Anda di halaman 1dari 10

Indonesia Mampu Prediksi Iklim

By roemasa - Posted on 02 July 2008

Seorang kawan yang sedang melanjutkan studi doktoral di Amerika Serikat beberapa
waktu lalu berkata kepada saya, "Bagaimana nih, Indonesia? Prakiraan cuacanya
kok masih sering salah?" Kawan saya lalu membandingkannya dengan prakiraan
cuaca di Amerika Serikat. Di Amerika, masih kata dia, prakiraan cuacanya 90 persen
benar. Tiap setengah jam sekali, hampir semua channel televisi di sana menayangkan
prakiraan cuaca. Dan kenyataannya, prakiraan itu selalu tepat dan jarang sekali
meleset.

Sebagai peneliti, saya berusaha menjelaskan kepada kawan saya bahwa kemampuan
Indonesia untuk membuat model prakiraan yang tepat memang masih rendah. Di
samping itu, dinamika atmosfer di wilayah Indonesia memang lebih sulit diprediksi
dibandingkan negara-negara di lintang menengah atau tinggi. Model atmosfer yang
dikembangkan selama ini di Indonesia pun sebenarnya berasal dari model atmosfer
dari negara-negara beriklim sedang. Model tersebut kurang mampu
merepresentasikan (mewakili) parameter-parameter di khatulistiwa yang sangat
dinamis seperti Indonesia. Akibatnya, model tersebut memiliki banyak sekali
kelemahan dan kurang bisa menggambarkan kondisi sebenarnya dari atmosfer
Indonesia. Tapi, kawan saya tampaknya kurang puas dengan jawaban saya. Ia pun
berujar, "kalau begitu, ya harus buat model cuaca dan iklim yang bagus. Supaya
prediksinya nggak salah terus."

Kenapa Prediksi Iklim?Prediksi iklim mengacu pada rangkaian aktivitas yang


dilakukan untuk menghasilkan sekumpulan informasi mengenai kondisi iklim (dan
unsur-unsurnya) di masa mendatang. Informasi ini berguna dalam banyak hal.
Misalnya saja, para petani sangat membutuhkan informasi mengenai prakiraan musim
hujan agar mereka dapat memersiapkan masa tanam padi dengan lebih baik. Informasi
dini mengenai terjadinya badai di lautan sangat bermanfaat bagi para nelayan, para
nakhoda, dan juga para turis atau pelancong yang sedang berwisata.

Dengan demikian, informasi cuaca ekstrim juga dibutuhkan untuk sektor pariwisata,
perikanan, pelayaran. Penerbangan juga sangat membutuhkan informasi cuaca. Hal ini
karena perjalanan pesawat di udara sangat sensitif terhadap gejala cuaca seperti badai,
awan, asap, dan sejenisnya. Pilot yang menerbangkan pesawat perlu tahu keadaan
cuaca seperti kecepatan dan arah angin bertiup, awan, hujan, badai guruh, angin
kabur, asap kebakaran hutan, debu letusan gunung, dan sebagainya.

Itulah sebabnya di tiap bandara terdapat stasiun meteorologi yang berguna untuk
memantau cuaca dan memberikan informasi yang diperlukan penerbangan. Bidang
lain yang membutuhkan informasi atau prediksi cuaca dan iklim antara lain:
perkebunan, kehutanan, pembangunan gedung, penataan wilayah, dan kesehatan.
Selain itu, yang tak kalah pentingnya, prediksi iklim juga sangat berguna untuk
melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap pemanasan global (global warming).

Dengan melakukan prediksi iklim secara tepat, kita akan memiliki skenario perubahan
iklim selama tiga puluh tahun ke depan atau hingga beratus-ratus tahun ke depan. Kita
dapat memperkirakan dampak perubahan iklim dan menghitung besar kerugiannya
terhadap negara kepulauan Indonesia. Sehingga kita dapat merancang suatu gerakan
terintegrasi untuk mengantisipasi dan mengurangi resiko dari dampak perubahan
iklim tersebut.

