Makalah Buat MPB LRK
Makalah Buat MPB LRK
Oleh:
Yunus Sulistyono
08/268097/SA/14454
1. Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, muncul kata-kata
baru sebagai hasil dari perkembangan kebudayaan yang terjadi dalam kehidupan
manusia. Kemunculan kata-kata baru tersebut menimbulkan variasi dalam penggunaan
bahasa. Salah satu bentuk variasi dalam penggunaan bahasa tersebut adalah penggunaan
bahasa dalam register kedirgantaraan.
(1) Hujan yang menerpa kanopi masih cukup keras sehingga aku belum dapat melihat
landasan, hanya sosok Hercules yang anggun dan besar yang aku lihat (Angkasa,
2009 No.7 hal. 75).
(2) Typhoon dilengkapi dengan dua buah sayap canard di bagian depan untuk
menghasilkan tingkat kelincahan yang tinggi (Angkasa, 2005 No.6 hal. 6).
1
Dari contoh diatas, terdapat leksikokon kanopi dan canard. Leksikon-leksikon
tersebut hanya digunakan dalam register kedirgantaraan dan memiliki bentuk gramatikal
yang dapat dideskripsikan melalui proses lingual.
Istilah-istilah dalam register kedirgantaraan dapat diklasifikasikan berdasarkan
aspek-aspek tertentu yang berhubungan dengan leksikon dalam register kedirgantaraan.
Selain itu, istilah-istilah dalam register kedirgantaraan dapat dideskripsikan relasi makna,
medan makna, dan perubahan makna yang terjadi dalam leksikon register kedirgantaraan.
Leksikon dalam register bidang kedirgantaraan memiliki bentuk lingual yang berasal dari
kosakata bahasa asing dan telah menglami proses-proses lingual sehingga dapat
dideskripsikan campur kode yang terjadi dalam register kedirgantaraan.
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk lingual dalam register kedirgantaraan.
2. Mendeskripsikan klasifikasi leksikon, relasi makana, medan makana, dan
perubahan makana dalam register bidang kedirgantaraan.
3. Mendeskripsikan campur kode dalam bidang kedirgantaraan.
2
1.5 Tinjauan Pustaka
Istilah yang digunakan dalam suatu register sebagai objek kajian linguistik telah
banyak diteliti oleh para peneliti. Yuwono (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Istilah
dalam Bidang Kepolisian” mengklasifikasikan istilah dalam bidang kepolisian
berdasarkan bentuk dan asal. Selain itu, pengklasifikasian istilah juga didasarkan pada
refren dan makna. Sayangnya, pendeskripsian mengenai asal kata tidak dijelaskan secara
etimologis.
Suryati, (2009) dalam skripsinya “Leksikon Register Fotografi” mengungkapkan
bentuk-bentuk lingual, klasifikasi leksikon, relasi makna, medan makna, dan perubahan
makna dalam register bidang fotografi. Selain itu, ia juga menjelaskan campur kode yang
terjadi dalam register fotografi. Penelitian mengenai register juga dilakukan oleh
Listiarini (2009) dalam skripsinya “Register Seks sebagai Variasai Bahasa: Studi Kasus
Majalah Femina dan Kartini”. Listiarini mendeskripsikan bentuk-bentuk kebahasaan dan
makna register seks, mengklasifikasikan istilah bahasa asing dalam register seks beserta
alasan pemakaiannya dan mengungkapkan bentuk campur kode dalam konsultasi seks.
Dalam penelitiannya, Listriani menggunakan majalah Kartini dan Femina sebagai bahan
penelitian.
Farmadiani (2004) dalam skripsinya “Register Perfilman sebagai Variasi Bahasa”
mendeskripsikan bentuk satuan gramatikal register perfilman, dan
mengklasifikasikannya, serta menganalisis perubahan makna leksikon dalam register
perfilman. Selain itu, ia juga mendeskripsikan adanya campur kode dalam register
perfilman. Namun, Farmadani belum melakukan penelitian secara mendetail dalam hal
pemakaian istilah asing, terutama istilah yang berasal dari bahasa Inggris.
