Anda di halaman 1dari 2

Metode Menulis Piramida Terbalik 5W + 

1H
PALING PENTING

PENTING

KURANG PENTING

5W+1H

Mengapa kedua hal ini disebut sebagai dasar menulis bagi wartawan. Kedua teknik ini juga bisa, dan
memang efektif, dipakai oleh penulis non-wartawan, termasuk bloger.

Salah satu ciri khas tulisan jurnalistik, seperti berita di suratkabar, adalah padat dan informatif, bukan
bertele-tele apalagi berputar-putar. Sebab itulah dibuat formula “piramida terbalik” dan rumus 5W+1H;
dengan begitu pembaca bisa memahami tulisan dengan lebih mudah..

Piramida terbalik

Artikel berbentuk berita memiliki struktur unik: Inti informasi ditulis pada alinea awal [disebut sebagai
"lead" atau "teras berita"; biasanya satu hingga dua paragraf], data-data penting menyusul pada alinea-
alinea selanjutnya, lalu penjelasan tambahan, dan diakhiri dengan informasi lain yang bukan bersifat
informasi utama. Inilah yang disebut sebagai piramida terbalik.

Bagi pembaca sebuah artikel, piramida terbalik memudahkannya menangkap inti cerita, sebab informasi
yang paling pokok langsung dibeberkan sejak alinea-alinea awal. Sementara bagi redaktur di meja
redaksi, piramida terbalik juga memberi keuntungan. Yaitu ketika sebuah artikel harus diperpendek
karena kolom terbatas sementara waktu [deadline] sudah mepet, maka redaktur tinggal memotong bagian
bawah. Kalimat-kalimat yang dibuang itu tidak akan mengurangi makna artikel, asalkan ditulis dalam
bentuk piramida terbalik.

Suatu ketika aku iseng-iseng bertanya pada seorang wartawan yang sudah 20 tahun lebih menulis di
sebuah koran besar, dan sering disebut sebagai wartawan senior.

“Apa yang dimaksud dengan nilai berita?” tanyaku.

“5W dan 1H,” jawabnya.

Aku kaget bukan kepalang. Karena, jawabannya salah.

5W+1H adalah unsur berita, bukan nilai berita. Sementara nilai berita adalah elemen-elemen yang
membuat sebuah peristiwa atau percakapan layak disebut sebagai berita — hal ini akan kutulis pada
kesempatan lain. Sekarang aku hanya ingin menulis soal unsur berita 5W+1H.

Itu adalah singkatan dari “what, who, when, where, why, how,” yang dalam bahasa Indonesia menjadi
“apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, bagaimana.” Semua unsur inilah yang harus terkandung dalam
sebuah artikel biasa atau berita biasa. Aku sengaja memakai istilah “artikel biasa” karena dalam karya
tulis bentuk lain, seperti feature dan esai, tidak semua unsur 5W+1H harus dipenuhi.
Memasukkan keenam unsur ini ke dalam tulisan adalah mudah, sama saja ketika kita berbicara secara
lisan dengan seseorang. Misalkan engkau baru tiba di kantor lalu bercerita pada rekanmu tentang
kecelakaan yang kaulihat di jalan. “Waduh, lo tahu nggak, tadi tuh, sekitar pukul 7 [KAPAN], dekat
lampu merah Jalan SM Raja [DI MANA], ada kecelakaan langsung terjadi di depan mata gua. Satu mobil
sedan nabrak motor [APA]. Sopirnya [SIAPA] nggak apa-apa, tapi yang punya motor [SIAPA] tewas di
tempat. Yang salah sih si korban. Gua sempat lihat, dia nggak peduli lampu merah, malah dia tancap gas
motornya. Nah, waktu menerobos lampu merah itu, mobil sedan dari arah kanan juga sedang kencang, dia
ketabrak dan jatuh, kepalanya berdarah [BAGAIMANA]. Kasihan banget. Gua sempat berhentikan motor
gua, lalu bantu geser motor korban. Nggak lama polisi datang. Menurut polisi, ternyata motor dia tuh lagi
putus rem [MENGAPA]. Padahal tadi sempat gua kira dia sengaja ngebut.”

Cerita di atas sudah cukup jelas. Kawanmu pasti paham apa sebenarnya inti dari ceritamu. Tapi coba
bayangkan apabila salah satu unsur cerita itu tidak kausebutkan, misalnya unsur DI MANA, pasti
kawanmu akan bertanya-tanya, “Lo gimana sih, dari tadi asyik cerita tabrakan tapi nggak bilang di mana
tempat kejadiannya.” dikutif

CONTOH BERITA:

Kredit Untuk Mahasiswa


Kuliah Sekarang, Bayarnya Setelah Kerja!
Kamis, 5 Agustus 2010 | 13:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kredit atau pinjaman lunak untuk membiayai uang kuliah dianggap
penting dan bisa dipertimbangkan untuk kebutuhan jangka panjang perguruan tinggi dalam mendapatkan
mahasiswa berkualitas. Cara ini dianggap dapat memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa-
siswi setingkat SMA/sederajat untuk mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan tinggi.
Kewajiban membayar pinjaman dimulai setelah mahasiswa lulus dan bekerja, yang dapat dicicil 11
sampai 14 tahun. Untuk mendapatkan pinjaman, calon mahasiswa diseleksi dulu.
-- Stefanus Aryawan
Demikian diungkapkan Direktur Siswa Bangsa Stefanus Aryawan kepada Kompas.com di Jakarta, Kamis
(5/8/2010), terkait persoalan mengatasi mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi namun memiliki
kemampuan akademis tinggi untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.
Melalui program Dana Siswa Bangsa, Siswa Bangsa memberikan pinjaman lunak jangka panjang untuk
pendidikan kepada para mahasiswa di sekolah-sekolah tinggi yang berada di bawah naungan Putera
Sampoerna Foundation (PSF), yaitu Sampoerna School of Business (SSB) dan Sampoerna School of
Education (SSE).
Adapun jurusan yang terdapat di SSB antara lain adalah Manajemen dan Akuntansi, sedangkan di SSE
adalah Matematika dan Bahasa Inggris. Tahun ini, kata Stefanus, sebanyak 75 mahasiswa SSE dan 75
mahasiswa SSB telah mengambil kesempatan ini.
Besarnya pinjamannya 300 juta (rupiah) untuk SSB dan 169 juta (rupiah) untuk SSE. Pinjaman ini
diberikan kepada mahasiswa selama empat tahun masa studi mereka, tutur Stefanus.
Selama masa studi tersebut, mahasiswa tidak dibebani biaya apa pun yang berkaitan dengan kegiatan
wajib maupun ekstrakurikuler, bahkan pelatihan-pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan mereka. Semua biaya, kata dia, akan ditanggung dan dibayarkan langsung ke sekolah tinggi
masing-masing tanpa melalui mahasiswa.
Kewajiban membayar pinjaman dimulai setelah mahasiswa lulus dan bekerja, yang dapat dicicil 11
sampai 14 tahun. Dan untuk mendapatkannya, mereka diseleksi ketat, baik secara akademis maupun
kondisi perekonomiannya, terangnya.

Anda mungkin juga menyukai