Iklim dan Cuaca

Cuaca dan iklim merupakan dua hal yang berbeda. Cuaca merupakan salah satu
variabel yang menentukan kondisi iklim. Cuaca adalah keadaan rata-rata udara pada
periode waktu sesaat (harian, jam-an). Iklim adalah keadaan rata-rata cuaca pada
periode waktu tertentu (bulanan, tahunan). Pengamatan mengenai iklim, agar dapat
diperoleh data yang tepat untuk prediksi, dilakukan selama periode waktu tiga puluh
tahunan. Dengan data yang panjang itulah kita dapat menyebut bahwa Indonesia
beriklim monsun tropis.

Faktor Pengontrol Iklim

Faktor-faktor yang mempengaruhi iklim ada dua yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang merupakan elemen iklim dan bersifat
relatif tetap. Faktor internal secara langsung mempengaruhi kondisi iklim dan
menentukan pembagian iklim dunia, seperti: posisi matahari, distribusi lautan dan
daratan, daerah tekanan tinggi dan daerah tekanan rendah, angin dan massa udara,
tinggi tempat, barisan pegunungan, arus laut, badai.

Sementara itu, faktor internal yang berpengaruh langsung terhadap tipe atau variasi
iklim adalah suhu udara, curah hujan, tekanan udara, arah dan kecepatan angin,
kelembaban udara, lamanya penyinaran dan intensitas radiasi matahari, penguapan.
Faktor eksternal adalah faktor di luar elemen iklim yang terjadi karena proses
aktivitas alami (semburan vulkanik, ledakan di permukaan matahari, El Nino, La
Nina, MJO, ENSO, siklon tropis) maupun non-alami (pencemaran udara, perubahan
tata guna lahan).

Informasi Iklim

Informasi mengenai iklim dengan demikian merupakan sekumpulan informasi yang


merangkum atau menjelaskan faktor-faktor pengontrol iklim seperti di atas. Informasi
iklim dapat berupa suhu (temperatur) udara, tekanan udara, arah dan kecepatan angin,
curah hujan, musim (monsun), El Nino, La Nina, MJO, ENSO, siklon tropis, dan
sebagainya. Informasi tersebut dapat diberikan secara berkala (mingguan, bulanan,
tahunan), selalu diperbarui (update), dan saat itu juga (real time). Media yang paling
tepat untuk menghimpun informasi tersebut adalah website. Meskipun tak menutup
kemungkinan jika informasi itu juga disebarkan ke berbagai media massa seperti
koran, televisi, juga radio.

Daerah Konvergensi Antar Tropik (DKAT)


Apa yang dimaksud dengan DKAT? DKAT adalah suatu zona atau wilayah yang
memiliki suhu tertinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Oleh sebab itu,
daerah ini disebut juga Equator Thermal. Letaknya selalu bergerak setiap 14 hari,
yaitu bergeser dari utara ke selatan dan sebaliknya pada 23,5( LU - 23,5( LS.
Suhu yang tinggi mengakibatkan penguapan yang banyak sehingga mengakibatkan
daerah ini memiliki kelembaban yang tinggi. Hal ini dapat menimbulkan hujan zenit
atau hujan konveksi.

Indonesia yang secara astronomis dan geografis memungkinkan adanya penguapan


yang banyak, maka memungkinkan banyak terjadi hujan zenit. Oleh karena itu pada
musim kemarau juga masih banyak terjadi hujan, sehingga tidak ada batas yang jelas
antara musim kemarau dan penghujan.

