Anda di halaman 1dari 21

Notulensi Seminar Manajemen Pengetahuan untuk

Kerja-Kerja Gerakan
Jumat, 26 Agustus 2005
Gedung Diknas C lt.3 ruang sidang

Sesi I

Pembicara:
1. Putu Laxman Pendit (Akademisi, Praktisi KM, Inisiatif Manajemen
Pengetahuan Indonesia)
2. Hendro Wicaksono (Praktisi, Perpustakaan Depdiknas, Asosiasi Pekerja
Informasi)
3. Atikah Nuraini (Praktisi, Komnas HAM)

Moderator : Harkrisyati Kamil

Pembukaan oleh moderator:

Acara ini merupakan kerjasama antara Perpustakaan Depdiknas, IMPI, Komnas


HAM, Sekitarkita dan British Council.
Tujuan seminar untuk menciptakan forum bertukar pendapat dan pikiran antar teman-
teman LSM mengenai apa itu KM dan bagaimana perkembangannya di Indonesia,
serta bagaimana KM mendukung LSM. Peserta yang diundang sekitar 30 lembaga.

Pembicara I - Putu Laxman Pendit:

[Memperkenalkan diri] Bekerja sebagai pengajar di FIB-UI jurusan Ilmu


perpustakaan, latar belakang pendidikan Komunikasi Massa kemudian mendalami
information and library studies di Inggris dan terakhir di Australia, mendalami kajian
bagaimana sistem informasi untuk pengembangan pengetahuan yang mempengaruhi
jasa dan layanan publik. Dari situ pendalaman konsep-konsep pengetahuan kedalam
berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan komersial dan sosial termasuk
pemerintahan. Bersama beberapa aktivis lain mendirikan IMPI (Inisiatif Manajemen
Pengetahuan Indonesia) tahun 1999, bersifat informal yang bertujuan berbagi
pengetahuan yang berhubungan dengan KM, atau Knowledge Management, dan
sekarang membahas apa dan bagaimana KM yang berkaitan dengan kerja jaringan.

Unsur-unsur dari KM bisa dikaitkan dengan pekerjaan komersial, sosial dan


pemerintahan. Yang selama ini sering dipahami masyarakat umum adalah bahwa KM
berhubungan dengan bisnis, tetapi sebetulnya KM berlaku disegala organisasi selama
lembaga atau institusi menggunakan pengetahuan, dan tidak ada organisasi atau
lembaga yang tidak menggunakan pengetahuan dalam bekerja atau beraktivitas. Jadi
selama pengetahuan itu ada, selama itu prinsip-prinsip KM berlaku

Yang menjadi lingkup dan kepedulian soal KM :


1. Modal sosial atau social capital dan modal intelektual
2. Praktik dan proses
3. Perubahan dan inovasi
4. Pengetahuan, informasi dan data
5. Manajemen informasi dan KM atau knowledge management

Hal ini dipengaruhi oleh teknologi informatika, tetapi KM bukan teknologi itu sendiri.
KM, teknologi informatika yang dimaksud yaitu komputer, jaringan, telekomunikasi
dan sebagainya.

Modal intelektual pengetahuan dapat dilihat sebagai ciri manusia yang memiliki
pengetahuan. Sebagai pribadi, kita menyimpan hal-hal yang kita ketahui, termasuk
pengetahuan tentang alamat dan sebagainya, yang disimpan secara ekplisit, termasuk
di komputer. Pengetahuan diubah bentuknya menjadi eksplisit dan disimpan. Sebagai
pribadi juga mempunyai pengetahun yang tacid yang tidak bisa dilihat dan diketahui
ketika kita bicara. Itu mengandung aspek-aspek artistik, estetik dan teknis yang
disimpan dalam kepala. Selama ini orang berpikir bahwa pengetahuan yang kolektif
adalah yang hanya eksplisit bentuknya seperti yang tersimpan di perpustakaan dalam
bentuk jurnal, laporan atau dokumen. Tapi sebetulnya ada juga yang bentuknya tacid,
yang tidak terlihat dan kolektif seperti orang yang main bola, misal kesebelasan
Manchester United atau MU, ketika bermain bola mereka menggunakan pengetahuan
tacid kolektif. Para pemain ini menyerang, menggiring bola, tanpa perlu bertukar
catatan, telpon-telponan atau SMS, tapi secara tacid sudah tahu mau mengirim bola
kemana. Persoalannya bagaimana mengelola empat ini (tacid personal, tacid kolektif
ekplisit personal dan eksplisit kolektif) yang menjadi perhatian dari KM?

KM tidak hanya berurusan dengan disket, buku atau internet ata tehnologi tapi juga
perilaku-perilaku sosial yang nanti dibahas bersama. Pengetahuan juga tidak diam,
sudah ada dari sananya. Sebagian besar pengetahuan bentuknya tidak tetap, karena
ada pertemuan serta perubahan pengetahuan misalnya dari tacid menjadi tacid, tacit
menjadi eksplisit. Kalau pengetahuan ini dipertukarkan namanya sosialisasi, tapi
kalau yang tacid dicatat dan direkam berubah menjadi ekplisit. Sosialisasi serta
pencatatan tersebut disebut eksternalisasi pengetahuan. Pengetahuan yang disimpan
bersama-sama disebut pengetahuan kolektif dimana bentuknya ekplisit. Kalau
diletakkan di internet dan terjadi kombinasi dengan pengetahuan eksplisit orang lain
maka disebut proses internalisasi. Proses internalisasi juga terjadi ketika pengetahuan
dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Jadi pengetahuan tidak pernah berhenti, tidak
diam di perpustakaan. Keseluruhan proses perubahan pengetahuan inilah yang harus
dikelola. Inilah inti dari pekerjaan KM. Pekerjaan dokumentasi harus mencakup
empat aspek ini, demikian pula prosesnya.

Pengetahuan itu tercipta, bukan dibeli, itu prinsip lain yang harus dipahami. Tidak ada
pengetahuan yang diberikan, seseorang mengetahui sesuatu karena ikut
menciptakannya berbeda dengan wahyu.

1. Pengetahuan yang dibicarakan sehari-hari sebagian besar konstruksi bersama.


Orang selalu menambahkan atau membuat hubungan baru tentang
pengetahuan itu.
2. Pengetahuan itu sifatnya selalu berubah dan bertukar. Pengetahuan tidak bisa
didapat bila tidak ada proses belajar bersama. Pengetahuan tidak berada dalam
dokumen tetapi berada pada proses yang dinamis. Mengurus KM berarti
mengurus proses yang dinamis. Sedangkan mengurus dokumen berarti
mengurus pengetahuan eksplisit. Mengurus proses artinya mengurus manusia
bukan lembar kertas. Ini merupakan problem terbesar dari KM. Karena ada
proses, ada perubahan dan ada kombinasi. Ada lingkungan dan ada
kesempatan untuk menggabungkan atau bertukar pengetahuan untuk
mendapatkan pengetahuan kolektif. Jadi ada harapan, apa yang sebetulnya
hasil yang diharapkan dari penggabungan atau pertukaran tersebut. Bekerja
mengurusi dokumen adalah termasuk mengurus akses bagaimana dokumen
tersebut bisa dipakai. Kalau tidak dipikirkan penggabungan atau pertukaran
dokumen artinya tidak memikirkan KM. Kalau tidak bisa membayangkan
pertukaran tersebut, apa nilai yang bisa dihasilkan dari penggabungan tersebut,
maka artinya tidak mengurus KM. Dan ketika tidak tahu kapan dokumen
diterapkan atau dipergunakan dan seperti apa penerapannya artinya tidak
mengurus KM.

Manajemen Informasi mengurusi bagaimana:


- mengakuisisi
- mengambil dan mengumpulkan dokumen
- bekerja dengan dokumen sehari-hari, melihat kliping majalah,
suratkabar
- mengakuisisi, mengambil pengetahuan yang eksplisit
- memperbaharui dokumen tersebut setiap periode tertentu,
- menyimpan, menyebarkan dan menerapkan dokumen

Biasanya manajemen informasi dilakukan dengan bantuan tehnologi. Tetapi bila


proses tadi ditingkatkan jadi proses penciptaan, siapa pencipta, bagaimana terciptanya
dan kenapa ada. Misalnya mengkaji kebijakan yang menghasilkan suatu Keppres atau
Keplu. Itu berarti mempelajari penciptaan serta bagaimana dokumen diterapkan,
dimaknai dan bagaimana terjadi interaksi. Artinya mengurus praktik-praktik yang
berhubungan dengan pengetahuan.

