentuk koefisien keseragaman, Cu = 55, gradasi campuran agregat tipe
II telah memanfaatkan ukuran maksimum agregat sebesar 37.50 mm, tetapi jenis gradasi
ini masih memakai proporsi agregat kasar konvensional (sebagai perlakuan percobaan
prosentase agregat kasar), yaitu < 55 % dari total campuran agregat. Dari hasil penelitian
terlihat bahwa gradasi tipe II ini menghasilkan jumlah total peredaman energi terbesar,
1.064 kPa.cm/cm3, dibandingkan dengan gradasi campuran agregat tipe yang lain, terutama
pada kondisi pengujian repetisi beban yang besar / banyak.
Untuk gradasi campuran agregat tipe I, perlakuan percobaan yang diberikan adalah
modifikasi proporsi agregat kasar, namun ukuran maksimum agregat tetap sesuai dengan
kriteria kriteria tradisional < 2.5 Cm. Dinyatakan dengan Cu = 27.5, gradasi campuran
agregat ini mempunyai kandungan agregat kasar sebesar + 75 % dari total berat campuran
agregat. Berdasarkan kondisi repetisi beban yang ke 5000, analisis hasil menunjukkan
bahwa perubahan proporsi agregat kasar menurunkan nilai peredaman energi sebesar 26 %
dibandingkan nilai total peredaman gradasi campuran agregat tipe II.
Untuk itu, optimasi kandidat gradasi campuran agregat dilakukan dengan membatasi
gradasi campuran dengan titik kontrol yang ketat. Hal ini ternyata dapat menurunkan nilai
total peredaman (kehilangan) energi campuran aspal panas. Kompromi terhadap batasan-
batasan kontrol seperti koefisien gradasi, Cc , dan koefisien keseragaman, Cu , agregat,
dapat memberikan kinerja yang prima bagi campuran aspal. Dinyatakan dengan Cu = 47.5,
gradasi campuran agregat tipe III menghasilkan nilai peredaman energi yang terkecil 0.741
kPa.cm/cm3 dibandingkan dengan jenis gradasi yang lain. Metode optimasi ini dapat
mereduksi nilai total peredaman energi sebesar 30 % dari gradasi tipe II, dan sekitar 5 %
dari gradasi tipe I.
0.20
0.10
0.05
0.00
-0.05
3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0
Bitumen Content (%)
Gambar 7 memperlihatkan total peredaman energi dari CABB (gradasi agregat tipe III dan
aspal Multigrade) yang meningkat dengan bertambahnya kadar aspal. Dalam selang kadar
aspal yang diteliti, akumulasi peredaman energi terlihat semakin besar ketika jumlah
repetisi beban melebihi 1000 putaran. Nilai peredaman energi tersebut menggambarkan
terjadinya deformasi permanen (perubahan struktur) yang besar pula pada benda uji
CABB. Hasil penelitian Preston (1991) menunjukkan bahwa fenomena deformasi
permanen hanya berhubungan dengan reaksi kekentalan (viscous) bahan material. Untuk
CABB, kehilangan energi yang besar teramati pada benda uji yang kadar aspalnya tinggi.
1.00
Total damping (kPa.cm /cu.cm )
0.10
0.01
0.00
1 10 100 1000 10000
Num ber of load repetitions
Pengaruh perubahan tegangan vertikal pada nilai intercept, a , relatif sangat kecil, seperti
terlihat pada gambar 8. Sebaliknya, slope m sangat dipengaruhi oleh variasi perubahan
tegangan vertikal.
Dari Tabel 4, perubahan tegangan vertikal dari 100 kPa ke 335 kPa dan 450 kPa,
menghasilkan modifikasi faktor sebesar 1.4 dan 2.3 terhadap nilai slope awal, m = 0.1587.
Hal ini menyebabkan perubahan pada nilai peredaman sebesar 0.035 kPa.cm/cm 3 (akibat
tegangan vertikal 100 kPa) menjadi dikalikan dengan faktor sebesar 1.7 dan 5.8.
1.000
Total damping (kPa.cm/cu.cm)
0.100
0.010
0.001
1 10 100 1000 10000
Number of load repetitions
Tiga model prediksi yang dianggap sesuai untuk evaluasi kinerja CABB dianalisis dengan
hasil pengukuran laboratorium (Wahyudi, 1997). Model-model ini termasuk model Vesys,
model Uzan (Visco-elasto-plastic), dan model rangkak (mekanistis) berbasis kehilangan
energi yang diusulkan. Hasil aplikasi ketiga model tersebut untuk prediksi akumulasi
regangan CABB disajikan pada Gambar 11, dengan berbasis perlakuan campuran aspal
yang memakai gradasi tipe III, aspal jenis C-170, dan kadar aspal 4 % .
Gambar 10 memperlihatkan bahwa prediksi yang berlebihan dihasilkan oleh model Vesys.
Model ini mengasumsikan bahwa hubungan yang bersifat linier terjadi antara jumlah
repetisi beban dengan akumulasi regangan permanen yang terjadi dalam skala logaritma.
Padahal, meskipun dalam bentuk penggambaran logaritma beberapa material masih
berperilaku tidak linier dan isu tersebut tidak diperhitungkan dalam model Vesys.
0.025
0.020
Total strain (strain)
0.015
0.010
0.005
0.000
0 10000 20000 30000 40000 50000
Number of load cycles (N)
Hubungan yang baik ditunjukkan oleh model Uzan pada saat awal kurva atau pada kondisi
repetisi beban kurang dari 10.000 putaran. Akan tetapi, ketika jumlah repetisi beban
berulang tinggi sehingga hampir mendekati titik hancur benda uji CABB, hasil prediksi
model tersebut memperlihatkan nilai peningkatan regangan permanen yang berbeda-beda.
