Anda di halaman 1dari 10

Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Makhluk 

Sosial.
1. Manusia Sebagai Makhluk Individu

Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya
mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak
terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium yang
berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan
suatu kesatuan yang paling kecil dan tak terbatas.

Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis,
unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur
tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang
tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individi ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada
unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.

Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis
sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri.
Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah
faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu
sejak lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak
lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan
karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan
lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial,
merujuk pada lingkungan di mana eorang individu melakukan interaksi sosial. Kita
melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial
yang lebih besar.

Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang
memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip)dan
faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.

Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang
merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang
terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan
perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia
menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan
karakteristik yang khas dari seeorang.

1. Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu
juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam
hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan
manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan
dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu
bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena
pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang
lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah
manusia.

Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan
bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan
bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.

Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karrena beberapa
alasan, yaitu:

a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.

b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.

c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain

d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

B. Interaksi Sosial dan Sosialisasi

1. Interaksi Sosial

Kata interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik
saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat.

Interaksi adalah proses di mana orang-oarang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi


dala pikiran danb tindakana. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-
hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain.

Interaksi sosial antar individu terjadi manakala dua orang bertemu, interaksi dimulai: pada
saat itu mereka saling menegeur, berjabat tangan, saling berbicara, atau bahkan mungkin
berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk dari interaksi sosial.

Interaksi sosial terjadi dengan didasari oleh faktor-faktor sebagai berikut

1. Imitasi adalah suatu proses peniruan atau meniru.


2. Sugesti adalah suatu poroses di mana seorang individu menerima suatu cara
penglihatan atau peduman-pedoman tingkah laku orang lain tanpa dkritik terlebih
dahulu. Yang dimaksud sugesti di sini adalah pengaruh pysic, baik yang datang dari
dirinya sendiri maupuhn dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya
kritik. Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya, dengan interaksi sosial adalaha
hampir sama. Bedanya ialah bahwa imitasi orang yang satu mengikuti salah satu
dirinya, sedangkan pada sugesti seeorang memberikan pandangan atau sikap dari
dirinya, lalu diterima oleh orang lain di luarnya.
3. Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identi (sama) dengan
orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah.
4. Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain.
Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilain
perasaan seperti juga pada proses identifikasi.
Hakekat Manusia Sebagai mahluk budaya.
Manusia mempunyai tingkatan yang lebih tinggi karena selain mampunyai sebagaimanaa
makhluk hidup di atas, manusia juga mempunyai akal yang dapat memperhitungkan
tindakannya yang kompleks melalui proses belajar yang terus-menerus. Selain itu manusia
diktakan pula sebagai makhluk budaya. Budaya diartikan sebagai pikiran atau akal budi
(Pusat Bahasa Diknas, 2001: 169).

Hakekat Keberadaan Manusia

Isi dari kepribadian manusia terdiri dari 1) pengetahuan; 2) perasaan, dan; 3) dorongan
naluri. Pengetahuan merupakan unsur-unsur atau segala sesuatu yang mengisi akal dan alam
jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung di dalam otak manusia melalui
penerimaan panca inderanya serta alat penerima atau reseptor organismanya yang lain.
(Koentjaraningrat, 1986: 101-111)

Kalau unsur perasaan muncul karena dipengaruhi oleh pengetahuan manusia, maka kesadaran
manusia yang tidak ditimbulkan oleh pengaruh pengetahuan manusia melainkan karena sudah
terkandung dalam organismanya disebut sebagai naluri. Sehubungan dengan naluri tersebut,
kemauan yang sudah merupakan naluri pada tiap manusia disebut sebagai “dorongan”
(drive), maka disebut juga sebagai dorongan naluri. Macam-macm dorongan naluri manusia ,
antara lain adalah:

1. Dorongan untuk mempertahankan hidup;


2. Dorongan sex;
3. Dorongan untuk usaha mancari makan;
4. Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengn sesama manusia;
5. Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya;
6. Dorongan untuk berbakti;
7. Dorongan akan keindahan, dalam arti keindahan bentuk, warna, suara, atau gerak.
(Koentjaraningrat, 1986: 109-111)

Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup
segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang
buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama rnakhluk.Rasulullah saw
bersabda: ” Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling baik
akhlaknya”.Pada makalah ini kami akan memaparkan pengertian akhlak, norma, etika, moral
dan nilai.

