Bahkan Kwik Kian Gie, Menko Perekonomian di masa Presiden Abdurrahman Wahid yang mengecam para ekonom
neoliberal itu, mengatakan secara blak-blakan:
“Dalam setiap jaman selalu ada saja pengkhianat bangsa, komprador dan kroni yang dengan bangga dan dengan senang
hati menyediakan dirinya untuk melayani kepentingan kekuatan-kekuatan global ketimbang membela kepentingan
rakyatnya sendiri. Dalam bidang ekonomi, kelompok ini sangat kuat karena mereka berkesempatan membangun jaringan
nasional maupun internasional. Mereka adalah mafia berkeley. ... Mereka menjadi pemegang kendali mutlak selama jaman
orde baru. Dalam era pemerintahan Abdurrahman Wahid, mereka melekatkan diri melalui pembentukan berbagai dewan
penasihat, tim asistensi dan sebagainya yang disponsori dan dipaksakan kepada Abdurrahman Wahid oleh kekuatan-
kekuatan internasional. Dalam era pemerintahan Megawati, mereka bahkan mengendalikan banyak Eselon I dan II dari
semua departemen dengan organisasi tanpa bentuk yang rapi bagaikan kabinet. Para angggotanya tidak patuh kepada
Presiden Megawati, tetapi kepada Presidennya sendiri yang dilengkapi dengan para Menteri tanpa bentuk pula, tetapi de
facto yang berkuasa atas bagian-bagian penting dari birokrasi resmi. Bagaimana caranya? Slogan para komprador itu
adalah bahwa nasionalisme sudah mati dan tidak relevan lagi dengan arus globalisasi yang semakin hari semakin deras.
Doktrin mereka adalah bahwa Indonesia harus menjadi bagian dari borderless world, tidak boleh memasang pagar apapun
juga untuk melindungi dirinya sendiri. Sistem lalu lintas devisa haruslah bebas mengambang total, BUMN harus dijual
kepada swasta, sebaiknya swasta asing, karena hanya merekalah yang mampu mengurus perusahaan. Pendeknya liberalisasi
total, globalisasi total, dan asingisasi total.
Arthur MacEwan, “The Greed Fallacy”, September 18, 2008, dalam http://www.dollarsandsense.org/blog/
Lihat Walden Bello, U-20: Will the Global Economy Resurface? A Perspective on the G-20 “Solution” to the Global Financial
Crisis, dalam website global research, http://www.globalresearch.ca/index.php?context=va&aid=13004
Brown to urge G20 to fight protectionists, AFP, dalam Lihat dalam Eric Toussaint, Your Money or Your Life: The Tiranny of
Global Finance, Pluto Press, 1999, hlm. 178-182; Sritua Arief, Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan, CIDES, 1998, hlm. 36-39.
Susan George, “A Short History of Neoliberalism”, dalam Walden Bello, Nicola Bullard, Kamal Malhotra (ed.), Global Finance:
New Thinking on Regulating Speculative Capital Markets, Zed Books, 2000, hlm. 28-29.
Ted Wheelwright, “How neo-Liberal Ideology Triumphed”, Third World Resurgence, No. 99/1998, hlm. 11-12.
Susan George, Ibid., hlm. 29-31.
“Bernard Madoff arrested over alleged $50 billion fraud”, oleh Edith Honan, Dan Wilchins Edith Honan dan Dan Wilchins – Fri
Dec 12, 12:40 am ET Reuters, di http://news.yahoo.com/s/nm/20081212/bs_nm/us_madoff_arrest
Prof. Mubyarto, Semangat Sumpah Pemuda Menggugat Budaya NeoLiberal, Jurnal Ekonomi Rakyat, dalam
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_20/artikel_2.htm diakses tanggal 18 Mei 2006
Kwik Kian Gie, “Membangun Kekuatan Nasional untuk Kemandirian Bangsa’, tulisan dalam rangka memperingati 100 tahun Bung
Hatta, 19 Agustus 2002, hlm. 4.