Anda di halaman 1dari 21

LEKSIKON DALAM REGISTER KEDIRGANTARAAN

Oleh:
Yunus Sulistyono
08/268097/SA/14454

1. Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, muncul kata-kata
baru sebagai hasil dari perkembangan kebudayaan yang terjadi dalam kehidupan
manusia. Kemunculan kata-kata baru tersebut menimbulkan variasi dalam penggunaan
bahasa. Salah satu bentuk variasi dalam penggunaan bahasa tersebut adalah penggunaan
bahasa dalam register kedirgantaraan.

1.1 Latar Belakang


Kedirgantaraan merupakan bidang industri yang berkaitan dengan ruang di
sekeliling dan melingkupi bumi yang terdiri atas ruang udara dan antariksa. Bidang
kedirgantaraan dapat dikaitkan dengan dunia penerbangan dan militer. Sampai saat ini,
penelitian dalam bidang kedirgantaraan hanya terbatas pada riset mengenai
perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang teknologi kedirgantaraan. Penelitian
mengenai bahasa atau kosakata yang digunakan dalam bidang kedirgantaraan belum
pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas pemakaian kosakata
atau leksikon dalam register kedirgantaraan.
Sebagai register, bidang kedirgantaraan memiliki istilah-istilah khusus yang
hanya digunakan dalam bidang kedirgantaraan. Istilah-istilah tersebut memiliki bentuk-
bentuk gramatikal yang terbentuk melalui proses-proses lingual. Berikut ini contoh data
leksikon dalam register kedirgantaraan.

(1) Hujan yang menerpa kanopi masih cukup keras sehingga aku belum dapat melihat
landasan, hanya sosok Hercules yang anggun dan besar yang aku lihat (Angkasa,
2009 No.7 hal. 75).
(2) Typhoon dilengkapi dengan dua buah sayap canard di bagian depan untuk
menghasilkan tingkat kelincahan yang tinggi (Angkasa, 2005 No.6 hal. 6).

1
Dari contoh diatas, terdapat leksikokon kanopi dan canard. Leksikon-leksikon
tersebut hanya digunakan dalam register kedirgantaraan dan memiliki bentuk gramatikal
yang dapat dideskripsikan melalui proses lingual.
Istilah-istilah dalam register kedirgantaraan dapat diklasifikasikan berdasarkan
aspek-aspek tertentu yang berhubungan dengan leksikon dalam register kedirgantaraan.
Selain itu, istilah-istilah dalam register kedirgantaraan dapat dideskripsikan relasi makna,
medan makna, dan perubahan makna yang terjadi dalam leksikon register kedirgantaraan.
Leksikon dalam register bidang kedirgantaraan memiliki bentuk lingual yang berasal dari
kosakata bahasa asing dan telah menglami proses-proses lingual sehingga dapat
dideskripsikan campur kode yang terjadi dalam register kedirgantaraan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana bentuk-bentuk lingual leksikon dalam register kedirgantaraan?
2. Bagaimana klasifikasi leksikon, relasi makna, medan makna dan perubahan
makna dalam register kedirgantaraan?
3. Bagaimana campur kode dalam bidang kedirgantaraan?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk lingual dalam register kedirgantaraan.
2. Mendeskripsikan klasifikasi leksikon, relasi makana, medan makana, dan
perubahan makana dalam register bidang kedirgantaraan.
3. Mendeskripsikan campur kode dalam bidang kedirgantaraan.

1.4 Ruang Lingkup


Secara keseluruhan, penelitian ini membahas leksikon/pembendaharaan kata
dalam register kedirgantaraan. Pembahasan mengenai leksikon dalam register
kedirgantraan melingkupi bentuk-bentuk lingual, klasifikasi leksikon, relasi makna,
medan makna, perubahan makna, dan campur kode dalam register kedirgantaraan.

2
1.5 Tinjauan Pustaka
Istilah yang digunakan dalam suatu register sebagai objek kajian linguistik telah
banyak diteliti oleh para peneliti. Yuwono (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Istilah
dalam Bidang Kepolisian” mengklasifikasikan istilah dalam bidang kepolisian
berdasarkan bentuk dan asal. Selain itu, pengklasifikasian istilah juga didasarkan pada
refren dan makna. Sayangnya, pendeskripsian mengenai asal kata tidak dijelaskan secara
etimologis.
Suryati, (2009) dalam skripsinya “Leksikon Register Fotografi” mengungkapkan
bentuk-bentuk lingual, klasifikasi leksikon, relasi makna, medan makna, dan perubahan
makna dalam register bidang fotografi. Selain itu, ia juga menjelaskan campur kode yang
terjadi dalam register fotografi. Penelitian mengenai register juga dilakukan oleh
Listiarini (2009) dalam skripsinya “Register Seks sebagai Variasai Bahasa: Studi Kasus
Majalah Femina dan Kartini”. Listiarini mendeskripsikan bentuk-bentuk kebahasaan dan
makna register seks, mengklasifikasikan istilah bahasa asing dalam register seks beserta
alasan pemakaiannya dan mengungkapkan bentuk campur kode dalam konsultasi seks.
Dalam penelitiannya, Listriani menggunakan majalah Kartini dan Femina sebagai bahan
penelitian.
Farmadiani (2004) dalam skripsinya “Register Perfilman sebagai Variasi Bahasa”
mendeskripsikan bentuk satuan gramatikal register perfilman, dan
mengklasifikasikannya, serta menganalisis perubahan makna leksikon dalam register
perfilman. Selain itu, ia juga mendeskripsikan adanya campur kode dalam register
perfilman. Namun, Farmadani belum melakukan penelitian secara mendetail dalam hal
pemakaian istilah asing, terutama istilah yang berasal dari bahasa Inggris.
Syamsiyah (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Akronim dalam Ranah
Kepolisian” mendeskripsikan bentuk-bentuk akronim dan proses pembentukan yang
terjadi pada bentuk akronim dalam ranah kepolisian. Selain itu, ia juga
mengklasifikasikan pemakaian akronim dalam ranah kepolisian dan fungsinya bagi
pemakai. Sayangnya, skripsi ini tidak menjelaskan hal-hal yang melatarbelakangi
penggunaan akronim dalam ranah kepolisian secara lebih mendalam.
Dari penelitian diatas, terlihat bahwa penelitian mengenai register telah banyak
dilakukan. Namun, penelitian mengenai leksikon dalam bidang kedirgantaraan belum