Yang perlu dilakukan berkaitan dengan KM adalah pemetaan kebutuhan, dokumen


apa yang diperlukan? Problem apa yang dihadapi kalau harus melakukan
pengumpulan data?
Jadi mengabstraksi ulang, mengemas ulang bahkan mungkin mengedit, menulis,
mendisain booklet atau paket informasi, menggunakan komputer, mensintesa berbagai
dokumen, membuat katalog, membuat metadata, membuat taksonomi, membuat
thesaurus itu yang disebut taksonomi, membaca, mengelola, membuat riset informasi,
mencari di digital resource atau internet, itu pekerjaannya manajemen informasi
[manajemen informasi berada di dalam lingkup KM namun bukan melulu KM].

Teknologinya macam-macam, tapi teknologi itu membantu atau tool. Yang penting
diketahui adalah bahwa KM bukan teknologi atau komputer tapi berurusan dengan
proses penggunaan, penciptaan pengetahun. Dan menjadi problematik karena
pengetahuan yang tercipta, yang dikombinasikan, yang dikait-kaitkan dan diterapkan
makin banyak, makin spesifik dan makin terbuka, kalau tidak dikelola akan muncul
dengan persoalan-persoalan inovasi dan perkembangan dan lainnya. Karena
munculnya jumlah dan keragaman spesifikasi pengetahuan perlu diadakan
pengelolaan. Penglolaan ini jika dalam lingkup kecil, tidak perlu dilakukan oleh
lembaga khusus.
Penerapan KM dalam berurusan dengan persoalan HAM tidak sederhana, HAM itu aa
yang lingkupnya regional, ada kekerasan Negara, ada konflik Negara dengan
masyarakat, masyarakat dengan masyarakat, vertikal, horisontal, ada konsep-konsep
peminggiran sosial, ada urban poor, rural poor dan lain-lain. Semuanya muncul
karena negara ini atau bangsa ini ingin masuk dalam tatanan yang disebut dalam civil
society.

Ketika semua orang boleh bertukar pengetahuan dan membuat pengetahuan baru,
kalau tidak dibantu atau difasilitasi yang terjadi adalah chaos. Chaos sebenarnya baik
ketika kita memerlukan inovasi. Tapi untuk menerapkan pengetahuannya perlu
manajemen atau KM. KM tidak hanya di perusahaan seperti Astra yang mengeluarkan
4 milyar rupiah untuk KM. Tetapi juga di pemerintahan apakah KM bisa membuat
layanan publik lebih bermutu.

Juga dikalangan LSM, KM berguna ketika kerja berjaringan, mencari inovasi baru
baik dimasyarakat yang mendapat bantuan atau di dlmorgs LSM sendiri. Itu yang
disebut KM. Bukan berurusan dengan dokumen, tapi proses. Oleh karena itu
berurusan dan manusia. Karena itu pengelolaan manusia menjadi penting yang
bekerja dengan sesuai prinsip-prinsip KM

Moderator:

Presentasi yang dilakukan Pak Putu nanti di kirim dan dikoordinir oleh Aquino

Pembicara II – Atikah (Komnas HAM)

Sebetulnya kalau bicara soal kerja-kerja di gerakan sosial, banyak yang melibatkan
soal pengetahuan. Sebenarnya yang sehari-hari kita lakukan mulai dari
mengumpulkan data kasus, advokasi, litigasi, kampanye, layanan hukum dan
sebagainya, itu merupakan kerja-kerja yang melibatkan pengetahuan. Pertanyaan yang
lantas muncul soal informasi dan pengetahuan; jangan-jangan kita lebih banyak
berkutat dalam mengelola perpustakaannya (bagaimana melakukan klasifikasi,
bagaimana melakukan proses dari kasus-kasus supaya bisa disimpan dan ditemukan
kembali) tetapi kemudian ada teman-teman yang peduli dengan pembinaan rakyat
yang kampanye dan pengetahuannya tidak diolah. Mungkin bisa dilakukan pemetaan,
mengidentifikasi dan mensistimatisir apa yang tercecer itu.

Gerakan sosial : jaringan sosial, ada common believenya, ada common solidarity-nya
biasanya ada tujuan berdasarkan kepentingan bersama, jadi kalau tidak ada
kepentingan bersama, tidak ada yang namanya jaringan.

Jaringan: jaringan dapat dilakukan dua aktor atau lebih yang sifatnya bisa sementara
atau tetap. Misalnya ada koalisi, jaringan bersifat sementara untuk mencapai tujuan,
misalnya sedang menyusun RUU KDRT ada jaringannya, jadi untuk tujuan-tujuan
yang bersifat taktis dibentuk jaringan. Ada juga yang sifatnya permanen, sifatnya
strategis, jangka panjang dan terlembaga misalnya Walhi, anggota jaringannya sekitar
421 buah organisasi. Data ini diambil dari teman di Demos yang melakukan pemetaan
untuk gerakan sosial, Walhi merupakan jaringan untuk organisasi-organisasi
lingkungan dan sumberdaya alam, juga ada Infid, yang isunya soal pembangunan dan
utang luarnegeri. Kemudian ada juga untuk isu-isu yang sifatnya lokal seperti forum
LSM untuk Papua atau Aceh. Ornop-ornop yang sendiri menjadi jaringan untuk isu
bersama yang mengangkat kebutuhan lokal, misalnya Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara (AMAN). Jaringan mahasiswa juga ada seperti LMND (Liga Mahasiswa
Untuk Demokrasi). Ini adalah bentuk jaringan yang melembaga dan menyerupai
organisasi.

Dari konteks kebelakangnya social movement sudah mulai mengemuka dari sejak era
70-an, mulai dari segi jumlahnya, keragaman, letak geografisnya, yang sudah tidak
bisa terhitung, mungkin sekitar sepuluh ribuan, apalagi ditingkat lokal belum bisa
diidentifikasi lagi. Kerja-kerja mereka terkait dengan kerja yang pendekatannya
berbasis pembangunan. Pada awalnya soal dikotomi ideologis antara pemerintah
versus civil society, pemerintah-non pemerintah.
Namun ketika bicara tentang peran ornop, pada dasarnya mereka mencoba
menempatkan diri sejajar, mandiri dan tidak terhegemoni dengan Negara. Peran ornop
menjadi lebih kelihatan karena aktor-aktor yang lebih mapan gagal. Entah itu aktor-
aktor Negara ataupun aktor-aktor non Negara terutama apabila dikatakan ada aktor
diluar Negara atau lembaga lain seperti lembaga keuangan yang tidak sensitif dengan
isu lokal. Kemudian peran ornop, LSM atau gerakan sosial lebih muncul, lebih
kelihatan dan dibutuhkan di level masyarakat, bisa menjadi kelompok penekan,
mendorong pembangunan partisipatif dan memperkuat civil society.

Kalau dikaitkan dengan prseentasi pak Putu kita bisa melihat apa yang sebenarnya
dikerjakan teman-teman ornop adalah knowledge intensive karena ada human capital
dan knowledge sebagai aset. Asetnya yaitu manusia dan pengetahuannya. Ketika
teman-teman harus litigasi sebetulnya pengetahuan yang diperoleh dari pendamping
atau klien yang melakukan pengaduan. Itu adalah pengetahuan yang harus
dikonstruksi dan disistimatisir bahkan dari yang tacid dirubah menjadi ekplisit karena
harus membuat gugatan dll. Kemudian melibatkan individu yang berlatarbelakang
skill beragam dan spesifik. Didalam apa yang disebut organisasi knowledge intensive,
dimana pengetahuan dipandang lebih penting daripada modal materiil dan finansial.
Dan modal tersebut digunakan sebagai sumber inovasi, inisiatif dan membangun
kredibilitas lembaga. Jadi kredibilitas lembaga tergantung pada kemampuan dari
person-person dan kemampuan lembaga mengeloh pengetahuan yang ada di lembaga
tersebut. Yang bisa disebut sebagai knowledge intensive organisasi itu misalnya firma
hukum, konsultan manajemen, lembaga riset dan pengembangan, lembaga konseling
seperti Woman Crisis Center, lembaga bantuan hukum dan lembaga philantropis.

