Anda di halaman 1dari 13

Mengenal Lebih Jauh Tentang Sistem Agribisnis Nasional: Sebuah

Kerangka Konseptual.

Abstraksi
Tulisan ini mencoba untuk mengkaji tantangan sektor agribisnis yang ada saat ini.
Melalui pendekatan Sudut Pandang Berbasis Sumberdaya, kami mencoba untuk
mengeksplorasi potensi peranan dan keterkaitan antara kebijakan publik nasional
dan rencana-rencana lokal dalam rangkan untuk meningkatkan daya saing dan
keberlanjutan sistem agribisnis nasional. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai
keselarasan strategi diantara berbagai tindakan yang dilakukan oleh para
stakeholder, seperti perusahaan-perusahaan, pusat-pusat penelitian, konsumen,
pemerintah, dan masyarakat secara umum. Inti dari penelitian ini tercakup dalam
sebuah kerangka kerja yang menekankan pada kebutuhan akan koordinasi dalam
sistem agribisnis oleh sebuah Rencana Nasional.

Baru-baru ini, perhatian dunia akademik di seluruh dunia difokuskan pada tema
agribisnis. Berbagai macam tekanan, yang muncul dari adanya perubahan
lingkungan, telah memicu dilakukannya usaha-usaha tersebut. Pada sisi pasar,
sektor tersebut tengah menghadapi banyaknya pelaku-pelaku global yang muncul
pada saluran-saluran distribusi dan komersialisasi bersamaan dengan
meningkatnya permintaan pasar yang semakin rumit akan produk-produk yang
sehat, ramah lingkungan dan berbeda. Pada sisi perusahaan, sektor ini tengah
mengalami perubahan dari perusahaan milik keluarga dengan produksi berskala
kecil menjadi perusahaan besar yang terkait langsung dengan produksi dan rantai
distribusi. Saat ini agribisnis telah menjadi lebih terindustrialisasi, lebih
kompetitif, dan bahkan lebih menekankan pada teknologi dan manajerial yang
baik. Selain tren-tren tersebut di atas, pemerintah juga telah mengeluarkan
beberapa undang-undang, kebijakan-kebijakan keuangan dan pasar yang berkaitan
erat dengan masalah-masalah sosial seperti ketenaga-kerjaan di pedesaan dan
pertumbuhan populasi, dimana hal ini merupakan tantangan yang harus dijawab
oleh para pembuat kebijakan.
Penelitian akademis pada topik ini telah dilakukan pada berbagai jenis area ilmu
pengetahuan dan menghasilkan berbagai macam teknologi, model dan proposal,
dimana masing-masing hal tersebut mengkaji suatu permasalahan yang spesifik.
Secara mandiri, masing-masing area tersebut telah memberikan kontribusi yang
relevan dengan hal yang kita sebut dengan “Inti Utama Pengetahuan Agribisnis”.
Permasalahan kritis yang pertama adalah bahwa pengetahuan ini dikembangkan
dalam sebuah model disiplin dan saat ini telah nampak jelas bahwa tantangan
teknologi, sosial dan ekonomi pada agribisnis tidaklah terpisah satu sama lainnya
dan membutuhkan suatu pendekatan yang bersifat antar disiplin. Yang kedua
adalah bahwa agribisnis merupakan sebuah bentuk tunggal dari kegiatan ekonomi,
dimana sebagian besar perusahaan saling membagi sumber daya, teknologi, dan
proses yang sama, meskipun mereka tidak memiliki tujuan yang sama. Pada
industri yang lain, pencapaian tujuan perusahaan dapat muncul dari struktur
koordinasi dan asosiasi yang mereka miliki sendiri, namun dalam agribisnis hal
tersebut membutuhkan keselarasan tindakan sejumlah besar pelaku yang terlibat
di dalamnya dimana hubungan yang terdapat diantara mereka ditujukan untuk
meminimalkan kegagalan pasar dan mengurangi perbedaan kepentingan yang ada.
Dengan demikian analisa agribisnis, sebagai penunjang pendekatan antar disiplin
yang digunakan, membutuhkan suatu sudut pandang investasi yang berisfat
dinamis dan sistemik, bukan bersifat statis dan lokal, untuk mencapai optimalisasi
jangka panjang sistem tersebut secara keseluruhan.
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengajukan suatu gagasan yang selaras
dengan arah tersebut, yang memusatkan pada analisa berskala nasional dan pada
pembuatan kebijakan publik. Untuk dapat menyelesaikan tugas ini, maka kami
mencoba mengeksplorasi pendekatan teoritis Pandangan Berbasis Sumberdaya
(RBV) pada strategi yang kami ajukan.
Tulisan ini terdiri dari tujuh bagian utama. Bagian berikutnya (yang kedua)
menyajikan uraian tentang konsep agribisnis tradisional, pelaku-pelaku utama dan
dimensi persaingan. Bagian yang ketiga akan menelaah tentang tema daya saing
nasional. Bagian keempat akan menjabarkan tentang dasar-dasar pendekatan
Pandangan Berbasis Sumberdaya. Bagian kelima akan membahas beberapa
permasalahan-permasalahan yang muncul dari “pemikiran RBV” tentang
agribisnis dan daya saing nasional. Yang terakhir, bagian keenam menyajikan
model Sistem Agribisnis Nasional.yang kami ajukan.