Gambar 19: DKAT bergerak ke utara menurut Schmidt The Gambar 20: DKAT bergerak ke selatan menurut Schmidt
Hopen-Schmidt The Hopen-Schmidt

Pada gambar di atas nampak bahwa garis-garis yang menunjukkan letak DKAT tiap
bulan itu, bukan garis-garis lurus, sebagai akibat dari bahan muka bumi Indonesia
yang tidak homogen. Seperti bahan muka bumi Indonesia sebagian terdiri dari daratan
kering, rawa-rawa, dan lautan. Dampak pemanasan bahan muka bumi yang berbeda-
beda, mengakibatkan daerah terpanas di muka bumi tidak terletak pada garis lurus.

Pada gambar tersebut menunjukkan pula persebaran suhu rata-rata tiap pertengahan
bulan di wilayah Indonesia. Pada bulan Juni, Juli, Agustus dan September equator
thermal atau DKAT, yaitu jalur muka bumi dengan suhu rata-rata tertinggi tidak
terdapat di Indonesia. Baru pada bulan Oktober DKAT itu nampak di ujung utara
Kepulauan Riau, Sumatera Utara, kemudian secara berangsur bergerak ke selatan
sesuai gerak sinar matahari.

Pada bulan November dan Desember, DKAT sepenuhnya berada di pulau Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi bagian utara, dan pulau-pulau lainnya yang terletak di antara
khatulistiwa.

Pada bulan Januari, DKAT berada di pulau Jawa, sedangkan pada bulan Februari di
selatan kepulauan Indonesia. Setelah bulan April DKAT ada lagi di sebelah utara
kepulauan Indonesia.

Dengan demikian, pulau Sumatera dilintasi DKAT sebanyak ( 5 bulan; Jawa, Bali,
NTB, NTT ( 2 bulan; Kalimantan ( 4 bulan; Sulawesi ( 3 bulan, Irian Jaya, Maluku
11/2 bulan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat DKAT adalah sebagai
berikut:
1) Suhu tinggi;
2) Penguapan besar
3) Sering terjadi hujan zenit atau hujan konveksi.

Jika Anda sudah mengerti betul tentang isi modul kegiatan 2, maka silakan Anda
jawab pertanyaan-pertanyaan tugas kegiatan 2 berikut. Tulis nomor kode GEO. I. 3.
09, Tugas Kegiatan 2 di buku latihan Anda. Namun, jika Anda masih belum jelas,
cobalah pelajari kembali sampai Anda benar-benar paham. Selanjutnya baru Anda
jawab pertanyaan-pertanyaan tugas kegiatan 2 tersebut.

Pola Gerakan Udara | Pengaruh Gerakan Udara bagi Kehidupan | Perbedaan Angin
Siklon dan Anti Siklon | Daerah

Pengertian Angin
Angin yaitu udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga karena
adanya perbedaan tekanan udara(tekanan tinggi ke tekanan rendah) di sekitarnya.
Angin merupakan udara yang bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah atau dari
suhu udara yang rendah ke suhu udara yang tinggi.

Sifat Angin
Apabila dipanaskan, udara memuai. Udara yang telah memuai menjadi lebih ringan
sehingga naik. Apabila hal ini terjadi, tekanan udara turun kerena udaranya berkurang.
Udara dingin disekitarnya mengalir ke tempat yang bertekanan rendah tadi. Udara
menyusut menjadi lebih berat dan turun ke tanah. Diatas tanah udara menjadi penas
lagi dan naik kembali. Aliran naiknya udara panas dan turunnya udara dingin ini
dinamanakan konveksi.

Terjadinya Angin
Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara atau perbedaan suhu udara pada
suatu daerah atau wilayah. Hal ini berkaitan dengan besarnya energi panas matahari
yang di terima oleh permukaan bumi. Pada suatu wilayah, daerah yang menerima
energi panas matahari lebih besar akan mempunyai suhu udara yang lebih panas dan
tekanan udara yang cenderung lebih rendah. Perbedaan suhu dan tekanan udara akan
terjadi antara daerah yang menerima energi panas lebih besar dengan daerah lain yang
lebih sedikit menerima energi panas, yang berakibat akan terjadi aliran udara pada
wilayah tersebut.

