Anda di halaman 1dari 25

NAMA : RINA

NPM : 1102008215
KELOMPOK : B2
SKENARIO : Pegawai Kamar Mesin Kapal

1. ANATOMI TELINGA

a. Anatomi makroskopis

Indra pendengar dan keseimbangan terdapat di dalam telinga. Telinga


manusia terdiri atas tiga bagian, yaitu

1. Telinga luar, yang menerima gelombang suara.

2. Telinga tengah, dimana gelombang suara dipindahkan dari udara ke


tulang dan oleh tulang ke telinga dalam.

3. Telinga dalam, dimana getaran ini diubah menjadi impuls saraf spesifik
yang berjalan melalui nervus akustikus ke susunan saraf pusat. Telinga
dalam juga mengandung organ vestibuler yang berfungsi untuk
mempertahankan keseimbangan.

Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna, aurikula), saluran telinga luar
(meatus akustikus eksternus) dan selaput gendang (membrane tympani), bagian
telinga ini berfungsi untuk menerima dan menyalurkan getaran suara atau
gelombang bunyi sehingga menyebabkan bergetarnya membran tympani. Meatus
akustikus eksternus terbentang dari telinga luar sampai membrane tympani.
Meatus akustikus eksternus tampak sebagai saluran yang sedikit sempit dengan
dinding yang kaku. Satu per tiga luas meatus disokong oleh tulang rawan elastis
dan sisanya dibentuk oleh tulang rawan temporal. Meatus dibatasi oleh kulit
dengan sejumlah rambut, kelenjar Sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang
telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin
tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat
berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen ( minyak telinga ).
Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.
Pada ujung dalam meatus akustikus eksternus terbentang membrane tympani. Dia
diliputi oleh lapisan luar epidermis yang tipis dan pada permukaan dalamnya
diliputi oleh epitel selapis kubis. Antara dua epitel yang melapisi terdapat jaringan
ikat kuat yang terdiri atas serabut-serabut kolagen dan elastin serta fibroblast.
Pada kuadran depan atas membran atas tympani tidak mengandung serabut dan
lemas, membentuk membran shrapnell.

Telinga Tengah (kavum tympanikus)

Telinga tengah merupakan suatu rongga kecil dalam tulang pelipis (tulang
temporalis) yang berisi tiga tulang pendengaran (osikula), yaitu maleus (tulang
martil), inkus (tulang landasan), dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiganya saling
berhubungan melalui persendian. Tangkai maleus melekat pada permukaan dalam
membran tympani, sedangkan bagian kepalanya berhubungan dengan inkus.
Selanjutnya, inkus bersendian dengan stapes. Stapes berhubungan dengan
membran pemisah antara telinga tengah dan telinga dalam, yang disebut fenestra
ovalis (tingkap jorong/ fenestra vestibule). Di bawah fenesta ovalis terdapat
tingkap bundar atau fenesta kokhlea, yang tertutup oleh membran yang disebut
membran tympani sekunder. Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng
yang terletak pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum
yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada
maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara . maleus, inkus, dan
stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng.

Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius


(tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara
kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut
menganga atau ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras,
membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran
tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan
masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan
yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani.

Telinga Dalam (labirin)

Telinga dalam merupakan struktur yang kompleks, terdiri dari serangkaian


rongga-rongga tulang dan saluran membranosa yang berisi cairan. Saluran-
saluran membranosa membentuk labirin membranosa dan berisi cairan endolimfe,
sedangkan rongga-rongga tulang yang di dalamnya berada labirin membranosa
disebut labirin tulang (labirin osseosa). Labirin tulang berisi cairan perilimfe.
Rongga yang terisi perilimfe ini merupakan terusan dari rongga subarachnoid
selaput otak, sehingga susunanz peri limfe mirip dengan cairan serebrospinal.
Labirin membranosa dilekatkan pada periosteum oleh lembaran-lembaran
jaringan ikat tipis yang mengandung pembuluh darah. Labirin membranosa
sendiri tersusun terutama oleh selapis epitel gepeng dikelilingi oleh jaringan-
jaringan ikat.

Labirin terdiri atas tiga saluran yang kompleks, yaitu vestibula, kokhlea (rumah
siput) dan 3 buah kanalis semisirkularis (saluran setengah lingkaran).
Vestibula merupakan rongga di tengah labirin, terletak di belakang kokhlea dan di
depan kanalis semisirkularis. Vestibula berhubungan dengan telinga tengah
melalui fenesta ovalis (fenestra vestibule). Vestibule bagian membran terdiri dari
dua kantung kecil, yaitu sakulus dan utikulus. Pada sakulus dan utikulus terdapat
dua struktur khusus yang disebut makula akustika, sebagai indra keseimbangan
statis (orientasi tubuh terhadap tarikan gravitasi). Sel-sel reseptor dalam organ
tersebut berupa sel-sel rambut, yang didampingi oleh sel-sel penunjang. Bagian
atas sel tersebut tertutup oleh membran yang mengandung butir-butiran kecil
kalsium karbonat (CaCO3) yang disebut otolit. Perubahan posisi kepala yang
menimbulkan tarikan gravitasi, menyebabkan akan menyampaikan impuls saraf
ke cabang vestibular dari saraf vestibulokokhlear yang terdapat pada bagian dasar
sel-sel tersebut, yang akan meneruskan impuls saraf tersebut ke pusat
keseimbangan di otak.

Kanalis semisiskularis merupakan 3 saluran bertulang yang terletak di atas


belakang vestibula. Salah satu ujung dari masing-masing saluran tersebut
menggembung, disebut ampula. Masing-masing ampula berhubungan dengan
utrikulus. Pada ampula terdapat Krista akustika, sehingga organ indra
keseimbangan dinamis (untuk mempertahankan posisi tubuh dalam melakukan
respon terhadap gerakan). Seperti pada vestibula sel-sel reseptor dalam krista
akustika juga berupa sel-sel rambut yang didampingi oleh sel-sel penunjang,
tetapi di sini tidak terdapat otolit. Sel-sel reseptor disini distimulasi oleh gerakan
endolimfe. Ketika kepala bergerak akibat terjadinya perputaran tubuh, endolimfe
akan mengalir di atas sel-sel rambut. Sel-sel rambut menerima ransangan tersebut
dan mengubahnya menjadi impuls saraf. Sebagai responnya, otot-otot
berkonsraksi untuk mempertahankan keseimbangan tubuh pada posisi yang baru.