Sistem Agribisnis – Para Pelaku dan Dimensi Strategi Utama


Sampai saat ini belum diketahui kapan pertama kali manusia mengenal praktek-
praktek pertanian yang terorganisir dan sistematik, namun terdapat suatu bukti
praktek pertanian di Timur Tengah dan Meksiko kira-kira sekitar 7000 sebelum
Masehi. Semenjak saat itu, dunia pertanian telah berkembang pesat dan saat ini
bidang petanian memegang peranan yang sangat penting dalam setiap
perekonomian negara.
Saat ini, seiring meningkatnya permintaan pangan, ilmu pengetahuan pertanian
telah menyebar dan berkembang dari perusahaan keluarga berskala kecil menjadi
perusahaan pertanian berskala besar. Petani modern jaman sekarang adalah
seorang ahli yang juga mahir dalam bidang budidaya dan pembiakan hewan,
sehingga mereka juga berkecimpung dalam bidang pemrosesan dan distribusi
produk-produk dari binatang dan tanaman sebagai tambahan dalam usaha
pertanian mereka. Akibat dari adanya fenomena tersebut, klasifikasi tradisional
terhadap beberapa aktivitas yang berbeda secara primer, sekunder, dan tersier
akan dapat memudahkan dalam analisa yang menfokuskan pada sistem produksi,
pemrosesan dan komersialisasi produk-produk yang dihasilkan oleh usaha
pertanian.
Salah satu hal utama dalam studi agribisnis adalah pengintegrasian rantai
produksi, yang diolah dalam Pendekatan Sistem Komoditas (Davis dan
Goldberg). Yaitu sebuah gagasan sebuah sekolah di Perancis yang memfokuskan
pada pemetaan rantai operasi dan hubungan komersial yang terlibat dalam
produksi suatu produk tertentu (Morvan). Yang paling baru adalah Manajemen
Rantai Suplai, yang memfokuskan pada informasi pasar yang efisien sebelum
sampai pada rantai suplai. Karena tiap-tiap pendekatan yang ada hanya menelaah
“sepotong” dari permasalahan yang ada, maka tidak ada satupun yang dapat
memberikan penjabaran yang lengkap mengenai bidang agribisnis yang bersegi
banyak dan sangat kompleks ini. Dalam rangka untuk mendekati kekomplekan
ini, maka kita akan mengawali dengan mengeksplorasi beberapa pelaku utama dan
dimensi utama dalam agribisnis. Seperti yang disajikan pada Gambar 1, agribisnis
tidak hanya melibatkan petani (produsen utama) namun juga sejumlah pelaku-
pelaku lainnya dan organisasi-organisasi. Dari sisi faktor-faktor input, terdiri dari
dari Industri-industri Agro-Kimia dan Agro-Permesinan. Dari sisi faktor-faktor
outputnya, terdiri dari Industri-industri Pengolahan Makanan dan, rantai sisi hilir,
yang meliputi grosir, supermarket dan saluran-saluran distribusi lainnya. Para
pelaku lainnya yang juga tidak kalah penting adalah Industri-industri Non
Makanan, seperti industri mebel kayu, farmasi, material dan lain-lain. Pihak jasa
yang mendukung bidang ini adalah industri perbankan, firma-firma konsultan,
pasar saham, rumah lelang, transportasi, logistic, telekomunikasi dan lain-lain.
Dari sisi teknologi dan pengetahuan, meliputi lembaga-lembaga penelitian dan
pendidikan. Lembaga-lembaga lain yang juga terlibat adalah Lembaga Swadaya
Masyarakat (NGO), Pejabat Pembuat Kebijakan dan Yayasan Internasional.
Pemerintah memegang peranan yang sangat penting dalam konteks
mengembangkan penelitian, penalaran ilmu pengetahuan dan menyediakan
pendanaan dan membuat aturan tentang mekanisme pasar. Pihak terkait yang
terakhir adalah konsumen, dimana permintaan yang mereka ajukan menjadi
pertimbangan utama dalam mengembangkan strategi rantai produksi yang
diterapkan.
*********
Gambar 1. Para pelaku agribisnis dan dimensi strategi yang utama