3
pernah dilakukkan Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian
mengenai leksikon yang digunakan dalam suatu register.

1.6 Landasan Teori


Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Bahasa merupakan sebuah
sistem yang terbentuk dari sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat
dikaidahkan (Chaer, 2004:11). Variasi bahasa timbul karena para penuturnya yang
homogen dan karena kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh penutur sangat
beragam. Abdul Chaer membagi variasi bahasa berdasarkan empat segi, yaitu variasi
bahasa dari segi penutur, segi pemakaian, segi keformalan, dan variasi bahasa dari segi
sarana. Variasi bahasa yang dilihat dari segi pemakaiannya menyangkut pemakaian
bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang tertentu. Variasi bahasa berdasarkan
fungsi ini lazim disebut dengan register (Chaer, 2004: 68--69).
Leksikon merupakan suatu komponen bahasa yang memuat semua informasi
tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa atau daftar kata yang disusun seperti
kamus, tetapi dengan penjelasan yang singkat dan praktis (Kridalaksana, 2008:142).
Penelitian menganai leksikon dalam register kedirgantaraan tidak terlepas dari teori
morfologi, semantik, dan sosiolinguistik. Morfologi merupakan bagian dari ilmu bahasa
yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk kata serta pengaruh perubahan
struktur kata terhadap golongan dan arti kata (Ramlan, 1978:2). Menurut Kridalaksana
(2008), morfologi merupakan salah satu cabang ilmu linguistik yang mempelajari
morfem dan kombinasi-kombinasinya.
Penelitian ini juga menggunakan teori semantik. Menurut Kridalaksana (2008),
semantik merupakan sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam sauatu bahasa atau
bahasa pada umumnya, sedangkan menurut Chaer (2002), semantik merupakan cabang
linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang
ditandainya. Karena objek dalam penelitian ini berupa kata, maka jenis semantiknya
adalah semantik leksikal. Dalam semantik leksikal, istilah yang biasa digunakan untuk
tanda linguistik adalah leksem. Leksem merupakan istilah yang lazim digunakan dalam
studi semantik untuk menyebut satuan kebahasaan yang memiliki makna (Chaer, 2002:8).

4
Dalam sebuah leksem, dimungkinkan terdapat relasi makna, medan makna, dan
perubahan makna. Relasi makna merupakan hubungan semantik yang terdapat diantara
satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya. Satuan bahasa ini dapat
berupa kata, frasa, maupun kalimat. Dalam pembicaraan relasi makna, biasanya
dibicarakan masalah-masalah yang disebut sinonim, antonim, polisemi, hiponimi,
homonimi, ambigu, dan redudansi (Chaer, 1994:297).
Perubahan makna adalah perubahan yang terjadi pada satuan ujaran yang terjadi
secara diakronis dan dimungkinkan terjadi dalam waktu yang relatif lama (Chaer, 1994:
310-311). Perubahan makna dapat terjadi akibat perubahan lingkungan, pertukaran
tanggapan indera, gabungan leksem atau kata, tanggapan pemakai bahasa, asosiasi, dan
perubahan makna akibat perubahan bentuk (Pateda, 2001:160--182). Medan makna
merupakan seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena
menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta
tertentu (Chaer, 1994:316).
Sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan
saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial (Kridalaksana, 2008:225).
Campur kode (code mixing) merupakan penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke
bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa; termasuk didalamnya
pemakaian kata, frasa, klausa, idiom, dan sapaan (Kridalaksana, 2008:40). Campur kode
dalam bidang kedirgantaraan dapat diuraikan berdasarkan bentuk, jenis, dan alasan
pemakaiannya.
Campur kode ada dua macam, yaitu campur kode ke dalam (inner code mixing)
dan camour kode ke luar (outer code mixing) (Suwito, via Suryati, 2009:9).campur kode
ke dalam adalah campur kode yang terjadi karena penyisipan unsur-unsur yang
bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya. Campur kode ke luar adalah campur
kode yang terjadi karena penyisipan unsur-unsur yang bersumber dari bahasa asing. Ada
tiga hal yang melatarbelakangi terjadinya campur kode yaitu identifikasi peranan, ragam,
dan keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.

