Anda di halaman 1dari 62

Present by :

Taufik Nurohman
Program Studi Ilmu Politik FISIP
Universitas Siliwangi Tasikmalaya
2007
 Partai adalah suatu kelompok terorganisir
yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama.
 Tujuan kelompok ini adalah untuk
memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik dengan cara konstitusional
untuk melaksanakan programnya.
 Carl J. Friedrich → partai politik adalah
sekelompok manusia yang terorganisir secara
stabil dengan tujuan merebut atau
mempertahankan penguasaan terhadap
pemerintahan bagi pimpinan partainya dan
berdasarkan penguasaan ini, memberikan
kepada anggota partainya kemanfaatan yang
bersifat idiil serta materiil.
 Sigmund Neumann → partai politik adalah
organisasi dari aktivis-aktivis politik yang
berusaha untuk menguasai kekuasaan
pemerintahan serta merebut dukungan rakyat
melalui persaingan dengan suatu golongan
atau golongan-golongan lainnya yang
mempunyai pandangan yang berbeda.
Menurutnya partai politik merupakan
perantara yang besar yang menghubungkan
kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan
lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi.
 Giovanni Sartori → partai politik adalah suatu
kelompok politik yang mengikuti pemilihan
umum dan melalui pemilihan umum itu,
mampu menempatkan calon-calonnya untuk
menduduki jabatan-jabatan publik.
 Mark N. Hagopian → partai politik adalah
suatu organisasi yang dibentuk untuk
mempengarui bentuk dan karakter
kebijaksanaan publik dalam kerangka prinsip-
prinsip dan kepentingan kepentingan ideologis
tertentu melalui praktek kekuasaan secara
langsung atau partisipasi rakyat dalam
pemilihan.
 R. H. Soltau → parpol adalah sekelompok warga
negara yang sedikit banyak terorganisir, yang
bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang
dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk
memilih bertujuan menguasai pemerintahan dan
melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
 Miriam Budiardjo → parpol adalah suatu
kelompok yang terorganisir yang anggota-
anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan
cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah
untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik dengan cara konstitusional
untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
 Sekumpulan orang yang terorganisir.
 Memiliki tujuan memperoleh dan
mempertahankan kekuasaan.
 Untuk merealisir tujuan ini, parpol berupaya
memperoleh dukungan seluas-luasnya dari
masyarakat melalui pemilu
 Memiliki prinsip-prinsip yang disetujui
bersama oleh semua anggota partai politik.
 Dari sekian banyak definisi yang diungkapkan
oleh para ilmuwan politik, batasan definisi di
atas sangat menarik, di mana terlihat sangat
kentara bahwa basis sosiologis suatu partai
adalah ideologi dan kepentingan yang
diarahkan pada usaha untuk memperoleh
kekuasaan.
 Tanpa kedua elemen politik, yakni ideologi
dan kepentingan rakyat, partai tampaknya
akan mengalami kesulitan dalam
mengidentifikasi dirinya, apalagi mampu
memberikan solusi atas berbagai ketimpangan
sosial-politik suatu negara.
 Partai politik pertama lahir di negara-negara
eropa barat yang berkembang dari gagasan
bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu
diperhitungkan serta diikutsertakan dalam
proses politik.
 Pada awal perkembangannya, akhir abad 18 di
negara-negara barat seperti Inggris dan Perancis,
kegiatan politik terpusat pada kelompok-
kelompok politik dalam parlemen yang bersifat
elitis dan aristokratis. Tetapi kemudian dengan
meluasnya hak pilih, kegiatan politik juga
berkembang di luar parlemen.
 Kegiatan politik di luar parlemen itu kemudian
terorganisir dan berkembang menjadi
organisasi-organisasi masa dan pada akhirnya
lahirlah partai politik pada abad 19 yang
menjadi penghubung antara rakyat dan
pemerintah.
 Teori Kelembagaan → melihat adanya hubungan
antara parlemen dan timbulnya partai politik. Partai
politik dibentuk oleh kalangan legislatif dan eksekutif
karena ada kebutuhan para anggota parlemen untuk
mengadakan kontak dengan masyarakat dan membina
dukungan dari masyarakat. Setelah partai politik
terbentuk dan menjalankan fungsinya kemudian
muncul partai politik lain yang dibentuk oleh kalangan
masyarakat. Partai ini dibentuk oleh kelompok kecil
dalam masyarakat yang sadar politik berdasarkan
penilaian bahwa partai politik yang dibentuk
pemerintah atau parlemen tidak mamu menampung