Keselarasan tujuan dan strategi diantara para pelaku agribisnis tersebut


membentuk sistem agribisnis yang kompetitif. Pada dasarnya, potensi yang
kompetitif ini adalah merupakan suatu perwujudan dari beberapa dimensi strategi
utama, seperti yang disajikan pada Gambar 1. Dimensi yang pertama berhubungan
dengan produktivitas dan kualitas. Kualitas adalah merupakan atribut penting
produk makanan, sedangkan produktivitas sangatlah diperlukan untuk mencapau
biaya produksi yang lebih rendah. Dimensi yang kedua berhubungan dengan
kemampuan ionovasi perusahaan, dimana hal ini sangat diperlukan untuk
merespon tekanan-tekanan persaingan dan permintaan atas suatu produk yang
baru, lebih baik, dan berbeda. Dimensi yang ketiga adalah respon terhadap
kinsumen yang efisien, dimana hal ini berkaitan erat dengan kemampuan logistik
sistem tersebut. Yang terakhir, dimensi yang keempat berhubungan dengan
persyaratan keamanan dan kehandalan, dimana peran ini dipegang oleh
pemerintah dan lembaga-lembaga yang terpercaya.
Kinerja suatu perusahaan, atau sekelompok perusahaan, dalam kaitannya dengan
dimensi-dimensi strategis tersebut di atas ditopang oleh seperangkat sumberdaya
strategis, seperti pengetahuan, teknologi, sumberdaya alam dan kemampuan
manajemen. Masing-masing industri memiliki kombinasi sumberdaya strategisnya
sendiri-sendiri, namun suatu hal mendasar yang membedakannya dari industri-
industri lainnya adalah bahwa dalam agribisnis sumberdaya-sumberdaya tersebut
sangatlah mirip atau sama-sama relevan untuk berbagai macam aktivitas yang ada.
Teknologi seperti pengembangan pertanian dan genetis bisa juga diterapkan pada
berbagai jenis budidaya sehingga bisa dibagi-bagi untuk tipe-tipe aktivitas
agribisnis lainnya.
Adanya kenyataan bahwa sebagian besar sumberdaya dan kemampuan yang
dimiliki memiliki tingkat kelayakan hasil yang rendah mengakibatkan
menurunnya investasi individual dan menciptakan suatu peluang untuk
optimalisasi usaha secara kolektif dalam pengembangan dan peningkatan
sumberdaya yang ada. Atas dasar itu, maka sebuah sistem agribisnis yang
dirancang dan dikoordinasikan dengan baik akan dapat meningkatkan nilai-nilai
yang ada sehingga menjadikannya sebagai faktor pembeda yang nantinya akan
memuluskan jalan terbentuknya sistem agribisnis regional dan nasional berskala
besar.
Setelah diawali dengan kontribusi utama terhadap penelitian daya saing nasional,
maka bagian selanjutnya akan mencoba untuk mengeksplorasi beberapa implikasi
stategis dari analisa agribisnis tersebut.