5
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga tahap, yaitu penyediaan data, analisis data, dan
penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:5). Pada tahap penyedian data, peneliti
menggunakan metode simak dengan teknik catat. Data sekunder diambil dari lima
majalah kedirgantraan, yaitu majalah Airliner World Indonesia edisi 1 terbit Februari
2010, majalah Angkasa No. 7 terbit April 2009, majalah Angkasa No. 6 terbit Maret
2009, majalah Angkasa No. 10 terbit Juli 2005, dan majalah Angkasa No. 6 terbit Maret
2005. Populasi data sebanyak 133 dengan jumlah istilah sebanyak 163.
Pada tahap analisis data, digunakan metode agih dengan teknik bagi unsur dan
metode padan dengan teknik translasional. Teknik bagi unsur bermanfaat untuk
menentukan bagian-bagian fungsional suatu konstruksi sehingga dapat ditentukan istilah
umum dan istilah khusus yang digunakan dalam register Kedirgantaraan.. Hasil
penerapan teknik bagi unsur langsung itu menjadi dasar bagi analisis data selanjutnya
(Mastoyo, 2007:55). Dalam penggunaan metode padan dengan teknik translasional
peneliti menggunakan pembandingan dengan bahasa lain diluar register kedirgantaraan.
Karena sebagian besar leksikon dalam register kedirgantaraan adalah leksikon dari
bahasa Inggris, bahsa lain yang dikomparasikan adalah bahasa Indonesia.
Pada tahap terakhir, yaitu tahap penyajian hasil analisis data, peneliti
menggunakan metode penyajian informal. Metode penyajian informal adalah perumusan
dengan kata-kata biasa dengan terminologi yang bersifat teknis (Sudaryanto, 1993:145).
Dalam metode penyajian informal, pembahasan mengenai rumusan masalah disampaikan
dengan kata-kata yang dapat langsung dipahami jika dibaca dengan serta merta.

2. Analisis Bentuk Satuan Gramatikal Register Kedirgantaraan


Register kedirgantaraan memiliki sekumpulan kosakata khusus yang hanya
digunakan dalam bidang kedirgantaraan. Ciri khas yang dimiliki leksikon dalam register
kedirgantaraan adalah banyaknya istilah yang berasal dari bahasa Inggris. Sebagian
leksikon merupakan hasil dari penerjemahan dan penyerapan kata dari bahasa Inggris.
Hasil penerjemahan dan serapan tersebut dapat berbentuk kata, frasa, dan bentuk
abreviasi.
2.1 Proses Pembentukan Leksikon Register Kedirgantaraan dari Istilah Asing

6
Terdapat tiga proses dalam pembentukan istilah dalam register kedirgantaraan,
yaitu proses penerjemahan, proses penyerapan dari bahasa asing, dan proses afiksasi.

2.1.1 Istilah yang Berasal dari Proses Penerjemahan


Terjemahan merupakan salinan bahasa, alih bahasa dari satu bahasa ke bahasa
lain. dalam register kedirgantaraan, proses penerjemahan terjadi dengan menerjemahkan
istilah asing yang dupadankan dengan bahasa Indonesia umum dan menerjemahkan
istilah asing yang dipadankan dengan bahasa Indonesia tidak lazim.

2.1.1.1 Istilah Asing yang Dipadankan dengan Istilah dalam Bahasa Indonesia
Umum
Proses pembentukan istilah asing yang dipadankan dengan istilah dalam bahasa
Indonesia umum merupakan proses penerjemahan yang dilakukan dengan berusaha
mencari padanan kata asing di dalam kosa kata bahasa Indonesia. Hal ini dapat terjadi
kerena tingginya frekwensi pemakaian kesakata tertentu dalam bahasa Indonesia dan
sudah memiliki sifat yang umum dalam bahasa Indonesia. Leksikon dalam register
kedirgantaraan yang mengalami proses penerjemahan istilah asing yang dipadankan
dengan istilah dalam bahasa Indonesia umum dapat berupa bentuk tunggal dan kompleks.
Berikut merupakan contoh bentuk tunggal asing yang dipadankan dengan istilah dalam
bahasa Indonesia umum.

(3) “Oke Capt, silakan mendarat di runway 04” (Angkasa, 2009 No.7 hal.. 34).
(3a) “Oke Capt, silakan mendarat di landasan pacu 04.”
(4) Ia adalah spy yang mampu menembus fasilitas penelitian atom paling rahasia di
Los Alamos (Angkasa, 2005 No.6 hal. 42).
(4a) Ia adalah mata-mata yang mampu menembus fasilitas penelitian atom paling
rahasia di Los Alamos.

Berdasarkan data (3) dan (3a) serta data (4) dan (4a), terlihat bahwa leksikon
dalam bahasa Inggris dapat dipadankan dengan leksikon dalam bahasa Indonesia umum.
Padanan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.
runway  landasan pacu

7
spy  mata-mata
lesksikon runway dan spy dalam bahasa Inggris dapat dipadankan dengan leksikon
landasan pacu dan mata-mata dalam bahasa Indonesia. Pemilihan landasan pacu dan
mata-mata sebagai padanan runway dan spy karena dianggap memiliki makna gramatikal
yang sama. Leksikon bentuk kompleks dalam register kedirgantaraan yang mengalami
proses penerjemahan istilah asing yang dipadankan dengan istilah dalam bahasa
Indonesia umum berbentuk frasa. Berikut ini merupakan contoh frasa dalam bahasa
Inggris yang dipadankan dengan bahasa Indonesia umum.

(5) Dinyatakan dalam kondisi fit terbang, ia sudah menemani pesawat Roulettes
beraksi di Australian Day, namun sebagai duty safety di helikopter (Angkasa,
2005 No.6 hak. 24).
(5a) Dinyatakan dalam kondisi fit terbang, ia sudah menemani pesawat Roulettes
beraksi di Australian Day, namun sebagai petugas keselamatan di helikopter.
(6) Bahkan jika pengereman manual maksimal dilakukan begitu menyentuh landasan
sekalipun dengan reverse thrust dipertahankan pada 1,3 EPR selama mendarat
(Angkasa, 2009 No.6 hal. 71).
(6a) Bahkan jika pengereman manual maksimal dilakukan begitu menyentuh landasan
sekalipun dengan daya tolak dipertahankan pada 1,3 EPR selama mendarat.

