Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2. ALTERNATIF SOLUSI
3. OPSI
DAFTAR PUSTAKA
2. Etika Lingkungan
Etika Lingkungan Hidup hadir sebagai respon atas etika moral yang
selama ini berlaku, yang dirasa lebih mementingkan hubungan antar
manusia dan mengabaikan hubungan antara manusia dan mahluk
hidup bukan manusia. Mahluk bukan manusia, kendati bukan pelaku
moral (moral agents) melainkan dipandang sebagai subyek moral
(moral subjects), sehingga pantas menjadi perhatian moral manusia.
‘Kesalahan terbesar semua etika sejauh ini adalah etika-etika
tersebut hanya berbicara mengenai hubungan antara manusia dengan
manusia’ Albert Schweitzer. Dalam perkembangan selanjutnya,
etika lingkungan hidup menuntut adnya perluasan cara pandang dan
perilaku moral manusia. Yaitu dengan memasukkan lingkungan atau
alam semesta sebagai bagian dari komunitas moral.
ANTROPOSENTRISME
TEOSENTRISME
Tata ruang adalah wujud struktural pola pemanfaatan ruang, baik yang
direncanakan maupun tidak, sedangkan yang dimaksud ruang meliputi
ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara beserta sumber daya
alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan.
Kegiatan manusia dan makhluk hidup lainnya membutuhkan ruang
untuk berbagi lokasi pemanfaatan ruang.
akhlak manusia.T i d a k k u r a n g d a r i 2 0 0 . 0 0 0 n a b i d a n r a s u l
diturunkan dan diutus keseluruh bangsa dan kaum di
s e l u r u h d u n i a . B a n y a k a j a r a n n a b i d a n rasul itu selain
masalah akidah (tauhid) tetapi tidak kalah pentingnyaadalah
masalah akhlak/etika termasuk terhadap lingkungan. Di antaraajaran
nabi Muhammad tentang etika lingkungan adalah bahwa
semuam a k h l u k h i d u p d a n t i d a k h i d u p s e t i a p s a a t t a s b i h
k e p a d a A l l a h . J a d i menganggu atau merusaknya
sesungguhnya menganggu hubungan”mereka” kepada Allah.
Al-qur’an melarang keras berbuat kerusakandi bumi. Nabi
melarang kencing di lubang semut dan air tergenang.Tulisan ini
memaparkan serba-serbi yang berhubungan dengan
etikalingkungan dan filsafat.
Apa itu Etika Lingkungan ?
Isu-isu kerusakan lingkungan menghadirkan persoalan etika
yangr u m i t . K a r e n a m e s k i p u n p a d a d a s a r n y a a l a m s e n d i r i
s u d a h d i a k u i sungguh memiliki nilai dan berharga, tetapi
kenyataannya terus terjadi
Hal ini mengingat visi pembangunan berkelanjutan bertolak dari Pembukaan Undang -
Undang Dasar 1945 yaitu terlindunginya segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia; tercapainya kesejahteraan umum dan kehidupan bangsa yang cerdas;
dan dapat berperannya bangsa Indonesia dalam melaksankan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian, visi
pembangunan yang kita anut adalah pembangunan yang dapat memenuhi aspirasi dan
kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi
dan kebutuhan generasi mendatang. Oleh karena itu fungsi lingkungan hidup perlu
terlestarikan.
Kebijakan pembangunan Nasional menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang
memadukan ketiga pilar pembangunan yaitu bidang ekonomi, sosial dan lingkungan
hidup.
Dalam penerapan prinsip Pembangunan Berkelanjutan tersebut pada Pembangunan
Nasional memerlukan kesepakatan semua pihak untuk memadukan tiga pilar
pembangunan secara proposional. Sejalan dengan itu telah diupayakan penyusunan
Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan melalui
serangkaian pertemuan yang diikuti oleh berbagai pihak.
Konsep pembangunan berkelanjutan timbul dan berkembang karena timbulnya kesadaran
bahwa pembangunan ekonomi dan sosial tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan
hidup.
Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No.
25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui
transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah:
Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No.
25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di Daerah, maka
kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS
merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup. Program itu mencakup :
1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Hidup.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya
mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas
lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan,
serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya
kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas
lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan
yang ditetapkan.
http://geo.ugm.ac.id/archives/125
Etika Lingkungan
Sebagaimana pengertian etimologis dari etika yaitu ”adat istiadat” atau kebiasaan” maka
lebih jauh dapat dijelaskan bahwa etika berkaitan dengan tata cara hidup yang baik, baik
pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dibakukan dalam
bentuk kaidah, aturan atau norma.