Alat-alat untuk mengukur angin antara lain:


1. Anemometer, adalah alat yang mengukur kecepatan angin.
2. Wind vane, adalah alat untuk mengetahui arah angin.
3. Windsock, adalah alat untuk mengetahui arah angin dan memperkirakan besar
kecepatan angin. Yang biasanya banyaditemukan di bandara – bandara.

Jenis Angin
Angin secara umum diklasifikasikan menjadi 2 yaitu angin lokal dan angin musim.
* Angin lokal 3 macam yaitu :
1. Angin darat dan angin laut Angin ini terjadi di daerah pantai.
angin laut terjadi pada siang hari daratan lebih cepat menerima panas dibandingkan
dengan lautan. Angin bertiup dari laut ke darat. Sebaliknya, angin darat terjadu pada
malam hari daratan lebih cepat melepaskan panas dibandingkan dengan lautan.
Daratan bertekanan maksimum dan lautan bertekanan minimum. Angin bertiup dari
darat ke laut.

2. Angin lembah dan angin gunung


Pada siang hari udara yang seolah-olah terkurung pada dasar lembah lebih cepat panas
dibandingkan dengan udara di puncak gunung yang lebih terbuka (bebas), maka udara
mengalir dari lembah ke puncak gunung menjadi angin lembah. Sebaliknya pada
malam hari udara mengalir dari gunung ke lembah menjadi angin gunung.

3. Angin Jatuh yang sifatnya kering dan panas


Angin Fohn atau Angin jatuh ialah angin jatuh bersifatnya kering dan panas terdapat
di lereng pegunungan Alpine. Sejenis angin ini banyak terdapat di Indonesia dengan
nama angin Bahorok (Deli), angin Kumbang (Cirebon), angin Gending di Pasuruan
(Jawa Timur), dan Angin Brubu di Sulawesi Selatan).

* Angin musim ada 5 macam yaitu :


1. Angin Passat
Angin passat adalah angin bertiup tetap sepanjang tahun dari daerah subtropik menuju
ke daerah ekuator (khatulistiwa). Terdiri dari Angin Passat Timur Laut bertiup di
belahan bumi Utara dan Angin Passat Tenggara bertiup di belahan bumi Selatan.
Di sekitar khatulistiwa, kedua angin passat ini bertemu. Karena temperatur di daerah
tropis selalu tinggi, maka massa udara tersebut dipaksa naik secara vertikal
(konveksi). Daerah pertemuan kedua angin passat tersebut dinamakan Daerah
Konvergensi Antar Tropik (DKAT). DKAT ditandai dengan temperatur yang selalu
tinggi. Akibat kenaikan massa udara ini, wilayah DKAT terbebas dari adanya angin
topan. Akibatnya daerah ini dinamakan daerah doldrum (wilayah tenang).

2. Angin Anti Passat


Udara di atas daerah ekuator yang mengalir ke daerah kutub dan turun di daerah
maksimum subtropik merupakan angin Anti Passat. Di belahan bumi Utara disebut
Angin Anti Passat Barat Daya dan di belahan bumi Selatan disebut Angin Anti Passat
Barat Laut. Pada daerah sekitar lintang 20o - 30o LU dan LS, angin anti passat
kembali turun secara vertikal sebagai angin yang kering. Angin kering ini menyerap
uap air di udara dan permukaan daratan. Akibatnya, terbentuk gurun di muka bumi,
misalnya gurun di Saudi Arabia, Gurun Sahara (Afrika), dan gurun di Australia.