Pada contoh (5) dan (5a) diatas, frasa duty safety dalam bahasa Inggris dapat
dipadankan dengan istilah dalam bahasa Indonesia yaitu petugas keselamatan. Leksikon
duty sefety pada contoh diatas merupakan frasa yang terdiri dari satu morfem bebas dan
satu kata, yaitu morfem bebas duty dan kata safety yang telah mengalami proses
morfologis karena mendapat akhiran –ty leksikon duty safety termasuk frasa karena tidak
menimbulkan arti baru setelah melalui proses morfologis. Frasa duty safety jika
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi petugas keselamatan yang memiliki arti
yang sama dengan leksikon aslinya dalam bahasa Inggris.
Pada contoh (6) dan (6a), frasa reverse thrust dalam bahasa Inggris dipadankan
dengan istilah dalam bahasa Indonesia daya tolak karena memiliki makna gramatikal
yang sama. Leksikon reverse thrust terdiri dari dua morfem bebas yaitu morfem reverse

8
dan morfem thrust. Leksikon reverse thrust termasuk dalam frasa karena tidak
menimbulkan arti baru. Frasa reverse thrust jika diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi daya tolak yang memiliki makna gramatikal yang sama dengan
leksikon aslinya dalam bahasa Inggris.

2.1.1.2 Istilah Asing yang Dipadankan dengan Istilah Bahasa Indonesia tidak Lazim
Proses pembentukan istilah asing yang dipadankan dengan istilah dalam bahasa
Indonesia tidak lazim merupakan proses penerjemahan istilah asing yang dilakukan
dengan cara mencari padanan kata asing yang tidak terdapat dalam kosakata bahasa
Indonesia secara umum, tetapi dapat ditemukan padanannya dalam kosakata bahasa
Indonesia yang tidak lazim. Kosakata bahasa Indonesia yang tidak lazim adalah kosakata
yang jarang dipakai dalam pelafalan bahasa Indonesia kerena akan terdengar asing/aneh.
Berikut ini contoh penggunaan istilah asing yang dipadankan dengan istilah dalam bahasa
Indonesia tidak lazim.

(7) “Nose wheel tidak keluar!” (Angkasa, No.7 hal. 32).


(7a) “Roda hidung tidak keluar!”
(8) Captain pilot dan seluruh kru pesawat adalah fresh crew dari Medan (Angkasa,
2009 No. 7 hal. 32).
(8a) Captain pilot dan seluruh kru pesawat adalah kru segar dari Medan.

Dari contoh diatas, dapat diketahui bahwa leksikon nose wheel dan fresh crew
tidak dapat ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia umum. Meskipun demikian,
leksikon tersebut memiliki padanan dalam bahasa Indonesia yang tidak lazim, yaitu roda
hidung, dan kru segar. Kosa kata bahasa Indonesia yang tidak lazim tersebut sangat
jarang digunakan atau bahkan tidak digunakan karena dianggap aneh dan tidak familiar
dengan penutur bahasa Indonesia. Oleh karena itu, penggunaan kata nose wheel dan fresh
crew dianggap lebih tepat dan lebih familier dari pada roda hidung dan kru segar. Hal itu
dilakukan demi tujuan ketepatan makna dan efisiensi kata.

2.1.2 Istilah yang Berasal dari Proses Penyerapan dari Bahasa Asing

9
Dalam register kedirgantaraan, terdapat kata yang berasal dari bahasa asing dan
telah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Kata yang diserap tersebut telah banyak
digunakan dan diterima oleh para pemakainya secara umum. Proses penyerapan istilah
asing ke dalam bahasa Indonesia dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu penyerapan
istilah asing tanpa melalui penyesuaian ejaan, penyerapan istilah asing yang melalui
penyesuaian ejaan, penyerapan istilah asing yang melalui penyeuaian lafal, dan
penyerapan istilah asing yang mangalami penyesuaian ejaan dan lafal.

2.1.2.1 Penyerapan Istilah Asing tanpa Melalui Penyesuaian Ejaan


Penyerapan istilah asing tanpa melaui penyesuaian ejaan merupakan proses
penyerapan bentuk kata asing yang diambil secara keseluruhan tanpa disesuaikan dengan
ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Dalam proses penyerapan ini, terdapat
leksikon bentuk tunggal dan leksikon bentuk kompleks. Berikut ini merupakan contoh
penyerapan istilah asing tanpa melalui penyesuaian ejaan dalam leksikon bentuk tunggal

(9) Dalam kasus pilot Garuda Indonesia, Capt. Marwoto yang mengalami kecelakaan
di Yogyakarta, dituntut empat tahun penjara oleh jaksa di pengadilan Yogyakarta
(Angkasa, 2009 No.7 hal. 22).
(10) “Aku pikir tower telah memberi jawaban yang semestinya karena pada bulan
Desember cuaca di Irian biasanya memang tidak menentu (Angkasa, 2009 No.7
hal. 74).

Leksikon pilot dan tower merupakan leksikon yang berasal dari bahasa Inggris
yang diserap secara utuh tanpa mengalami penyesuaian ejaan dalam bahasa Indonesia.
Hal itu terlihat dari bentuk leksikon pilot dan tower yang masih dipertahankan bentuk
aslinya dari bahasa Inggris.
Leksikon dalam bentuk kompleks yang ditemukan dalam register kedirgantaraan
yang mengalami proses ini merupakan leksikon bentuk frasa. Berikut ini contoh frasa
yang diserap secara utuh ke dalam bahasa Indonesia tanpa melalui penyesuian ejaan.