Ada beberapa jenis kategorisasi untuk melihat LSM yang berkembang di Indonesia,
kita nanti bisa mengecek apakah grouping model NGO masih relevan atau tidak.
Kalau dulu ada kelompok NGO atau ornop lebih duduk bareng dengan pemerintah,
dengan menyusupkan gagasan partisipatoris, artinya program-program pemerintah
didukung tapi menyusupkan gagasan yang sifatnya partisipatoris dan populis tapi ada
juga kelompok NGO atau gerakan yang frontal, yang biasanya posisi tawar terhadap
pemerintah sangat kuat. Tetapi ada juga kelompok NGO yang bermain ditingkat
lokal, soal penyadaran hak, yang orientasinya lebih pada penguatan kelompok di level
basis. Biasanya dipimpin oleh community organization yang bekerja dilevel basis.
Saya tidak mempunyai pretensi pemetaan ornop di Indonesia, tapi kalau belajar dari
pengalaman ada gerakan masyarakat lokal, misalnya AMAN, atau Yayasan Pancur
Kasih di Kalimantan yang mencoba melakukan pengembangan untuk masyarakat
Dayak, yang mulanya dari credit union, berkembang jadi Institut Dayakologi dan
kemudian menjadi Konsorsium Masyarakat Dayak. Sekarang ada sekitar 21
organisasi yang bekerjasama dengan mereka dan isu bersamanya adalah kesadaran
terhadap kebutuhan akses sumber daya alam di Kalimantan. Yang menarik dari
Pancur Kasih ini karena munculnya kesadaran untuk perlunya komunikasi dan
mengelola pengetahuan sudah muncul di level teman-teman masyarakat adat. Banyak
organisasi ditingkat lokal yang mencoba merangkul karena ada kebutuhan bersama
untuk posisi tawar terhadap pemerintah lokal maka dilakukan pertemuan intensif
dengan masyarakat lokal, ada juga mobilisasi, pelatihan dan penelitian yang sifatnya
partisipatoris. Ini sudah dilakukan teman-teman yang lebih banyak bekerja dari pusat-
pusat pengetahuan dan kekuasaan, secara tidak sadar mereka sudah melakukan
manajemen pengetahuan, mungkin tidak menggunakan proses atau teknologi yang
canggih tapi melakukan pertukaran pengetahuan itu, sehingga sharing knowledge
berjalan diantara mereka.

Misal di gerakan perempuan, gerakan perempuan mengemuka, artinya proses


pengetahuan dan memanajemen pengetahuan juga sebetulnya terjadi. Dalam
pengalaman Kalyanamitra yang gerakannya dimulai dengan kekerasan terhadap
perempuan mungkin pada urusan penyebaran informasi dan gender akhirnya ada
peningkatan kebutuhan untuk layanan tersebut bahkan pada korban secara langsung.
Misalnya Rifka Annisa, organisasi yang melakukan sharing knowledge melalui
kegiatan-kegiatan pendampingan, kampanye, pendidikan, dokumentasi dan
membentuk support group. Seperti misalnya di LBH Apik mereka memberikan
bantuan hukum struktural untuk perempuan yang buta hukum dan miskin. Juga
Convention Watch yang fokus dengan kampanye konvensi anti kekerasan dan
diskriminasi terhadap perempuan.

Di Gerakan buruh misalnya pengalaman FNBI, melakukan upaya-upaya untuk me-


manage pengetahuan. Bahkan milis buruh itu ada persoalan wacana dan ideologi yang
lebih kuat karena metode gerakan pada soal penggalangan solidaritas dengan
menggunakan media yang bermacam-macam, pamlet dan slebaran. Bahkan pada
setiap Mayday [peringatan hari buruh setiap tanggal 1 Mei], ada persiapan
sebelumnya memasukkan media kesenian yang sifatnya lebih populis misalnya
dangdut, teater rakyat dan sebagainya.

Di Gerakan petani ada KPA, bentuk dari konsorsium untuk pembaharuan agraria,.
Lainnya serikat petani seperti FSPI, bagaimana pengalaman mereka untuk mengelola
pengetahuan pada usaha petani dan pembaharuan agrarian, itu mungkin harus
dipelajari juga.

Di gerakan miskin kota ada UPC, yang lebih advance dalam pengelolaan pengetahuan
selain itu ada kerja-kerja lain seperti ISJ atau Sanggar Ciliwung yang banyak fokus
pada anak-anak jalanan.

Khusus untuk gerakan advokasi HAM, tidak bisa dilepaskan dari sini, ada yang sangat
kental dengan isu-isu ham, misalnya Fokker Papua, NGO Aceh, yang lebih melihat
pada isu lokal. Tapi isu untuk kekerasan Negara, mungkin bisa lihat pengalaman
Kontras atau NGO lain yang fokus disana Pengalaman juga untuk bantuan hukum
struktural karena bantuan tidak dipahami hanya sebagai charity tapi sebagai hak,
artinya ada gerakan untuk memberikan penyadaran soal hukum struktural, misalnya
teman-teman YLBHI. Melihat contoh di LBH Nustra, yang dibangun independen dan
dibangun berdasarkan inisiatif lokal. Di Nusa Tenggara istilahnya dewan rakyat atau
musyawarah masyarakat yang mendukung kerja-kerja dari LBH Nustra. Dan kasus-
kasusnya lebih spesifik untuk kasus sengketa sumberdaya alam. Dan kalau pertanyaan
sejauh mana tidak terhegemoni dan terkooptasi, karena seringkali ada problem di
YLBIH secara internal, tapi pengalaman kedua lembaga independen ini ternyata kaki
mereka lebih kuat pada masyarakat setempat ketimbang pusat yang sifatnya sentral.

Lalu ada jaringan informasi dan dokumentasi HAM. Kalau bisa melihat karakteristik
dari gerakan sosial baru, ini sifatnya tesis saja, dan belum melihat apakah bisa
diaplikasikan dan mungkin perlu ada upaya kritis untuk melihatnya, maka karakternya
harus kritis pada ideologi modern dan apa yang dikatakan sebagai gagasan kemajuan.
Kemudian struktur organisasinya bersifat partisipatori dan terdesentralisasi, ada
solidaritas interpersonal, kemudian berjuang untuk otonom dan mandiri, ini bisa
kontroversial karena kalau melihat persoalan-persoalan riil yang dihadapi NGO ada
problem soal sustainability karena tergantung pada donor agency. Karakter lain,
organisasinya terbuka, inkslusif, dengan tingkat partisipasi yang non ideologis. Kalau
FNBI memang idiologis tapi sekarang partisipasinya bisa bersifat non ideologis.

Kemudian modal sosial lebih penting dari modal finansial dan material. Pengalaman
yang ada di gerakan, mekanisme dan pertukaran informasi banyak melalui milis dan
forum musyawarah bersama. Dengan diskusi, training, workshop dimana kita bisa
menghimpun begitu banyak pengetahuan masalahnya kita tidak akumulasi dari
pengetahuan dan mencoba transfer pengetahuan yang sifatnya eksplisit menjadi
pengetahuan kolektif.

Ada pool data, yang terdapat di lembaga lain seperti LBH Sumatra, data ada di LBH
Palembang.

Ada kelompok Canadian Human Right Foundation, membentuk organisasi untuk


human right educateer dan mem-pooling data.

Lalu ada portal informasi di internet, teman Sekitakita yang bisa cerita lebih banyak.

Ada pula pembelajaran model distant learning. Belum terlihat di Indonesia, pelatihan
yang sifatnya distant learning misalnya Human Right Association, terutama kegiatan
atau pelatihan yang sifatnya tatap muka menjadi distant learning.

Ada kelompok kerja misalnya HRWG (Human Right Working Group) untuk advokasi
ditingkat internasional, kemudian ada sekolah-sekolah. Serikat Petani Pasundan dan
Insist misalnya mendirikan sekolah untuk aktivis.