Syamsiyah (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Akronim dalam Ranah
Kepolisian” mendeskripsikan bentuk-bentuk akronim dan proses pembentukan yang
terjadi pada bentuk akronim dalam ranah kepolisian. Selain itu, ia juga
mengklasifikasikan pemakaian akronim dalam ranah kepolisian dan fungsinya bagi
pemakai. Sayangnya, skripsi ini tidak menjelaskan hal-hal yang melatarbelakangi
penggunaan akronim dalam ranah kepolisian secara lebih mendalam.
Dari penelitian diatas, terlihat bahwa penelitian mengenai register telah banyak
dilakukan. Namun, penelitian mengenai leksikon dalam bidang kedirgantaraan belum
3
pernah dilakukkan Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian
mengenai leksikon yang digunakan dalam suatu register.
4
Dalam sebuah leksem, dimungkinkan terdapat relasi makna, medan makna, dan
perubahan makna. Relasi makna merupakan hubungan semantik yang terdapat diantara
satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya. Satuan bahasa ini dapat
berupa kata, frasa, maupun kalimat. Dalam pembicaraan relasi makna, biasanya
dibicarakan masalah-masalah yang disebut sinonim, antonim, polisemi, hiponimi,
homonimi, ambigu, dan redudansi (Chaer, 1994:297).
Perubahan makna adalah perubahan yang terjadi pada satuan ujaran yang terjadi
secara diakronis dan dimungkinkan terjadi dalam waktu yang relatif lama (Chaer, 1994:
310-311). Perubahan makna dapat terjadi akibat perubahan lingkungan, pertukaran
tanggapan indera, gabungan leksem atau kata, tanggapan pemakai bahasa, asosiasi, dan
perubahan makna akibat perubahan bentuk (Pateda, 2001:160--182). Medan makna
merupakan seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena
menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta
tertentu (Chaer, 1994:316).
Sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan
saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial (Kridalaksana, 2008:225).
Campur kode (code mixing) merupakan penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke
bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa; termasuk didalamnya
pemakaian kata, frasa, klausa, idiom, dan sapaan (Kridalaksana, 2008:40). Campur kode
dalam bidang kedirgantaraan dapat diuraikan berdasarkan bentuk, jenis, dan alasan
pemakaiannya.
Campur kode ada dua macam, yaitu campur kode ke dalam (inner code mixing)
dan camour kode ke luar (outer code mixing) (Suwito, via Suryati, 2009:9).campur kode
ke dalam adalah campur kode yang terjadi karena penyisipan unsur-unsur yang
bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya. Campur kode ke luar adalah campur
kode yang terjadi karena penyisipan unsur-unsur yang bersumber dari bahasa asing. Ada
tiga hal yang melatarbelakangi terjadinya campur kode yaitu identifikasi peranan, ragam,
dan keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.
5
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga tahap, yaitu penyediaan data, analisis data, dan
penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:5). Pada tahap penyedian data, peneliti
menggunakan metode simak dengan teknik catat. Data sekunder diambil dari lima
majalah kedirgantraan, yaitu majalah Airliner World Indonesia edisi 1 terbit Februari
2010, majalah Angkasa No. 7 terbit April 2009, majalah Angkasa No. 6 terbit Maret
2009, majalah Angkasa No. 10 terbit Juli 2005, dan majalah Angkasa No. 6 terbit Maret
2005. Populasi data sebanyak 133 dengan jumlah istilah sebanyak 163.
Pada tahap analisis data, digunakan metode agih dengan teknik bagi unsur dan
metode padan dengan teknik translasional. Teknik bagi unsur bermanfaat untuk
menentukan bagian-bagian fungsional suatu konstruksi sehingga dapat ditentukan istilah
umum dan istilah khusus yang digunakan dalam register Kedirgantaraan.. Hasil
penerapan teknik bagi unsur langsung itu menjadi dasar bagi analisis data selanjutnya
(Mastoyo, 2007:55). Dalam penggunaan metode padan dengan teknik translasional
peneliti menggunakan pembandingan dengan bahasa lain diluar register kedirgantaraan.
