Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PATIENT SAFETY

PENGORGANISASIAN PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT

OLEH KELOMPOK 7 :
ARYA KRISNATA DEWI
FITRIA NANU FRIDA
DEDI IRAWAN
BINTI KHOIRINA
AGUSTINUS SERAN
ERMALINDA BEBE
ANSELINDA KLON
HARYATI S. DOPU

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI
FEBRUARI 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya penulis
akhirnya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Dan dengan mengucap puji syukur
atas curahan kasih karunia-Nya kepada penulis, terutama ilmu dan akal sehat sehingga dengan
ijin Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul
“PENGORGANISASIAN PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah “PATIENT SAFETY”.
Segala upaya telah penulis lakukan dan tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.Diantaranya :
1. Joko Sutrisno S.Kep,Ns M.Kes selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Patient
Safety
2. Teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis dengan segala kerendahan hati merasa bahwa dalam penyusununan makalah ini
kurang sempurna, walaupun makalah ini telah diseleseikan dengan segenap kemampuan,
pemikiran dan usahanya, dan kiranya sangatlah membantu penyempurnaan makalah ini jika
pembaca yang budiman bersedia memberi masukan, saran serta kritikan yang jelasnya
mendukung bagi karya penulis. Seperti kata pepatah bahwa ”tiada gading yang tak retak” begitu
juga dengan keadaan makalah ini sekali lagi penulis mohon maaf jika makalah ini kurang
sempurna. Dan semoga makalah dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Kediri, 8 februari 2011

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
“Patient safety“ merupakan transformasi kultural, dengan perubahan budaya yang
diharapkan adalah : cultur safety, blame-free culture, reporting culture, dan learning
culture sehingga diperlukan upaya transformasi yang menyangkut intervensi multilevel
dan multi dimensi yang terfokus pada misi dan strategi organisasi, leadership style serta
budaya organisasi.
             Perubahan tidak bisa berjalan begitu saja, tetapi dimulai dengan pengenalan
keuntungan dari perubahan tersebut, selanjutnya diciptakan suatu pola pikir melalui
edukasi atau membekali pengetahuan pada staf agar tercipta persepsi yang sama. Edukasi
melalui pelatian staf untuk keselamatan pasien tidak berhenti setelah selesai kegiatan
pelatihan tetapi berlanjut hingga mereka kembali ke unit kerja. Untuk keperluan tersebut,
maka pelatian keselamatan pasien (Patient Safety) di rumah sakit  selayaknya
ditindaklanjuti dengan monitoring dan evaluasi kenyataan yang ada di unit kerja
pelayanan.
 
B. TUJUAN
Membangun kesadaran terhadap keselamatan pasien serta terlaksananya implementasi
keselamatan pasien dalam setiap kegiatan pelayanan di Rumah Sakit.
BAB II
ISI

A. PENGERTIAN
 Patient safety adalah mengidentifikasi & mengontrol risiko yg dapat mencederai
pasien
 Patient safety adalah mencegah terjadinya cedera
 Patient safety bukan eufemisme Medical Error
 Patient safety adalah membuat asuhan pasien aman

B. KONSEP DASAR

 Patient Safety adalah isu terkini, global, penting (high profile), dalam Pelayanan RS,
praktis belum lama, dimulai sejak “Landmark” Laporan IOM th 2000.
 WHO memulai Program Patient Safety th 2004 : “Safety is a fundamental principle
of patient care and a critical component of quality management.” (World Alliance
for Patient Safety, Forward Programme WHO,2004).
 KOMITE KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT (KKP- RS) dibentuk
PERSI, pd tgl 1 Juni 2005.
 MENTERI KESEHATAN bersama PERSI & KKP-RS telah mencanangkan Gerakan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit pd Seminar Nasional PERSI tgl 21 Agustus 2005,
di JCC.

C. ORGANISASI PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT

Penerapan Pasien Safety Dalam Menjamin Mutu Pelayanan


Mutu merupakan suatu produk yang diberikan dari pelanggan untuk memberikan
kepuasan akan kebutuhan pelayanan penerima jasa secara berkesinambungan. Mutu
adalah penentuan pelanggan berdasarkan pengalaman nyata terhadap pruduk dan jasa
pelayanan, mengukur, mengharapkan, dan menggambarkan target yang bergerak pada
pasar yang kompetitif. Mutu yang lebih tinggi memungkinkan untuk mengurangi tingkat
kesalahan, mengurangi pekerjaan ulang, mengurangi kegagalan di lapangan, mengurangi
ketidakpuasan pelanggan, mengurangi keharusan memeriksa dan menguji, meningkatkan
hasil kapasitas, memberikan dampak utama pada biaya, dan biasanya mutu lebih tinggi
biaya lebih sedikit. (Wijono, 1999).

Menurut Suprio (2008), Patient safety merupakan salah satu isu utama dalam pemberian
mutu pelayanan kesehatan. Para pengembil kebijakan, memberi pelayanan kesehatan, dan
konsumen menempatkan keamanan sebagai prioritas pertama mutu pelayanan. Patient
safety merupakan sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekedar efisiensi pelayanan.