Kokhlea membentuk bagian anterior labirin, terletak di depan vestibula.


Berbentuk seperti rumah siput, berupa saluran berbentuk spiral yang terdiri dari 2
¾ lilitan, mengelilingi bentukan kerucut yang disebut mediolus. Penampang
melintang kokhlea menunjukkan bahwa kokhlea terdiri dari tiga saluran yang
berisi cairan. Tiga saluran tersebut adalah:

Saluran vestibular (skala vestibular): di sebelah atas mengandung perilimfe,


berakhir pada tingkap jorong.

Saluran tympani (skala tympani): di sebelah bawah mengandung perilimfe berakhir


pada tingkap bulat.

Saluran kokhlear (skala media): terletak di antara skala vestibular dan skala
tympani, mengandung endolimfe.

Skala media dipisahkan dengan skala vestibular oleh membran vestibularis (membran
reissner), dan dipisahkan dangan skala tympani oleh membran basilaris.

Pada membran basilaris inilah terdapat indra pendengar, yaitu organ corti. Sel
reseptor bunyi pada organ ini berupa sel rambut yang didimpingi oleh sel penunjang.
Akson-akson dari sel-sel rambut menyusun diri membentuk cabang kokhlear dari
saraf vestibulokokhlear (saraf kranial ke VIII) yang menghantarkan impuls saraf ke
pusat pendengaran/ keseimbangan di otak.
Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang
berasal dari a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang
merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis.
Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :

1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula


sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari
utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis
posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri
spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir
pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna
mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi
putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus
inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai
utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid.
Persarafan
N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus
dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar meatus
akustikus internus terletak ganglion vestibulare dan pada modiolus terletak ganglion
spirale

2. FISIOLOGI PENDENGARAN DAN KESEIMBANGAN

1. pendengaran

Getaran suara dapat sampai pada organ corti melalui lintasan sebagai berikut:
Getaran suara memasuki liang telinga → Menekan membran tympani → melintas
melalui tulang-tulang pendengaran → Menekan tingkap jorong → Menimbulkan
gelombang pada jaringan perilimfe → Menekan membran vestibularis dan skala
basilaris → merangsang sel-sel rambut pada organ corti. Di sinilah mulai terjadi
pembentukan impuls saraf.

Getaran suara ditangkap ol;eh telinga yang dialirkan ke telinga dan mengenai
memberan timpani, sehingga memberan timpani bergetar. Getaran ini diteruskan
ke tulang-tulang pendengaran yang berhhubungan satu sama lain. Selanjutnya
stapes menggerakkan perilimfe dalam skala vestibui kemudian getaran diteruskan
melalui Rissener yang mendorong endolimfe dan memberan basal ke arah bawah,
perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap bundar (foramen
rotundum) terdorong kearah luar.

Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion Na
menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang N.VIII yang kemudian
neneruskan ransangan ke pusat sensori pendengaran di otak melalui saraf pusat
yang ada di lobus temporalis.

2. keseimbangan
Kanalis semisirkularis merupakan alat keseimbangan dinamik dan terangsang oleh
gerakan yang melingkar, sehingga kemana saja arah kepala, asal gerakan itu
membentuk putaran, maka gerakan itu akan tertangkap oleh salah satu, dua atau
ketiga kanalis semisirkularis bersama-sama. Pada manusia, kanalis semisirkularis
horizontal yang mempunyai peran dominan oleh karena manusia banyak bergerak
secara horizontal.
Utrikulus dan sakulus merupakan alat keseimbangan statik, yang terangsang oleh
gerak percepatan atau perlambatan yang lurus arahnya, dan juga oleh gravitasi.
Utrikulus terangsang oleh gerakan percepatan lurus dalam bidang mendatar,
sedangkan sakulus terangsang oleh gerakan percepatan lurus dalam bidang vertikal.
Dalam keadaan diam, gravitasi berpengaruh terhadap utrikulus maupun sakulus.
Hubungan sistem vestibuler dengan otot-otot mata erat sekali, sehingga semua
gerakan endolimfe selalu diikuti oleh gerakan bola mata. Sistem vestibuler
berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainan sistem vestibuler bisa
menimbulkan gejala pada sistem tubuh yang bersangkutan.

3. GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING

a. definisi
Cacat pendengaran akibat kerja ( occupational deafness / noise induced hearing loss )
adalah hilangnya sebahagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat
permanen, mengenai satu atau kedua telinga yang disebabkan oleh bising terus
menerus dilingkungan tempat kerja. Dalam lingkungan industri, semakin
tinggi intensitas kebisingan dan semakin lama waktu pemaparan kebisingan yang
dialami oleh para pekerja, semakin berat gangguan pendengaran yang ditimbulkan
pada para pekerja tersebut Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling
sering dijumpai setelah presbikusis

b. etiologi

Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki. Dari
definisi ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung
dari masing-masing individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan secara
audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekwensi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan :
1. Intensitas kebisingan
2. Frekwensi kebisingan
3. Lamanya waktu pemaparan bising
4. Kerentanan individu
5. Jenis kelamin
6. Usia
7. Kelainan di telinga tengah

c. manifestasi klinis

Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara ( speech


discrimination ) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat
menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi
dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak
didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinnitus merupakan gejala
yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan
konsentrasi.
Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising ( noise induced hearing loss )
adalah :
1. Bersifat sensorineural
2. Hampir selalu bilateral
3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss )
Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.
4. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran
yang signifikan.
5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000
Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz.
6. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000
Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun. Selain pengaruh
terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan juga mempunyai pengaruh
non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi,
gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.