Karena sebagian besar leksikon dalam register kedirgantaraan adalah leksikon dari
bahasa Inggris, bahsa lain yang dikomparasikan adalah bahasa Indonesia.
Pada tahap terakhir, yaitu tahap penyajian hasil analisis data, peneliti
menggunakan metode penyajian informal. Metode penyajian informal adalah perumusan
dengan kata-kata biasa dengan terminologi yang bersifat teknis (Sudaryanto, 1993:145).
Dalam metode penyajian informal, pembahasan mengenai rumusan masalah disampaikan
dengan kata-kata yang dapat langsung dipahami jika dibaca dengan serta merta.
6
Terdapat tiga proses dalam pembentukan istilah dalam register kedirgantaraan,
yaitu proses penerjemahan, proses penyerapan dari bahasa asing, dan proses afiksasi.
2.1.1.1 Istilah Asing yang Dipadankan dengan Istilah dalam Bahasa Indonesia
Umum
Proses pembentukan istilah asing yang dipadankan dengan istilah dalam bahasa
Indonesia umum merupakan proses penerjemahan yang dilakukan dengan berusaha
mencari padanan kata asing di dalam kosa kata bahasa Indonesia. Hal ini dapat terjadi
kerena tingginya frekwensi pemakaian kesakata tertentu dalam bahasa Indonesia dan
sudah memiliki sifat yang umum dalam bahasa Indonesia. Leksikon dalam register
kedirgantaraan yang mengalami proses penerjemahan istilah asing yang dipadankan
dengan istilah dalam bahasa Indonesia umum dapat berupa bentuk tunggal dan kompleks.
Berikut merupakan contoh bentuk tunggal asing yang dipadankan dengan istilah dalam
bahasa Indonesia umum.
(3) “Oke Capt, silakan mendarat di runway 04” (Angkasa, 2009 No.7 hal.. 34).
(3a) “Oke Capt, silakan mendarat di landasan pacu 04.”
(4) Ia adalah spy yang mampu menembus fasilitas penelitian atom paling rahasia di
Los Alamos (Angkasa, 2005 No.6 hal. 42).
(4a) Ia adalah mata-mata yang mampu menembus fasilitas penelitian atom paling
rahasia di Los Alamos.
Berdasarkan data (3) dan (3a) serta data (4) dan (4a), terlihat bahwa leksikon
dalam bahasa Inggris dapat dipadankan dengan leksikon dalam bahasa Indonesia umum.
Padanan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.
runway landasan pacu
7
spy mata-mata
lesksikon runway dan spy dalam bahasa Inggris dapat dipadankan dengan leksikon
landasan pacu dan mata-mata dalam bahasa Indonesia. Pemilihan landasan pacu dan
mata-mata sebagai padanan runway dan spy karena dianggap memiliki makna gramatikal
yang sama. Leksikon bentuk kompleks dalam register kedirgantaraan yang mengalami
proses penerjemahan istilah asing yang dipadankan dengan istilah dalam bahasa
Indonesia umum berbentuk frasa. Berikut ini merupakan contoh frasa dalam bahasa
Inggris yang dipadankan dengan bahasa Indonesia umum.
(5) Dinyatakan dalam kondisi fit terbang, ia sudah menemani pesawat Roulettes
beraksi di Australian Day, namun sebagai duty safety di helikopter (Angkasa,
2005 No.6 hak. 24).
(5a) Dinyatakan dalam kondisi fit terbang, ia sudah menemani pesawat Roulettes
beraksi di Australian Day, namun sebagai petugas keselamatan di helikopter.
(6) Bahkan jika pengereman manual maksimal dilakukan begitu menyentuh landasan
sekalipun dengan reverse thrust dipertahankan pada 1,3 EPR selama mendarat
(Angkasa, 2009 No.6 hal. 71).