dan memperjuangkan kepentingan mereka.
 Teori Situasi Historik → timbulnya partai politik
sebagai upaya suatu sistem politik untuk mengatasi
krisis yang ditimbulkan oleh perubahan masyarakat.
Teori ini menjelaskan krisis situasi historis terjadi
manakala sustu sistem politik mengalami transisi
karena perubahan masyarakat dari bentuk tradisional
yang berstuktur sederhana menjadi masyarakat modern
yang berstruktur kompleks. Pada situasi ini terjadi
berbagai perubahan, seperti pertambahan penduduk,
perluasan pendidikan, perubahan pola pertanian dan
industri, partisipasi media, ekonomi berorientasi pasar,
peningkatan aspirasi dan harapan baru dan munculnya
gerakan-gerakan populis. Perubahan-perubahan itu
menimbulkan tiga macam krisis, yakni legitimasi,
integrasi dan partisipasi.
Artinya, perubahan-perubahan mengakibatkan masyarakat
mempertanyakan prinsip-prinsip yang mendasari
legitimasi kewenangan pihak yang memerintah,
menimbulkan masalah dalam identitas yang menyatukan
masyarakat sebagai suatu bangsa dan mengakibatkan
timbulnya tuntutan yang semakin besar untuk ikut serta
dalam proses politik. Partai politik yang berakar kuat
dalam masyarakat diharapkan dapat mengendalikan
pemerintahan sehingga terbentuk semacam pola hubungan
kewenangan yang berlegitimasi antara pemerintah dan
masyarakat. Partai politik yang terbuka bagi bernagai
kalangan masyarakat diharapkan dapat berperan sebagai
pengintegrasi bangsa. Partai politik yang ikut serta dalam
pemilu sebagai sarana konstitusional untuk mendapatkan
dan mempertahankan kekuasaan diharapkan dapat
berperan sebagai saluran partisipasi politik masyarakat.
 Teori Pembangunan → melihat partai politik sebagai
produk modernisasi sosial ekonomi. Teori ini melihat
modernisasi sosial ekonomi seperti pembangunan
teknologi komunikasi berupa media massa dan
transportasi, perluasan dan peningkatan pendidikan,
industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekuasaan negara
(birokratisasi), pembentukan berbagai kelompok
kepentingan dan profesi dan peningkatan kemampuan
individu yang mempengaruhi lingkungan melahirkan
suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang
mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai
aspirasinya. Jadi partai politik merupakan produk logis
dari modernisasi sosial ekonomi.
Teori ketiga memiliki kesamaan dengan
teori kedua bahwa partai politik berkaitan
dengan perubahan yang ditimbulkan oleh
modernisasi. Perbedaan kedua teori ini
terletak pada proses pembentukannya.
Teori kedua mengatakan perubahan
menimbulkan tiga krisis dan partai politik
dibentuk untuk mengatasi krisis tersebut
sedangkan teori ketiga mengatakan
perubahan-perubahan itulah yang
melahirkan kebutuhan adanya partai politik
 Pertama, di awal abad ke-19, partai muncul
sebagai kelompok yang terdiri dari Dewan
Perwakilan. Untuk partai-partai ini, ideologi
sering dikaitkan dengan nama partai tertentu
seperti Liberal, Konservatif, Republik,
Demokrat dan nama-nama populer untuk
partai lainnya. Ciri-ciri pada fase, partai masih
terbatas pada label atau nama untuk
mengidentifikasi kelompok-kelompok partai.
Pada tahap ini juga kegiatan-kegiatan dan
simbol masih sangat terbatas dan kaku.
 Pada fase ke dua, yang terjadi di pertengahan
abad ke-19, perkembangan ini identifikasinya
dapat dilihat dari mulai adanya perluasan
daerah lingkup pemilihan yang diaplikasikan
di negara Amerika Serikat, Jerman dan negara-
negara di Eropa Barat di tahun 1830-an.
 Fase ketiga, perkembangan partai-partai terjadi
pada sebelum dan sesudah abad ke-19. Pada
fase ini mulai dikenal partai-partai di luar
parlemen (ekstra parlementary parties), di mana
cikal bakal organisasi tersebut sumbernya
berasal dari perorangan atau pihak yang tidak
senang pada parlemen dan dari pihak yang
ingin keluar dari parlemen.
 Fase keempat, terjadi setelah Perang Dunia II, semua
Partai Politik di dunia Barat dan negara-negara maju
mulai menampakkan karakteristik baru, yakni
menjadi semacam “pedagang perantara” (broker)
dari berbagai kelompok kepentingan.
 Dari uraian fase-fase perkembangan partai di atas
bisa dilihat bahwa partai-partai politik sebagaimana
negara mengakui fase evaluasi dari mulai model
yang sangat sederhana sampai yang paling modern
seperti yang tersistem dewasa ini. Karakteristik
ideologis yang pernah melekat pada fase-fase awal
perekembangan partai saat ini mulai pudar, seiiring