PENGARUH KEBISINGAN PADA PENDENGARAN


Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi bunyi,
intensitas dan lama waktu paparan, dapat berupa :2,13
1. Adaptasi
Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh
kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena
suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan.
2. Peningkatan ambang dengar sementara
Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahanlahan akan
kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa
jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang
pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila
pemeparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara
akan menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu
pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap
individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas masing-masing
individu.
3. Peningkatan ambang dengar menetap
Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi
pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat
permanen, tidak dapat disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran yang menetap
dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan
baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak
menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah
dilakukan pemeriksaan audiogram. Hilangnya pendengaran sementara akibat
pemaparan bising biasanya sembuh setelah istirahat beberapa jam ( 1 – 2 jam ). Bising
dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama ( 10 – 15 tahun ) akan
menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total organ
Corti. Proses ini belum jelas terjadinya, tetapi mungkin karena rangsangan bunyi yang
berlebihan dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan metabolisme dan
vaskuler sehingga terjadi kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel rambut organ
Corti. Akibatnya terjadi kehilangan pendengaran yang permanen. Umumnya
frekwensi pendengaran yang mengalami penurunan intensitas adalah antara 3000 –
6000 Hz dan kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada
frekwensi 4000 Hz (4 K notch). Ini merupakan proses yang lambat dan tersembunyi,
sehingga pada tahap awal tidak disadari oleh para pekerja. Hal ini hanya dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan audiometri. Apabila bising dengan intensitas tinggi
tersebut terus berlangsung dalam waktu yang cukup lama, akhirnya pengaruh
penurunan pendengaran akan menyebar ke frekwensi percakapan ( 500 – 2000 Hz ).
Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena tidak dapat mendengar
pembicaraan sekitarnya.
PEMBAGIAN
Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2
kategori yaitu :
1. Noise Induced Temporary Threshold Shift ( TTS )
2. Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS )

NOISE INDUCED TEMPORARY THRESHOLD SHIFT ( NITTS )


Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai
perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi
pada frekwensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “ notch “ yang
curam pada frekwensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch. Pada tingkat awal
terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang disebut juga
NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya pendengaran dapat
kembali normal.
NOISE INDUCED PERMANENT THRESHOLD SHIFT ( NIPTS )
Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus kehilangan pendengaran akibat
suara bising, dan hal ini disebut dengan “ occupational hearing loss “ atau kehilangan
pendengaran karena pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat bising industri.
Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja
dilingkungan bising selama 10 – 15 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada :
1. tingkat suara bising
2. kepekaan seseorang terhadap suara bising
NIPTS biasanya terjadi disekitar frekwensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat
dan menyebar ke frekwensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi
apabila sudah menyebar sampai ke frekwensi yang lebih rendah ( 2000 dan 3000 Hz )
keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk
mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke
frekwensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang
sangat lemah. Notch bermula pada frekwensi 3000 – 6000 Hz, dan setelah beberapa
waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekwensi yang lebih tinggi.
Kehilangan pendengaran pada frekwensi 4000 Hz akan terus bertambah dan menetap
setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat

Intensitas dan waktu paparan bising yang diperkenankan


Intensitas bising Waktu paparan
( dB ) Per hari dalam jam
85
8
87,5
6
90
4
92,5
3
95
2
100
1
105
½
110
¼

d. patogenesis

Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut.
Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya
degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia
pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap
stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih
banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena
adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan
oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam
dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel
rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus
pendengaran pada batang otak.

Perubahan anatomi yang berhubungan dengan paparan bising


Dari sudut makromekanikal ketika gelombang suara lewat, membrana basilaris
meregang sepanjang sisi ligamentum spiralis, dimana bagian tengahnya tidak
disokong. Pada daerah ini terjadi penyimpangan yang maksimal. Sel-sel penunjang
disekitar sel rambut dalam juga sering mengalami kerusakan akibat paparan bising
yang sangat kuat dan hal ini kemungkinan merupakan penyebab mengapa baris
pertama sel rambut luar yang bagian atasnya bersinggungan dengan phalangeal
process dari sel pilar luar dan dalam merupakan daerah yang paling sering rusak.
Bagaimana energi mekanis ditransduksikan kedalam peristiwa intraseluler yang
memacu pelepasan neurotransmitter ? Saluran transduksi berada pada membran
plasma pada masing-masing silia, baik didaerah tip atau sepanjang tangkai ( shaft ),
yang dikontrol oleh tip links, yaitu jembatan kecil diantara silia bagian atas yang
berhubungan satu sama lain. Gerakan mekanis pada barisan yang paling atas
membuka ke saluran menyebabkan influks K+ dan Ca++ dan menghasilkan
depolarisasi membran plasma. Pergerakan daerah yang berlawanan akan menutup
saluran serta menurunkan jumlah depolarisasi membran. Apabila depolarisasi
mencapai titik kritis dapat memacu peristiwa intraseluler. Telah diketahui bahwa sel
rambut luar memiliki sedikit afferen dan banyak efferen. Gerakan mekanis membrana
basilaris merangsang sel rambut luar berkontraksi sehingga meningkatkan gerakan
pada daerah stimulasi dan meningkatkan gerakan mekanis yang akan diteruskan ke sel
rambut dalam dimana neurotransmisi terjadi. Kerusakan sel rambut luar mengurangi
sensitifitas dari bagian koklea yang rusak. Kekakuan silia berhubungan dengan tip
links yang dapat meluas ke daerah basal melalui lapisan kutikuler sel rambut.
Liberman dan Dodds (1987)
memperlihatkan keadaan akut dan kronis pada awal kejadian dan kemudian pada
stimulasi yang lebih tinggi, fraktur daerah basal dan hubungan dengan hilangnya
sensitifitas saraf akibat bising. Fraktur daerah basal menyebabkan kematian sel.
Paparan bising dengan intensitas rendah menyebabkan kerusakan minimal silia, tanpa
fraktur daerah basal atau kerusakan tip links yang luas. Tetapi suara dengan intensitas
tinggi dapat menyebabkan kerusakan tip links sehingga menyebabkan kerusakan yang
berat, fraktur daerah basal dan perubahan-perubahan sel yang irreversibel.