Ada dua pendekatan untuk mendefenisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan)
dan pendekatan terminologi (peristilahan). Akhlak berasal dari bahasa arab yakni khuluqun
yang menurut loghat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat
tersebut mengandung segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang berarti kejadian,
serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan.

Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan
baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.Secara terminologi
kata “budi pekerti” yang terdiri dari kata budi dan pekerti.
Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong
oleh pemikiran, rasio atau character. Pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena
didorong oleh hati, yang disebut behavior. Jadi budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari
hasil rasio dan rasa yang termanifestasikan pada karsa dan tingkah laku manusia.Sedangkan
secara terminologi akhlak suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan
dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran.

Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan
ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain
mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu
akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah
menjadi budaya sehari-hariDefenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan
darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu : Pertama,
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah
menjadi kepribadiannya.

Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa
pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam
keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila.Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau
tekanan dari luar.

Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan
yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan
manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.

Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya,
bukan main-main atau karena bersandiwaraKelima, sejalan dengan ciri yang keempat,
perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena
keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin
mendapatkan suatu pujian.

Disini kita harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu akhlak
adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih kepada yang bersifat
praktis.

Menyambut era globalisasi dan Teknologi Informasi dalam abad ini, banyak sekali
perubahan-perubahan yang sangat signifikan dalam perkembangan masyarakat. Perubahan-
perubahan tersebut dapat meliputi perubahan yang mengarah kepada kehidupan yang lebih
baik (perubahan positif) maupun perubahan yang mengakibatkan kehidupan yang bersifat
negatif.

Salah satu dampak negatif yang dihasilkan dari abad globalisasi ini adalah kemerosotan
akhlak dan budi pekerti yang terus menggerogoti kehidupan bermasyarakat di Indonesia,
padahal tidak dapat dipungkiri bahwa peranan akhlak dan budi pekerti menjadi peranan
sangat penting dan amat menentukan dalam pembentukan masyarakat yang beradab dan
berkebudayaan tinggi, masyarakat dengan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, masyarakat
yang adil dan bermartabat dan lalainya ketidaksinambungan antara hak yang mereka
dapatkan dan kewajiban yang harus mereka jalani.
Untuk mengantisipasi kerusakan moral yang akan terjadi di kehidupan masyarakat
mendatang, tentunya diperlukan adanya usaha untuk menyadari pentingnya penanaman
kesadaran tentang hak dan kewajiban yang berkesinambungan secara utuh dengan penuh
keinsyafan, walau terkadang dalam menunaikan kewajiban seringkali adanya penderitaan
yang harus dirasakan.

Dalam ajaran akhlak dan budi pekerti, setiap diri manusia harus bisa mengatur
keseimbangan yang sangattajam antara hak dan kewajibannya, dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setiap anggota masyarakat harus mampu menjalin
hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan serta memberi manfaat terhadap sesama
anggotanya.

(http://azenismail.wordpress.com/2010/05/14/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan-makhluk-
sosial/)

BAB I

HAKEKAT MANUSIA

TUJUAN :

Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat:

1. Merumuskan pengertian hakekat manusia.

2. Menjelaskan pengertian manusia menurut pandangan ilmiah dan filsafat.

3. Menjelaskan pandangan manusia sebagai makhluk individu.

4. Menjelaskan pandangan manusia sebagai makhluk sosial.

5. Menjelaskan pandangan manusia sebagai makhluk susila.

6. Menjelaskan pandangan manusia sebagai makhluk keberagamaan.

7. Membandingkan perbedaan manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk


susila dan makhluk keberagamaan

8. Menganalisis perbedaan manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk


susila dan makhluk keberagamaan.