(6a) Bahkan jika pengereman manual maksimal dilakukan begitu menyentuh landasan
sekalipun dengan daya tolak dipertahankan pada 1,3 EPR selama mendarat.
Pada contoh (5) dan (5a) diatas, frasa duty safety dalam bahasa Inggris dapat
dipadankan dengan istilah dalam bahasa Indonesia yaitu petugas keselamatan. Leksikon
duty sefety pada contoh diatas merupakan frasa yang terdiri dari satu morfem bebas dan
satu kata, yaitu morfem bebas duty dan kata safety yang telah mengalami proses
morfologis karena mendapat akhiran –ty leksikon duty safety termasuk frasa karena tidak
menimbulkan arti baru setelah melalui proses morfologis. Frasa duty safety jika
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi petugas keselamatan yang memiliki arti
yang sama dengan leksikon aslinya dalam bahasa Inggris.
Pada contoh (6) dan (6a), frasa reverse thrust dalam bahasa Inggris dipadankan
dengan istilah dalam bahasa Indonesia daya tolak karena memiliki makna gramatikal
yang sama. Leksikon reverse thrust terdiri dari dua morfem bebas yaitu morfem reverse
8
dan morfem thrust. Leksikon reverse thrust termasuk dalam frasa karena tidak
menimbulkan arti baru. Frasa reverse thrust jika diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi daya tolak yang memiliki makna gramatikal yang sama dengan
leksikon aslinya dalam bahasa Inggris.
2.1.1.2 Istilah Asing yang Dipadankan dengan Istilah Bahasa Indonesia tidak Lazim
Proses pembentukan istilah asing yang dipadankan dengan istilah dalam bahasa
Indonesia tidak lazim merupakan proses penerjemahan istilah asing yang dilakukan
dengan cara mencari padanan kata asing yang tidak terdapat dalam kosakata bahasa
Indonesia secara umum, tetapi dapat ditemukan padanannya dalam kosakata bahasa
Indonesia yang tidak lazim. Kosakata bahasa Indonesia yang tidak lazim adalah kosakata
yang jarang dipakai dalam pelafalan bahasa Indonesia kerena akan terdengar asing/aneh.
Berikut ini contoh penggunaan istilah asing yang dipadankan dengan istilah dalam bahasa
Indonesia tidak lazim.
Dari contoh diatas, dapat diketahui bahwa leksikon nose wheel dan fresh crew
tidak dapat ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia umum. Meskipun demikian,
leksikon tersebut memiliki padanan dalam bahasa Indonesia yang tidak lazim, yaitu roda
hidung, dan kru segar. Kosa kata bahasa Indonesia yang tidak lazim tersebut sangat
jarang digunakan atau bahkan tidak digunakan karena dianggap aneh dan tidak familiar
dengan penutur bahasa Indonesia. Oleh karena itu, penggunaan kata nose wheel dan fresh
crew dianggap lebih tepat dan lebih familier dari pada roda hidung dan kru segar. Hal itu
dilakukan demi tujuan ketepatan makna dan efisiensi kata.
2.1.2 Istilah yang Berasal dari Proses Penyerapan dari Bahasa Asing
9
Dalam register kedirgantaraan, terdapat kata yang berasal dari bahasa asing dan
telah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Kata yang diserap tersebut telah banyak
digunakan dan diterima oleh para pemakainya secara umum. Proses penyerapan istilah
asing ke dalam bahasa Indonesia dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu penyerapan
istilah asing tanpa melalui penyesuaian ejaan, penyerapan istilah asing yang melalui
penyesuaian ejaan, penyerapan istilah asing yang melalui penyeuaian lafal, dan
penyerapan istilah asing yang mangalami penyesuaian ejaan dan lafal.
(9) Dalam kasus pilot Garuda Indonesia, Capt. Marwoto yang mengalami kecelakaan
di Yogyakarta, dituntut empat tahun penjara oleh jaksa di pengadilan Yogyakarta
(Angkasa, 2009 No.7 hal. 22).