PERUBAHAN HISTOPATOLOGI TELINGA AKIBAT KEBISINGAN


Lokasi dan perubahan histopatologi yang terjadi pada telinga akibat
kebisingan adalah sebagai berikut :
1. Kerusakan pada sel sensoris
a. degenerasi pada daerah basal dari duktus koklearis
b. pembengkakan dan robekan dari sel-sel sensoris
c. anoksia
2. Kerusakan pada stria vaskularis
Suara dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan stria vaskularis oleh
karena penurunan bahkan penghentian aliran darah pada stria vaskularis dan ligamen
spiralis sesudah terjadi rangsangan suara dengan intensitas tinggi.
3. Kerusakan pada serabut saraf dan “ nerve ending “
Keadaan ini masih banyak dipertentangkan, tetapi pada umumnya kerusakan ini
merupakan akibat sekunder dari kerusakan-kerusakan sel-sel sensoris.
4. Hidrops endolimf

GAMBARAN KLINIS
Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara ( speech
discrimination ) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat
menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi
dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak
didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinnitus merupakan gejala
yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan
konsentrasi.
Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising ( noise induced
hearing loss ) adalah :
1. Bersifat sensorineural
2. Hampir selalu bilateral
3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss )
Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.
4. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan
pendengaran yang signifikan.
5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan
6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000
Hz.
6. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000
dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun.
Selain pengaruh terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan
juga mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi
wicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat
gangguan pendengaran yang terjadi
e. diagnosis
Didalam menegakkan diagnosis NIHL, ahli THT harus melakukan anamnesis yang
teliti, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan audiologik.18 Dari anamnesis didapati
riwayat penah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu
yang cukup lama, biasanya lebih dari 5 tahun. Sedangkan pada pemeriksaan
otoskopik tidak ditemukan kelainan.Pada pemeriksaan tes penala didapatkan hasil
Rinne positip, Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan
Schwabach memendek. Kesan jenis ketuliannya adalah tuli sensorineural yang
biasanya mengenai kedua telinga. Ketulian timbul secara bertahap dalam jangka
waktu bertahun-tahun, yang biasanya terjadi dalam 8 – 10 tahun pertama
paparan.Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada
frekwensi tinggi ( umumnya 3000 – 6000 Hz ) dan pada frekwensi 4000 Hz sering
terdapat takik ( notch ) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini. Sedangkan
pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI ( Short Increment Sensitivity Index ),
ABLB ( Alternate Binaural Loudness Balance ) dan Speech Audiometry
menunjukkan adanya fenomena rekrutmen ( recruitment ) yang khas untuk tuli saraf
koklea. Untuk menegakkan diagnosis klinik dari ketulian yang disebabkan oleh bising
dan hubungannya dengan pekerja, maka seorang dokter harus mempertimbangkan
faktor-faktor berikut :
1. Riwayat timbulnya ketulian dan progresifitasnya.
2. Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan dan lamanya bekerja.
3. Riwayat penggunaan proteksi pendengaran.
4. Meneliti bising di tempat kerja, untuk menentukan intensitas dan durasi bising
yang menyebabkan ketulian.
5. Hasil pemeriksaan audiometri sebelum kerja dan berkala selama kerja.
Pentingnya mengetahui tingkat pendengaran awal para pekerja dengan
melakukan pemeriksaan audiometri sebelum bekerja adalah bila audiogram
menunjukkan ketulian, maka dapat diperkirakan berkurangnya pendengaran
tersebut akibat kebisingan di tempat kerja.
6. Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab ketulian non industrial
seperti riwayat penggunaan obat-obat ototoksik atau riwayat penyakit
sebelumnya.

f. penatalaksanaan

Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari


lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat
pelindung telinga yaitu berupa sumbat telinga ( ear plugs ), tutup telinga ( ear muffs)
dan pelindung kepala ( helmet ). Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli saraf
koklea yang bersifat menetap (irreversible ), bila gangguan pendengaran sudah
mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat
dicoba pemasangan alat bantu dengar ( ABD ). Apabila pendengarannya telah
sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi
dengan adekuat, perlu dilakukan psikoterapi supaya pasien dapat menerima
keadaannya. Latihan pendengaran ( auditory training ) juga dapat dilakukan agar
pasien dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu
dengan membaca ucapan bibir ( lip reading ), mimik dan gerakan anggota badan serta
bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi

g. prognosis dan pencegahan


Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya
menetap, dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun pembedahan, maka
prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah pencegahan
terjadinya ketulian.

PENCEGAHAN
Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah
terjadinya NIHL yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja.
Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu : 13
1. Pengukuran pendengaran
Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :
a. Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja.
b. Pengukuran pendengaran secara periodik.
2. Pengendalian suara bising
Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai ear muff ( tutup
telinga ), ear plugs ( sumbat telinga ) dan helmet (pelindung kepala ).
b. Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan cara :
- memasang peredam suara
- menempatkan suara bising ( mesin ) didalam suatu ruangan yang terpisah dari
pekerja
3. Analisa bising
Analisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising, frekwensi bising,
lama dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan bising. Alat utama dalam
pengukuran kebisingan adalah sound level meter .

SOUND LEVEL METER ( SLM )


SLM adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan, yang
terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit “attenuator” dan beberapa alat lainnya. Alat ini
mengukur kebisingan antara 30 – 130 dB dan dari frekwensi 20 – 20.000 Hz. SLM
dibuat berdasarkan standar ANSI ( American National Standard Institute ) tahun 1977
dan dilengkapi dengan alat pengukur 3 macam frekwensi yaitu A, B dan C yang
menentukan secara kasar frekwensi bising tersebut Jaringan frekwensi A mendekati
frekwensi karakteristik respon telinga untuk suara rendah yang kira-kira dibawah 55
dB . Jaringan frekwensi B dimaksudkan mendekati reaksi telinga untuk batas antara
55 – 85 dB. Sedangkan jaringan frekwensi C berhubungan dengan reaksi telinga
untuk batas diatas 85 dB. 15

4. JENIS-JENIS PEMERIKSAAN TELINGA DAN TES PENDENGARAN

Tes Fungsi Pendengaran

1. Tes berbisik

Pemeriksaan ini bersifat semikuantitatif , menentukan derajat ketulian secara


kasar. Hal yang diperhatikan adalah ruangan yang cukup tenang ,panjang minimal
6 meter. Nilai normal tes berbisik 5/6-6/6.

2. Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap
frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai
prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat
ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.

a. Definisi

Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur
(uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman
pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan
anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.

Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran
seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat
ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi
seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan
bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran.

Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan


pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :

1) Audiometri nada murni

Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-
2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi
yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang
ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk
menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantran tulang
pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran
tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat
mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran
audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia
sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada
muri.

Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi


20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk
memahami percakapan sehari-hari.

Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran

Kehilangan Klasifikasi
dalam Desibel

0-15 Pendengaran normal


>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada


stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-
beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas.
Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air
kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone
gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran
oleh bone conduction menggambarkan SNHL.