9. Menganalisis potensi manusia.

A. Manusia Menurut Pandangan Ilmiah dan Filsafat

Dalam pandangan klasik dan rasional tentang manusia faktanya manusia adalah makhluk
yang berakal. Menurut Plato akal adalah alat untuk mengarahkan budi pekerti. Aristoteles
juga berpendapat bahwa akal manusia adalah kekuatan yang tertinggi dari jiwa dan
merupakan kebanggaan dan keagungan manusia. Manusia menurut pandangan ilmu
Antropologi adalah homo sapien. Pandangan antropologi budaya manusia adalah organisme
sosio budaya. Pandangan ilmu psikologi manusia adalah individu yang belajar. Pandangan
ilmu sosiologi manusia adalah animal sociale (binatang yang bermasyarakat). Menurut
Aristoteles ilmu politika manusia sebagai animal politicon (binatang yang hidup berpolitik).
Pandangan ilmu ekonomi manusia adalah animal econominicus (binatang yang terus
berusaha memperoleh kemakmuran materiil).

Manusia menurut pandangan filsafat manusia adalah:

1. Manusia seutuhnya (animal symbolicum).


2. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk
menyatakan  pikiran sebagai milik manusia yang unik (animal rationale).
3. Hewan yang mempunyai kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol untuk
mengkomunikasikan pikirannya (animal sociale).
4. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menalar
dan menyadari sebagai pribadi yang menalar.
5. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk
mengkombinasikan unsur-unsur yang menghasilkan suatu yang kreatif.
6. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol maka dapat
mengadakan perbedaan moral.
7. Hewan yang mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol dapat menyadari
diri sendiri sebagai pribadi.

Sifat-sifat manusia yang demikian harus dipahami oleh para pelaku pendidikan sebagai dasar
pengembangan proses pendidikan guna mencapai hasil sebagaimana diharapkan baik untuk
masa depan peserta didik itu sendiri maupun untuk pembangunan secara luas.

B. Manusia sebagai Makhluk Individu

Setiap insan yang dilahirkan tentunya mempunyai pribadi yang berbeda atau menjadi dirinya
sendiri, sekalipun sanak kembar. Itulah uniknya manusia. Karena dengan adanya individulitas
itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, daya tahan
yang berbeda.  Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang
sangat essensial dari adanya individualitas pada diri setiap insan.

Mengenal perbedaan individual murid ini sangat penting bagi guru, yaitu guru dapat
menyikapi siswa dengan cara tertentu dalam proses pembelajaran. Guru tidak bisa
memperlakukan siswa secara seragam. Keunikan siswa hendaknya dihadapi dengan cara-cara
yang beragam guna mencapai efektifitas pembelajaran.

Menurut Oxendine dalam (Tim Dosen TEP, 2005) bahwa perbedaan individualitas setiap
insan nampak secara khusus pada aspek sebagai berikut

1. Perbedaan fisik: usia, tingkat dan berat badan, jenis kelamin, pendengaran,
penglihatan, kemampuan bertindak.
2. Perbedaan sosial: status ekonomi,agama, hubungan keluarga, suku.
3. Perbedaan kepribadian: watak, motif, minat dan sikap.
4. Perbedaan kecakapan atau kepandaian

Sifat-sifat keindividualitasan setiap insan perlu ditumbuhkembangkan melalui pendidikan


agar bisa menjadi kenyataan, disini pendidikan berfungsi membantu peserta didik untuk
membentuk kepribadianya atau keindividualannya. Sebagai makhluk individu, manusia
memerlukan pola tingkah lak yang bukan merupakan tindakan instingtif, dan hal ini hanya
bisa diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman belajar (Tim Dosen FIP-UM,1995).
Pendidikan harus mengembangkan peserta didik agar mampu menolong dirinya sendiri.
Pendidik hanya menunjukan jalan dan memberikan motivasi bagaimana cara memperoleh
sesuatu dalam mengembangkan dirinya. Artinya bahwa dalam proses pendidikan itu yang
aktif bukan hanya pendidik tetapi juga peserta didik. Proses pendidikan adalah tindakan
bersama, berlangsung dalam suatu pergaulan timbal balik, yang juga memperhatikan
kepribadian tiap peserta didik, kesefahaman,keserasian, kebersamaan antara pendidik dan
peserta didik untuk menumbuhkan rasa saling percaya dan ini merupakan dasar untuk
menumbuhkan kewibawaan pendidik. Pendidikan adalah suatu hak fundamental, maka
masyarakat mempunyai kewajiban untuk memberikan kesempatan pendidikan yang
diimplikasikan oleh hak itu, (Arbi, 1988). Pendidikan merupakan tanggungjawab bersama
antara keluarga, pemerintah dan masyarakat. Dilain pihak dikatan bahwa pendidikan
berhubungan untuk ”dapat membangun diri sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab
atas pembangunan bangsa”.