Daya Saing Nasional


Penelitian akademis terhadap daya saing nasional merujuk kembali pada
penelitian yang dilakukan oleh Smith dan Ricardo yang memberikan kontribusi
sangat besar pada pemahaman keunggulan komparatif dan perdagangan antara
negara-negara.
Baru-baru ini, dengan adanya tren globalisasi, fokus terhadap topik ini telah
diintensifkan dan berubah di luar konsep keunggulan komparatif itu sendiri. Saat
ini, seperti yang dikatakan oleh Porter, keunggulan komparatif yang berbasis pada
sumberdaya fisik tetap saat ini sudah tidak lagi dapat memberikan penjelasan yang
memuaskan terkait dengan daya saing global suatu perusahaan atau negara
sehingga sumber-sumber baru keunggulan kompetitif haruslah ditambahkan. Dia
menemukan bahwa terdapat empat makro determinan keunggulan kompetitif dari
suatu negara:
 Kondisi-kondisi faktor: Portofolio faktor-faktor produksi suatu negara,
seperti tenaga kerja terlatih, sumber daya alam, pengetahuan, modal dan
infrastruktur sangatlah dibutuhkan untuk bisa bersaing dalam suatu
industri.
 Kondisi-kondisi permintaan: Sifat permintaan lokal untuk produk atau jasa
yang dihasilkan industri tersebut.
 Industri-industri terkait dan industri-industri pendukung: Keberadaan
suplier dan industri-industri terkait yang telah memiliki standar kompetitif
internasional.
 Strategi, struktur, dan persaingan yang kokoh: Struktur industri,
pengorganisasian perusahaan, dan adanya persaingan dan rivalitas
domestik yang dapat memajukan pembangunan.

Dari sudut pandang ini, kondisi-kondisi faktor diperluas keluar dari faktor-faktor
fisik tradisional seperti lahan, tenaga kerja, dan modal, serta faktor-faktor yang
relevan dengan sektor agribisnis. Penganugerahan faktor suatu negara harus
mencakup juga sumber daya manusia, sumber daya pengetahuan, sumberdaya
modal dan infrastruktur. Dalam konteks ini, relevansi suatu dimensi strategis
agribisnis akan menjadi tampak. Misalnya, hubungan yang terjadi antara aktivitas
penelitian dan pendidikan dan keefektifan sumberdaya manusia dan pengetahuan
negara.
Menurut Porter, faktor-faktor dapat diklasifikasikan menjadi dua dimensi: dasar
versus lanjutan dan umum versus khusus. Faktor-faktor dasar merujuk pada
sumberdaya fisik dan faktor-faktor lanjutan merujuk pada kemampuan
penguasaan teknologi canggih. Faktor-faktor umum, seperti jalan raya, bisa
digunakan oleh berbagai macam sektor sedangkan faktor-faktor khusus
merupakan aplikasi yang bersifat terfokus; contohnya adalah sebuah teknologi
makanan yang terdapat pada suatu daerah tertentu.
Meskipun analisa Porter pada tataran tertentu memfokuskan pada sifat dinamis
kompetisi, namun pada dasarnya kerangka konseptualnya itu sangatlah terbatas.
Contohnya, ia tidak selaras dengan: bagaimana aktivitas yang menciptakan faktor
kunci direncanakan; dimana faktor-faktor bisa menjadi sumber keunggulan yang
berkelanjutan, sehingga mencegah terjadinya peniruan; dan bagaimana lembaga
pendukung yang sangat penting bagi peningkatan kondisi-kondisi faktor
dikoordinasikan. Untuk mengatasi keterbaasan ini maka kami memanfaatkan
pendekatan berbasis sumberdaya pada strategi yang ada.

