Anda di halaman 1dari 3

Zakat Akhirnya Jadi Pengurang Pajak maupun dari disiplin ilmu lain.

Kritik-kritik tersebut memang cukup


Jakarta - Pemerintah akhirnya mengeluarkan peraturan yang mengatur valid. Tapi perlu dipahami bahwa rasionalitas dalam teori ekonomi tak
zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib, dapat lain dan tak lebih hanyalah asumsi. Menurut David Friedman, setiap
dikurangkan dari penghasilan bruto. Hal ini diatur dalam Peraturan teori memerlukan asumsi untuk memberikan alasan bagi teori tersebut
Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2010 yang ditandatangani oleh dalam memprediksi sesuatu. Tanpa asumsi rasionalitas, itu sama saja
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 20 Agustus 2010 lalu. dengan mengatakan bahwa perusahaan memaksimalkan profit karena
Dalam salinan PP yang dikutip detikFinance, Jumat (22/10/2010), ingin memaksimalkan profit, titik. Robert Lucas bahkan berpendapat
aturan tersebut mulai berlaku sejak 23 Agustus 2010. Pada aturan lebih ekstrem. Asumsi rasionalitas tidak perlu benar, tapi lihat seberapa
tersebut, zakat atau sumbangan keagamaan yang bisa menjadi mampu teori yang dibangun di atasnya memberi prediksi yang cukup
pengurang pajak adalah zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh akurat atas perilaku manusia.
Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam. Zakat tersebut harus
dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang Betul bahwa manusia tidak selamanya rasional menurut pengertian
dibentuk dan disahkan oleh pemerintah. Atau, sumbangan keagamaan yang dikatakan oleh teori ekonomi konvensional. Artinya, betul bahwa
yang sifatnya wajib bagi Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama jika kita melakukan observasi di tingkat individual, kita akan selalu
selain agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang menemukan anomali. Tapi teori ekonomi pada dasarnya adalah teori
dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam, yang diakui di mengenai perilaku manusia secara umum. Dan dalam pengamatan
Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk dengan jumlah sampel yang besar, apalagi mendekati populasi, apa
atau disahkan oleh Pemerintah. Aturan ini menyebutkan, zakat yang yang diprediksi oleh teori ekonomi konvensional akan lebih mendekati
dibayarkan ke badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang tidak kenyataan dibandingkan prediksi yang didasarkan pada asumsi bahwa
dibentuk dan disahkan oleh pemerintah, tidak bisa menjadi faktor manusia akan selalu mendahulukan kepentingan umum.
pengurang penghasilan bruto. Pelaksanaan aturan ini berlaku surut
untuk zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sejak 1 Selain itu, berbicara mengenai sistem ekonomi, artinya kita berbicara
Januari 2009. Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo tentang sebuah mekanisme untuk menciptakan institusi dan insentif
menegaskan keberatannya mengenai usulan zakat sebagai salah satu yang mengatur populasi secara keseluruhan. Terkait dengan itu, ada
unsur pengurang perhitungan pendapatan kena pajak. satu pertanyaan penting: sistem mana yang akan lebih sustainable?
Apakah sistem yang mengasumsikan bahwa, misalnya, tidak akan ada
Moralitas Ekonomi korupsi karena setiap orang memiliki ada kontrol internal yang
Proponen ekonomi Islam memandang bahwa yang membedakan antara bersumber dari landasan moral agama? Atau sistem yang
ekonomi Islam dan konvensional adalah adanya aspek moralitas yang mengasumsikan bahwa orang selalu punya motif untuk untuk korupsi
mendasari setiap keputusan pelaku ekonomi. Menurut pandangan sehingga yang dilakukan oleh sistem tersebut adalah menciptakan
ekonomi Islam, moralitas yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah mekanisme disinsetif bagi korupsi?
secara inheren masuk dalam utility set seorang pelaku ekonomi;
menjelaskan mengapa suatu keputusan atau pilihan produksi maupun Sebagaimana agama-agama lain maupun sumber nilai-nilai moralitas
konsumsi diambil. lainnya, Islam menekankan pentingnya pemerataan dan upaya
menghapus ketimpangan. Dalam ajaran Islam, semangat ini
Masalah moralitas – tepatnya absennya masalah moralitas – inilah yang diterjemahkan dengan cukup spesifik. Secara normatif, berbagai ayat
sekaligus menjadi kritik ekonomi Islam terhadap ekonomi Al-Quran maupun Sunnah Rasulullah memuat kewajiban seorang
konvensional. Menurut para proponen ekonomi Islam, asumsi dasar individu untuk berbagi dengan sesamanya. Lebih dari itu, Islam juga
teori ekonomi konvensional yaitu rasionalitas tidak memberi tempat memuat sejumlah aturan yang secara spesifik menentukan tata cara dan
pada moral dan nilai-nilai religiusitas. Keputusan memberi sedekah besarnya kewajiban. Instrumen dalam Islam yang paling eksplisit
yang didasarkan atas altruisme murni, misalnya, adalah keputusan yang mengatur distribusi pendapatan tentunya adalah zakat, yang
tidak rasional. Kalaupun seorang individu memberi sedekah, tindakan ditempatkan sebagai salah satu rukun Islam.
itu tetap didasarkan atas motivasi imbalan pribadi (misalnya, ingin
dipuji). Apakah dengan adanya aturan soal zakat yang begitu spesifik
menjadikan ekonomi Islam superior dibandingkan teori ekonomi
Dalam ekonomi Islam, seorang individu tidak hanya memaksimalkan konvensional, juga ajaran agama lain?
utility pribadinya di dunia tapi juga kemaslahatan umat secara umum
serta imbalan yang akan dia dapatkan di akhirat. Artinya, memberi Harus diakui bahwa di dalam ekonomi konvensional, ada perdebatan
sedekah bukanlah keputusan yang irasional, melainkan beyond rational. yang belum selesai mengenai pemerataan. Perdebatannya bukan soal
Atas argumen moralitas yang serupa, ekonomi Islam tidak apakah pemerataan merupakan sesuatu yang baik atau buruk, tapi lebih
membenarkan adanya konsumsi yang berlebihan dan menyia-nyiakan pada ‘pemerataan dalam apa’ dan ‘apa yang harus dilakukan.’ Aliran
konsumsi. Dalam hal produksi, ekonomi Islam tidak melihat bahwa liberal (Friedman, Nozick) berpendapat bahwa pemerataan harus dilihat
tujuan memaksimalkan kemaslahatan umat adalah motivasi yang dalam konteks ‘akses.’ Sementara itu, paham sosialis melihat
inheren. Tidak ada pertentangan antara memaksimumkan keuntungan pemerataan dalam tataran hasil akhir.