C. Manusia sebagai Makhluk Sosial

Manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat
mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri. Sebagai makhluk sosial karena
manusia menjalankan peranannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan
pemikiran dan perasaanya. Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecuali melalui
medium kehidupan sosial.

Manisfestasi manusia sebagai makhluk sosial, nampak pada kenyataan bahwa tidak pernah
ada manusia yang mampu menjalani kehidupan ini tanpa bantuan orang lain.

Kesadaran manusia sebagai makhluk sosial, justru memberikan rasa tanggungjawab untuk
mengayomi individu yang jauh lebih ”lemah” dari pada wujud sosial yang ”besar” dan
”kuat”. Kehidupan sosial, kebersamaan, baik itu non formal (masyarakat) maupun dalam
bentuk-bentuk formal (institusi, negara) dengan wibawanya wajib mengayomi individu.

Esensi manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya adalah kesadaran manusia tentang
status dan posisi dirinya adalah kehidupan bersama, serta bagaimana tanggungjawab dan
kewajibannya di dalam kebersamaan.

Hakekat manusia sebagai makhluk sosial dan politik akan membentuk hukum, mendirikan
kaidah perilaku, serta bekerjasama dalam kelompok yang lebih besar. Dalam perkembangan
ini, spesialisasi dan integrasi atau organissai harus saling membantu. Sebab kemajuan
manusia nampaknya akan bersandar kepada kemampuan manusia untuk kerjasama dalam
kelompok yang lebih besar. Kerjasama sosial merupakan syarat untuk kehidupan yang baik
dalam masyarakat yang saling membutuhkan.

Melalui pendidikan dapat dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara perkembangan
aspek individual, sosial, moral dan religi, agar menjadi manusia yang bisa menjalani
kehidupan bersama.

D. Manusia sebagai Makhluk Susila


Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Menurut
bahasa ilmiah sering digunakan istilah etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika
(persoalan kebaikan). Jasi kesusilaan selalu berhubungan dengan nilai-nilai. Pada hakekatnya
manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya
sehingga dikatakan manusia itu adalah makhluk susila. Dirjarkara mengartikan manusia
susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. (Dirjarkara,
1978,36-39) nilai-nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena
mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemuliaan dan sebagainya, sehingga dapat diyakini
dan dijadikan pedoman dalam hidup.

Hubungan dan kebersamaan dengan sesama manusialah manusia dapat hidup dan
berkembang sebagai manusia. Manusia bertindak, tidak sembarang bertindak, melainkan
mereka dapat mempertimbangkan, merancang, dan mengarahkan tindakannya. Persoalan
mengenai masalah apakah tindakannya baik dan tidak baik, adalah persoalan tentang nilai,
persoalan norma, persoalan moral atau susila. Peran pendidikan disini membantu
mengarahkan perbuatan anak dalam kehidupannya dimasa mendatang. Dengan pendidikan
pula peserta didik dapat tumbuh kesadarannya terhadap nilai, dapat tumbuh suatu sikap untuk
berbuat dan mau berbuat selaras dengan nilai, atau berbuat selaras dengan apa yang
seharusnya diperbuat. Perbuatan yang selaras dengan nilai itulah yang menjadi inti dari
perbuatan yang bertanggung jawab.