modernisasi dan globalisasi politik. Partai yang
memiliki karakteristik ideologis pada akhirnya
mulai bermetamorfose menjadi political broker dari
berbagai interest groups dan stake holders politik
negara lainnya.
1) Partai Kader
 Pada awalnya muncul sebelum diterapkan
sistem hak pilih secara luas bagi rakyat
sehingga sangat bergantung pada kelas atas
yang memiliki hak pilih.
 keanggotaannya terbatas.
 Tidak memperluas jumlah pendukung.
 Tidak memiliki program propaganda untuk
rekruitmen anggota.
 Bersifat tertutup.
 Walaupun anggotanya kecil tetapi mempunyai
pengaruh kuat di masyarakat.
 Bersandar pada suatu asas atau ideologi seperti
Sosialisme, Fasisme, Komunisme, Kristen
(Gereja), atau Islam.
 Disiplin partai ketat.
 Pimpinan partai biasanya sangat sentralitas
menjaga kemurnian doktrin politik yang
dianut dengan jalan mengadakan saringan
terhadap calon anggotanya dan memecat
anggoa yang menyimpang dari garis partai
yang telah ditetapkan.
 Partai ini mempunyai pandangan hidup yang
digariskan dalam kebijakan pimpinan dan
berpedoman pada disiplin partai yang ketat
dan mengikat
 Pendidikan kader sangat diutamakan.
 Terhadap calon anggota diadakan saringan,
sedangkan untuk menjadi anggota pimpinan
disyaratkan lulus melalui beberapa seleksi.
 Untuk memperkuat ikatan batin dan
kemurnian ideologi, dipungut iuran secara
teratur dan disebarkan organ-organ partai
yang memuat ajaran-ajaran serta keputusan-
keputusan yang telah dicapai oleh pimpinan.
 Lahir dari respon politis dan organisasional
dari perluasan hak-hak pilih serta pendorong
bagi perluasan lebih lanjut hak pilih tersebut.
 Pada awalnya partai massa merupakan bagian
dari lahirnya sosialisme yang berfungsi
memberikan pendidikan politik bagi kelas
pekerja dan buruh.
 Perhatian partai bukan pada kaum elit tetapi
diprioritaskan pada massa.
 Dalam praktiknya hanya mengutamakan
kemenangan dalam pemilihan umum, diluar
masa itu biasanya kurang aktif
 Partai sering tidak memiliki disiplin partai
yang ketat dan pemungutan iuran tidak terlalu
dipentingkan.
 Partai mengutamakan kekuatan berdasarkan
keunggulan jumlah anggota.
 Anggota/pendukungnya berasal dari berbagai
aliran politik dalam masyarakat, yang sepakat
untuk bernaung dibawahnya untuk
memperjuangkan suatu program tertentu.
 Program partai biasanya luas dan agak kabur
karena harus memperjuangkan terlalu banyak
kepentingan yang berbeda-beda
 Partai tidak pandang bulu.
 Gabungan dari partai kader dan massa.
 Menampung sebanyak mungkin kelompok-
kelompok sosial untuk dijadikan anggota.
 Tujuan utama partai ini adalah memenangkan
pemilu dengan cara menawarkan program-
program kerja dan keuntungan bagi anggotanya
sebagai pengganti ideologi yang kaku.
 Cenderung menyesuaikan diri dengan gaya
saingannya yang berhasil karena mengharapkan
keuntungan atau takut kalah dalam pemilu
 Aktivitas partai ini berkaitan erat dengan
kelompok kepentingan dan kelompok penekan
A. Berdasarkan Asas dan Orientasi
 Partai Pragmatis → partai yang mempunyai program
dan kegiatan yang tidak terikat kaku pada suatu doktrin
dan ideologi tertentu. Perubahan waktu, kegiatan dan
kepemimpinan akan mengakibatkan perubahan pada
program, kegiatan dan penampilan partai tersebut.
Penampilan partai ini merupakan cerminan dari
program-program yang disusun oleh pemimpin
utamanya dan gaya kepemimpinan sang pemimpin.
Partai ini biasanya terorganisasikan secara agak longgar.
Partai pragmatis biasanya muncul dalam sistem dua
partai. Contohnya Partai Republik dan Partai Demokrat
di Amerika
 Partai Doktriner → partai yang memiliki sejumlah program
dan kegiatan kongkret sebagai penjabaran ideologi. Ideologi
tersebut adalah seperangkat nilai politik yang dirumuskan
secara kongkret dan sistematis dalam bentuk program-
program kegiatan yang pelaksanaannya diawasi secara ketat
oleh aparat partai. Pergantian kepemimpinan mengubah
gaya kepemimpinan pada tingkat tertentu, tetapi tidak
mengubah prinsip dan program dasar partai karena ideologi
partai sudah dirumuskan secara kongkrit. Partai ini
terorganisasikan secara ketat. contohnya partai komunis.
 Partai Kepentingan → partai yang dibentuk dan dikelola
atas dasar kepentingan tertentu, seperti, petani, buruh, etnis,
agama atau lingkungan hidup yang secara langsung ingin
berpartisipasi dalam pemerintahan. Contohnya Partai Hijau
di Jerman, Partai Buruh di Australia, Partai Petani di Swiss.
B. Berdasarkan Komposisi dan Fungsi Anggota