Pendekatan Pandangan Berbasis Sumberdaya


Setiap perusahaan yang terdapat di pasar dapat dilihat sebagai sebuah kumpulan
sumberdaya yang bentuk kegunaan produktifnya bergantung pada visi dan
persepsi manajernya. Jika sumber daya ini langka, jarang, terspesialisasi, bersifat
sebagai pelengkap dan dapat menambah nilai, maka mereka dapat digunakan
sebagai sumber keunggulan kompetitif, sehingga dapat membawa perusahaan
meraih performa ke tingkat yang paling unggul. Inilah prinsip utama dari
pandangan berbasis sumberdaya suatu perusahaan (RBV).
Pendekatan ini berakar pada penelitian yang dilakukan oleh Penrose dan Selznick
dan, dalam bentuk modernnya, pendekatan ini telah dijadikan obyek penelitian
oleh Wernerfeldt, Rumelt, Dierickx dan Cool, Barney, Teece, Grant, Mahoney
dan Pandian, Amit dan Shoemaker, Peteraf, Teece, Pisano dan Shuen, Lockett dan
Thompson dan Mahoney.
Proses pencarian terhadap atribut-atribut khusus yang mencirikan nilai strategis
suatu sumber daya membawa kita pada sebuah daftar konsep yang sangat luas.
Meskipun telah banyak sekali para peneliti yang mengeksplorasi atribut-atribut ini
dengan nama yang berbeda-beda, namun analisia yang mendalam terhadap inti
penelitian pada area tersebut menunjukkan adanya kesamaan gagasan yang sangat
kuat.
Peteraf menggabungkan pandangan-pandangan tersebut ke dalam empat kondisi
yang sangat dibutuhkan dan harus ada bagi suatu sumberdaya agar bisa disebut
strategis, merujuk pada “pilar utama keunggulan kompetitif”: heterogenitas,
mobilitas yang tidak sempurna, batasan prasyarat kompetisi dan batasan sesudah
kompetisi. Masing-masing selanjutnya akan dijelaskan secara singkat, sebab
merekalah yang membentuk elemen-elemen penting basis konseptual penelitian
kami.

Heterogenitas
Menurut Peteraf, heterogenitas pada suatu industri melibatkan situasi dimana
jumlah sumberdaya strategis yang ada sangat terbatas dan jarang. Pada kondisi
seperti ini, sumberdaya yang inferior atau yang tidak efisien digunakan dalam
produksi untuk menyuplai permintaan residual dan muncul kemungkinan adanya
keuntungan yang besar bagi perusahaan yang paling efisien. Tipe keunggulan
kompetitif ini kemudian dapat dilanggengkan oleh perusahaan yang efisien
tersebut selama sumberdaya mereka tidak ditiru atau diperluas ke level
permintaan. Efisiensi diferensial (heterogenitas) terkait dengan sumberdaya
perusahaan lainnya dan adanya kelangkaan terkait dengan permintaan merupakan
kondisi penting untuk meningkatkan performa keuntungan melalui penggunaan
sumberdaya strategis.