Di daerah Subtropik (30o – 40o LU/LS) terdapat daerah “teduh subtropik” yang
udaranya tenang, turun dari atas, dan tidak ada angin. Sedangkan di daerah ekuator
antara 10o LU – 10o LS terdapat juga daerah tenang yang disebut daerah “teduh
ekuator” atau “daerah doldrum”
3. Angin Barat
Sebagian udara yang berasal dari daerah maksimum subtropis Utara dan Selatan
mengalir ke daerah sedang Utara dan daerah sedang Selatan sebagai angin Barat.
Pengaruh angin Barat di belahan bumi Utara tidak begitu terasa karena hambatan dari
benua. Di belahan bumi Selatan pengaruh angin Barat ini sangat besar, tertama pada
daerah lintang 60o LS. Di sini bertiup angin Barat yang sangat kencang yang oleh
pelaut-pelaut disebut roaring forties.

4. Angin Timur
Di daerah Kutub Utara dan Kutub Selatan bumi terdapat daerah dengan tekanan udara
maksimum. Dari daerah ini mengalirlah angin ke daerah minimum subpolar (60o
LU/LS). Angin ini disebut angin Timur. Angin timur ini bersifat dingin karena berasal
dari daerah kutub.

5. Angin Muson (Monsun)


Angin muson adalah angin yang berhembus secara periodik (minimal 3 bulan) dan
antara periode yang satu dengan yang lain polanya akan berlawanan yang berganti
arah secara berlawanan setiap setengah tahun. Umumnya pada setengah tahun
pertama bertiup angin darat yang kering dan setengah tahun berikutnya bertiup angin
laut yang basah. Pada bulan Oktober – April, matahari berada pada belahan langit
Selatan, sehingga benua Australia lebih banyak memperoleh pemanasan matahari dari
benua Asia. Akibatnya di Australia terdapat pusat tekanan udara rendah (depresi)
sedangkan di Asia terdapat pusat-pusat tekanan udara tinggi (kompresi). Keadaan ini
menyebabkan arus angin dari benua Asia ke benua Australia. Di Indonesia angin ini
merupakan angin musim Timur Laut di belahan bumi Utara dan angin musim Barat di
belahan bumi Selatan. Oleh karena angin ini melewati Samudra Pasifik dan Samudra
Hindia maka banyak membawa uap air, sehingga pada umumnya di Indonesia terjadi
musim penghujan.

Musim penghujan meliputi seluruh wilayah indonesia, hanya saja persebarannya tidak
merata. makin ke timur curah hujan makin berkurang karena kandungan uap airnya
makin sedikit.

Pada bulan April-Oktober, matahari berada di belahan langit utara, sehingga benua asi
lebih panas daripada benua australia. Akibatnya, di asia terdapat pusat-pusat tekanan
udara rendah, sedangkan di australia terdapat pusat-pusat tekanan udara tinggi yang
menyebabkan terjadinya angin dari australia menuju asi. Di indonesia terjadi angin
musim timur di belahan bumi selatan dan angin musim barat daya di belahan bumi
utara. Oleh kerena tidak melewati lautan yang luas maka angin tidak banyak
mengandung uap air oleh karena itu pada umumnya di indonesia terjadi musim
kemarau, kecuali pantai barat sumatera, sulawesi tenggara, dan pantai selatan irian
jaya. Antara kedua musim tersebut ada musim yang disebut musim pancaroba
(peralihan), yaitu : Musim kemareng yang merupakan peralihan dari musim
penghujan ke musim kemarau, dan musim labuh yang merupakan peralihan musim
kemarau ke musim penghujan. Adapun ciri-ciri musim pancaroba yaitu: Udara terasa
panas, arah angin tidak teratur dan terjadi hujan secara tiba-tiba dalam waktu singkat
dan lebat.

Klasifikasi Iklim

Mei 2, 2007 — La An

Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar
dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan
curah hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan
atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan.
Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai
landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan
secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut
(Lakitan, 2002).

Thornthwaite (1933) dalam Tjasyono (2004) menyatakan bahwa tujuan klasifikasi


iklim adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang
benar-benar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar
matahari, atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk
tujuan khusus.

Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian


sebagai petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di Indonesia sering ditekankan
pada pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya pertanian. Pada daerah tropik suhu
udara jarang menjadi faktor pembatas kegiatan produksi pertanian, sedangkan
ketersediaan air merupakan faktor yang paling menentukan dalam kegiatan budidaya
pertanian khususnya budidaya padi.