2) Audiometri tutur

Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata


terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah
dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran.
Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya
disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpuilih yang
dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh
pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur,
kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa
pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau
pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui
audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata
yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena
intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya.
Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari
tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu
diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar,
sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan
benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan
pendengaran yaitu :

a) Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah


kata-kata yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan
benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan
dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).

b) Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap


satuan bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang
dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT. Satuan
pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang
ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja.
Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada
audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada
tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.

Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar


kata-kata yang jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi
gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan
tepat.

Kriteria orang tuli :

Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB

Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB

Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB

Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi,


apabila seseorang masih memiliki sisa pendengaran diharapkan
dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang
ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar.
Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus
pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan
tes paa frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada
gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri
tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan
tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan
audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan
seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti
pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja
perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan
dalam telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada
lubang gendang telinga, untuk menentukan penyabab kurang
pendengaran.

b. Manfaat audiometri

1) Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga

2) Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi

3) Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak

c. Tujuan

Ada empat tujuan (Davis, 1978) :

1) Mediagnostik penyakit telinga

2) Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-


hari, atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas
dan pekerjaan, apakah butuh alat pembantu mendengar atau pndidikan
khusus, ganti rugi (misalnya dalam bidang kedokteran kehkiman dan
asuransi).
3) Skrinig anak balita dan SD

4) Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.

3. Tes Penala

1. Test Rinne

Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang
dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.

Ada 2 macam tes rinne , yaitu :

a. Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya


tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus
eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala
kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne
positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif
jika pasien tidak dapat mendengarnya

b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya
secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan
garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada
pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih
keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid).
Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus
eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar
didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras
dibelakang.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :

1) Normal : tes rinne positif

2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang
lebih lama)

3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :

a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu


tala.

b) posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)

c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi


pada posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal
sehingga mula-mula timbul.

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa
maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak
lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai
aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.

Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah
tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid
pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan
garputala kedepan meatus akustukus eksternus.

2. Test Weber

Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang
antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan
garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal.
Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika
telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi
lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau
sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.

Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga
akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum
timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus
di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan
didengarkan di sebelah kanan.

Interpretasi:

a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut
lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama
kerasnya.

b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:

1) Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah


kanan.

2) Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga


kanan ebih hebat.

3) Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu,


maka di dengar sebelah kanan.

4) Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari pada
sebelah kanan.

5) Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.

3. Test Swabach

Tujuan :
Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal)
dengan probandus.

Dasar :

Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh :

Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak,
khususnya osteo temporale

Cara Kerja :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada
puncak kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu
makin lama makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala
lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan
segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui
normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua
kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar
suara.

5. GANGGUAN GANGGUAN PENDENGARAN

1. Tuli konduktif

Karena kelainan ditelinga luaaar atau di telinga tengah

a. Kelainan telingna luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah astresia


liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumsripta, osteoma
liang teling.

b. Kelainan telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif adalah


tubakar/sumbatan tuba eustachius, dan dislokasi tulang pensdengaaran.

2. Tuli perseptif

Disebabkan oleh kerusakan koklea (N. audiotorius) atau kerusakan pada sirkuit
system saraf pusat dari telinga. Orang tersebut mengalamipenurunan atau kehilangan
kemampuan total untuk mendengar suara dan akan terjadi kelainan pada :

a. Organo corti

b. Saraf : N.coclearis dan N.vestibularais

c. Pusat pendengaran otak

3. Tuli campuran

Terjadi karena tuli konduksi yang pada pengobatannya tidak sempurna sehingga
infeksi skunder (tuli persepsi juga).
Kekurangan Pendengaran

Yang dimaksud dengan kekurangan pendengaran adalah keadaan dimana seorang


kurang dpat mendengar dan mengerti suara atau percakpan yang didengar untuk
mendiagnosis kurang pendengaran. Sebagi dokter umum cukuplah memperhatikan
keempat aspek penting berikuta ini :

Penentuan pada penderita apakah ada kurang pendengaran atau tidak.

Jenis kurang pendengaran

Derajat kurang pendengaran

Menentukan penyebab kurang pendengaran

1. Penentuan pada penderita apakah ada KP atau tidak

Dalam penentuan apakah ada KP atau tidak pada penderita hal penting
yang harus diperhatiakan adalah umur prnderita. Respon manusia terhadap
suara atau percakapan yang didengranya tergantung pada umur
pertumbuhannya. Usia 6 tahun diambil sebagai batas, kurang dari 6 tahun
respon anak terhadap suara atau percakapan berbeda-beda tergantung
umurnya, sedangkan lebih dari 6 tahun respon anak terhadap suara atau
percakapan yang didengar sama dengan orang dewasa karena luasnya
aspek diagnostik KP. Pad kedua golongan umur tersbut, maka dalam
makalah ini yang diuraikan hanya diagnosis KP pada anak-anak umur 6
tahun keatas dan dewasa.

2. Jenis KP

Jenis KP berdasarkan lokalisasi lesi :

a. KP jenis hantaran

Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga luar dan atau telinga
tengah.

b. KP jenis sensorineural

Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga dalam (pada koklea
dan N.VIII)

c. KP jenis campuran

Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga tengah dan telinga
dalam.

d. KP jenis sentral
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada nucleus auditorius dibatang
otak sampai dengan korteks otak.

e. KP jenis fungsional

Pada KP jenis ini tidak dijumpai adanya gangguan atau lesi organic
pada system pendengaran baik perifer maupun sentral, melainkan
berdadasarkan adanya masalah psikologis atau omosional.

Untuk KP jenis sentral dan fungsional mengingat masih terbatasnya


pengetahuan proses pendengara diwilayah trsebut, disamping masih
belum banyak dikenal teknik uji pendengaran yang dapat dimanfaatkan
untuk bahan diagnostik, maka pada makalah ini akan dibatasi pada
diagnosis KP jenis hantaran sensorineural dan campuran saja.