Pandangan manusia sebagai makhluk susila atau bermoral, bersumber pada kepercayaan
bahwa budi nurani manusia secara apriori adalah sadar nilai dan pengabdi norma-norma.
Pendirian ini sesuai dengan analisa ilmu jiwa dalam tentang struktur jiwa (das Es, das Ich
dan das uber ich). Struktur jiwa yang disebut das Uber Ich (super ego) yang sadar nilai
esensial manusia sebagai makhluk susila. Kesadaran susila (sense of morality) tidak dapat
dipisahkan dengan realitas sosial, sebab adanya nilai, efektifitas nilai, berfungsinya nilai
hanya ada di dalam kehidupan sosial, artinya kesusilaan atau moralitas adalah fungsi sosial.
Tiap hubungan sosial mengandung hubungan moral. “Tiada hubungan sosial tanpa hubungan
susila, dan tiada hubungan susila tanpa hubungan sosial” (Noorsyam, 1986).

Kodrat manusia sebagai makhluk susila dapat hidup aktif-kreatif, sadar diri dan sadar
lingkungan, maka intervensi pendidikan bukan hanya sekedar penanaman kebiasaan atau
latihan namun juga memerlukan motivasi dan pembinaan kata hati atau hati nurani yang
kelak akan membentuk suatu keputusan. Oleh karena itu pendidikan harus mampu
menciptakan manusia susila, dengan mengusahakan peserta didik menjadi manusia
pendukung norma, kaidah, dan nilai-nilai susila dan sosial yang dijunjung tinggi oleh
masyarakatnya.

Pentingnya mengetahui dan menerapkan secara nyata norma,nilai dan kaidah masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari mempunyai beberapa alasan, antara lain:

1. Untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu

Setiap individu harus dapat menyesuaikan terhadap kehidupan dan bertingkah laku sesuai
norma, nilai, dan kaidah yang berlaku pada masyarakat, agar individu tersebut merasa aman,
diterima dalam kelompok masyarakat tersebut.

1. Untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri


Dalam kehidupan bermasyarakat tentunya memiliki aturan yang berupa norma, nilai dan
kaidah sosial yang mengatur tingkah laku individu yang bergabung didalamya. Norma, nilai
dan kaidah sosial tersebut merupakan hasil persetujuan bersama demi untuk dilaksanakan
dalam kehidupan bersama, demi untuk mencapai tujuan bersama (Tim Dosen FIP UM, 1995).

E. Manusia sebagai Makhluk Keberagamaan

Manusia adalah makhluk beragama, dalam arti bahwa mereka percaya dan/atau menyembah
Tuha, melakukan ritual (ibadah) atau upacara-upacara. Suatu fenomena bahwa manusia
menyembah, berdoa, menyesali diri dan minta ampun kepada sesuatu yang ghaib, walaupun
kemudian ada yang menjadi agnostic (tidak mau tahu akan adanya Tuhan) atau atheis
(mengingkari adanya Tuhan). Mereka cenderung untuk mengganti Tuhan yang bersifat
pribadi seperti negara, ras, proses alam, pengabdian total untuk mencari kebenaran atau ideal-
ideal yang lain.

Hubungan pribadi manusia dengan Tuhan lebih bersifat trasendental, karena hubungan ini
lebih banyak melibatkan rohani pribadi manusia yang bersifat perseorangan. Dengan adanya
agama maka manusia mulai menganutnya. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena
manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia
memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Manusia dapat menghayati agama melalui
proses pendidikan agama, penanaman sikap dan kebiasaan dalam beragama dimulai sedini
mungkin, meskipun masih terbatas pada latihan kebiasaan (habit formation). Tetapi sebagai
pengembangan pengkajian lebih lanjut tentunya tidak dapat diserahkan hanya kepada satu
pihak sekolah saja atau orang tua saja melainkan keduannya harus berperan. Oleh karena itu
dimasukkannya kurikulum pendidikan agama di sekolah-sekolah.

Tugas pendidikan yaitu membina pribadi manusia untuk mengerti, memahami, menghayati,
dan mengamalkan aspek-aspek religi dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Selaras dengan
pandangan manusia sebagai makhluk beragama, maka menggali nilai-nilai yang melandasi
pendidikan itu hendaknya memperhatikan nilai-nilai yang bersumber pada Tuhan Yang Maha
Esa dengan meyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akherat.