10
(11) Mengingat sisa bahan bakar tinggal 1200 lbs, ketiga pesawat mendarat dengan
wet R/W landing procedure yaitu dengan memanfaatkan drag chute (Angkasa,
2009 No.7 hal. 75).
(12) Menjelang dropping zone formasi pesawat mulai melaksanakan prosedur slow
down dilanjutkan dengan kerja load master membuka paratroop door (Angkasa,
2009 No.6 hal. 47).

Leksikon drag chute, dan paratroop door merupakan leksikon dalam bentuk frasa
yang mengalami penyerapan tanpa melalui penyesuaian ejaan. Leksikon drag chute
terdiri dari dua morfem bebas, yaitu morfem drag dan morfem chute. Leksikon drag
chute merujuk pada parasut yang digunakan untuk membantu menghentikan
(pengereman) pesawat saat melakukan pendaratan. Leksikon paratroop door terdiri dari
dua morfem bebas yaitu morfem paratroop dan morfem door. Leksikon paratroop door
mengacu pada pintu pesawat yang digunakan untuk penerjunan pasukan penerjun
payung. Leksikon drag chute dan paratroop door tergolong leksikon bentuk frasa karena
tidak menimbulkan makna baru dalam proses pembentukannya.

2.1.2.2 Penyerapan Istilah Asing Melalui Proses Penyesuaian Ejaan


Proses penyerapan istilah asing melalui penyesuaian ejaan merupakan proses
penyerapan bentuk yang berasal dari bahasa asing dengan menyesuaikannya dengan
ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia.

(13) Panglima Komando Operasi TNI AU I Marsekal Muda TNI Slamet Prihatino S,
Senin (14/2) melantik Komandan Lanud Atang Senjaya, Kolonel Pnb Ignatius
Basuki menggantikan pejabat lama Kolonel Pnb Sujono (Angkasa, 2005 No.6 hal.
25).
(14) Walau telah berjanji tak akan lagi melakukan lagi misi overflight ke wilayah Uni
Soviet, tak berarti misi-misi rahasia U-2 juga berakhir (Angkasa, 2005 No.6 hal.
43).

11
Leksikon misi dan operasi merupakan leksikon yang berasal dari kosakata bahasa
Inggris mission dan operation. Akhiran –i pada leksikon misi dan operasi merupakan
bentuk penyerapan dari istilah asing melalui penyesuaian ejaan.

2.1.2.3 Penyerapan Istilah Asing melalui Proses Penyesuaian Lafal


Penyerapan istilah asing melalui penyesuaian lafal merupakan proses penyerapan
bentuk kata asing dengan menyesuaikan pelafalan yang berlaku dalam bahasa Indonesia.

(15) MiG-29K AL India memang lebih maju jika dibandingkan MiG-29 yang
dioperasikan AU India, antara lain kokpit kacanya, kapasitas internal bahan bakar
lebih besar, avionik lebih canggih, radar multimode, sayap lipat, roda pendarat
lebih kuat, perlindungan untuk mesin, dan alat pengait untuk pendaratan di kapal
induk (Angkasa, 2009 No.7 hal. 5).
(16) Captain pilot dan seluruh kru pesawat adalah fresh crew dari Medan (Angkasa,
2009 No. 7 hal. 32).

Leksikon kokpit dan kru merupakan leksikon yang berasal dari kosakata bahasa
Inggris cockpit dan crew. Setelah diserap ke dalam bahasa Indonesia melalui proses
penyesuaian ejaan, leksikon tersebut dilafalkan menjadi kokpit dan kru. Dalam bahasa
Inggris, leksikon cockpit dan crew dilafalkan /kakpit/ dan /kruw/ dalam bahasa Indonesia.
Pada leksikon kokpit, penyesuaian lafal terjadi dengan mengganti konsonan /c/ menjadi
/k/ dan mengganti pelafalan /ck/ menjadi /k/. Pada leksikon kru, penyeusian ejaan terjadi
dengan mengganti konsonan /c/ menjadi /k/ dan mengganti diftong /ew/ menjadi /u/.

2.1.2.4 Penyerapan Istilah Asing melalui Proses Penyesuaian Ejaan dan Lafal.
Penyerapan istilah asing melalui proses penyesuaian ejaan dan lafal merupakan
proses penyerapan bentuk kata asing dengan menyesuaiakan ejaan dan pelafalan yang
berlaku dalam bahasa Indonesia.

(17) Pagi itu, sekitar pukul 9.30 WIB helikopter PK-PUH akan melakukan proses
ground run atau run-up, proses rutin pengecekan mesin dan sistem heli (Angkasa,
2009 No.6 hal. 54).

12
(18) Demikian halnya dengan temperatur dalam kabin diatur monitor climate control
(Angkasa, 2005 No.6 hal. 33).

Leksikon helikopter dan kabin merupakan leksikon yang berasal dari kosakata
bahasa Inggris helicopter dan cabin. Leksikon helicopter dan cabin dilafalkan
/heləkaptər/ dan /kæbin/ dalam pelafalan bahasa Indonesia sehingga diserap menjadi
helikopter dan kabin. Dalam penyesuaian ejaan, konsonsn /c/ pada leksikon helicopter
dan cabin diserap menjadi /k/ ke dalam bahasa Indonesia.