Kaidah norma atau aturan ini sesungguhnya ingin mengungkapkan, menjaga dan
melestarikan nilai tertentu yang dianggap baik dan penting oleh masyarakat. Secara lebih
luas, etika dapat dipahami sebagai pedoman bagaimana manusia harus hidup, dan
bertindak sebagai orang yang baik. Kaidah dan norma inilah yang membuat masyarakat
primitif yang masih ada di daerah pelosok dan terpencil di Indonesia ini, seperti suku
Baduy di Banten, suku-suku di Irian Jaya dapat tetap menjaga kelestarian hutan dan
lingkungan hidup di sekiar mereka. Jauh berbeda dengan masyarakat moderen yang
kaidah dan norma dan aturannya dianggap lebih oleh masyarakat primitif, yang justru
menimbulkan permasalahan bagi kehidupan mereka sendiri.
Berkaitan dengan hal tersebut, seorang filsuf Norwegia Arne Naess, yang juga seorang
ahli ekologi, mengungkapkan bahwa krisis lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi
dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam yang
fundamental dan radikal ( Soni Keraf, 2002). Dibutuhkan pola hidup baru yang tidak
hanya menyangkut orang perorang, tetapi masyarakat secara keseluruhan.
Etika lingkungan merupakan suatu bagian untuk mengisi kekurangan sisi spiritual dari
pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut
tahapannya, etika lingkungan dapat terwujud dalam lima tahapan (Nugroho dalam
Gunawan, 2003) sebagai berikut;
1. Egoisme; merupakan tataran etika yang paling rendah yakni yang berdasarkan pada ke-
aku-an disebut juga individualisme.
2. Humanisme; merupakan solidaritas sesama manusia. Hal ini sudah ada kepedulian
terhadap orang lain selain dirinya sendiri.
3. Sentientisme; kesetiakawanan terhadap pengada insani (berperasaan). Dalam hal ini
sudah ada solidaritas dan pengakuan terhadap makhluk lain yaitu hewan selain sesama
manusia.
4. Vitalisme; kesetiakawanan terhadap sesama pengada insani, baik yang berperasaan
maupun yang tidak berperasaan (tumbuh-tumbuhan).
5. Altruisme; merupakan etika lingkungan yang paling tinggi, yakni solidaritas kepada
semua pangada baik yang insani maupun ragawi, sebagai sesama ciptaan tuhan dii bumi
ini karena ketergantungan diri kepada semua yang ada baik makhluk hidup maupun
benda mati.
Menurut JuJun S. Suriasumantri (1990), apabila berbicara mengenai etika tentu tidak
terlepas dari filsafat seperti tampak pada diagram gambar 4.
Masalah yang sangat besar dan segera perlu ditangani oleh bangsa Indonesia saat ini
adalah masalah yang timbul sabagai akibat semakin besarnya jumlah penduduk. Jumlah
penduduk yang terus bertambah besar, semakin meningkatkan kebutuhan sandang,
pangan, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan lapangan kerja, keamanan,
dan lain sebagainya. Di seluruh dunia tekanan akibat semakin banyaknya jumlah
penduduk semakin dirasakan. Manusia sejak jaman purbakala telah memanfaatkan dan
menggunakan alam lingkungan dalam usaha untuk memenuhi kehidupannya yang lebih
enak, kecukupan, dan sejahtera. Penggunaan nalar dan akalnya telah mendudukan
manusia sebagai penakluk dan pengatur alam sekitar bagi kemudahan hidupnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad ini begitu dahsyat dan
menakjubkan, sehingga seakan-akan seluruh masalah didunia dapat dipecahkan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibarengi dengan pertumbuhan
industri secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang jumlahnya
cukup banyak, telah mengakibatkan semakin rusaknya lingkungan dan semakin
menurunnya kualitas lingkungan hidup. Manusia melupakan bahwa sumberdaya alam
yang ada di planet bumi ini sebagai daya dukung untuk memberikan kehidupannya sangat
terbatas.
Akhir-akhir ini malapetaka yang berupa banjir, kekeringan, pencemaran air, pencemaran
tanah, polusi udara, keracunan oleh pestisida, kenaikan suhu akibat pemanasan global
telah banyak diberitahukan oleh media massa. Hal tersebut merupakan ancaman yang
serius bagi kelangsungan kehidupan kita yang menghendaki hidup sejahtera di bumi ini.