F. Potensi Manusia

Manusia dikaruniai fasilitas istimewa dan tidak dimiliki makhluk lain yaitu berupa akal.
Dengan akal, Tuhan memberi tugas untuk mengatur, mengelola, memberdayakan dan
menjaga kelestarian alam. Manusia juga diberikan kelebihan yaitu rasa, karsa, cipta, karya,
dan hati nurani. Dari semua kelebihan tersebut bisa dikembangkan kedalam potensi-potensi
yang bersumber dari cipta, yaitu potensi intelektual atau intelectual quontien (IQ). Potensi
dari rasa, yakni potensi emosional atau emosional quontien (EQ) dan potensi spiritual atau
spiritual quontien (SQ). Sedangkan potensi yang bersumber dari karsa adalah potensi
ketahanmalangan atau adversity quontien (AQ) dan potensi vokasional quontien (VQ).

Dengan IQ, manusia mampu menyatakan benar dan salah berdasarkan intelektual. Kita
mampu menghitung, membuat konstruksi bangunan, meyusun program. Dengan EQ, manusia
mampu mengendalikan amarah, memiliki rasa iba, kasih sayang, tanggung jawab, kerjasama
dn kesenia (estetika). Dengan adanya EQ maka muncul sikap sabar, lemah lembut ataupun
sebaliknya. Dengan SQ, manusia membedakan mana yang baik dan yang buruk. Potensi ini
sangat terkait dengan etika atau nilai-nilai moral, baik dan buruk, serta nilai-nilai keagamaan.
Dengan AQ, manusia mampu menghadapi berbagai hambatan dan tantangan hidup. Dengan
adanya ini muncul sikap tabah, tangguh, memiliki daya juang dan kreatifitas. Dengan VQ,
manusia mampu dan cenderung pada bidang-bidang ketrampilan  atau kejuruan. Misalnya
bidang olahraga, kesenian, dan teknik. Pada hakekatnya, kedua potensi AQ  dan VQ
merupakan manisfestasi dari berbagai potensi diri yang direalisasikan dalam tindakan.

Berikut akan dideskripsikan bagaimana potensi-potensi itu berproses pada diri manusia.
Potensi pikir, awal dari proses pengembangan diri manusia. Contoh, seorang pelukis ingin
membuat sebuah gambar yang menarik menurut pendiriannya. Dia punyai ide atau pikiran
wujud benda yang mau dilukis, katakanlah gambar wanita. Setelah ide itu muncul dan pikiran
mulai berproses, selanjutnya dia menilai secara psikologis (rasa) bahwa model gambar wanita
yang mau dilukis itu cocok, indah, dan menarik. Berikutnya muncul kehendak (rasa) untuk
mewujudkan keinginan membuat lukisan wanita itu. Kehendak akan muncul dan ingin
diwujudkan apabila hasil penilaian psikologis (rasa) cocok dengan selera sang pelukis.
Selanjutnya, ketika pada diri manusia sudah ada kehendak untuk mewujudkan lukisan wanita,
daya cipta muncul bagaimana memulai dan menggambarkan model lukisan yang diinginkan.
Hasil dari daya cipta ditunjukkan dengan wujud nyata, yakni yang berupa lukisan wanita
sebagaimana yang dibayangkannya. Karena manusia adalah mahluk beretika, termasuk
pelukisnya juga mahluk etika, maka karya cipta manuisa itu harus mengandung nilai etika.
Tidak semaunya pelukis itu membuat lukisan apapun tanpa mempertimbangkan etika. Kalau
tidak, walaupun karya ciptanya bisa diterima orang lain, itu sangat terbatas. Tetapi jika etika
sosial dan keagamaan menjadi dasar dari semua karya cipta manusia akan sangat
memungkinkan untuk diterima oleh lebih banyak orang dan lebih abadi. Inilah fungsi
daripada potensi hati nurani dalam diri manusia, yang berfungsi sebagai penyeleksi dan
memberi penerangan pada setiap karya cipta manusia. (Rulam Ahmadi)

http://www.infodiknas.com/daspen1/

Anda mungkin juga menyukai