 Partai Massa atau Lindungan → partai yang


mengandalkan kekuatan pada keunggulan jumlah
anggota dengan cara memobilisasi massa sebanyak-
banyaknya . Partai ini mengembangkan diri sebagai
pelindung bagi berbagai kelompok dalam masyarakat
sehingga pemilu dapat dengan mudah dimenangkan.
Partai ini seringkali merupakan gabungan dari
berbagai aliran politik yang sepakat untuk berada
dalam lindungan partai untuk memperjuangkan dan
melaksanakan program-program yang pada umumnya
bersifat sangat umum.
Partai ini mempunyai kelemahan dalam hal pembagian
kursi/jabatan dan perumusan kebijakan karena setiap
aliran dalam partai tersebut akan menonjolkan karakter
dan kepentingannya. Contohnya, Partai Barisan
Nasional di Malaysia (kelompok melayu, cina dan India)
 Partai Kader → partai yang mengandalkan kualitas
anggota, keketatan organisasi dan disiplin anggota
sebagai sumber kekuatan. Seleksi keanggotaan dalam
partai biasanya sangat ketat dengan melalui kaderisasi
yang berjenjang dan intensif, serta penegakan disiplin
partai yang konsisten dan tanpa pandang bulu. Struktur
organisasi partai sangat hierarkis sehingga jalur
perintah dan tanggung jawab sangat jelas. Partai ini
seringkali disebut partai yang sangat elitis. Contohnya
Nazi di Jerman.
C. Berdasarkan Basis Sosial
 Partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan
sosial dalam masyarakat, seperti kelas atas, menengah
dan bawah.
 Partai partai yang anggotanya berasal dari kalangan
kelompok kepentingan tertentu, seperti petani, buruh,
penguasa.
 Partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari
pemeluk agama tertentu, seperti Islam, Katolik,
Protestan, Hindu.
 Partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari
kelompok budaya tertentu, seperti suku bangsa,
bahasa dan daerah tertentu.
D. Berdasarkan Tujuan
 Partai perwakilan kelompok → partai yang
menghimpun berbagai kelompok masyarakat
untuk memenangkan sebanyak mungkin kursi
dalam parlemen.
 Partai pembinaan bangsa → partai yang
bertujuan menciptakan kesatuan nasional dan
biasanya menindas atau paling tidak
mengenyampingkan kepentingan-kepentingan
sempit. Contonya: Partai Aksi Rakyat di
Singapura
 Partai Mobilisasi → partai yang berupaya
memobilisasi masyarakat ke arah pencapaian
tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemimpin
partai sedangkan partisipasi dan perwakilan
kelompok cenderung diabaikan. Partai ini
cenderung bersifat monopolitis karena hanya
ada satu partai dalam masyarakat. Contohnya
partai komunis di negara-negara komunis.
1. Sebagai Sarana Sosialisasi Politik
 Sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan
orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui proses
sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat
memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan
politik yang berlangsung dalam masyarakat. Proses ini
berlangsung seumur hidup yang diperoleh secara sengaja
melalui pendidikan formal dan informal maupun secara
tidak sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari,
baik dalam keluarga, tetangga dalam kehidupan
bermasyarakat termasuk partai politik didalamnya.
 Partai politik menjadi penghubung yang mensosialisasikan
nilai-nilai politik generasi yang satu pada generasi lainnya.
 Disinilah letaknya partai dalam berperan sebagai sarana
politik.
 Dari segi penyampaian pesan, sosialisasi politik dibagi
dua, yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik.
 Pendidikan politik adalah suatu proses dialogik diantara
pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini, para
anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai,
norma-norma dan simbol-simbol politik. Pendidikan
politik dipandang sebagai proses dialog antara pendidik
(sekolah, pemerintah, partai politik) dan peserta didik
dalam rangka pemahaman, penghayatan, pengamalan
nilai, norma dan simbol politik yang dianggap ideal dan
baik. Melalui kegiatan kursus, latihan kepemimpinan,
diskusi, dan keikutsertaan dalam berbagai forum
pertemuan, partai politik dalam sistem politik demokrasi
dapat melaksanakan fungsi pendidikan politik
 Indoktrinasi politik adalah proses sepihak ketika
pengusaha memobilisasi dan memanipulasi warga
masyarakat untuk menerima nilai, norma dan simbol
yang dianggap baik dan ideal oleh pihak yang
berkuasa. Melalui berbagai forum pengarahan yang
penuh paksaan psikologis dan latihan yang penuh
disiplin partai politik dalam sistem politik totaliter
melaksanakan fungsi indoktrinasi politik.

2. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik


• Rekrutmen politik ialah seleksi dan pemilihan atau
seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok
orang untuk melaksanakan sejumlah peranan sistem
politik atau pemerintahan.
• Fungsi ini berkaitan dengan masalah seleksi
kepemimpinan, baik internal partai maupun
kepemimpinan nasional yang lebih luas.
 Untuk kepentingan internalnya, setiap partai butuh
kader-kader yang berkualitas. Dengan begitu, partai
tidak akan sulit menentukan pemimpinnya dan
mempunyai peluang untuk mengajukan calon pada
kepemimpinan nasional.
 Partai politik juga berkepentingan untuk memperluas
dukungan atau memperbanyak keanggotaan.
 Rekrutmen politik menjamin kontinuitas dan
kelestarian partai, sekaligus merupakan salah satu cara
untuk menjaring dan melatih calon-calon pemimpin.

3. Sebagai Sarana Partisipasi Politik


• Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara biasa
dalam mempengaruhi proses pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan dan ikut menentukan
kkepemimpinan pemerintahan.
 Contoh partisipasi politik: mengajukan tuntutan,
melaksanakan keputusan, mengajukan kritik dan
koreksi atas pelaksanaan kebijakan, mendukung
atau menentang calon pemimpin tertentu,
mengajukan alternatif pemimpin, memilih dalam
pemilihan umum.
 Dalam hal partisipasi politik, partai mempunyai
fungsi untuk membuka kesempatan, mendorong
dan mengajak para anggota dan masyarakat
untuk menggunakan partai politik sebagai
saluran kegiatan mempengaruhi proses politik.
 Jadi partai politik merupakan wadah partisipasi
politik.
4. Sebagai Sarana Komunikasi Politik
 Komunikasi politik adalah proses penyempaian
informasi mengenai politik dari pemerintah kepada
masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah.
 Partai politik berfungsi sebagai komunikator politik
yang tidak hanya menyampaikan segala keputusan
dan penjelasan pemerintah kepada masyarakat tetapi
juga menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai
kelompok masyarakat kepada pemerintah.
 Dalam melaksanakan fungsi ini partai tidak
menyampaikan begitu saja segala informasi dari
pemerintah kapada masyarakat atau sebaliknya, tetapi
merumuskan sedemikian rupa sehingga penerima
informasi dapat dengan mudah dipahami dan
dimanfaatkan.
 Segala kebijakan pemerintah yang biasanya dirumuskan
dengan bahasa teknis dapat diterjemahkan menjadi
bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat.
 Segala aspirasi, keluhan dan tuntutan masyarakat yang
biasanya tidak terumuskan dalam bahasa teknis, oleh
partai politik dapat dirumuskan kedalam bahasa yang
mudah dipahami oleh pemerintah.
 Jadi, proses komunikasi politik antara pemerintah dan
masyarakat dapat berlangsung secara efektif melalui
partai politik.

5. Sebagai Sarana pengatur konfik


• Konfik dalam arti luas dapat diartikan mulai dari
perbedaan pendapat sampai pada pertikaian fisik antar-
individu atau kelompok dalam masyarakat.
 Dalam negara demokrasi, setiap warga negara atau
kelompok masyarakat berhak menyampaikan dan
memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya sehingga
konflik merupakan gejala yang sukar dielakan.
 Partai politik sebagai salah satu lembaga demokrasi
berfungsi mengendalikan konflik melalui cara berdialog
dengan pihak-pihak yang berkonfik, menampung dan
memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari
pihak-pihak yang berkonflik dan membawa
permasalahan kepada parlemen untuk mendapatkan
penyelesaian berupa keputusan politik.