3. Menentukan penyebab KP

Menetukan penyebab KP merupakan hal yang paling sukar diantara


kempat batasan atau aspek tersebut diatas, untuk itu diperlukan :

a. Anamnesis yang luas dan cermat tentang riwayat terjadinya KP tersebut

b. Pemeriksaan umum dan khusus (telinga, hidung dan tenggorokan ) yang


teliti.

c. Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan seperti foto laboratorium)

Ada 4 cara yang dapat kita lakukan untuk mengetes fungsi


pendengaran penderita, yaitu :

a. Tes bisik

b. Tes bisik modifikasi

c. Tes garputala

d. Pemeriksaan audiometri

KEHILANGAN PENDENGARAN
Kekurangan pendengaran biasanya terjadi secara normal pada usia 20 tahun. Masalah
kehilangan pendengaran biasanya datang secara berangsur-angsur dan sangat jarang
terjadi dengan Tuli Total.

Banyak Kasus yang menyebabkan kehilangan pendengaran, mereka bisa di bagi


menjadi 2 kategori :• Kehilangan pendengaran Konduktif – Conductive hearing
loss (CHL) terjadi karena masalah mekanikal pada sisi luar dan tengah telinga. 3
tulang rawan (kecil) telinga (ossicles) mungkin gagal untuk mengkonduksi suara ke
cochlea atau gendang telinga dapat bergetar dalam merespon suara. Cairan dalam
telinga dapat mengganggu CHL
• Kehilangan Pendengaran Sensorineural (SNHL) terjadi karena disfungsi pada
bagian dalam telinga. Kasus ini sering terjadi ketika saraf rambut (cilia) yang
mengirimkan suara di telinga rusak atau terluka. Kehilangan ini biasa disebut
kerusakan saraf

CHL biasanya dapat diobat – SNHL tidak dapat. Penderita yang mempunyai kedua
bentuk kerusakan telinga diatas dinamakan Kerusakan pendengaran tercampur –
mixed hearing loss

Pengujian untuk pendengaran sangat disarankan bagi bayi yang baru lahir. Pada anak,
masalah pendengaaran dapat menyebabkan perkembangan bicara anak menjadi
lambat.

Infeksi pada telinga sering terjadi pada anak dan menyebabkan kehilangan
pendengaran sementara. Cairan yang masih tertinggal didalam telinga akan disertai
infeksi. Walaupun cairan ini bisa keluar tanpa disadari, hal ini dapat menyebabkan
kehilangan pendengaran secara signifikan. Jika terdapat cairan lebih dari 8 – 12
minggu harus diperhatikan.

Mencegah kehilangan pendengaran itu lebih efektif daripada mengobati setelah terjadi
kerusakan

Beberapa Kasus :
Secara Genetik
• Osteogenesis imperfecta
• Leopard syndrome (multiple lentigines)
• Otosclerosis
• Robinson type ectodermal dysplasia
• Cockayne syndrome
• Bjorn pili torti and deafness syndrome
• Multiple synostosis syndrome
• Hunter syndrome
• Taybi oto-palato-digital syndrome
• Hereditary nephritis
• Mohr syndrome
• Hurler syndrome
• Waardenburg syndrome
• Kartagener syndrome
• Fronto-metaphyseal dysplasia syndrome
• Morquio syndrome
• Trisomy 13 S
• Multiple lentigines syndrome
• Treacher Collins syndrome
• Stickler syndrome

Sejak Lahir – Kasus pada bayi• Rubella syndrome


• Congenital atresia of the external auditory canal
• Congenital cytomegalovirus
• Congenital perilymphatic fistula
• Fetal methyl mercury effects
• Fetal iodine deficiency effects

Infeksi
• Meningitis
Meningitis adalah infeksi yang disebabkan radang pada membran yang menutup otak
dan spinal cord

Meningitis yang bukan disebabkan oleh bakteri disebut sebaga “aseptic meningitis’.
Sedangkan yang disebabkan oleh bakteri disebut “purulent meningitis”

Gejalanya pusing disertai demam dan sensitif terhadap cahaya

• Penyakit gondok
• Campak
• Infeksi Telinga – Akut (otitis media)
Disebabkan oleh Flu dan Sinus, Alergi, Asap Tembakau Rokok atau iritasi, Alergi,
Infeksi Adenoid atau Adenoidnya kelebihan hormon, Kelebihan produksi Mucus dan
Saliva pada saat pertumbuhan gigi

• Scarlet fever
Penyakit yang disebabkan karena infeksi tenggorokan klasifikasi grup A beta-
hemolytic streptococcal bacteria

Gejalanya disertai Radang Tenggorokan, Demam, ruam pada dada dan leher, lidah
berwarna seperti strawberi, pusing, menggigil dan nyeri pada otot …

Traumatic:
• Trauma gendang telinga (berlubang)
• Patah Tengkorak (temporal bone)
• AKUSTIK trauma
Disebabkan oleh ledakan, petasan, tembakan, konser rock dan telepontelinga
(earphone)

Dapat disebabkan oleh suara tinggi (besar) dan secara tiba-tiba atau secara perlahan-
lahan, kebisingan dan tinnitus

Tanda-tanda dan pengujiannya


Indikator yang baik dari trauma akustik adalah kehilangan pendengaran yang
dikarenakan bunyi riuh, gaduh. Audiometry dapat menentukan kehilangan
pendengaran secara tepat

Perawatan
Kehilangan Pendengaran kemungkinan tidak dapat diperbaiki. Tujuan daripada
perawatan ini adalah untuk mengobati luka dan melindungi telinga dari kerusakan
yang lebih lanjut….tidak bisa diobati  ….
Alat bantu pendengaran mungkin dapat membantu penderita untuk berkomunikasi.
Keahlian dalam membaca gerak bibir orang mungkin dapat dipelajari.
Harapan (Prognosis)
Kehilangan pendengaran dapat menjadi permanen pada telinga yang terpengaruh.
Penyumbat telinga mungkin dapat mencegah kehilangan pendengaran agar tidak
memburuk.