Laporan hasil studi ”The Club of Roma” tahun 1971, memprediksi bahwa sekitar tahun
2050 sistem kehidupan di bumi akan menghadapi ”total collape” kalau kelima faktor
pendukung kehidupan manusia tetap berkembang secara eksponensial seperti sekarang
ini. Kelima faktor tersebut yaitu pertumbuhan penduduk, peningkatan produksi pangan,
peningkatan produksi industri, penggunaan sumberdaya alam dan pencemaran
lingkungan yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Oleh karena itu kita harus
waspada dan mulai sekarang berusaha mengatasi krisis/lingkungan tersebut dengan
merencakan kehidupan yang lebih memperhatikan keseimbangan lingkungan.
Timbulnya krisis lingkungan ini disebabkan oleh adanya konsep tentang, hubungan
antara manusia dengan lingkungan alam yang salah. Konsep yang datang dari Barat
adalah konsep; ”Manusia Penakluk Alam/Manusia Melawan Alam”, sedangkan konsep
yang datang dari Timur, adalah: Manusia dalam Keserasian dan Keseimbangan Alam.
Konsep tentang ”Manusia Penakluk Alamat” telah menjadi dasar pelaksanaan hubungan
antara manusia dengan lingkungannya selama berabad-abad.
1. Masalah kerusakan lingkungan pada hakekatnya adalah masalah kemanusiaan yang
erat hubungannya dengan sistem nilai, adat istiadat dan agama dalam mengendalikan
eksistensinya sebagai pengelola lingkungan hidup. Oleh karena itu cara mengatasinya
tidak hanya dengan melakukan usaha yang bersifat teknis semata, melainkan yang lebih
utama haruslah ada usaha yang bersifat educatif dan persuasif. Dengan demikian akan
dapat dilakukan usaha kearah perubahan sikap dan perilaku yang sudah lama berurat dan
berakar dalam masyarakat. Usaha atau kegiatan yang dimaksud yaitu Pembina Etika
Lingkungan pada Masyarakat. Berdasarkan uraian di atas maka pada kesempatan
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IGI ke XI di Padang ini penulis membuat makalah
dengan judul: ”Pembinaan Etika Lingkungan sebagai Salah Satu Alternatif Menjaga
Kelestariam Lingkungan”. Secara berturut-turut makalah ini akan membahas tentang; (1).
Hubungan Manusia dengan Lingkungan Hidup, (2). Kerusakan lingkungan hidup, (3)
Akar Permasalahan Lingkungan Hidup, (4) Pembinaan Etika Lingkungan Hidup.
c. Unsur budaya
Di samping lingkungan fisik alamiah, manusia memiliki lingkungan lain sebagai corak
pelengkap dalam kehidupan yang disebut dengan lingkungan budaya. Lingkungan
budaya merupakan abstraksi yang berwujud nilai, norma, gagasan dan konsep dalam
memahami dan menginterpretasikan lingkungan. Unsur budaya dalam lingkungan hidup
adalah merupajan sistem nilai, gagasan, keyakinan yang dimiliki manusia dalam
menentukan perilakunya sebagai makhluk sosial (masyaratkat). Unsur budaya ini
dikembangkan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan pokok dan mempermudah
dalam kehidupannya. Sebagai contoh, untuk melawan dinginnya udara, maka manusia
menciptakan baju untuk melapisis badan dan sumber penghangat lainnya. Selain itu
untuk memepercepat produksi maka diciptakan mesin. Unsur budaya dalam lingkungan
hidup merupakan faktor yang dapat merusak lingkungan dan dapat menentukan
keseimbangan tatanan lingkungan dimana manusia sebagai pemegang kendali.
Lingkungan yang telah mendapat dominasi dari intervensi manusia biasa dikenal dengan
lingkungn binaan dan lingkungan budaya. Kehadiran lingkungan budaya ini dapat
menjadi potensi gangguan bagi keseimbangan, keselarasan, dan kelestarian yang semula
terdapat dalam lingkungan alam. Kemampuan manusia dalam berinovasi dan discoveri
menunjukkan eksistensinya pada lingkungan sabagai makhluk yang telah mampu
berprestasi dalam beradaptasi, berinteraksi, dan memanfaatkan lingkungan dan bahkan
pada tingkatan tertentu dapat memanipulasi lingkungan.