(10) “Aku pikir tower telah memberi jawaban yang semestinya karena pada bulan
Desember cuaca di Irian biasanya memang tidak menentu (Angkasa, 2009 No.7
hal. 74).
Leksikon pilot dan tower merupakan leksikon yang berasal dari bahasa Inggris
yang diserap secara utuh tanpa mengalami penyesuaian ejaan dalam bahasa Indonesia.
Hal itu terlihat dari bentuk leksikon pilot dan tower yang masih dipertahankan bentuk
aslinya dari bahasa Inggris.
Leksikon dalam bentuk kompleks yang ditemukan dalam register kedirgantaraan
yang mengalami proses ini merupakan leksikon bentuk frasa. Berikut ini contoh frasa
yang diserap secara utuh ke dalam bahasa Indonesia tanpa melalui penyesuian ejaan.
10
(11) Mengingat sisa bahan bakar tinggal 1200 lbs, ketiga pesawat mendarat dengan
wet R/W landing procedure yaitu dengan memanfaatkan drag chute (Angkasa,
2009 No.7 hal. 75).
(12) Menjelang dropping zone formasi pesawat mulai melaksanakan prosedur slow
down dilanjutkan dengan kerja load master membuka paratroop door (Angkasa,
2009 No.6 hal. 47).
Leksikon drag chute, dan paratroop door merupakan leksikon dalam bentuk frasa
yang mengalami penyerapan tanpa melalui penyesuaian ejaan. Leksikon drag chute
terdiri dari dua morfem bebas, yaitu morfem drag dan morfem chute. Leksikon drag
chute merujuk pada parasut yang digunakan untuk membantu menghentikan
(pengereman) pesawat saat melakukan pendaratan. Leksikon paratroop door terdiri dari
dua morfem bebas yaitu morfem paratroop dan morfem door. Leksikon paratroop door
mengacu pada pintu pesawat yang digunakan untuk penerjunan pasukan penerjun
payung. Leksikon drag chute dan paratroop door tergolong leksikon bentuk frasa karena
tidak menimbulkan makna baru dalam proses pembentukannya.
(13) Panglima Komando Operasi TNI AU I Marsekal Muda TNI Slamet Prihatino S,
Senin (14/2) melantik Komandan Lanud Atang Senjaya, Kolonel Pnb Ignatius
Basuki menggantikan pejabat lama Kolonel Pnb Sujono (Angkasa, 2005 No.6 hal.
25).
(14) Walau telah berjanji tak akan lagi melakukan lagi misi overflight ke wilayah Uni
Soviet, tak berarti misi-misi rahasia U-2 juga berakhir (Angkasa, 2005 No.6 hal.
43).
11
Leksikon misi dan operasi merupakan leksikon yang berasal dari kosakata bahasa
Inggris mission dan operation. Akhiran –i pada leksikon misi dan operasi merupakan
bentuk penyerapan dari istilah asing melalui penyesuaian ejaan.
(15) MiG-29K AL India memang lebih maju jika dibandingkan MiG-29 yang
dioperasikan AU India, antara lain kokpit kacanya, kapasitas internal bahan bakar
lebih besar, avionik lebih canggih, radar multimode, sayap lipat, roda pendarat
lebih kuat, perlindungan untuk mesin, dan alat pengait untuk pendaratan di kapal
induk (Angkasa, 2009 No.7 hal. 5).
(16) Captain pilot dan seluruh kru pesawat adalah fresh crew dari Medan (Angkasa,
2009 No. 7 hal. 32).
Leksikon kokpit dan kru merupakan leksikon yang berasal dari kosakata bahasa
Inggris cockpit dan crew. Setelah diserap ke dalam bahasa Indonesia melalui proses
penyesuaian ejaan, leksikon tersebut dilafalkan menjadi kokpit dan kru. Dalam bahasa
Inggris, leksikon cockpit dan crew dilafalkan /kakpit/ dan /kruw/ dalam bahasa Indonesia.
