Ludwig Wittgenstein Dan Pemikirannya
Ludwig Wittgenstein Dan Pemikirannya
Kalimat terakhir Wittgenstein sebelum kematiannya adalah “Good! Tell them I’ve had a
wonderful life!”
“Bagus! Katakan kepada mereka saya telah menjalani sebuah kehidupan yang sangat
menyenangkan!”
Filosof Inggris Betrand Russell memiliki pengaruh sangat kuat terhadap perkembangan
pemikiran filsafat Wittgenstein terutama dalam karya Tractatus Logico Philosophicus.
Russell adalah tokoh yang sangat dikagumi Wittgenstein. Ia pernah menjadi murid
Russell dan partner diskusi yang kemudian secara bersama-sama mengembangkan
atomisme logis dalam tradisi filsafat Inggris. Russell pada tahun 1924 menerbitkan
artikelnya berjudul Contemporary British Philosophy yang mengembangkan aliran
atomisme logis, sedangkan Wittgenstein dengan Tractatus Logico Philosophicus
merupakan puncak paham atomisme logis.
Pemikiran Russell ini memiliki kemiripan dan pengaruh terhadap pemikiran
Wittgenstein. Keduanya sama-sama mengakui adanya kesesuaian antara struktur bahasa
dengan struktur realitas dunia. Russell menyebut kesesuaian ini sebagai isomorfi
sedangkan Wittgenstein mendefinisikannya dalam picture theory (teori gambar). Struktur
kesesuaian tersebut didasarkan pada formulasi logika sehingga satuan bahasa yang
terkecil disebut sebagai proposisi dan proposisi tersebut melukiskan data indrawi; dalam
pemikiran ini baik Russell maupun Wittgenstein memiliki kesamaan. Proposisi tersusun
atas unsur-unsur atomis bahasa yang menurut Wittgenstein berhubungan dengan nama
atau primitive name, sedangkan Russell mengistilahkannya dengan logical proper name.
Konsep logika bahasa Wittgenstein dapat dikatakan memiliki kesamaan dengan Russell.
3. G. E. Moore (1873-1958)
Pemikiran filsafat Wittgenstein merupakan karya puncak dari gerakan filsafat analistis,
Wittgenstein memperkenalkan suatu paradigm baru dalam pemikiran filsafat dengan
mengembangkan perspektif epistemologi yang mendasarkan pada analisis logika bahasa.
Wittgenstein telah melahirkan dua karya yang sangat monumental, yaitu
Tracatus Logico philosophicus dan Philosophical investigations. Karena karya yang
kedua itu agak kontrofersial dengan karya yang pertama, yaitu dengan cara menisbikan
pemikiran pada karyanya yang pertama. Hal ini oleh Delfgraauw dianalogkan seperti
seorang yang menaiki tangga, dan setelah sampai di atas barulah ia memperoleh
kebenaran. Berkaitan dengan hal tersebut banyak penulis membedakan pemikiran
Wittgenstein itu kedalam dua periode, yaitu periode I (Tracatus Logico philosophicus)
dan periode II (Philosophical investigations).
Tractatus Logico Philosophicus adalah sebuah karya filsafat Wittgenstein yang banyak
dipengaruhi oleh gurunya yaitu Russell dan Frege. Ini merupakan sebuah naskah yang
singkat, padat karena hanya terdiri dari 75 halaman dengan pengantar dari Russell.
Sistem penguraian karya filsafat ini sangat khas-unik yaitu ditampilkan dalam bentuk
beberapa rangkaian proposisi yang secara sistematis menunjukkan urutan logis serta
prioritas logis dari proposisi tersebut. Penguraian proposisi-proposisi dilakukan dengan
cara pemberian nomor urut secara desimal. Sesuai dengan prinsip analitika bahasa,
proposisi yang diberi nomor dengan angka bulat merupakan pangkal urai sedangkan
proposisi yang diberi nomor dengan angka desimal adalah merupakan pengurai.
Misalnya 1.1 dan 1.2 merupakan pengurai dari proposisi 1 begitu pula 2.1 dan 2.2
merupakan pengurai dari proposisi 2. Proposisi pengurai ini jika masih memerlukan
suatu penguraian lagi maka diberi notasi lanjutan angka desimal berikutnya.