Menurut Suprio (2008), Usaha di organisasi pelayanan kesehatan di Indonesia dalam


menerapkan pasien safety untuk usaha perbaikan mutu pelayanan ini berada pada
level organisasi pelayanan kesehatan dengan berbagai kegiatan antara lain:
1. Meningkatkan peran para klinisi termasuk clinical leadership dalam patient safety
2. Memberdayakan dan mendukung staf sarana pelayanan kesehatan untuk menerapkan
patient safety dalam area kerja institusi
3. Menetapkan indikator pasien safety dan standar pasien safety
4. Mengidentifikasi dan mengurangi risiko pelayanan kesehatan melalui sistem
koordinasi, pelaporan dan feedback yang efektif
5. Mengatasi berbagai hambatan yang timbul dalam penerapan patient safety
6. Mengembangkan diklat sarana pelayanan kesehatan dengan fokus kepada patient
safety dan peningkatan kinerja pelayanan klinik
7. Menetapkan mekanisme untuk mengadopsi secara cepat dari hasil penelitian ke praktik
sehari-hari
8. Melakukan komputerisasi instruksi pelayanan klinik untuk mengingatkan dan
memberikan sinyal.
Sedangkan usaha perbaikan lingkungan organisasi pelayanan kesehatan dalam
menerapkan pasien safety untuk usaha perbaikan mutu ini berada pada lingkungan
luar organisasi pemberi pelayanan kesehatan dengan berbagai kegiatan antara lain:
1. Pengembangan kebijakan lisensi dan sertifikasi
2. Mekanisme untuk mempelajari pengalaman dari berbagai pelayanan kesehatan dan
industri lain
3. Sistem rujukan antara pelayanan kesehatan tingkat primer, sekunder dan tersier
4. Mengembangkan sistem informasi berbasis web bagi kepentingan konsumen dan
sarana pelayanan kesehatan
5. Memberikan materi dan motivasi patient safety dalam pendidikan dokter, perawat,
bidan, dan tenaga klinis lainnya
6. Peningkatan peran lembaga atau institusi penilai mutu eksternal dari sarana pelayanan
kesehatan
7. Adanya kontrol oleh lembaga pembiayaan pelayanan kesehatan.

Peran Keperawatan Dalam Mendukung Penerapan Pasien Safety Di Rumah Sakit


Pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan yang tidak
terpisahkan dari pelayanan RS dan merupakan proporsi terbesar dari tenaga kesehatan
lain yang bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan keperawatan yang optimal
dan berkualitas terhadap klien selama 24 jam secara berkesinambungan, oleh karena itu
diperlukan SDM keperawatan yang berkualitas tinggi, yang tanggap dan responsive
terhadap situasi yang ada (Gillies, 1996).
Menurut Kuntjoro (2005), Upaya untuk memperbaiki mutu dan kinerja pelayanan klinis
di rumah sakit pada umumnya dimulai oleh perawat melalui berbagai bentuk kegiatan,
seperti: gugus kendali mutu, penerapan standar keperawatan, pendekatan-pendekatan
pemecahan masalah, maupun audit keperawatan. Uraian tugas dan tanggung jawab untuk
kegiatan peningkatan mutu pelayanan klinik terdapat di seluruh unit pelayanan klinik
(rawat jalan, rawat inap, laboratorium, radiologi, kamar operasi, dan sebagainya). Secara
umum uraian tugas dan tanggung jawab kegiatan peningkatan mutu pelayanan ada pada
wakil manajemen (management representative) yang bertugas menjamin kesesuaian dan
efektivitas kegiatan peningkatan mutu, termasuk diunit-unit pelayanan klinik.

Peran tenaga keperawatan dalam manajemen mutu sangat besar, diawali dalam
keterlibatan dalam pembentukan tim mutu, sosialisasi, penggalangan komitmen,
melakukan self assesment bidang keperawatan, kemudian penyusunan standar
operasional prosedur (SOP), alur kegiatan keperawatan baik klinik maupun manajerial.
Hal ini sesuai dengan tujuan dari clinical governance memadukan pendekatan manajemen
organisasi dan manajemen klinis secara bersama. Keterlibatan para staf termasuk
keperawatan dalam kegiatan clinical governance terfokus pada kegiatan audit klinik dan
penyusunan standar praktik berdasarkan evidence-based. Upaya peningkatan mutu
pelayanan menurut Lori Di Prete Brown, berdasarkan dimensi mutu berupa kompetensi
tekhnis dimana perawat memiliki kemampuan, ketrampilan, dan penampilan perawat.
Kompetensi tehnis yang tidak sesuai standar akan merugikan pasien. Misalnya pda kasus
cidera akibat jatuh dari tempat tidur dan kesalahan dalam pemberian obat. Perawat
memberi pelayanan secara efektif dan efisien, menjalin hubungan antar manusia, dan
memberi kenyamanan dalam memberikan perawatan kepada pasien (Wijono, 1999).
Dengan penerapan pasien safety keterlibatan tersebut menjadi lebih baik karena adanya
prosedur komunikasi internal yang lebih baik (Djasri, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

http://www.facebook.com/topic.php?uid=189596081767&topic=12933

Anda mungkin juga menyukai