Pada leksikon kokpit, penyesuaian lafal terjadi dengan mengganti konsonan /c/ menjadi
/k/ dan mengganti pelafalan /ck/ menjadi /k/. Pada leksikon kru, penyeusian ejaan terjadi
dengan mengganti konsonan /c/ menjadi /k/ dan mengganti diftong /ew/ menjadi /u/.
2.1.2.4 Penyerapan Istilah Asing melalui Proses Penyesuaian Ejaan dan Lafal.
Penyerapan istilah asing melalui proses penyesuaian ejaan dan lafal merupakan
proses penyerapan bentuk kata asing dengan menyesuaiakan ejaan dan pelafalan yang
berlaku dalam bahasa Indonesia.
(17) Pagi itu, sekitar pukul 9.30 WIB helikopter PK-PUH akan melakukan proses
ground run atau run-up, proses rutin pengecekan mesin dan sistem heli (Angkasa,
2009 No.6 hal. 54).
12
(18) Demikian halnya dengan temperatur dalam kabin diatur monitor climate control
(Angkasa, 2005 No.6 hal. 33).
Leksikon helikopter dan kabin merupakan leksikon yang berasal dari kosakata
bahasa Inggris helicopter dan cabin. Leksikon helicopter dan cabin dilafalkan
/heləkaptər/ dan /kæbin/ dalam pelafalan bahasa Indonesia sehingga diserap menjadi
helikopter dan kabin. Dalam penyesuaian ejaan, konsonsn /c/ pada leksikon helicopter
dan cabin diserap menjadi /k/ ke dalam bahasa Indonesia.
2.1.3.1 Prefiks
Prefiks merupakan afiks yang diimbuhkan atau diletakkan pada posisi depan dari
leksem atau bentuk dasar. Dalam leksikon bidang kedirgantaraan, ditemukan prefiks
meN- dan prefiks peN-.
(19) Sejak 1962 secara rutin melatih para pilotnya mendarat dan tinggal landas di jalan
raya atau autobahn (Angkasa, 2009 N0.7 hal. 42).
(20) Penerbang paling senior adalah Dennis Tan dan Arnie, keduanya berumur 37
tahun dan seangkatan lulus dari Australian Defence Force Academy (ADFA)
tahun 1988 dan menyelesaikan pilot training tahun 1990 (Angkasa, 2005 No.6
hal. 23).
13
Dalam contoh diatas, leksikon mendarat dan penerbang merupakan leksikon yang
mengalami proses afiksasi berupa penambahan prefiks meN- dan peN-. Leksikon
mendarat berasal dari proses morfologis penambahan prefiks meN- pada leksem darat.
Pada leksikon penerbang, proses morfologis terjadi dengan menambahkan prefiks peN-
pada leksem/bentuk dasar terbang.
2.1.3.2 Sufiks
Sufiks merupakan afiks yang yang ditambahkan atau dilekatkan pada posisi akhir
dari bentuk dasar/leksemnya. Dalam leksikon register kedirgantaraan, hanya ditemukan
sufiks –an
(21) Ini guna menghindari melepuhnya landasan saat menerima semburan yang
dikeluarkan exhaust pesawat saat tinggal landas (Angkasa, 2009 No.7 hal. 45).
2.1.3.3 Konfiks
Konfikas merupakan afiks yang diimbuhkan atau diletakkan pada posisi depan
dan akhir secara bersamaan pada bentuk dasarnya. Pada register kedirgantaraan hanya
ditemukan konfiks ke-an.
14
2.1.3.4 Afiks Gabung
Afiks gabung merupakan gabungan dari prefiks dan sufiks yang dilakukan secara
bertahap. Dalam register kedirgantaraan, ditemukan afiks gabung /peN-/ dan /-an/.
(23) Selama pengujian, laser ditembakkan dari turret yang dipasang di hidung sebuah
boeing B747-400F yang sudah dimodifikasi habis-habisan (Angkasa, 2009 No.7
hal. 7).