Secara garis besar ketiga komponen lingkungan hidup tersebut dapat diringkas menjadi
dua bagian, yaitu komponen bio-geofisikal (lingkungan alam) dan komponen lingkungan
sosial-budaya yang menjadi inti hubungan manusia dengan lingkungannya (hubungan
perilaku manusia dan lingkungan binaan). Hubungan perilaku manusia dan lingkungan
binaan tersebut dapat digambarkan secara skematis seperti ditunjukkan pada Gambar. 2
Pada gambar 2 tersebut, terlihat bahwa lingkungan binaan yang terwujud merupakan
hasil perpaduan (integrasi) lingkungan sosio-biogeofisikal. Hasil positif dari lingkungan
sosio-biogeofisikal dapat menciptakan kondisi keserasian lingkungan hidup. Namun
sebaliknya hasil negatif dari lingkungan sosio-biogeofisik dapat menciptakan kerusakan
lingkungan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa baik tidaknya kondisi lingkungan
hidup sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia.
Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa kajian filsafat dibagi menjadi tiga bidang
yaitu; (1) logika, yang mempertanyakan apakah sesuatu benar atau salah dengan produk
sebagai ilmu yangb ersifat ilmiah, (2) etika, yangmempertanyakan apakah suatu perilaku
manusia itu baik atau buruk, (3) estetika, yang mempertanyakan apakah sesuatu indah
atau tidak indah dengan produk seni
Penilaian baik atau buruk akan menjadi norma terhadap lingkungan. Norma itu mungkin
saja berasal dari norma masyarakat dalam bentuk kebudayaan, dari norma ilmiah yang
bersumber dari keilmuan, dan dari norma wahyu yang bersumber dari kitab suci (agama).
Berikut ini contoh norma-norma yang bersumber dari beberapa agama yang dapat
menjadi pegangan dalam pemanfaatan lingkungan:secara arif.
”Kerusakan lingkungan hidup merupakan akibat dari ketidak taatan, keserakahan dan
ketidakpedulian (manusia) terhadap karunia besar kehidupan” (Budha)
”Kita harus, mendeklarasikan sikap kita untuk mengehentikan kerusakan, menghidupkan
kembali menghormati tradisi lama kita (Hindu)”
”Kami melawan segala terhadap segala bentuk eksploitasi yang menyebabkan kerusakan
alam yang kemudian mengancam kersakannya,” (Kristiani)
Apabila norma-norma tersebut telah menjadi pegangan hidup dalam suatu masyarakat
atau penduduk, maka akan terbentuklah suatu etika lingkungan dalam kehidupan
masyarakat tersebut.
Etika lingkungan merupakan perwujudan dari kesadaran manusia terhadap makna, peran,
dan fungsi lingkungan hidup ini melalui jalur penalaran ekologis yang meletakkan
manusia sebagai komponen ekosistem (Soeriatmaja, 1990). Jadi etika lingkungan adalah
satu sistem nilai yang menjadi pedoman perilaku manusia dalam hubungannya dengan
lingkungan hidupnya. Sebagai contoh , seseorang ingin merokok, bertanya kepada diri
sendiri, ”apakah merokok itu baik atau buruk untuk diri sendiri dan untuk lingkungan”.
Jawabnya ada dalam hati nurani orang yang bersangkutan. Sesungguhnya yang diminta
pada tata nilai lingkungan adalah kepedulian yang diwujudkan dalam perilaku yang
konsisten.
Perubahan yang radikal dan fundamental di dalam mengubah cara pandang masyarakat
dunia terhadap persoalan lingkungan memang sangat dibutuhkan, emngingat persoalan
lingkungan sudah begitu mengkhawatirkan.
Perbahan yang radikal dan fundamental bisa melalui perubahan pendidikan nasional dan
pegakan hukum tanpa diskriminasi. Dengan demikian fokus perhatian etika lingkungan
terletak pada bagaiman perilaku manusia yang seharusnya terhadap lingkungan hidup.
Ada beberapa prinsip untuk menegakkan etika lingkungan ini.
Pertama, sikap hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia
sebagai bagian dari alam semesta secara keseluruhan. Setiap anggota komunitas sosial
mempunyai kewajiban untuk menghargai kehidupan bersama (kohesivitas sosial),
demikian pula setiap anggota komunitas ekologis harus menghargai dan menghormati
setiap kehidupan dan dalam komunitas ekologis
Kedua, prinsip tanggung jawab yang dimiliki manusia terhadap alam semesta maupun
terhadap keberadaan dan kelestarian setiap bagian dan benda di alam semesta ini.
Tanggung jawab itu tidak hanya individual melainkan kolektif berupa prakarsa, usaha,
kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala
isinya.
Ketiga, prinsip demokrasi. Keanekaragaman dan pluralitas adalah hakikat alam, hakekat
kehidupan itu sendiri. Setiap kecenderungan reduksionistis, anti keanekaragaman dan anti
pluralitas berarti bertentangan dengan alam dan anti kehidupan.