Publikasi tercetak sudah sering kita lihat dan dengar, lalu upaya hukum dan advokasi
bersama dimana proses pertukaran informasinya menjadi sangat kental, karena ada isu
bersama. Misalnya ketika UPC mau melakukan class action untuk kasus becak,
akhirnya harus intens karena harus menyusun seluruh dokumen untuk class action
tersebut.
Tantangan kedepan yang bisa dihimpun, yang dihadapi sebenarnya isu lebih komplek
karena tidak menemukan musuh bersama, karena jaman dulu state versus civil society
tapi sekarang tidak tahu apakah berhadapan Negara? Dan musuh-musuh yang sifatnya
non Negara seperti yang menghadapi persoalan sumber daya lama, harus berhadapan
dengan TNC, Newmont dll. Dan membutuhkan isu bersama yang memperkuat
solidaritas. Persoalan fragmentasi versus solidaritas harus diselesaikan. Kelihatannya
lebih suka bekerja sendiri-sendiri, elitis, LSM ini data milik sendiri tidak perduli
dengan yang lain, dan dalam kerja jaringan terdapat soal claiming, soal lain-lain yang
tidak selesai. Yang lain tantangannya yaitu sustainability atau keberlanjutan lembaga
versus keberlanjutan pengetahuan. Karena lembaga bisa mati tapi pengetahuan tidak
mati, misalnya LBH Pontianak, yang sudah raib, pengetahuannya bagaimana?
Dimana pengetahuannya tersebut? Jadi sekarang problemnya kalau lembaga tidak
sustain, pengetahuan tetap sustain, tapi masalahnya caranya bagaimana agar
pengetahuan bisa tetap sustain?

Menyelamatkan pengetahuan sebagai aset organisasi dan melakukan kaderisasi.


Karena tokoh LSM itu saja, seharusnya mulai pengetahuan terbagi, tidak hanya tacid
individual tetapi menjadi memori organisasi atau kepakaran organisasi.

Yang lain adalah bagaimana memetakan pengetahuan antar organisasi dan didalam
organisasi? Seperti apa yang dikerjakan Demos, dengan penelitian mengenai aktor
demokrasi itu sebagai upaya untuk memetakan pengetahuan. Jadi gerakan petani
punya apa, masyarakat lokal punya apa dan siapa? Dan bagaimana mereka
memproses, pertukaran informasi antara mereka dan bagaimana mencari kembali
ketika organisasi sudah tidak ada?

Soal regrouping, mencari aliansi baru dan simpul-simpul jaringan, apakah kita perlu
melakukan re-grouping lagi untuk melihat fokus dan isu bersama?

Soal partnership, dulu bicara soal state versus civil society? Sekarang mungkin harus
duduk bersama.

Sejauh mana peran ICT atau Information Communication Technology bisa kita
gunakan? Sebuah tantangan yang kita hadapi atau peluang yang bisa kita gunakan.
Kita memang harus membuat prioritas tetapi yang paling nyata soal kemiskinan,
sudah makin menurunnya kapasitas produktif lingkungan hidup sehingga harus lebih
menggali lebih banyak dan kreatif dan partisipasi dalam proses pembangunan.

Pembicara III - Hendro:

Bicara mengenai teknis internet dalam membantu proses KM


- Implementasi pada jaringan lokal, di taruh di komputer lokal tanpa koneksi
internet
- Bagaimana menghasilkan perangakat lunak yang berkualitas sesuai industri
tapi memberi kebasan untuk memodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan
mempunyai hak untuk mendistribusikan kembali misalnya Linux, infrastruktur
internet dibangun oleh perangkat open source, yang berbiaya murah, namun
sebetulnya tidak murah juga apabila untuk implementasi buat orang lain atau
manusia
- Manajemen pengetahuan

Informasi misalnya ada informasi apabila orang minum air 100 derajat celcius
mencegah kolera, itu menjadi pengetahuan, bagi saya tidak jelas kapan dikatakan
pengetahuan kapan dikatakan informasi. Informasi yang ada dalam pikiran kita dibagi
dalam : pengetahuan yang adanya dalam benak pikiran masing-masing apabila
disharing ada informasi jadi informasi itu disebut share knowledge. Manajemen
informasi teknik pengaturan dilakukan agar informasi mudah dipakai dan bertujuan
sebagai merupakan pembelajaran atau learning.

KM bicara membangun lingkungan agar orang belajar, berdikusi, berbagi


pengetahuan, jadi manajemen pengetahuan bukan mengatur orang berpikir atau
membangun apa yang ada dipikiran orang. Pembicaraan mengenai KM bergabung
dengan Sistem Informasi Manajemen atau SIM. Bahwa kita membangun sistem KM
harus mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, atau adanya proses pengadaan
informasi, yang intinya mengumpulkan berbagai sumber yang sesuai dengan interest
yang akan kita bangun

Pengadaan Informasi secara teknis ada berbagai macam, web, dengan adanya activy
server, news group, bukan hanya mailing list dimana orang menaruh tulisan di server
dan kemudian hanya mendowload apa yang dia inginkan. Teknologi yang terbaru
misalnya nepster, yang membantu file-file MP3 yang membantu perusahaan rekaman,
atau emule dengan banyak inbox dan full teks, sehingga model pengembangan
informasi yang ada merupakan model yang bisa share pengetahuan kita.

Web Service atau WS yang paling popular, merupakan protokol untuk antar komputer
saling berkomunikasi dan digunakan untuk membangun contain atau jaringan contain.
WS untuk antar implementasinya bisa berbagai macam bahasa pemrograman, kalau
mau detail lihat website www.wwwc.org

Informasi ada dua jenis:


1. Informasi yang sudah terstruktur, yang bisa dimasukkan langsung ke sistem
repersitory misalnya digital library
2. Yang tidak terstruktur, dimasukkan ke proses unstructured knowledge, proses
pembelajaran komunitas yang tdiak terstruktur karena tidak mendalam dan
tidak pada satu topik.Tujuannya agar komunitas mulai berani dan termotivasi
untuk berbagi pengetahuan, untuk membangun kumpulan orang-orang yang
mau belajar, misalnya posting berita dari internet dan teman-teman lain bisa
menanggapi, beri komentar dll. Disebut pengetahuan yang belum terstruktur.

Anggota komunitas terbiasa dengan sistem manajemen pengetahuan yang akan


digunakan, contoh aplikasi dengan fitur untuk memposting artikel dan orang lain bisa
memberi komentar. Contohnya PHP Nuke, biasanya aplikasi CMS, Content
Management System

Pustakawan mengamati proses yang terjadi pada yang tidak terstruktur, menganggap
topic menarik sehingga membuat forum diskusi, yang dianggap kreasi pengetahuan
semi terstruktur. Tahap berikutnya mengajak anggota forum untuk terlibat secara
intensif dalam forum diskusi, seperti forum diskusi yang ada di web, phpbb ini
aplikasi berbasis web, seperti menggunakan browser biasa.

Setelah menjadi tajam diskusinya ada fase menghasilkan pengetahuan yang


terstruktur yang sudah lebih mendalam untuk proses penciptaan pengetahuan, dimana
pengetahuan yang tercipta disimpan dalam sistem repisatori, disimpan dan menjadi
pengetahuan bersama. Contoh aplikasinya wikie.

Wikie salah satu hiler aplikasi dinternet saat ini digunakan untuk membangun struktur
besama-sama untuk membangun internet. Wikie membuat buku, dokumentasi dan
ensiklopedia secara kolaborasi yang memungkinkan setiap orang menyimpan sesuatu
yang diperbaiki oleh orang lain, tanpa khawatir hilang, jadi sistemnya memang ketika
mengedit orang lain bisa melihat editan sebelumnya, banyak software untuk wikie,
yang open source seperti media wikie dll.

Akhirnya semua pengetahuan disimpan di repisatori yang dikatakan digital library.