Komplikasi
Kehilangan pendengaran progressif itu adalah komplikasi utama dari akustik trauma

Pencegahan
Gunakan pelindung telinga untuk melindungi dari kerusakan yang disebabkan dari
suara keras. Berhati-hatilah dengan aktifitas yang berhubungan dengannya seperti
menembak, menggunakan mesin gergaji, mengendarai motor atau mengendarai mobil
salju
• Barotrauma (Perbedaan Tekanan)

Racun
• Aminoglycoside antibiotics
• Ethacrynic acid – oral
• Aspirin
• Chloroquine
• Quinidine

Keterkaitan dengan USIA:

Keterkaitan karena USIA (presbycusis), manula tidak dapat mendengar suara yang
memiliki frekuensi tinggi

Pekerjaan harian:

Pekerjaan yang berdekatan dengan suara keras yang berlangsung secara berulang-
ulang, hari demi hari dapat mengalami kehilangan pendengaran yakni kerusakan
saraf. Peningkatan konsentrasi pada kondisi ruang kerja dengan nyata dapat
mengurangi kehilangan pendengaran

Berikut ini pekerjaan yang beresiko kehilangan pendengaran :


- Petani yang menggunakan traktor
- Musik konser
- Perbaikan landas pacuan udara
- Mesin KAPAL, PABRIK…..
- Konstruksi

Lainnya
• Penyakit Meniere
• Akustik Neuroma (Tumor)

Kehilangan pendengaran sementara bisa disebabkan

• Mengkorek kuping pada lubang telinga


• Benda asing yang mendekam didalam lubang telinga
• Luka pada kepala
• Alergi
• Eustachian rongga terblokir
• Gendang telinga yang tertusuk
• Infeksi telinga
• Reaksi terhadap obat-obatan

Gangguan Telinga Luar


Otalgia
Otalgia adalah rasa nyeri pada telinga. Karena telinga dipersarafi oleh saraf yang kaya
(nervus kranialis V, VII, IX, dan X selain cabang saraf servikalis kedua dan ketiga),
maka kulit di tempat ini menjadi sangat sensitif.
Otalgia adalah gejala yang dapat timbul dari iritasi lokal karena banyak kondisi dan
dapat juga disebabkan oleh nyeri pindahan dari laring dan faring. Banyak keluhan
nyeri telinga sebenarnya akibat nyeri di dekat ser ndi temporomandibularis.
Diperkirakan bahwa lebih c 50% pasien yang mengeluh otalgia tidak ditemukan
pnyakit telinganya.
Impaksi Serumen
Secara normal serumen dapat tertimbun dalam ka eksternus dan dalam jumlah dan
warna yang bervaria Meskipun biasanya tidak perlu dikeluarkan, kadang kadang
dapat mengalami infaeksi, menyebabkan rasa penuh dalam telinga, dan/atau
kehilangan perdengaran. Penumpukan serumen terutama bermakna populasi geriatrik
sebagai penyebab defisit pendengar Usaha membersihkan kanalis auditorius dengan
bata korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa berbahay karena trauma terhadap kulit
dapat mengakibatkan infek atau kerusakan gendang telinga.
Penatalaksanaan.
Serumen dapat diambil denga irigasi, pengisapan, atau instrumentasi. Kecuali bila
riwayat perforasi membrana timpani atau terdapat inflamasi telinga luar (otitis
eksterna), irigasi lembut kan prosedur yang dapat diterima untuk mengambil serumen.
Teknik ini efektif bila serumen tidak terlalu melekat dalam kanalis auditorius eksteni
Pengambilan serumen yang berhasil dengan irigasi ha bisa dicapai bila aliran air dapat
mencapai bela serumen yang menyumbat agar dapat mendorongnya lateral dan ke
luar dari kanalis. Meskipun irrigator pic air biasanya aman, namun instrumen ini
berhubungan den perforasi membrana timpani dan bahkan cedera otologik yang lebih
serius. Maka harus digunakan tekanan serdah mungkin yang digunakan untuk
mencegah trail mekanik.
Bila sebelumnya sudah terdapat perforasi membran timpani di belakang impaksi
serumen, air dapat mema ruang telinga tengah. Masuknya air dingin ke da telinga
tengah dapat mengakibatkan vertigo akut dengan cara menginduksi arus konveksi
termal dalam kanalis semi sirkularis. Memasukkan air ke dalam rongga teli tengah
dapat juga meningkatkan risiko infeksi. Irigasi kanalis juga terbukti mengakibatkan
otitis eksterna: na (osteomielitis tulang temporal) pada manula pende diabetes. Bila
harus melakukan irigasi aural pada penderita diabetes, harus digunakan larutan steril.
Bila irigasi ti berhasil sempurna atau bila impaksi serumen tidak purna, maka dapat
dilakukan pengangkatan secara mekanis, dengan pandangan langsung pada pasien
yang koope-ratif oleh tenaga profesional yang terlatih. Serumen juga dapat
dilunakkan dengan meneteskan beberapa tetes gliserin hangat, minyak mineral, atau
hidrogen peroksida perbandingan setengah selama 30 menit sebelum pengangkatan.
Bahan seruminolitik, seper-ti peroksida dalam gliseril (Debrox) atau Cerumenex juga
tersedia; namun, senyawa ini dapat menyebabkan reaksi alergi dalam bentuk
dermatitis. Pemakaian larutan ini dua sampai tiga kali sehari selama beberapa hari
biasanya sudah mencukupi untuk memudahkan pengangkatan im-paksi. Bila impaksi
serumen tak dapat dilepaskan dengan cara ini, dapat diangkat oleh petugas perawatan
kesehatan dengan instrumen khusus seperti kuret serumen dan pengisap aural yang
menggunakan mikroskop binokuler untuk pembesaran.Benda Asing
Otitis Eksterna
Infeksi, utamanya bakteri atau jamur, merupakan masalah yang paling sering pada
telinga. Kebanyakan penyebab otitis eksterna (infeksi telinga luar) termasuk air dalam
kanalis auditorius eksternus (telinga perenang), trauma kulit kanalis memungkinkan
masuknya organisme ke jaringan, dan kondisi sistemik seperti defisiensi vitamin dan
kelainan endokrin. Kanalis telinga normal steril pada beberapa orang; sedang lainnya
mengandung Staphylo-coccus albus dan/atau organisme lain seperti difteroid. Patogen
otitis eksterna yang paling sering adalah Staphy-lococcus aureus dan spesies
Pseudomonas. Jamur yang paling sering dapat terisolasi dari telinga normal maupun
yang terinfeksi adalah Aspergillus. Otitis eksterna sering disebabkan oleh dermatosis
seperti psoriasis, ekzema, atau dermatitis sebore. Bahkan reaksi alergi terhadap
semprot rambut, cat rambut, dan losion pengeriting rambut permanen dapat
mengakibatkan dermatitis, yang akan hilang bila bahan penyebabnya dihilangkan.
ManifestasiKlinis.
Pasien biasanya datang dengan nyeri, cairan dari kanalis auditorius eksternus, nyeri
tekan aural (biasanya tak terdapat pada infeksi telinga tengah), dan kadang demam,
selulitis, dan limfadenopati. Keluhan lain dapat meliputi pruritus dan kehilangan
pendengaran atau perasaan penuh. Pada pemeriksaan otoskopis kanalis telinga
nampak eritema dan edema. Cairan berwarna taming atau hijau dan berbau busuk.
Pada infeksi jamur bahkan dapat terlihat spora hitam seperti rambut.
Penatalaksanaan. Prinsip terapi ditujukan untuk menghilangkan ketldaknyamanan,
mengurangi pembeng-kakan kanalis telinga, dan mengeradikasi infeksi. Tak jarang
pasien mendapat resep analgetik selama 48 sampai 92 jam pertama. Bila jaringan di
kanalis eksternus meng-alami edema, perlu dipasang sumbu untuk menjaga ka¬nalis
tetap terbuka sehingga cairan obat (mis. larutan Burow, sediaan antibiotika telinga)
dapat dimasukkan). Obat tersebut dapat diberikan dengan penetes dengan suhu
ruangan. Obat yang dipakai biasanya kombinasi antibiotika dan kortikosteroid untuk
melemaskan jaringan yang terinflamasi. Jika terdapat selulitis atau demam, maka
perlu diberikan antibiotika sistemik. Bahan anti-jamur dapat diberikan bila perlu.
Pasien diingatkan untuk tidak membersihkan sendiri kanalis auditorius eksternus
menggunakan lidi kapas. Pasien juga dilarang untuk berenang atau memasukkan air
ke dalam telinga ketika mencuci rambut atau mandi. Wool kambing atau kapas dapat
diolesi jel yang tak larut air (seperti vaselin) dan diletakkan di telinga untuk mencegah
kontaminasi air. Pasien dapat mencegah infeksi dengan menggunakan preparat
antiseptik telinga sehabis