Beberapa pengertian penting filsafat Wittgenstein yang tertuang dalam karya
Tracatus Logico philosophicus
a. Realitas Dunia
Salah satu uraiannya yang merupakan unsur yang sangat fundamental bahkan
merupakan suatu dasar ontologis Tracatus Logico philosophicus adalah konsepnya
tentang realitas dunia yang dilukiskan melalui bahasa.
Tesis Wittgenstein yang diuraikan dalam Tracatus Logico philosophicus, secara rinci
sebagai berikut : “hakekat dunia menurut Wittgenstein adalah semua hal yang
hakekatnya merupakan suatu kasus, dunia adalah keseluruhan dari fakta-fakta dan
bukan dari benda-benda dan dunia itu terbagi menjadi fakta-fakta serta apa yang
merupakan kenyataan yang sedemikian itu, sebuah fakta adalah merupakan
keberadaan suatu peristiwa.
b. Proposisi
Proporsi ditinjau berdasarkan wujudnya merupakan suatu ungkapan, suatu artikulasi
kata-kata Proposisi merupakan sebuah bentuk pengungkapan realitas empiris atau
yang dipersepsi ke dalam bentuk logis, sehingga bentuk pengungkapan tersebut atau
proposisi menggambarkan realitas dunia secara logis. setiap proposisi tersusun atas
sejumlah proposisi elementer. Proposisi elementer menggambarkan fakta atomis.
Gabungan dari beberapa fakta atomis membentuk keadaan peristiwa, gabungan
beberapa proposisi elementer membentuk proposisi sehingga suatu proposisi
menggambarkan suatu keadaan peristiwa. Akhirnya, Totalitas dari proposisi adalah
bahasa. Totalitas dari keadaan peristiwa adalah dunia.
Karena proposisi mengungkapkan keadaan peristiwa dan merupakan gambaran logis
dari realitas dunia, maka proposisi bukanlah sekedar penggabungan kata-kata,
sehingga berbeda dengan kalimat biasa.
Untuk menjelaskan suatu situasi yang bersifat kompleks digunakan berbagai tanda
simbolis sehingga proposisi merupakan suatu sistem pengertian logis-simbolis.
Misalnya ”jika hujan, tanah basah” dapat dianalasis jika p, maka q dan disimbolkan
dengan p q.
3) Satu nama mewakili satu objek dan objek yang berupa benda-benda itu digabung
satu dan lainnya. Dengan cara ini keseluruhan kelompok menyajikan suatu keadaan
peristiwa tertentu
4) Proposisi adalah suatu gambar perwakilan pasti dan mencakup suatu hubungan
piktorial.
d. Logika Bahasa
Menurut Wittgenstein persoalan filsafat timbul karena para filosof terdahulu dalam
memecahkan problema-problema logika bahasa, oleh karena itu Wittgenstein
mengkritik dengan tajam melalui kalimat “ apa yang dapat dikatakan sama sekali
dapat dikatakan secara jelas, dan apa yang tak dapat dikatakan maka orang harus
diam”. Karena itu penggunaan bahasa dalam analisis teori-teori filsafat harus mampu
mengungkap secara obyektif fakta tentang dunia, dan hal ini harus dilakukan dengan
menggunakan bahasa dengan berdasarkan asas-asas logika, sehingga perlu
dikembangkan bahasa yang ideal yang memenuhi asas-asas logika. Unsur-unsur logis
yang tergambar melalui bahasa terwujudkan dalam suatu proposisi, sehingga totalitas
dari proposisi tersebut pada hakekatnya adalah bahasa. Melalui karyanya
dimaksudkan sebagai upaya untuk memecahkan kekaburan dalam penggunaan bahasa
dalam konsep-konsep filsafat, sebagaimana tercermin dalam teori gambar bahwa
realitas dunia dijelaskan melalui bahasa pada hakekatnya merupakan penggambaran
dunia yang diletakkan dalam ruang logika. Konskwensinya struktur logika bahasa
juga menggambarkan struktur logis dunia.