2.1.3 Leksikon yang Mengalami Proses Afiksasi


Afiksasi merupakan proses perubahan leksem menjadi bentuk kata yang
kompleks. Dalam afiksasi, leksem mengalami perubahan bentuk, berstatus kata dengan
kategori tertentu, berganti kategori (bila sudah berstatus kata), dan berubah maknanya
(Kridalaksana, 2007:28). Dalam leksikon bidang kedirgantaraan, proses morfologis
afiksasi terjadi dengan menambahkan afiks pada bentuk dasar/leksem dengan cara
memadukan afiks dengan leksem/bentuk dasar sehingga terbentuk satuan baru yang
berbeda dari segi bentuk dan maknanya. Afiksasi yang ada dalam leksikon bidang
kedirgantaraan ada tiga macam, yaitu prefiks, sufiks, dan konfiks.

2.1.3.1 Prefiks
Prefiks merupakan afiks yang diimbuhkan atau diletakkan pada posisi depan dari
leksem atau bentuk dasar. Dalam leksikon bidang kedirgantaraan, ditemukan prefiks
meN- dan prefiks peN-.

(19) Sejak 1962 secara rutin melatih para pilotnya mendarat dan tinggal landas di jalan
raya atau autobahn (Angkasa, 2009 N0.7 hal. 42).
(20) Penerbang paling senior adalah Dennis Tan dan Arnie, keduanya berumur 37
tahun dan seangkatan lulus dari Australian Defence Force Academy (ADFA)
tahun 1988 dan menyelesaikan pilot training tahun 1990 (Angkasa, 2005 No.6
hal. 23).

13
Dalam contoh diatas, leksikon mendarat dan penerbang merupakan leksikon yang
mengalami proses afiksasi berupa penambahan prefiks meN- dan peN-. Leksikon
mendarat berasal dari proses morfologis penambahan prefiks meN- pada leksem darat.
Pada leksikon penerbang, proses morfologis terjadi dengan menambahkan prefiks peN-
pada leksem/bentuk dasar terbang.

2.1.3.2 Sufiks
Sufiks merupakan afiks yang yang ditambahkan atau dilekatkan pada posisi akhir
dari bentuk dasar/leksemnya. Dalam leksikon register kedirgantaraan, hanya ditemukan
sufiks –an

(21) Ini guna menghindari melepuhnya landasan saat menerima semburan yang
dikeluarkan exhaust pesawat saat tinggal landas (Angkasa, 2009 No.7 hal. 45).

Pada contoh diatas, leksikon landasan merupakan leksikon yang mengalami


proses afiksasi berupa penambahan sufiks –an. Proses morfologis pembentukan kata
landasan terjadi dengan menambahkan sufiks –an pada bentuk dasar landas. Leksikon
landasan memiliki makna tempat pendaratan pesawat.

2.1.3.3 Konfiks
Konfikas merupakan afiks yang diimbuhkan atau diletakkan pada posisi depan
dan akhir secara bersamaan pada bentuk dasarnya. Pada register kedirgantaraan hanya
ditemukan konfiks ke-an.

(22) Sebelum PD I meletus, cikal bakal kedirgantaraan RAAf sebenarnya sudah


menampakkan embrionya (Angkasa, 2005 N0.10 hal. 18).

Leksokon kedirgantaraan merupakan leksikon yang mengalami proses afiksasi


dengan menambahkan konfiks ke-an. kata kedirgantaraan dibentuk dari leksem
dirgantara yang mengalami proses morfologis dengan penambahan konfiks ke-an.
Leksikon kedirgantaraan memiliki makna hal-hal yang berkaitan dengan ruang yang ada
di sekeliling dan melingkupi bumi yang terdiri atas ruang udara dan antariksa.

14
2.1.3.4 Afiks Gabung
Afiks gabung merupakan gabungan dari prefiks dan sufiks yang dilakukan secara
bertahap. Dalam register kedirgantaraan, ditemukan afiks gabung /peN-/ dan /-an/.

(23) Selama pengujian, laser ditembakkan dari turret yang dipasang di hidung sebuah
boeing B747-400F yang sudah dimodifikasi habis-habisan (Angkasa, 2009 No.7
hal. 7).
(24) Latihan pendaratan tanpa panduan dari ground crew dari skadron 3 (Angkasa
2009 No.7 hal. 45).

Pada contoh diatas, terdapat leksikon pengujian dan pendaratan. Pada leksikon-
leksikon tersebut, terdapat dua tahap pembentukan kata yaitu penambahan sufiks –an dan
penambahan prefiks peN-. Dalam proses pembentukan kata pengujian, terdapat dua tahap
pembentukan. Pada tahap pertama, leksem uji diberi imbuhan –an menjadi ujian, tahap
kedua, bentuk dasar ujian yang telah mengalami penambahan sufikas –an, ditambahkan
dengan prefiks peN- menjadi pengujan. Pada pembentukan kata pendaratan, terdapat dua
tahap pembentukannya. Pertama, leksem darat diberi sufiks –an, tahap kedua, bentuk
dasar daratan ditambahkan dengan prefiks peN- sehingga terbentuklah kata pendaratan.
Leksikon pengujian memiliki makna menguji, percobaan, sedangkan leksikon
pendaratan memiliki makna proses mendaratnya sebuah pesawat.

2.2 Leksikon Bentuk Abreviasi


Abreviasi merupakan proses penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau
kombinasi leksem sehingga terjadilah bentuk baru yang berstatus kata (Kridalaksana,
2007:159). Dalam proses mofologis abreviasi, leksem dapat berbentuk struktur frasa,
kelompok kata, atau klausa. Abreviasi memiliki fungsi untuk menyingkat atau
memendekkan dengan membuat bentuk-bentuk pemendekan. Dalam register
kedirgantaraan, terdapat tiga bentuk abreviasi, yaitu akronim, singkatan, dan penggalan.

