Menurut Singhvi dan Desai (1971) rentabilitas dan profit margin yang tinggi akan mendorong
para manager untuk memberikan informasi yang lebih rinci sebab mereka ingin meyakinkan
investor terhadap profitabilitas perusahaan dan mendorong kompensasi terhadap managemen.
Nugraheni. dkk. (2002) tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh profitabilitas (return on
assets) terhadap kelengkapan pengungkapan sedangkan Hutami (1999) dalam Marwata (2006)
dan Fitriani (2001) dalam Simanjuntak dan Widiastuti (2004) membuktikan bahwa profitabilitas
mempengaruhi kelengkapan pengungkapan laporan tahunan. Berdasarkan uraian di atas, maka
dapat dikembangkan hipotesis alternatif sebagai berikut:
HA1: Terdapat pengaruh positif antara rasio profitabilitas dengan pengungkapan sukarela dalam
laporan tahunan perusahan.
http://tentangkomputerkita.blogspot.com/2010/01/rasio-profitabilitas.html
Untuk melakukan analisis profitabilitas yang merupakan hasil akhir dari berbagai keputusan dan
kebijakan yang dijalankan perusahaan, diperlukan angka-angka indikator. Analisis profitabilitas ini
memberikan jawaban akhir tentang efektif tidaknya suatu perusahaan. Profitabilitas dapat diukur
melalui kemampuan perusahaan mempertahankan kebijakan deviden yang stabil sementara pada saat
yang sama dapat mempertahankan kenaikan kekayaan pemegang saham dalam perusahaan.
Indikator profitabilitas menurut Brigham dan Gapenski (1994) terdiri dari Margin Laba Atas Penjualan
( Profit Margin on Sales), Basic Earning Power (BEP), Return on Total Assets (ROA) dan Return on
Common Equity (ROE). Menurut buku ini ROE adalah rasio antara laba bersih dengan ekuitas pada
saham biasa atau tingkat pengembalian investasi pemegang saham ( rate of return on stockholder’s
investment).
Pada rumus diatas menunjukkan bahwa dengan meningkatnya laba bersih maka akan meningkat pula
nilai dari ROE jika ekuitasnya tetap. Demikian pula sebaliknya dengan menurunnya laba bersih akan
menurunkan nilai ROE. Menurut Bodie, Kane and Marcus (2002 ) Return on Equity ( ROE ) yang
merupakan perbandingan antara laba bersih dengan ekuitas ini merupakan salah satu dari dua factor
dasar dalam menentukan pertumbuhan tingkat pendapatan perusahaan. Ada dua sisi dalam
menggunakan ROE, kadang-kadang diasumsikan bahwa ROE yang akan datang merupakan perkiraan
dari ROE yang lalu. Tetapi ROE yang tinggi pada masa yang lalu tidak menjamin ROE yang akan datang
masih tetap tinggi. Penurunan ROE merupakan bukti bahwa investasi baru pada perusahaan tersebut
menghasilkan ROE yang lebih rendah dari investasi lama. Hal paling penting dari para analis adalah tidak
perlu menerima nilai historis sebagai indikator dari nilai yang akan datang.
Untuk mengetahui lebih mendalam tentang ROE, para analis menguraikan ROE menjadi beberapa
perbandingan yang sering disebut dengan Du Pont System yang dapat dituliskan sebagai berikut :
Net Profit pretax profit EBIT sales assets
ROE = X X X X
Pretax profit EBIT Sales Assets equity
Dimana :
EBIT = Earning Before Interest and Taxes
Pretax Profit = EBIT – Interest Expense
EBIT / Sales = Profit Margin atau Return on Sales (ROS)
Sales / Assets = Assets Turnover (ATO)
Dari rumus diatas terlihat bahwa ROE berbanding lurus dengan ROS dan ATO. Jika Return on Assets
(ROA) adalah perkalian ROS dengan ATO, maka ROE juga berbanding lurus dengan ROA.