perusahaan dan manfaat sosial, sehingga altruisme dengan sendirinya
masuk dalam variabel yang menentukan bagaimana perusahaan Meskipun demikian, aliran liberal sekalipun tetap memberikan ruang
menetapkan tingkat produksi dan harga. bagi adanya intervensi terhadap mekanisme pasar untuk
mempromosikan pemerataan melalui instrumen pajak dan subsidi.
Kritik ini sesungguhnya bukanlah monopoli pemikiran Islam. Sudah Secara substansi, sebenarnya tidak ada argumen yang kuat untuk
banyak kritik yang dilontarkan terhadap asumsi rasionalitas dalam teori mengatakan bahwa konsep zakat dalam Islam adalah unik dan berbeda
ekonomi konvensional, baik dari dalam disiplin ilmu ekonomi sendiri dengan pajak dan subsidi. Hal ini tidak bisa diterima oleh sebagain
proponen ekonomi Islam. Mereka berpendapat bahwa sistem zakat Temuan ini menjadi ilustrasi bahwa klaim tentang ekonomi Islam yang
berbeda dengan pajak dan subsidi bukan hanya secara praktek, tapi juga lebih superior karena mengandung norma-norma moral dan agama
secara substansi dan landasan moral. Argumen yang diajukan, antara secara inheren menjadi tidak terbukti. Motivasi religius adalah satu hal.
lain, ada aturan yang spesifik mengenai siapa yang harus diberikan Tetapi itu saja tidak cukup untuk menjadikan sebuah sistem ekonomi
zakat; kegiatan ekonomi apa yang bisa dan tidak bisa ditarik zakat. yang mampu menciptakan pemerataan. Ada sejumlah trade-off dan
Argumen demikian tetap tidak cukup meyakinkan untuk mengatakan problem insentif yang bagaimanapun tidak bisa dihindari. Bukan berarti
bahwa ada substansi yang berbeda dari zakat. hal-hal ini tidak terjadi di sistem sekuler yang berbasiskan ekonomi
konvensional. Tapi, dalam teori ekonomi konvensional hal ini memang
Seberapa efektifkah dalam praktek zakat mampu mengatasi problem sudah diprediksi sehingga bisa diantisipasi.
kesenjangan? Masalahnya, studi yang seminal dan komprehensif
mengenai hal ini sangat terbatas. Selain itu, kita pun sulit untuk melihat Selain zakat, proponen ekonomi Islam juga merujuk pada sejumlah
bagaimana peranan zakat secara terisolasi, karena faktanya di hampir aturan dan ritual dalam Islam yang juga berfungsi sebagai instrumen
semua negara Islam atau negara yang mayoritas penduduknya adalah pemerataan. Contohnya adalah kewajiban membayar qurban bagi yang
Muslim, mekanisme zakat tidak berdiri sendiri. Selain zakat, terdapat mampu setiap tahun dalam perayaan hari raya Idul Adha. Sekali lagi,
juga kebijakan-kebijakan redistribusi lain yang dilakukan oleh ini pun bukan merupakan hal yang unik dalam Islam. Hampir setiap
pemerintah. Sehingga sulit bagi kita untuk menemukan hubungan agama memiliki aturan atau ritual yang spesifik bertujuan sebagai
kausalitas yang tegas. instrumen distribusi kesejahteraan. Banyak juga studi yang sudah
membahas tentang peranan perayaan sosial atau keagamaan dalam
Timur Kuran punya pendapat yang lebih kritis. Menurutnya, meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan dalam suatu masyarakat.
redistribusi yang dihasilkan dari zakat tidak akan lebih baik Studi yang dilakukan oleh Vijayendra Rao mengenai ritual keagamaan
dibandingkan pajak dalam sistem sekuler. Dalam aturan zakat yang ada, di sebuah masyarkat di India adalah salah satunya.
rata-rata tingkat persentase zakat lebih kecil dari rata-rata persentase Dua aspek lain yang diklaim oleh proponen ekonomi Islam sebagai hal
pajak. Selain itu, secara umum aturan klasik mengenai obyek zakat yang membedakan dengan ekonomi konvensional adalah landasan
lebih banyak berasal dari jenis harta atau kegiatan ekonomi di sektor moral dalam kegiatan ekonomi serta keadilan distributif. Kembali,
pertanian. Aturan ini tentu didasarkan pada kondisi di abad ketujuh, pertanyaannya adalah: 1) seperti apakah klaim tersebut, 2) seberapa
dimana sektor pertanian adalah salah satu sektor yang paling makmur. berbeda klaim itu dengan pemikiran-pemikiran filsafat moral yang ada,
Faktanya, di masa sekarang sektor ini menjadi salah satu sektor dan 3) bagaimana menerapkannya dalam tataran praktek?
termiskin. Di hampir seluruh negara berkembang bahkan mayoritas
penduduk miskin bekerja atau terlibat dengan sektor pertanian. Pajak Menurut Syariah
Sistem perpajakan adalah sebuah hal yang menarik untuk dibicarakan.
Beberapa proponen ekonomi Islam mengajukan argumen balik bahwa Artikel ini akan membahas sebuah kajian buku yang berjudul pajal
aturan dalam zakat tidaklah statis, melainkan dinamis dan bisa menurut syariah. Apakah ada pajak dalam Islam? Apa saja sumber
disesuaikan dengan kondisi aktual. Contohnya, zakat juga mencakup pendapatan negara menurut Islam? Bagaimana jika zakat jadi
zakat profesi yang dikenakan pada profesional seperti dokter atau pengurang pajak? Bagaimana PPh, PPN dan PBB menurut Islam?
pengacara. Tapi argumen ini tetap menyisakan pertanyaan soal
bagaimana zakat bisa lebih redistributif jika presentasenya lebih rendah Empat pertanyaan tersebut menjadi pokok bahasan buku karya Gusfami
dibandingkan pajak sekuler. Kalau kemudian ada pemikiran bahwa ini. Penulis melakukan studi literatur selama lima tahun, penulisnya
presentase zakat bisa disesuaikan, tidak harus mengikuti aturan klasik, cukup berhasil menjawab keempat pertanyaan tersebut dengan lincah
itu pada dasarnya berarti konsep zakat sudah menjadi mekanisme dan cukup sistematis. Beberapa fakta yang ditampilkan mengenai pajak
sekuler yang tidak berbeda dengan pajak. ditampilkan penulis sejak bab pertama. Sebagai contoh, 78%
pendapatan negara kita bersumber dari pajak, terutama dari Pajak
Di bukunya, Kuran juga membahas sejumlah masalah terkait dengan Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bumi
bagaimana zakat diimplementasikan dalam praktek. Satu pertanyaan dan Bangunan (PBB). Ketiga jenis tersebut merupakan sumber
praktis adalah apakah zakat sebaiknya dijadikan kewajiban bagi warga pendapatan pajak terbesar. Angka 78% persen dipandang belum
negara, yang artinya mengharuskan negara turun tangan sebagai optimal oleh pemerintah karena nilainya baru 13,6% dari produk
institusi yang melaksanakannya? Atau apakah sebaiknya zakat domestik bruto (PDB). Oleh karena itu pemerintah merencanakan terus
dibiarkan diserahkan sebagai pilihan bagi warga negara? menaikkan target penerimaan pajak hingga mencapai tax ratio 17-20%.