Batasan Sebelum Kompetisi


Keberadaan pembatasan sebelum kompetisi, seperti yang dijelaskan oleh Peteraf,
menyiratkan bahwa sebelum posisi superior dalam hal sumberdaya didapatkan,
maka sebelumnya harus ada kompetisi terbatas untuk posisi tersebut.
Menurut Peteraf, posisi dalam sumberdaya hanya bisa menjadi suatu sumber
keuntungan yang superior jika perusahaan tersebut memiliki peluang untuk
menguasainya ketika tidak terdapat suatu persaingan. Nilai sumberdaya tersebut
tidak dapat diketahui oleh semua kompetitor sebelum dilakukannya penguasaan
dan pemanfaatan atasnya. Sehingga jika tidak terdapat perbedaan antara nilai
pasca sumberdaya dan nilai pra biaya akuisisi, maka laba normal yang didapat
seperti di atas akan menjadi tidak berlaku (Rumelt, opud Peteraf). Dengan
demikian, laba normal tersebut di atas dihasilkan dari adanya ketidakpastian pada
fase awal proses.

Batasan Sesudah Kompetisi


Kebutuhan akan batasan sesudah kompetisi menyiratkan bahwa setelah sebuah
perusahaan menetapkan posisi kompetitifnya melalui berbagai macam
sumberdaya yang heterogen, maka harus ada faktor-faktor yang menopang
durabilitas kondisi keheterogenan tersebut dengan cara menjaga posisi superior
yang telah diraih tersebut.
Menurut Peteraf, batasan sesudah kompetisi yang utama adalah keberadaan daya
tiru yang tak sempurna dan daya substitusi yang tak sempurna atas suatu
sumberdaya. Kemampuan untuk melindungi sumberdaya dari peniruan atau
pensubstitusian bergantung pada beberapa faktor. Diantaranya adalah hal-hal yang
dinyatakan oleh Rumelt (1984) dan Dierickx dan Cool sebagai mekanisme isolasi,
seperti misalnya interdeterminasi dan ambiguitas sebab akibat pengetahuan yang
terlibat dalam proses pengakuisisian suatu sumberdaya, tingkat daya komplemen
aset dan adanya jalur kondisi ketergantungan.
Interdeterminasi atau ambiguitas sebab akibat terjadi ketika para kompetitor tidak
mampu untuk mengidentifikasi mana yang merupakan sumberdaya yang berharga
atau bagaimana cara membuatnya kembali (Reed dan DeFillipi). Dengan
demikian, kekhasan dari proses pembelajaran merupakan suatu kondisi yang
sangat didambakan untuk dapat menopang suatu keunggulan kompetitif.
Sebaliknya, alur kondisi ketergantungan berarti bahwa sebuah sumberdaya atau
aset dikembangkan dan diakumulasikan dalam sebuah proses yang melibatkan
proses trial and error.

Mobilitas yang tak sempurna


Kondisi mobilitas sumberdaya yang tak sempurna menyiratkan bahawa meskipun
sumberdaya tersebut bisa diperdagangkan, namun sumberdaya tersebut justru
lebih berharga bagi perusahaan untuk dipergunakan sendiri dibandingkan jika
digunakan di perusahaan lain. Hal ini bisa terjadi ketika suatu sumberdaya
dikembangkan secara khusus dan eksklusif sehingga hanya bisa diterapkan untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan yang memilikinya. Sumber mobilitas yang tidak
sempurna lainnya terjadi ketika suatu kelompok sumberdaya tertentu hanya bisa
menghasilkan jika mereka digunakan secara bersamaan; mereka itu disebut
dengan aset khusus sampingan (Teece, 1986). Mobilitas yang tak sempurna bisa
juga terjadi ketika biaya transaksi untuk sumberdaya tersebut lebih tinggi dari
nilai sumberdaya itu sendiri (Rumelt, opud Peteraf). Dan yang terakhir, yaitu
ketika sumberdaya menjadi sangat sulit untuk ditentukan biaya dan nilai
individualnya baik oleh penjual maupun pembeli. Informasi yang tidak simetris
ini mencegah pembeli untuk memperoleh akses atas sumberdaya ini, sehingga
dapat merintangi negosiasi mereka atau terjadinya perpindahan tangan (Barney
1991).
Masing-masing kondisi tersebut di atas, heterogenitas, mobilitas yang tak
sempurna, batasan sebelum dan sesudah kompetisi, mengungkapkan sumberdaya
mana saja yang memiliki nilai strategis. Identifikasi dan manajemen atas
sumberdaya-sumberdaya tersebut telah menjadi pokok bahasan utama disebagian
besar negara-negara di dunia, seperti yang akan kami bahas berikut ini.