2.2.1 Akronim
Akronim merupakan bentuk pemendekan yang berstatus sebagai kata yang
memiliki makna leksikal. Dalam hal pelafalan, akronim berstatus sebagai kata yang

15
memiliki urutan fonem dan kaidah suku kata yang berlaku dalam bahasa Indonesia.
Berikut ini merupakan bentuk-bentuk akronim dalam register kedirgantaraan.

No. Bentuk Akronim Arti


1. Ordirga Olahraga Kedirgantaraan
2. Portela Persatuan Olahraga Terbang Layang
3. Lanud Lapangan Udara
4. Bandara Bandar Udara
5. Latgab Latihan Gabungan
6. Sertijab Serah Terima Jabatan
7. Dephan Departemen Pertahanan
8. Deplu Departemen Luar Negeri
Pembentukan akronim dalam register kedirgantaraan memiliki tiga kaidah.
Pertama, pembentukan akronim dengan cara mengekalkan silabe pertama dengan
menyertakan huruf pertama pada silabe kedua yang dipadukan dengan silabe awal,
tengah atau akhir pada kata kedua atau ketiga pada satuan gramatik yang menjadi
imputnya, misalnya leksikon latgab, sertijab, dephan, bandara dan deplu yang masing-
masing merupakan kependekan dari Latihan Gabungan, Serah Terima Jabatan,
Departemen Pertahanan, Bandar Udara, dan Depertemen Luar Negeri.
Kaidah kedua yaitu dengan cara mengekalkan silabe pertama pada kata pertama
yang disertai dengan fonem terakhir pada silabe terakhir dengan silabe pertama disertai
dengan fonem pertama pada silabe kedua pada kata kedua, misalnya leksikon lanud yang
berarti Lapangan Udara. Kaidah ketiga yaitu dengan cara mengekalkan fonem pertama
pada silabe pertama kata pertama dengan silabe awal, tengah atau akhir pada kata kedua
atau ketiga, misalnya leksikon ordirga dan portela yang masing-masing berarti Olahraga
Kedirgantaraan dan Persatuan Olahraga Terbang Layang.

2.2.2 Singkatan
Singkatan merupakan salah satu hasil pemendekan yang berupa huruf atau
gabungan huruf. Bentuk singkatan tidak berstatus sebagai kata. Berikut ini bentuk-bentuk
singkatan dalam register kedirgantaraan.

No. Bentuk Arti


Singkatan
1. UAV Unmanned Aerial Vehicle

16
2. VTP Vertical Tail Planes
3. RWR Radar Warning Receiver
4. HUD Head Up Display
5. HMS Helmet Mounted Symbology
6. MATC Mobile Air Traffic Control
7. EUM End Use Monitoring
8. ATC Air Traffic Control
9. KNKT Komite Nasional Keselamatan Transportasi
10. AU Angkatan Udara
11. AL Angkatan Laut
12. TNI Tentara Nasional Indonesia

Dari segi ortografis, bentuk singkatan dalam register kedirgantaraan berbentuk


huruf-huruf kapital yang diambil dari huruf awal dari satuan atau unsur yang disingkat.
Seperti pada bentuk singkatan UAV dan VTP yang merupakan singkatan dari Unmanned
Aerial Vehicle dan Vertical Tail Planes.
Dalam bahasa lisan, bentuk singkatan dalam bidang kedirgantaraan diucapkan
sesuai dengan pelafalan huruf-huruf itu dalam bahasa indonesia. Meskipun beberapa
bentuk singkatan merupakan singkatan dari bentuk dalam bahasa Inggris, pelafalan tetap
disesuaikan dengan pelafalan dalam bahasa Indonesia, seperti UAV dilafalkan [?uave?],
VTP dilafalkan [vetepe]], RWR dilafalkan [erwe?er], dan HUD dilafalkan [hau?de].

3.3 Penggalan
Penggalan merupakan proses pemendekan yang mengekalkan salah satu bagian
dari leksem (Kridalaksana, 2007:162). Berikut ini merupakan bentuk penggalan dalam
register bidang kedirgantaraan.

No. Bentuk Arti


Penggalan
1. Heli Helikopter
2. Capt. Captain

Dalam contoh diatas, leksikon heli dan capt. meupakan leksikon bentuk abreviasi
yang mengalami proses pemenggalan. Dalam register kedirgantaraan, proses
pemenggalan dilakukan dengan mengambil sebagian dari leksem. Pada leksikon heli,
proses pemenggalan terjadi dari leksem helikopter yang diambuil dua silabe pertamanya

17
sehingga menjadi bentuk baru yaitu heli. Pada leksikon Capt, pemenggalan terjadi
dengan mengambil silabe pertama disertai dengan fonem pertama silabe kedua pada
leksem captain sehingga terjadilah bentuk baru yaitu capt. proses pemenggalan dilakukan
karena alasan efisiensi.

2.3 Kelas Kata dalam Register Kedirgantaraan


Kelas kata merupakan golongan kata yang mempunyai kesamaan dalam perilaku
formalnya (Kridalaksana, 2008:116). Dalam register kedirgantaraan, ditemukan leksikon
yang berkategori verba, nomina, dan numeralia.

2.3.1 Verba
Suatu kata berkategori verba jika dapat didampingi partikel tidak dan tidak dapat
didampingi partikel di, ke, dari, serta partikel sangat, lebih, dan agak (Kridalaksana,
1986:49).