Tiga negara yang pernah menjadikan zakat sebagai kewajiban dan Pada bagian lain, terdapat sebuah fakta mengenai minimnya alokasi
diatur oleh negara dijadikan sebagai studi kasus: Saudi Arabia, Pakistan pajak bagi fakir miskin. Hal ini terkaiit dengan terbuktinya peningkatan
dan Malaysia. Di Saudi Arabia, ternyata tingkat pengumpulan zakat penerimaan pajak dari tahun ke tahun tidak diikuti oleh penurunan
hanya sebesar 0.01-0.04 persen dari PDB negara tersebut. Mengingat angka kemiskinan. Alokasi pajak untuk mengatasi kemiskinan melalui
PDB per kapita Saudi Arabia yang relatif tinggi, ini menunjukkan departemen sosial hanya Rp16,2 triliun atau 4,1% dari APBN tahun
adanya celah yang besar dalam efektifitas pengumpulan zakat. Selain 2005. Alokasi pajak terbesar sebesar 51% penerimaan pajak
itu, sejumlah sektor yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi seperti dialokasikan untuk membayar utang negara. Pada 2004 besarnya cicilan
perumahan justru tidak menjadi obyek zakat. Sementara di Pakistan dan utang pemerintah adalah Rp137,9 triliun dari total utang keseluruhan
Malaysia, problem umum seputar pengumpulan zakat adalah masalah- pemerintah sebesar Rp1.160,83 triliun. Pembayaran cicilan utang
masalah seputar institusi: korupsi, kompensasi terhadap pemungut sebesar Rp137,9 triliun tadi setara dengan 51% penerimaan pajak 2004.
zakat, kebocoran, dan dalam sejumlah konteks, perasaan ketidakadilan.
Hal ini mengakibatkan pajak belum menjadi solusi mengatasi
kemiskinan, pajak hanya mampu menjadi sumber pendapatan negara
(budgeter) semata untuk mendanai berbagai kebutuhan pemerintah
dalam penyelenggaraan negara. Kelemahan mendasar dalam hal
perpajakan di Indonesia adalah tidak adanya definisi tentang pajak
dalam undang-undang perpajakan.
Tidak didefinisikannya pajak berakibat pajak didefinisikan oleh semua
orang. Jika pajak didefinisikan oleh pemungut pajak, cenderung akan
dibuatnya agar menguntungkan pemungutnya. Ini bisa berbuah
kezaliman. Bila pajak didefinisikan oleh pembayarnya, cenderung akan
dibuat untuk kepentingan pembayarnya. Jika hal ini terjadi, akan
tercipta hukum rimba. Wajib pajak kuat, kaya, berpengaruh akan
berusaha menyembunyikan kekayaannya sementara yang lemah tidak
mampu menghindar karena kelemahannya itu.