(24) Latihan pendaratan tanpa panduan dari ground crew dari skadron 3 (Angkasa
2009 No.7 hal. 45).
Pada contoh diatas, terdapat leksikon pengujian dan pendaratan. Pada leksikon-
leksikon tersebut, terdapat dua tahap pembentukan kata yaitu penambahan sufiks –an dan
penambahan prefiks peN-. Dalam proses pembentukan kata pengujian, terdapat dua tahap
pembentukan. Pada tahap pertama, leksem uji diberi imbuhan –an menjadi ujian, tahap
kedua, bentuk dasar ujian yang telah mengalami penambahan sufikas –an, ditambahkan
dengan prefiks peN- menjadi pengujan. Pada pembentukan kata pendaratan, terdapat dua
tahap pembentukannya. Pertama, leksem darat diberi sufiks –an, tahap kedua, bentuk
dasar daratan ditambahkan dengan prefiks peN- sehingga terbentuklah kata pendaratan.
Leksikon pengujian memiliki makna menguji, percobaan, sedangkan leksikon
pendaratan memiliki makna proses mendaratnya sebuah pesawat.
2.2.1 Akronim
Akronim merupakan bentuk pemendekan yang berstatus sebagai kata yang
memiliki makna leksikal. Dalam hal pelafalan, akronim berstatus sebagai kata yang
15
memiliki urutan fonem dan kaidah suku kata yang berlaku dalam bahasa Indonesia.
Berikut ini merupakan bentuk-bentuk akronim dalam register kedirgantaraan.
2.2.2 Singkatan
Singkatan merupakan salah satu hasil pemendekan yang berupa huruf atau
gabungan huruf. Bentuk singkatan tidak berstatus sebagai kata. Berikut ini bentuk-bentuk
singkatan dalam register kedirgantaraan.
16
2. VTP Vertical Tail Planes
3. RWR Radar Warning Receiver
4. HUD Head Up Display
5. HMS Helmet Mounted Symbology
6. MATC Mobile Air Traffic Control
7. EUM End Use Monitoring
8. ATC Air Traffic Control
9. KNKT Komite Nasional Keselamatan Transportasi
10. AU Angkatan Udara
11. AL Angkatan Laut
12. TNI Tentara Nasional Indonesia
3.3 Penggalan
Penggalan merupakan proses pemendekan yang mengekalkan salah satu bagian
dari leksem (Kridalaksana, 2007:162). Berikut ini merupakan bentuk penggalan dalam
register bidang kedirgantaraan.
Dalam contoh diatas, leksikon heli dan capt. meupakan leksikon bentuk abreviasi
yang mengalami proses pemenggalan. Dalam register kedirgantaraan, proses
pemenggalan dilakukan dengan mengambil sebagian dari leksem. Pada leksikon heli,
proses pemenggalan terjadi dari leksem helikopter yang diambuil dua silabe pertamanya
17
sehingga menjadi bentuk baru yaitu heli. Pada leksikon Capt, pemenggalan terjadi
dengan mengambil silabe pertama disertai dengan fonem pertama silabe kedua pada
leksem captain sehingga terjadilah bentuk baru yaitu capt. proses pemenggalan dilakukan
karena alasan efisiensi.
2.3.1 Verba
Suatu kata berkategori verba jika dapat didampingi partikel tidak dan tidak dapat
didampingi partikel di, ke, dari, serta partikel sangat, lebih, dan agak (Kridalaksana,
1986:49).
(25) Sejak 1962 secara rutin melatih para pilotnya mendarat dan tinggal landas di jalan
raya atau autobahn (Angkasa, 2009 N0.7 hal. 42).
(25a) Sejak 1962 secara rutin melatih para pilotnya tidak mendarat dan tinggal landas di
jalan raya atau autobahn.
(25b) *Sejak 1962 secara rutin melatih para pilotnya sangat mendarat dan tinggal
landas di jalan raya atau autobahn.
