Manfaatnya?
Written by IKA ASRIYANI
Thursday, 05 July 2007
IPD (Invasive Pneumoccocal Disease), merupakan sekelompok penyakit ganas yang
disebabkan kuman Streptococcus pneumoniae (pneumokokus). “Dari 90 tipe kuman
pneumokokus, ada 10 tipe yang ganas dan menyerang anak-anak,” kata Dr. Alan Roland
Tumbelaka, Kepala Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis, Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI-RSCM dalam acara media edukasi bertema Cegah Penyakit Pneumokokus, Pembunuh
Utama Bayi dan Balita yang diadakan bulan Februari 2007 lalu.
Aliran darah, sehingga menyebabkan infeksi darah (sepsis) dan kegagalan seluruh
organ tubuh.
Telinga bagian tengah sehingga menyebabkan radang telinga bagian tengah (otitis
media akut).
Mengingat HiB juga menyebabkan meningitis dan pneumonia, lalu apa beda IPD dan HiB?
“Yang beda adalah kumannya,” kata Dr. Alan. “Hib disebabkan oleh kuman Haemophilus
Influensa B - yang mana tidak ada hubungannya sama sekali dengan flu - sementara IPD
disebabkan oleh kuman pneumokokus. Jadi meski si kecil Anda sudah mendapatkan imunisasi
Hib, risiko terkena meningitis dan radang paru masih bisa terjadi bila ia belum mendapatkan
vaksin IPD. Meningitis yang disebabkan pneumokokus, lebih ‘jahat’ daripada yang disebabkan
oleh Hib.”
Apa Gejalanya?
Pneumonia, tidak terlihat tandanya pada bayi. Pada balita, mungkin tidak tampak
gejala gangguan pada pernapasan. Dalam banyak kasus, hanya muncul dalam bentuk
demam atau napas yang cepat. Gejala dapat termasuk batuk, lelah/tidak enak badan,
demam, sakit di dada, menggigil, sesak napas, sakit di perut dengan atau tanpa
muntah.
Sepsis, bisa diketahui jika kulit anak Anda terasa dingin, lembap, nadi berdetak
lemah, kecepatan denyut jantung tidak normal, pernapasan sangat cepat, hipotensi,
oliguria, perubahan status mental.
Kuman ini dapat berpindah secara mudah melalui udara dan percikan ludah, terutama di
kondisi keramaian seperti hunian yang padat dan tempat penitipan anak (TPA) atau
playgroup. Saat pergantian cuaca dan musim hujan kuman ini juga menyebar dengan cepat.
Kuman yang sudah masuk ke dalam darah akan membuat kondisi semakin berbahaya.
Pada studi klinis, reaksi umum dari imunisasi IPD yang paling banyak dilaporkan adalah
demam ringan (>38 derajat Celcius), rewel, mengantuk (drowsiness), tidak bisa tidur,
berkurangnya nafsu makan, muntah, diare dan kemerahan (rash) pada kulit. Reaksi ini umum
ditimbulkan oleh semua jenis vaksin. Dokter sangat menganjurkan agar setelah melakukan
imunisasi (apapun), Anda tidak langsung pulang dan menunggu 15 menit untuk mengetahui
apakah ada reaksi vaksin.
Jadwal pemberian vaksin IPD dilakukan 4 kali: Pada usia 2, 4, 6 bulan dan antara usia 12-15
bulan dengan kondisi yang telah dikonsultasikan dengan dokter anak. Jika Anda terlambat
melakukan imunisasi, Anda tak perlu mengulangnya dari awal dan bisa langsung
melanjutkannya. Seperti kata pepatah, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Last Updated ( Thursday, 05 July 2007 )
Cegah Bahayanya Lewat Vakinasi, Sebelum Terlambat
Penyakit pneumokokus, atau yang kerap disebut IPD (Invasive Pneumococcal Disease),
bukanlah penyakit yang bisa dipandang sebelah mata. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) memperkirakan, 700 ribu hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahunnya
karena IPD, utamanya di negara-negara berkembang.
Indonesia pun tak luput dari serangan penyakit ini. Survei Departemen Kesehatan 2001
menyebutkan, pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di Indonesia,
dengan persentase mencapai 23 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding penyebab
lain kematian balita yakni diare (13 persen) dan penyakit syaraf (12 persen).
Apa sebenarnya IPD? Seperti dijelaskan oleh dokter Alan R Tumbelaka SpA(K), kepala
Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM),
IPD merupakan sekelompok penyakit yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus
pneumoniae yang menyebar melalui darah dan bersifat merusak (invasive). Beberapa
penyakit yang termasuk dalam golongan ini adalah radang paru (pneumonia), radang
selaput otak (meningitis), infeksi darah (bakteremia), dan sepsis (kelanjutan infeksi darah
yang mengakibatkan syok dan kegagalan fungsi organ tubuh). ''Penyakit-penyakit ini
sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kecacatan pada bayi dan balita bahkan
kematian,'' terang Alan dalam media edukasi mengenai pencegahan penyakit
pneumokokus, belum lama ini di Jakarta.