Gunanya sistem ini untuk menyimpan structure information yang dikumpulkan dari
berbagai sumber informasi, menjadi sumber referensi bagi bagi proses pembelajaran
diproses yang lain dan jadi tempat menyimpan pengetahuan bagi proses pembelajaran
sebelumnya. Contoh aplikasinya Ganesha Digital Library dari ITB kemudian ada
Greenstone yang didukung oleh Unesco. Jadi Greenstone relatif lebih aman dan
mudah

Sesi Diskusi
Moderator:

Disebutkan nama dan institusinya serta pertanyaannya langsung ditujukan kemana

Nona (Koalisi Kebebasan Memperoleh Informasi/KKMI):

Bedanya panel ke satu dan kedua? Panel kedua akan bicara tentang apa?

Moderator:

Panel pertama untuk mendukung gerakan dan menyamakan persepsi tentang apa yang
di maksud dengan KM, jadi yang bicara suhu KM terlebih dulu yaitu pak Putu, lalu
dari gerakan diwakili Atikah dan Hendro yang memberi peragaan bagaimana
teknologi as a tool mendukung KM.

Panel kedua, akan menghadirkan Elly Julia Basri dari PPm dan Hani Qonitah dari
IDB, keduanya praktisi, dan Harkrisyati Kamil yang bicara perubahan di British
Council. Pertama untuk memberi pencerahan KM dan peranan untuk gerakan serta
tool nya, yang selanjutnya berbagi pengalaman dengan praktisi KM yang melakukan
KM dengan teman-teman dalam gerakan

Nona (KKMI):
Apa kaitan yang jelas mengenai KM dan perubahan gerakan dalam mempercepat
gerakan sosial? Apakah yang ada dibalik itu, karena tidak semata-mata dokumen, IT
dll?Apa makna sesungguhnya KM kaitannya dengan gerakan sosial?

Sofyan (Demos):

Pak Putu mengatakan dokumentasi atau KM bukan urusan penyimpanan, tetapi lebih
baik kita lebih fair, mungkin sama-sama penting, proses penting tapi dokumen, disket,
penyimpanan juga penting, jadi mengapresiasi semua, tidak bisa berproses tanpa
mengapresiasi yang lainnya, jadi harus lebih berimbang. Untuk mbak Atikah,
bagaimana memfungsikan pengetahuan agar bisa menjadi basis bagi signifikansi
gerakan, karena semakin tahu gerakan, pengetahuan yang kita miliki semakin
tersegregasi, apakah dari sisi gerakan sejauh analisis yang diketahui apakah lebih
bagus atau bagaimana?

Untuk Hendro, sepakat dengan membedakan informasi dan pengetahuan, pengetahuan


sebagai informasi yang terstruktur, tapi ada yang hilang, kejadian ada yang dicatat
mula-mula data mulai pencatatan baru mulai dari fakta, fakta harus diolah, dan
sesudah diolah jadi data, bagaimana menghubungkan data yang memberikan
informasi kemudian dianalisis dan menjadi masukan bagi kebijakan yang ada? Itu
yang missing link!

Yuni (Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil /ASSPUK):

Dari tiga narasumber masih belum clear apa kaitan informasi menjadi alat gerakan,
dari presentasi dan contoh gerakan termasuk ditingkat lokal, apakah ini menjadi
efektif sebagai alat gerakan? Apakah pengetahuan yang pada ujungnya penggunaan
teknologi untuk mengemas, menyebar informasi dan sebagainya, apakah ada pesan
dibalik ini semua? Semata-mata membangun gerakan yang besar? Atau ada sisi yang
mengkhawatirkan dari informasi-informasi, kalau dikaitkan dengan kelemahan di
teknologi dikaitkan dengan fungsi dan misi gerakan, kira-kira tantangannya dimana?

Pak Putu:

Kami mengatasnamakan diri sebagai pekerja informasi, apa beda dan persamaannya?
Apa yang dikerjakan semua, berimplikasi pada pengetahuan anda semua ketika
pengetahuan dipakai lagi untuk bekerja entah itu untuk inovasi baru, untuk masyarkat,
gerakan, realiansi baru, memrlukan pengethuan. Kami mengatakan bagaimana kalau
pengetahuan tersebut dikelola, yang menggunakan prinsip KM. Tidak hanya
teknologi tetapi juga menciptakan lingkungan untuk sharing. KM untuk menyadarkan
kita semua ada bahwa begitu banyak gerakan, ada begitu banyak pengetahuan dan
kompleksitas dari pengetahuan yang kita pakai itu bagaimana kalau kita himpun dan
kelola bersama? Konsen ini datang dari orang yang bekerja dibidang informasi, yang
sehari-hari menghadapi berbagai bentuk pengetahuan. Kalau yang bekerja misalnya
dilapangan menggunakan pengetahuan. Kalau lembaganya sudah mati, lembaga sudah
hilang bagaimana pengetahuan itu? Tujuan dari pengelolaan ini tidak betul-betul sama
dengan tujuan gerakan itu sendiri, tapi kalau bicara KM secara menyeluruh, tujuan
kita berbeda-beda, yang menyebabkan kita tidak mau sharing. KM menawarkan
bagaimana kalau dibuat social capital, modal sosial dibuat dalam gerakan-gerakan
social, gerakan sosial sudah ada tapi apakah modal sosial kemampuan dan keahlian
dikumpulkan? Ada apa dibalik agenda ini? Misalnya ada kejadian atau kecelakaan,
darimana motivasi atau kehendak kita untuk mengatakan bahwa itu kejadian
kecelakaan, penculikan, penganiayaan terhadap perempuan atau kemiskinan? Karena
punya pengetahuan, tidak muncul tiba-tiba. Pengetahuan sebetulnya yang
dikumpulkan, dari pengetahuan sebelumnya, pengetahuan yang dikelola karena kita
perlu tahu apa yang kita harus kumpulkan. Bagi KM bukan mengumpulkan data tidak
penting tapi tujuannya sebelum proses pengumpulan data yang terjadi sudah dikelola,
didalam gambar teknologi, ada akuisisinya, data gathering dan discussion, ada
penciptaan lingkungan supaya belajar bersama baru respitory. Jadi yang ditentukan
disimpan bukan karena kita ingin menyimpan tetapi masyarakat yang ingin
menyimpan. Kalau dalam gerakan, apakah masyarakat tahu apa yang disimpan atau
yang disimpan bisa dipakai lagi? Dan siapa yang menentukan disimpan atau tidak
disimpan? Kalau kita yang menentukan itu artinya mengabaikan satu prinsip gerakan
sosial yang melibatkan masyarakat, misalnya. Jadi dikelola bukan karena bisa
menyimpan tetapi mengajak apa yang bisa disimpan atau tidak, prinsip KM
membantu gerakan social bersifat membangun pengetahuan bersama atau untuk
mengelola pengetahuan. Agendanya apa. agenda sebagai pekerja informasi, kami
mempunyai concern kalau pengetahuan yang anda dapatkan dan praktekkkan tidak
dihimpun dengan baik akan kehilangan modal, modal social, dan menciptakan
kemungkinan modal sosial dikelola orang lain.

Atikah:

Kaitan antara KM dengan kerja-kerja gerakan. Kalau bicara kerja-kerja gerakan,


output salah satunya adalah pengetahuan dan inputnya pengetahuan, misalnya teman-
teman perempuan yang memberi konseling korban KDRT atau yang memberikan
bantuan hukum atau kampanye anti utang. Inputnya pengetahuan, bukan input
materiil. Anda menerima pengaduan, menerima klien, mencari data, melakukan
ivestigasi untuk peristiwa, yang diperoleh dari lapangaan, yang harus diolah. Diolah
sehingga bisa menjadi tool untuk menggolkan apa yang menjadi agenda kita.
Misalnya yang di hukum struktuural untuk ligitasi dari pengaduan, atau pembelaan,
jadi di repackaging informasi. Mungkin yang melakukan kampanye mendapat data
lapangan dari masyarakat dan direpackging itu menajdi bahan kalau akan melakukan
class action misalnya. Itu soal bagaimana mengolah informasi, persoalannya semua
informasi tersebut tercecer disemua lembaga masing-masing dan mungkin satu
lembaga aktivisnya juga memiliki sendiri-sendiri misalnya LBH, antar lawyer
kasusnya sendiri dan tidak diketahui sedang memegang kasus apa. Kalau kebetulan
pembelanya tidak ada disitu kemudian klien datang harus di follow-up tidak ada yang
bida melakukan follow-up. Bagaimana pengetahuan tersebut bisa nantinya
disistimatisir, diproses dan diolah, dan harus terjadi transfer bisa dengan mudah
dilakukan. Seandainya segala informasi tersebut bisa di pool itu satu teknik atau
mengidentifikasi orang dan mengumpulkan semua bahan, itu menjadi satu sarana.
Dan yang kedua, soal membangun strategi. Kalau kemudian memfungsikan
pengetahuan untuk kerja-kerja gerakan, justru kalau kita punya pengetahuan seberapa
banyak, maka kita bisa menentukan strategi apa yang kita lakukan. Misalnya yang
kerja di level kampanye melakukan pendidikan dan penyadaran tentu saja berbeda
dengan yang melakukan lobi, dengan kalangan legislatif. Informasi yang diolah akan
berbeda. Kalau mempersiapkan RUU tertentu harus ada naskah akademik yang
dihimpun dari sejumlah data atau informasi yang untuk kepentingan dalam
menghadapi policy maker. Sesuai dengan kepentingannya, misalnya di tingkat basis
dan policy maker, isunya sama tapi keemasannya berbeda. Jadi kita mau melakukan
kerja-kerja apa. Nanti tinggal kreativitas kitalah informasi yang kita miliki, yang kita
peroleh dari lapangan atau dari manapun bisa untuk kerja-kerja gerakan. Yang kedua
soal bagaimanapun, aset tersebut dapat disimpan dan ditemukan kembali untuk orang
yang menggunakannya, dapat diolah untuk kerja-kerja jaringan atau gerakan. Secara
fisik orangnya sudah tidak ada tapi bagaimana pengetahuannya kita bisa serap, atau
orangnya ada tapi secara ideologi atau secara strategi memilih untuk berpindah pada
bidang yang lain.

Aquino:

Dari Sekitarkita. Apa hubungan antara KM dan gerakan? Misalnya ketika Mansur
Fakih meninggal, apa yang ada dikepalanya juga meninggal. Belum terdistribusi
dengan baik. Lainnya misalnya di Kapal Perempuan ada pertemuan dua mingguan
dimana masing-masing individu sehingga masing-masing organisasi tahu apa yang
dilakukan oleh temannya. Ada organisasi lain yang tidak mengetahui apa yang
dikerjakan teman-teman lain. Sebetulnya manajemen pengetahuan tidak berjalan,
sebetulnya manajemen pengetahuan tidak membutuhkan teknologi. Karena 70% KM
itu budaya, justru kalau kita bisa menjalankan budaya pertukaran manajemen
pengetahuan dengan baik kita tidak terlalu membutuhkan teknologi. Apalagi yang
dipresentasikan oleh Hendro sebagai open source, justru masyarakat open source ini
yang sedang melawan hegemoni software besar. Kami sudah bekerjasama sejak 2001,
dan kami sangat menaruh perhatian pada informasi di bidang gerakan. Kami juga ikut
jaringan bernama e-net for justice. Ketika kami ingin mengadvokasi pendidikan, kami
tidak mengetahui naskah akademis dapat dari mana sementara ada teman-teman dari
jaringan kebebasan informasi. Teman-teman di e-net tidak mengetahui informasi
tersebut, sedangkan teman-teman dari kebebasan informasi memiliki informasi bebas.
Ini dikarenakan tidak ada pertukaran karena tidak ada hubungan antara gerakan.
Mungkin pak Putu bisa menjelaskan mengenai SECI, Sosialisasi, Eksternalisasi,
Connecting dan Internalisasi. Saya melihat bahwa koneksi diantara gerakan kurang
sehingga makin banyak pengetahuan yang tersimpan semakin tersegregasi.
Sebenarnya tujuan manajemen pengetahuan itu untuk mengatasi pengetahuan
ditingkat tacid individu dan bersama menjadi di tingkat eksplisit, tingkat internalisasi
dan eksternalisasi. Jadi butuh kesadaran mengenai manajemen pengetahuan dalam
gerakan.

Atikah:

Apa betul manajemen pengetahuan bisa efektif untuk kerja gerakan? Pandangan saya,
kita tidak punya pilihan lain, karena koor bisnis kita ada disitu, kita bukan industri.
Pengetahuan kita diperoleh dari lapangan, aset kita memang itu, mau tidak mau harus
menggunakan itu agar efektif mendukung dalam gerakan. Justru sosial capital yang
harus dibuat senjata. Dan senjata buat gerakan ya pengetahuan, itu yang menjadi
argumentasi ketika kita berhadapan dengan legislatif, dengan militer ketika
melakukan kerja-kerja kampanye, penyadaran, ditingkat basis, kalau yang kita punya
saja kita tidak optimalkan, kita mau kerja pakai apa lagi?

Hendro:

Dalam pembahasan saya memang dihilangkan data, jadi hanya memunculkan


informasi dan pengetahuan karena topik yang paling relevan dalam pembicaraan ini.
Kalau alasan tidak setuju dengan model karena tidak jelas batasannya, kapan sesuatu
dianggap informasi kapan sesuatu dianggap pengetahuan kalau hanya terstruktur dan
tidak terstruktur. Kalau ingin mendefinisikan apa itu manajemen informasi dan
manajemen pengetahuan maka model data informasi yang ini menganggap yang
namanya data itu bebas nilai, jadi bagaimana membuatnya jadi seragam. Saya setuju
dengan analisis framing, bahwa data itu interpretasi terhadap fakta yang bermacam-
macam, misalnya kejadian booming di internet mengenai anak pemulung yang
meninggal, ada bermacam-macam penilaian. Jadi definisi tentang data yaitu
interprestasi atas fakta, bagaimana fakta bisa dinterpretasi tergantung pengetahuan
orang. Bagaimana pengetahuan diolah dan dishare menjadi informasi. Itu lebih jelas.
Dari model ini dapat dijelaskan manajemen informasi.

Umi (LSPP):

Yang mungkin dibutuhkan suatu metode alternatif dari keterbatasan yang ada ditiap
gerakan, misalnya seperti ketebatasan dokumentasi di LBH Jakarta yang baru
dibereskan pada tahun 2005. Itu karena tidak dianggap penting. Pengetahuan yang
dipunyai gerakan sendiri tidak dianggap asset. Jadi yang diperlukan yaitu alternatif
yang memungkinkan kita menyimpannya sehingga bukan hanya milik sendiri tetapi
milik bersama. Mungkin diakhir acara ada konsorsium, masalahnya karena diantara
lembaga ada persaingan funding donor, mungkin kalau ada semacam kesepakatan
bersama, ini informasi milik masyarakat Indonesia, karena ternyata masyarkat yang
melakukan gerakan, data-data terbanyak justru ada di funding-funding, dari laporan
yang dilakukan oleh gerakan. Saya mendorong orang gerakan memiliki informasi
sendiri bukan orang luar.

Putu:

Ada dua hal yaitu perubahan paradigma dan praktik. Kalau mengubah sesuatu
keduanya harus berlangsung. Jadi konsep dirubah dulu, baru taktiknya. Selama ini
konsen pada disseminasi sehingga koalisi dan hubungan dengan media massa sangat
bagus. Karena berkepentingan mendidik masyarakat untuk berpengetahuan. Jadi
dihimbau konsen dipindahkan pada bidang dokumentasi atau bidang lain yang
menyimpan pengetahuan. Sakarang jaringannya diubah menjadi menyimpan dan
mengelola pengetahuan. Selama ini aktif dalam menyebarkan, sehingga ketika
lembaganya bubar, kita tidak punya. Media massa pintar sekali menyebarkan tetapi
tidak pada menyimpan. Sekarang prinsip baru yaitu menyimpan dan mengelola
Teknisnya ada empat pekerjaan, menjadi pekerjaan yang didanai atau dikerjakan. Para
pekerja informasi melakukan empat pekerjaan :
1. manajemen pengguna informasi
2. mengemas ulang
3. mengelola sumber
4. mengelola informasi dan teknologi yang digunakan
Apakah teman-teman gerakan memikirkan orang yang mengerjakan ini semua?
Mungkin sudah ada, tapi apakah terformalkan? Diakui atau di appreciate tidak?
Disseminasi tetap dilakukan tetapi dana dan effort untuk disseminasi timpang. Dana
untuk mengelola, menyimpan, menciptakan lingkungan belajar, kecil. Bukan hanya
pengertian uang tapi juga waktu dan effortnya. Jadi diseimbangkan, itu dari segi sisi
lembaganya. Dan mohon bergabung dalam asosiasi pekerja informasi Indonesia. Itu
gratis, untuk memikirkan bersama bagaimana mengelola pengetahuan.