Adakah pajak dalam Islam? Pajak diperbolehkan dalam Islam.


Pengertian pajak (dharibah) dalam Islam berbeda dengan pajak atau tax
dalam sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Pajak dibolehkan dalam
Islam karena adanya kondisi tertentu dan juga syarat tertentu, seperti
harus adil, merata dan tidak membebani rakyat. Jika melanggar
ketiganya maka pajak seharusnya dihapus dan pemerintah
mencukupkan diri dari sumber-sumber pendapatan yang jelas ada
nashnya dan kembali kepada sistem anggaran berimbang (balance
budget).

Pajak juga diperbolehkan setelah zakat ditunaikan. Atau dengan kata


lain, bayar zakat dulu baru kemudian pajak dipungut. Kewajiban pajak
bukan karena adanya harta melainkan karena adanya kebutuhan
mendesak, sedangkan baitul mal kosong atau tidak mencukupi.
Pemberlakuan pajak adalah situasional, tidak harus terus menerus. Ia
bisa saja dihapuskan bila baitul maal sudah terisi kembali. Pajak
diwajibkan hanya kepada kaum muslimin yang kaya.

Kesimpulannya adalah bahwa sistem ekonomi konvesional (kapitalis)


telah gagal menciptakan pemerataan dan kesejahteraan. Buktinya,
kekayaan tiga orang terkaya dunia sama dengan GDP 48 negara
termiskin didunia. Padahal di zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz,
ketika sistem ekonomi Islam diterapkan, sulit menemukan fakir miskin
untuk diberi zakat. Guna menggali lebih dalam bagaimana sistem
ekonomi Islam diaplikasikan dalam buku ini terdapat bab khusus
mengenai sejarah pendapatan dan pengeluaran negara di masa
pemerintahan Rasulullah saw hingga pasca khulafaurrasyidin.

http://www.managementfile.com/journal.php?
id=100&sub=journal&awal=160&page=tax

Anda mungkin juga menyukai