Mengenai bakteri Streptococcus pneumoniae yang menjadi penyebab penyakit ini, Alan
menjelaskan, bakteri ini sebenarnya hidup secara normal di tenggorokan dan rongga
hidung. ''Namun, apabila bakteri ini masuk ke dalam sirkulasi darah dan merusak, maka
akan menyebabkan gangguan berbagai organ tubuh,'' lanjut dokter yang sejak 1984
menjadi staf pengajar di FKUI ini. IPD merupakan penyakit menular. Alan
menerangkan, penularan IPD dapat terjadi melalui percikan ludah sewaktu bicara, bersin,
dan batuk. Patut pula dicatat, bakteri ini lebih mudah menyebar pada hunian yang padat,
tempat penitipan anak nursery playgroup, penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Akut), pergantian cuaca, dan musim hujan seperti sekarang ini. Penularan penyakit ini
ternyata tak hanya bisa terjadi di kalangan bayi dan balita. ''Anak yang terserang IPD
juga dapat menularkan penyakit ini kepada orang usia lanjut,'' kata Alan.
Pada dasarnya, IPD memang bisa menyerang siapa saja dan di mana saja karena bakteri
pneumokokus secara normal berada di dalam rongga hidung dan tenggorokan. Hanya
saja, bakteri ini dapat menjadi ganas pada kelompok umur yang rentan yakni bayi dan
anak-anak di bawah usia dua tahun. Dan risiko untuk terjangkit IPD menjadi kian besar
jika kondisi fisik bayi dan anak itu sedang turun atau baru sembuh dari sakit.
Bisakah penyakit ini diobati? Menurut Alan, bakteri Streptococcus pneumoniae pada
dasarnya bisa dimatikan dengan antibiotik, khususnya penisilin. Namun saat ini, bakteri
ini mulai kebal terhadap banyak antibiotik (misalnya penisilin, erythromycin,
trimepthoprin-sulfamethoxazole, dan cephalosporin) sehingga mempersulit pengobatan.
''Harga pengobatan juga sangat mahal dibanding harga pencegahannya,'' tandas Alan.
Kalaupun bisa diobati dan sembuh, tetap saja membawa gejala sisa seperti kelumpuhan,
kehilangan pendengaran, retardasi mental, kemunduran kecerdasan, serta gangguan
syaraf.
Pentingnya imunisasi
Mengingat sulit dan mahalnya pengobatan, juga kecacatan permanen yang mengancam
anak kita, maka hal terbaik yang bisa dilakukan para orangtua adalah mencegah penyakit
berbahaya ini. Bagaimana caranya? Berikan vaksin pneumokokus pada bayi dan balita.
Inilah satu-satunya cara pencegahan IPD yang efektif.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Strategic Advisory Group of Experts (SAGE) --
kelompok penasihat utama WHO untuk vaksinasi dan imunisasi di dunia -- dalam
pertemuan mereka di Swiss, November 2006. Mereka menyatakan, penyakit
pneumokokus merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Dan
vaksinasi merupakan upaya terbaik mencegah penyakit pneumokokus.
Vaksinasi, seperti dijelaskan dokter Soedjatmiko SpA (K) MSi, sekretaris Satuan Tugas
(Satgas) Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), merupakan upaya pencegahan
primer untuk mencegah penyakit infeksi dengan memasukkan vaksin (produk
imunobiologik, sebagai antigen) ke dalam tubuh manusia. Dengan cara ini akan
terbentuk antibodi sehingga si anak terhindar dari penyakit, tidak menularkan penyakit
itu pada individu lain, dan akhirnya dapat memutuskan transmisi penyakit. ''Vaksinasi
bertujuan melindungi seseorang terhadap penyakit tertentu, menurunkan prevalensi
penyakit sehingga tercapai eradikasi penyakit,'' sambungnya.
Vaksin yang oleh Wyeth diberi nama dagang Prevenar ini bisa diberikan pada bayi mulai
usia dua bulan. Berikut adalah jadwal pemberian vaksin ini:
Vaksin ini bekerja dengan cara merangsang sistem kekebalan dan menciptakan memori
pada sistem kekebalan tubuh. Injeksi vaksin ini akan memberikan pengenalan sistem
kekebalan tubuh pada tujuh strain Streptococcus pnemoniae yang paling umum
menyerang bayi dan anak. Pada akhirnya, sistem kekebalan tubuh akan menyimpan
informasi ini sehingga serangan bakteri ini di kemudian hari dapat dicegah.
Bagaimana efektivitas vaksin ini? Studi klinis pada 37 ribu bayi di California Utara,
Amerika Serikat (AS) menunjukkan, vaksin pneumokokus memiliki tingkat keampuhan
sebagai berikut:
* 97 persen efektif dalam mencegah IPD pada bayi yang telah divaksinasi penuh (4
dosis).
* 89 persen efektif dalam mencegah semua kasus IPD pada anak yang telah mendapat
satu kali atau lebih dosis vaksinasi.