Pandangan Berbasis Sumberdaya, Daya Saing dan Agribisnis Nasional:


Suatu Hal yang Sangat Penting
Tak diragukan lagi bahwa pendekatan pandangan berbasis sumberdaya selain
membawa pemikiran baru dan bermanfaat bagi analisis agribisinis dan perumusan
strategi, namun ia juga membawa tiga hal yang sangat penting. Yang pertama
adalah bahwa perusahaan-perusahaan tidak hanya bersaing pada tingkatan produk
saja namun juga pada sub level sumberdaya, yaitu tempat terjadinya perlombaan
pengakuisisian sumberdaya yang strategis. Dalam Agribisnis, pada tingkatan
perusahaan individual, sumberdaya strategis ini bisa berupa teknologi, lahan
khusus, brand pasar, saluran logistik khusus dan lainnya. Pada tingkatan sektor
agribisnis, sumberdaya ini bisa berupa peranan sistem penelitian nasional,
pengetahuan tentang genetika, jaringan perdagangan internasional, struktur
logistik yang efisien, reputasi, reliabilitas, image, daya respon konsumen dan lain-
lain.
Hal penting yang kedua adalah bahwa strategi investasi modal tradisional
seringkali terfokus pada pencapaian optimalisasi statis, memilih alternatif yang
terbaik dari skenario yang ada saat ini. Hal ini bisa membuat beberapa perusahaan
menginvestasikan alur teknologi dan protofolio sumberdaya yang sempit. Ketika
teknologi berkembang dan terjadi perubahan ada lingkungan bisnis, maka
perusahaan ini akan terjebak dalam pilihan lama mereka dan tidak bisa melakukan
adaptasi atau reaksi dengan baik dan efektif.
Hal penting ketiga adalah bahwa alur teknologi dan peluang masa depan yang
telah terbentang masih terlihat samar bagi perusahaan-perusahaan individual.
Dalam sebuah konteks yang dinamis dan evolusioner, kekuatan dan adaptasi
memegang peranan yang sangat penting. Kekuatan adalah sebuah pencarian
terhadap usaha-usaha yang terorganisir, sedangkan adaptasi adalah sebuah
pencarian terhadap fleksibilitas, dimana keuda hal tersebut merujuk pada
pencarian terhadap keputusan dan strategi kompleks yang harus diperlakukan
secara kolektif.
Isu-isu tersebut di atas mengasumsikan betapa pentingnya hal tersebut ketika kita
berurusan dengan sebuah sistem agribisnis secara keseluruhan, dimana hal ini
harus selaras dengan strategi nasional. Seperti yang akan kami bahas pada bagian
selanjutnya.