Walaupun demikian, hal ini perlu divalidasi ulang mengingat keterbatasan verifikasi
parameter model visco-elasto-plastis dalam penelitian ini memungkinkan untuk
memberikan kontribusi kesalahan / deviasi yang besar tatkala model tersebut digunakan
untuk verifikasi data hasil pengukuran laboratorium.
Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian dapat dissjikan beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
Uji rangkak dinamis standar dan uji beban uniaxial berulang, dimana benda uji
berbentuk briket atau silinder, mengabaikan komponen pemulihan regangan dari benda
uji CABB. Jadi, kedua tipe pengujian untuk evaluasi ketahanan terhadap deformasi
permanen ini menghasilkan sifat ketahanan yang agak bias.
Beberapa faktor yang mempengaruhi akumulasi peredaman energi dan diamati dalam
penelitian ini memberikan hasil-hasil berikut:
Pada kondisi dan benda uji yang diamati dalam penelitian, aplikasi model rangkak
(mekanistis) berbasis kehilangan energi memperlihatkan hasil yang memuaskan dalam
prediksi akumulasi regangan permanen dibandingkan model-model yang lain.
Model Vesys menghasilkan hasil prediksi yang agak berlebihan dan model Visco-
elasto-plastic memperlihatkan perbedaan hasil prediksi yang cukup signifikan pada
jumlah ulangan beban yang tinggi.
Saran
Mengingat metode pembuatan benda uji silinder masih belum distandarkan maka
diperlukan penelitian lanjutan untuk keabsahan dan verifikasi metode persiapan benda
uji CABB tersebut.
Untuk model mekanistis berbasis kehilangan energi yang diusulkan diperlukan validasi
lebih lanjut dengan menggunakan campuran aspal panas jenis yang lain, maupun
ukuran maksimum agregat yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, K. O., Dawley, C.B. and Hogiewiede, B.L. 1987, ‘ Mitigation of Instability
Rutting of Asphalt Concrete Pavements in Lethbridge, Alberta, Canada‘,
Symposium Additives, Modifiers for Improved Rut Resistance of Asphalt Concrete
Mixes.
Asphalt Institute, 1989, ‘ The Asphalt Handbook’, Manual Series No. 4 ( MS-4) 1989
Edition, Asphalt Institute Publisher, Lexington, Kentucky, USA.
Brown, S.F., J.N. Preston and K.E Cooper. “Application of New Concepts in Asphalt Mix
Design “.Proceedings of the Association of Asphalt Paving Technologists, Volume
60, Seattle, Washington., March 1991.
Davidson, K., 1991, ‘ Development of Stone Mastic Asphalt Mixes for Ontario Use’
Asphalt Review, Vol. 10 No. 4, pp 4-9.
Hopman, P.C., Pronk, A.C., Kunst, P.A.J.C., Molenaar, A.A.A., Molenaar, J.M.M 1992,
‘Application of the Visco-Elastic Properties of Asphalt Concrete’, Proc. of the 7th
International Conference on Asphalt Pavements, ISAP, pp. 73-87.
Kalcheff, I. V. and Tunnicliff, D.G. 1982, ‘ Effects of Crushed – Stoned Aggregate Size
and Shape on Properties of Asphalt Concrete’, Asphalt Paving Technology 1982,
Proc. of AAPT, Kansas City.
Kandhal, P. S., 1990, ‘ Large Stone Asphalt Mixes : Design and Construction’, Proc. Of
AAPT, Vol. 59.
Kennedy, T.W., Huber, G. A., Harrigan, E. T., Cominsky, R. J., Hughes, C. S., Von
Quintus, H., and Moulthrop, J. S. 1994, ‘ Superior Performing Asphalt Pavements
( Superpave ) : The Product of the SHRP Asphalt Research Program’, SHRP,
National Research Council, Washington, DC.
Khalifa, M.O. and Herrin. M., 1959, ‘ The Behavior of Asphaltic Concrete Constructed
with Large-sized Aggregate’, Proc. of AAPT, Vol. 39.
Preston, J. B., 1991, ‘ The Design of Bituminous Concrete Mixes ‘ Ph.D Thesis, The
University of Notingham.
Sherrod, P.H., 1993, ‘ NONLIN : Non Linier Regression Algorithm Software’, Nashville.
Van Dijk, W and Visser, W. 1977, ‘ The Energy approach to Fatigue for Pavement
Design’, Proc. of AAPT, Vol. 46 ., pp.1-37.
Wahyudi,M., 1997, ‘ The Design and Performance of Large-Stone Mixes’ PhD Thesis,
The University of New South Wales, Sydney, Australia.
Tabel I.2 Sifat – sifat fisik aspal yang digunakan dalam penelitian
Property Binder Type
Units C-170 C-320 Multigrade
Viscosity @ 60 deg C Pa.s 164 308 1242
Viscosity @ 135 deg C Pa.s 0.38 0.57 1.18
Penetration @ 15 deg C mm 11.5 7.7 5.1
Density @ 15 deg C Kg/l 1.02 1.03 1.06
Ring Ball Softening Point deg C 34 38 40
Ductility @ 15 deg C cm > 107.5 > 107.5 30
100
90
80
70
Lower limit(AS-2734)
60
50
40
Grading I
Grading II
30
20
10
Grading III
0
0.01 0.10 1.00 10.00 100.00