6. Sebagai Sarana Kontrol Politik


• Kontrol politik adalah kegiatan untuk menunjukan
kesalahan, kelemahan dan penyimpangan dalam suatu
isi kebijakan atau dalam pelaksanaannya.
 Dalam melakukan kontrol politik atau pengawasan
harus ada tolok ukur (nilai-nilai politik yang dianggap
ideal dan baik) yang jelas sehingga dapat objektif.
 Tujuannya meluruskan kebijakan atau pelaksanaan
kebijakan yang menyimpang.
 Dalam sistem kabinet parlementer, kontrol yang
dilakukan partai politik opisisi terhadap kebijakan
partai pemerintah dapan menjatuhkan partai yang
berkuasa tersebut apabila mosi tidak percaya
mendapatkan dukungan mayoritas dari parlemen.
 Mosi tidak percaya dapat dikeluarkan apabila
pemerintah tidak dapat memberikan penjelasan yang
rasional dan memuaskan terhadap isi kontrol politik
yang dilakukan partai oposisi
 Sistem kepartaian adalah pola perilaku dan
interaksi diantara sejumlah partai politik
dalam suatu sistem politik.

Berdasarkan Jumlah Partai

Sistem Kepartaian

Berdasarkan Jarak Ideologi


1. Bentuk Partai Tunggal (totaliter, otoriter, dominan)
 Dalam negara yang menerapkan bentuk partai tunggal
totaliter terdapat satu partai yang tidak hanya
memegang kendali atas militer dan pemerintahan, tetapi
menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat. Partai
tunggal totaliter biasanya merupakan partai doktriner
dan diteralpkan di negara-negara komunis atau fasis.
 Bentuk partai tunggal otoriter adalah suatu sistem
kepartaian yang didalamnya lebih dari satu partai tetapi
terdapat satu partai besar yang digunakan oleh penguasa
sebagai alat memobilisasi masyarakat dan mengesahkan
kekuasaannya, sedangkan partai-partai lain kurang dapat
menampilkan diri karena ruang gerak dibatasi penguasa.
 Bentuk partai tunggal otoriter biasanya diterapkan di
negara-negara berkembang yang menghadapi masalah
integrasi nasional dan keterbelakangan ekonomi. Partai
tunggal otoriter digunakan sebagai wadah persatuan segala
lapisan dan golongan masyarakat dan sebagai alat
memobilisasi masyarakat untuk menduklung kebijakan
yang dibuat penguasa.
 Apabila dalam bentuk partai tunggal totaliter, partai yang
menguasai militer dan pemerintah maka dalam bentuk
partai tunggal otoriter pemerintah dan militer yang
menguasai partai. Contoh; Partai Aksi Rakyat Singapura,
Partai Uni Nasional Afrika Tanzania.
 Bentuk partai tunggal dominan adalah suatu sistem
kepartaian yang didalamnya terdapat lebih dari satu partai,
tetapi hanya satu partai partai saja yang dominan (secara
terus menerus berhasil mendapat dukungan untuk
berkuasa,
sedangkan partai-partai lain tidak mampu menyaingi
partai yang dominan, walaupun mendapat
kesempatan yang sama untuk mendapatkan dukungan
melalui pemilu.
 Partai yang dominan itu biasanya lebih dulu muncul
untuk membina bangsa dan mengorganisasikan
pembangunan, dibanding dengan partai lainnya yang
muncul belakangan untuk mengoreksi dan menyaingi
partai dominan.
 Ketika partai opisisi muncul, partai dominan sudah
berakar dalam masyarakat dan organisasinya sudah
melembaga. Contohnya Partai Liberal Demokrat di
Jepang.
2. Sistem Dua Partai
 Sistem dua partai merupakan suaru kepartaian yang
didalamnya terdapat dua partai yang bersaing untuk
mendapatkan dan mempertahankan kewenangan
memerintah melalui pemilu.
 Dalam sistem ini terdapat pembagian tugas, partai yang
menang pemilu penjadi partai yang memerintah dan partai
yang kalah menjadi oposisi yang loyal.
 Partai yang kalah melakukan kontrol atas partai yang
menang tetapi tetap loyal terhadap sistem politik.
Walaupun berupaya keras mengalahkan partai yang
berkuasa tetapi tidak berupaya mengganti sistem politik
yang berlaku.
 Dalam negara sistem kabinet presidensial partai yang
menang menguasai kursi kepresidenan dan yang kalah
menguasai badan perwakilan rakyat.
2. Sistem Banyak Partai/Multi Partai
 Sistem banyak partai merupakan suatu sistem yang terdiri
atas lebih dari dua partai yang dominan.
 Sistem ini merupakan produk dari struktur masyarakat
yang majemuk, baik secara kultural maupun sosial
ekonomi. Setiap golongan dalam masyarakat cenderum
memelihara keterikatan dengan asal-usul budayanya dan
memperjuangkan kepentingan melalui wadak politik
tersendiri.
 Karena banyak partai yang bersaing untuk mendapatkan
dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilu maka
sering terjadi pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih
partai.
 Untuk mencapai konsensus diantara partai-partai yang
berkoalisi itu memerlukan “politik dagang sapi”, yaitu
tawar-menawar dalam hal program dan kedudukan
menteri.
 Giovanni Sartori
 Asumsi → penggolongan sistem kepartaian
bukan masalah jumlah partai, melainkan jarak
ideologi diantara partai partai yang ada.
 Konkritnya, penggolongan jumlah sistem
kepartaian didasarkan atas jumlah
kutub(polar). Jarak diantara kutub itu
(polaritas), dan arah perilaku politiknya.
 Klasifikasi sistem kepartaian → Pluralisme
sederhana, Pluralisme moderat dan Pluralisme
ekstrim
Sistem Kutub Polaritas Arah
Kepartaian
Plurallisme Sederhana Bipolar Tidak ada Sentripetal