Sistem Agribisnis Nasional: Suatu Kerangka Strategis


Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, sektor agribisnis tradisional tidak lagi
bisa direncanakan dari sebuah fokus yang sempit, karena mesin perubahan yang
utama berakar pada sistem yang lebih besar yang dipengaruhi oleh globalisasi
perdagangan dan teknologi dan pergeseran permintaan yang sangat cepat.
Pertanyaan yang paling penting adalah bagaimana sistem tersebut menangani
perubahan yang terjadi dan bagaimana para pelaku yang terlibat bereaksi,
beradaptasi dan berinovasi.
Dalam konteks ini, Sistem Agribisnis Nasional didefinisikan sebagai jaringan
organisasional yang mengkoordinasikan strategi-strategi agribisnis pada tingkat
nasional. Hal tersebut meliputi audit terhadap sumberdaya strategis dan non
strategis, peramalan dan perencanaan; mengkaji dan meningkatkan pasar global;
pembangkitan dan penyatuan pengetahuan; pembuatan peraturan dan perundang-
undangan; pendanaan; pendukungan terhadap infrastruktur; dan pengendalian
lingkungan. Gagasan utamanya adalah bahwa penjumlahan daya optimum
individual tidaklah setara dengan daya optimum sistem secara keseluruhan,
sehingga dibutuhkan suatu pengkoordinasian yang baik. Hal-hal tersebut disajikan
pada Gambar 2.
***********
Titik awal dari kerangka kerja tersebut adalah inventaris sumberdaya-sumberdaya
lokal, yaitu menentukan skil-skil, produk-produk lokal, perlengkapan, fasilitas-
fasilitas, proses-proses produksi, teknologi dan sumber daya alam yang ada.
Langkah selanjutnya adalah analisa terhadap atribut-atribut sumberdaya,
mengidentifikasi manakah yang memiliki nilai strategis. Karena masing-masing
daerah memiliki sumberdaya dan kemampuan yang berbeda-beda, maka
kumpulan dari semua sumberdaya-sumberdaya lokal tersebut membentuk
portofolio sumberdaya nasional yang, berkaitan dengan makro faktor, merupakan
input pengembangan strategi kompetitif nasional.
Untuk mendukung strategi kompetitif nasional yang telah ditentukan,
sumberdaya-sumberdaya tersebut harus diatur, dilindungi,dioptimalkan dan
ditingkatkan melalui penerapan strategi sumberdaya nasional. Strategi ini
mengandung rencana-rencana tindakan dan komitmen terhadap alur pembangunan
yang mengisi celah dan hambatan pada portofolio sumberdaya nasional. Strategi
kompetitif nasional juga menyaratkan dilakukannya suatu penelitian untuk dapat
terus meningkatkan sumberdaya dan kemampuan yang dimiliki; tugas ini dapat
diselesaikan dengan menerapkan strategi sistem R&D nasional. Yang terakhir,
strategi kompetitif nasional menyaratkan bahwa sistem agribisnis harus mampu
mencapai tingkat performa yang tinggi dalam dimensi strategi yang
diprioritaskan; tugas ini dapat diselesaikan dengan menerapkan strategi agribisnis
nasional.
Ketiga strategi pendukung nasional tersebut di atas akan dapat memberikan
elemen-elemen untuk perumusan kebijakan produksi nasional, yang menangani
hal-hal yang berkaitan dengan promosi internasional, perundangan tentang
keamanan, pengaturan dan manajemen sumber daya alam. Kebijakan ini
kemudian diterjemahkan ke dalam kebijakan produksi lokal, yang selaras dengan
tujuan nasional terkait dengan rantai pemerintahan lokal dan penyesuaian proses-
proses produksi.
Yang terakhir, tahapan-tahapan di atas akan mengarah pada strategi operasi
perusahaan-perusahaan agribisnis, dimana level tujuan-tujuan operasionalnya
ditentukan pada level perusahaan individual.

Kesimpulan
Agribisnis merupakan sektor multidimensi yang sangat kompleks yang tidak bisa
direncanakan tanpa adanya suatu pandangan sistemik dan suatu pendekatan yang
interdisipliner. Kekuatan dari model yang diajukan terletak pada definisi dan
pengintegrasian berbagai level dan cakupan analisis. Kami berpendapat bahwa
hanya dengan penerapan strategi sumberdaya nasional dalam rangka untuk
menjaga, meramalkan dan mengeksplorasi saja yang dapat menghasilkan daya
saing sektor agribisnis jangka panjang. Pandangan Berbasis Sumberdaya telah
terbukti sangat bermanfaat sebagai sebuah pendukung teoritis bagi proses ini.

Anda mungkin juga menyukai