2.3.2 Nomina
Nomina merupakan kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk
bergabunga dengan partikel tidak dan mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel
dari (Kridalaksana, 1986:66).
18
(26) Ini guna menghindari melepuhnya landasan saat menerima semburan yang
dikeluarkan exhaust pesawat saat tinggal landas (Angkasa, 2009 No.7 hal. 45).
(26a) Kerusakan berasal dari exhaust yang terbakar.
(26b) *Ini guna menghindari melepuhnya landasan saat menerima semburan yang
dikeluarkan tidak exhaust pesawat saat tinggal landas.
(27) Duduklah dekat galley jika Anda butuh pelayanan tambahan dalam hal kudapan
maupun minuman (Angkasa, 2005 No.6 hal. 38).
(27a) Kebakaran itu bermula dari galley.
(27b) *Duduklah dekat tidak galley jika Anda butuh pelayanan tambahan dalam hal
kudapan maupun minuman
Analisis pada data (26a) dan (26b) serta (27a) dan (27b) membuktikan bahwa
leksikon exhaust dan galley merupakan leksikon yang berkategori nomina. Pada data
(26a) dan (27a), leksikon exhaust dan galley berpotensi diikuti partikel dari dan pada data
(26b) dan (27b) leksikon exhaust dan galley tidak berpotensi untuk diikuti partikel tidak.
Leksikon exhaust memiliki makna tempat atau alat pembuangan uap atau gas pada mesin
pesawat, sedangkan leksikon galley memiliki makna dapur/tempat menyiapkan makanan
bagi penumpang dalam pesawat.
2.3.3 Numeralia
Numeralia merupakan kategori yang dapat mendampingi nomina dalam
konstruksi sintaksis, mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain, dan tidak
dapat bergabunga dengan partikel tidak atau sangat (Kridalaksana, 1986:77).
(28) Falcon 7X merupakan jet eksekutif pertama yang mengadopsi teknologi Fly by
Wire (Angkasa, 2005 No.6 hal. 32).
(29) Tracking dan sistem pemandu infra merah melengkapi radar ECR 90 (Angkasa,
2005 No.6 hal. 6).
(30) MiG-29K AL India memang lebih maju jika dibandingkan MiG-29 yang
dioperasikan AU India (Angkasa, 2009 No.7 hal. 5).
(31) Pesawat superjumbo Airbus A380 kini sudah melakukan uji terbang rutin
(Angksa, 2005 No10 hal. 44).
19
Dalam register kedirgantaraan, leksikon yang berkategori numeralia memiliki
kekhasan sebagai sebutan bagi pesawat, seperti pada leksikon 7X, ECR 90, Mig-29, dan
A380. Leksikon-leksikon tersebut memiliki ciri diikuti oleh rangkaian fonem yang
berfungsi untuk membedakannya dengan jenis atau sebutan bagi pesawat lain. Leksikon-
leksikon tersebut memiliki potensi untuk mendampingi nimeralia lain dan tidak dapat
bergabung dengan partikel tidak atau sangat seperti *tidak Mig 29K atau *sangat 7X.
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 1994. Cetakan ke-1. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Listiarini. 2009. Register Seks sebagai Variasai Bahasa: Studi Kasus Majalah Femina
dan Kartini. Yogyakarta: Skripsi Sastra Indonesia Universitas Gadjah Mada.
Pateda, Mansoer. 2001. Edisi ke-2. Semantik Leksikal. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ramlan. 1978. Cetakan ke-2. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: U.B.
Karyono.
Sudaryanto, 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana
Kebudayaan secara Linguis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press
20
Syamsiyah, Nurul. 2007. Akronim dalam Ranah Kepolisian. Yogyakarta: Skripsi Sastra
Indonesia Universitas Gadjah Mada.
Yuwono, Tri. 2006. Istilah dalam Bidang Kepolisian. Yogyakarta: Skripsi Sastra
Indonesia Universitas Gadjah mada.
21