(25) Sejak 1962 secara rutin melatih para pilotnya mendarat dan tinggal landas di jalan
raya atau autobahn (Angkasa, 2009 N0.7 hal. 42).
(25a) Sejak 1962 secara rutin melatih para pilotnya tidak mendarat dan tinggal landas di
jalan raya atau autobahn.
(25b) *Sejak 1962 secara rutin melatih para pilotnya sangat mendarat dan tinggal
landas di jalan raya atau autobahn.

Analisis pada data (25a) dan(25b) membuktikan bahwa leksikon mendarat


merupakan leksikon berkategori verba. Pada data (25a), kata mendarat dapat diikuti
partikel tidak dan pada data (25b) kata mendarat tidak dapat diikuti dengan partikel
sangat karena menghasilkan kalimat yang tidak gramatikal.

2.3.2 Nomina
Nomina merupakan kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk
bergabunga dengan partikel tidak dan mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel
dari (Kridalaksana, 1986:66).

18
(26) Ini guna menghindari melepuhnya landasan saat menerima semburan yang
dikeluarkan exhaust pesawat saat tinggal landas (Angkasa, 2009 No.7 hal. 45).
(26a) Kerusakan berasal dari exhaust yang terbakar.
(26b) *Ini guna menghindari melepuhnya landasan saat menerima semburan yang
dikeluarkan tidak exhaust pesawat saat tinggal landas.
(27) Duduklah dekat galley jika Anda butuh pelayanan tambahan dalam hal kudapan
maupun minuman (Angkasa, 2005 No.6 hal. 38).
(27a) Kebakaran itu bermula dari galley.
(27b) *Duduklah dekat tidak galley jika Anda butuh pelayanan tambahan dalam hal
kudapan maupun minuman

Analisis pada data (26a) dan (26b) serta (27a) dan (27b) membuktikan bahwa
leksikon exhaust dan galley merupakan leksikon yang berkategori nomina. Pada data
(26a) dan (27a), leksikon exhaust dan galley berpotensi diikuti partikel dari dan pada data
(26b) dan (27b) leksikon exhaust dan galley tidak berpotensi untuk diikuti partikel tidak.
Leksikon exhaust memiliki makna tempat atau alat pembuangan uap atau gas pada mesin
pesawat, sedangkan leksikon galley memiliki makna dapur/tempat menyiapkan makanan
bagi penumpang dalam pesawat.

2.3.3 Numeralia
Numeralia merupakan kategori yang dapat mendampingi nomina dalam
konstruksi sintaksis, mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain, dan tidak
dapat bergabunga dengan partikel tidak atau sangat (Kridalaksana, 1986:77).

(28) Falcon 7X merupakan jet eksekutif pertama yang mengadopsi teknologi Fly by
Wire (Angkasa, 2005 No.6 hal. 32).
(29) Tracking dan sistem pemandu infra merah melengkapi radar ECR 90 (Angkasa,
2005 No.6 hal. 6).
(30) MiG-29K AL India memang lebih maju jika dibandingkan MiG-29 yang
dioperasikan AU India (Angkasa, 2009 No.7 hal. 5).
(31) Pesawat superjumbo Airbus A380 kini sudah melakukan uji terbang rutin
(Angksa, 2005 No10 hal. 44).

19
Dalam register kedirgantaraan, leksikon yang berkategori numeralia memiliki
kekhasan sebagai sebutan bagi pesawat, seperti pada leksikon 7X, ECR 90, Mig-29, dan
A380. Leksikon-leksikon tersebut memiliki ciri diikuti oleh rangkaian fonem yang
berfungsi untuk membedakannya dengan jenis atau sebutan bagi pesawat lain. Leksikon-
leksikon tersebut memiliki potensi untuk mendampingi nimeralia lain dan tidak dapat
bergabung dengan partikel tidak atau sangat seperti *tidak Mig 29K atau *sangat 7X.

Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 1994. Cetakan ke-1. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

---------------. 2002. Cetakan ke-2. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta:


Rineka Cipta.

---------------. dan Leonie Agustina. 2004. Cetakan ke-2. Sosiolinguistik: Perkenalan


Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Farmadiani. 2004. Register Perfilman sebagai Variasi Bahasa. Yogyakarta: Skripsi


Sastra Indonesia Universitas Gadjah Mada.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Edisi ke-4. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

---------------. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia

---------------. 1986. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia

Listiarini. 2009. Register Seks sebagai Variasai Bahasa: Studi Kasus Majalah Femina
dan Kartini. Yogyakarta: Skripsi Sastra Indonesia Universitas Gadjah Mada.

Mastoyo, Tri. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta:


Carasvatibooks.

Pateda, Mansoer. 2001. Edisi ke-2. Semantik Leksikal. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ramlan. 1978. Cetakan ke-2. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: U.B.
Karyono.

Sudaryanto, 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana
Kebudayaan secara Linguis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press

Suryati, Eni.2009. Leksikon Register Fotografi. Yogyakarta: Skripsi Sastra Indonesia


Universitas Gadjah Mada.

20
Syamsiyah, Nurul. 2007. Akronim dalam Ranah Kepolisian. Yogyakarta: Skripsi Sastra
Indonesia Universitas Gadjah Mada.

Wardhaugh, Ronald. 1988. An Introduction to Sociolinguistics. Oxford: Basil Blackwell.

Yuwono, Tri. 2006. Istilah dalam Bidang Kepolisian. Yogyakarta: Skripsi Sastra
Indonesia Universitas Gadjah mada.

21

Anda mungkin juga menyukai