Atikah:

Selama ini kalau bicara tentang pertanggungjawaban public kita selalu serahkan ke
government. Tapi ketika bicara tentang gerakan, stake holdernya justru masyarakat
tidak terjadi. Pengetahuan itu milik public sebenarnya, kita dapat dari mereka tapi kita
tidak appreciate, hargai dengan benar. Jadi paradigma itu harus muncul sebagai
pertanggungjawaban kita dari public karena kita bekerja untuk mereka. Kemudian
kami sebetulnya ingin dari acara ini ada follow-up. Mungkin bisa melakukan
identifikasi atau assesment terlebih dahulu keempat yang disebut pak Putu di lembaga
masing-masing. Di cek apakah terpenuhi atau tidak dan kalau tidak apa masalahnya
dimana? Karena mungkin tidak ada ahlinya atau tidak ada manajemennya. Jadi bisa
bersinergi antara gerakan dan teman-teman dari penataan dokumentasi dan informasi.

Moderator:

Sekarang waktunya istirahat dan bertemu kembali di ruangan ini pukul setengah satu.

Sesi II

1. Harkrisyati Kamil (Praktisi, British Council)


2. Elly Julia Basri (Praktisi, PPM)
3. Hani Qonitah (Praktisi KM)

Moderator : Atikah Nuraini

[Moderator mulai membuka acara Sessi II mengenai KM. Moderator menekankan


bahwa pada sessi ini pembicaraan akan lebih menitik beratkan atau melihat
bagaimana praktik-praktik KM dilakukan di lembaga yang telah melakukannya.]

Pembicara I: Elly Julia Basri

Tugas PPM adalah Peningkatan Layanan jasa Informasi. Sedang PUSIN adalah Pusat
Sumber Informasi dalam Pengembangan KM di PPM. PPM berdiri tahun 1967,
Pionir dari Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Konsultasi Manajemen di Indonesia.
PUSIN merupakan bagian dari unit KM. Unit KM itu ada dua: Pusat komputerisasi
dan Pusat Informasi.
Peran PPM dalam penyelenggaran proses pembelajaran atau Learning Organisation.
PPM juga pengelola penyedia Knowledge Content untuk karyawan dan klien PPM.
PPM mengadopsi sistem Model Marquardt untuk organisasi pembelajaran dalam
mengembangkan KM.. Model ini lebih bersifat proses dan sikap pembelajarannya,
artinya lebih kepada pengembangan budaya KM dibandingkan tehnologinya.
Alasannya organisasi ini adalah organisasi jasa. Aspek manusianya yang baru dituju
adalah Internal PPM. Pemakai sumber PUSIN; SMB, STM [?] dll. fokus PPM lebih
menerapkan dalam produk. Produknya lebih content development dan service
development.

Jasa sumber Informasi PPM:


1. Info koleksi baru : rutin – bulanan : e-mail & Internet
2. SDI : rutin – setiap hari : e-mail
3. Layanan permintaan Informasi : sewaktu-waktu : e-mail
4. Layanan CoP : kapan saja – tidak mendesak : e-mail

Model kerjanya :
• Survei : dari survei dapat memetakan kebutuhan pemakai dan karakter
kebutuhannya. Prosesnya bisa dengan cara internet dan e-mail. Dengan peta
ini juga dapat memetakan dari berbagai divisi yang ada dalam internal dan
berbagai lintas divisi.
• Kita juga harus menyiapkan lembar kerja pangkalan data untuk anggota.

Masalah-masalah yang dihadapi PPM


• Masalah yang PPM hadapi adalah terbatasnya sumber informasi, khususnya
data tentang Indonesia.

Upaya yang dilakukan :


→ Mengumpulkan karya tulis karyawan.
→ Kerjasa sama meningkatkan jaringan, misalnya dengan lembaga penelitian
lain.
→ Hubungan pribadi.
→ Menambah informasi dari berbagai sumber lainnya.

• Kendala yang kedua adalah keterbatasan dana.

Upaya yang dilakukan:


→ mengupayakan software pengganti web publisher yang sekarang ada.

• Masalah yang ketiga mengenai minat karyawan untuk proaktif meningkatkan


sikap pembelajaran mandiri.

Upaya yang dilakukan :


→ mengembangkan intranet
1. mendorong untuk berpartisipasi lewat e-mail dan lisan.
2. menyediakan kolom tulisan dengan hobi.
3. aktif mengumpulkan karya tulis staf
4. dll
→ kemudahan akses bagi pemakai
Penerapan KM yang terpenting adalah :
1. Plow informaisnya, mulai informasi masuk sampai disebarkan.
2. Mendefinisikan target yang membutuhkan
3. Memetakan kebutuhan
4. Mengidentifikasi ahli-ahli menurut profesinya.

Pembicara II: Hani Qonitah

KM dilembaga pembicara sendiri belum sepenuhnya diterapkan karena berbenturan


dengan budaya organisasi. Pembicara ini lebih menitik beratkan aspek management
recordnya atau manajemen kearsipan yaitu aspek legalnya.

Mengapa dokumen dan rekor perlu dikelola?


1. Untuk memenuhi persyaratan regulasi dan mengurangi resiko litigasi.
2. untuk megurangi biaya operasional.
3. untuk memperbaiki efesiensi.
4. untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen.

Konsep dasar manajemen rekor


1. definisi rekor
dalam mengumpulkan data kita perlu selektip. Data yang kita harus kelola
adalah informasi terekam dalam bebagai media yang kita terima hanya
informasi yang mempunyai nilai pembuktian. Kemudia informasi tersebut
dibuat dalam suatu seri rekor.

2. Seri Rekor.
Dalam melakukan Susunan rekor harus ada kesatuan logis dan dikelompokan
bersama karena saling terkait dengan subjek atau fungsi tertentu atau hasil dari
aktivitas yang sama.

3. Komponen rekor
Dalam komponen seri rekortersebut ada beberapa komponen, yaitu: isi,
konteks dan struktur. Dalam menentukan konteks kita tidak boleh mengikuti
konteks dengan lembaga lain, harus menentukan konteks keorganisasian kita
sendiri.

4. Sarana kontrol dokumen kearsipan.


1. Sistem pemberkasan
2. Skema klasifikasi bisnis
Skema klasifikasi ini jika dalam gerakan dinamakan subjek/masalah.
dalam klasifikasi ini harus termuat jadwal retensi (lama penyimpanan dan
kapan pemusnahan) dan pedoman praktek pemeliharaan dan penggunaan
dekumen arsip tersebut.
3. Jadual Retensi Arsip
dalam klasifikasi ini harus termuat jadwal retensi (lama penyimpanan dan
kapan pemusnahan).
4. Pedoman praktek pemeliharaan dan penggunaan dokumen arsip.
Dalam KM, dokumen kearsipan tidak bisa hanya mengandalkan bentuk kertas/non IT,
karena mempunyai resiko tinggi seperi kebakaran, lapuk, hilang dan lain-lain.
Hendaknya kita juga menyimpaninf tersebut dalam bentuk lain seperti bentuk
elektronik. Pada intinya rekor yang dibuat, dihasilkan, dikirimkan, dikomunikasikan
serta diterima dan disimpan dengan menggunakan perngkat elekronik, misalnya e-
mail, scanning, situs, dsb. Jadi yang membedakan hanyalah media penyimpanannya
dan media komunikasinya dan juga menyangkut dengan kapasitas penyimpanannya.
Media elektronik sangat membantu menghemat ruang penyimpanan. Contoh: 1 media
digital berkapasitas kurang lebih 4 gigabite dapat menampung isi dokumen sebanyak
64 laci filing cabinet.