Pluralisme Moderat Bipolar Kecil Sentripetal

Pluralisme Ekstrim Multipolar Besar Sentripugal


 Bipolar adalah kegiatan aktual suatu sistem partai yang
bertumpu pada dua kutub meskipun jumlah partai lebih
dari dua karena sistem kepartaian ini tidak memiliki
perbedaan ideologi yang tajam.
 Multipolar adalah sistem partai yang bertumpu pada lebih
dari dua kutub dan yang biasanya terdiri atas lebih dari
dua partaidan diantara kutub-kutub itu terdapat
perbedaan ideologi yang tajam.
 Polaritas besar → jarak ideologi antara kutub-kutub sangat
jauh ; yang satu berideologi kiri (komunisme), yang lain
berideologi kanan (kapitalisme). Perbedaan ideologi sangat
tajam.
 Arah Perilaku politik sentripetal → menuju ke
pusat/integrasi nasional
 Sentrifugal → menjauh dari pusat/hendak
mengembangkan sistem sendiri
 Pluralisme sederhana → bipolar (dua partai), tidak
terpolarisasi dan sentripetal. Contohnya sistem
dua partai di Amerika Serikat
 Pluralisme moderat → bipolar (tiga atau empat
partai sebagai basis), polaritas kecil (depolarisasi),
dan sentripetal. Contohnya sistem banyak partai
di Belanda.
 Pluralisme Ekstrim → multipolar (banyak partai),
polaritas sangat besar (polarisasi terjadi karena
jarak ideologi antar kutub sangat jauh, sentrifugal.
Contohnya: di Italia terdapat banyak partai yang
perbedaan ideologinya sangat tajam seperti
komunis kiri, neofasis yang kanan, sosialis yang
kiri tengah, kristen demokrat yang kanan tengah.
Single-member Constituency/
Sistem Distrik
Satu daerah pemilihan memilih satu wakil
Sistem Pemilu