Keempat, prinsip keadilan yang berbicara tentang akses yang sama bagi semua kelompok
dan anggota masyarakat dalam ikut menetukan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam
dan pelestarian alam dan dalam ikut menikmati pemanfaatan sumberdaya alam.
Pemanfaatan yang diskriminatif dan kapitalis seperti saat ini berarti penghinaan buat
pasal 33 UUD 1945.
Pada akhirnya, etika lingkungan hidup harus dipahami sebagai refleksi kritis terhadap
norma, prinsip, dan nilai moral yang selama ini dikenal dalam komunitas manusia.
Termasuk apa yang berdampak pada lingkungan hidup. Pendekatan penyelesaiannya pun
tidak dapat parsial tetapi harus komprehensif, seperti perubahan yang mendasar terhadap
sistem pendidikan nasional yang saat ini jauh dari akar kebutuhan obyektif masyarakat.
Jelas disini bahwa masalah lingkungan bukanlah masalah teknis semata.
Dalam pemecahan masalah krisis lingkungan terutama dipusatkan pada hal-hal yang
menyangkut perubahan sikap dan nilai individu, untuk itu diperlukan;
1. Setiap individu di mana saja ia berada harus dijadikan ”Word Conscious”. Ia harus
meraba bahwa ia adalah anggota dari masyarakat dunia. Kelaparan yang menimpa suatu
daerah di Papua atau bahkan di Afrika misalnya, harus dirasakan juga kesedihannya oleh
orang Jawa atau Sumatra, seakan-akan kelaparan tersebut terjadi di daerahnya sendiri.
2. Suatu etika baru harus diajarkan dalam pemanfaatan sumberdaya alam.
3. Sikap yang harmonis dengan lingkungan alam dan buka sikap untuk menaklukan alam.
Mereka harus merasa bagian dari alam.
4. Setiap orang dalam memanfaatkan lingkungan alam harus memperhatikan dan
mengingat kepentingan generasi yang akan datang.
5. Setiap orang harus mampu menghayati makna hidup di dunia ini sebagai makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam upaya mengurangi kerusakan lingkungn hidup, khususnya yang disebabkan oleh
kegiatan manusia, perlu dikembangkan etika lingkungan dalam kehidupan masyarakat.
Adapun pengembangan etika lingkungan hidup tersebut dapat melalui pelembagaan yang
ada di masyarakat baik di pedesaan maupun perkotaan, misalnya melalui kegiatan PKK,
penyuluhan di RT/RW, karang taruna, pengajian baik bapak-bapak maupun ibu-ibu.
Disamping itu .pembinaan etika lingkungan dapat melalui pendidikan formal yaitu
menghidupkan kembali mata kuliah/mata pelajaran Pendidikan Kependudukan
Lingkungan hidup pada setiap jenjang pendidikan sekolah dari TK sampai Perguruan
Tinggi dan pendidikan luar sekolah. Khusus mengenai Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (PKLH) yang diajarkan di sekolah perlu mendapatkan perhatian
khusus karena akhir-akhir ini (PKLH) dapat dikatakan dilupakan oleh semua jenjang
pendidikan.
F. Penutup
Memahami semakin meningkatmya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dikuasi oleh manusia dapat dipastikan akan semakin meningkatkan kerusakan lingkungan
hidup di bumi ini, yang akhirnya akan menurunkan tingkat kesejahteraan dan kualitas
kehidupan kita. Kerusakan lingkungan ini terjadi terjadi karena manusia dalam
menggunakan teknologi untuk memanfaatkan sumberdaya alam kurang mempunyai
kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Oleh karena itu kondisi ini perlu segera
diatasi apabila kita tidak menginginkan kerusakan lingkungan ini lebih parah lagi. Salah
satu cara untuk mengendalikan kerusakan lingkungan tersebut antara lain, yaitu dengan
pembinaan etika lingkungan pada masyarakat, agar dapat mengubah sikap dan perilaku
manusia yang semula kurang ramah, kurang bertanggung jawab, dan kurang peduli
terhadap lingkungan menjadi, menjadi manusia yang bertanggung jawab, peduli, ramah
dan arif terhadap lingkungan. Sehingga kita nanti dapat memberikan warisan lingkungan
yang lestari pada anak cucu kita di masa-masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
----------- 1988. Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Jakarta: Sekretariat Menteri
Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
http://www.terranet.or.id/goto_berita.php?id=61