Vaksin ini juga telah menjadi vaksin yang diwajibkan di AS, Australia, Eropa, dan
Meksiko serta telah digunakan lebih dari 100 juta dosis di seluruh dunia. Bagaimana
dengan keamanannya? Reaksi umum dari vaksin ini sama seperti semua jenis vaksin.
Pada studi klinis, reaksi umum yang muncul setelah mendapat vaksin ini adalah demam
ringan, rewel, dan kemerahan pada kulit. Nah, tunggu apa lagi, vaksinasi segera!
(Idionline/RoL)
Acute lower respiratory infections are responsible for two million deaths
per year and a large proportion of these are pneumococcal disease. A recent
study (Cutts F. et al., The Lancet 2005) in The Gambia indicates that more
than one third of these deaths might be caused by the bacterium
Streptococcus pneumoniae. Most victims are children in developing countries.
Pneumonia deaths far outnumber deaths from meningitis. Nonetheless, in
non-epidemic situations, Streptococcus pneumoniae is the main cause of
meningitis fatalities in sub-Saharan Africa; of those who develop
pneumococcal meningitis, 40-75 % either die or are permanently disabled.
Children infected with HIV/AIDS are 20-40 times more likely to contract
pneumococcal disease than children without HIV/AIDS.
(WHO: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs289/en/)
Yang paling fatal bila bakteri pneumokokus menyerang otak. Pada kasus-kasus
meningitis seperti ini, kematian akan menyerang 17% penderita hanya dalam
kurun waktu 48 jam setelah terserang. Kalaupun dinyatakan sembuh umumnya
meninggalkan kecacatan permanen, semisal gangguan pendengaran dan gangguan
saraf yang selanjutnya memunculkan gangguan motorik, kejang tanpa demam,
keterbelakangan mental dan kelumpuhan.
(dari artikel sebuah tabloid kesehatan, oleh: Sukman Tulus Putra, dr.,
Sp.A.(K), FACC, FESC, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI))
Bagaimana jadwalnya?
Imunisasi IPD pada usia (1):
Prevenar atau PCV 7 (diseluruh dunia sama mereknya): berisi 7 serotype (4,
6B, 9V, 14, 18C, 19F and 23F). Bisa diberikan pada sejak bayi usia 2 bulan.
Harganya relatif mahal.
Ada keuntungan lain dalam penelitian vaksin produksi baru ini bahwa: In
addition, an unexpected benefit of vaccination (9 serotype vaccine) was the
decrease of symptomatic pneumonia cases associated with a viral infection,
whether influenza virus or one of the paramyxoviruses.
(WHO: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs289/en/)
Menurut artikel oleh dokter Sukman Tulus Putra: Reaksi terhadap vaksin yang
terbanyak dilaporkan adalah demam ringan < 38 derajat Celcius, rewel,
mengantuk (drowsy), dan beberapa reaksi ringan lainnya yang biasa ditemui
pada pemberian berbagai jenis vaksin.
Pemberian imunisasi IPD tidak menghapus jadwal imunisasi yang lain (seperti
HiB, tetap seperti jadwalnya).
Apa kendalanya?
Harga vaksinasi masih relatif tinggi. Dilaporkan berkisar 850-950 ribu
rupiah (Prevenar).
WHO menyebutkan:
A vaccine providing effective protection against pneumococcal disease for
young children in developing countries may be ready for use in 2008-2009,
and could be introduced in such countries provided adequate supply and
financial help are arranged.
Menurut WHO:
It can be difficult to establish the extent of pneumococcal disease as
developing countries often lack the clinical and laboratory facilities, the
expertise, and the resources to do so. As a result, public health
decision-makers are often unaware of the prevalence of the disease and of
the toll it exacts in death and disability. Because of the scarcity of data
from developing countries, there is concern over whether the seven-and
nine-valent vaccines contain the serotypes appropriate for all countries.
Concerns remain – although results to date are encouraging – that prevention
of some serotypes of pneumococcal disease may lead to increased incidence of
other serotypes. The price of the vaccine, although still to be set for
developing countries, may be too high for them to afford without special
financing arrangements.
Saat ini yang sudah diteliti ada di tiga tempat: Jakarta (3), Bandung (4)
dan Mataram (5). Dari ketiganya, baru Mataram yang sudah diketahui
serotypenya. Tahun ini akan dilakukan penelitian multi-senter di 5 tempat,
untuk memastikan jenis serotype-nya. Hasilnya mungkin baru tahun depan
diketahui dengan pasti.
Keterangan:
1: dr. JS Wibisono, SpA
2: dr. Purnamawati, MMPed. SpA(K)
3: Prof. Hardiono Pusponegoro, SpA(K)
4: Prof. Cissy Kartasasmita, SpA(K)
5: Prof. Soewignyo, SpPD(K).
Semoga bermanfaat, mohon dikoreksi dan ditambahi oleh semuanya agar lebih
sempurna.
Catatan: ini bukan tulisan resmi, artinya untuk konsumsi milis. Bila untuk
konsumsi publik (situs, leaflet, brosur, poster), tentu cara penulisan harus
disesuaikan.
Catatan Tambahan :
tonang