Multi-member Constituency/
Sistem Proporsional
Satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil
 Satu wilayah kecil (distrik pemilihan) memilih satu wakil
tunggal atas dasar suara terbanyak.
 Didasarkan atas kesatuan geografis.
 Setiap satuan geografis (distrik)memperoleh satu kursi
dalam parlemen.
 Negara dibagi dalam jumlah distrik yang jumlah
penduduknya sama.
 Satu distrik hanya berhak satu kursi dan kontestan yang
memperoleh suara terbanyak menjadi pemenang tunggal,
walaupun selisih suara dengan kontestan lainnya kecil.
 Suara yang mendukung konstestan yang kalah dianggap
hilang dan tidak dapat membantu partainya untuk
menambah jumlah suara di distrik lain.
 Sistem distrik sering dipakai di negara yang
menerapkan sistem dwi partai seperti di Inggris,
India, Malaysia, dan Amerika.
 Dalam sistem distrik yang berhak membentuk
suatu pemerintahan dan membentuk kabinet
adalah partai yang memperoleh suara terbanyak.
 Pelaksanaan sistem distrik mengakibatkan
kesenjangan antara jumlah suara yang diperoleh
suatu partai secara nasional dan jumlah kursi yang
diperoleh partai tersebut.
 Menguntungkan partai besar dan merugikan
partai kecil karena banyak suara dari partai kecil
yang dinyatakan hilang.
 Satu wilayah besar (daerah pemilihan) memilih
beberapa wakil.
 Satu wilayah dianggap sebagai satu kesatuan dan
dalam wilayah itu jumlah kursi dibagi sesuai jumlah
suara yang diperoleh oleh para kontestan secara
nasional tanpa menghiraukan distribusi suara itu.
 Misalnya dalam suatu wilayah dipakai sistem
proporsional,wilayai itu yang bisa berbentuk kesatuan
administratif (misalnya provinsi) dianggap sebagai
kesatuan yang keseluruhannya berhak atas sejumlah
kursi yang telah ditentukan.
 Jumlah suara yang diperoleh secara nasional oleh
setiap partai menentukan jumlah kursi di
parlemen, artinya persentase perolehan suara
secara nasional dari setiap partai sama dengan
persentase perolehan kursi dalam parlemen.
 Misalnya suatu wilayah telah ditentukan jumlah
kursinya adalah 10 kursi, Partai A memperoleh
60% suara akan memperoleh 6 kursi dalam
parlemen. Partai B memperoleh 30% suara akan
memperoleh 3 kursi dan partai C memperoleh 10%
suara akan memperoleh 1 kursi di parlemen.
 Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-
partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam
setiap distrik pemilihan hanya satu, hal ini akan
mendorong partai-partai untuk menyisihkan
perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan
kerjasama khususnya menjelang pemilu.
 Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk
partai baru dapat dibendung, malahan sistem ini bisa
mendorong ke arah penyederhanaan partai secara
alami tanpa paksaan.
 Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih
dapat dikenal oleh komunitasnya, sehingga hubungan
dengan konstituen lebih erat. Dengan demikian si
wakil akan lebih cenderung untuk memperjuangkan
kepentingan distriknya.
 Bagi partai besar sistem ini menguntungkan
karena melalui distrotion effect dapat meraih suara
dari pemilih-pemilih lain sehingga memperoleh
kedudukan mayoritas. Dengan demikian partai
pemenang sedikit banyak dapat mengendalikan
parlemen.
 Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai
kedudukan mayoritas dalam parlemen, sehingga
tidak perlu lagi diadakan koalisi dengan partai
lain. Hal ini mendukung stabilitas nasional.
 Sistem ini sederhana dan mudah untuk
dilaksanakan.
 Sistem ini kurang memperhatikan kepentingan partai-partai
kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan-
golongan ini terpencar dalam berbagai distrik.
 Sistem ini kurang representatif, artinya partai yang
calonnya kalah dalam suatu distrik kehilangan suara yang
telah mendukungnya. Hal ini artinya ada sejumlah suara
yang tidak diperhitungkan sama sekali atau terbuang sia-
sia. Jika banyak partai yang mengadu kekuatan, maka suara
yang hilang akan sangat besar.
 Sistem distrik dianggap kurang efektif dalam masyarakan
yang plural.
 Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih
memperhatikan kepentingan distrik serta warga distriknya
daripada kepentingan nasional.
 Dianggap lebih representatif karena persentase
perolehan suara setiap partai sesuai dengan
persentase perolehan kursinya diparlemen.
 Tidak ada distorsi antara perolehan suara dengan
perolehan kursi.
 Setiap suara dihitung dan tidak ada suara yang
hilang. Partai kecil dan golongan minoritas diberi
kesempatan untuk menempatkan wakilnya di
parlemen. Karena itu masyarakat yang heterogen
dan pluralis lebih tertarik pada sistem ini.
 Kurang mendorong partai-partai untuk berintegrasi
satu sama lain, malah sebaliknya cenderung
mempertajam perbedaan-perbedaan diantara mereka.
Bertambahnya jumlah partai dapat menghambat
proses integrasi diantara berbagai golongan
masyarakat yang pluralis. Hal ini mempermudah
pragmentasi dan berdirinya partai baru yang pluralis.
 Wakil rakyat kurang erat hubungannya dengan
konstituennya, tetapi lebih erat dengan partainya
(termasuk dalam hal akuntabilitas). Peranan partai
lebih menonjol daripada kepribadian seorang wakil
rakyat. Akibatnya sistem ini memberi kedudukan kuat
kepada pimpinan partai untuk menentukan wakilnya
di parlemen melalui stelsel daftar.
 Banyak partai yang bersaing mempersulit satu
partai untuk mencapai mayoritas di parlemen.
Dalam sistem pemerintahan parlementer, hal
ini mempersulit terbentuknya sistem
pemerintahan yang stabil karena harus
mendasarkan diri pada koalisi
 Ichlasul Amal, 1996, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik,
PT Tiara Wacana, Jogjakarta.
 Hans-Dieter Klingemann, dkk, 2000, Partai, Kebijakan,
dan Demokrasi, Pustaka Pelajar, Jogjakarta.
 Yusril Ihza Mahendra, 1996, Dinamika Tatanegara
Indonesia, Gema Insani Press, Jakarta. 
 Rusli Karim, 1983, Perjalanan Partai Politik di Indonesia,
Rajawali, Jakarta.
 T.J. Pempel, 1990, The One-Party Dominant Regimes,
Cornell University Press, Itaca.
 Giovanni Sartori, 1976, Parties and Party systems,
Cambridge University Press.

Anda mungkin juga menyukai