Implementasi rekor elektronik:


• Harus mengetahui kerangka hukum organisasi .
Yang harus dipahami juga dari sudut kearsipan adalah perangkat hukum atau
sistem yuridis dimana gerakan organisasi kita beroperasi. Dan kita juga harus
memahami lembaga-lembaga yang menangani tuntutan publik, lembaga audit,
lembaga penuntut, dan pedomannya.
• Stakeholders/ pemangku kepentingan.
Kita juga harus mengetahui pemetaan fungsi kerja dan aktifitas dari para
pemangku kepentingan organisasi kita.
• Persyaratan
Persyaratan teknis, tujuan, dll
• Kebutuhan.

Berbicara mengenai arsip, juga harus mempertimbangkan penggunaannya untuk


jangka panjang, karena biasanya arsip itu disimpan permanen atau seumur hidup
sehingga harus mempertimbangkan konversi (mengubah format ke dalam format lain
dalam jangka lebih panjang) dan migrasi (bagaimana memidahkaninf tersebut ke
komputer atau sistem lain).

Isu-isu rekor elektronik


• Media penyimpanan sifatnya tidak stabil
• Resiko kehilangan
• Resiko pengubahan
Arsip itu harus otentik dan asli. Kelemahan dari arsip elektronik adalah mudah
dimanipulasi.
• Efek perubahan tekhnologi.
• Sistem informasi elektronik tidak dirancang untuk meyimpan rekod.

Kesimpulannya
• Kita harus meyakinkan bahwa suatu arsip sudah dibuat kalau itu sudah masuk
dalam sistem informasi elektronik.
• Harus bisa melintasi perubahan platforms hardware dan software selama
periode waktu yang lama.

e-mail : hqonitah@adb.org.

Pembicara III : Harkrisyati Kamil


Kerja-kerja British Council yang sekarang beralih menjadi Knowledge and Learning
Center dan semuanya berbasis internet. sedangkan public acess service di British
sendiri sudah ditutup dikarenakan ada beberapa hal yang menjadi kendala.

KM di Bristish Council adalah lebih mengembangkan Internal knowledge sharing.


Karena menggunakan dengan sistem kerja perdivisi. Salah satu cara untuk
memaksimalkan budaya berbagi pengetahuan adalah mempergunakan intranet dan
forum diskusi antar departemen.

Gagasan KM di British Council juga dituangkan dalam integrasi 4 divisi besar yaitu :
Information Service, knowledge and learning center, knowledge management dan
Internet Based Development. Dan dijadikan satu menjadi Case Knowledge and
Information Service.

Untuk memberitahukan atau mensosialisasikan informasi ke publik, British Council


selain mengirim berita-berita lewat e-mail, juga membuat ilmu-ilmu baru yang di
muat dalam CD ROM. Contohnya CD ROM tentang Freedom of Information dan
Data Protection.

KM juga membutuhkan akan kemampuan tekhnologi. Selain itu juga yang harus
ditingkatkan adalah Interpersonal Skill.

Dengan ditutupnya perpustakaan, British Council membuat Information Oficer yang


terdiri dari Departement Government, Art, Education, ELT, dsb. Masing-masing
mempunyai satu penyelia yang bertugas sebagai Information Guide Keeper.

Sesi Diskusi:

Pertanyaan putaran 1:

1. Pipit (Komnas Perempuan):


Salah satu kelemahan terbesar dalam kawan-kawan gerakan adalah masalah
pendokumentasian dan paradigma sekarang. Jadi menurut saya adalah harus
ada perubahan mendasar dalam paradigma cara berpikir kita mengenai divisi
pendokumentasian ini supaya lebih inovatif dan sejarajar dengan divisi lain.
Kelebihan KM yang lain adalah mempercepat program-program gerakan.
pertanyaannya Bagaimana kita dapat menindaklanjuti diskusi ini dengan
sesuatu yang lebih konkrit? Bagaimana kita menempatkan perempuan yang
mempunyai keterbatasan tehnologi dan informasi atau perempuan-perempuan
di wilayah marjinal?

2. Kusnadi:
Saya harapkan KM juga diharapkan tidak hanya sifatnya untuk gerakan tapi
juga bagaimana KM ini terimplementasi dalam pendidikan. Karena bagi saya
jalan untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat adalah melalui jalan
pendidikan dan kesehatan. Bagaimana kedepan dalam melakukan seminar ini
ada inovasi-inovasi baru. Seperi seminar di atas bukit atau out bond?
3. Wimuldian (Forum Indonesia Membaca)
Menurut saya tidak hanya masalah pendokumentasian yang harus dikerjakan
sekarang ini, tetapi informasi-informasi apa saja yang mungkin bisa kita
sharing segera yang siap kita lempar ke publik menjadi bahan-bahan yang
mereka gunakan langsung di lapangan. Harus ada keterbukaan dalam
informasi yang kita punya, tidak hanya keterbukaan kepada funding tetapi juga
harus kita pikirkan bagaimana informasi itu dapat dilayankan kepada
masyarakat? Saya menanyakan kira-kira software apa yang bisa dipakai
bersama bagi KM?

4. [???]
Saya melihat pendokumentasian di wilayah-wilayah marjinal, seperti Mamuju,
Sumbar, mereka sangat lemah dalam data dan sistem pengarsipan. Jangankan
bicara dalam bentuk elektronik tapi dalam kertas saja tidak ada, jadi
bagaimana cara menanggapi hal itu?

Tanggapan:

Teknologi hanyalah sarana tapi tanpa ada pengelolaan secara manual itu tidak akan
bisa terjadi. Perempuan, khususnya kaum karjinal memang mempunyai keterbatasan
dalam tekhnologi dan informasi. Hal yang harus dilakukan mungkin adalah membuat
direktori dimana sumber-sumber informasi itu bisa terkumpul. Dalam menyampaikan
informasipun diusahakan agar kemasannya menggunakan bahasa yang mereka
ketahui jadi tidak perlu dengan tehnologi yang canggih. Jadi ada banyak cara yang
bisa kita lakukan.

Kita harus menghindari duplikasi antar gerakan. Jadi untuk membedakaan pekerjaan
kita dengan pekerjaan orang lain kita harus mempunyai data base yang kuat tentang
muatan lokal kita. Kita harus mengelola hasil produk organisasi kita. Manajemen
rekor penekanannya pengelolaan informasi muatan lokal. Untuk menanggapi
perbedaan tekhnologi khususnya dengan daerah yang kurang akses caranya kita harus
menggunahakan bahasa yang mereka gunakan dan tekhnologi yang ada di wilayah itu.
Seperti radio misalnya.

Pertanyaan putaran 2:

1. Ruhimat (Pelangi Indonesia).


Sebetulnya sudah belum SDM para pendokumentasi kompeten dalam hal itu?
kenapa dalam menyikapi mengenai KM ini tidak terlebih dahulu diterapkan
dalan internal dulu?

2. [???]
Bagi saya inti kegiatan ini adalah explicit to explicit combination, tapi tanpa
adanya kerja-kerja lain (socialization, externalization, internalization) tidak
akan terjadi informasi yang baik. Jadi kita harus memahami hal-hal terpenting
itu juga. Dan kita harus meredam ketakutan-ketakuan yang timbul dari kita
sebelum melakukannya!

3. Sinta (Kalyamitra)
Mungkin bagi saya di tubuh-tubuh NGO sendiri ada kelemahan dalam
pendekomentasian. Jadi bagaimana cara memotivasi pihak-pihak yang tidak
terbiasa dalam persoalan pendokumentasian?

5. Karyo:
Sebagaimana kita ketahui dalam suatu pergerakan belum terjadi pembagian
kerja yang sistematis. Saya pikir perlu diadakan lebih sering kegiatan-kegiatan
seperti ini supaya adanya pemahaman KM ini.

Tanggapan :

Faktor manusia adalah kendali terbesar dari pengembangan KM. yang kami lakukan
adalah forum diskusi anggota yang dilaksanakan rutin dan mencoba untuk
membudayakan menulis bagi mereka (anggota suatu organisasi), ini dasar terpenting
bagi KM.

Cara memotivasi untuk membuat laporan:


1. Membuat rezim informasi yang kuat dalam organisasi anda.
2. Menguatkan SDM yang ada.

Anda mungkin juga menyukai