http://chian-vicasson.blogspot.com/2010/03/roe-return-on-equity.html
Rasio Leverage
January 22, 2009 chris'Gallery Leave a comment Go to comments
Ibarat alat pendongkrak, di satu sisi, utang bisa membuat pertumbuhan sebuah perusahaan
menjadi lebih cepat jika dibandingkan dengan hanya mengandalkan modalnya sendiri. Namun,
jika terlalu besar nilainya, utang yang sama juga bisa membuat kondisi keuangan perusahaan
kepayahan atau menjadi tidak sehat. Karenanya, investor perlu mempelajari rasio leverage yang
dimiliki oleh setiap perusahaan.
Rasio leverage menunjukkan berapa besar sebuah perusahaan menggunakan utang dari luar
untuk membiayai operasi maupun ekspansi dirinya. Oh, ya, buat yang belum tahu, leverage
sering diartikan sebagai pendongkrak kinerja perusahaan dan identik dengan utang. Pasalnya,
utang maupun pinjaman memang bisa mendongkrak kinerja perusahaan, ketimbang jika
perusahaan itu hanya mengandalkan kekuatan modalnya sendiri.
Rasio leverage yang pertama adalah rasio utang (debt ratio). Rumusnya: total utang dibagi
dengan total aktiva dan hasilnya dinyatakan dengan persent. Kembali ke contoh PT Ratrinata,
jika total utang Ratrinata Rp 25 miliar sementara total asetnya Rp 100 miliar, artinya rasio
utangnya adalah 25%. Jika rasio utang rata-rata industri barang konsumsi yang digeluti Ratrinata
sudah 40%, artinya rasio utang perusahaan ini termasuk rendah.
Semakin rendah rasio utang, semakin bagus kondisi perusahaan itu. Sebab, artinya hanya
sebagian kecil aset perusahaan yang dibiayai dengan utang.
Buat calon kreditur atau pemberi pinjaman, informasi rasio utang ini juga penting. Sebab,
melalui rasio utang, mereka bisa mengukur seberapa tinggi risiko utang yang diberikan kepada
suatu perusahaan.
Rasio leverage berikutnya adalah rasio utang terhadap modal atau debt to equity ratio (DER).
Rasio ini sebenarnya mirip dengan rasio utang, tapi kita ingin membandingkan total utang
dengan modal sendiri perusahaan itu. Cara menghitungya adalah membagi total utang dengan
total modal dan hasilnya juga dalam persen. Ambil contoh Ratrinata memiliki utang Rp 25
miliar, sementara modalnya Rp 75 miliar. Dengan komposisi seperti ini, debt to equity ratio
Ratrinata adalah 33%.
Semakin rendah DER perusahaan, semakin bagus kondisi perusahaan tersebut. Para analis
menilai, tingkat DER yang aman adalah kurang dari 50%.
http://chrisgallery.wordpress.com/2009/01/22/rasio-leverage/
Leverage Ratio
2. A ratio used to measure a company's mix of operating costs, giving an idea of how changes in output
will affect operating income. Fixed and variable costs are the two types of operating costs; depending on
the company and the industry, the mix will differ.
2. Companies with high fixed costs, after reaching the breakeven point, see a greater increase in
operating revenue when output is increased compared to companies with high variable costs. The
reason for this is that the costs have already been incurred, so every sale after the breakeven transfers
to the operating income. On the other hand, a high variable cost company sees little increase in
operating income with additional output, because costs continue to be imputed into the outputs. The
degree of operating leverage is the ratio used to calculate this mix and its effects on operating income.
Related Terms
Debt Ratio
Debt/Equity Ratio
Degree of Combined Leverage - DCL
Degree Of Operating Leverage - DOL
Deleverage
Derivatives Time Bomb
Interest Coverage Ratio
Leverage
Operating Leverage
Variable Cost
More Related Terms
http://www.investopedia.com/terms/l/leverageratio.asp