Anda di halaman 1dari 26

TRAUMA KEPALA

BY
AMBO DALLE
HEAD INJURY
 Trauma pada kepala dapat menyebabkan
fraktur pada tengkorak dan trauma
jaringan lunak / otak atau kulit seperti
kontusio / memar otak, edema otak,
perdarahan atau laserasi, dengan derajat
yang bervariasi tergantung pada luas
daerah trauma.
Tipe trauma kepala

 Trauma kepala terbuka

 Trauma kepala tertutup (Komusio


serebri/Gegar otak, Kontusio serebri
/Memar otak, Perdarahan sub dural,
Perdarahan Intraserebral )
Trauma kepala terbuka
 Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang
tengkorak dan laserasi duramater. Kerusakan
otak dapat terjadi bila tulang tengkorak
menusuk otak
 Fraktur longitudinal sering menyebabkan
kerusakan pada meatus akustikus interna,
foramen jugularis dan tuba eustachius. Setelah
2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru
dibelakang telinga diatas os mastoid) dan
otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan
dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu
disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak.
 Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat
dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi
sangat dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat
membantu mendiagnosa adalah :
 Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang
telinga di atas os mastoid )
 Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang
telinga )
 Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa
trauma langsung )
 Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )
 Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)
Komplikasi
 Komplikasi pada trauma kepala terbuka
adalah infeksi, meningitis dan
perdarahan / serosanguinis.
Trauma kepala tertutup
 Komusio serebri ( Gegar otak )
Merupakan bentuk trauma kapitis ringan,
dimana terjadi pingsan (kurang dari 10
menit ). Gejala lain mungkin termasuk
pusing, noda-noda didepan mata dan
linglung
Kontusio serebri (Memar otak )
 Merupakan perdarahan kecil / ptechie

pada jaringan otak akibat pecahnya


pembuluh darah kapiler. Hal ini bersama-
sama dengan rusaknya jaringan saraf atau
otak yang akan menimbulkan edema
jaringan otak di daerah sekitarnya
 Berdasarkan atas lokasi benturan, lesi
dibedakan atas koup kontusio dimana lesi
terjadi pada sisi benturan, dan tempat
benturan. Pada kepala yang relatif diam
biasanya terjadi lesi koup, sedang bila
kepala dalam keadaan bebas bergerak
akan terjadi kontra koup.
 Gejala perdarahan epidural yang klasik
atau temporal berupa kesadaran yang
makin menurun, disertai oleh anisokoria
pada mata ke sisi dan mungkin terjadi
hemiparese kontralateral. SEdangkan
perdarahan epidural di daerah frontal dan
parietal atas tidak memberikan gejala khas
selain penurunan kesadaran (biasanya
somnolen) yang tidak membaik setelah
beberapa hari.
Perdarahan sub dural
 Merupakan perdarahan antara duramater

dan arakhnoid, yang biasanya meliputi


perdarahan vena. Perdarahan subdural
dibedakan atas akut, subakut, dan kronis
 Perdarahan subdural akut sering
dihubungkan dengan cedera otak besar
dan cedera batang otak. Tanda-tanda
akan gejala klinis berupa sakit kepala,
perasaan kantuk, dan kebingungan,
respon yang lambat, dan gelisah. Keadaan
kritis terlihat dengan adanya perlambatan
reaksi ipsilateral pupil.
 Perdarahan subdural subakut, biasanya
berkembang 7 sampai 10 hari setelah
cedera dan dihubungkan dengan kontusio
serebri yang agak berat. Tekanan serebral
yang terus-menerus menyuebabkan
penurunan tingkat kesadaran yang dalam
 Perdarahan subdural kronik, terjadi karena
luka ringan. Mulanya perdarahan kecil
memasuki ruang subdural. Beberapa
minggu kemudian menumpuk di sekitar
membran vaskuler dan pelan-pelan
meluas. Gejala mungkin tidak terjadi
dalam beberapa mingggu atau bulan.
Keadaan ini pada proses yang lama akan
terjadi penurunan reaksi pupil dan
motorik.
Perdarahan Intraserebral
 Merupakan penumpukan darah pada

jaringan otak. Perdarahan mungkin


menyertai contra coup phenomenon.
Kebanvalan dihubungkan dengan kontusio
dan terjadi dalam area frontal dan tem­
poral. Akibat adanya substansi darah
dalam jaringan otak akan menimbulkan
edema otak. Gejala neurologik tergantung
dari ukuran dan lokasi perdarahan.
Patofisiologi
 Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen
dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di
dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen, jadi
kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula de­ngan
kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak,
tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25%
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-
gejala permulaan disfungsi serebral.
Faktor kardiovaskuler
 Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi

jantung mencakup aktivitas atipikal miokardial,


perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.
 Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis

mempengaruhi penurunan kontraktilitas


ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah
jantung dan meningkatkan tekanan atrium kiri.
Akibatnya tubuh berkompensasi dengan
meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari
adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah
terjadinya edema paru.
Faktor Respiratori
 Adanya edema paru pada trauma kepala dan
vasokonstriksi paru atau hipertensi paru
menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi
 Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida
mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah,
aliran darah bertambah karena terjadi
vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan terjadi
alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi
(arteri kecil) dan penurunan CBF (cerebral blood
fluid).
 Edema otak ini menyebabkan kematian otak
(iskemik) dan tingginya tekanan intra kranial
(TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan
penekanan batang otak atau medulla oblongata.
Faktor metabolisme
 Pada trauma kepala terjadi perubahan

metabolisme seperti trauma tubuh lainnya


yaitu kecenderungan retensi natrium dan
air dan hilangnya sejumlah nitrogen
 Retensi natrium juga disebabkan karena

adanya stimulus terhadap hipotalamus,


yang menyebabkan pelepasan ACTH dan
sekresi aldosteron.
Faktor gastrointestinal
 Trauma kepala juga mempengaruhi sistem

gastrointestinal. Setelah trauma kepala (3


hari) terdapat respon tubuh dengan
merangsang aktivitas hipotalamus dan
stimulus vagal. Hal ini akan merangsang
lambung menjadi hiperasiditas.
Faktor psikologis
 Selain dampak masalah yang
mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala
pada pasien adalah suatu pengalaman
yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul
pascatrauma akan mempengaruhi psikis
pasien. Demikian pula pada trauma berat
yang menyebabkan penurunan kesadaran
dan penurunan fungsi neurologis akan
mempe­ngaruhi psikososial pasien dan
keluarga.
Pemeriksaan diagnostik
 X-Ray tengkorak
 CT-Scan
 Angiografi
Penatalaksanaan medis
pada trauma kepala
 Dexamethason/kalmethason sebagai
pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
 Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat).
Untuk mengurangi vasodilatasi.
 Pemberian analgetika.
 Pengobatan anti edema dengan larutan
hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa
40% atau gliserol 10%.
 Antibiotika yang mengandung barrier darah
otak (penisilin) atau untuk infeksi anaerob
diberikan metronidazole
 Makanan atau cairan. Pada trauma
ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus
dextrosa 5%, aminofusin, aminofel (18
jam pertama dari terjadinya kecelakaan),
2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
 Pembedahan.
 Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-
3 hari), tidak terlalu banyak cairan.
Dekstrosa 5% 8 jam pertama, ringer
dekstrose 8 jam kedua dan dekstrosa
5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya
bila kesadaran rendah, makanan
diberikan melalui nasogastric tube
(2500-3000 TKTP). Pemberian protein
tergantung nilai urea N.

Anda mungkin juga menyukai