Variasi suhu di kepulauan Indonesia tergantung pada ketinggian tempat


(altitude/elevasi), suhu udara akan semakin rendah seiring dengan semakin tingginya
ketinggian tempat dari permukaan laut. Suhu menurun sekitar 0.6 oC setiap 100 meter
kenaikan ketinggian tempat. Keberadaan lautan disekitar kepulauan Indonesia ikut
berperan dalam menekan gejolak perubahan suhu udara yang mungkin timbul
(Lakitan, 2002). Menurut Hidayati (2001) karena Indonesia berada di wilayah tropis
maka selisih suhu siang dan suhu malam hari lebih besar dari pada selisih suhu
musiman (antara musim kemarau dan musim hujan), sedangkan di daerah sub tropis
hingga kutub selisih suhu musim panas dan musim dingin lebih besar dari pada suhu
harian. Kadaan suhu yang demikian tersebut membuat para ahli membagi klasifikasi
suhu di Indonesia berdasarkan ketinggian tempat.

Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu
maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi
kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah
Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan
menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002). Tjasyono (2004)
mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim
dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim,
dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi
menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam
pengklasifikasian iklim.

Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah
digunakan di Indonesia antara lain adalah:

a. Sistem Klasifikasi Koppen


Koppen membuat klasifikasi iklim berdasarkan perbedaan temperatur dan curah
hujan. Koppen memperkenalkan lima kelompok utama iklim di muka bumi yang
didasarkan kepada lima prinsip kelompok nabati (vegetasi). Kelima kelompok iklim
ini dilambangkan dengan lima huruf besar dimana tipe iklim A adalah tipe iklim
hujan tropik (tropical rainy climates), iklim B adalah tipe iklim kering (dry climates),
iklim C adalah tipe iklim hujan suhu sedang (warm temperate rainy climates), iklim
D adalah tipe iklim hutan bersalju dingin (cold snowy forest climates) dan iklim E
adalah tipe iklim kutub (polar climates) (Safi’i, 1995).

b. Sistem Klasifikasi Mohr

Klasifikasi Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah
hujan, dari hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian bulan dalam kurun
waktu satu tahun dimana keadaan yang disebut bulan basah apabila curah hujan
>100 mm per bulan, bulan lembab bila curah hujan bulan berkisar antara 100 – 60
mm dan bulan kering bila curah hujan < 60 mm per bulan (Anon, ?).

c. Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson

Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto, dkk (2000)
penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak digunakan
untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan
pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan
kering klsifikasi iklim Mohr. Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah (X)
dalam klasifikasian iklim Schmidt-Ferguson dilakukan dengan membandingkan
jumlah/frekwensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan ( åf )
dengan banyaknya tahun pengamatan (n) (Anon, ? ; Safi’i, 1995).

Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di tipe
iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis vegetasinya
adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan
tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman
yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis
vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya hutan
savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim G (sangat
kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis
vegetasinya adalah padang ilalang (Syamsulbahri, 1987).
Table Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson

d. Sistem Klasifikasi Oldeman

Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan
air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan
jumlah bulan basah yang berlansung secara berturut-turut.

Oldeman, et al (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi


adalah 150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan,
dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk
mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar
220 mm/bulan, sedangkan untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija
diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan, sehingga menurut Oldeman suatu
bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari
200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100
mm.

Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang


digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalan satu tahun dipandang
optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat
melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak
dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Tjasyono, 2004).

Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan
pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam
setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering
berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu
zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E sedangkan pemberian nama sub zone
berdasarkana angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5.
Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat
ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen
dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm
per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi
satu kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi
yang baik. (Oldeman, et al., 1980)

Tabel Klasifikasi iklim menurut Oldeman

Anda mungkin juga menyukai