6. Menjaga Telinga dan Pendengaran Berdasar Ajaran Islam

SETIAP manusia dikurniakan dengan nikmat pancaindera yang melengkapkan sifat


seseorang menjadi manusia sempurna termasuk nikmat pendengaran, penglihatan,
sentuhan serta deria bau. Anugerah pendengaran adalah antara paling kerap disebut
dalam al-Quran baik dari segi penciptaannya mahupun tatacara penggunaannya
seperti yang dikehendaki Yang Maha Mencipta. Firman Allah yang bermaksud:
“Kemudian Dia menyempurnakan kejadiannya serta meniupkan padanya roh ciptaan-
Nya dan Dia mengurniakan kepada kamu pendengaran, penglihatan dan hati (akal
fikiran), (supaya kamu bersyukur, tetapi) amatlah sedikit kamu bersyukur.” – (Surah
as-Sajdah, ayat 9) Bersyukur dengan nikmat pendengaran adalah suatu yang mesti
bagi seseorang hamba. Pembuktian terhadap sifat syukur itu bukan saja cukup dengan
sebutan di mulut tetapi bagaimana cara kita menggunakan nikmat itu juga menjadi
manifestasi tahap kesyukuran kepada Tuhan yang meminjamkan nikmat begitu
berharga. Menunjukkan sifat menghargai atau berterima kasih terhadap sesuatu
pemberian termasuklah cara bagaimana kita menggunakannya. Seseorang hamba
yang bersyukur harus menjaga telinga dan pendengaran mereka meliputi kedua-dua
aspek iaitu penjagaan lahiriah dan batiniah. Penjagaan lahiriah termasuklah menjaga
kebersihan telinga dengan cara yang betul, seperti tidak menggunakan pin rambut dan
putik kapas untuk mengorek telinga, menjauhi sumber bunyi bising yang melampau
dan mendapatkan rawatan apabila sesuatu mula dirasakan tidak kena berlaku pada
telinga atau pendengaran mereka. Daripada Ibnu Al-Harith, Rasulullah SAW
bersabda yang bermaksud: “Dan sebaik-baik perkara ialah secara sederhana.” –
(Hadis riwayat al-Baihaqi) Penjagaan pendengaran secara batiniah juga
menggambarkan sama ada seseorang bersyukur atau tidak dengan kurniaan itu.
Seperti telinga wajar dijauhi daripada sumber kebisingan, deria pendengaran juga
haruslah dijaga daripada diterjah oleh kandungan bicara yang sia-sia apatah lagi
perkara berunsurkan umpat keji, celaan terhadap orang lain, ungkapan berbau adu
domba, tuduhan dan fitnah. Apa yang lebih penting ialah pendengaran kita seharusnya
dioptimumkan dengan sumber yang boleh mendekatkan kita kepada Ilahi. Ini kerana
di sekeliling kita ada begitu banyak peluang dan punca untuk mencapai keredaan
Allah. Firman Allah yang bermaksud: “Supaya Kami jadikan peristiwa itu peringatan
bagi kamu dan supaya diperhatikan oleh telinga yang mahu mendengar.” – (Surah al-
Haqqah, ayat 12) Sesungguhnya, kaedah menzahirkan sifat syukur terhadap anugerah
telinga dan pendengaran dinukilkan dengan jelas oleh ilmuwan yang banyak mengkaji
keagungan pada penciptaan Tuhan. Apa lebih penting, perkara berkenaan penggunaan
deria ini secara berhemah dan menyeluruh juga diterangkan dan diperingatkan dengan
jelas sekali dalam Al-Quran. Jelas sekali masih ramai kalangan manusia tidak
menggunakan telinga untuk mendengar apa yang sepatutnya tetapi lebih berminat
memasukkan bahan yang kebanyakannya adalah hiburan bersifat sementara.
Sewajarnya, sikap ini perlu diperbetulkan kerana apa yang masuk ke dalam telinga,
sekalipun ia keluar mengikut telinga kiri tetap akan dipersoalkan penggunaan pada
hari akhirat nanti. Nikmat pendengaran ini terlalu besar bagi mereka yang
menghargainya atau kehilangannya. Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah lagi
yang hendak kamu dustakan

Anda mungkin juga menyukai